BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2005: 225). Goodluck (1991: 1) menambahkan bahwa kajian mengenai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2005: 225). Goodluck (1991: 1) menambahkan bahwa kajian mengenai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (Dardjowidjodjo, 2005: 225). Goodluck (1991: 1) menambahkan bahwa kajian mengenai pemerolehan bahasa adalah bagaimana dan kapan anak-anak mendapatkan pengertian linguistik. Pandangan Chomsky mengenai pemerolehan bahasa (Haegemen, 1992:15) adalah bahwa anak dibekali Language Acquisition Device (LAD) sejak lahir. LAD yaitu perangkat lunak pemerolehan bahasa yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci suatu tata bahasa universal. Tata bahasa universal merupakan dasar pemerolehan bahasa. Proses pemerolehan digerakkan oleh pengetahuan pada pengalaman linguistik anak (Haegemen, 1992:15). Pengetahuan juga akan memungkinkan anak untuk mempelajari kosakata suatu bahasa, dalam hal ini adalah leksikon. Seorang anak mengungkapkan sesuatu dengan sebuah bahasa, yaitu leksikon yang telah mereka rekam dalam memori dan suatu waktu mereka mengungkapkan suatu benda dengan leksikon yang telah disimpan dalam memori sehingga kata yang digunakan untuk menyatakan suatu benda tersebut tepat. Masalah utama pada anak-anak dalam pemerolehan leksikon adalah pemetaan makna ke dalam bentuk kata. Artinya, mereka harus mengidentifikasi makna kata, memisahkan bentuk-bentuk kata kemudian memetakan makna kata

2 ke dalam bentuk yang relevan. Dalam melakukan hal ini, mereka menggambarkan kategori konsep dalam mengidentifikasi makna. Pada waktu yang sama, mereka menggambarkan masukan bahasa yang ditujukan kepada mereka pada bentuk yang sama dan juga petunjuk terhadap makna bentuk kata tersebut (Clark,1993: 14). Kata-kata merupakan unit semantis terkecil yang dapat berubah dalam sebuah ujaran yang dapat berubah untuk membentuk persesuaian yang baru dengan makna yang berbeda. Bandingkan The man chased the dog dengan he dog chased the man. Perubahan ini berbeda dengan keadaan morfem dalam kata-kata tersebut. Morfem lain diatur, seperti dalam kata chased berlawanan dengan kata tanpa ed-chase atau calmly berlawanan dengan ly-calm. Kategori bentuk gramatikal menyarankan dua atau lebih kata-kata yang memiliki bentuk sama. Bandingkan kata kerja open dalam Rod opened the door atau The door opened dengan kata kerja open dalam The open window atau The door is standing open. Kadang-kadang dalam pembentukan gramatikal yang sama, kata mungkin memiliki perbedaan makna yaitu satu kata menduduki lebih dari satu makna yang berbeda, misalnya bank dalam He fished from the river bank dengan The bank is a good example of art deco. Penentuan awal mula pemerolehan leksikon anak berlandaskan pandangan Dromi (dalam Dardjowidjodjo, 2005:258) yang mengatakan bahwa suatu bentuk dapat dianggap telah dikuasai anak jika bentuk itu memiliki kemiripan fonetik dengan bentuk kata orang dewasa dan korelasi yang ajeg antara bentuk dan referen atau maknanya.

3 Dardjowidjojo (2000:36) mengatakan bahwa gambaran mengenai jumlah kosakata yang diperoleh anak tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Menurutnya siapa yang mencari angka bahkan hanya mendekati kemutlakan tidak akan dapat memperolehnya. Berdasarkan hasil penelitian Clark (1993: 31) terhadap seorang anak yang bernama Damon, ditemukan 12 item leksikon yang dikuasainya. Di antaranya adalah: 1. People: 18 istilah (termasuk nama orang) Misalnya: baby, man, mummy, boy, girl, people 2. Animal : 25 istilah Misalnya : cat, dog, rabbit, duck, mouse, zebra, animal. 3. Vehicles : 18 istilah Misalnya : car, truck, train, bike, sled, fire-truck. 4. Body parts : 14 istilah Misalnya : nose, toe, eye, head, finger, hand, knee. 5. Clothing : 14 istilah Misalnya : diaper, sock, jacket, shirt, button. 6. Toys : 35 istilah Misalnya : block, ball, clown, doll, bus, slinky, toy 7. Furniture : 12 istilah Misalnya : chair, cushion, table, rug, bed, bath. 8. Household items and utensils : 39 istilah Misalnya : telephone, light, kettle, plug, clock, stairs.

4 9. Food : 31 istilah Misalnya : milk, juice, cheese, nut, egg, carrot, food, cereal. 10. Properties and states: 24 istilah Misalnya : hot, big, stuck, wet, tight, shut, sleepy. 11. Activities : 74 istilah Misalnya : get, put, go, do, up, out, fall, jump, drive Kelas Kata Kelas kata adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis sama. Dalam menentukan kelas kata dalam bahasa Indonesia perilaku sintaksis tersebut dijadikan ciri dasar (Kridalaksana, 1994: 44). Sumber yang digunakan untuk menjelaskan kelas kata adalah pendapat Kridalaksana (1994: ). Berikut adalah kelompok dalam kelas kata: 1.Verba Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan atas: (1) verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur; (2) verba turunan, a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi; b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais-ngais; e) majemuk cuci mata, naik haji, belai kasih. 2. Adjektiva Dari bentuknya ajektiva dapat dibedakan atas: (1) Ajektiva dasar, misalnya adil, alim, bahagia, genap, tunggal. (2) Ajektiva turunan, misalnya terhormat,

5 elok-elok, gagah-gagah, kesepian, kesakitan, kemerah-merahan, abadi, duniawi, hewani, alami, melimpah, terbuka, terkejut, atas, bawah, depan, belakang, bertambah, berkurang, berkecukupan, menyeluruh. 3. Nomina Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan, misalnya: tidak kekasih seharusnya bukan kekasih. Berikut adalah contoh nomina: rumah, orang, burung, keuangan, perpaduan, tetamu, rumah-rumah, batu-batuan, kesinambungan, pengembangan, kebersamaan, ketinggian, kesatuan, kelebihan, jatuhnya. 4. Pronomina Pronomina berfungsi untuk menggantikan nomina dan yang digantikannya disebut anteseden. 1. Pronomina intratekstual, menggantikan nomina yang ada dalam wacana. Misalnya : Kitti nama kucing saya. Bulunya sangat halus 2. Pronomina ekstratekstual, menggantikan nomina diluar wacana. Misalnya: Aku yang menggantinya 3. Pronomina takrif, misalnya: saya, aku, kami, kita, dia, mereka 4. Pronomina tak takrif, misalnya: seseorang, sesuatu, siapa, dll. 5. Numeralia Numeralia dapat dikategorisasikan dalam numeralia takrif dan taktakrif. Numeralia takrif tergolong atas: (1) numeralia utama dalam bilangan penuh, bilangan pecahan, dan bilangan gugus, (2) numeralia tingkat, (3) numeralia

6 kolektif. Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah taktentu. Misalnya: suatu, beberapa, pelbagai, semua, dan lain-lain. 6. Adverbia Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia, atau preposisi dalam konstruksi sintaksis. Misalnya, dalam kalimat Ia sudah pergi, kata sudah adalah adverbia, bukan karena mendampingi verba pergi, tetapi karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva. Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan karena adverbia merupakan konsep kategori, sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi, reduplikasi, gabungan proses dan gabungan morfem. 7. Interogativa Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang dikukuhkan itu disebut anteseden. Anteseden tersebut berada di luar wacana dan karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis. Ada interogativa dasar, seperti apa, bila, kapan, mana. Ada interogativa turunan, seperti apabila, apakah, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa. Ada pula interogativa terikat seperti kah dan tah. 8. Demonstrativa Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam maupun di luar wacana. Sesuatu itu disebut anteseden. Dari sudut bentuk

7 dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2) demonstrativa turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti di sini, di sana, ini itu, di sana-sini. 9. Artikula Artikula merupakan sebuah partikel, sehingga dapat berafiksasi. Dalam bahasa Indonesia artikula merupakan kategori yang mendampingi (1) nomina dasar; misalnya, si kancil, sang dewa, para pelajar, (2) nomina deverbal; misalnya, si terdakwa, si tertuduh, (3) pronomina misalnya, si dia, dan (4) verba pasif misalnya, kaum tertindas, si tertindas. 10. Preposisi Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain, terutama nomina sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi yaitu: (1) preposisi dasar, yaitu preposisi yang tidak dapat mengalami proses morfologis, (2) preposisi turunan, dan (3) preposisi yang berasal dari kategori lain, misalnya pada, tanpa dan sebagainya. 11. Konjungsi Konjungsi merupakan kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran maupun yang tidak setataran. 12. Kategori Fatis Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini

8 biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya kok kamu pergi juga; ada yang di tengah kalimat, misalnya bukan dia, kok, yang mengambil buku itu!; dan ada juga yang diakhir kalimat, misalnya saya hanya lihat saja, kok! Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh,atau selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya lah, atau pun. 13. Interjeksi Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri. Interjeksi dapat ditemui dalam bentuk dasar, seperti aduh, aduhai, amboi, wah, ayo, bah, eh, hai, lho dan dalam bentuk turunan, biasanya berasal dari katakata biasa atau penggalan kalimat Arab, seperti alhamdulillah, astaga, masyaallah, syukur, halo dan lain-lain.

9 14. Pertindihan Kelas Pertindihan kelas merupakan kelas kata yang memiliki kategori yang berbeda pada kata yang sama dalam kalimat. Misalnya pada contoh kalimat berikut (Kridalaksana, 1994 : 21): (3) a. Kucing saya mati kemarin. b. Mati itu bukan akhir segalanya. c. Ini harga mati. Pada kalimat di atas terdapat kata mati yang digolongkan atas 3 kategori, yaitu mati pada kalimat pertama sebagai verba intransitif, mati pada kalimat kedua sebagai nomina, dan mati sebagai verba intransitif (atributif). Dalam hal kategori kata ini, sebagian besar para peneliti berpandangan bahwa kata utama dikuasai lebih awal daripada kata fungsi. Dari semua kata utama, kebanyakan ahli berpandangan bahwa kata utama yang dikuasai awal adalah nomina. Bahkan Gentner dalam Darjowidjojo (2000:36) mengatakan bahwa kategori kata yang dikuasai lebih awal adalah nomina, dan ini dianggapnya universal. Menurutnya juga ada perbedaan yang nyata antara nomina dengan verba dari segi representasi batinnya. Nomina secara tipikal merujuk pada benda konkrit dan yang dapat dipegang atau yang kasat mata. Sebaliknya, verba merujuk pada hubungan unsur yang abstrak dan beraneka ragam. Berdasarkan perbedaan inilah mengapa nomina dikuasai lebih dahulu Teori Relasi Semantis Geeraerts (2010:48) menerangkan bahwa semantik struktural merupakan pendekatan strukturalis yang dibawa pada ranah semantik leksikal. Secara teori dan deskripsi semantik struktural muncul dengan rangkaian hubungan konsep

10 makna strukturalis. Ada tiga pendekatan dalam semantik struktural, yaitu ranah leksikal, analisis komponen, dan relasi semantis (Geeraerts, 2010:52). Dalam hal ini, relasi semantis akan digunakan sebagai kajian teoretis. Relasi semantis mengembangkan ide dari gambaran relasi struktural dalam kata-kata yang berhubungan (Geeraerts, 2010:52) Ada sejumlah perbedaan jenis relasi semantis. Leksem merupakan bagian dari relasi semantis. Agar lebih akurat, leksikon dianggap sebagai sebuah jaringan daripada daftar kata sebuah kamus. Prinsip organisasi yang penting dalam leksikon adalah bidang leksikal. Ini adalah kelompok leksem yang memiliki bagian pengetahuan secara khusus, seperti istilah dalam memasak ataupun berlayar, atau kosakata yang digunakan oleh dokter ataupun pemanjat tebing (Geeraerts, 2010:53). Salah satu bidang leksikal adalah hubungan leksikal yang lebih umum antara leksem dalam bidang yang sama. Dalam penelitian ini, teori yang diterapkan untuk menjelaskan tentang relasi semantis adalah teori Saeed (2000:63). Berikut merupakan contoh relasi semantis. 1. Homonim Saeed (2000:63) menyebutkan bahwa homonimi adalah bentuk kata secara fonologi sama tetapi maknanya tidak berhubungan. Beberapa penulis membedakan homograf (kata yang tulisannya sama tetapi maknanya berbeda) dengan homofon (kata yang pengucapannya sama tetapi maknanya berbeda). Saeed menyebut kedua istilah tersebut homonim. Perbedaan tipe tersebut bergantung dari perilaku sintaksis dan pengucapannya, misalnya:

11 a. leksem dari kategori sintaksis dan pengucapan yang sama, misalnya well baik dan well sumur. b. kategori yang sama tetapi pengucapannya berbeda, misalnya: night malam dan knight ksatria. c. kategori yang berbeda tetapi pengucapannya sama, misalnya: verba keep menjaga dan nomina keep nafkah. d. kategori yang berbeda dengan pengucapan yang berbeda, misalnya : not tidak dan knot simpul. 2. Polisemi Saeed mengatakan (2000:64) bahwa polisemi yaitu sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan maknanya masih saling berhubungan satu sama lain. Secara leksikologi, homonim dan polisemi memiliki perbedaan. Meskipun keduanya memiliki pengertian yang sama, dalam polisemi ada relasi makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama. Misalnya: hooker kapal bot komersil menggunakan kait dan jaring dan hooker orang yang memancing. 3. Sinonim Sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna yang sama atau hampir sama (Saeed, 2000:65). Pada halaman yang sama Saeed (2000: 65) juga mengatakan bahwa tidak ada sinonim yang sempurna karena tidak ada bahasa yang maknanya persis sama. Biasanya terdapat perbedaan pada wilayah penggunaannya dan penilaian citarasa (konotasi) serta asosiasi tertentu.

12 Misalnya, kata karcis bersinonim dengan tiket, tetapi wilayah penggunaan karcis ada pada kendaraan bus, sedangkan tiket digunakan pada pesawat. 4. Antonim Secara terminologi, antonim merupakan relasi leksikal yang menggambarkan makna yang bertentangan. Lebih lanjut, Saeed (2000:66-68) menyebutkan lima jenis oposisi, yaitu: a. Antonimi Sederhana: hubungan antara pasangan kata-kata yang jika salah satunya positif, yang lainnya negatif. Pasangan ini sering disebut pasangan komplementer atau pasangan binari. Contoh: dead mati dengan alive hidup. b. Antonimi Bertingkat: hubungan antara opisisi yang jika salah satunya positif, yang lainnya tidak harus negatif. Contoh: hot panas dengan cold dingin. c. Kebalikan (reverses): relasi yang menunjukkan gerakan arah yang berlawanan. Contoh: push dorong dan pull tarik. d. Konversi (converses): Hubungan antara dua maujud dari sudut pandang yang berganti. Contoh: employee pekerja dengan employer pemberi kerja. e. Taksonomi (taxonomic sisters): hubungan antara kata-kata dalam sistem klasifikasi. Contoh: red merah dan blue biru.

13 5. Hiponim Hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi (Saeed 2000:68-69). Saeed menyamakan istilah hiponimi dengan hipernimi (superordinasi). Contoh: dog anjing dan cat kucing adalah hiponim dari animal hewan. 6. Meronim Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal (Saeed, 2000:70). Misalnya cover dan page adalah meronim dari book. Meronim merefleksikan hierarki leksikon seperti taksonomi sistem, seperti: rumah atap kamar lantai dapur tidur mandi Gambar 2.1 Meronim rumah 2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Kajian mengenai pemerolehan bahasa sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti khususnya dalam bahasa Indonesia. Beberapa penelitian tersebut menjadi sumber acuan dalam penelitian ini. Pertama, Ramli (2002) dalam artikelnya yang berjudul Hubungan Penguasaan Kosakata dan Struktur Kalimat dengan Pemahaman Informasi. Penelitian ini merupakan kajian teoretis yang memfokuskan hakikat penguasaan kosakata, struktur kalimat dan hubungan antara penguasaan kosakata dengan pemahaman informasi. Hasil penelitian tersebut

14 membuktikan bahwa variabel kosakata dan struktur kalimat mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemahaman informasi. Peneliti juga menyarankan bahwa pengajaran kosakata dan struktur kalimat perlu diberi penekanan dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, yang dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pengajaran membaca pemahaman juga harus diperhatikan agar seseorang dapat membaca dengan baik. Ramli tidak menyinggung pemerolehan bahasa dalam artikelnya khususnya pemerolehan leksikon. Penelitian tersebut didasari oleh kajian teoretis mengenai penguasaan kosakata. Kontribusi penelitiannya terletak pada konsep kosakata. Hasil penelitiannya dapat memperkaya wawasan dalam mengkaji kosakata dalam bahasa Indonesia. Kedua, Raja (2008) dalam artikelnya yang berjudul Pelambatan dan Pertumbuhan Kosakata mendiskusikan pertumbuhan kosakata yang terjadi pada anak usia 1 tahun 9 bulan. Kajian ini merupakan telaah ulang atas hasil penelitian pengamatan libat naturalistik atas produksi kebahasaan seorang anak laki-laki yang bernama Mika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gejala pelambatan dan pertumbuhan kosakata Mika diikuti oleh kemajuan yang cukup pesat pada aspek leksikal, fonologi, morfologis, sintaksis, dan semantis. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan bahwa proses pemerolehan bahasa yang sesungguhnya mulai terjadi saat anak menunjukkan gejala pelambatan pertumbuhan kosakata dengan alasan bahwa saat inilah anak mulai menginternalisasi dan mencipta ulang sistem leksikogrammar dari bahasa target.

15 Kajian Raja sangat menarik dan memberi inspirasi karena penelitian yang dilakukan membutuhkan waktu satu tahun dalam pengumpulan data. Meskipun penelitiannya tidak membicarakan mengenai pemerolehan leksikon, uraian yang terdapat dalam pelambatan dan pertumbuhan kosakata anak bermanfaat untuk menjelaskan perkembangan bahasa anak, khususnya kosakata. Ketiga, Pelenkahu (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Pertama Anak kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan mengemukakan pemerolehan bahasa khususnya perkembangan morfologi anak kembar yang berusia dua tahun delapan bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik naturalistik, yaitu mengamati pola pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anak-anaknya dan melakukan perekaman pengembangan pemerolehan bahasa anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pelenkuhu menunjukkan bahwa anak kembar usia dua tahun delapan bulan yang menjadi subjek penelitian ini dalam mengujarkan satu, dua dan tiga kata mengawalinya dengan mengujarkan suku kata awal dan akhir secara bergantian. Dalam pemerolehan morfologinya anak sangat bergantung pada pola kehidupan berbahasa yang ada di lingkungan keluarganya, maksudnya sedikit banyaknya bergantung pada pola berbahasa yang dilakukan oleh ibu mereka, kemudian ayah, dan saudara-saudaranya. Kebanyakan kata yang mampu diujarkan merupakan gambaran kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam kehidupan kedua anak tersebut. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa kedua anak tersebut kurang memiliki bakat bahasa yang dibawa sejak lahir sehingga orang tua

16 perlu mengembangkannya agar tidak mengalami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa yang baik dan benar. Pelenkahu tidak menyinggung secara khusus pemerolehan leksikon, namun penelitiannya sangat menarik karena data diambil dengan teknik naturalistik. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan terletak pada teori pemerolehan bahasa yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Referensi yang digunakan oleh Pelenkahu juga memberikan banyak manfaat sebagai acuan tambahan dalam kajian ini. Keempat, Andriany (2009) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Stimuli terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah bertujuan mengetahui perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah pemberian stimuli terhadap pemerolehan kosakata bahasa anak, mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa anak usia 4 tahun dari aspek pemerolehan kosakata, dan mengetahui responden yang masih melakukan generalisasi terhadap makna benda yang memiliki karakteristik yang sama. Responden dalam penelitian ini adalah anak prasekolah yang berusia 4 tahun dengan sampel 10 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitiannya menggunakan angket dan wawancara. Alat yang digunakan berupa gambargambar benda melalui tiga langkah, yaitu prauji, reinforcement (penguatan) dan pascauji. Pada tahap reinforcement peneliti melakukan proses pemberian stimulus kepada responden dengan menunjukkan gambar-gambar yang menjadi instrumen. Selanjutnya data dianalisis melalui metode induktif. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti menemukan bahwa pemberian stimulus kepada anak usia 4 tahun sangat memengaruhi perkembangan bahasa anak, artinya dengan pemberian

17 stimuli secara intensif, pemerolehan kosakata responden berkembang dengan cepat. Kesimpulan Andriany adalah bahwa anak prasekolah masih melakukan generalisasi terhadap benda yang memiliki karakteristik yang sama. Selain itu apabila lingkungan memberikan stimuli secara intensif, semakin pesat perkembangan pemerolehan bahasa anak prasekolah. Penelitian Andriany berfokus pada pengaruh pemberian stimuli terhadap pemerolehan kosakata anak. Namun, kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini adalah pada metode penelitian khususnya metode pengumpulan data dan bermanfaat juga untuk menjelaskan pemerolehan leksikon anak. Kelima, Mangarnap (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pemerolehan Semantik Leksikal Siswa Sekolah Dasar bertujuan mendeskripsikan pemaknaan leksikal siswa di tingkat sekolah dasar, yaitu di kelas V. Penelitiannya mempersoalkan kesesuaian makna yang diberikan siswa dengan makna kamus, melihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan perempuan, dan perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik, yaitu teori referensial, teori kontekstual, teori mentalisme, dan teori pemakaian makna. Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangarnap menunjukkan bahwa dalam kesesuaian pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), siswa laki-laki lebih banyak yang sesuai dibandingkan dengan siswa

18 perempuan. Pada siswa laki-laki tingkat kesesuaiannya sebanyak 36% (108 kata) dan untuk siswa perempuan sebanayak 10% (30 kata). Perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa berpengaruh pada pola pikir siswa. Siswa yang berlatar belakang dari keluarga mampu dalam memberi makna lebih kepada makna fungsi dan aksi dari makna kata tersebut, dan mengutamakan fisik dan aksi dalam pemberian makna. Dalam kesesuaian makna dengan makna kamus dapat digambarkan bahwa siswa laki-laki dan siswa perempuan lebih banyak memberikan makna yang sesuai pada adjektiva, sedangkan ketidaksesuaian makna`lebih dominan pada nomina dan verba. Mangarnap tidak menyinggung pemerolehan leksikon. Leksikon disinggung hanya pada penyesuaian makna yang dipahami anak dengan makna kamus, sedangkan penelitian ini membahas leksikon anak yang dihubungkan dengan relasi semantis. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan adalah pada teori pemerolehan bahasa secara umum dan referensi yang berkenaan dengan pemerolehan leksikon. Semua hasil penelitian terdahulu sangat membantu dalam menentukan tahap-tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini. Dengan adanya penelitian terdahulu, penulis dapat membandingkan hasil yang telah didapatkan dalam penelitian tersebut.

19 2.3 Kerangka Kerja Teoretis Analisis dalam kajian ini berangkat dari data penelitian yaitu uraian yang ditulis oleh anak usia 7 tahun. Penelitian ini membahas tiga permasalahan, yaitu pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis. Untuk menjelaskan pemerolehan leksikon digunakan teori pemerolehan bahasa oleh Chomsky, kemudian untuk membahas kelas kata mengacu pada konsep kelas kata oleh Kridalaksana (1994) dan relasi semantis dijelaskan dengan menggunakan teori semantik strukturalis yang dikembangkan oleh Saeed (2000). Hasil uraian yang dituliskan anak, diklasifikasikan menurut kelompok leksikon dan kelas katanya, kemudian dilihat relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh. Selanjutnya, pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis dianalisis berdasarkan data yang ditemukan dengan metode analisis yang telah ditetapkan sehingga ditemukan sebuah temuan dalam penelitian. Berikut adalah gambaran mengenai kerangka kerja secara umum.

20 Kerangka Kerja Pemerolehan Leksikon LEKSIKON Pemerolehan leksikon Kelas Kata Relasi Semantis TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KELAS KATA TEORI SEMANTIK STRUKTURAL ANALSIS DATA TEMUAN Gambar 2.2 Kerangka Kerja Teoretis

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BENTUK KATA DAN MAKNA

BENTUK KATA DAN MAKNA BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN TESIS OLEH NOVITA SARI NIM: 127009023/LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

Golongan kata dlm suatu bhs berdsrkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dlm sistem gramatikal

Golongan kata dlm suatu bhs berdsrkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dlm sistem gramatikal Golongan kata dlm suatu bhs berdsrkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dlm sistem gramatikal Melambangkan pikiran/gagasan yang abstrak mjd konkret Membtk bermacam2 struktur kalimat Memperjelas makna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI disusun oleh Arifin Ainur Rohman S 200 100 002 PROGRAM STUDI MAGISTER PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian terhadap masalah yang sama sebelumnya Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai belum pernah diteliti baik mahasiswa di luar daerah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Acara anak yang ditayangkan di televisi dari hari ke hari semakin berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak menonton

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada

Lebih terperinci

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations 2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Knowledge graph adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis teks dan merepresentasikannya ke dalam bentuk graf (Zhang dan Hoede 2000). Menurut Zhang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH Dyah Rahmawati* Sunaryo, H.S. Widodo, Hs. E-mail: rahmawati.dyah@yahoo.co.id Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang ABSTRACT: This

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi. Melalui bahasa manusia menyampaikan perasaan, ide, pendapat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. SEMANTIK Pengantar Linguistik Umum 3 November 2014 APAKAH SEMANTIK ITU? 1 2 Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden & Richards (1923), makna tanda bahasa dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DAN MAKNA KONSTITUEN KANAN VERBA BERPREFIKS TER- Lien Sutini Umi Kulsum Nani Darheni. I PlJSt'.T BAH AS A

KONSTRUKSI DAN MAKNA KONSTITUEN KANAN VERBA BERPREFIKS TER- Lien Sutini Umi Kulsum Nani Darheni. I PlJSt'.T BAH AS A KONSTRUKSI DAN MAKNA KONSTITUEN KANAN VERBA BERPREFIKS TER- Lien Sutini Umi Kulsum Nani Darheni I~ tn~ ds A

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dipandang sebagai definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori yang dianut dalam suatu penelitian. Dalam

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya

Bab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan negara lain. Adapun yang menjadi ciri khas tersebut antara lain adalah adat istiadat, budaya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Relasi Makna Relasi makna meliputi sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, meronim, member-collection, dan portion-mass

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka digunakan untuk memaparkan karya-karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan kajian dalam bidang interferensi yang meliputi bidang ilmu

Lebih terperinci

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK 7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, untuk berinteraksi antara satu sama lain selalu dibutuhkan komunikasi. Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki setiap orang untuk berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk memberikan informasi kepada orang lain. Bahasa pada prinsipnya digunakan untuk menyampaikan pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

Semantik NORDIN BIN TAHIR INSTITUT PENDIDIKAN GURU KAMPUS IPOH

Semantik NORDIN BIN TAHIR INSTITUT PENDIDIKAN GURU KAMPUS IPOH Semantik NORDIN BIN TAHIR INSTITUT PENDIDIKAN GURU KAMPUS IPOH Bahasa Fonetik Tatabahasa Semantik Sintaksis Morfologi 2 Pendahuluan: Semantik Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat Matakuliah Tahun : 2010 : Bahasa Indonesia dalam Psikologi Kalimat Pertemuan 04 Tujuan 1. Menjelaskan pengertian dan ciri-ciri kalimat. 2. Menggunakan kata dan frasa sebagai pembentuk kalimat, 3. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG Kompetens Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip prinsip pembelajaran yang mendidik. 1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip prinsip

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis kontrastif terhadap numeralia dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut. 6.1.1 Pengelompokan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana pembelajaran yang dapat diperoleh baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan yang utama diperoleh melalui sebuah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Indah, 2011:2). Anak mengalami sebuah proses belajar secara bertahap untuk

BAB I PENDAHULUAN. (Indah, 2011:2). Anak mengalami sebuah proses belajar secara bertahap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bahasa merupakan salah satu mata rantai pertumbuhan anak (Indah, 2011:2). Anak mengalami sebuah proses belajar secara bertahap untuk mencapai sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat mempertahankan hasil dari suatu penelitian, seorang penulis akan lebih mudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat mempertahankan hasil dari suatu penelitian, seorang penulis akan lebih mudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai datadata

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, penelitian mengenai proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, penelitian mengenai proses BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1` Kajian Pustaka Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, penelitian mengenai proses morfologis, semantik atau makna, dan gairaigo dibahas dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan paling menakjubkan. Itulah sebabnya masalah ini mendapat perhatian besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA Bagaimana belajar bahasa kedua dilihat dari kemunculan metode yang dikategorikan sebagai metode tradisional? 7/19/11 Tadkiroatun Musfiroh 1 LIMA DIMENSI METODE BELAJAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu 1. Frasa Nominal a. Pengertian frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata benda atau nomina. contoh : mahasiswa baru sepeda ini anak itu gedung sekolah b. Struktur Frasa Nomina Secara kategorial

Lebih terperinci

BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan BENTUK SINONIMI KATA DALAM NOVEL KOLEKSI KASUS SHERLOCK HOLMES KARYA SIR ARTHUR CONAN DOYLE NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina (Kata Benda) 10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak. Contohnya, kata rumah adalah nomina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari

BAB I PENDAHULUAN. atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci