SUMIRIN TEGUH HARYONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUMIRIN TEGUH HARYONO"

Transkripsi

1 EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU KABUPATEN PEMALANG) SUMIRIN TEGUH HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2008 Sumirin Teguh Haryono NRP. A

3 ABSTRACT SUMIRIN TEGUH HARYONO. Evaluation to Impact of Agropolitan Development Program to Community Welfare: Case Study in Agropolitan Region in Pemalang Regency). Under direction of NUNUNG NURYARTONO and DIDIT OKTA PRIBADI. Agropolitan Development program is one of regional development program, has goal to increase welfare of community. To evaluate impact of Agropolitan Development program to regional economic and community welfare has been compared between condition before and after the program in the Agropolitan region and out of region. Data analysis methods for evaluating impact of the program were: development index of district by Regional Development Index, poverty by persentage of pre prosperous and prosperous I household, competitiveness of sector by Shift Share Analyisis (SSA), basic sector by Location Quotient (LQ), income per kapita by GRDP per population, income per farmer household by GRDP of agriculture sector per farmer household, sectoral share of GRDP by persentage of GRDP each sector, relation between perseption of farmers to impact of the program and commodity, activity, and location of farmer live by Chi Square Analysis, relation of elements of perseption by Correspondence Analyisis, factors that influence to perseption by logistic model regression, and role of institution by descriptive analysis. The results of reseach showed that development index of districts in Agropolitan region increased, but relatively it was not different to out of region. The program could not decrease poverty yet. In the Agropolitan region developed many basic sectors. Share of agriculture sector decreased but still has comparative adventage (basic sector) in the Agropolitan region. Agriculture sector more competitive in the Agropolitan region, similar to competitiveness of manufacturing industry sector. Income per kapita and income per family farmer in the Agropolitan region relatively similar to out of the region. In Agropolitan region horticulture farmers got higher income cause of the program. Perseption of impact of the program had relationship to farmers caracteristic base on commodity. Factors that influence to farmers perseption in the program were age and hight of activity in farmer group. Institution of goverment that manage the region is Pokja Agropolitan has function as coordinator of some services activities in the region. The role of Pokja was still under optimal. The farmer s institution are Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) and Asosiasi Petani Kopi (APEKI) had function to push increasing productivity in agribusiness because the institution buy some agricultural products form the farmers and inform market price to the farmers. In generally impact of the program was not significant yet. Weakness of the program may be caused of Agropolitan region was too wide and commodities were too much, so activity of the program could not reach all of regions and commodities. Keyword: Evaluation, Impact, Agropolitan Development Program

4 RINGKASAN SUMIRIN TEGUH HARYONO. Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan DIDIT OKTA PRIBADI. Program Pengembangan Agropolitan sebagai salah satu program pembangunan wilayah mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengevaluasi dampak program Pengembangan Agropolitan terhadap perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat dilakukan perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan sebagai pembanding. Metode analisis data yang digunakan untuk mengevaluasi dampak program Pengembangan Agropolitan adalah indeks perkembangan kecamatan dengan analisis Indeks Perkembangan Wilayah, tingkat kemiskinan dengan persentase keluarga pra sejahtera dan sejahtera I, keunggulan kompetitif dengan Shift Share Analysis (SSA), sektor basis dengan analisis Location Quoteint (LQ), pendapatan per kapita dengan membagi PDRB terhadap jumlah penduduk, pendapatan per keluarga petani dengan membagi PDRB sektor pertanian terhadap jumlah keluarga petani, pangsa sektoral PDRB dengan menghitung persentase PDRB setiap sektor, hubungan antara persepsi petani dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal dengan analisis Chi Square, hubungan antara unsur-unsur persepsi dengan Corespondence Analysis, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dengan analisis Logit Model, dan peran kelembagaan dalam Pengembangan Agropolitan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum indeks perkembangan kecamatan di kawasan Agropolitan meningkat tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan. Tingkat kemiskinan tidak berkurang setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan baik di dalam maupun luar kawasan Agropolitan, sehingga program secara relatif belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Di Kawasan Agropolitan terjadi perkembangan sektor basis dari kondisi sebelum pelaksanaan program, terbukti dengan semakin banyaknya sektor yang mempunyai LQ>1. Pangsa sektor pertanian menurun baik di kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan, tetapi sektor ini tetap mempunyai keunggulan komparatif (menjadi sektor basis) dengan memusatnya aktivitas sektor pertanian di dalam kawasan Agropolitan. Sektor pertanian semakin kompetitif di dalam kawasan Agropolitan dengan meluasnya tingkat kompetisi dari satu kecamatan menjadi empat kecamatan. Meningkatnya tingkat kompetisi ini diikuti oleh kompetitifnya sektor industri pengolahan di kawasan Agropolitan. Selama pelaksanaan program ini telah terjadi peningkatan pendapatan per kapita maupun pendapat per keluarga petani di kawasan Agropolitan, tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan. Petani di kawasan Agropolitan merasakan ada peningkatan pendapatan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura. Tingkat persepsi tentang dampak program Pengembangan Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan berhubungan dengan komoditas

5 yang diusahakan oleh petani. Petani komoditas hortikultura dan perkebunan mempunyai persepsi yang lebih baik tentang dampak program Pengembangan Agropolitan dibandingkan petani komoditas pangan dan kehutanan (kayukayuan). Sedangkan berdasarkan karakteristik petani maka peluang untuk memberikan persepsi tentang manfaat Pengembangan Agropolitan yang lebih tinggi terjadi pada petani yang lebih muda dan lebih aktif dalam kegiatan di kelompok tani. Kelembagaan Pemerintah sebagai pengelola kawasan adalah Pokja Agropolitan telah berperan dalam mengkoordinasi kegiatan yang dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan, namun masih belum optimal. Sedangkan kelembagaan petani yaitu Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) berperan sebagai pendorong petani untuk meningkatkan produksi karena dapat menampung sebagian hasil produksi dan memberikan informasi harga pasar. Dari indikator perkembangan kecamatan, tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan pendapatan per keluarga petani yang relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan mungkin diakibatkan dampak tersebut bersifat jangka panjang dan saat ini dalam masa lima tahun dampaknya tersebut belum terlihat nyata. Akan tetapi dampak terhadap pendapatan petani dirasakan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura sayuran. Beberapa kelemahan Pengembangan Agropolitan yang muncul dapat diakibatkan oleh terlalu banyaknya komoditas unggulan yang ditetapkan dan skala luasan kawasan yang terlalu luas, sehingga dengan keterbatasan anggaran tidak bisa menjangkau pengembangan seluruh komoditas di semua wilayah secara optimal. Kata kunci: Evaluasi, Dampak, Program Pengembangan Agropolitan

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU KABUPATEN PEMALANG) SUMIRIN TEGUH HARYONO Tesis sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.

9 Judul Penelitian : Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang) Nama NIM : Sumirin Teguh Haryono : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Ketua Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 8 Mei 2008 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah, SWT atas segala karunia-nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah evaluasi dampak program Agropolitan, dengan judul Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang). Terima kasih penulis ucapkan dan penghargaan yang tinggi kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. dan Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si. selaku pembimbing, Dr. Ir. Setia Hadi, M.S. selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. yang telah banyak memberi saran. Penulis sampaikan terima kasih kepada Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan dan Pemerintah Kabupaten Pemalang yang telah memberikan ijin belajar. Kepada seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB penulis sampaikan terima kasih atas bekal ilmu dan bantuan administrasi selama studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pokja Agropolitan Kabupaten Pemalang dan para petani responden yang telah menerima dengan terbuka dan membantu dalam pengumpulan data. Tak lupa terima kasih kepada teman-teman mahasiswa PS Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah memberi dorongan dalam penyelesaian tesis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga atas pengertian, doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Sumirin Teguh Haryono

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 7 Oktober 1974 dari ayah bernama (Alm) Sutomo dan ibu bernama Warsini. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pemalang dan melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, lulus pada tahun Tahun 2000 penulis diterima sebagai PNS di Departemen Kehutanan dan Perkebunan dipekerjakan di Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) Kabupaten Pemalang. Setelah penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 penulis menjadi staf Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang di dinas yang membidangi kehutanan sampai tahun 2006, saat menempuh pendidikan pascasarjana ini. Penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascarjana IPB dengan beasiswa diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) dan Pemerintah Kabupaten Pemalang.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 5 Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah... 7 Pengembangan Agropolitan Kawasan Agropolitan Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Agropolitan Sektor Basis Komoditas Unggulan Sistem Agribisnis Persepsi tentang Dampak Pengembangan Agropolitan Indikator Pembangunan Pembangunan Ekonomi Perubahan Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian Kemiskinan Kelembagaan Studi yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan Tingkat Kemiskinan Penduduk Pendapatan per Kapita Pendapatan Keluarga Petani Pergeseran Keunggulan Kompetitif Pergeseran Sektor Basis Pangsa Sektoral terhadap PDRB Analisis Persepsi Petani tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Pendapatan Analisis Kelembagaan iii v vi

13 Penentuan Petani Sampel/Responden Keterbatasan Penelitian KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Pemalang Kawasan Agropolitan Waliksarimadu HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan Tingkat Kemiskinan Pendapatan per Kapita Pendapatan per Keluarga Petani Pergeseran Keunggulan Kompetitif Pemusatan Ekonomi Wilayah Pangsa Sektoral terhadap PDRB Persepsi tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan Terhadap Tingkat Pendapatan Peran Kelembagaan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Tujuan, Analisis data, dan Output Penelitian Variabel-variabel dalam analisis logit model pada fungsi persepsi masyarakat terhadap manfaat kegiatan Pengembangan Agropolitan Data Kependudukan Kabupaten Pemalang Tahun Luas Kawasan Pengembangan Agropolitan Penggunaan Lahan Kawasan Agropolitan Tahun Kelembagaan Petani di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Jenis Kegiatan yang Telah Dilaksanakan di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan Tahun 2000, 2003, dan Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan Hasil Analisis Pendapatan per Keluarga Petani atas Harga Konstan Tahun 2000, 2003, dan Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2005 Kabupaten Pemalang Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun

15 17 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Aktivitas Petani dengan Persepsi Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi Hasil Analisis Chi-Square Hubungan antara Komoditas yang Diusahakan dengan Persepsi Tingkat Persepsi Petani berdasarkan Komoditas yang Diusahakan Hasil Analisis Logit Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Daftar Kepengurusan APPH... 99

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Klasifikasi Konsep Wilayah Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka Analisis penelitian Peta Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan Perubahan Persentase Kemiskinan di luar Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Kapita Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Kapita di Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Kapita di luar Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani Rata-rata di Kawasan dan Luar Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan Agropolitan Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di luar Kawasan Agropolitan Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kawasan Agropolitan Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Luar Kawasan Agropolitan Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Moga dan Randudongkal Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang Hubungan antara Komoditas dengan unsur-unsur persepsi... 93

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tingkat Kemiskinan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan tahun 2000, 2003, dan Pendapatan per Kapita di Kabupaten Pemalang Tahun 2000, 2003, dan Pangsa Sektoral PDRB setiap kecamatan di Kabupaten Pemalang Daftar Responden dalam Analisis Hubungan antara Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi Daftar Responden dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Foto-Foto Komoditas Unggulan dan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Agropolitan

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan inter-regional yang cenderung urban bias selama ini telah mendiskriminasi terhadap sektor pertanian di wilayah perdesaan. Urban bias terjadi karena kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinya penetesan (trickle down effect) malah menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect) (Lipton, 1977). Pembangunan wilayah perdesaan menjadi suatu alternatif untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian agregat nasional agar menjadi lebih efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan. Salah satu ide yang dikemukakan adalah mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri. Friedman dan Douglass (1975) menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara lima puluh ribu sampai seratus lima puluh ribu orang. Menurut Rustiadi dan Hadi (2005), agropolitan merupakan model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif) atau tumbuhnya unsur-unsur urbanism, dan menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya alam, dan pemiskinan desa. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Beberapa argumen mengemukakan pandangan bahwa kota-kota kecil dalam skala kecil menengah pada beberapa kasus justru akan meningkatkan kesejahteraan

19 2 masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan tumbuhnya kota kecil menengah tersebut fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produkproduk perdesaan juga bisa dikembangkan. Karena itu dalam pengembangan agropolitan keterkaitan dengan perekonomian kota tidak perlu diminimalkan. Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari desa - kota kecil - kota menengah - kota besar akan lebih mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa (Rustiadi dan Hadi, 2005). Pengembangan kota kecil menengah dengan segala fungsi pelayanannya masih merupakan kelemahan utama di negera-negara berkembang. Terbatasnya jumlah kota-kota kecil menengah, terbatasnya distribusi fasilitas dan pelayanan di antara kota-kota kecil menengah di wilayah perdesaan, dan terbatasnya keterkaitan antar lokasi permukiman di wilayah perdesaan menjadi hal yang merugikan bagi perkembangan desa (Rondinelli, 1985). Dengan berkembangnya kota-kota kecil menengah secara positif dapat mendorong perkembangan dari wilayah hinterland-nya, terutama untuk mentransformasikan pola pertanian perdesaan yang subsisten menjadi pola pertanian komersial dan mengintegrasikan ekonomi perkotaan dan perdesaan di negara-negara berkembang. Pembangunan pusat-pusat industri yang telah dilakukan di negara-negara berkembang sejak tahun 1960, pada dasarnya kurang sesuai dan tidak mencukupi untuk menciptakan efek multiplier. Perkembangan sektor jasa, distribusi, perdagangan, pemasaran, agro-processing, dan berbagai fungsi lainnya bisa berdampak lebih baik dalam menstimulasi pertumbuhan kota-kota kecil menengah di wilayah perdesaaan daripada pengembangan industri manufaktur dalam skala besar. Pengembangan agropolitan merupakan langkah yang paling efisien dan efektif dalam upaya mengembangkan wilayah perdesaan dan masyarakatnya karena efek multiplier yang besar dan luas dari sektor pertanian di wilayah perdesaan. Pengembangan wilayah melalui pendekatan sistem agropolitan menjadi hal yang penting untuk dikembangkan karena: (1) di samping memiliki tujuan meningkatkan kapasitas produksi lokal dan nilai tambah melalui pelaksanaan pembangunan pertanian secara terpadu dengan aktivitas pendukung usaha budidaya seperti pengolahan, pemasaran, dan agrowisata; (2) agropolitan dapat menurunkan ketimpangan spasial yang terjadi; (3) menurunkan angka

20 3 pengangguran yang berpendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi) di perdesaan; (4) dapat memfasilitasi pembangunan sektoral (sektor pertanian dan sektor lain) dan pembangunan spasial (perkotaan dan perdesaan) dalam rangka pembangunan perekonomian perdesaan (Harun, 2004). Mengingat hal tersebut maka Pemerintah pusat dan daerah mengembangkan program Agropolitan yang merupakan strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang disinergikan dengan pendekatan wilayah. Program pengembangan kawasan agropolitan ini awalnya dilaksanakan pada tahun 2002 yang meliputi delapan kabupaten di delapan provinsi. Pada tahun 2003 berlanjut dengan lokasi kegiatan sebanyak dua puluh delapan kabupaten di dua puluh satu provinsi, salah satunya di Kabupaten Pemalang. Perumusan Masalah Kegiatan Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Pemalang mulai dilaksanakan pada tahun Kawasan Agropolitan meliputi lima kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal yang kemudian disebut sebagai kawasan agropolitan Waliksarimadu. Kawasan tersebut merupakan kawasan strategis yang menjadi pengembangan Kabupaten Pemalang bagian selatan. Salah satu pekerjaan pokok dalam program Pengembangan Agropolitan adalah pembangunan infrastruktur karena ketersediaan infrastruktur merupakan syarat penting dalam pembangunan termasuk dalam pembangunan pertanian dan perdesaan. Infrastruktur memungkinkan bisnis perdesaan mudah mengakses input maupun pasar outputnya sehingga mampu meminimumkan biaya transportasi dan memfasilitasi proses produksi dengan baik. Dengan demikian pembangunan infrastruktur berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Perkembangan suatu wilayah akibat aktivitas ekonomi dapat mendorong urbanisasi dan unsur-unsur urbanism di wilayah yang berkembang. Akibat perkembangan tersebut menuntut pembangunan infrastruktur yang lain sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan infrastruktur di perdesaan dapat meningkatkan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK). Sejalan dengan pengembangan kawasan Agropolitan, maka diharapkan terjadi peningkatan Indeks Perkembangan

21 4 Kecamatan di dalam kawasan agropolitan Waliksarimadu lebih tinggi dibandingkan di luar kawasan. Pengembangan program Agropolitan yang telah dilaksanakan mampu meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara absolut pendapatan petani masih rendah karena keterbatasan sumberdaya (Rusastra et al., 2005). Salah satu sumberdaya tersebut adalah kepemilikan lahan petani yang umumnya sempit sehingga peningkatan hasil produksi dan pendapatan tersebut mungkin tidak terlalu dirasakan oleh petani. Hal ini menimbulkan persepsi yang berbeda tentang dampak program pengembangan agropolitan terhadap peningkatan pendapatan mereka. Pada golongan yang lain misalnya petani yang terlibat dalam prosesing, pengolahan, dan perdagangan mungkin dapat merasakan manfaat tersebut akibat peningkatan pendapatan mereka yang lebih besar dibandingkan petani yang hanya terlibat usaha tani (on farm) saja. Selain itu perbedaan tingkat pendapatan antara petani di wilayah inti (pusat pertumbuhan) dengan daerah transisi dan hinterland juga menyebabkan perbedaan persepsi tentang manfaat Agropolitan. Sebagaimana hasil penelitian Baskoro (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal petani dan komoditas yang dibudidayakan terhadap tingkat persepsi, yaitu petani yang berada di desa pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan cenderung mempunyai persepsi yang lebih baik tentang program pengembangan Agropolitan. Masalah kelembagaan dianggap merupakan kelemahan yang umum dijumpai di kawasan Agropolitan. Beberapa permasalahan yang terkait dengan kelembagaan adalah ketidakjelasan dan lemahnya organisasi pengelola kawasan, lemahnya kelembagaan petani/produsen, dan kelembagaan pemasaran yang umumnya dikuasai oleh tengkulak dan tidak berpihak kepada petani lokal (Rustiadi et al., 2005). Kelembagaan petani yang telah berkembang di kawasan Agropolitan Waliksarimadu adalah beberapa kelompok tani dan asosiasi. Kelompok tani yang ada meliputi Kelompok Hamparan Usaha Tani, Kelompok Wanita Tani, Kelompok Taruna Tani, Kelompok Petani Kecil, Klinik Konsultasi Agribisnis, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S), dan LKM. Asosiasi yang

22 5 berkembang meliputi asosiasi petani kentang, asosiasi petani dan pedagang hortikultura (APPH) sebagai pengelola Sub Terminal Agribisnis (STA), dan koperasi asosiasi. Sedangkan kelembagaan pengelola kawasan Agropolitan Waliksarimadu telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja Agropolitan) yang diketuai oleh Asisten Sekretaris Daerah bidang Ekonomi dan Pembangunan. Banyaknya kelembagaan yang ada diharapkan dapat berperan dalam upaya mencapai tujuan pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Program Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Pemalang sampai saat ini telah berjalan selama lima tahun. Perkembangan kawasan agropolitan Waliksarimadu dapat dianalisis dari beberapa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, peningkatan pendapatan petani, dan pengurangan kemiskinan. Melihat hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan infrastruktur dan fasilitas di kawasan Agropolitan berpengaruh terhadap indeks perkembangan kecamatan? 2. Bagaimana pengaruh adanya kawasan Agropolitan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan? 3. Bagaimana peningkatan perkembangan ekonomi kawasan dengan adanya Pengembangan Agropolitan? 4. Bagimana persepsi petani tentang dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan? 5. Bagaimana peran kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perubahan indeks perkembangan kecamatan dengan adanya perkembangan infrasruktur dan fasilitas di kawasan Agropolitan, 2. Menganalisis perubahan tingkat kemiskinan di kawasan Agropolitan, 3. Menganalisis perkembangan ekonomi di kawasan Agropolitan, 4. Menganalisis persepsi petani tentang dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap tingkat pendapatan. 5. Menganalisis peran kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan.

23 6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan bagi pengambil kebijakan untuk menyempurnakan konsep pengembangan kawasan agropolitan dan implementasinya di daerah pengembangan kawasan agropolitan.

24 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan klasifikasi konsep wilayah yang mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini menurut Rustiadi et al. (2006) adalah: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Gambar 1. mendeskripsikan sistematika pembagian dan keterkaitan berbagai konsep-konsep wilayah. Homogen Nodal (Pusat- Hinterland) Sistem Sederhana Desa - Kota Wilayah Sistem/ fungsional Budidaya - Lindung Sistem Ekonomi: Kawasan Produksi, Kawasan Industri Sistem Kompleks Sistem Ekologi: DAS, Hutan, Pesisir Sistem Sosial - Politik: Cagar Budaya, Wilayah Etnik Perencanaan/ pengelolaan Wilayah Perencanaan Khusus Wilayah Administratif Politik Gambar 1. Kerangka klasifikasi Konsep Wilayah (Rustiadi, et al., 2006)

25 8 Pengembangan Agropolitan Pengembangan agropolitan menurut Friedmann (1979) memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yaitu untuk menjamin tercapainya keamanan pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan. Pendekatan kebutuhan dasar dilihat dari segi konsumsi, yang prosedurnya dapat dilakukan dengan mengestimasi kebutuhan dasar dalam perhitungan material yang tepat (kalori, protein, yard dalam pakaian, meter persegi dalam ruang hidup, dll) dan kemudian menghitungnya dengan nilai uang. Unit fundamental dari penentuan kebutuhan dasar, dalam praktek perencanaan dan hubungan yang saling melayani adalah suatu unit teritorial yang cukup besar untuk mencukupi sendiri kebutuhan dasarnya dan cukup kecil untuk pertemuan secara langsung dalam perencanaan dan pembuatan keputusan. Sebagai suatu unit dari suatu sistem yang mencakup produksi, distribusi, dan pengelolaan disebut sebagai agropolitan districts yang mempunyai penduduk. Kota agropolitan akan diorganisasikan dengan prinsip pemenuhan sendiri secara relatif dalam kebutuhan dasar. Ini berarti bahwa karakteristik ekonomi yang ada merupakan campuran antara pertanian dengan industri, tetapi dalam produksi industri mendominasi. Ini juga berarti bahwa kota dalam strukturnya merupakan klaster saling ketergantungan dari unit teritorial di mana distrik mempunyai hubungan dengan level desa. Tergantung pada ukurannya, urban (kota) sebagai suatu keseluruhan mungkin meliputi suatu wilayah atau subwilayah. Secara fisik kota agropolitan tidak berbeda secara nyata dengan daerah perdesaannya. Sebagai suatu unit spasial yang menjadi ciri utamanya adalah kerapatan relatifnya dan struktur ekonomi (Friedmann, 1979). Sedangkan Ertur (1984) menyatakan bahwa penekanan utama dalam penguatan agropolitan didasarkan pada metode sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dan diversifikasi pertanian dan agroindustri, 2. Peningkat partisipasi tenaga kerja, 3. Peningkatan permintaan barang dan jasa, 4. Peningkatan inovasi teknologi produksi, 5. Perluasan kapasitas untuk ekspor.

26 9 Pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di perdesan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi-lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal yang penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Kawasan Agropolitan Definisi agropolitan menurut Rustiadi et al. (2005) adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan formal. Agropolis adalah lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Sedangkan pengembangan Agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui upaya-upaya menumbuhkan kota-kota kecil berbasis pertanian (agropolis) sebagai bagian dari sistem perkotaan dengan maksud menciptakan pembangunan berimbang dan keterkaitan desa-kota yang sinergis dan pembangunan daerah. Tujuan dari pengembangan agropolitan sebagai konsep pembangunan wilayah dan perdesaan adalah: 1. menciptakan pembangunan desa-kota secara berimbang, 2. meningkatkan keterkaitan desa-kota yang sinergis (saling memperkuat), 3. mengembangkan ekonomi dan lingkungan permukiman perdesaan berbasis aktivitas pertanian, 4. pertumbuhan dan revitalisasi kota kecil,

27 10 5. diversifikasi dan perluasan basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, 6. menciptakan daerah yang lebih mandiri dan otonom, 7. menahan arus perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan secara berlebihan (berkontribusi pada penyelesaian masalah perkotaan), 8. pemulihan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, Sedangkan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah pengembangan agropolitan antara lain: Kriteria Agropolitan, yaitu: 1. memiliki daya dukung dan potensi fisik kawasan yang memadai (kesesuaian lahan dan agroklimat), 2. memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan (minimal merupakan sektor basis di tingkat kabupaten/provinsi), 3. luas kawasan dan jumlah penduduk yang cukup memadai untuk tercapainya economic of scale dan economic of scope (biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa hingga gabungan sebagian satu hingga tiga kecamatan), 4. tersedianya prasarana dan sarana permukiman yang cukup memadai dalam standar perkotaan, 5. tersedianya prasarana dan sarana produksi yang memadai dan berpihak pada kepentingan masyarakat lokal. 6. adanya satu atau beberapa pusat pelayanan skala kota kecil yang terintegrasi secara fungsional dengan kawasan produksi di sekitarnya, 7. adanya sistem manajemen kawasan dengan ekonomi yang cukup, 8. adanya sistem penataan ruang kawasan yang terencana dan terkendali, 9. berkembangnya aktivitas-aktivitas sektor sekunder (pengolahan), dan tersier (jasa dan finansial), 10. kelembagaan ekonomi komunitas lokal yang kuat, akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi (terutama lahan) mencukupi.

28 11 Kriteria Agropolis (Kota Pertanian Pusat Pertumbuhan), yaitu: 1. sentra permukiman dengan aksesibilitas tertinggi secara internal (dengan seluruh bagian di kawasan agropolitan) dan secara eksternal (dengan pusatpusat perkotaan lainnya) 2. pusat aktivitas pengolahan dan atau pusat distribusi hasil pertanian yang dicirikan dengan pemusatan fasilitas-fasilitas dan institusi sistem agribisnis. Menurut Sudaryono (2004) agropolitan adalah suatu model pengembangan kawasan yang berbasis pada pertanian dengan mengimplementasikan potensi sumberdaya wilayah yang ada dalam upaya memenuhi permintaan produksi pertanian. Selanjutnya dijabarkan pula bahwa esensi konsep agropolitan adalah: (1) memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota (urbanism) pada lingkungan perdesaan, (2) memperluas hubungan sosial di perdesaan ke luar batas-batas desa sehingga terbentuk suatu ruang sosio-ekonomi dan politik (agropolitan distrik), (3) merupakan kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman dan memberi kehidupan pribadi dan sosial dalam membangun masyarakat baru, sehingga keretakan sosial dalam proses pembangunan dapat diperkecil, (4) memadukan kepentingan-kepentingan pertanian dan non pertanian di dalam lingkungan masyarakat yang sama, (5) pengembangan sumberdaya manusia dan alam untuk peningkatan hasil pertanian, pengendalian tata air, pekerjaan umum, jasa-jasa dan industri yang berkaitan dengan pertanian dan (6) merangkai agropolitan distrik menjadi jaringan regional. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan Teori tempat pemusatan pertama kali dikemukakan oleh Christaller (1933) dalam Hastuti (2001) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung pada spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan. Kecepatan pertumbuhan perkotaan akan sangat tergantung pada upaya untuk menciptakan perkotaan di wilayah yang bersangkutan. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan pusat-pusat wilayah yaitu: 1. Faktor lokasi ekonomi Letak wilayah yang strategis menyebabkan wilayah dapat menjadi suatu pusat.

29 12 2. Faktor ketersediaan sumberdaya Ketersediaan sumberdaya alam wilayah akan menyebabkan wilayah tersebut dapat berkembang menjadi pusat. 3. Kekuataan aglomerasi Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya suatu keuntungan dan selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat wilayah. 4. Faktor intervensi Pemerintah Faktor ini merupakan faktor yang sengaja dilakukan (artificial). Intervensi pemerintah tersebut dilakukan dengan memberikan berbagai kemudahan dengan tujuan untuk mengembangkan suatu wilayah menjadi pusat. Pembangunan Infrastruktur dalam Pengembangan Agropolitan Ketersediaan infrastruktur adalah hal mutlak dan kekurangannya akan langsung menghambat ekonomi nasional untuk berkembang. Akses terhadap fasilitas serta jasa pelayanan infrastruktur merupakan salah satu faktor utama menciptakan kesejahteraan bangsa. Infrastruktur merupakan instrumen untuk memperlancar berputarnya roda perekonomian sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan. Semakin tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah. Sebaliknya pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur agar pembangunan tidak tersendat. Infrastruktur berguna untuk memudahkan mobilitas faktor produksi, terutama penduduk, memperlancar mobilitas barang/jasa, dan tentunya memperlancar perdagangan antar daerah. Infrastruktur dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pendistribusian pendapatan antar wilayah. Sebagai contoh pengembangan infrastruktur dasar seperti pendidikan dasar atau kesehatan oleh otoritas publik secara efektif dapat mentransfer kesejahteraan kepada penduduk. Ada korelasi yang kuat antara peningkatan kualitas hidup seperti yang dikembangkan oleh infrastruktur sosial dasar terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Yanuar, 2006). Winoto dan Siregar (2005) dalam Yanuar (2006) mengemukakan bahwa ketersediaan infrastruktur pertanian/pedesaan dipercaya dapat memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat baik di sektor pertanian

30 13 maupun non pertanian, serta mengurangi kesenjangan ekonomi. Namun strategi pembangunan infrastruktur di masa lalu yang bersifat top down telah mematikan daya kreativitas masyarakat pedesaan yang berdampak terhadap terabaikan aspek pemeliharaan dan adanya master plan pembangunan sama sekali tidak berakar dari kebutuhan rakyat. Pengembangan infrastruktur di dalam pengembangan kawasan agropolitan meliputi (1) pengembangan infrastruktur pemukiman, (2) pengembangan infrastruktur sistem produksi pertanian, dan (3) pengembangan infrastruktur pasar dan sistem informasi. Pengembangan infrastruktur pemukiman menjadi penting selain untuk mencegah terjadinya urbanisasi juga penting untuk membangun akumulasi nilai tambah di dalam wilayah. Dengan infrastruktur wilayah yang memadai orang tidak perlu pergi ke luar wilayah untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping kedua aspek di atas, ketersediaan berbagai sarana dan prasarana pemukiman yang meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, air bersih, dan sarana transportasi ini diharapkan bisa menjadi insentif bagi investor untuk menanamkan modalnya di kawasan agropolitan yang dikembangkan. Pengembangan infrastuktur sistem produksi pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung sistem agribisnis. Infrastruktur sistem produksi pertanian meliputi pengembangan sarana produksi pertanian (saprotan), sarana pengolahan (agroprocessing), sarana transportasi, dan sarana irigasi. Infrastruktur pasar dalam pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Pasar yang dibutuhkan yaitu pasar sebagai tempat transaksi fisik bagi input faktor produksi dan pasar bagi produk petani dan bagi produk olahan, serta pasar jasa pelayanan bagi masyarakat sekitar wilayah pengembangan kawasan agropolitan (P4W, 2004). Sektor Basis Sektor atau kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor atau kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas

31 14 perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kapasitas pasar sektor non basis bersifat belum berkembang atau bersifat lokal (Glasson,1977). Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis, dan apabila kedua angka dibandingkan dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Besarnya perubahan lapangan kerja total untuk setiap satu perubahan lapangan kerja di sektor basis disebut pengganda basis (base multiplier). Dengan menggunakan ukuran pendapatan maka rasio basis adalah perbandingan antara kenaikan pendapatan di sektor nonbasis untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Pengganda basis pendapatan adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Untuk memilah antara kegiatan basis dan nonbasis dapat digunakan metode langsung, metode tidak langsung, metode campuran, dan metode Location Quotient (LQ) (Tarigan, 2006). Komoditas Unggulan Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: 1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran, 2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya, 3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan,

32 15 4. Komoditas unggulan di suatu wilayah memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (complementary) baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan baku di wilayah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali), 5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state-of-the-art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi, 6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, 7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan/penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, 9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, dan fasilitas insentif/disinsentif. 10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. (Alkadri et al., 2006). Sistem Agribisnis Menurut Downey dan Erickson (1987) dalam Didu (2003) agribisnis mencakup kegiatan dari masukan ke lahan pertanian, pengolahan di lahan pertanian, pengolahan lanjutan, sampai aktivitas pemasaran. Sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri dari 5 (lima) subsistem, yaitu: (1) subsistem input pertanian, (2) subsistem produksi atau budidaya, (3) subsistem pengolahan, (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem pendukung. Sedangkan agroindustri dikemukakan oleh Austin (1992) dalam Didu (2003) adalah perusahaan yang mengolah bahanbahan yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahan meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Agroindustri lebih menitikberatkan pada analisis pemanfaatan produk pertanian sebagai bahan baku untuk diolah menjadi produk yang siap

33 16 dimanfaatkan atau dikonsumsi atau siap diolah lebih lanjut menjadi produk baru oleh suatu lembaga yang dikelola dengan manajeman profesional untuk memasuki pasar baik domestik maupun global. Akhir-akhir ini agribisnis dipakai sebagai pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia. Agribisnis dilihat sebagai suatu sistem yang holistik, merupakan suatu proses yang utuh dari proses pertanian di daerah hulu sampai ke daerah hilir, atau proses dari penyediaan input sampai pemasaran. Pengembangan agribisnis yang berdaya saing di suatu daerah memerlukan dukungan unsur-unsur penting berikut (Hamid, 2003): 1. Unsur-unsur pokok a. Sumberdaya manusia yang responsif terhadap teknologi dan informasi, berorientasi pada pasar, berpengetahuan dan berketrampilan teknis, memiliki kemampuan manajemen usaha dan bekerja sama, serta mempunyai akses terhadap lembaga ekonomi dan riset, b. Sarana perhubungan darat (jalan, jembatan), pelabuhan laut, dan transportasi udara perintis (menghubungkan lokasi produksi dengan pasar dan input produksi), sarana irigasi, drainase dan penampungan air, serta energi dan air bersih, c. Kegiatan penelitian dan pengembangan, penyebarluasan teknologi baru kepada pelaku agribisnis, perbaikan teknologi pembibitan dan budidaya, teknologi 2. Unsur-unsur penunjang : a. Informasi pasar, informasi potensi wilayah, serta informasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan (varietas unggul, teknik budidaya dan pengolahan, informasi usaha, kredit, kebijakan), b. Kredit investasi dan modal kerja bagi investor dan petani serta insentif untuk meringankan biaya hidup petani, c. Kebijakan Pemerintah dalam hal investasi, penataan ruang, subsidi dan insentif, pola pengusahaan, kepastian hukum, penggunaan dan penguasaan lahan, perencanaan makro pengembangan agribisnis. 3. Kelembagaan agribisnis a. Kelompok tani sebagai wadah kerja sama produksi dan memudahkan mengakses teknologi.

34 17 b. Koperasi sebagai lembaga ekonomi petani untuk meningkatkan efisiensi usaha, mengakses kredit, memperlancar pemasaran, dan meningkatkan kekuatan tawar menawar, c. Kemitraan antarpelaku agribisnis atas dasar saling menguntungkan, saling percaya dan transparan; perlindungan hukum atas hak, kewajiban, dan perjanjian antar pelaku agribisnis. Hamid (2003) mengemukakan bahwa agribisnis mencakup juga agroindustri yang mengolah produksi hasil-hasil pertanian maupun industri yang memproduksi masukan-masukan atau prasarana untuk proses produksi/budidaya. Dengan demikian, sektor agribisnis mencakup kegiatan yang sangat luas, tidak hanya mencakup subsektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, tetapi juga industri-industri berbahan baku produk pertanian dan industri-industri penghasil produk untuk pengembangan sektor-sektor pertanian (seperti pupuk, obat-obatan, mesin pertanian, dll). Persepsi tentang Dampak Pengembangan Agropolitan Persepsi merupakan suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya. Manusia mengamati suatu obyek psikologi ini dapat berupa kejadian, ide, atau situasi tertentu (Mar at, 1981). Perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lainnya menurut Sarwono (1999) disebabkan oleh: (1) perhatian; rangsangan yang ada di sekitar kita tidak dapat ditangkap secara sekaligus tetapi kita hanya memfokuskan pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan yang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi, (2) Set; adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya seorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol di saat ia harus berlari, (3) Kebutuhan; kebutuhankebutuhan sesaat maupun yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) Sistem Nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) Ciri kepribadian, misalnya watak, karakter, kebiasaan akan mempengaruhi pula persepsi.

35 18 Indikator Pembangunan Indikator adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat kinerja baik tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Secara umum indikator memiliki fungsi untuk (1) memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan/program dan dalam menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi (Rustiadi, et al., 2006). Sampai saat ini indikator yang umum digunakan sebagai tolok ukur kemajuan dan pembangunan wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik untuk tingkat kecamatan maupun kabupaten. Nilai PDRB ini menggambarkan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam satu tahun. Dalam skala nasional PDRB dikenal istilah Gross Domestic Bruto (GDP) dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara. Nilai PDRB dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku. Pengukuran nilai PDRB sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang berlaku diperoleh satu wilayah pada akhirnya akan menjadi pendapatan wilayah (Rustiadi et al., 2006). Pembangunan Ekonomi Todaro (1998) menyatakan bahwa pembangunan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan terhadap suatu masyarakat dan sistem sosial menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk itu ada tiga komponen nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis: (1) kecukupan (sustence), adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mencakup pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan, (2) jati diri (self-esteem), adalah dorongan diri

36 19 sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan layak untuk meraih sukses, dan (3) kebebasan dari sikap menghamba (freedom), adalah kemampuan untuk mandiri sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspekaspek material saja. Sedangkan pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensi yang melibatkan proses sosial ekonomi dan institusional yang mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sasaran pembangunan meliputi tiga hal penting yaitu: (1) meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti pangan, sandang, kesehatan, dan perlindungan, (2) meningkatkan taraf hidup, penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik, serta perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai sosial dan budaya, dan (3) memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap perbudakan dan ketergantungan (Todaro, 1998). Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) adalah suatu proses mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Untuk terlaksananya pembangunan ekonomi daerah tersebut harus ada proses pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan-pengembangan perusahaan baru. Keragaan perekonomian suatu wilayah dapat diketahui melalui beberapa indikator pembangunan ekonomi, dengan syarat tersedianya statistik pendapatan regional secara berkala. Dari data statistik tersebut nantinya akan diketahui: (1) tingkat pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dalam PDRB berdasarkan harga konstan, di mana akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik secara menyeluruh maupun per sektor, (2) tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah perlu dilakukan perbandingan dengan daerah lain, sedangkan untuk mengetahui perkembangannya melalui perkembangan pendapatan per kapita secara berkala, (3) tingkat inflasi dan deflasi. Peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat apabila

37 20 diikuti oleh laju inflasi yang tinggi mengakibatkan kemampuan daya beli dari pendapatan yang diterima akan menurun dan sebaliknya untuk deflasi. Dalam hal ini inflasi dan diflasi dapat dilketahui berdasarkan PDRB harga konstan dan PDRB harga berlaku, dan (4) gambaran struktur perekonomian, yang dapat diketahui melalui sumbangan dari masing-masing sektor pembangunan terhadap PDRB (Arsyad, 1999). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi umumnya dihubungkan dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan perbaikan pemerataan (equity). Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap secara otomatis akan menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan baik antar kelompok masyarakat maupun antar wilayah. Namun demikian banyak bukti menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak bisa memecahkan permasalahan pembangunan yang mendasar seperti kemiskinan dan taraf hidup masyarakat secara luas (Arsyad, 1999). Perubahan Struktur Ekonomi dan Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian Proses pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan per kapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor kunci ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer khususnya industri pengolahan, perdagangan, dan jasa sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun akan mempercepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu yang lain seperti ketersediaan tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi mendukung proses tersebut. Pola dari perubahan struktur ekonomi seperti ini memang merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses pembangunan atau industrialisasi (Tambunan, 2003). Chenery dan Syrquin (1975) dalam Tambunan (2003) mengidentifikasi adanya perubahan dalam stuktur perekonomian suatu negara yang bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor primer seperti pertanian, ke sektor-sektor nonprimer seperti industri, perdagangan, dan jasa. Pergeseran ini terjadi mengikuti

38 21 peningkatan pendapatan per kapita yang membuat perubahan dalam pola permintaan konsumen dari makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang industri dan jasa. Pergeseran ini juga disebabkan oleh adanya akumulasi kapital fisik dan manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan pertumbuhan industri-industri di daerah perkotaan bersamaan dengan berlangsungnya migrasi penduduk ke kota-kota besar dari daerah perdesaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil. Kemiskinan Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau sekelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural. Berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat digolongkan menjadi kemiskinan alami, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan alami adalah kemiskinan yang disebabkan keterbatasan kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Sebagai akibatnya, sistem produksi beroperasi tidak optimal dengan efisiensi rendah. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan oleh sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004). Menurut BKKBN yang dapat diklasifikasikan sebagai keluarga miskin adalah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Keluarga sejahtera I didefinisikan sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang dipergunakan sebagai berikut: 1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut, 2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih,

39 22 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah, dan bepergian, 4. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah, 5. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/petugas kesehatan. Demikian halnya bila PUS (Pasangan Usia Subur) ingin ber-kb (Kelarga Berencana) dibawa ke sarana/petugas kesehatan dan diberi obat/cara KB modern. Kelembagaan Selain dukungan aspek prasarana wilayah, dalam pengembangan wilayah diperlukan juga pengembangan kelembagaan. Kelembagaan (institutional) dalam hal ini dapat merupakan aturan main (rule of game) dan organisasi yang berperan penting dalam mengatur penggunaan sumberdaya secara efisien, merata, dan berkelanjutan (sustainable). Paling tidak ada tiga komponen utama yang mencirikan suatu kelembagaan yaitu: (1) batas yuridiksi, yang menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan, (2) property right, yang mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat, dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. dan (3) aturan representasi, yang menentukan siapa yang berhak dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan sumberdaya tersebut (Rustiadi, et al., 2006). Menurut Deptan (2002) dalam pengembangan kawasan agropolitan keberadaan kelembagaan menjadi suatu prasyarat penting yang meliputi kelembagaan ekonomi (pasar), lembaga keuangan, kelembagaan petani (kelompok, koperasi, dan asosiasi), kelembagaan penyuluhan (Balai Penyuluhan Pertanian/BPP). Selain itu perlu kelompok kerja yang memonitor pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan. Kelompok kerja (Pokja) ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota atau Gubernur bila wilayah kawasan agropolitan merupakan lintas kabupaten/kota. Keberadaan dan peranan kelembagaan tersebut akan menentukan keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan.

40 23 Hamid (2003) mengemukakan bahwa kelembagaan petani dalam pengembangan agropolitan penting karena dalam usahatani skala kecil yang memiliki keterbatasan dalam penguasaan aset produktif, modal kerja, posisi tawar menawar, dan kekuatan politik ekonomi. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan wadah untuk menggalang persatuan di antara mereka melalui pembentukan organisasi petani lokal. Pengembangan kelembagaan petani juga dibutuhkan dalam pemberdayaan petani agar dapat tumbuh berkembang secara dinamis dan mandiri sebagai langkah di dalam mewujudkan strategi pembangunan perdesaan berbasis agribisnis. Studi yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan Penelitian yang terkait dengan pengembangan kawasan Agropolitan di antaranya adalah penelitian Baskoro (2006) tentang persepsi masyarakat terhadap program agropolitan di Kabupaten Purbalingga menunjukkan bahwa pemahaman tentang tentang program Pengembangan Agropolitan pada sebagian besar masyarakat masih buruk. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang siginifikan antara lokasi tempat tinggal responden dan komoditas yang dibudidayakan dengan tingkat persepsi masyarakat. Lokasi tempat tinggal terdiri atas desa pusat pertumbuhan dan hinterland, sedangkan komoditas yang diusahakan adalah padi di persawahan, jeruk dan melati gambir di tegalan, ubi kayu dan jagung di tegalan, lada dan buah-buahan di perkebunan. Petani yang berada di pusat pertumbuhan dan membudidayakan komoditas unggulan yaitu melati gambir, lada, dan jeruk mempunyai persepsi yang lebih baik tentang program Pengembangan Agropolitan. Sofyanto (2006) telah meneliti tentang persepsi petani terhadap kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan agribisnis sayuran di Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani di kawasan agropolitan cukup baik. Persepsi petani berhubungan positif dengan jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha tani, penguasaan lahan, motivasi intrinsik, kekosmopolitan dan akses terhadap sumber informasi lain, interaksi petani dengan penyuluh, dan informasi pasar. Persepsi yang baik yaitu tentang manfaat positif program pengembangan agropolitan bagi petani berhubungan positif dengan upaya petani untuk meningkatkan agribisnis sayuran

41 24 yaitu dengan cara kemitraan dengan pengusaha, memperbaiki manajemen usahatani, dan manajemen pemasaran. Faktor internal petani yaitu kekosmopolitan, penguasaan lahan, dan motivasi intrinsik, dan faktor eksternal yaitu informasi pasar dan akses terhadap sumber informasi lain juga berhubungan positif dengan upaya petani untuk meningkatkan agribisnis sayuran.

42 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung urban bias telah mendiskriminasi terhadap sektor pertanian di wilayah perdesaan. Kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan investasi yang besar pada industri di pusat kota melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinya penetesan (trickle down effect) malah menimbulkan pengurasan besar (massive backwash effect). Antara desa dan kota justru terjadi hubungan yang saling memperlemah. Hal ini semakin menyebabkan disparitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Upaya untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian dilaksanakan program pembangunan wilayah perdesaan, salah satunya dengan Pengembangan Agropolitan. Kabupaten Pemalang merupakan salah satu lokasi pengembangan agropolitan yang telah dilaksanakan sejak tahun Untuk mengetahui keberhasilan pengembangan kawasan Agropolitan maka perlu dievaluasi dengan beberapa indikator yang ada. Indeks Perkembangan Kecamatan merupakan salah satu indikator pembangunan yang ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur di desa-desa dalam suatu kecamatan karena infrastruktur merupakan syarat perlu (necessary condition) dalam pembangunan. Pembangunan infrastruktur di perdesaan memungkinkan bisnis perdesaan mudah mengakses input maupun pasar outputnya sehingga diharapkan dapat meminimumkan biaya dan memfasilitasi proses produksinya. Semakin tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah. Sebaliknya pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur agar pembangunan tidak tersendat. Pekembangan perekonomian perdesaan juga menuntut tersedianya infrastruktur sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Prasyarat lain dalam pengembangan kawasan Agropolitan adalah adanya kelembagaan yang memadai khususnya kelembagaan ekonomi (pasar), lembaga keuangan, kelembagaan petani (kelompok, koperasi, dan asosiasi), kelembagaan

43 26 penyuluhan (Balai Penyuluhan Pertanian/BPP), dan Kelompok Kerja (Pokja) Agropolitan. Indikator lain dalam keberhasilan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya di kawasan Agropolitan. Peningkatan ini dapat berlangsung sebagai akibat dari perkembangan perekonomian perdesaan yang ditekankan pada aktivitas agribisnis. Kawasan agropolitan dapat mendorong petani untuk berpindah dari pola pertanian subsisten menjadi komersial sehingga dapat meningkatkan berputarnya roda perekonomian di perdesaan. Dengan demikian petani sebagai pelaku utama produksi pertanian diharapkan dapat meningkat pendapatannya. Pada kenyataannya peningkatan pendapatan petani secara absolut masih rendah karena keterbatasan sumberdaya khususnya kepemilikan lahan petani yang umumnya sempit sehingga peningkatan hasil produksi dan pendapatan tersebut mungkin tidak terlalu dirasakan oleh petani. Sumberdaya lain yaitu modal usaha tani yang rendah juga menyebabkan rendahnya tingkat produksi mereka. Hal ini menimbulkan persepsi yang berbeda tentang dampak program pengembangan agropolitan terhadap peningkatan pendapatan. Pada golongan lain misalnya petani yang terlibat dalam prosesing, pengolahan, dan perdagangan mungkin dapat merasakan manfaat tersebut akibat peningkatan pendapatan mereka yang lebih besar dibandingkan petani yang hanya terlibat di usaha tani (on farm) saja. Dengan peningkatan pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi kawasan diharapkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan penduduk di kawasan Agropolitan. Dengan demikian diharapkan tujuan program pengembangan kawasan Agropolitan dapat tercapai.

44 27 Latar Belakang: - Kebijakan Pembangunan yang urban bias - Disparitas perkotaan dan perdesaan - Hubungan perkotaan dan perdesaan yang saling memperlemah Pembangunan Pedesaan Faktor Eksternal (Intervensi ) Pengembangan Agropolitan - Faktor Internal - Kelembagaan Petani - Kelembagaan Lokal Beberapa Tujuan Kegiatan: 1. Meningkatkan Indeks Perkembangan Kecamatan 2 Mengurangi tingkat kemiskinan 3 Meningkatan perkembangan ekonomi kawasan 4 Meningkatkan pendapatan petani 5 Berkembangnya kelembagaan Evaluasi terhadap: 1. Indeks Perkembangan Kecamatan 2. Tingkat kemiskinan 3. Perkembangan ekonomi kawasan 4. Persepsi Petani tentang dampak kegiatan terhadap pendapatan petani 5. Peran kelembagaan di dalam kawasan Agropolitan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

45 28 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kawasan Agropolitan di Kabupaten Pemalang provinsi Jawa Tengah, dilakukan dari bulan September 2007 sampai Februari Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik dari BPS dan data primer dengan melakukan wawancara mendalam dan penyampaian kuesioner kepada responden. Tabel 1. Tujuan, Analisis Data, dan Output Penelitian TUJUAN ANALISIS JENIS DATA SUMBER DATA OUTPUT Menganalisis indeks perkembangan kecamatan Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan Infrastruktur dan fasilitas kecamatan tahun 2000, 2003, dan 2006 Data Podes dari BPS Pusat tahun 2000, 2003 dan 2006 Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan di Kawasan Agropolitan Menganalisis tingkat kemiskinan Analisis Tingkat Kemiskinan Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I tahun 2000, 2003, dan 2006 Data Podes dari BPS Pusat tahun 2000, 2003 dan 2006 Perubahan Tingkat Kemiskinan Penduduk di kawasan Agropolitan Menganalisis perkembangan ekonomi kawasan Pendapatan per kapita PDRB Kecamatan atas Harga Konstan, Jumlah Penduduk tahun 2000, 2003, dan 2005 BPS Kabupaten Pemalang Perubahan Pendapatan per kapita PDRB / keluarga petani PDRB Sektor Pertanian di Kecamatan atas Harga Konstan, Jumlah keluarga petani tahun 2000, 2003, dan 2005 BPS Kabupaten Pemalang, Podes dari BPS Pusat Perubahan Pendapatan per keluarga petani

46 29 TUJUAN ANALISIS JENIS DATA SUMBER DATA OUTPUT Shift Share Analysis (SSA) PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005 BPS Kabupaten Pemalang Pergeseran keunggulan kompetitif Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005 BPS Kabupaten Pemalang Pergeseran Sektor Basis Pangsa Sektoral terhadap PDRB PDRB Kecamatan atas Harga Konstan tahun 2000, 2003, dan 2005 BPS Kabupaten Pemalang Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB Menganalisis persepsi petani tentang dampak Pengembangan Agropolitan terhadap peningkatan pendapatan Analisis Chi Square Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani Kuisioner Hubungan antara jenis komoditas, lokasi tempat tinggal, dan aktivitas terhadap tingkat persepsi, Analisis Koresponden Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani, Unsur- Unsur Persepsi Kuisioner Asosiasi Unsur-Unsur Persepsi dengan Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal Binomial Logit Model Tingkat Persepsi, Karakteristik Petani Kuisioner Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, Menganalisis peran keragaan kelembagaan yang ada di kawasan Agropolitan Analisis Deskriptif Peran kelembagaan Wawancara, Peraturan- Peraturan Peran kelembagaan

47 30 Metode Analisis 1. Analisis Indeks Perkembangan Kecamatan Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di kawasan Agropolitan. Kegiatan pengembangan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas karena peningkatan aktivitas ekonomi. Fasilitas yang diharapkan berkembang mencakup 3 kelompok utama yaitu: a. Prasarana Pemerintahan dan Pelayanan meliputi fasilitas pelayanan umum (terminal, alun-alun, lapangan terbuka, taman bermain, lapangan sepak bola, kolam renang), kesehatan (RS, RS Bersalin, Poliklinik, Balai Pengobatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, Posyandu, Polindes, Apotek, dan toko khusus obat/jamu), pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi), dan lembaga ketrampilan. b. Prasarana Perekonomian meliputi fasilitas pasar (pasar permanen/semi permanen, pasar tanpa bangunan permanen), pertokoan (supermarket/ pasar swalayan, toserba, mini market), perbankan (bank umum, bank perkreditan rakyat, Koperasi Unit Desa, Koperasi non KUD), telekomunikasi (jaringan telepon, wartel/kiospon, kantor pos, kantor pos pembantu, pos keliling), hotel/penginapan, restoran/rumah makan/ kedai makanan/minuman. c. Prasarana Kemasyarakatan meliputi fasilitas ibadah (mesjid, surau/langgar, gereja kristen/katolik). Data yang dipergunakan bersumber dari data Potensi Desa (PODES) untuk Kawasan Agropolitan tahun 2000, 2003 dan 2006 yang dikeluarkan oleh BPS. Langkah-langkah dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut: a. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah prasarana di dalam unit-unit kecamatan. b. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horisontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit kecamatan

48 31 c. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah fasilitas yang tersebar di seluruh unit kecamatan. d. Menghitung nilai Indeks Perkembangan Kecamatan dengan rumus: n IP j I' ij di mana i I ' ij I ij I SD i min i IP j I ij = Indeks Perkembangan wilayah ke-j = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i wilayah ke-j I ij = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkoreksi (terstandarisasi) wilayah ke-j I i min = Nilai (skor) indikator perkembangan ke-i terkecil (minimum) SD i = Standar Deviasi Indeks Perkembangan ke-i. Besarnya nilai Indeks Perkembangan Kecamatan pada saat sebelum pelaksanaan kegiatan (2000 dan 2003) dan setelah pelaksanaan kegiatan pengembangan Agropolitan (2006) dibandingkan baik dalam kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan. 2. Tingkat Kemiskinan Penduduk Untuk menentukan tingkat kemiskinan dilakukan dengan menghitung persentase jumlah rumah tangga prasejahtera dan sejahtera I terhadap jumlah rumah tangga di di suatu kecamatan, sehingga dirumuskan: TKRTpSS1 RTpS RTS1 i, t i, t i, t RTi, t 100% Di mana: TKRTpSS1 i,t RTpS i,t RTS1 i,t RT i,t t : Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Pra Sejahtera dan Sejahtera I Daerah i pada Tahun Berjalan (%) : Jumlah Rumah Tangga Pra Sejahtera Daerah i pada Tahun Berjalan (KK) : Jumlah Rumah Tangga Sejahtera I Daerah i pada Tahun Berjalan (KK) : Jumlah Rumah Tangga Daerah i pada Tahun Berjalan (KK) : Subskrip Tahun Berjalan

49 32 3. Pendapatan per Kapita PK i, t PDRB Pdk i, t i, t Di mana: PK i,t : PDRB per Kapita Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp per Kapita) PDRB i,t : Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta) Pdk i,t : Jumlah Penduduk Daerah i pada Tahun Berjalan (Jiwa) t : Subskrip Tahun Berjalan 4. Pendapatan Keluarga Petani PKP i, t PDRB KP Pert, i, t i, t Di mana: PKP i,t : Pendapatan Keluarga Petani Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp per Keluarga Petani) PDRB Pert, i,t : Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian atas dasar harga konstan untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta) KP i,t : Jumlah Keluarga Petani Daerah i pada Tahun Berjalan (Keluarga) t : Subskrip Tahun Berjalan 5. Pergeseran Keunggulan Kompetitif Untuk menganalisis pergeseran keunggulan kompetitif digunakan analisis Shift-Share atau Shift-Share Analiyis (SSA) pada tahun sebelum dan sesudah ada program Pengembangan Kawasan Agropolitan, sehingga digunakan data PDRB tahun 2000, 2003, dan Analisis Shift-Share terdiri atas tiga komponen yaitu: a. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen Share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

50 33 b. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proporsional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah. c. Komponen Pergeseran Differensial (Komponen Differential Shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketangguhan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis Shift Share ini adalah sebagai berikut: SSA dimana : X.. ( t X.. ( t 1) 0) 1 X X i( t1) i( t0) X.. ( t X.. ( t 1) 0) X X ij( t1) ij( t0) X X a b c a = komponen share i( t1) i( t0) b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total aktifitas dalam total wilayah X.i = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal 6. Analisis Pergeseran Sektor Basis Untuk menganalisis pergeseran komoditas pertanian basis pertanian di kawasan agropolitan digunakan metode analisis LQ dengan menggunakan data PDRB tahun 2000, 2003, dan Metode LQ dirumuskan sebagai berikut: LQ ij = Xij / Xi. X. j / X.. di mana:

51 34 LQ ij X i. X i. X.j X.. = Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk sektor j = PDRB sektor j di kecamatan i = Total PDRB di kecamatan i = Total PDRB sektor j di semua kecamatan = Total PDRB semua sektor di kabupaten Untuk menginterpretasikan hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: - Jika nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di kecamatan ke-i secara relatif dibandingkan dengan total kecamatan atau terjadi pemusatan aktivitas di kecamatan i. - Jika nilai LQ ij = 1, maka kecamatan ke-i mempunyai pangsa aktivitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktivitas di kecamatan i sama dengan rata-rata total kecamatan. - Jika nilai LQ ij < 1, maka kecamatan ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditentukan di seluruh wilayah. Pergeseran sektor basis dilihat dari sektor yang menunjukkan nilai LQ >= 1 dan mengalami perubahan dari tahun 2000, 2003, dan Pangsa Sektoral Terhadap PDRB PS PDRB ij, t ij, t PDRBi, t 100% Di mana: PS ij,t : Pangsa Sektor j terhadap PDRB Daerah i pada Tahun Berjalan (%) j=1 : Pertanian j=2 : Pertambangan dan Penggalian j=3 : Industri Pengolahan j=4 : Listrik, Gas dan Air Bersih j=5 : Bangunan j=6 : Perdagangan, Hotel dan Restoran j=7 : Pengangkutan dan Komunikasi j=8 : Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

52 35 PDRB ij,t PDRB i,t t j=9 : Jasa-Jasa : Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan untuk Sektor j Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta) : Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku untuk Daerah i pada Tahun Berjalan (Rp Juta) : Subskrip Tahun Berjalan 8. Analisis Persepsi Petani tentang Dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Pendapatan Pengukuran persepsi petani tentang dampak kegiatan Pengembangan Agropolitan dilakukan dengan menggunakan kuisioner terstruktur terhadap responden petani. Tingkat persepsi tinggi adalah bila responden banyak merasakan manfaat dari program agropolitan dan rendah bila sedikit merasakan manfaat. Pertanyaan dalam kuisioner dinilai dan hasil total skor untuk setiap responden dikelompokkan dalam kategori tinggi dan rendah dengan rumus: Rendah < min + [(maks-min)/2] <= Tinggi Hasil penilaian semua responden menunjukkan bahwa nilai minimum adalah 5 dan maksimum 11, maka kategori rendah bila kurang dari 8 dan tinggi bila lebih dari atau sama dengan 8. a. Analisis Hubungan antara jenis komoditas yang diusahakan, jenis aktivitas pertanian, dan lokasi tempat tinggal dengan tingkat persepsi Persepsi petani yang telah diukur kemudian dianalisis dengan metode statistik non parametrik Chi-Square untuk mengetahui hubungan antara jenis komoditas yang diusahakan, lokasi tempat tinggal, dan jenis aktivitas pertanian dengan tingkat persepsi Jenis komoditas yang diusahakan terbagi menjadi: 1) Petani komoditas hortikultura 2) Petani komoditas perkebunan 3) Petani komoditas tanaman pangan 4) Petani komoditas tanaman kehutanan

53 36 Lokasi tempat tinggal petani terbagi menjadi: 1) Petani yang bertempat tinggal di desa pusat pertumbuhan 2) Petani yang bertempat tinggal di desa hinterland Aktivitas pertanian terbagi menjadi: 1) Petani yang hanya terlibat sektor on farm 2) Petani yang juga menjadi pedagang pengumpul 3) Petani yang terlibat aktivitas processing dan pengolahan (off farm) 4) Pedagang pengumpul b. Analisis Asosiasi Unsur-unsur Penyusun Persepsi Setelah diuji dengan analisis Chi Square maka yang mempunyai hubungan signifikan dengan persepsi dianalisis lebih lanjut dengan analisis koresponden untuk melihat bagaimana asosiasi antara unsur-unsur persepsi. Unsur-unsur persepsi diplotkan dalam grafik dan dilihat kedekatan dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal. c. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi digunakan Analisis Logit Model. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari serangkaian variabel hipotetik yang secara logis berpengaruh terhadap tingkat persepsi petani tentang dampak Pengembangan Agropolitan terhadap pendapatan. Bentuk persamaan umumnya adalah: log Y = β j 1 β j logx ji + μ i di mana: Y β 0 X ji β j = tingkat persepsi (dependent variable) = koefisien fungsi regresi (intersept) = variabel penjelas (independent variable) = koefisien variable penjelas

54 37 μ i i j = error term = sampel = variabel Data tingkat persepsi yang digunakan untuk menduga persamaan regresi berganda ini adalah dari hasil kuesioner tentang tingkat persepsi yang dilakukan terhadap petani (responden). Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Variabel-variabel dalam analisis logit model pada fungsi persepsi petani terhadap manfaat kegiatan pengembangan Agropolitan Kode Nama Variabel Satuan/Kategori Variabel Terikat: Y Persepsi tentang manfaat kegiatan pengembangan Agropolitan terhadap tingkat pendapatan 0 = rendah 1 = tinggi Variabel Bebas: X 1 Umur Tahun X 2 Lama Pendidikan Tahun X 3 Luas lahan yang dimiliki Ha X 4 Luas lahan yang digarap Ha X 5 Pendapatan Rupiah X 6 Volume produksi Kg X 7 Jarak dari pusat pertumbuhan Km D 1 D 2 Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani Peubah Dummy Keaktifan dalam keanggotaan kelompok tani D1= 0 : Keaktifan rendah D1= 1 : Keaktifan sedang D2= 0 : Keaktifan rendah D2= 1 : Keaktifan tinggi 9. Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan secara deskriptif dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengkaji kelembagaan formal dan informal yang ada di kawasan Agropolitan serta peranannya dalam kegiatan/program Pengembangan Agropolitan.

55 38 Penentuan Petani Sampel/responden Lokasi penelitian diarahkan pada desa-desa di kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal. Pengambilan sampel untuk menganalisis persepsi petani dilakukan dengan metode random sampling dengan jumlah responden sebanyak 54 orang. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini sumber data sekunder yang digunakan hanya bersumber dari Data Potensi Desa (Podes) dari BPS Pusat dan PDRB Kabupaten Pemalang dari BPS Kabupaten Pemalang. Hal ini disebabkan oleh kesulitan penulis untuk menemukan sumber data lain yang mungkin lebih valid untuk dianalisis.

56 Kawasan Agropolitan 39 Data Infrastruktur dan fasilitas kecamatan Data Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I Data PDRB Kawasan Agropolitan, Jumlah penduduk Kuisioner Persepsi tentang program Agropolitan terhadap tingkat Wawancara, Peraturanperaturan Analisis Indeks Perkembangan Wilayah Analisis Deskriptif Analisis SSA, LQ, Pangsa Sektoral PDRB, Pendapatan per Kapita, PDRB/ keluarga petani Analisis Chi Square, Koresponden, Binomial Logit Model Analisis Deskriptif Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan Tingkat Kemiskinan Pergeseran Keunggulan Kompetitif, Sektor Basis, Pangsa Sktoral PDRB, Pendapatan per Kapita, PDRB/ keluarga petani Persepsi tentang manfaat program Agropolitan Peran kelembagaan Evaluasi Dampak Program Pengembangan Agropolitan Kesejahteraan Masyarakat Gambar 3. Kerangka Analisis Penelitian

57 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Pemalang Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Pemalang terdiri atas 14 (empat belas) kecamatan dan 222 desa/kelurahan. Secara geografis Kabupaten Pemalang terletak pada posisi BT dan LS. Luas wilayah Kabupaten Pemalang adalah 1.115,30 km 2 ( ha). Batas wilayah administrasi kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut: - Sebelah utara : Laut Jawa - Sebelah timur : Kabupaten Pekalongan - Sebelah selatan : Kabupaten Purbalingga - Sebelah barat : Kabupaten Tegal. Secara topografi wilayah Kabupaten Pemalang meliputi daerah dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Pemalang terdiri dari : 1 Daerah dataran pantai Yaitu daerah dengan ketinggian antara 1-5 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 18 desa dan 1 kelurahan terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Pemalang. 2 Daerah dataran rendah Yaitu daerah dengan ketinggian antara 6-15 meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 98 desa dan 5 kelurahan terletak di bagian utara wilayah Kabupaten Pemalang. 3 Daerah dataran tinggi Yaitu daerah dengan ketinggian antara meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 35 desa, terletak di bagian tengah dan selatan wilayah Kabupaten Pemalang. 4 Daerah pegunungan Terbagi menjadi dua yaitu :

58 41 a. Daerah dengan ketinggian antara meter di atas permukaan air laut. Daerah ini meliputi 55 desa, terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Pemalang. b. Daerah dengan ketinggian 925 meter di atas permukaan air laut, terletak di bagian selatan meliputi 10 desa yang berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga. Tabel 3. Data Kependudukan di Kabupaten Pemalang Tahun 2005 Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Rumah Tangga Banyaknya Penduduk Kepadatan Per Km 2 Rata-rata Anggota Rumah Tangga 1. M o g a 41, ,4 2. Warungpring 26, ,7 3. Pulosari 87, ,2 4. B e l i k 124, ,3 5. Watukumpul 129, ,7 6. B o d e h 85, ,4 7. Bantarbolang 139, ,7 8. Randudongkal 90, ,6 9. Pemalang 101, ,4 10. T a m a n 67, ,8 11. Petarukan 81, ,3 12. Ampelgading 53, ,2 13. C o m a l 26, ,0 14. Ulujami 60, ,7 J u m l a h 1.115, ,5 Sumber : BPS Kabupaten Pemalang (2005)

59 42 Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Sejak tahun 2003 Kabupaten Pemalang mengembangkan kawasan Agropolitan untuk meningkatkan pembangunan perdesaan. Pengembangan kawasan Agropolitan dilaksanakan di 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal yang meliputi 67 desa. Kawasan angropolitan tersebut diberi nama Waliksarimadu yang merupakan akronim dari 5 kecamatan tersebut. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4 Peta Kawasan Agropolitan Waliksarimadu

60 43 Kawasan ini mempunyai luas ha (Tabel 4), dengan rincian penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Luas Kawasan Pengembangan Agropolitan No Kecamatan Jumlah Desa/ Luas Wilayah Persentase terhadap Kelurahan (km2) luas kawasan (%) 1 Watukumpul ,02 27,29 2 Belik ,54 26,34 3 Pulosari 12 87,52 18,51 4 Moga 10 41,41 8,76 5 Randudongkal 18 90,32 19,10 Jumlah , Sumber: BPS Kabupaten Pemalang (2005) Tabel 5. Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2005 No Jenis Penggunaan Persentase Luas (Ha) Lahan (%) 1 Sawah ,79 24,43 2 Bangunan dan 5.287,72 11,18 sekitarnya 3 Tegalan/Kebun ,98 26,04 4 Ladang/Huma 120,42 0,25 5 Tambak/Kolam 10,93 0,02 6 Kehutanan ,86 34,34 7 Perkebunan 915,81 1,98 8 Lain-lain 889,49 1,88 Jumlah , Sumber: BPS Kabupaten Pemalang (2005) memiliki: Berdasarkan potensi agroklimat maka kawasan Agropolitan Waliksarimadu a. Iklim tipe A dan B (Oldeman), b. Jenis tanah alluvial dan latosol, c. Topografi berlereng, d. Curah hujan tahunan mm, e. Ketinggian tempat m dpl. Berdasarkan hal tersebut Kawasan Agropolitan Waliksarimadu merupakan kawasan yang memiliki potensi cukup besar dalam menghasilkan komoditas bernilai ekonomis yang sesuai dengan kondisi agroklimatnya. Beberapa jenis komoditas unggulan yang ada di kawasan Agropolitan Waliksarimadu adalah komoditas sayuran dataran tinggi, buah-buahan,

61 44 perkebunan, peternakan, dan perikanan darat. Jenis sayuran yang menjadi unggulan adalah cabe, tomat, sawi, kobis, kentang, bawang daun, sawi, labu siam, wortel, kacang panjang, dan buncis. Buah-buahan yang menjadi unggulan kawasan adalah alpukat, nanas, manggis, dan durian. Sedangkan komoditas unggulan peternakan adalah sapi potong, ayam ras petelur dan pedaging. Komoditas perikanan darat yang dikembangkan adalah nila, emas, karper, dan gurami. Komoditas perkebunan rakyat yang menonjol adalah kopi, nilam, dan teh. Nilam banyak dikembangkan di wilayah kecamatan Watukumpul. Sedangkan teh dikembangkan di kecamatan Pulosari, Moga, dan Belik. Sentra produksi komoditas tanaman sayuran berada di wilayah agropolitan kecamatan Belik. Pengembangan usaha budidaya sayuran ini didukung oleh keberadaan pasar sayuran terbesar di Kabupaten Pemalang yaitu Sub Terminal Agribisnis Pasar Gombong Kecamatan Belik. Mata pencaharian utama penduduk di kawasan adalah petani. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani (49,85%), selanjutnya buruh tani (19,37%), pedagang (12,06%), buruh industri dan bangunan (7,02%), sektor pengangkutan (2,55%), dan lain-lain (9,15%). Dari aspek kelembagaan telah berkembang kelompok-kelompok tani dan asosiasi. Asosiasi yang berkembang saat ini adalah asosiasi petani kentang, Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) sebagai pengelola Sub Terminal Agribisnis Hortikultura, dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI). Selain itu beberapa asosiasi telah membentuk koperasi asosiasi. Jumlah kelembagaan petani di kawasan Agropolitan sebagaimana pada Tabel 6. Tabel 6. Kelembagaan Petani di Kawasan Agropolitan Waliksarimadu No Jenis Penggunaan Lahan Jumlah 1 Kelompok Hamparan Usaha Tani Kelompok Wanita Tani 5 3 Kelompok Taruna Tani 2 4 Kelompok Petani Kecil 64 5 KKA (Klinik Konsultasi Agribisnis) 1 6 P4S 3 7 LKM 2 8 Asosiasi 5 Jumlah 335 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2006)

62 45 Selama pelaksanaan program Pengembangan Kawasan Agropolitan telah dilaksanakan beberapa kegiatan. Adapun jenis kegiatan yang dilaksanakan di kawasan Agropolitan Waliksarimadu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis kegiatan yang telah dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang No Lokasi (Desa/ Kecamatan) Jenis Kegiatan Volume / Biaya (Ribu) Sumber Dana Tahun Pelaksanaan 1 Kawasan Agropolitan Peningkatan kawasan Agropolitan Waliksarimadu Bantuan pengembangan rehabilitasi sarana dan prasarana Peningkatan lingkungan pemukiman Pembinaan mobilitas penduduk kawasan APBD Kab APB Kab APBD Kab APBD Kab 2003 Bantuan bibit ternak besar APBD Kab 2003 Pengembangan Agropolitan APBD Kab 2004 Pengembangan komoditi perkebunan Bantuan bibit tanam durian program sejuta pohon APBD Kab APBD Kab 2004 Peningkatan air bersih pedesaan APBD Kab 2004 Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan Peningkatan sentra produksi hortikultura Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu Bantuan bibit buah-buahan program sejuta pohon Bantuan pengembangan sapi kereman Bantuan pemberdayaan ekonomi peternakan APBD Kab APBD Kab APBD Kab APBD Prov APBD Prov APBD Prov 2004, APBD Prov 2005 Bantuan pakan ternak APBD Prov 2005 Pengembangan sentra produksi hortikultura Pemberdayaan pengembangan inseminasi buatan APBD Prov APBD Prov 2005

63 46 No Lokasi (Desa/ Kecamatan) Jenis Kegiatan Volume / Biaya (Ribu) Sumber Dana Tahun Pelaksanaan Pengembangan kesehatan ternak dan masyarakat veteriner APBD Prov 2005 Pengembangan ternak besar APBD Kab 2005 Pengembangan Kawasan Agropolitan Waliksarimadu APBD Kab 2006 Peningkatan Penyuluhan Pertanian APBD Kab 2006 Perbaikan jalan antara kecamatan Moga-Pulosari APBD Kab 2006 Perbaikan jalan Belik-Gombong APBD Kab 2006 Bantuan modal kelompok tani 6 kelompok APBD Prov (BBMKP) Bantuan Permodalan Agribisnis 3 kelompok APBD Prov (BBMKP) Magang Agribisnis 7 orang APBD Prov (BBMKP) Pembangunan Embung 3 Unit APBD Prov (BBMKP) Prima Tani 1 Unit APBN, APBD Prov, Kab (BPTP/ Dispertan) Bantuan bibit tanaman jarak pagar btg APBD Kab 2007 Perbaikan jalan APBD Kab 2007 Bantuan sarana IB dan obat-obatan 1 Paket APBD Kab 2007 Kecamatan Belik 2 Kecamatan Belik Pembuatan gerbang kawasan Agropolitan 1 unit / APBN 2005 Pembangunan Gedung BPP 1 Unit APBD Prov Gombong/ Belik Pembangunan STA Hortikultura 800 m 2 / APBN 2003, 2004 Pembuatan jalan poros desa Pembuatan jalan lingkar pasar menuju STA Gaduhan sapi dari Dinas Pertanian Prov Jateng 7,5 km, lebar 2,5 m / m, lebar 1,5 m / ekor / APBN 2003 APBN 2003 APBN 2003

64 47 No Lokasi (Desa/ Kecamatan) Jenis Kegiatan Volume / Biaya (Ribu) Sumber Dana Tahun Pelaksanaan Bantuan Sapi Keremen 30 ekor / Penguatan Modal Kelompok Tani 1 Paket / APBD Prov 2004 APBD Prov 2004 Bantuan Kelompok Hortikultura APBD Prov 2005 Bantuan keranjang sayuran 20 buah 2005 Pembangunan rumah komposting 1 buah APBN 2006 Pembangunan Green House 800 m 2 APBN 2006 Pembuatan Embung 1 Buah APBN 2006 Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis Pembangunan Green House beserta Tower Air untuk Strawbery, Bunga Potong, dan Tanaman Hias APBD Prov Unit APBD Kab 2007 Bantuan Indukan tanaman hias 1 Paket APBD Prov 2007 Pembuatan Etalase Bunga 40 unit Swadaya Masyarakat Kuta/ Belik Penumbuhan Modal Kelompok Tani Tomat 1 Paket / APBN 2003 Kemitraan Kelompok Tani 1 Paket / APBD Prov 2004 Penguatan Modal APBD Prov 2005 Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis APBD Prov 2006 Bantuan Alat Vacuum Frying 1 Unit APBD Prov Beluk/ Belik Bantuan Alat Vacuum Frying 1 Unit APBD Prov Belik/Belik Pembangunan rumah minyak nilam 1 Unit APBN 2006 Pengadaan sarana penyulingan minyak nilam 1 Unit APBD Kab 2007 Kecamatan Pulosari 7 Penakir/ Pulosari Perbaikan jalan poros desa 3,5 km, lebar 2,5 m/ APBN 2004, Kecamatan Pulosari Bantuan Budidaya Lebah Madu 1 Paket/ APBD Kab 2004 Bantuan bibit jeruk btg APBD Prov 2006 Bantuan sapi PO 20 ekor APBN 2007

65 48 No Lokasi (Desa/ Kecamatan) Jenis Kegiatan Volume / Biaya (Ribu) Sumber Dana Tahun Pelaksanaan 9 Karangsari/ Pulosari Pembangunan STA Perkebunan 1 Unit/ APBN 2005 Pembangunan jalan poros desa m APBN Gambuhan/ Pulosari 11 Pulosari/ Pulosari Bantuan sapi kereman 30 ekor APBD Prov 2005 Bantuan kelompok hortikultura APBD Prov 2005 Bantuan alat packing sayuran (wrapping) 1 Unit APBD Kab 2005 Pembangunan halte sayuran 1 Unit/ APBD Kab, Masyarakat 2005 Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis APBD Prov 2006 Bantuan Alat Vacuum Frying 1 Unit APBD Prov 2006 Bantuan Ternak Sapi 15 ekor APBD Kab Batursari / Pulosari Pembangunan jalan poros desa 800 m APBN Clekatakan / Pulosari Pembangunan Halte Sayuran 200 m 2 APBD Prov (Kimtaru) Cikendung / Pulosari Pembangunan Biogas 6 Unit APBD Kab 2007 Kecamatan Watukumpul 15 Jojogan/ Watukumpul Pembangunan penyulingan minyak nilam APBN, Masyarakat 2005 Pembangunan halte sayuran 1 Unit/ APBD Kab, Masyarakat 2005 Pembuatan Embung 1 Unit APBN 2006 Kecamatan Moga 16 Kecamatan Moga Bantuan bibit gurami, peralatan, perbaikan kolam, dan pakan ekor / APBD Prov 2004 Pembuatan gerbang Agropolitan 1 unit/ APBN 2005 Bantuan bibit gurami, pakan, obatobatan, pembuatan kolam ekor / APBD Kab 2005 Pengembangan dan peningkatan SDM petani perkebunan APBD Kab 2005 Bantuan bibit jeruk keprok btg / Masyarakat 2005 Bantuan alat pengupas ketela 1 Unit 2005

66 49 No Lokasi (Desa/ Kecamatan) Jenis Kegiatan Volume / Biaya (Ribu) Sumber Dana Tahun Pelaksanaan Bantuan kegiatan Sonic-Bloom 50 Ha / Masyarakat 2005 Perbaikan gedung Balai Benih Hortikultura 1 Buah APBN 2006 Bantuan Bibit Jeruk btg APBD Prov, APBD Kab 2006 Bantuan bibit tanaman jeruk Keprok Tawangmangu btg APBD Prov Banyumudal/ Moga Bantuan bibit salak pondoh btg / Masyarakat 2005 Bantuan sapi 20 ekor APBD Prov Moga/ Moga Bantuan Permodalan Usaha Agribisnis APBD Prov 2006 Kecamatan Randudongkal 19 Kalitorong/ Randudongkal Bantuan bibit rambutan btg/ Masyarakat Kecamatan Randudongkal Bantuan bibit varietas Fatmawati 1 Ha APBD Kab 2005 Pelebaran jalan menuju STA Peternakan Masyarakat Randudongkal/ Randudongkal Pembangunan STA Peternakan (RPH) 1 Unit/ APBN, APBD Kab 2004, 2005 Perbaikan BPP Randudongkal 1 Unit APBN Karangmoncol/ Randudongkal Bantuan ternak kambing 75 ekor APBD Kab 2006 Bantuan ternak kambing APBD Kab 2007 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2008)

67 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki wilayah berdasarkan pada jumlah dan jenis fasilitas saja sedangkan analisis indeks perkembangan wilayah menggunakan perkalian antara rasio jumlah fasilitas dan rasio jumlah wilayah yang memiliki fasilitas kemudian distandardisasi. Karena sifatnya rasio maka peningkatan jumlah fasilitas suatu wilayah tidak selalu meningkatkan indeks perkembangan wilayahnya bila di wilayah lain peningkatan jumlah fasilitasnya lebih tinggi. Perubahan indeks perkembangan kecamatan yang dibandingkan adalah antara kecamatan-kecamatan di dalam kawasan dan di luar kawasan pada saat sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000), saat mulai dilaksanakan (tahun 2003) dan setelah pelaksanaan (tahun 2006). Kawasan agropolitan terdiri atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sedangkan luar kawasan sebagai pembanding dipilih kecamatan yang mempunyai kondisi mirip yaitu kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Bila dilihat dari nilai rata-rata di dalam kawasan Agropolitan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di luar kawasan. Hal ini disebabkan di dalam kawasan terdapat kecamatan yang cukup maju yaitu Kecamatan Randudongkal yang mempunyai jumlah infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan kecamatan lain. Letaknya yang strategis dengan sarana jalan yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di sekitarnya dengan pusat kota membuat kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi kecamatan-kecamatan di bagian selatan. Bila dilihat perkembangannya maka di Kecamatan Randudongkal indeks perkembangannya selalu meningkat dan tetap tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan pembanding (Tabel 8). Kecamatan Randudongkal sejak sebelum penetapan kawasan Agropolitan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas lebih banyak sehingga ditetapkan sebagai pusat agropolis. Perkembangan indeks perkembangan yang meningkat dan selalu dalam urutan

68 51 tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan (pembanding) mengindikasikan bahwa di Kecamatan Randudongkal terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang melebihi perkembangan kecamatan-kecamatan lain sejak sebelum pelaksanaan program Agropolitan. Tabel 8 Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Tahun 2000, 2003, dan 2006 No Kecamatan Kawasan Agropolitan IPK Urutan IPK Urutan IPK Urutan 1 Moga Pulosari Belik Watukumpul Randudongkal Rata-rata Luar Kawasan Agropolitan (Pembanding) 6 Warungpring Bodeh Bantarbolang Rata-rata Di Kecamatan Moga indeks perkembangan selalu menurun dari tahun 2000 sampai Demikian pula urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun Hal ini berarti di Kecamatan Moga perkembangan infrastrukturnya lebih rendah daripada di kecamatan lain baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan. Di Kecamatan Pulosari dan Watukumpul urutan nilai indeks perkembangan tetap sejak tahun 2000 sampai tahun Hal ini mengindikasikan bahwa di kedua kecamatan ini mempunyai perkembangan jumlah infrastruktur relatif seimbang dengan perkembangan di kecamatan-kecamatan lain. Kecamatan Belik mempunyai indeks perkembangan yang meningkat dari sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000) sampai setelah pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2006) yang mengindikasikan bahwa di Kecamatan Belik terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain.

69 52 Sedangkan di luar kawasan Agropolitan perubahan indeks perkembangan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 relatif bervariasi. Di Kecamatan Warungpring nilai indeks perkembangan wilayahnya tetap terendah yang berarti jumlah infrastruktur paling sedikit dibandingkan kecamatan lain sejak tahun 2000 sampai tahun Hal ini dapat dipahami karena Kecamatan Warungpring yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun Setelah pemekaran perkembangannya infrastrukturnya masih rendah karena kepadatan penduduknya yang rendah. Di Kecamatan Bodeh nilai indeks perkembangan maupun urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003 tetapi meningkat lagi pada tahun Hal ini berarti terjadi penurunan perkembangan jumlah infrastruktur dibandingkan kecamatan lain pada tahun 2000 sampai 2003, tetapi meningkat kembali pada tahun Kecamatan Bantarbolang yang relatif maju karena letaknya yang lebih strategis ke ibu kota kabupaten mempunyai indeks perkembangan yang selalu meningkat, demikian juga dengan urutannya. Hal ini berarti terjadi perkembangan infrastruktur di kecamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Bila dilihat dari rata-rata nilai indeks perkembangan di dalam kawasan dan luar kawasan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu menurun pada tahun 2000 ke tahun 2003 dan meningkat kembali pada tahun Hal ini berarti perubahan indeks perkembangan wilayah di dalam kawasan dengan di luar kawasan tidak berbeda nyata. Salah satu faktor yang meningkatkan nilai indeks perkembangan wilayah adalah program pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk pelayanan sosial dan ekonomi. Karena kawasan Agropolitan yang dikembangkan bukan daerah yang baru dibangun maka tidak banyak pembangunan fasilitas baru oleh Pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan dalam program juga termasuk perbaikan fasilitas yang berarti tidak menambah jumlah fasilitas dan jenis fasilitas tetapi meningkatkan kualitasnya saja.

70 53 Beberapa pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan di antaranya adalah: 1. pembangunan/perbaikan jalan meliputi jalan antara kecamatan Moga-Pulosari, antara Belik-Gombong, jalan poros desa dan lingkar ke pasar Gombong, jalan poros desa Penakir, Karangsari, Batursari, pelebaran jalan ke STA Peternakan di Randudongkal, 2. pembangunan sarana penunjang produksi dan percontohan seperti green house, pembangunan embung, pembangunan rumah pengomposan, pembangunan rumah penyulingan minyak nilam, dan perbaikan gedung Balai Benih Hortikultura. 3. pembangunan sarana pemasaran berupa subterminal agribisnis (STA) untuk komoditas sayuran, perkebunan, dan peternakan (RPH), halte sayuran, 4. pembangunan sarana penyuluhan berupa perbaikan gedung BPP kecamatan Belik dan Randudongkal. Infrastruktur-infrastruktur di atas tidak diperhitungkan dalam indeks perkembangan kecamatan sehingga tidak langsung mempengaruhi nilai indeks. Pengembangan kawasan dengan penyediaan infrastruktur penunjang sistem agribisnis sebagaimana tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah sehingga dapat meningkatkan perkembangan infrastruktur sesuai dengan perkembangan wilayah tersebut. Tetapi hal itu belum terlihat, terbukti dari perubahan indeks perkembangan yang relatif hampir sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Faktor yang menentukan permintaan akan infrastruktur di suatu wilayah selain aktivitas ekonomi adalah jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk dalam kawasan yang meningkat dengan laju pertumbuhan yang hampir sama dengan di luar kawasan menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga relatif tidak berbeda antara kawasan dan luar kawasan Agropolitan. Bila dilihat dari pembangunan infrastruktur selama pelaksanaan kegiatan Pengembangan Agropolitan maka terjadi kesenjangan pembangunan antar kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan infrastruktur selama ini banyak dilakukan di desa Gombong kecamatan Belik, sedangkan di kecamatan lain misalnya kecamatan Watukumpul relatif terabaikan. Hal ini berakibat

71 54 kecamatan Watukumpul semakin tertinggal dari kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan di kawasan Agropolitan memang belum dapat menjangkau seluruh kecamatan karena keterbatasan anggaran sehingga masih belum memenuhi semua rencana yang tersusun dalam masterplan. Padahal bila sebagian rencana jangka menengah itu dilaksanakan khususnya pembangunan infrastruktur, dimungkinkan dapat meningkatkan perkembangan wilayah. Kendala yang mungkin menyebabkan tidak terealisasi semua rencana adalah cakupan kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang terlalu luas, yaitu di lima kecamatan. Di tengah keterbatasan anggaran yang ada, bila pembangunan dibagi ke wilayah yang luas menyebabkan fokus pengembangan suatu wilayah jadi berkurang. Akibatnya perkembangan wilayah dalam kawasan Agropolitan relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan setelah lima tahun pelaksanaan. Selain itu pembangunan infrastruktur seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bangunan STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari belum digunakan oleh para petani untuk aktivitas agribisnis. Kendala pemanfaatannya diakibatkan oleh letaknya yang agak jauh dari pemukiman sehingga keamanan kurang. Hal ini menyebabkan bangunan dan peralatannya dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Para petani kopi terutama di desa Gambuhan yang menjadi sentra pengembangan kopi belum memanfaatkan bangunan ini karena merasa terlalu jauh dan merepotkan. Akhirnya mereka lebih suka mengolah kopi di desanya sendiri sebagaimana sebelumnya. Pembangunan gedung tersebut kemungkinan belum melibatkan aspirasi para petani kopi. Sedangkan pembangunan green house dilakukan sebagai percontohan kepada masyarakat (petani) tentang budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi. Usaha agribinisnis dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan kelompok tani hortikultura, tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas ekonomi yang ada di dalam kawasan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Tetapi karena koordinasi kurang maka pembangunan infrastruktur selama ini mengesankan terlalu diserahkan ke instansi teknis. Kawasan

72 55 Agropolitan hanya menjadi lokasi kegiatan dari instansi teknis saja sehingga belum memperhatikan kebutuhan prioritas untuk pengembangan kawasan sesuai dengan rencana dalam masterplan. Tingkat Kemiskinan Analisis untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan dilakukan dengan membandingkan tingkat kemiskinan pada saat sebelum pelaksanaan progam Agropolitan (tahun 2000), mulai pelaksanaan program (tahun 2003), dan keadaan setelah pelaksanaan program (2006). Data yang digunakan adalah persentase Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I dari Data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh BPS. Hal ini sesuai dengan kriteria dari BKKBN yang mengklasifikasikan keluarga miskin sebagai keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Keluarga sejahtera I didefinisikan sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Ada kelemahan data yang dipakai untuk menunjukkan tingkat kemiskinan keluarga prasejahtera dan sejahtera I dengan menggunakan data dari Podes. Sebagai data hasil survei dan bukan hasil sensus dimungkinkan terjadi bias tentang jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Hal ini dapat terlihat di salah satu desa di kecamatan Moga yaitu Desa Plakaran di mana data jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I pada tahun 2006 mencapai 100%. Sedangkan di beberapa desa di kecamatan Warungpring pada tahun 2000 tingkat kemiskinannya juga lebih dari 95%. Padahal bila dilihat dari keadaan masyarakatnya tidak mungkin terjadi semua keluarga di suatu desa merupakan keluarga miskin. Apabila dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pengajaran agama sebagian masyarakat sudah terpenuhi bahkan telah memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi misalnya telah mempunyai televisi dan motor. Namun demikian data tersebut dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar kecamatan.

73 56 Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa di dalam kawasan agropolitan persentase kemiskinan mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian meningkat lagi pada tahun Kecenderungan yang sama juga terjadi di luar kawasan Agropolitan dan di tingkat kabupaten (Gambar 5). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kawasan Agropolitan 65.04% 51.57% 59.07% Luar Kawasan Agropolitan % 66.36% 66.91% Rata-rataKabupaten 64.33% 52.55% 57.29% Gambar 5 Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan, dan Luar Kawasan Agropolitan Bila diamati tiap kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka terjadi perubahan yang bervariasi. Di Kecamatan Randudongkal tingkat kemiskinan terendah dan selalu mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun Sedangkan di Kecamatan Moga terjadi penurunan tingkat kemiskinan dari tahun 2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian relatif konstan pada tahun Namun kondisi ini masih lebih baik dibandingkan tiga kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul yang meningkat tajam dari tahun 2003 ke tahun 2006, padahal terjadi penurunan pada tahun 2000 ke tahun 2003 (Gambar 6).

74 57 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Moga 74.67% 59.34% 59.55% Pulosari 67.37% 56.66% 67.73% Belik 61.92% 48.92% 59.93% Watukumpul 77.32% 51.70% 80.48% Randudongkal 54.99% 45.75% 36.82% Gambar 6 Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan Rendahnya tingkat kemiskinan di Kecamatan Randudongkal dimungkinkan disebabkan oleh letak wilayahnya yang paling strategis di antara empat kecamatan lainnya di kawasan Agropolitan sehingga memudahkan dalam memperoleh akses terhadap barang dan jasa untuk kepentingan produksi masyarakatnya, memudahkan dalam pemasaran, dan memperoleh informasi pasar. Kemudahan ini menyebabkan kecamatan ini lebih berkembang perekonomiannya, bukan hanya dari sektor pertanian saja tetapi sektor perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan rendah dan cenderung menurun. Di Kecamatan Moga tingkat kemiskinan relatif tinggi pada tahun 2000 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2003 dan cenderung konstan pada tahun Tingkat kemiskinan yang tidak meningkat dimungkinkan juga disebabkan oleh perekonomian wilayah yang berkembang dengan didukung kemudahan akses dari desa-desa ibu kota Kecamatan Moga. Selain sektor pertanian di Kecamatan Moga juga berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran akibat letaknya yang strategis. Pemusatan sektor perdagangan di pasar Moga yang melayani masyarakat dari kecamatan lain (Pulosari). Letaknya yang strategis juga menjadi tempat transit wisata ke daerah lain menyebabkan berkembangnya hotel dan rumah makan.

75 58 Sedangkan di Kecamatan Belik, Pulosari, dan Watukumpul yang terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dari tahun 2003 ke tahun 2006 dimungkinkan karena ketiga kecamatan masih terdapat beberapa desa yang aksesnya sulit akibat kondisi topografi yang terjal sehingga menyulitkan untuk pembangunan jalan yang bagus. Akibat hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang sebagian besar petani untuk memperoleh saprotan maupun memasarkan hasil pertaniannya. Bila melihat rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten yang meningkat maka salah satu penyebab tingkat kemiskinan adalah akibat naiknya harga barangbarang kebutuhan pokok yang dipicu oleh naiknya harga BBM. Rendahnya nilai tukar petani menyebabkan mereka semakin tidak bisa mencukupi kebutuhan akibat kenaikan harga tersebut, sehingga semakin tidak sejahtera. Sedangkan di luar kawasan pada semua kecamatan persentase kemiskinan menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003, tetapi kembali meningkat sedikit pada tahun 2006 (Gambar 7). Tingkat kemiskinan terendah ada di Kecamatan Bantarbolang walaupun sedikit perbedaannya dibandingkan dengan Kecamatan Bodeh. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Warungpring 98.90% 80.88% 81.23% Bodeh 68.84% 62.52% 65.24% Bantarbolang 65.30% 60.69% 60.76% Gambar 7 Perubahan Persentase Kemiskinan di Luar Kawasan Agropolitan Kecamatan Bantarbolang letaknya paling dekat dengan ibu kota kabupaten dibandingkan dengan kecamatan lain di dalam maupun di luar kawasan Agropolitan sehingga akses ke pusat kota lebih baik. Tingkat kemiskinan yang tinggi di Kecamatan Warungpring disebabkan oleh kecamatan baru hasil

76 59 pemekaran sehingga infrastruktur belum berkembang. Namun terjadi penurunan kemiskinan yang drastis dari tahun 2000 ke tahun 2003 menunjukkan ada kemajuan di wilayah tersebut. Masih tingginya tingkat kemiskinan di dalam kawasan agropolitan disebabkan oleh pembangunan infrastruktur khususnya jalan yang belum menjangkau seluruh desa di kawasan Agropolitan sehingga masih terdapat wilayah-wilayah yang terisolasi. Hal ini menyebabkan interaksi terhadap daerahdaerah lain serta terhadap pusat-pusat pelayanan ekonomi dan sosial masih kurang. Padahal peningkatan interaksi antar wilayah diharapkan akan meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa antar wilayah, suatu kondisi perlu untuk berkembangnya perekonomian desa-desa miskin. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Salim (2005) yang menyatakan bahwa kecamatan yang paling rendah kemiskinannya adalah kecamatan yang ada di kota besar atau dekat dengan koridor pertumbuhan kota, sedangkan yang paling miskin adalah di lokasi yang jauh dari pusat kota dan menciptakan enclave. Kota berukuran sedang (medium-size town) yang tidak merupakan bagian dari aglomerasi kota yang lebih besar dikelilingi oleh kantongkantong kemiskinan. Dengan kondisi yang demikian maka diperlukan pembangunan infrastruktur jalan di desa-desa dalam kawasan Agropolitan khususnya di desa-desa yang terisolir di kecamatan Watukumpul, Belik, dan Pulosari untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Pembangunan jalan ini perlu dikoordinasikan dengan instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum agar dapat diprioritaskan pelaksanaannya.

77 60 Tabel 9. Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan 2006 Tahun 2000 Tahun 2003 Tahun 2006 No Kecamatan Jumlah rumahtangga (keluarga) Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga) Persentase (%) Jumlah rumahtangga (keluarga) Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga) Persentase (%) Jumlah rumahtangga (keluarga) Jumlah Keluarga Prasejahtera & sejahtera I (keluarga) Persentase (%) Kawasan Agropolitan 81,260 52, ,744 46, ,626 54, Moga 13,064 9, ,464 9, ,483 9, Pulosari 11,347 7, ,729 8, ,211 10, Belik 19,702 12, ,924 10, ,835 13, Watukumpul 12,653 9, ,310 7, ,581 12, Randudongkal 24,494 13, ,317 11, ,516 8, Luar Kawasan Agropolitan (Pembanding) 35,354 26, ,286 26, ,614 25, Warungpring 8,390 8, ,106 8, ,894 7, Bodeh 10,987 7, ,335 8, ,340 8, Bantarbolang 15,977 10, ,845 10, ,380 10, Luar Kawasan Yang Lain 155,893 96, ,908 84, , , Pemalang 37,594 19, ,787 19, ,407 18, Taman 33,757 22, ,781 17, ,466 24, Petarukan 33,806 19, ,956 15, ,404 19, Ampelgading 13,281 8, ,329 7, ,436 29, Comal 17,822 11, ,172 10, ,921 9, Ulujami 19,633 13, ,883 12, ,818 18, Kabupaten 272, , , , , , Sumber: Data Podes Tahun 2000, 2003, dan 2006, diolah

78 61 Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang dihitung dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit produksi atau yang dikenal dengan lapangan usaha/sektor ekonomi terdiri atas sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Secara umum di Kabupaten Pemalang baik dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per kapita dari tahun 2000 sampai tahun Laju kenaikan juga hampir sama antara di dalam dan luar kawasan Agropolitan sebagaimana terlihat pada Gambar 8. 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 KawasanAgropolitan 1,566,332 1,673,357 1,698,922 Luar Kawasan Agropolitan ,553,728 1,616,665 1,654,727 Rata-rataKabupaten 1,841,497 1,997,328 2,084,003 Gambar 8 Perkembangan Pendapatan per Kapita Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan Sedangkan bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka pendapatan per kapita yang selalu meningkat terjadi di Kecamatan Randudongkal, Moga, dan Pulosari. Sedangkan di Kecamatan Belik dan Watukumpul mengalami sedikit penurunan dari tahun 2003 ke tahun 2005 (Gambar 9). Dilihat dari

79 62 besarnya pendapatan per kapita di kawasan Agropolitan maka tampak tertinggi di Kecamatan Randudongkal yang melebihi 2 juta rupiah. Selanjutnya pendapatan per kapita tertinggi adalah di kecamatan Moga dan kemudian Kecamatan Watukumpul dalam kisaran 1,5 juta sampai 1,7 juta rupiah. Sedangkan pendapatan per kapita yang terendah di Kecamatan Belik dan Pulosari yaitu dalam kisaran antara 1,2 sampai 1,3 juta rupiah. 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Moga 1,578,017 1,667,416 1,713,186 Pulosari 1,232,681 1,312,204 1,329,614 Belik 1,221,833 1,351,250 1,305,167 Watukumpul 1,544,849 1,641,649 1,619,796 Randudongkal 2,254,280 2,394,264 2,526,848 Gambar 9 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Kawasan Agropolitan Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal disebabkan oleh besarnya nilai PDRB. Perkembangan ekonomi didorong oleh berkembangnya kegiatan di sektor lain selain sektor primer (pertanian) yaitu perdagangan, perhotelan, dan jasa-jasa. Perkembangan ekonomi ini karena Kecamatan Randudongkal merupakan kecamatan yang letaknya paling strategis dan posisinya pada pertemuan jalan ke kecamatan lain. Kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi wilayah di bagian selatan kabupaten Pemalang sehingga perkembangannya cepat. Posisinya yang strategis ini menyebabkan di Kecamatan Randudongkal telah berdiri beberapa hotel yang cukup besar sehingga dapat melayani orang-orang yang melanjutkan perjalanan dari atau ke Purwokerto. Sedangkan untuk melayani keperluan BBM telah berdiri dua buah pompa bensin.

80 63 Di sini terdapat pula pasar besar yang menjadi pusat perdagangan bagi wilayah di sekitarnya. Beberapa pertokoan telah berdiri untuk pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, dan kendaraan untuk wilayah di sekitar Kecamatan Randudongkal. Selain itu terjadi peningkatan fasilitas kesehatan dengan semakin berkembangnya balai pengobatan swasta. Balai pengobatan ini dapat melayani kebutuhan akan fasilitas kesehatan bagi masyararakat bagian selatan kabupaten Pemalang karena jauhnya lokasi RSU yaitu di pusat kabupaten. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal juga disumbang oleh besarnya nilai PDRB dari sektor pertanian yang tetap tertinggi dibanding kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan, walaupun pangsanya semakin menurun. Komoditas utama adalah padi sawah karena sebagian besar merupakan daerah datar dengan pengairan yang baik sehingga di beberapa tempat dapat ditanami padi sebanyak tiga kali setahun. Luas panen padi sawah di Kecamatan Randudongkal tertinggi dibandingkan kecamatan lain di dalam kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Kecamatan Moga mempunyai pendapatan per kapitanya juga relatif tinggi. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Moga juga disebabkan oleh peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang semakin meningkat sejak tahun 2000, bahkan pada tahun 2005 menjadi sektor yang paling besar pangsanya terhadap PDRB. Tingginya peranan sektor ini disebabkan karena di Kecamatan Moga semakin banyak hotel dan rumah makan. Sektor perdagangan yang tinggi disebabkan pasar Moga menjadi pusat perdagangan bagi masyarakat di sekitarnya yaitu kecamatan Pulosari dan kecamatan lain di kabupaten Tegal yang berbatasan. Sedangkan peranan sektor pertanian terhadap PDRB masih besar walaupun semakin menurun dari tahun 2000 ke tahun Komoditas pertanian yang penting adalah padi sawah, buah-buahan dan ternak kecil (ayam dan itik). Hal ini karena kondisi agroklimat wilayah yang mendukung untuk dikembangkan komoditas tersebut. Di Kecamatan Watukumpul pendapatan per kapita relatif tinggi disebabkan oleh peranan sektor pertanian yang mempunyai pangsa tertinggi terhadap total

81 64 PDRB sehingga merupakan sektor andalan bagi kecamatan Watukumpul. Nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Watukupul tertinggi setelah Kecamatan Watukumpul. Tingginya PDRB sektor pertanian disebabkan oleh pengembangan sektor pertanian khususnya komoditas padi sawah, jagung, ketela pohon, mangga, rambutan, jambu biji, cengkeh, kopi robusta, gelagah arjuna, kakao, ternak sapi potong, dan tanaman kayu-kayuan yang didukung oleh kesesuaian kondisi agroklimat. Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Watukumpul juga didukung oleh peranan sektor industri pengolahan yang cukup besar karena mulai berkembangnya industri pengolahan kayu khususnya untuk bahan bangunan. Sedangkan industri sapu gelagah telah ada beberapa puluh tahun yang lalu dan tetap dikembangkan sebagai andalan dari kecamatan Watukumpul. Industri yang juga mulai berkembang pada tahun 2005 adalah pengolahan minyak nilam. Semua industri tersebut merupakan pengolahan produk dari komoditas pertanian yang berkembang di Kecamatan Watukumpul, walaupun komoditas tersebut sering berganti sesuai keinginan petani untuk menanam komoditas yang dianggap lebih menguntungkan. Sedangkan di Kecamatan Belik dan Pulosari mempunyai pendapatan per kapita terendah dalam kawasan Agropolitan. Di kedua kecamatan ini sektor pertanian masih menjadi andalan dalam menyumbang PDRB, tetapi sektor lain belum berkembang. Bila dihubungkan dengan tingkat kemiskinan maka di Kecamatan Randudongkal dan Moga yang tingkat kemiskinannya tetap rendah setelah ada program Agropolitan (tahun 2006) sejalan dengan tingginya pendapatan per kapita. Demikian pula di kecamatan Belik dan Pulosari yang persentase kemiskinannya meningkat ternyata searah dengan pendapatan per kapitanya yang relatif rendah. Namun di kecamatan Watukumpul tingkat kemiskinan yang meningkat tajam pada tahun 2006 tetapi pendapatan per kapitanya relatif tinggi. Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh perkembangan sektor industri pengolahan yang dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat yaitu pemilik modal saja, sedangkan masyarakat yang lain tetap dalam kemiskinan.

82 65 Pendapatan per kapita di luar kawasan Agropolitan tertinggi di Kecamatan Bantarbolang, kemudian Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Kisaran pendapatan per kapita antara 1,3 sampai 1,8 juta rupiah (Gambar 10). Pendapatan per kapita yang cukup tinggi di Kecamatan Bantarbolang ternyata searah dengan tingkat kemiskinan yang paling rendah di luar kawasan. Namun di Kecamatan Warungpring yang tingkat kemiskinannya tinggi mempunyai tingkat pendapatan per kapita tinggi. Hal ini mengidikasikan bahwa terjadi penguasaan ekonomi oleh sebagian kecil warga masyarat, sehingga PDRB di Kecamatan Warungpring cukup tinggi tetapi sebagian besar masyarakatnya masih miskin. 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Warungpring 1,578,017 1,638,553 1,737,913 Bodeh 1,384,936 1,416,403 1,441,938 Bantarbolang 1,698,233 1,795,041 1,784,331 Gambar 10 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Luar Kawasan Agropolitan Melihat dari besarnya pendapatan per kapita maupun laju peningkatannya yang hampir sama antara di dalam kawasan dan luar kawasan, maka diindikasikan belum terjadi pengaruh yang nyata dari pelaksanaan program Agropolitan terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa dampak program Agropolitan belum terlihat selama masa pelaksanaan program (lima tahun), tetapi kemungkinan dapat terlihat di masa mendatang. Tentunya hal ini dapat tercapai bila pelaksanaan program sesuai pada arah yang ditentukan.

83 66 Pendapatan per Keluarga Petani Pendapatan per keluarga petani dihitung dengan membagi nilai PDRB sektor pertanian dengan jumlah keluarga petani. Dari hasil perhitungan diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang produktivitas penduduk di sektor pertanian atau petani yang ada di dalam kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan. Bila dilihat dari grafik perkembangan pendapatan per keluarga petani maka terdapat kecenderungan yang sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Pada tahun 2000 sampai 2003 (sebelum pelaksanaan program Agropolitan) terjadi penurunan pendapatan per keluarga petani tetapi kemudian sedikit meningkat lagi pada tahun 2006 (setelah pelaksanaan program) sebagaimana terlihat pada Gambar 11. Kawasan Agropolitan 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 Luar Kawasan Agropolitan ,270,220 3,364,666 3,526,679 4,898,249 3,773,921 4,032,054 Rata-rata Kabupaten 5,280,090 3,765,963 3,914,950 Gambar 11 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan dan Luar Kawasan Agropolitan Penurunan pendapatan per keluarga petani di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan antara tahun 200 sampai 2003 terjadi karena peningkatan jumlah keluarga petani dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan PDRB sektor pertanian. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah keluarga petani tetapi produktivitasnya menurun sehingga menghasilkan peningkatan PDRB sektor pertanian dengan laju yang lebih rendah.

84 67 Antara tahun 2003 sampai 2006 terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani di kawasan maupun di luar kawasan tetapi berbeda penyebabnya. Di kawasan Agropolitan terjadi penurunan jumlah keluarga petani, tetapi PDRB sektor pertanian meningkat. Hal ini berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan semakin meningkat setelah pelaksanaan program Agropolitan. Sedangkan di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani yang diikuti dengan peningkatan jumlah keluarga petani. Bila melihat grafik kenaikannya yang hampir sama antara dua wilayah tersebut, berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan lebih tinggi. Bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka pendapatan per keluarga petani yang relatif rendah di Kecamatan Belik dan Pulosari (Gambar 12). Rendahnya produktivitas penduduk di sektor pertanian ini dimungkinkan karena masih sulitnya memperoleh air baku untuk pertanian. Pengembangan komoditas sayuran yang banyak di kedua kecamatan ini dilakukan pada musim penghujan karena sulitnya memperoleh air pada musim kemarau. Sedangkan di Kecamatan Watukumpul, Moga, dan Randudongkal ketersediaan air lebih mudah untuk pengembangan komoditas pertanian sehingga produktivitas petani relatif lebih tinggi. 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Moga 6,430,583 3,567,467 3,912,264 Pulosari 2,495,622 1,976,648 1,871,895 Belik 2,623,903 2,886,591 2,682,039 Watukumpul 5,637,958 3,761,241 4,420,884 Randudongkal 6,337,490 4,501,333 5,192,069 Gambar 12 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan Agropolitan Sedangkan bila melihat dari perubahannya maka terjadi penurunan pendapatan per keluarga petani di Kecamatan Pulosari dan Belik. Penurunan ini

85 68 dimungkinkan karena semakin meningkatnya jumlah keluarga petani sementara luas lahan tidak bertambah. Akibatnya produk yang dihasilkan untuk setiap keluarga petani menurun. Di luar kawasan Agropolitan perubahan pendapatan per keluarga petaninya cukup bervariasi. Namun di antara ketiga kecamatan hanya di Kecamatan Bantarbolang yang mengalami sedikit penurunan pendapatan per keluarga petani yaitu dari tahun 2003 ke tahun 2006 (Gambar 13). Di Kecamatan Bantarbolang juga terjadi sedikit peningkatan jumlah keluarga petani, tetapi luas lahan pertanian tidak meningkat. Laju kenaikan PDRB sektor pertanian tidak terlalu tinggi karena di sini lebih banyak diusahakan tanaman padi yang harganya relatif stabil. 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Warungpring 6,351,862 3,440,641 4,568,411 Bodeh 4,737,080 3,761,892 3,967,543 Bantarbolang 4,538,425 3,951,406 3,848,692 Gambar 13 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Luar Kawasan Agropolitan Melihat kondisi di atas maka pengembangan komoditas sayuran atau jenis yang lain yang sesuai adalah dengan jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi pada saat panen sehingga dapat ditabung untuk pemenuhan kebutuhan pada saat tidak bisa menanam (musim kemarau). Pengembangan komoditas ini perlu didukung oleh peningkatan kemampuan teknis petani misalnya dengan pelatihan atau magang. Kemungkinan yang lain adalah dengan banyak membangun embung untuk menampung air hujan untuk dimanfaatkan petani untuk mengairi lahannya di

86 69 musim kemarau. Alternatif yang lain adalah dengan mengembangkan sentra pengembangan komoditas di luar kedua kecamatan. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa petani yang berbeda komoditas, program Pengembangan Agropolitan dirasakan dapat meningkatkan pendapatan khususnya petani hortikultura jenis sayuran. Hal ini terkait dengan fokus kegiatan di Desa Gombong dengan komoditas unggulan tanaman sayuran dataran tinggi yaitu kobis, cabai, tomat, dan kentang. Dengan memfokuskan kegiatan di sentra sayuran ini maka petani lebih banyak menerima bantuan peralatan, modal, dan pembangunan prasarana (STA, jalan) yang menunjang aktivitas agribisnis di daerah tersebut. Beberapa toko penyedia sarana produksi pertanian (saprotan) bermunculan di daerah ini sehingga petani merasakan lebih mudah dan murah memperoleh saprotan. Beberapa pendukung usaha agribisnis yang berkembang ini menyebabkan hasil produksi pertanian mereka meningkat setelah ada program Agropolitan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh pengalaman, penyuluhan baik oleh pemerintah (Dinas Pertanian) maupun swasta (pengusaha sarana produksi pertanian) dan kelompok tani/asosiasi.

87 70 Tabel 10 Hasil Analisis Pendapatan per Keluarga Petani atas Harga Konstan Tahun 2000, 2003, dan 2005 No Kecamatan PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah) Tahun 2000 Tahun 2003 Tahun 2005 Jumlah Pendapatan PDRB sektor Jumlah Pendapatan PDRB sektor Jumlah Keluarga Keluarga Pertanian Keluarga Keluarga Pertanian Keluarga Petani Petani (ribu rupiah) Petani Petani (ribu rupiah) Petani Pendapatan Keluarga Petani Kawasan Agropolitan 235,225,071 55,085 4,270, ,988,719 72,515 3,364, ,371,036 68,725 3,526,679 1 MOGA 34,165,688 5,313 6,430,583 36,816,258 10,320 3,567,467 33,359,875 8,527 3,912,264 2 PULOSARI 26,553,419 10,640 2,495,622 27,360,758 13,842 1,976,648 27,966,108 14,940 1,871,895 3 BELIK 47,371,940 18,054 2,623,903 48,812,253 16,910 2,886,591 47,490,873 17,707 2,682,039 4 WATUKUMPUL 51,965,057 9,217 5,637,958 53,545,021 14,236 3,761,241 54,416,665 12,309 4,420,884 5 RANDUDONGKAL 75,168,967 11,861 6,337,490 77,454,430 17,207 4,501,333 79,137,516 15,242 5,192,069 Luar Kawasan Agropolitan 103,524,492 21,135 4,898, ,673,550 28,001 3,773, ,312,823 28,103 4,032,054 6 WARUNGPRING 21,431,184 3,374 6,351,862 21,084,249 6,128 3,440,641 25,455,184 5,572 4,568,411 7 BODEH 35,442,834 7,482 4,737,080 36,520,450 9,708 3,761,892 38,147,928 9,615 3,967,543 8 BANTARBOLANG 46,650,474 10,279 4,538,425 48,068,851 12,165 3,951,406 49,709,711 12,916 3,848,692

88 71 Pergeseran Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan metode Shift Share Analysis (SSA) dengan dua titik tahun pengamatan. Hasil analisis pertumbuhan ekonomi dengan SSA untuk tahun 2000 dan 2003 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar 0,10. Bila diamati lebih lanjut laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten (Tabel 11). Tabel 11 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang Sektor Komponen Share Komponen Proportional Shift Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah Bila diamati di dalam kawasan Agropolitan, maka di Kecamatan Moga sektor pertanian mempunyai tingkat kompetisi (competitiveness) lebih tinggi dibanding sektor-sektor lain. Sedangkan di empat kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal tingkat kompetisisi sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor yang lain (Tabel 12).

89 72 Selain sektor bangunan maka semua sektor yang lain mempunyai keunggulan kompetitif di tiga kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu di Kecamatan Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sektor-sektor itu adalah pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasajasa. Sedangkan di Kecamatan Pulosari tidak mempunyai sektor yang kompetitif (Tabel 12). Tabel 12 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang No Kecamatan Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami Jasa-jasa Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah Hasil analisis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pemalang dengan analisis shift-share pada tahun 2003 dan 2005 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar 0,08 yang berari terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

90 73 Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yang yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan sektor pertanian, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Tabel 13 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang Sektor Komponen Share Komponen Proportional Shift Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah Dari hasil analisis tersebut tampak bahwa setelah ada penetapan kawasan Agropolitan ternyata terjadi perubahan competitiveness sektor pertanian. Pada saat sebelumnya pelaksanaan program Agropolitan keunggulan kompetitif sektor pertanian terdapat di Kecamatan Moga, namun setelah pengembangan kawasan Agropolitan terjadi di empat kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal (Tabel 13). Hal ini berarti dengan pengembangan kawasan Agropolitan maka pengembangan sektor pertanian semakin menguntungkan karena semakin meluasnya wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu dari satu kecamatan menjadi empat kecamatan. Sektor industi pengolahan juga mempunyai tingkat kompetisi di empat kecamatan tersebut. Peningkatan ini ternyata sejalan dengan semakin

91 74 kompetitifnya sektor pertanian. Dari hal tersebut berarti bahwa industri pengolahan yang dikembangkan perlu didukung oleh sektor pertanian. Hal ini dapat dipahami karena industri pengolahan yang telah ada di kawasan Agropolitan adalah industri yang mengolah produk pertanian khususnya industri makanan dan pembuatan sapu. Tabel 14 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang No Kecamatan Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami Jasa-jasa Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah Keunggulan kompetitif yang lain adalah pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Randudongkal. Keunggulan kompetitif sektor perdagangan, hotel, dan restoran terdapat di Kecamatan Moga, Belik, dan Randudongkal. Sedangkan keunggulan kompetitif sektor pengangkutan dan komunikasi terdapat di Kecamatan Belik dan Randudongkal.

92 75 Setelah pengembangan kawasan Agropolitan ternyata sektor yang kompetitif semakin banyak. Peningkatan keunggulan kompetitif dari beberapa sektor ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perkembangan diversifikasi sektor dan akan menguntungkan bila dikembangkan. Semua sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif di suatu kecamatan dalam kawasan Agropolitan dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian wilayah. Pemusatan Ekonomi Wilayah Untuk menganalisis lokasi pemusatan/basis (aktifitas) digunakan analisis LQ (Location Quotient), merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi wilayah. Disamping itu LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Dalam analisis ini dilakukan perhitungan untuk tiga tahun yaitu tahun 2000, 2003, dan 2005 untuk melihat pergeseran nilai LQ-nya dalam tiga titik tahun tersebut. Dari hasil analisis pemusatan ekonomi wilayah dengan metode LQ ternyata terjadi pergeseran sektor basis pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan kegitan Pengembangan Agropolitan. Dari tahun 2000 ke tahun 2003 (sebelum pelaksanaan kegiatan) tidak terjadi pergeseran pemusatan aktivitas ekonomi sebagaimana terlihat di Tabel 14 dan 15. Pemusatan aktivitas ekonomi di kawasan Agropolitan terjadi pada sektor pertanian pada semua kecamatan. Hal ini dapat dipahami karena di kawasan Agropolitan merupakan kawasan pertanian yang cocok untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, ternak, dan perikanan. Mata pencaharian sebagaian besar penduduk juga pada sektor pertanian. Pemusatan sektor industri pengolahan terjadi di Kecamatan Randudongkal karena letaknya yang di pusat agropolis, banyak industri pengolahan makanan di antaranya indutri kacang goreng dan tahu. Sektor bangunan terpusat di Kecamatan Belik, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kecamatan Moga dan Pulosari. Sektor pengangkutan dan komunikasi terpusat di Kecamatan Moga, Pulosari, dan Watukumpul. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa

93 76 perusahaan dan sektor jasa-jasa pemusatannya di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul. Hal yang sama terjadi di luar kawasan yaitu di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang yaitu tidak terjadi pergeseran sektor basis. Pada tahun 2000 dan 2003 sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di ketiga kecamatan tersebut. Ketiga kecamatan juga merupakan kawasan pertanian. Sektor pertambangan tetap menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi basis di Kecamatan Bantarbolang. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring. Tabel 15 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2000 No Kecamatan Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami Sumber: Data PDRB, olahan Jasa-jasa

94 77 Tabel 16 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2003 No Kecamatan Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami Sumber: Data PDRB, olahan Jasa-jasa Pergeseran pemusatan ekonomi terjadi antara tahun 2003 dan 2005 sebagaimana terlihat pada Tabel 15 dan 16. Pergeseran pemusatan ekonomi terjadi pada sektor industri pengolahan yaitu pada tahun 2003 di Kecamatan Randudongkal dan pada tahun 2005 di Kecamatan Watukumpul. Hal ini bisa dipahami karena di Kecamatan Watukumpul pada tahun 2005 semakin berkembang industri pengolahan minyak nilam selain industri sapu gelagah yang telah ada sebelumnya. Industri pengolahan kayu juga semakin berkembang di Kecamatan Watukumpul. Pemusatan sektor bangunan bergeser dari Kecamatan Belik ke Kecamatan Pulosari, sektor perdagangan, hotel, dan restoran bergeser dari Kecamatan Moga dan Pulosari ke Kecamatan Moga dan Randudongkal. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga dari Kecamatan Moga, Pulosari, dan Watukumpul bergeser ke Kecamatan Belik dan Randudongkal. Pemusatan sektor keuangan, persewaan,

95 78 dan jasa perusahaan berkurang dari Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul ke kecamatan Moga, Pulosari, dan Belik. Sedangkan sektor pertanian tetap dari sebelum pelaksanaan dan sesudah pelaksanaan program Agropolitan yaitu pemusatan di semua kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Demikian juga sektor jasa-jasa pemusatan aktivitas tetap di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul. Tabel 17 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2005 No Kecamatan Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 Kec. Moga Kec. Pulosari Kec. Belik Kec. Watukumpul Kec. Randudongkal Kec. Warungpring Kec. Bodeh Kec. Bantarbolang Kec. Pemalang Kec. Taman Kec. Petarukan Kec. Ampelgading Kec. Comal Kec. Ulujami Jasa-jasa Pergeseran pemusatan ekonomi juga terjadi di luar kawasan Agropolitan di tiga kecamatan. Sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di tiga kecamatan. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian bergeser dari Kecamatan Warungpring dan Bodeh ke Kecamatan Bodeh dan Bantarbolang. Sektor bangunan tidak lagi menjadi sektor basis setelah ada kegiatan Agropolitan. Sektor

96 79 perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi bergeser dari Kecamatan Bantarbolang ke Kecamatan Warungpring. Sementara sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa semula hanya di Kecamatan Warungpring menjadi di Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Pemusatan sektor pertanian di kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan terjadi karena di kedua daerah tersebut mengandalkan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian penduduknya. Lahan pertanian baik sawah maupun lahan kering menjadi tempat berusaha tani dan menjadi andalan bagi masyarakat di daerah tersebut. Pemusatan ini sejalan dengan meningkatnya keunggulan kompetitifnya di empat kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Sedangkan di Kecamatan Moga sektor pertanian menjadi tidak kompetitif, maka dapat dimungkinkan untuk dikembangkan sektor lain misalnya sektor jasa untuk pengembangan ekonomi kecamatan. Dilihat dari nilai LQ di kawasan Agropolitan baik sebelum pelaksanaan, saat mulai, dan setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan maka sektor pertanian masih merupakan sektor basis di semua kecamatan. Namun hal itu umumnya tidak diikuti oleh sektor sekunder terutama industri pengolahan. Padahal sektor ini merupakan sektor yang bisa diharapkan untuk memperoleh nilai tambah dari produk pertanian. Setelah pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan sektor industri pengolahan menjadi sektor basis hanya di kecamatan Watukumpul, sedangkan di empat kecamatan lain tidak. Sektor-sektor tersier lain ternyata menjadi sektor basis di antaranya sektor perdagangan, hotel, dan restoran di kecamatan Moga dan Randudongkal. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menjadi sektor basis di kecamatan Moga, Pulosari, dan Belik. Sedangkan sektor jasa-jasa terdapat di Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul. Melihat perkembangan sektor tersier yang berkembang, sementara sektor sekunder yang terkait langsung dengan sektor primer kurang berkembang, maka diindikasikan bahwa di kawasan Agropolitan telah terjadi efek spill over yang lebih besar dibandingkan dengan dorongan untuk berkembangnya kawasan Agropolitan. Kota-kota kecil ini berkembang lebih banyak untuk menangkap demand dari luar dibandingkan untuk mendorong perkembangan

97 80 daerah hinterlandnya. Daerah hinterland yang merupakan pusat produksi pertanian seharusnya dapat difasilitasi dengan lebih banyak fasilitas umum dan penunjang agribisnis di pusat pertumbuhan (kota kecil). Kota-kota kecil tersebut ternyata berkembang untuk memenuhi permintaan dari luar kawasan misalnya fasilitas penunjang pariwisata berupa hotel dan rumah makan yang berkembang di Kecamatan Moga. Sedangkan di Kecamatan Randudongkal selain berkembang subsektor hotel juga perdagangan. Industri pengolahan yang perkembangannya selama ini tidak mengikuti pemusatan pada aktivitas sektor pertanian juga dimungkinkan oleh karena sebagian besar produk tidak dijual dalam bentuk olahan. Industri pengolahan dari produk pertanian hanya sebagian kecil dan berada di Kecamatan Watukumpul yaitu sapu gelagah, minyak nilam, serta pengolahan kayu. Komoditas unggulan selain gelagah, nilam, dan kayu umumnya sedikit yang dijual dalam bentuk olahan. Komoditas tanaman pangan yaitu padi dan jagung dijual dalam bentuk kering panen dan bukan olahan. Komoditas tanaman perkebunan berupa cengkeh dijual dalam bentuk kering panen, sedangkan teh dan jahe dalam bentuk segar. Hanya sebagian kecil petani teh mengolah daun teh menjadi teh kering asli untuk dikonsumsi sendiri dan dijual ke pasar lokal. Komoditas teh juga sudah mulai berkurang dan tidak memusat di suatu daerah tertentu akibat banyaknya tanaman yang dibongkar dan diganti dengan tanaman sayuran yang dianggap lebih menguntungkan. Tanaman hortikultura sayuran berupa kobis, cabai, tomat, dan kentang yang banyak dikembangkan di Kecamatan Pulosari dan Belik dijual dalam bentuk segar, tidak ada proses pengolahan, hanya prosesing pencucian, sortasi, dan grading saja. Komoditas tanaman hortikultura buah-buahan berupa durian, mangga, rambutan yang menjadi unggulan di Kecamatan Randudongkal juga dijual dalam bentuk segar. Sedangkan buah nanas di Kecamatan Belik lebih banyak dijual dalam bentuk segar daripada olahan. Pengrajin keripik dan manisan nanas hanya ada satu kelompok dan memproduksi dalam skala kecil saja. Sedangkan untuk komoditas ternak yaitu sapi dan kambing serta perikanan darat tidak dijual dalam bentuk olahan.

98 81 Pangsa Sektoral terhadap PDRB Pangsa sektoral terhadap PDRB menggambarkan berapa besar peranan dari setiap sektor terhadap PDRB di suatu wilayah. Perubahan pangsa sektoral antar waktu di suatu wilayah akan menunjukkan adanya perubahan struktur ekonomi di wilayah tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi pergeseran pangsa sektoral PDRB di kawasan Agropolitan sejak tahun 2000 sampai Pergeseran yang besar berupa peningkatan terhadap pangsa PDRB terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor lain yang pangsanya sedikit meningkat adalah sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian sangat kecil pangsanya walaupun ada peningkatan. Sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian yaitu dari sekitar 40% menjadi 35%. Sedangkan sektor industri pengolahan juga mengalami sedikit penurunan (Gambar 14). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tahun Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik, Gas, danair Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Gambar 14 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kawasan Agropolitan Di luar kawasan Agropolitan juga terjadi pergeseran pangsa sektoral PDRB sejak tahun 2000 sampai Perubahan pangsa tersebut terutama pada sektor pertanian dan industri pengolahan yang menurun dan diikuti dengan pangsa sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang meningkat. Namun besarnya perubahan pangsa tersebut relatif lebih kecil dibandingkan dengan di kawasan Agropolitan (Gambar 15).

99 82 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tahun Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik, Gas, danair Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Gambar 15 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Luar Kawasan Agropolitan Dari hal tersebut berarti bahwa pergeseran pangsa sektoral PDRB lebih besar terjadi di kawasan Agropolitan. Pergeseran dominasi sektor pertanian ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran terjadi di semua kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Moga dan Randudongkal (Gambar 16). PangsaSektoralPDRBdiKecamatanMoga PangsaSektoralPDRBdiKecamatanRandudongkal 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% Jasa-jasa Keuangan,Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel,dan Restoran Bangunan Listrik,Gas, danair Bersih IndustriPengolahan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% Jasa-jasa Keuangan,Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel,dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan 10% 0% Pertambangandan penggalian Pertanian 10% 0% Pertambangandan penggalian Pertanian Tahun Tahun Gambar 16 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Moga dan Randudongkal Pangsa sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kecamatan Moga yang meningkat disebabkan oleh letaknya yang strategis dan menjadi transit dari jalur wisata ke obyek wisata, menyebabkan di Kecamatan Moga berkembang beberapa hotel. Selain itu banyak muncul rumah makan dengan konsep wisata karena daerah ini memiliki pemandangan alam yang indah dan mudah dijangkau. Sedangkan di kecamatan Randudongkal berkembang perdagangan dan perhotelan

100 83 serta jasa-jasa karena kecamatan ini telah berkembang menjadi pusat pelayanan di kawasan Agropolitan dan wilayah lain di bagian selatan Kabupaten Pemalang. Walaupun pangsa sektor pertanian di dalam kawasan Agropolitan menurun tetapi nilai PDRB sektor petanian sebenarnya meningkat dengan laju peningkatannya lebih kecil dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pangsa sektor pertanian yang masih tinggi terdapat di Kecamatan Watukumpul yaitu masih lebih dari 50% dalam pangsanya terhadap PDRB (Gambar 17). Sektor industri pengolahan secara umum mengalami penurunan tetapi khusus di Kecamatan Watukumpul justru meningkat dan cukup besar sumbangannya terhadap PDRB yaitu melebihi 20%. Hal ini dimungkinkan karena di Kecamatan Watukumpul banyak terdapat industri pembuatan sapu gelagah. Pada tahun 2004 juga banyak bermunculan industri pengolahan minyak atsiri dari tanaman nilam. Sayangnya setelah terjadi penurunan harga pada awal tahun 2007 perkembangan industri ini menurun. PangsaSektoralPDRBdiKecamatanPulosari PangsaSektoralPDRBdiKecamatanBelik 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Jasa-jasa Keuangan,Persewaan, danjasaperusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik, Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Tahun Tahun 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PangsaSektoralPDRBdiKecamatanWatukumpul Tahun Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Gambar 17 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul Penurunan pangsa sektor pertanian juga terjadi di luar kawasan Agropolitan yaitu Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Di Kecamatan Warungpring sebagai kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2001 telah

101 84 berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran sedangkan sektor pertanian menurun walaupun pangsa terhadap PDRB masih paling tinggi dibandingkan sektor lain. Di Kecamatan Bodeh yang letaknya bukan di jalur utama antar kecamatan masih mengandalkan sektor pertanian walaupun juga mengalami penurunan. Sektor lain di Kecamatan Bodeh merata dan hanya mencapai sekitar 10% saja. Sedangkan di Kecamatan Bantarbolang yang letaknya dekat ibu kota Kabupaten Pemalang berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PangsaSektoralPDRBdiKecamatanWarungpring Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PangsaSektoralPDRBdiKecamatanBodeh Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel, dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Tahun Tahun 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PangsaSektoralPDRBdiKecamatanBantarbolang Tahun Jasa-jasa Keuangan, Persewaan, danjasa Perusahaan Pengangkutandan Komunikasi Perdagangan,Hotel,dan Restoran Bangunan Listrik,Gas,danAir Bersih IndustriPengolahan Pertambangandan penggalian Pertanian Gambar 18 Pergeseran Pangsa Sektoral PDRB di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang. Secara umum baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan sektor pertanian sebagai sektor primer telah mulai menurun peranannya, diikuti dengan peningkatan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Bahkan di Kecamatan Moga dan Randudongkal pangsa terhadap PDRB dari sektor sektor perdagangan, hotel, dan restoran telah melebihi sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa di kedua kecamatan tersebut telah berkembang ekonominya menjadi wilayah yang telah berkembang. Menurut Arifin (2004) menurunnya pangsa sektor pertanian terhadap PDRB sesuai dengan Hukum Engle yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, maka proporsi terhadap bahan-bahan makanan (yang diproduksi oleh sektor

102 85 pertanian) akan makin menurun. Elastisitas permintaan terhadap makanan lebih kecil dari satu (inelastic) sehingga peningkatan permintaan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap barang-barang hasil sektor industri dan jasa. Penyebab lainnya adalah penurunan harga riil (real price) komoditas pertanian apabila dibandingkan dengan harga komoditas sektor lain misalnya industri dan jasa. Hal ini berakibat nilai PDRB sektor pertanian relatif lebih rendah dibanding sektor lain. Persepsi tentang Dampak Kegiatan Pengembangan Agropolitan terhadap Tingkat Pendapatan Hubungan antara Komoditas, Aktivitas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi Persepsi petani terhadap dampak pengembangan kawasan Agropolitan diduga mempunyai hubungan dengan komoditas, aktivitas, dan lokasi tempat tinggal petani. Untuk melihat hubungan tersebut diuji dengan analisis nonparametrik Chi Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada tidak ada hubungan antara aktivitas petani dengan tingkat persepsinya, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 18, di mana nilai Asymp Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square adalah 0,232 (lebih besar dari 0.05). Hal ini berarti di antara petani yang hanya terlibat sektor on farm, terlibat sektor off farm, dan petani yang menjadi pedagang pengumpul tidak berbeda dalam hal persepsinya tentang manfaat Pengembangan Agropolitan. Tabel 18. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Aktivitas petani dengan persepsi Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,921(a) 2 0,232 Likelihood Ratio 2, ,275 Linear-by-Linear Association 0, ,869 N of Valid Cases 54 a 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.04.

103 86 Demikian pula dengan lokasi tempat tinggal petani tidak ada hubungannya dengan tingkat persepsinya, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 19 di mana nilai Asymp Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square adalah 0,095 (lebih besar dari 0,05). Hal ini berarti bahwa petani yang tinggal di desa pusat pertumbuhan (DPP) maupun di hinterlandnya tidak berbeda dalam hal persepsinya. Tabel 19. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Lokasi tempat Tinggal Petani dengan persepsinya Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 2,789(b) 1 0,095 Continuity Correction(a) 1, ,223 Likelihood Ratio 4, ,032 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Fisher's Exact Test 0,178 0,104 Linear-by-Linear Association 2, ,098 N of Valid Cases 54 a Computed only for a 2x2 table b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Sedangkan komoditas yang diusahakan petani ada hubungannya dengan tingkat persepsi, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 20 yaitu nilai Asymp. Sig (2-sided) pada Pearson Chi-Square sebesar 0,016 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti petani yang mengusahakan komoditas tertentu merasakan manfaat program Pengembangan Agropolitan sedangkan petani komoditas yang lain tidak merasakannya. Tabel 20. Hasil Analisis Chi-Square hubungan antara Komoditas dengan persepsi Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 10,350(a) 3 0,016 Likelihood Ratio 13, ,004 Linear-by-Linear Association 0, ,829 N of Valid Cases 54 a 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.

104 87 Secara deskriptif dapat dilihat pada Tabel 21 bahwa yang mempunyai persepsinya tinggi hanya petani komoditas tanaman hortikultura dan perkebunan. Sedangkan petani komoditas pangan dan kehutanan semua mempunyai persepsi yang rendah. Tabel 21. Tingkat persepsi petani berdasarkan komoditas yang diusahakan Tingkat Persepsi Jenis Komoditas Total Tinggi Rendah Tan. Pangan Tan. Hortikultura Tan. Perkebunan Tan. Kehutanan Total Berdasarkan jenis tanaman yang dikembangkan petani ada tujuh jenis yaitu untuk komoditas tanaman pangan dengan jenis tanaman padi, komoditas tanaman hortikultura dengan jenis tanaman sayuran dan nanas, komoditas tanaman perkebunan dengan jenis tanaman kopi, teh, dan gelagah, serta komoditas tanaman kehutanan dengan jenis tanaman kayu-kayuan utamanya sengon laut. Petani yang lebih merasakan manfaat adanya kawasan Agropolitan adalah petani komoditas tanaman hortikultura dan dilanjutkan komoditas tanaman perkebunan. Sedangkan petani komoditas tanaman pangan dan kehutanan tingkat rendah atau kurang merasakan manfaat dari program pengembangan kawasan Agropolitan. Perbedaan persepsi tersebut disebabkan karena petani komoditas hortikultura dan perkebunan lebih banyak mendapatkan jenis bantuan baik modal, peralatan, maupun sarana prasarana untuk pengembangan komoditas daripada petani komoditas tanaman pangan dan kehutanan. Bantuan untuk petani hortikultura untuk jenis tanaman sayuran di desa Gombong kecamatan Belik adalah pembangunan subterminal agribisnis (STA) sayuran, peralatan keranjang sayuran, bantuan modal untuk kelompok tani sayuran, dan bantuan permodalan usaha agribisnis. Pembangunan sarana prasarana untuk kepentingan masyarakat desa Gombong yang telah dibuat adalah jalan poros desa dan jalan lingkar ke STA. Selama ini desa Gombong memang menjadi prioritas kegiatan pengembangan kawasan Agropolitan. Sedangkan

105 88 petani sayuran di desa Kuta kecamatan Belik mendapat bantuan berupa permodalan untuk kelompok tani dan pembangunan halte sayuran. Petani hortikultura jenis tanaman nanas mendapat bantuan berupa satu buah peralatan vacuum frying untuk membuat keripik nanas dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, bantuan peralatan dan pelatihan pembuatan manisan dan sirup nanas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pemalang. Sedangkan untuk pedagang nanas yang berjualan di pinggir jalan raya antara Kecamatan Randudongkal dan Belik diberikan bantuan kios buah untuk memasarkan nanas segar maupun olahan serta makanan kecil sebagai oleh-oleh. Petani komoditas perkebunan jenis tanaman kopi banyak mendapat bantuan di antaranya adalah peralatan mesin sosoh dan pembuat bubuk kopi, permodalan untuk kelompok tani kopi, dan pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Kelembagaan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) juga mempunyai peranan dalam upaya mendorong petani untuk meningkatkan produksi kopi. Bangunan STA Unit Prosesing Kopi telah dibangun dari biaya Pemerintah Pusat setahun yang lalu, sayangnya masih belum difungsikan karena kendala lokasi yang dianggap kurang tepat oleh para petani kopi. Petani komoditas perkebunan jenis teh pernah mendapat bantuan permodalan pada tahun 1980an dan setelah pelaksanaan program Agropolitan tidak pernah mendapat bantuan lagi. Sebagai komoditas unggulan di Kecamatan Pulosari ternyata komoditas teh belum mendapatkan cukup perhatian dari Pemerintah untuk pengembangannya. Tanaman teh yang ada sebagian dibongkar untuk ditanami sayur-sayuran yang dianggap lebih menguntungkan. Sedangkan petani gelagah pernah mendapat bantuan modal kepada kelompok tani untuk pengembangan tanaman maupun usaha pembuatan sapu. Saat ini bantuan tersebut kurang berkembang. Petani sudah tidak lagi menanam gelagah walaupun sebagian besar petani juga menjadi pengrajin sapu gelagah. Mereka lebih suka membeli gelagah dari pedagang yang bahannya diambil dari kabupaten lain yaitu Purbalingga. Di Purbalingga pengembangan gelagah telah dilakukan di bawah tegakan tanaman hutan milik Perhutani. Pada saat berkembang tanaman nilam maka tanaman gelagah yang ada di lahan mereka diganti dengan tanaman nilam karena dianggap lebih

106 89 menguntungkan dengan alasan daur produksi yang pendek dan harga produksi yang lebih mahal dari gelagah. Sayang komoditas nilam ini pernah pula mengalami penurunan harga yang drastis pada awal tahun 2007 sehingga petani mengganti lagi dengan komoditas lain di antaranya kayu-kayuan dan tanaman semusim lainnya. Akhir tahun 2007 harga minyak nilam kembali meningkat dan petani mulai tertarik lagi untuk mengembangkan nilam, baik di lahan sawah maupun di bawah tegakan tanaman kayu-kayuan. Pada saat penelitian petani tetap belum tertarik kembali menanam gelagah yang dibutuhkan untuk usaha kerajinan bagi petani yang menjadi pengrajin maupun yang khusus menjadi pengrajin sapu di desa tersebut. Padahal harga bahan baku sapu ini semakin meningkat setelah masa panen malai bunga gelagah terlampaui. Petani dan pengrajin sapu belum mau membentuk kelembagaan seperti koperasi yang seharusnya dapat memberi modal untuk pembelian bahan baku sapu yang berupa malai bunga gelagah pada saat panen raya dengan harga yang lebih murah. Malai bunga gelagah ini dapat disimpan selama setahun sampai masa panen di tahun berikutnya. Petani komoditas kehutanan dengan jenis tanaman kayu-kayuan terutama sengon laut banyak berada di kecamatan Belik dan Watukumpul. Mereka mendapat bantuan dari program bidang kehutanan dari Pemerintah Kabupaten maupun Departemen Kehutanan misalnya proyek penghijauan dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL). Bantuan yang diberikan berupa bibit tanaman dan bantuan insentif penanaman di lahan kritis dan untuk penyelamatan sumber daya tanah dan air. Walaupun bantuan tersebut tidak merupakan bagian dari program Pengembangan Agropolitan, tetapi petani kehutanan di kawasan Agropolitan merasakan adanya perhatian dari Pemerintah. Sedangkan petani komoditas tanaman pangan dengan jenis tanaman padi hanya menerima bantuan berupa bibit padi dan jagung yang diterima pada akhir tahun Pemberian bantuan ini dilakukan di seluruh kabupaten dan bukan merupakan program khusus di kawasan Agropolitan. Selain bantuan tersebut jarang ada bantuan yang dirasakan petani sehingga persepsi petani komoditas tanaman pangan tentang manfaat program Agropolitan lebih rendah.

107 90 Selain komoditas tanaman di kawasan Agropolitan juga dikembangkan komoditas ternak yaitu sapi potong. Dalam analisis ini komoditas sapi potong tidak dimasukkan karena beberapa komponen dalam sistem agribisnisnya agak berbeda dengan komoditas tanaman. Bantuan untuk pengembangan ternak sapi dilakukan cara gaduhan yaitu petani mendapatkan bibit sapi dan membesarkannya dengan sistem kereman. Setelah berat sapi meningkat dan menguntungkan maka sapi dijual, hasil penjualan dibagi kepada petani 60% dan Pemerintah 40%. Dengan cara gaduhan ini petani telah merasakan manfaatnya dan gaduhan tetap berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan bagi petani untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi bila memelihara sapinya dengan baik. Sedangkan untuk komoditas perikanan darat, petani hanya mendapatkan bantuan bibit ikan, pakan, obat-obatan, dan biaya perbaikan kolam pada tahun 2004 dan Komoditas ini kurang berkembang karena pemasaran hasil yang kurang bagus, sehingga usaha budidaya ikan bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Moga hanya sebagai usaha sampingan saja. Pengembangan komoditas unggulan di kawasan Agropolitan Waliksarimadu mengalami kendala dimungkinkan akibat komoditas unggulan yang ditetapkan terlalu banyak dan tersebar di beberapa kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Menurut masterplan Pengembangan Agropolitan Waliksarimadu komoditas unggulan yang ada meliputi tanaman pangan (padi dan jagung), tanaman perkebunan (gelagah, cengkeh, teh, jahe), tanaman hortikultura sayuran (kobis, cabai, tomat, kentang), tanaman hortikultura buah-buahan (nanas, durian, mangga, rambutan), ternak (sapi, kambing), dan perikanan darat. Dalam kenyataannya pengembangan komoditas itu lebih banyak difokuskan pada komoditas sayuran dan sapi, terbukti dari banyaknya anggaran yang diberikan untuk pengembangan komoditas tersebut. Sedangkan anggaran untuk komoditas yang lain sangat kurang untuk pengembangannya. Hal ini dapat dimaklumi akibat terlalu banyak komoditas unggulan yang ditetapkan sementara anggaran terbatas maka tidak semua komoditas bisa dikembangkan.

108 91 Asosiasi Petani berdasarkan Komoditas dengan unsur persepsinya Apabila dianalisis lebih lanjut dengan correspondent analysis dapat dilihat kecenderungan petani komoditas tertentu dengan unsur persepsi (Gambar 19). Petani komoditas tanaman pangan lebih merasakan manfaat dari segi peningkatan penyuluhan dan fasilitasi oleh Pemerintah. Fasilitasi yang dimaksud adalah bantuan benih padi dan jagung kepada petani. Semua responden menjawab adanya peningkatan bantuan karena mereka mendapat benih padi dan sebagian yang lain mendapat benih jagung sesuai kondisi lahannya. Namun penyuluhan tidak mengalami peningkatan. Hal ini dimungkinkan karena petani komoditas tanaman pangan dianggap telah mampu membudidayakan tanaman dengan pengalamannya bertahun-tahun menanam komoditas yang sama. Petani komoditas hortikultura lebih banyak merasakan manfaat di antaranya adalah mengetahui kegiatan-kegiatan pengembangan Agropolitan yang ada di desanya. Petani sayuran terutama di Desa Gombong memang banyak menerima bantuan peralahan, modal, dan pembangunan prasarana sehingga mereka lebih banyak mengetahui tentang bantuan tersebut. Mereka juga merasakan manfaat sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan baik pembangunan jalan maupun STA, serta perlatan-peralatan penunjang. Petani sayuran juga lebih banyak mendapatkan tawaran kerja sama terutama dari industri pengolahan misalnya PT Indofood dan PT ABC untuk pengembangan cabai dan nanas. Tawaran kerja sama tersebut tidak selalu berlanjut dengan kesepakatan kerja sama, namun paling tidak menunjukkan bahwa petani dianggap mempunyai prospek sebagai penyedia bahan baku bagi industri pengolahan bahan pangan. Kendalanya adalah akibat tidak ada sumber air maka pengembangan beberapa jenis tanaman sayuran tidak bisa dilakukan sepanjang tahun, tetapi hanya pada musim penghujan saja. Petani hortikultura khususnya sayuran merasakan harga sarana produksi yang lebih murah karena semakin mudahnya mendapatkan sarana produksi pertanian di desa mereka dengan harga yang sama dengan daerah lain dengan biaya transportasi yang lebih murah. Mereka juga merasakan hasil produksi meningkat setelah ada program Agropolitan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh pengalaman berusaha tani dan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah (Dinas

109 92 Pertanian) maupun swasta (pengusaha sarana produksi pertanian) dan kelompok tani/asosiasi. Peningkatan ini juga dapat diakibatkan oleh kemudahan mendapatkan sarana produksi pertanian sehingga mendorong peningkatan produksi. Petani juga merasakan munculnya usaha sampingan misalnya petani nanas dengan melakukan usaha pengolahan buah nanas menjadi manisan, keripik, dan sirup nanas. Beberapa penduduk menjadi pedagang buah nanas di kios buah bantuan dari Pemerintah Kabupaten Pemalang. Sedangkan petani sayuran mendapat usaha sampingan dengan menjadi pekerja prosesing (pencucian dan sortir). Dengan kemajuan usaha tani mereka maka petani merasakan adanya peningkatan pendapatan setelah adanya program Pengembangan Agropolitan. Kendala dalam pengembangan komoditas hortikultura jenis sayuran adalah masih rendahnya persepsi petani tentang pentingnya konservasi tanah yang berakibat kurangnya penerapan teknik konservasi tanah di sentra pengembangan sayuran di Desa Gombong. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penanaman sayuran yang sampai ke puncak bukit yang tingkat kelerengannya tinggi. Beberapa petani melakukan penanaman dengan arah barisan yang searah kelerengan, bukan searah kontur dan tidak dibuat teras pula. Akibatnya sering terjadi erosi pada musim penghujan yang menyebabkan hilangnya lapisan tanah topsoil yang lebih subur. Walaupun selalu diberi pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan, tetapi mudah hilang juga karena terbawa aliran air hujan. Dampaknya dalam jangka panjang adalah semakin menurunnya produktivitas lahan. Petani komoditas perkebunan merasakan manfaat sarana dan prasarana di kawasan agropolitan terutama pembangunan jalan dan peralatan pengolah kopi. Mereka juga merasakan kemudahan modal terutama petani kopi dan gelagah karena mendapatkan bantuan modal dari Pemerintah Kabupaten. Kemudahan dalam pemasaran mereka rasakan terutama petani kopi setelah ada asosiasi petani kopi. Mereka juga merasakan meningkatnya harga jual dengan adanya asosiasi petani kopi yang membeli kopi dari petani dengan harga pasar yang tinggi untuk kopi yang kualitasnya baik. Petani juga bisa mendapatkan informasi tentang

110 93 harga pasar sehingga mereka dapat menjual dengan harga tinggi ke pedagang mana pun bila kualitas bagus. Petani komoditas perkebunan juga merasakan munculnya usaha sampingan terutama petani kopi dengan menjadi pengolah kopi kering maupun kopi bubuk, petani teh dengan membuat teh olah siap minum tanpa tambahan melati untuk pasaran lokal, dan petani gelagah untuk pembuatan sapu. Produk tanaman perkebunan di sana memang merupakan produk yang banyak membutuhkan pengolahan sebelum dijual dibanding produk sayuran dan padi D Plot of Row and Column Coordinates; Dimension: 1 x 2 Input Table (Rows x Columns): 4 x 15 Standardization: Row and column profiles Dimension 2; Eigenvalue: (25.67% of Inertia) Hortikultura Perkebunan Pangan 6 Kehutanan Dimension 1; Eigenvalue: (51.20% of Inertia) Komoditas Unsur Persepsi Keterangan: 1 : mengetahui kegiatan 2 : merasakan manfaat sarana dan prasarana 3 : merasakan peningkatan penyuluhan dan fasilitasi 4 : merasakan kemudahan modal 5 : ada pihak yang bekerja sama 6 : kemudahan sarana produksi 7 : harga saprodi lebih murah 8 : hasil produksi meningkat 9 : pemasaran mudah 10: harga jual meningkat 11: munculnya usaha sampingan 12: meningkatkan pendapatan 13: ada peningkatan belanja 14: tetap ingin tinggal di desa 15: mau memeihara sarana prasarana Gambar 19 Hubungan antara komoditas dengan unsur-unsur persepsi

111 94 Petani komoditas kehutanan (tanaman kayu-kayuan) lebih merasakan manfaat dalam meningkatnya penyuluhan dan fasilitasi oleh pemerintah terutama dari kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Penyuluhan dilakukan terutama teknis penanaman dan pelatihan bagi kelompok tani untuk pembekalan manajerial dan teknis kegiatan. Mereka merasakan kemudahan memperoleh sarana produksi karena selain bibit bantuan, petani mudah mendapatkan bibit tanaman sengon maupun kayukayuan lainnya yang dijual keliling oleh pedagang dengan colt terbuka. Mereka juga merasakan kemudahan dalam pemasaran karena banyaknya pedagang kayu yang mendatangi petani untuk membeli tanaman kayu-kayuan yang ada di ladang mereka. Petani langsung menerima uang tanpa harus mengeluarkan biaya tebang dan angkut karena pedagang yang akan memperkejakan orang sebagai penebang dan pengangkut kayu dari ladang ke jalan untuk kemudian diangkut dengan truk atau colt. Pedagang tersebut umumnya orang lokal yang akan mengolah menjadi kayu bahan bangunan atau menjual ke pedagang besar untuk kemudian dikirim ke luar kota. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Selanjutnya dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dengan menggunakan analisis logit. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor umur petani dan variabel Dummy 2 (keaktifan dalam kelompok tani yang tinggi dan rendah) yang secara signifikan mempengaruhi tingkat persepsinya (Tabel 22) pada tingkat signifikan 5%, sedangkan pada tingkat signifikan 10% tingkat pendapatan juga berpengaruh terhadap tingkat persepsi petani. Bila dilihat dari nilai B atau konstanta untuk umur yang bernilai negatif maka dapat diindikasikan bahwa dengan semakin bertambahnya usia petani maka peluang untuk memberikan persepsi manfaat program semakin rendah. Hal ini dapat dipahami karena petani yang lebih muda lebih respon terhadap upaya peningkatan pendapatan. Mereka dapat merasakan program yang dicanangkan mempunyai tujuan untuk kesejahteraan petani. Para pemuda yang tidak tertarik dalam usaha pertanian umumnya bekerja di kota besar, sedangkan yang merasakan keuntungan dalam berusaha tani tetap bekerja di desa sebagai petani.

112 95 Berdasarkan tingkat keaktifan, petani yang lebih aktif dalam kelompok tani mempunyai peluang untuk memberikan persepsi lebih tinggi tentang manfaat program dibandingkan petani yang tidak aktif. Hal ini dapat dipahami karena petani yang aktif lebih banyak medapatkan informasi tentang program-program Pemerintah, merasakan manfaat penyuluhan, dan mengetahui manfaat bantuan dan fasilitasi. Tabel 22. Hasil analisis logit model faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Umur -0,533 0,262 4, ** 0,587 Pendidikan -0,285 0,309 0, ,752 Lhn_milik 4,594 2,909 2, ,931 Lhn_garap -6,774 4,022 2, ,001 Pendapatan 0,124 0,073 2, * 1,132 D1(1) 19, ,060 0, ,324 D2(1) 9,623 4,555 4, ** 0,000 Constant 8, ,073 0, ,897 a Variable(s) entered on step 1: Umur, Pendidikan, Lhn_milik, Lhn_garap, Pendapatan, D1, D2. * signifikan pada taraf 10% (0,10) ** signifikan pada taraf 5% (0,05) Dengan persepsi yang lebih baik dari pada petani yang lebih muda dan yang terlibat aktif dalam kelompok tani maka pengembangan kawasan Agropolitan akan lebih berhasil bila melibatkan para pemuda yang tertarik dalam usaha tani. Selain itu perlu ditingkatkan peranan kelompok tani sebagai media untuk belajar dan memudahkan dalam penyuluhan.

113 96 Peran Kelembagaan Kelembagaan Pemerintah Peranan pemerintah dalam memfasilitasi pengembangan kawasan agropolitan didasarkan pada Undang-Undang tentang Otonomi Daerah di mana titik berat otonomi daerah adalah pada kabupaten/kota maka penanggung jawab Program Pengembangan Kawasan Agropolitan adalah Bupati/Walikota. Peranan utama dari pemerintah Kabupaten/Kota adalah: 1. Merumuskan program, kebijakan operasional, dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan; 2. Mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam mempersiapkan master plan, program, dan melaksanakan program kawasan agropolitan; 3. Menumbuhkembangkan kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung Program Pengembangan Kawasan Agropolitan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan (monitoring dan evaluasi) juga pada dasarnya dilakukan dan ditetapkan oleh masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi dan Pusat berperan dalam melaksanakan fasilitasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota agar kegiatan pengembangan kawasan agropolitan di lapangan berjalan lancar. Bupati/Walikota membentuk Pokja Agropolitan dengan wadah Sekretariat Pokja (Kelompok Kerja) untuk membantu pelaksanaan peran pemerintah Kabupaten dalam pengembangan kawasan agropolitan secara sinergi mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan. Pokja berfungsi sebagai simpul koordinasi dan memperlancar penyelenggaraan program pengembangan kawasan agropolitan. Pokja Agropolitan di Kabupaten Pemalang diketuai oleh Asisten Sekda bidang Ekonomi dan Pembangunan. Keanggotaan Pokja terdiri atas unsur Dinas yang menangani bidang Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Perikanan, Kehutanan, Koperasi, Pekerjaan Umum, Perindustrian dan Perdagangan, Bappeda, Lingkungan Hidup, Pertanahan, Dipenda, Bagian Perekonomian,

114 97 Pemerintahan, Camat, Tokoh Masyarakat, KTNA, HKTI. Tugas fungsi Pokja tingkat Kabupaten adalah: a. Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi, b. Menyiapkan petunjuk teknis dan bahan-bahan informasi, c. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan, d. Pemecahan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan program pengembangan kawasan agropolitan, e. Menyampaikan informasi kepada instansi tersebut untuk ditindaklanjuti, f. Membuat laporan berkala kepada Bupati/Walikota. Sebagai Pos Simpul Koordinasi (POSKO) telah dibentuk Sekretariat Pokja. Posko ini merupakan dapur pengolah data dan informasi, agar tugas dan fungsi Pokja berjalan sebagaimana mestinya. Sekretaris Pokja adalah pejabat fungsional di Kelompok Jabatan Fungsional Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang sebagai koordinator Posko yang dibantu beberapa tenaga pengelola. Di tingkat kawasan telah ditetapkan Koordinator Lapangan dan Pemandu Lapangan. Koordinator Lapangan sebagai penanggung jawab lapangan di tingkat kawasan agropolitan yang juga sebagai koordinator bagi pemandu lapangan yang ada di tingkat desa. Koordinator lapangan adalah koordinator Penyuluh Pertanian di kecamatan Watukumpul, Belik, Pulosari, Moga, dan Randudongkal. Sedangkan pemandu lapangan adalah para penyuluh senior di wilayah binaan dalam kawasan agropolitan. Kegitan fasilitasi Pemerintah (pusat dan daerah) terutama diarahkan untuk kegiatan sebagai berikut: a. Menyusun dan menyebarkan pedoman-pedoman/petunjuk teknis/petunjuk praktis dalam rangka mengembangkan program rintisan pengembangan kawasan agropolitan, b. Memberikan sosialisasi program kepada stakeholder, c. Melaksanakan pelatihan bagi aparat, pemandu lapangan dan tokoh masyarakat (petani), d. Membantu pembuatan rencana/program pembangunan jangka menengah (matrik program) dan Detail Engineering Design program tahun 2002,

115 98 e. Membantu melaksanakan identifikasi dan penyusunan program, f. Membantu melaksanakan program sesuai dengan program yang disusun masyarakat (yang difasilitasi pemerintah daerah), terutama yang menyangkut: 1) Pengembangan Balai Penyuluhan Pertanian sebagai Klinik Konsultasi Agribisnis serta mengarahkannya menjadi Balai Penyuluhan Pembangunan, 2) Pengembangan kelompok tani/kontak tani terpilih sebagai sentra pembelajaran dan pengembangan agribisnis, 3) Kursus/magang petani sesuai kebutuhan, 4) Pembuatan/pemeliharaan infrastruktur (jalan, irigasi, pasar, air bersih, dan sebagainya) sesuai dengan rencana program, 5) Pemberian BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) sesuai kebutuhan, 6) Memfasilitasi investor untuk pengembangan usaha agribisnis, 7) Memfasilitasi permodalan petani dari perbankan, 8) Pembinaan petani kecil (di lokasi P4K) g. Membantu memecahkan masalah, h. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program. Kendala dalam kaitan dengan peranan Pokja Agropolitan adalah belum optimalnya fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan untuk pengembangan kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Pokja lebih bersifat menerima laporan dari instansi terkait dalam melaksanakan kegiatan di kawasan Agropolitan, tetapi seringkali tidak terkoordinasi sejak awal perencanaannya. Hal ini berakibat banyak kegiatan yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan, tetapi belum tentu merupakan prioritas untuk pengembangan kawasan Agropolitan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rencana jangka menengah. Kelembagaan Petani dan Pedagang Sayuran Dari aspek kelembagaan petani yang terkait dengan komoditas sayuran telah berkembang kelompok tani dan asosiasi seperti asosiasi petani kentang, asosiasi petani dan pedagang hortikultura (APPH) Selaras, dan koperasi asosiasi. Kelembagaan yang menonjol dalam peranannya di kawasan agropolitan Waliksarimadu adalah Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) Selaras

116 99 yang menjadi pengelola Sub Terminal Agribisnis (STA), berkedudukan di Desa Gombong Kecamatan Belik. Kelembagaan ini mempunyai kepengurusan sebanyak 11 orang (Tabel 23) dengan keanggotaan terdiri atas para petani sayuran yang juga menjadi anggota kelompok tani dan pedagang sayuran di kecamatan Belik dan Pulosari. Pedagang sayuran umumnya juga menjadi petani dan merupakan penduduk asli di daerah tersebut. Tabel 23. Daftar Kepengurusan APPH No Nama Jabatan dalam Pengurus Asal Kecamatan 1 Sulistiyono Ketua Belik 2 Hery Wakil Ketua Belik 3 Rustanto Sekretaris I Pulosari 4 Sutarno Sekretaris II Belik 5 Tarno S. Bendahara I Belik 6 Sumar Bendahara II Pulosari 7 Farihin Divisi Pemasaran Belik 8 Ratno Divisi Litbang Belik 9 Sumaryo Divisi Permodalan Pulosari 10 Sugiyanto Divisi Pengadan Saprotan Belik 11 Muftahudin Divisi Humas Belik Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang (2006) Asosiasi ini berdiri sebagai upaya untuk menjamin kelancaran sistem agribisnis sayuran di Desa Gombong dan sekitarnya yang volume perdagangannya cukup besar, dengan pemasaran produknya dikirim ke luar daerah. Awalnya di Desa Gombong telah berdiri 27 kelompok tani yang anggotanya mengusahakan tanaman sayur-sayuran, mempunyai kendala dalam pemasaran yaitu harga yang terlalu rendah pada saat panen raya. Akhirnya beberapa kelompok tani yang anggotanya terdiri atas petani dan petani yang menjadi pedagang pengumpul maupun pedagang besar mendirikan Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan pemasaran tersebut. Bagi pedagang sayuran dengan adanya asosiasi diharapkan dapat lebih mudah untuk memperoleh barang dagangan (sayuran) yang akan dipasarkan secara rutin sesuai permintaan di luar daerah.

117 100 Dengan adanya program Pengembangan Agropolitan maka Pemerintah membangun STA di Desa Gombong sebagai tempat transaksi komoditas sayuran. Petani sekitar Gombong membawa hasil panennya ke STA dan pedagang membeli hasil panen petani di sana. Sebagian petani yang lain menjual sayurannya dengan sistem tebasan. Beberapa jenis sayuran yang dibawa petani ke STA secara rutin sampai saat ini adalah jenis caisim, bawang daun, dan labu siam, untuk kemudian dipasarkan secara lokal (ke pasar pagi Pemalang) dan ke luar daerah (Cirebon dan Purwokerto). Sedangkan cabai dan tomat lebih bersifat musiman, banyak terdapat pada bulan Mei sampai Agustus. Kelembagaan ini dapat berperan dalam menggerakkan petani hortikultura (sayuran) untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan karena petani dapat memperoleh harga yang layak dari komoditas yang dijual. Jaringan pemasaran dengan para pedagang sayuran di kota lain menyebabkan APPH mudah mendapat informasi pasar untuk dasar penetapan harga sayuran di STA. Selain itu APPH mempunyai divisi litbang yang memberikan penyuluhan dan rekomendasi teknis kepada petani untuk meningkatkan produksi tanamannya. Sampai saat ini asosiasi ini tetap berjalan walaupun kegiatannya mulai banyak ke pengelolaan green house yang dibangun oleh Pemerintah sebagai percontohan budidaya dan promosi tanaman hias, juga sebagai tempat budidaya strawbery dan paprika yang membutuhkan kondisi lingkungan yang terkendali untuk mendapatkan kualitas yang baik. Beberapa pengurus APPH juga menjadi pengelola dalam budidaya di green house dengan pembagian tanggung jawab sesuai jenis tanaman. Pengelolaan hasil dari budidaya di green house dengan sistem bagi hasil untuk Pemerintah (Dinas Pertanian) sebanyak 40% dan APPH sebanyak 60%. Aktivitas di STA tetap berlangsung tetapi volume perdagangannya semakin menurun dibandingkan pada awal pelaksanaan program Pengembangan Agropolitan. Hal ini disebabkan beberapa petani menjual hasil panennya langsung ke pedagang dan tidak lewat STA. Sebagian petani yang lain menjual ke STA yang ada di kabupaten Purbalingga yang letaknya berbatasan dengan Kabupaten Pemalang. Selain itu ada pedagang yang membuat tempat prosesing sayuran sendiri sebagimana di STA sehingga mengurangi aktivitas perdagangan di STA.

118 101 Namun demikian perdagangan ke luar kota tetap berjalan dengan volume pengiriman sebanyak ton/hari ke Jakarta (Cikampek) dan 15 ton/hari ke Semarang dan Cirebon. Rencana untuk pengembangan pemasaran sayuran adalah pengiriman untuk memenuhi perminatan dari Pulau Kalimantan untuk jenis sayuran tomat, kobis, dan kentang. Namun rencana ini masih mengalami kendala yaitu upaya mempertahankan kualitas produk selama pengiriman ke Kalimantan yang membutuhkan waktu lama. Banyaknya permintaan akan produk sayuran menyebabkan petani terus berusaha meningkatkan produksinya. Kelembagaan Petani Kopi Asosiasi Petani Kopi (APEKI) merupakan salah satu kelembagaan petani yang ada di kawasan agropolitan Waliksarimadu. Sekretariat berada di Desa Pulosari Kecamatan Pulosari. Asosiasi ini berperan dalam mengkordinasikan semua kelompok tani kopi di wilayah Kabupaten Pemalang. Jumlah kelompok tani yang tergabung dalam asosiasi ada 27 kelompok tani di empat kecamatan penghasil kopi yaitu kecamatan Pulosari, Belik, Moga, dan Watukumpul. Dalam perkembangannya asosiasi dapat memberikan solusi harga standar kopi di Kabupaten Pemalang. Harga standar kopi yang dapat dijual ke eksportir tingkat Jawa Tengah setelah ada asosiasi mencapai Rp ,-/kg (tahun 2007), padahal sebelumnya hanya mencapai sekitar Rp 9.000,-/kg walaupun harga di pasaran bagus. Setelah terbentuk asosiasi makin banyak permintaan kopi oleh eksportir bukan hanya oleh eksportir dari Jawa Tengah tetapi juga dari Jakarta. Akibatnya ada persaingan harga di tingkat pedagang hingga mereka menawar harga kopi petani mencapai Rp ,-/kg pada tahun 2007 dengan jumlah permintaan 2 ton tetapi belum bisa terpenuhi karena masih kurangnya produksi oleh petani. APEKI masih membebaskan para anggota untuk menjual kopinya ke eksportir yang datang langsung karena sampai saat ini belum mempunyai modal untuk membeli produk kopi dari petani. Namun demikian standar harga telah ditetapkan oleh asosiasi yang telah disepakati dengan eksportir dari Jawa Tengah sehingga harga yang diterima tidak kurang dari standar yang ditetapkan asalkan kualitas kopi kupas kulit (ose) memenuhi standar pula. Asosiasi menjembatani

119 102 petani dengan eksportir yang ada. Harapannya di masa mendatang petani dapat menjual hasil produksi ke asosiasi untuk kemudian dijual ke eksportir. Banyaknya permintaan kopi ke asosiasi ini tidak terlepas dari aktivitas asosiasi dalam mengikuti pameran hasil petani kopi atau produk petani di semua event. Beberapa pameran yang telah diikuti adalah yang diselenggarakan di Semarang, Tegal, Solo, dan Temanggung, dengan produk yang dipamerkan adalah kopi ose kualitas unggul jenis Robusta dan Arabika dan kopi bubuk. Dengan mengikuti pameran maka asosiasi petani kopi dapat dikenal oleh masyarakat luas di luar kabupaten. Saat ini telah mulai dirintis untuk mengembangkan pemasaran kopi bubuk dengan mengajukan ijin usaha. Rencana ke depan adalah memasarkan hasilnya ke supermarket yang ada di kabupaten Pemalang dalam bentuk kemasan-kemasan sachet 100 gram. Sekarang produk yang telah dihasilkan adalah dalam kemasan dus 250 gram dengan merk Kopi Gunung Slamet, dengan pemasaran masih terbatas lewat instansi Pemerintah Kabupaten Pemalang. Selain penjualan dalam bentuk bubuk dan ose, petani ada yang menjual dalam bentuk gelondong yang dijual ke pedagang dari Wonosobo dan Temanggung. Untuk peningkatan kapasitas kelembagaan APEKI telah mengikuti beberapa kegiatan seperti workshop, studi banding, dan pertemuan usaha. Workshop yang telah diikuti di antaranya di Semarang. Studi banding tentang pengembangan kopi telah dilakukan ke Bali, Wonosobo, dan Temanggung. Sedangkan pertemuan usaha di antaranya pertemuan Asosiasi Komoditas Perkebunan Jawa Tengah di Semarang. Salah satu kelompok tani yang tergabung dalam asosiasi adalah di Desa Gambuhan Kecamatan Pulosari dengan nama Kelompok Tani Melati Putih. Kelompok tani ini telah berhasil membentuk koperasi Kartika Jaya yang mengelola usaha pembuatan kopi bubuk. Usaha kopi bubuk ini telah mempunyai Tanda Daftar Industri, Surat Izin Usaha Perdagangan, Daftar Perusahaan dari Dipenda Kabupaten Pemalang, dan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. Jumlah anggota koperasi sampai saat ini 100 orang.

120 103 Terkait dengan pengembangan kopi telah dibangun infrastruktur berupa gedung Sub Terminal Agribisnis (STA) Unit Prosesing Kopi yang ada di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari. Bangunan ini dibangun dalam suatu paket bantuan kegiatan pengembangan Agropolitan dari Departemen Kimpraswil melalui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Asosiasi telah mendapat bantuan tersebut namun sampai saat ini belum dapat digunakan karena masih belum siapnya air, listrik, dan petugas jaga karena letaknya yang agak jauh dari perumahan penduduk. Bangunan ini diharapkan dapat digunakan sebagai tempat prosesing kopi sekaligus sekretariat asosiasi petani kopi.

121 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari uraian dalam hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Indeks Perkembangan Kecamatan di kawasan Agropolitan tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan. Program pengembangan kawasan Agropolitan relatif belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Di Kawasan Agropolitan terjadi perkembangan perekonomian dalam beberapa sektor. Pangsa sektor pertanian menurun tetapi tetap mempunyai keunggulan komparatif dengan meningkatnya pemusatan aktivitas di dalam kawasan Agropolitan. Sektor pertanian semakin kompetitif di dalam kawasan Agropolitan, diikuti oleh kompetitifnya sektor industri pengolahan. Dengan program ini terjadi peningkatan pendapatan per kapita maupun dalam keluarga petani tetapi relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan. Petani di kawasan Agropolitan merasakan ada peningkatan pendapatan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura. Manfaat secara umum pelaksanaan kegiatan Pengembangan Agropolitan lebih dirasakan oleh petani komoditas hortikultura dan perkebunan. Sedangkan berdasarkan karakteristik petani maka peluang untuk memberikan persepsi tentang manfaat Pengembangan Agropolitan yang lebih tinggi terjadi pada petani yang lebih muda dan lebih aktif dalam kegiatan di kelompok tani. Kelembagaan pemerintah pengelola kawasan adalah Pokja Agropolitan telah berperan dalam mengkoordinasi kegiatan yang dilaksanakan di dalam kawasan Agropolitan, namun masih belum optimal. Sedangkan kelembagaan petani yaitu Asosiasi Petani dan Pedagang Hortikultura (APPH) dan Asosiasi Petani Kopi (APEKI) berperan sebagai pendorong petani untuk meningkatkan produksi karena dapat menampung sebagian hasil produksi dan memberikan informasi harga pasar. Dari indikator perkembangan kecamatan, tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan pendapatan per keluarga petani yang relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan mungkin diakibatkan dampak tersebut bersifat jangka panjang dan saat ini dalam masa lima tahun dampaknya tersebut belum terlihat

122 105 nyata. Akan tetapi dampak terhadap pendapatan petani dirasakan khususnya yang mengusahakan komoditas hortikultura sayuran. Beberapa kelemahan Pengembangan Agropolitan yang muncul dapat diakibatkan oleh terlalu banyaknya komoditas unggulan yang ditetapkan dan skala luasan kawasan yang terlalu luas, sehingga dengan keterbatasan anggaran tidak bisa menjangkau pengembangan seluruh komoditas di semua wilayah secara optimal. Saran Dari hasil penelitian dan analisis dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Sebagai upaya pengurangan tingkat kemiskinan perlu ditingkatkan pembangunan infrastruktur terutama jalan untuk meningkatkan akses dari daerah hinterland ke pusat pertumbuhan. 2. Upaya pengembangan komoditas unggulan selain sayuran perlu diperhatikan agar manfaat program Pengembangan Argopolitan dapat dirasakan oleh seluruh petani. 3. Industri pengolahan yang terkait dengan pertanian perlu dikembangkan karena mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk pertanian. 4. Peran Pokja (Kelompok Kerja) Agropolitan dalam koordinasi perlu ditingkatkan sehingga kegiatan yang direncanakan oleh instansi-instansi yang terkait dapat mendorong program pengembangan kawasan Agropolitan.

123 DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Riyadi DS, Muchdie, Siswanto S, Fathoni M, editor Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah, Konsep Dasar, Contoh Kasus, dan Implikasi Kebijakan. Jakarta: Pusat Pengakajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Arifin B Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Arsyad L Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE. Baskoro B Analisis Pewilayahan, Hirarki, Komoditas Unggulan, dan Partisipasi Masyarakat pada Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang. 2000, 2003, Perkiraan Pendapatan Regional Kabupaten Pemalang. Pemalang: BPS Kabupaten Pemalang. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pemalang Kabupaten Pemalang dalam Angka. Pemalang: BPS Kabupaten Pemalang. [Depkimpraswil]. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Laporan Penyusunan Masterplan Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Kabupaten Pemalang. Semarang: Bagpro P2SDDA Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Depkimpraswil. [Deptan] Departemen Pertanian Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian. Didu MS Kinerja Agroindustri Indonesia. Agrimedia vol 8 No. 2 April 2003, Bogor: MMA IPB. Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang Profil Kawasan Agropolitan Waliksarimadu. Pemalang: Dinas Pertanian Kabupaten Pemalang. Etrur OS A Growth Centre Approach to Agropolitan Development. Habitat International Vol. 8 No.2 pp Friedmann J Basic Needs, Agropolitan Development, and Planning from Bellow. World Development Vol 7 pp Glasson Pengantar Perencanaan Regional. Sihotang P, penerjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Terjemahan dari: An Introduction to Regional Planning. Hamid Model Pengembangan Kawasan Agropolitan. Di dalam: Alkadri, Hamid Model dan Strategi Pengembangan Kawasan. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Pengembangan Wilayah, BPPT.

124 107 Harun U.R Perencanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Sistem Perkotaan Regional di Indonesia. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, Ahmad W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa- Kota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Hastuti HI Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Mar at Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Bandung: Fakultas Psikologi Uiversitas Padjadjaran. Nugroho I dan Dahuri R Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES. [P4W] Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Draft Konsepsi Kebijakan Agropolitan. Kebijakan Pengembangan Agropolitan dalam rangka Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan melalui Kemitraan Masyarakat-Swasta dan Pemerintah. Bogor: P4W LPPM IPB. Rusastra IW et al Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SOCA) 5(2): Rustiadi E, Sitorus SRP, Pribadi DO, Dardak EE Konsepsi dan Pengelolaan Agropolitan. Makalah disampaikan pada Lokakarya dalam rangka Pemantapan Penataan Ruang Kawasan Metropolitan dan Agropolitan. Jakarta. Rustiadi E, Hadi S Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, dan Ahmad W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Salim W Urban Development and Rural Poverty in Java: A Challenge for Decentralized Local Government. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol.16/No.2. Agustus 2005 hal Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sarwono SW Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Sofyanto A Persepsi Petani terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Agribisnis Sayuran (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Sudaryono Pola dan Struktur Ruang Kawasan Agropolitan dalam Prespektif Politikal-Ekonomi. Di dalam: Rustiadi A, Hadi S, dan Ahmad

125 108 W.M, editor. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crespent Press. Tambunan TTH Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia; Beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan R Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Todaro. MP Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid I dan II. Jakarta: Erlangga. Yanuar R Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

126 L A M P I R A N

127 Lampiran 1. Tingkat Kemiskinan di kawasan dan luar kawasan Agropolitan 1. Tahun 2000 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Prasejahtera & sejahtera I Persentase (%) 1 Moga PLAKARAN ,87 2 Moga MANDIRAJA ,70 3 Moga WALANGSANGA ,53 4 Moga SIMA ,56 5 Moga BANYUMUDAL ,40 6 Moga MOGA ,67 7 Moga WANGKELANG ,00 8 Moga KEBANGGAN ,08 9 Moga PEPEDAN ,65 10 Moga GENDOWANG ,09 Jumlah Moga ,67 11 Moga PAKEMBARAN ,36 12 Moga WARUNGPRING ,66 13 Moga KARANGDAWA ,39 14 Moga DATAR ,57 15 Moga CIBUYUR ,99 16 Moga MERENG ,83 Jumlah Moga ,90 17 Pulosari CLEKATAKAN ,01 18 Pulosari BATURSARI ,20 19 Pulosari PENAKIR ,46 20 Pulosari GUNUNGSARI ,18 21 Pulosari JURANGMANGU ,10 22 Pulosari GAMBUHAN ,85 23 Pulosari KARANGSARI ,54 24 Pulosari NYALEMBENG ,96 25 Pulosari PULOSARI ,99 26 Pulosari PAGENTERAN ,17 27 Pulosari SIREMENG ,92 28 Pulosari CIKENDUNG ,60 Jumlah Pulosari ,37 29 Belik GOMBONG ,18 30 Belik BELIK ,94 31 Belik GUNUNGTIGA ,87 32 Belik KUTA ,97 33 Belik BADAK ,89 34 Belik GUNUNGJAYA ,08 35 Belik SIMPUR ,51 36 Belik MENDELEM ,95 37 Belik BELUK ,72 38 Belik BULAKAN ,46 39 Belik SIKASUR ,13 40 Belik KALISALEH ,28 Jumlah Belik ,92 41 Watukumpul TUNDAGAN ,39 42 Watukumpul TLAGASANA ,57 43 Watukumpul BONGAS ,44 44 Watukumpul CIKADU ,32 45 Watukumpul CAWET ,26 46 Watukumpul MEDAYU ,01 47 Watukumpul PAGELARAN ,11 48 Watukumpul BODAS ,74 49 Watukumpul JOJOGAN ,11 50 Watukumpul MAJALANGU ,36 51 Watukumpul TAMBI ,65 52 Watukumpul WATUKUMPUL ,91 53 Watukumpul GAPURA ,71 54 Watukumpul MAJAKERTA ,98 55 Watukumpul WISNU ,80 Jumlah Watukumpul ,32

128 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Prasejahtera & sejahtera I Persentase (%) 56 Bodeh LONGKEYANG ,84 57 Bodeh JATINGARANG ,09 58 Bodeh GUNUNGBATU ,85 59 Bodeh PASIR ,10 60 Bodeh KWASEN ,71 61 Bodeh JATIROYOM ,14 62 Bodeh PARUNGGALIH ,33 63 Bodeh PAYUNG ,46 64 Bodeh CANGAK ,87 65 Bodeh KEBANDUNGAN ,47 66 Bodeh KESESIREJO ,77 67 Bodeh BABAKAN ,57 68 Bodeh KARANGBRAI ,75 69 Bodeh JRAGANAN ,31 70 Bodeh KEBANDARAN ,97 71 Bodeh BODEH ,55 72 Bodeh MUNCANG ,43 73 Bodeh KELANGDEPOK ,99 74 Bodeh PENDOWO ,60 Jumlah Bodeh ,84 75 Bantarbolang SUMURKIDANG ,59 76 Bantarbolang WANARATA ,24 77 Bantarbolang PEDAGUNG ,53 78 Bantarbolang SURU ,38 79 Bantarbolang BANJARSARI ,64 80 Bantarbolang PEGIRINGAN ,40 81 Bantarbolang KARANGANYAR ,24 82 Bantarbolang PURANA ,19 83 Bantarbolang PABUARAN ,24 84 Bantarbolang SARWODADI ,21 85 Bantarbolang BANTARBOLANG ,46 86 Bantarbolang SAMBENG ,10 87 Bantarbolang GLANDANG ,66 88 Bantarbolang KUTA ,00 89 Bantarbolang KEBON GEDE ,66 90 Bantarbolang PAGUYANGAN ,95 91 Bantarbolang LENGGERONG ,96 Jumlah Bantarbolang ,30 92 Randudongkal KECEPIT ,70 93 Randudongkal GEMBYANG ,66 94 Randudongkal MEJAGONG ,78 95 Randudongkal PENUSUPAN ,30 96 Randudongkal BANJARANYAR ,96 97 Randudongkal RANDUDONGKAL ,62 98 Randudongkal KARANGMONCOL ,52 99 Randudongkal SEMINGKIR , Randudongkal SEMAYA , Randudongkal TANAHBAYA , Randudongkal LODAYA , Randudongkal REMBUL , Randudongkal KREYO , Randudongkal KALIMAS , Randudongkal MANGLI , Randudongkal KALITORONG , Randudongkal KEJENE , Randudongkal GONGSENG ,42 Jumlah Randudongkal ,99 Sumber : Data Podes Tahun 2000 dari BPS

129 2. Tahun 2003 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Prasejahtera & sejahtera I Persentase (%) 1 Moga PLAKARAN ,25 2 Moga MANDIRAJA ,11 3 Moga WALANGSANGA ,37 4 Moga SIMA ,53 5 Moga BANYUMUDAL ,04 6 Moga MOGA ,10 7 Moga WANGKELANG ,05 8 Moga KEBANGGAN ,89 9 Moga PEPEDAN ,57 10 Moga GENDOWANG ,38 Jumlah Moga ,34 11 Warungpring PAKEMBARAN ,92 12 Warungpring WARUNGPRING ,16 13 Warungpring KARANGDAWA ,52 14 Warungpring DATAR ,40 15 Warungpring CIBUYUR ,00 16 Warungpring MERENG ,37 Jumlah Warungpring ,88 17 Pulosari CLEKATAKAN ,31 18 Pulosari BATURSARI ,82 19 Pulosari PENAKIR ,92 20 Pulosari GUNUNGSARI ,67 21 Pulosari JURANGMANGU ,40 22 Pulosari GAMBUHAN ,61 23 Pulosari KARANGSARI ,15 24 Pulosari NYALEMBENG ,82 25 Pulosari PULOSARI ,75 26 Pulosari PAGENTERAN ,91 27 Pulosari SIREMENG ,97 28 Pulosari CIKENDUNG ,94 Jumlah Pulosari ,66 29 Belik GOMBONG ,17 30 Belik BELIK ,77 31 Belik GUNUNGTIGA ,53 32 Belik KUTA ,26 33 Belik BADAK ,59 34 Belik GUNUNGJAYA ,99 35 Belik SIMPUR ,71 36 Belik MENDELEM ,82 37 Belik BELUK ,33 38 Belik BULAKAN ,41 39 Belik SIKASUR ,31 40 Belik KALISALEH ,40 Jumlah Belik ,92 41 Watukumpul TUNDAGAN ,37 42 Watukumpul TLAGASANA ,34 43 Watukumpul BONGAS ,74 44 Watukumpul CIKADU ,35 45 Watukumpul CAWET ,27 46 Watukumpul MEDAYU ,48 47 Watukumpul PAGELARAN ,53 48 Watukumpul BODAS ,19 49 Watukumpul JOJOGAN ,95 50 Watukumpul MAJALANGU ,66 51 Watukumpul TAMBI ,04 52 Watukumpul WATUKUMPUL ,14 53 Watukumpul GAPURA ,99 54 Watukumpul MAJAKERTA ,35 55 Watukumpul WISNU ,00 Jumlah Watukumpul ,70

130 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Persentase Prasejahtera (%) & sejahtera I 56 Bodeh LONGKEYANG ,64 57 Bodeh JATINGARANG ,86 58 Bodeh GUNUNGBATU ,75 59 Bodeh PASIR ,70 60 Bodeh KWASEN ,90 61 Bodeh JATIROYOM ,63 62 Bodeh PARUNGGALIH ,02 63 Bodeh PAYUNG ,87 64 Bodeh CANGAK ,39 65 Bodeh KEBANDUNGAN ,62 66 Bodeh KESESIREJO ,11 67 Bodeh BABAKAN ,91 68 Bodeh KARANGBRAI ,96 69 Bodeh JRAGANAN ,15 70 Bodeh KEBANDARAN ,07 71 Bodeh BODEH ,74 72 Bodeh MUNCANG ,18 73 Bodeh KELANGDEPOK ,55 74 Bodeh PENDOWO ,05 Jumlah Bodeh ,52 75 Bantarbolang SUMURKIDANG ,43 76 Bantarbolang WANARATA ,02 77 Bantarbolang PEDAGUNG ,70 78 Bantarbolang SURU ,05 79 Bantarbolang BANJARSARI ,09 80 Bantarbolang PEGIRINGAN ,28 81 Bantarbolang KARANGANYAR ,86 82 Bantarbolang PURANA ,95 83 Bantarbolang PABUARAN ,02 84 Bantarbolang SARWODADI ,57 85 Bantarbolang BANTARBOLANG ,01 86 Bantarbolang SAMBENG ,38 87 Bantarbolang GLANDANG ,39 88 Bantarbolang KUTA ,32 89 Bantarbolang KEBON GEDE ,84 90 Bantarbolang PAGUYANGAN ,37 91 Bantarbolang LENGGERONG ,18 Jumlah Bantarbolang ,69 92 Randudongkal KECEPIT ,17 93 Randudongkal GEMBYANG ,24 94 Randudongkal MEJAGONG ,82 95 Randudongkal PENUSUPAN ,96 96 Randudongkal BANJARANYAR ,28 97 Randudongkal RANDUDONGKAL ,79 98 Randudongkal KARANGMONCOL ,58 99 Randudongkal SEMINGKIR , Randudongkal SEMAYA , Randudongkal TANAHBAYA , Randudongkal LODAYA , Randudongkal REMBUL , Randudongkal KREYO , Randudongkal KALIMAS , Randudongkal MANGLI , Randudongkal KALITORONG , Randudongkal KEJENE , Randudongkal GONGSENG ,01 Jumlah Randudongkal ,75 Sumber : Data Podes Tahun 2003 dari BPS

131 3. Tahun 2006 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Prasejahtera & sejahtera I Persentase (%) 1 Moga PLAKARAN ,00 2 Moga MANDIRAJA ,49 3 Moga WALANGSANGA ,62 4 Moga SIMA ,37 5 Moga BANYUMUDAL ,98 6 Moga MOGA ,35 7 Moga WANGKELANG ,15 8 Moga KEBANGGAN ,25 9 Moga PEPEDAN ,30 10 Moga GENDOWANG ,63 Jumlah Moga ,55 11 Warungpring PAKEMBARAN ,11 12 Warungpring WARUNGPRING ,89 13 Warungpring KARANGDAWA ,13 14 Warungpring DATAR ,83 15 Warungpring CIBUYUR ,69 16 Warungpring MERENG ,98 Jumlah Warungpring ,23 17 Pulosari CLEKATAKAN ,66 18 Pulosari BATURSARI ,65 19 Pulosari PENAKIR ,58 20 Pulosari GUNUNGSARI ,66 21 Pulosari JURANGMANGU ,07 22 Pulosari GAMBUHAN ,31 23 Pulosari KARANGSARI ,04 24 Pulosari NYALEMBENG ,40 25 Pulosari PULOSARI ,27 26 Pulosari PAGENTERAN ,77 27 Pulosari SIREMENG ,48 28 Pulosari CIKENDUNG ,40 Jumlah Pulosari ,73 29 Belik GOMBONG ,56 30 Belik BELIK ,10 31 Belik GUNUNGTIGA ,63 32 Belik KUTA ,19 33 Belik BADAK ,80 34 Belik GUNUNGJAYA ,49 35 Belik SIMPUR ,23 36 Belik MENDELEM ,19 37 Belik BELUK ,12 38 Belik BULAKAN ,59 39 Belik SIKASUR ,86 40 Belik KALISALEH ,18 Jumlah Belik ,93 41 Watukumpul TUNDAGAN ,50 42 Watukumpul TLAGASANA ,77 43 Watukumpul BONGAS ,19 44 Watukumpul CIKADU ,84 45 Watukumpul CAWET ,45 46 Watukumpul MEDAYU ,97 47 Watukumpul PAGELARAN ,02 48 Watukumpul BODAS ,40 49 Watukumpul JOJOGAN ,66 50 Watukumpul MAJALANGU ,29 51 Watukumpul TAMBI ,60 52 Watukumpul WATUKUMPUL ,84 53 Watukumpul GAPURA ,42 54 Watukumpul MAJAKERTA ,60 55 Watukumpul WISNU ,97 Jumlah Watukumpul ,48

132 No Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah rumah tangga Keluarga Prasejahtera & sejahtera I Persentase (%) 56 Bodeh LONGKEYANG ,48 57 Bodeh JATINGARANG ,28 58 Bodeh GUNUNGBATU ,06 59 Bodeh PASIR ,06 60 Bodeh KWASEN ,13 61 Bodeh JATIROYOM ,94 62 Bodeh PARUNGGALIH ,18 63 Bodeh PAYUNG ,57 64 Bodeh CANGAK ,39 65 Bodeh KEBANDUNGAN ,89 66 Bodeh KESESIREJO ,96 67 Bodeh BABAKAN ,99 68 Bodeh KARANGBRAI ,73 69 Bodeh JRAGANAN ,52 70 Bodeh KEBANDARAN ,40 71 Bodeh BODEH ,85 72 Bodeh MUNCANG ,42 73 Bodeh KELANGDEPOK ,93 74 Bodeh PENDOWO ,65 Jumlah Bodeh ,24 75 Bantarbolang SUMURKIDANG ,01 76 Bantarbolang WANARATA ,37 77 Bantarbolang PEDAGUNG ,23 78 Bantarbolang SURU ,00 79 Bantarbolang BANJARSARI ,75 80 Bantarbolang PEGIRINGAN ,28 81 Bantarbolang KARANGANYAR ,54 82 Bantarbolang PURANA ,10 83 Bantarbolang PABUARAN ,30 84 Bantarbolang SARWODADI ,34 85 Bantarbolang BANTARBOLANG ,78 86 Bantarbolang SAMBENG ,11 87 Bantarbolang GLANDANG ,73 88 Bantarbolang KUTA ,27 89 Bantarbolang KEBON GEDE ,37 90 Bantarbolang PAGUYANGAN ,49 91 Bantarbolang LENGGERONG ,23 Jumlah Bantarbolang ,76 92 Randudongkal KECEPIT ,12 93 Randudongkal GEMBYANG ,82 94 Randudongkal MEJAGONG ,26 95 Randudongkal PENUSUPAN ,48 96 Randudongkal BANJARANYAR ,21 97 Randudongkal RANDUDONGKAL ,42 98 Randudongkal KARANGMONCOL ,13 99 Randudongkal SEMINGKIR , Randudongkal SEMAYA , Randudongkal TANAHBAYA , Randudongkal LODAYA , Randudongkal REMBUL , Randudongkal KREYO , Randudongkal KALIMAS , Randudongkal MANGLI , Randudongkal KALITORONG , Randudongkal KEJENE , Randudongkal GONGSENG ,71 Jumlah Randudongkal ,82 Sumber : Data Podes Tahun 2006 dari BPS

133 Lampiran 2. Pendapatan per Kapita di Kabupaten Pemalang Tahun 2000, 2003, dan 2006 a. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2000 No Kecamatan PDRB (dalam ribuan) Jumlah Penduduk Pendapatan per Kapita 1 Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten b. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2003 No Kecamatan PDRB (dalam Jumlah Pendapatan ribuan) Penduduk per Kapita 1 Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten c. Pendapatan per Kapita Tiap Kecamatan Tahun 2005 No Kecamatan PDRB (dalam Jumlah Pendapatan ribuan) Penduduk per Kapita 1 Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami Jumlah Kabupaten

134 Lampiran 3. Pangsa Sektoral PDRB setiap Kecamatan di Kabupaten Pemalang a. Tahun 2000 No Sektor Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang 1 Pertanian 35,65% 35,65% 42,96% 40,05% 54,06% 48,64% 36,69% 2 Pertambangan dan penggalian 0,38% 0,38% 0,77% 0,68% 0,49% 5,30% 4,56% 3 Industri Pengolahan 14,13% 14,13% 18,41% 18,39% 26,14% 18,71% 21,38% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,64% 0,64% 0,51% 0,54% 0,17% 0,59% 0,52% 5 Bangunan 2,11% 2,11% 3,38% 2,41% 2,02% 2,89% 1,82% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 28,96% 28,96% 14,12% 19,74% 4,23% 6,09% 22,81% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,73% 3,73% 2,65% 3,94% 1,71% 2,59% 2,00% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 5,36% 5,36% 6,45% 4,00% 2,77% 4,33% 2,82% Perusahaan 9 Jasa-jasa 9,05% 9,05% 10,73% 10,26% 8,41% 10,87% 7,40% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% No Sektor di Kabupaten Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami 1 Pertanian 33,76% 23,28% 25,20% 40,28% 36,56% 16,00% 34,13% 2 Pertambangan dan penggalian 0,65% 0,14% 0,14% 0,08% 3,95% 0,88% 1,23% 3 Industri Pengolahan 14,27% 13,27% 58,19% 11,52% 17,16% 14,81% 28,46% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,65% 0,69% 0,85% 0,82% 0,89% 0,61% 0,82% 5 Bangunan 1,73% 2,64% 2,45% 3,49% 5,20% 4,27% 5,38% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 33,63% 36,50% 6,00% 30,30% 21,21% 40,51% 16,89% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,56% 5,91% 0,90% 2,71% 2,74% 5,49% 2,95% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 3,74% 6,15% 1,04% 1,52% 4,33% 6,44% 4,01% Perusahaan 9 Jasa-jasa 7,02% 11,42% 5,25% 9,29% 7,95% 11,00% 6,13% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

135 b. Tahun 2003 No Sektor Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang 1 Pertanian 33,97% 31,98% 39,19% 36,15% 51,20% 44,70% 33,23% 2 Pertambangan dan penggalian 0,41% 0,42% 0,86% 0,75% 0,58% 6,01% 5,09% 3 Industri Pengolahan 12,47% 12,86% 17,25% 17,05% 25,42% 17,66% 19,89% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,26% 1,30% 1,07% 1,11% 0,38% 1,23% 1,08% 5 Bangunan 1,76% 1,74% 2,88% 2,03% 1,79% 2,48% 1,54% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 29,82% 30,75% 15,44% 21,35% 4,80% 6,70% 24,76% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,69% 4,84% 3,54% 5,21% 2,38% 3,49% 2,65% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 5,57% 5,74% 7,12% 4,37% 3,17% 4,81% 3,09% Perusahaan 9 Jasa-jasa 10,05% 10,36% 12,65% 11,97% 10,29% 12,92% 8,67% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% No Sektor di Kabupaten Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami 1 Pertanian 29,91% 20,12% 23,84% 36,14% 32,97% 13,76% 31,28% 2 Pertambangan dan penggalian 0,71% 0,15% 0,16% 0,09% 4,40% 0,93% 1,39% 3 Industri Pengolahan 12,98% 11,78% 55,07% 10,61% 15,89% 13,09% 26,79% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,32% 1,35% 1,83% 1,68% 1,84% 1,20% 1,72% 5 Bangunan 1,43% 2,13% 3,46% 2,93% 4,38% 3,43% 4,61% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 35,70% 37,80% 6,80% 32,57% 22,92% 41,75% 18,55% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,91% 7,48% 1,24% 3,56% 3,62% 6,91% 3,96% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 4,00% 6,43% 1,19% 1,64% 4,72% 6,70% 4,44% Perusahaan 9 Jasa-jasa 8,04% 12,75% 6,42% 10,77% 9,27% 12,23% 7,27% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

136 c. Tahun 2005 No Sektor Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Moga Warungpring Pulosari Belik Watukumpul Bodeh Bantarbolang 1 Pertanian 27,25% 34,74% 38,50% 34,33% 51,59% 44,97% 32,96% 2 Pertambangan dan penggalian 0,50% 0,41% 0,92% 0,82% 0,65% 6,33% 5,35% 3 Industri Pengolahan 10,92% 11,57% 16,00% 15,56% 23,54% 16,00% 17,41% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,59% 1,17% 1,12% 1,20% 0,42% 1,29% 1,22% 5 Bangunan 1,96% 2,38% 3,32% 2,41% 2,18% 2,88% 1,81% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 34,73% 29,03% 16,80% 23,59% 5,39% 7,31% 26,87% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,85% 6,04% 3,98% 5,94% 2,75% 3,93% 2,97% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 6,38% 4,72% 7,22% 4,50% 3,31% 4,89% 3,13% Perusahaan 9 Jasa-jasa 11,81% 9,94% 12,13% 11,65% 10,17% 12,40% 8,29% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% No Sektor di Kabupaten Kecamatan / PDRB (ribuan rupiah) Randudongkal Pemalang Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami 1 Pertanian 28,62% 15,99% 32,05% 35,27% 23,28% 13,44% 31,22% 2 Pertambangan dan penggalian 0,73% 0,13% 0,23% 0,09% 3,35% 0,94% 1,34% 3 Industri Pengolahan 11,89% 25,33% 39,24% 9,38% 38,04% 11,96% 23,30% 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,37% 1,15% 2,67% 1,74% 1,34% 0,71% 1,82% 5 Bangunan 1,61% 2,01% 3,91% 3,34% 3,64% 3,84% 5,46% 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 37,85% 33,37% 10,04% 34,59% 17,73% 43,79% 20,62% 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,48% 6,82% 1,89% 3,90% 2,89% 7,49% 4,54% 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 3,96% 5,29% 1,63% 1,63% 3,40% 6,54% 4,60% Perusahaan 9 Jasa-jasa 7,51% 9,92% 8,34% 10,08% 6,31% 11,29% 7,11% Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

137 Lampiran 4 Daftar Responden dalam Analisis Hubungan Komoditas, Aktivtas, dan Lokasi Tempat Tinggal dengan Persepsi No Nama Responden Desa Kecamatan Komoditas Jenis Tanaman Aktivitas Lokasi Skor Tingkat Persepsi 1 Sahroni Mandiraja Moga Tan. Pangan Padi Petani Hinterland 5 Rendah 2 Sanpibi Karangmoncol Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani Hinterland 5 Rendah 3 Fathkhudin Moga Moga Tan. Pangan Padi Petani DPP 6 Rendah 4 Maskuri Mandiraja Moga Tan. Pangan Padi Petani Hinterland 6 Rendah 5 M. Yunus Sima Moga Tan. Pangan Padi Petani Hinterland 6 Rendah 6 Sobari Randudongkal Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani DPP 5 Rendah 7 Abdullah Randudongkal Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani DPP 5 Rendah 8 Khafif Moga Moga Tan. Pangan Padi Petani DPP 5 Rendah 9 Tarjani Randudongkal Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani terlibat off farm DPP 6 Rendah 10 Sukardi Penusupan Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani terlibat off farm Hinterland 5 Rendah 11 Mahroni Randudongkal Randudongkal Tan. Pangan Padi Petani dan pedagang pengumpul DPP 5 Rendah 12 Slamet Sobari Sima Moga Tan. Pangan Padi Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 6 Rendah 13 Karyono Gombong Belik Tan. Hortikultura Sayuran Petani Hinterland 8 Tinggi 14 Sahnan Gombong Belik Tan. Hortikultura Sayuran Petani Hinterland 8 Tinggi 15 Matori Kuta Belik Tan. Hortikultura Sayuran Petani Hinterland 10 Tinggi 16 Darno Kuta Belik Tan. Hortikultura Sayuran Petani terlibat off farm Hinterland 11 Tinggi 17 Darwo Suharjo Pagenteran Pulosari Tan. Hortikultura Sayuran Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 5 Rendah 18 Sudarto Gombong Belik Tan. Hortikultura Sayuran Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 9 Tinggi 19 Sarnadi Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani Hinterland 6 Rendah 20 Kusen Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani Hinterland 6 Rendah 21 Mahlam Belik Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani DPP 6 Rendah 22 Jariyah Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani terlibat off farm Hinterland 10 Tinggi 23 Siswanto Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani terlibat off farm Hinterland 11 Tinggi 24 Salid Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 6 Rendah 25 Wartono Belik Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani dan pedagang pengumpul DPP 6 Rendah 26 Tomo Beluk Belik Tan. Hortikultura Nanas Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 7 Rendah 27 Subekhi Penakir Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani Hinterland 6 Rendah 28 Zainal Arifin Penakir Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani Hinterland 6 Rendah 29 Muad Penakir Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani Hinterland 7 Rendah 30 Tarmuni Gombong Belik Tan. Perkebunan Teh Petani Hinterland 6 Rendah 31 Sodikin Pagenteran Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani terlibat off farm Hinterland 6 Rendah 32 Suhardi Penakir Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani terlibat off farm Hinterland 7 Rendah 33 Sundarsih Pagenteran Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 5 Rendah 34 Darsum Pagenteran Pulosari Tan. Perkebunan Teh Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 6 Rendah

138 No Nama Responden Desa Kecamatan Komoditas Jenis Tanaman Aktivitas Lokasi Skor Tingkat Persepsi 35 Karsid Watukumpul Watukumpul Tan. Perkebunan Glagah Petani Hinterland 5 Rendah 36 Nur Iman Majalangu Watukumpul Tan. Perkebunan Glagah Petani Hinterland 6 Rendah 37 Sudiyo Majalangu Watukumpul Tan. Perkebunan Glagah Petani terlibat off farm Hinterland 6 Rendah 38 Suwondo Majakerta Watukumpul Tan. Perkebunan Glagah Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 5 Rendah 39 Tamrin Gunungsari Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 7 Rendah 40 Mudi Gambuhan Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 7 Rendah 41 Mansur Jurangmangu Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 7 Rendah 42 Samroh Gambuhan Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani terlibat off farm Hinterland 9 Tinggi 43 Sutrisno Jurangmangu Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani Hinterland 6 Rendah 44 A. Fatoni Gambuhan Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani Hinterland 10 Tinggi 45 Fajar Budi Yuwono Gunungsari Pulosari Tan. Perkebunan Kopi Petani Hinterland 8 Tinggi 46 Abdul Alim Majalangu Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani Hinterland 5 Rendah 47 Harso Tarmidi Watukumpul Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani Hinterland 5 Rendah 48 Agus Aminudin Majalangu Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani Hinterland 5 Rendah 49 Wahyu Munardi Majalangu Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani Hinterland 5 Rendah 50 Edi Wijaya Majalangu Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani Hinterland 5 Rendah 51 Casmo Majakerta Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 5 Rendah 52 Sopan Aminudin Majakerta Watukumpul Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani dan pedagang pengumpul Hinterland 5 Rendah 53 Doni Anggoro Belik Belik Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani terlibat off farm DPP 5 Rendah 54 Danurji Badak Belik Tan. Kehutanan Kayu-kayuan Petani terlibat off farm Hinterland 5 Rendah

139 Lampiran 5 Daftar Responden dalam Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi No Nama Responden Desa Kecamatan Umur Pendidikan Lahan_ milik Lahan_ garap Volume_ produksi Pendapatan Jarak D1 D2 Pengalaman_ bertani Jumlah_ Keluarga 1 Sahroni Mandiraja Moga ,000 1,000 12,50 25, rendah 2 Sanpibi Karangmoncol Randudongkal ,175 0,175 3,00 6, rendah 3 Fathkhudin Moga Moga ,250 0,250 3,00 6, rendah 4 Maskuri Mandiraja Moga ,200 2,200 30,00 60, rendah 5 M. Yunus Sima Moga ,500 0,500 1,60 3, rendah 6 Sobari Randudongkal Randudongkal ,250 0,250 3,75 8, rendah 7 Abdullah Randudongkal Randudongkal ,500 0,500 5,00 10, rendah 8 Khafif Moga Moga ,125 0,125 1,50 3, rendah 9 Tarjani Randudongkal Randudongkal ,350 0,350 3,00 6, rendah 10 Sukardi Penusupan Randudongkal ,700 0,700 7,50 15, rendah 11 Mahroni Randudongkal Randudongkal ,350 0,350 5,00 11, rendah 12 Slamet Sobari Sima Moga ,560 1,000 15,00 30, rendah 13 Karyono Gombong Belik ,500 1,500 6,90 27, tinggi 14 Sahnan Gombong Belik ,700 0,700 3,80 27, rendah 15 Matori Kuta Belik ,750 0,750 10,00 10, tinggi 16 Darno Kuta Belik ,500 1,500 6,00 30, tinggi 17 Darwo Suharjo Pagenteran Pulosari ,500 2,500 1,20 3, rendah 18 Sudarto Gombong Belik ,000 0,750 3,00 15, tinggi 19 Sarnadi Beluk Belik ,000 0,600 9,00 3, rendah 20 Kusen Beluk Belik ,850 1,850 24,00 8, rendah 21 Mahlam Belik Belik ,000 2,000 30,00 10, rendah 22 Jariyah Beluk Belik ,000 2,000 42,00 10, tinggi 23 Siswanto Beluk Belik ,500 2,500 40,00 12, tinggi 24 Salid Beluk Belik ,750 1,750 18,00 6, rendah 25 Wartono Belik Belik ,250 0,250 3,00 0, rendah 26 Tomo Beluk Belik ,250 0,250 3,00 0, rendah 27 Subekhi Penakir Pulosari ,000 1,000 7,20 7, rendah 28 Zainal Arifin Penakir Pulosari ,550 0,300 1,20 1, rendah 29 Muad Penakir Pulosari ,500 2,500 9,60 9, rendah 30 Tarmuni Gombong Belik ,100 5,100 36,00 34, rendah 31 Sodikin Pagenteran Pulosari ,300 0,300 4,80 6, rendah 32 Suhardi Penakir Pulosari ,000 0,500 2,40 3, rendah 33 Sundarsih Pagenteran Pulosari ,000 2,000 18,00 7, rendah 34 Darsum Pagenteran Pulosari ,250 0,250 1,20 1, rendah Tingkat_ Persepsi

140 No Nama Responden Desa Kecamatan Umur Pendidikan Lahan_ milik Lahan_ garap Volume_ produksi Pendapatan Jarak D1 D2 Pengalaman_ bertani Jumlah_ Keluarga 35 Karsid Watukumpul Watukumpul ,250 0,250 0,10 0, rendah 36 Nur Iman Majalangu Watukumpul ,250 1,250 8,75 4, rendah 37 Sudiyo Majalangu Watukumpul ,850 0,850 0,30 1, rendah 38 Suwondo Majakerta Watukumpul ,000 0,500 3,50 1, rendah 39 Tamrin Gunungsari Pulosari ,500 1,000 2,40 4, rendah 40 Mudi Gambuhan Pulosari ,350 0,175 1,80 3, tinggi 41 Mansur Jurangmangu Pulosari ,000 1,000 1,00 1, rendah 42 Samroh Gambuhan Pulosari ,550 0,250 0,75 1, tinggi 43 Sutrisno Jurangmangu Pulosari ,500 1,000 4,50 6, rendah 44 A. Fatoni Gambuhan Pulosari ,600 0,600 0,34 0, tinggi 45 Fajar Budi Yuwono Gunungsari Pulosari ,500 0,300 0,17 0, tinggi 46 Abdul Alim Majalangu Watukumpul ,750 0,750 0,08 4, rendah 47 Harso Tarmidi Watukumpul Watukumpul ,900 0,900 0,10 4, rendah 48 Agus Aminudin Majalangu Watukumpul ,800 0,800 0,09 4, rendah 49 Wahyu Munardi Majalangu Watukumpul ,250 2,250 0,24 12, rendah 50 Edi Wijaya Majalangu Watukumpul ,250 2,250 0,24 12, rendah 51 Casmo Majakerta Watukumpul ,750 0,750 0,08 4, rendah 52 Sopan Aminudin Majakerta Watukumpul ,000 1,000 0,11 5, rendah 53 Doni Anggoro Belik Belik ,750 0,750 0,08 4, rendah 54 Danurji Badak Belik ,750 0,750 0,08 4, rendah Tingkat_ Persepsi

141 124 Lampiran 6 Foto-foto komoditas unggulan dan pembangunan infrastruktur di kawasan Agropolitan 1. Komoditas Tanaman Pangan 2. Komoditas Hortikultura Hamparan tanaman padi dan jagung Beberapa jenis tanaman sayuran yang dihasilkan di Desa Gombong Nanas di kebun Desa Beluk Nanas dipasarkan di kios buah Desa Beluk

142 Komoditas Perkebunan Kebun teh rakyat di Desa Pagenteran Hasil petikan daun teh Pertanaman kopi di Desa Gambuhan Tanaman Gelagah Arjuna di Desa Majakerta Pembuatan sapu dari malai bunga Gelagah Arjuna Sapu Gelagah siap dipasarkan

143 Komoditas Kehutanan (Kayu-kayuan) Tegakan dan hasil tebangan pohon Sengon Laut 5. Beberapa infrastruktur yang dibangun di kawasan Agropolitan Jalan desa di Gombong STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi Gerbang kawasan Agropolitan Waliksarimadu Green house di Desa Gombong STA Hortikultura dan Sekretariat APPH di Desa Gombong

SUMIRIN TEGUH HARYONO

SUMIRIN TEGUH HARYONO EVALUASI DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN AGROPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KAWASAN AGROPOLITAN WALIKSARIMADU KABUPATEN PEMALANG) SUMIRIN TEGUH HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya

Lebih terperinci

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN ARIS SUBAGIYO Halama n 1 & PUSAT PERTUMBUHAN PELAYANAN Halama n Penentuan Pusat Pertumbuhan & Pusat Pelayanan 4 ciri pusat pertumbuhan : Adanya hubungan internal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

[Laporan Akhir] 1.1 Latar Belakang

[Laporan Akhir] 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis sebagian besar wilayah daratannya memiliki karakteristik sebagai daerah pertanian. Daerah pertanian yang sering diidentikkan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan

TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan TINJAUAN PUSTAKA Agropolitan Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu daerah terkait dengan interaksi yang terjadi dengan daerah-daerah sekitarnya. Interaksi tersebut membentuk tatanan yang utuh dan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ALOKASI ANGGARAN DAN SEKTOR UNGGULAN DALAM MENGOPTIMALKAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BOGOR FERDINAN SUKATENDEL

ANALISIS KETERKAITAN ALOKASI ANGGARAN DAN SEKTOR UNGGULAN DALAM MENGOPTIMALKAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BOGOR FERDINAN SUKATENDEL ANALISIS KETERKAITAN ALOKASI ANGGARAN DAN SEKTOR UNGGULAN DALAM MENGOPTIMALKAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BOGOR FERDINAN SUKATENDEL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN BRILLIANT FAISAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY Oleh: RAHMI FAJARINI A24104068 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komoditas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komoditas adalah: 1. Barang dagangan utama, benda niaga, hasil bumi dan kerajinan setempat dapat dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CABAI MERAH DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CABAI MERAH DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CABAI MERAH DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Agribisnis Budi Pamilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penekanan pembangunan pada sektor modern perkotaan telah terbukti meningkatkan pertumbuhan di sektor dan lokasi yang hanya memiliki tingkat produktifitas tinggi. Laju pertumbuhan

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kritik dari teori trickle down effect, yang menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kritik dari teori trickle down effect, yang menegaskan bahwa 23 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman dan Douglass (1975) menawarkan konsep agropolitan sebagai kritik dari teori trickle down effect, yang menegaskan bahwa pembangunan di pusat-pusat perkotaan

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PASAR INDUK KABUPATEN BOGOR BERDASARKAN PERKEMBANGAN WILAYAH DAN AKSESIBILITAS E L I Y A N I

PENENTUAN LOKASI PASAR INDUK KABUPATEN BOGOR BERDASARKAN PERKEMBANGAN WILAYAH DAN AKSESIBILITAS E L I Y A N I PENENTUAN LOKASI PASAR INDUK KABUPATEN BOGOR BERDASARKAN PERKEMBANGAN WILAYAH DAN AKSESIBILITAS E L I Y A N I SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci