KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keanekaragaman dan Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Efektivitasnya dalam Pembentukan Buah Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2010 Lilih Richati Chasanah NRP G

3 ABSTRACT LILIH RICHATI CHASANAH. Diversity and Visiting Frequency of Insect Pollinator and Its Effect to Fruit Set of Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae). Supervised by RIKA RAFFIUDIN, TRI ATMOWIDI, SRI RAHAYU. Pollinator is importance to the life of flowering plant. Diversity of insect pollinators effect to fruit set. The objectives of the research were to study the insect pollinators diversity and its effect to fruit set of Hoya multiflora. Diversity of insect was observed by using scan sampling method during am pm. Visiting frequency of insect pollinator was observed by using focal sampling method. Observations were conducted from January-June 2009 at two locations, i.e Darmaga and Bodogol Station (Gede Pangrango National Park). Nectar volume of flowers were measured by using micropipette. To examine the effectiveness of insect pollinators, one of umbel flower of H. multiflora was covered by insect screen and their seeds were compared with opened (uncovered) flowers. Result, showed that there were 952 individuals of insect that consisted of 7 families and 15 species. High frequency visiting insects were found at am in Darmaga and am in Bodogol. The highest volume of nectar secretion were found at fourth day in Bodogol flower. Based on visiting frequency observed, five species, e.i ant (Prenolepis sp.), bee (Trigona sp.), wasps (Ropalidia fasciata and Vespa. analis) and fly (Tabanus sp.) were the effective pollinators. Diversity of insect pollinator effected to fruit set of H. multiflora in the uncovered flower. Keyword: diversity, insect pollinator, visiting frequency, fruit set, Hoya multiflora

4 RINGKASAN LILIH RICHATI CHASANAH. Keanekaragaman dan Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Efektivitasnya dalam Pembentukan Buah Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae). Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN, TRI ATMOWIDI, dan SRI RAHAYU. Interaksi antara serangga dengan tumbuhan berbunga merupakan bentuk asosiasi mutualisme. Interaksi tersebut terjadi karena bunga menyediakan pakan bagi serangga, yaitu serbuksari dan nektar, dan tumbuhan mendapatkan keuntungan dalam penyerbukan. Ketersediaan pakan pada bunga dapat meningkatkan keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan. Keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan berkaitan dengan banyaknya bunga yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan. Jumlah nektar dan polen bunga berpengaruh pada keanekaragaman serangga. Nektar disekresikan oleh kelenjar nektar dengan kandungan utama gula (sukrosa). Selain nektar, serbuksari (polen) juga merupakan faktor yang menarik serangga penyerbuk. Hoya multiflora merupakan tumbuhan asli Indonesia, yang termasuk dalam famili Asclepiadaceae. Spesies ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang bernilai ekonomi. Bunga tumbuhan ini bentuknya unik, yaitu menyerupai ujung tombak, berwarna putih atau krem, ujung kekuningan. Corolla bunga berjumlah lima, berbentuk segitiga, memanjang dengan panjang sekitar 12 mm dan lebar 3 mm. Corona bunga berjumlah lima, dengan panjang 9 mm dan lebar 2 mm berbentuk ujung tombak atau anak panah. Bunga terletak diantara dua tangkai daun. Tiap payung terdapat 5-35 bunga dengan panjang tangkai 1-3 cm dan berdiameter 2 mm. Polen tumbuhan ini bergabung menjadi polinia. Bunga dengan lima pasang polinia (panjang 2 mm) yang dihubungkan oleh korpuskulum berwarna coklat tua atau hitam. Letak putik pada H. multiflora lebih tinggi dari pada polinia, sehingga diperlukan agen untuk penyerbukan. Spesies ini melakukan penyerbukan silang dengan serangga sebagai agens penyerbuk. Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2009 di dua lokasi yaitu di kampus IPB Darmaga dan Stasiun Penelitian Bodogol Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) Bogor. Pengamatan di Darmaga, dilakukan pada tanaman H. multiflora yang sudah dibudidayakan sedangkan di Bodogol tumbuhan ini masih di habitat alaminya. Pengamatan di dua lokasi, yaitu Darmaga dan Bodogol diperoleh 952 individu yang terdiri 7 famili dan 15 spesies serangga. Tiga spesies serangga ditemukan dengan kelimpahan tinggi yaitu semut Myrmicaria sp. (76%), Crematogaster sp. (6,67%), dan lebah Trigona sp. (6,27%). Faktor lingkungan pada kedua lokasi diperoleh hasil yaitu bila kelembaban udara meningkat maka diikuti suhu udara turun sebaliknya bila suhu udara naik maka kelembaban udara turun. Suhu dan intensitas cahaya berpengaruh positif terhadap jumlah individu serangga, sedangkan kelembaban berpengaruh negatif terhadap jumlah individu serangga.

5 Berdasarkan jumlah bunga yang dikunjungi per menit, terdapat tiga spesies di Darmaga yang memiliki frekwensi kunjungan tinggi yaitu Prenolepis sp (3,89 ± 3,1) per menit, Ropalidia fasciata (3,57 ± 1,27) per menit, Myrmicaria sp. (3,43 ± 2,36) per menit. Berdasarkan jumlah bunga yang dikunjungi per menit frekwensi kunjungan serangga tinggi di Bodogol, terdapat tiga spesies memiliki yaitu Trigona sp. (3,05 ± 0,97) dan Tabanus sp. (3 ±1,41). Lama kunjungan per bunga, paling tinggi pada spesies Myrmicaria sp. (26,43± 1,01) detik dan Vesipula velutina (20,87± 0,99) detik di Bodogol. Sedangkan di Darmaga adalah Drosophyla sp. (54,54± 0,316) detik dan Vespa analis (20± 1,41) detik. Berdasarkan perilaku kunjungan serangga pada bunga, diduga kuat bahwa Prenolepis sp., R. fasciata, V. analis, Trigona sp., Tabanus sp. adalah serangga yang efektif sebagai penyerbuk tumbuhan Hoya. Pembentukan buah Hoya dipengaruhi oleh kehadiran serangga. Perlakuan pengurungan bunga tidak menghasilkan buah, bunga yang tidak dikurung dapat membentuk buah dengan persentase 5,77%. Keyword: Keanekaragaman, serangga penyerbuk, frekuensi kunjungan, pembentukan buah, Hoya multiflora

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Nunik Sri Aryanti M.Si

9 Judul Tesis : Keanekaragaman dan Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Efektivitasnya dalam Pembentukan Buah Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae) N a m a : Lilih Richati Chasanah N R P : G Program Studi : Biosains Hewan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si Ketua Dr. Tri Atmowidi, M.Si Anggota Ir. Sri Rahayu, M.Si Anggota Diketahui Ketua Mayor Biosains Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 18 Februari 2010 Tanggal Lulus : 2010

10 PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Keanekaragaman dan Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Efektivitasnya dalam Pembentukan Buah Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae). Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si, Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si, dan Ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan tulus dalam penyelesaian penulisan tesis ini, serta Dr Nunik Sri Ariyanti, M.Si selaku penguji luar komisi pembimbing. Ucapan terima kasih secara pribadi penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto, Bapak Dr. Dedi Duryadi Solihin, Bapak Dr. Akhmad Farjallah, Ibu Dr. RR. Dyah Perwitasari, Bapak Ir. Tri Heru M.Si, Bapak Beri Juliandi M.Si, Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti, dan teknisi laboratorium Mikroteknik Biosains Hewan Jurusan Biologi MIPA IPB yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang tak ternilai harganya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Mayor Biosains Hewan atas bantuan, dukungan, kebersamaan, dan doa yang diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Departemen Agama yang telah banyak membantu dana untuk kuliah dengan program beasiswa utusan daerah. Ucapan terima kasih yang paling tulus penulis sampaikan kepada suami dan anak-anakku, ibu dan bapak, ibu dan bapak mertua, kakak dan adik, serta embah kakung dan putri tersayang yang memberikan doa, cinta, dan semangat sehingga dapat menyelesaikan tugas mulia ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Maret 2010 Lilih Richati Chasanah

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 31 Maret 1981 sebagai putri kedua dari empat bersaudara pasangan Sri Hanim dan Sumardi. Penulis menikah dengan Muttaqin Mafaza pada tahun 2004 dan dikaruniai dua anak perempuan (Kaysa dan Kayla). Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bobotsari, Purbalingga. Pendidikan Sarjana (S.Pd) ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang, melalui jalur PMDK pada tahun 1999, dan lulus pada tahun Penulis berkesempatan mengikuti Sekolah Pascasarjana (S2) pada Mayor Biosains Hewan Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Departemen Agama. Penulis bekerja sebagai staf pengajar mata pelajaran Biologi di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Daar El Qolam, Gintung, Tangerang.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. xiii DAFTAR GAMBAR. xiv DAFTAR LAMPIRAN.. xv PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Penyerbukan oleh Serangga... 4 Keanekaragaman Serangga Penyerbuk... 5 Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk... 7 Efektifitas Serangga Penyerbuk dalam Pembentukan Buah... 7 Tumbuhan H. multiflora (Asclepiadaceae)... 8 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Deskripsi Lokasi Pengamatan Keanekaragaman Serangga...13 Pengukuran Data Lingkungan...14 Pengukuran Volume Nektar...14 Identifikasi Spesimen...14 Pengamatan Frekuensi Kunjungan Serangga...15 Pengukuran Efektivitas Penyerbukan...15 Analisis Data...16 HASIL Keanekaragaman Serangga Keanekaragaman Serangga Berdasarkan Waktu Pengamatan...22 Keanekaragaman Serangga dan Jumlah bunga...24 Jumlah Individu dan Spesies Serangga dengan Faktor Lingkungan...25 Frekuensi Serangga Pembentukan Buah...30

13 PEMBAHASAN Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Frekuensi Serangga Pembentukan Buah...38 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan Saran...40 DAFTAR PUSTAKA...41 LAMPIRAN...44

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Individu, spesies, famili dan indeks keanekaragaman H.multiflora Blume di Darmaga dan Bodogol Volume nektar bunga H.multiflora Korelasi Pearson antara jumlah individu, spesies dan faktor lingkungan Frekuensi kunjungan, ukuran tubuh, efektivitas serangga penyerbuk Persentase pembentukan buah... 31

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tumbuhan H. multiflora Skema bunga H. multiflora Peta lokasi penelitian Bunga kuncup dan mekar Pengukuran Nektar Perlakuan kurungan dan non kurungan Buah dan biji H. multiflora Spesies serangga pada H. multiflora Spesies serangga pada H. multiflora Jumlah individu serangga dan waktu di Darmaga Jumlah spesies serangga dan waktu di Bodogol Jumlah serangga dan bunga mekar di Darmaga dan Bodogol Hubungan individu dengan lingkungan Hubungan spesies dengan lingkungan Hasil analisis PCA individu dan spesies dengan lingkungan... 28

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis dengan program Primer E Uji t untuk membandingkan nektar di Darmaga dan Bodogol Uji t untuk suhu udara dengan jumlah individu serangga Uji t untuk suhu udara dengan jumlah spesies serangga Uji t untuk kelembaban udara dengan jumlah individu serangga Uji t untuk kelembaban udara dengan jumlah spesies serangga Uji t untuk intensitas cahaya dengan jumlah individu serangga Uji t untuk intensitas cahaya dengan jumlah spesies serangga Uji t untuk volume nektar dengan jumlah individu serangga Uji t untuk volume nektar dengan jumlah spesies serangga Uji t untuk jumlah bunga dengan jumlah individu serangga Uji t untuk jumlah bunga dengan jumlah spesies serangga...48

17 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi antara serangga penyerbuk dengan tumbuhan berbunga merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Dalam interaksi tersebut, tumbuhan menyediakan sumber pakan, yaitu serbuk sari dan nektar, serta tempat bereproduksi sedangkan tumbuhan mendapat keuntungan yaitu terjadinya penyerbukan (Schoonhoven et al. 1998). Ketersediaan pakan pada bunga berkaitan dengan keanekaragaman serangga (Sedgley & Griffin 1989). Penyerbukan (pollination) adalah peristiwa transfer serbuk sari dari kepala sari (anther) ke kepala putik (stigma). Proses penyerbukan dimulai dari lepasnya serbuk sari dari kepala sari sampai serbuk sari mencapai kepala putik (Barth 1991). Peranan serangga dalam penyerbukan tumbuhan telah banyak dilaporkan. Pada tanaman apel di Jepang, lebah Osmia cornifrons sebagai penyerbuk, lebah Bombus terrestris dan Apis mellifera merupakan penyerbuk sebagian besar tanaman pertanian (Amano et al. 2000). Pada tanaman bunga matahari (Heliantus annuus) penyerbukan dilakukan oleh lebah A. cerana dan lebah liar. Efektifitas penyerbukan tanaman bunga matahari oleh A. cerana dan lebah liar tidak diragukan lagi keberadaannya (Greenleaf & Kremen 2006). Tingkat keberhasilan penyerbukan tanaman kopi (Coffea arabica) tergantung pada serangga yang berkunjung pada bunga (Klein et al. 2003). Serangga pada umumnya mempunyai perilaku pencarian pakan yang berbeda tiap spesies. Studi perilaku pencarian pakan serangga, merupakan hal penting dalam biologi penyerbukan. Pada lebah madu pencarian pakan cenderung terjadi pada bunga dalam satu spesies tumbuhan (flower constancy) dalam sekali perjalanan (Schoonhoven et al 1998). Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk dapat dipelajari dari jumlah bunga yang dikunjungi per satuan waktu, lama kunjungan per bunga, dan total kunjungan pada tanaman (Dafni 1992). Kehadiran serangga pada tumbuhan dapat membantu proses penyerbukan silang yang dapat meningkatkan hasil buah dan biji.

18 2 Keuntungan penyerbukan silang pada tanaman adalah meningkatkan variabilitas keturunannya (Barth 1991), meningkatkan kualitas dan kuantitas buah dan biji yang terbentuk (Kearns & Inouye 1977). Indonesia memiliki beragam tumbuhan berbunga yang berpotensi untuk dibudidaya.. Tumbuhan Hoya merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili Asclepiadaceae hidup di daerah tropis Asia. Genus Hoya memiliki kurang lebih spesies yang tersebar di kepulauan Indonesia. Hoya memiliki struktur bunga yang unik dan pada umumnya merupakan tumbuhan epifit yang merambat pada pohon besar yang ditumpanginya (Hansen et al. 2007). Hoya multiflora Blume, dikenal dengan nama areuy cukankan (Sunda) merupakan tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini merupakan epifit yang mempunyai nilai jual tinggi yaitu antara Rp Rp per tanaman. Tumbuhan ini dapat diperdagangkan secara internasional sebagai tanaman hias dengan nama dagang Hoya avatar (Rahayu 2006). H. multiflora merupakan tumbuhan yang memiliki habitat rawan dan berpotensi mengalami kelangkaan. Salah satu habitat alami dari tumbuhan tersebut adalah di Stasiun Penelitian Bodogol yang berada di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Penelitian tentang serangga penyerbuk pada tumbuhan Hoya belum banyak dilaporkan. Penyerbukan pada Hoya australis di Australia dilakukan oleh Lepidoptera (Hansen et al. 2007). Serangga penyerbuk yang efektif pada tumbuhan Metaplexis japonica di Jepang (Asclepiadaceae) adalah kupu Parnara gutata, lebah Megacampsomeris grossa dan Bombus diversus (Tanaka et al. 2006). Terbatasnya informasi tentang penyerbukan pada tumbuhan ini, maka menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan frekuensi kunjungan serangga penyerbuk serta efektivitasnya dalam pembentukan buah tumbuhan H. multiflora.

19 3 C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh data dasar keanekaragaman frekuensi kunjungan serangga penyerbuk pada tumbuhan H. multiflora, dan efektivitas penyerbukan yang diukur dari keberhasilan pembentukan buah. Penyerbukan silang yang dilakukan oleh serangga pada tumbuhan ini dapat meningkatkan keanekaragaman genetik keturunannya, sehingga membantu konservasi spesies tumbuhan tersebut. Data tentang keanekaragaman dan efektivitas serangga penyerbuk dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha konservasi baik serangga penyerbuk, tanaman Hoya maupun habitatnya.

20 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbukan pada tumbuhan dapat dibedakan berdasarkan sumber serbuksari, yaitu penyerbukan sendiri (self pollination) dan penyerbukan silang (cross pollination). Penyerbukan sendiri terjadi apabila serbuk sari (pollen) berasal bunga itu sendiri atau dari bunga lain pada tumbuhan yang sama. Penyerbukan silang terjadi apabila serbuk sari berasal dari tumbuhan lain. Penyerbukan silang memerlukan agen penyerbuk biotik dan abiotik. Agen penyerbuk biotik antara lain manusia, kelelawar, burung, dan serangga sedangkan agens abiotik, antara lain angin dan air. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penyerbukan silang, antara lain perbedaan waktu masak antara serbuksari dengan putik dan posisi putik yang lebih tinggi dibandingkan kepala sari (Barth 1991). Proses penyerbukan dimulai dengan menempelnya serbuk sari pada kepala putik. Penyerbukan ini tergantung pada masaknya polen dan reseptifnya putik. Warna dan bentuk bunga, polen, nektar dan faktor lingkungan berpengaruh pada keanekaragaman kunjungan serangga yang mengunjungi (Dafni 1992). Penyerbukan yang dibantu oleh serangga dari Ordo Hymenoptera dikenal dengan istilah Specophily, Myrmecophily, dan Melittophily. Specophily adalah penyerbukan tumbuhan dengan bantuan tabuhan. Tabuhan banyak mengunjungi bunga untuk mencari nektar, seperti famili Tiphiidae, Vespidae dan Scoolidae pada tumbuhan dari famili Moraceae (Ficus sp.), Mimosaceae, Myrtaceae, Loranthaceae, Sapindaceae dan Orchidaceae (William & Adam 1994). Myrmecophily adalah penyerbukan dengan bantuan semut. Semut banyak mengunjungi bunga untuk mencari nektar dan polen. Semut sebagai penyerbuk tanaman adalah dari genus Camponotus, Dendromyrmex, Pholyrachis, dan Oecophylla (William & Adam 1994). Melittophily adalah penyerbukan tumbuhan dengan bantuan lebah. Lebah mengunjungi bunga untuk mengkoleksi nektar, serbuk sari dan propolis. Beberapa spesies lebah penyerbuk tanaman Dendrobium,

21 5 Cymbidium, dan Caladenia adalah lebah Apis melifera dan Trigona spp. (William & Adam 1994). B. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Penelitian tentang keanekaragaman dan efektivitas penyerbukan telah banyak dilaporkan. Penyerbukan pada tanaman cabai (Capsicum annum) dilakukan oleh lebah Halictus lane dan B. auratus (Raw 2000). Serangga pengunjung pada tanaman jarak pagar yang mempunyai frekuensi kunjungan tinggi adalah lebah, lalat, dan semut (Raju & Ezradanam 2002). Efektivitas penyerbukan dipengaruhi oleh frekuensi kunjungan serangga pada bunga (Dafni 1992). Kunjungan serangga pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas), terjadi pada pukul WIB pada masa pembungaan (Raju & Ezradanam 2002). Serangga yang mengunjungi tanaman jarak pagar di Indramayu, Jawa Barat adalah Hymeneoptera, Lepidoptera, Diptera, Coleoptera, dan Thysanoptera. Frekuensi kunjungan serangga tinggi terjadi pada pukul WIB. Spesies lebah A. cerana, A. melifera, Ceratina sp., Trigona sp., dan Hylaeus sp. ditemukan sebagai penyerbuk yang dominan pada pertanaman jarak pagar (Atmowidi et al. 2008). Serangga penyerbuk mengunjungi bunga untuk mencari pakan berupa nektar dan serbuk sari (Barth 1991). Serangga penyerbuk pada tumbuhan famili Asclepiadaceae adalah ordo Hymenoptera, Lepidoptera, Diptera. Ordo-ordo tersebut juga menjadi penyerbuk utama pada tumbuhan Angiospermae. Spesies serangga yang efektif dalam penyerbukan pada tumbuhan famili Asclepiadaceae berdasarkan frekuensi kunjungan dan kemampuan membawa polinia adalah lebah B. sonorus, A. melifera (Hymenoptera: Apidae), dan beberapa tabuhan (Vespidae). Ngengat Telosma pallida dan Orthanthera albida (Lepidoptera) merupakan penyerbuk pada tumbuhan dari famili Asclepiadaceae (Ollerton & Liede 1997). Famili Apidae (Trigona spp. dan Apis) merupakan lebah yang mempunyai ciri-ciri adanya korbikula (pollen basket) pada permukaan luar

22 6 tibia tungkai belakang. Korbikula yang berfungsi untuk membawa serbuk sari. Apidae memiliki rambut pada tubuhnya dan probosis yang panjang. Struktur tubuh inilah yang menjadikan Apidae sebagai penyerbuk utama pada banyak spesies tumbuhan (Michener 2000). Lebah T. carbonaria merupakan lebah yang dalam penyerbukan tanaman Macada integrifolia di Jepang (Amano et al. 2000). Famili-famili dari Ordo Diptera yang berperan dalam penyerbukan tumbuhan adalah famili Bombyliidae, Apioceridae, dan Syrphidae (Triplehorn & Jonshon 2005). Diptera sebagai penyerbuk tumbuhan famili Asclepiadaceae adalah Gomphocarpus sp. dan Cynanchum acutum (Syrphidae) (Ollerton & Liede 1997). Serangga yang ditemukan pada tanaman kopi (Coffea arabica) terdiri 33 spesies dan 2269 individu lebah yang mengunjungi bunga, sedangkan pada kopi C. canephora terdapat 29 spesies dan 2038 individu lebah yang mengunjungi bunga. Kunjungan lebah meningkatkan hasil panen pada tanaman kopi (Klein et al. 2003). Serangga yang berperanan sebagai penyerbuk pada tanaman Centaura jacea adalah lebah A. melifera, Bombus sp., Lasioglossum sp., Halictus sp., Megachile sp. dan Andrena sp. Kunjungan serangga tersebut mampu meningkatkan pembentukan buah dan biji (Steffan-Dewenter et al. 2001). Serangga penyerbuk yang berasosiasi dengan tanaman jarak pagar (J. curcas) dan Acalypha wilkesiana didominansi oleh tiga ordo, yaitu Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera. Nilai indeks keanekaragaman serangga tertinggi pada tanaman J. curcas adalah H =0,97 sedangkan pada tanaman A. wilkesiana dengan nilai H =0,82. Serangga pengunjung tanaman J. curcas dan A. wilkesiana terdiri atas 13 spesies yang termasuk dalam 7 ordo. Persentase kunjungan tertinggi Hymenoptera pada J. curcas sebesar 32,7% sedangkan pada tanaman A. wilkesiana sebesar 30,5% (Banjo et al. 2006). Serangga penyerbuk pada tanaman caisin (Brassica rapa L) terdiri dari individu dalam 19 spesies dan 4 ordo dan frekuensi kunjungan tertinggi adalah A. cerana (43,1%), Ceratina sp. (37%), dan A. dorsata (8,4%) (Atmowidi et al. 2007).

23 7 C. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Serangga penyerbuk memerlukan sumber pakan yang digunakan metabolisme tubuh, pembuatan sarang, dan reproduksi. Pencarian pakan serangga penyerbuk dipengaruhi beberapa faktor, seperti karakteristik sumber pakan, aroma (odour), dan waktu serta kondisi cuaca (Schoonhoven et al. 1998). Pola arah terbang lebah akan menentukan perpindahan lebah dari satu bunga ke bunga yang lain. Lebah juga mempunyai kemampuan untuk mengingat sumber pakannya. Lebah mengumpulkan nektar dan serbuk sari dari bunga sedangkan lalat dan semut hanya mengambil nektar (Raju & Ezradanam 2002). Lebah menginformasikan lokasi keberadaan sumber pakan kepada lebah yang lain dengan tarian berbentuk lingkaran (round dance) dan tarian berbentuk angka delapan (waggle dance). Tarian berbentuk lingkaran (round dance) berisi informasi sumber pakan yang dekat dengan sarang, sedangkan tarian berbentuk angka delapan (waggle dance) berisi informasi tentang jarak, arah, dan ketersediaan pakan (Schoonhoven et al. 1998). Lebah madu (Trigona sp., Apis cerana) melakukan aktivitasnya mencari pakan berupa polen, nektar dan propolis. Lebah madu mampu melakukan aktivitas mencari pakan pada suhu kisaran C dengan jarak tempuh 2 3 km (Amano et al. 2000). Tanaman cabai (Capsicum annum) lebah A. cerana mengunjungi 1-8 tanaman dalam sekali perjalanan. Jumlah kunjungan lebah berhubungan dengan ukuran tubuhnya (Raw 2000). Lebah pada saat mengunjungi bunga, mengumpulkan serbuk sari dalam corbicula yang terletak di sisi luar (tibia) pada tungkai (Schoonhoven et al. 1998). D. Efektifitas Serangga Penyerbuk dalam Pembentukan Buah Penyerbukan merupakan proses yang esensial dan berpengaruh terhadap pembentukan biji dan variasi genetik keturunannya (William & Adam 2000). Penelitian menunjukan bahwa serangga mampu meningkatkan hasil buah, seperti pada tanaman kopi (C. canephora), kehadiran lebah mampu meningkatkan hasil buah (Klein et al. 2003). Kunjungan lebah, lalat

24 8 dan semut berpengaruh dalam meningkatkan hasil buah pada tanaman jarak pagar (Raju & Ezradanam 2002). Pertanaman kopi (C. arabica) yang diberi perlakuan kurungan dan non kurungan, diperoleh hasil pembentukan biji sebesar 62,9% pada tanaman non kurungan dan 57,5% pada tanaman yang dikurung (Klein et al. 2003). Lebah juga mampu meningkatkan pembentukan buah dan biji pada tanaman C. jacea (Steffan-Dewenter et al. 2001). Serangga penyerbuk juga efektif dalam meningkatkan hasil panen tanaman jarak pagar (J. Curcas) di area PT Indocement sebesar, 2,41 kali lipat jumlah buah per tanaman, 2,50 kali lipat jumlah biji per tanaman, dan 3,89 kali lipat bobot biji per tanaman (Rianti 2009). Tanaman caisin (Brassica rapa L.) yang dibantu serangga penyerbuk, peningkatan biji yang dihasilkan adalah 9,325 kali lipat biji per tanaman dan 9,319 kali lipat bobot biji per tanaman (Atmowidi et al. 2007). E. Biologi Hoya multiflora (Asclepiadaceae) Tumbuhan H. multiflora merupakan tumbuhan biji tertutup. Klasifikasi tumbuhan H. multiflora (Keng 1969) sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Gentianales Famili : Asclepiadaceae Genus : Hoya Spesies : H. multiflora Blume Hoya multifora merupakan tumbuhan yang mempunyai batang tegak dan berkayu, tinggi cm, sedikit berbulu pada bagian pucuk, panjang daun 5-16 cm dan lebar daun 2-4 cm (Rahayu 2006). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak bersifat epifit, tidak merambat pada batang utama pohon yang ditumpangi (Gambar 1). Tumbuhan ini banyak dijumpai di hutan hujan tropis (Wanntrop et al. 2006).

25 9 Gambar 1 Tumbuhan H. multiflora sebagai epifit pada pohon Perkembangbiakan H. multiflora secara generatif dengan menggunakan biji dan perkembangbiakan vegetatif dengan stek (Rahayu 2006). Bunga H. multifora berbentuk seperti ujung tombak berwarna putih atau krem dengan ujung kekuning-kuningan dan bunga beraroma wangi. Nektar disekresikan pada bagian dasar bunga. Bunga H. multiflora merupakan bunga majemuk payung, terletak diantara dua tangkai daun, terdapat 5-35 bunga tiap payung (umbel), dengan panjang tangkai payung 1-3 cm dan berdiameter 2 mm. Corolla bunga berjumlah lima, berbentuk segitiga memanjang dengan ukuran panjang 12 mm dan lebar 3 mm; corona berjumlah lima, menyerupai ujung tombak atau ujung anak panah (Gambar 2). Corona bunga berukuran panjang 9 mm dan lebar 2 mm. Corona dengan dua polinia yang tersembunyi di bagian dalamnya (gynostegium). Polinia (panjang 2 mm) terdiri lima pasang yang dihubungkan oleh korpuskulum berwarna coklat tua atau hitam (Rintz 1978). Bunga mekar dapat bertahan satu sampai tujuh hari. Buah yang masak membutuhkan waktu kurang lebih 4-6 minggu setelah penyerbukan.

26 10 Gambar 2 Skema Bunga H. multifora: Bunga (lateral) (A); Corona (B) dan anther (dilihat dari dalam); Corona dengan dua anther yang tersembunyi (C); Polinia(D). Corolla (1), Corona (luar) (2), Corona (dalam) (3), Column (4), sayap anther (5), anther (melekat) (6), kepala putik (7), polinia (8), Caudicle (9), Retinaculum (10), Pellucid (11). (Wanntrop et al. 2006). Buah H. multifora mula-mula berwarna hijau, kemudian berubah kekuningan dan bila sudah kering berwarna kecokelatan. Buah berbentuk bumbung dengan panjang 20 cm dan diameter 5 mm. Meskipun bunga dapat dihasilkan tanpa mengenal musim, namun produksi buah dalam jumlah besar terjadi pada bulan Oktober sampai Desember (Rahayu 2006). Buah akan pecah ketika sudah kering dan biji keluar. Biji memiliki sayap, berwarna putih, ringan, dan berjumlah biji per buah.

27 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dan Stasiun Penelitian Bodogol Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) (Gambar 3). Darmaga Keterangan: Lokasi Penelitian Bodogol Darmaga Gambar 3 Peta lokasi penelitian di Stasiun Penelitian Bodogol dan IPB Darmaga.

28 12 Stasiun Penelitian Bodogol berada di cagar biosfer Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Cagar biosfer merupakan perpaduan antara konservasi keanekaragaman landscape ekosistem hayati dan genetik. Cagar biosfer juga mempunyai fungsi pendukung penelitian, pemantauan, proyek percontohan serta sarana untuk pendidikan dan pelatihan (Budiananto 2006). Sebagian besar wilayah ini adalah hutan hujan tropis. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara mm/tahun, sehingga termasuk dalam salah satu kawasan terbasah di Pulau Jawa. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober hingga Mei (Budiananto 2006). Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKA Bodogol) merupakan salah satu pusat pendidikan konservasi dan penelitian yang ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PPKAB berdiri sejak 12 Desember 1998, merupakan program kerja sama antara Conservation International Indonesia Program, Taman nasional Gunung Gede Pangrango dan Yayasan Alami Mitra Indonesia. Lokasi PPKA Bodogol lebih kurang 15 km dari Ciawi menuju Lido dengan akses jalan yang mudah dicapai. PPKA Bodogol berada di ketinggian lebih kurang 800 mdpl (Budiananto 2006), secara geografis daerah ini terletak pada LS dan ,3 BT. Lokasi pertanaman Hoya di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di kecamatan Darmaga. Tanaman ini tumbuh dalam pot yang berjumlah kurang lebih 120 tanaman yang berada di dalam ruang dengan atap paranet dan dinding kawat dengan diameter 6 cm. Media yang digunakan untuk menanam selain tanah adalah akar pakis dan arang. Diameter kawat yang lebar memungkinkan serangga untuk masuk ke dalam pertanaman Hoya. Curah hujan di Kecamatan Darmaga mm/tahun, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut.

29 13 B. Metode a. Pengamatan Keanekaragaman Serangga Pengamatan keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan bunga H. multifora dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling (Martin & Bateson 1993). Pengamatan dilakukan pada tiga payung bunga pada tiga tumbuhan H. multiflora yang sedang berbunga pada masingmasing lokasi (Gambar 4). (a) (b) Gambar 4 Bunga H. multiflora. payung bunga yang masih kuncup (a), payung bunga mekar (b) Pengamatan keanekaragaman dilakukan setiap hari dan setiap jam dilakukan pengamatan selama 30 menit, mulai pukul sampai pukul WIB. Pengamatan dilakukan pada bulan Januari sampai Juni Pengamatan dilakukan mulai bunga mekar sampai gugur. Total waktu pengamatan adalah 39 hari dengan rincian 20 hari di lokasi Darmaga dan 19 hari di Bodogol. Sampel serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan H. multifora ditangkap dengan jaring serangga dan diawetkan untuk keperluan identifikasi. Pengawetan serangga dilakukan dengan dua cara yaitu awetan basah dan awetan kering. Awetan basah digunakan untuk serangga yang berukuran kecil dan awetan kering untuk serangga yang berukuran besar (Triplehorn & Jhonson 2005). Pengawetan kering digunakan untuk Lepidoptera yaitu dengan membius serangga dengan ethanol 70% dan disimpan dalam kertas papilot. Preparasi dilakukan dengan membentangkan sayap kemudian di pinning dan dimasukkan dalam kotak penyimpanan.

30 14 b. Pengukuran Parameter Lingkungan Data lingkungan yang diukur, meliputi suhu udara dan kelembaban udara dengan menggunakan Thermo-Hygrometer dan intensitas cahaya dengan menggunakan lux meter. Pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya dilakukan setiap ditemukan serangga pada saat pengamatan keanekaragaman serangga. c. Pengukuran Volume Nektar Pengukuran volume néktar bunga H. multiflora dilakukan setiap pukul WIB. Pengukuran volume nektar dilakukan dengan menggunakan mikropipet ukuran 0,1 μl (Drummond Microcaps), yaitu dengan cara menempelkan mikropipet pada cairan nektar yang menggembung di dasar bunga (Gambar 5). Pengambilan nektar dilakukan pada dua bunga dan setiap pengambilan nektar digunakan mikropipet yang baru (Comba et al. 2003). Gambar 5 Pengambilan nektar bunga H. multiflora dengan mikropipet d. Identifikasi Spesimen Identifikasi serangga dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop cahaya di bagian Ekologi dan Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB). Identifikasi spesimen juga dilakukan di Museum Zoologi LIPI Cibinong, Bogor. Identifikasi spesimen dilakukan sampai famili berdasarkan Triplehorn dan Johnson (2005).

31 15 Identifikasi spesimen sampai genus berdasarkan Bolton (1994) untuk Formicidae, Michener (2000) untuk Apidae, Pechuman dan Teskey (1981) untuk Tabanidae, Wheeler (1987) untuk Drosophilidae, Shewell (1987) untuk Sarcophagidae, dan Barthelemy (2008) untuk Vespidae. e. Pengamatan Frekuensi Kunjungan Serangga Pengamatan frekuensi kunjungan dilakukan pada serangga yang dominan ditemukan pada tumbuhan H. multiflora, yaitu Crematogaster sp., Diacamma sp., Myrmicaria sp., Tabanus sp., Sarcophaga sp., Vesipula velutina, Trigona sp., Prenolepis sp., Vespa analis, Ropalidia fasciata, Drosophyla sp., dan Vespula flaviceps. Pengamatan frekuensi kunjungan meliputi: (1) jumlah bunga yang dikunjungi serangga persatuan waktu; (2) lama kunjungan serangga per bunga; dan (3) total kunjungan serangga pada bunga yang diukur dari serangga mulai berkunjung sampai serangga tersebut meninggalkan tumbuhan. f. Pengukuran Efektivitas Serangga Penyerbuk Pengukuran efektivitas serangga penyerbuk dilakukan pada H. multifora di Kampus IPB Darmaga dan Bodogol. Pengukuran dilakukan dengan cara mengurung satu payung bunga dengan kain kasa untuk mencegah serangga mengunjungi bunga. Pengurungan payung bunga dilakukan pada bunga yang belum mekar (Gambar 6a). Satu payung bunga lainnya dibiarkan terbuka sebagai kontrol (Gambar 6b), masing-masing lokasi, dilakukan tiga kali ulangan.

32 16 (a) (b) Gambar 6 Perlakuan pengurungan payung bunga di dua lokasi: kurungan (a), non kurungan (b) Jumlah bunga per payung (Gambar 7a) dan jumlah buah yang terbentuk pada masing-masing perlakuan (kurungan dan non kurungan) dibandingkan (Dafni 1992). (a) (b) Gambar 7 Buah dan biji tumbuhan H. multiflora: buah (a), dan biji (b) g. Analisis Data Keanekaragaman spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada tumbuhan H. multiflora ditampilkan dalam tabel. Hubungan keanekaragaman serangga dengan jumlah bunga dan volume nektar disajikan dalam bentuk grafik. Keanekaragaman serangga dianalisis dengan indeks keragaman shannon (H ), indeks kemerataan spesies (evenness), dan indeks kesamaan sorensen (Cs) (Magguran 2003) sebagian data dianalisis dengan Program Primer E5. Rumus yang digunakan adalah: H'= - ni ni H ln E = 2 j Cs = X100 N N S ( a + b) % ln

33 17 Keterangan : H' = indeks keragaman shannon E = indeks kemerataan spesies (evennes) Cs = indeks kesamaan sorensen ni = jumlah individu pada i spesies N = jumlah total individu S = kekayaan spesies J = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu a dan b a = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu a b = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu b Data keanekaragaman serangga dikaitkan dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan. Hubungan antara keanekaragaman serangga dengan parameter lingkungan dianalisis dengan Principil Component Analysis (PCA) dengan program R Volume nektar dihitung dengan menggunakan rumus: Volume nektar = Panjang pipet berisi nektar x kalibrasi volume pipet Total panjang pipet Efektivitas penyerbukan dihitung dari persentase buah yang terbentuk dengan membandingkan antara perlakuan yang dikurung dan tanpa kurungan (Dafni 1992).

34 18 HASIL A. Keanekaragaman Serangga Pengamatan keanekaragaman serangga di dua lokasi penelitian diperoleh 957 individu yang terdiri atas 7 famili dan 15 spesies serangga pengunjung (Tabel 1). Tabel 1 Jumlah individu (N), spesies (S), famili (F), dan indeks keanekaragaman serangga penyerbuk pada tumbuhan H. multiflora Darmaga Bodogol Ordo Jumlah Persent Jumlah Persent Total Famili Spesies individu ase (%) individu ase (%) Hymenoptera Formicidae Amblyopone sp. 1 0, Crematogaster sp ,62 64 Diacamma sp ,54 15 Myrmicaria sp , , Prenolepis sp. 35 5, Vespidae Ropalidia fasciata 9 1, Vespa analis 5 0, Vesipula velutina ,9 16 Vespula flaviceps 2 0, Apidae Trigona sp ,12 60 Sub total Diptera Drosophylidae Drosophyla sp. 9 1,32 3 1,11 12 Sarcophagidae Sarcophaga sp ,11 3 Tabanidae Tabanus sp ,85 5 Sub total 9 1, ,07 20 Lepidoptera Hesperidae Tagiades gana gana 1 0, Parnara guttata 1 0, Sub total 2 0, Jumlah total individu (N) Jumlah total spesies (S) Jumlah total famili (F) Indeks keragaman Shannon (H') 0,4369 1,5427 1,0272 Indeks kemerataan Evennes (E) 0,1989 0,7419 0,3793

35 19 Tiga spesies serangga dengan jumlah tertinggi dan mendominasi, yaitu semut Myrmicaria sp. (76%), Crematogaster sp. (6,67%) (Formicidae), dan lebah Trigona sp. (6,27%) (Apidae). Dominansi yang tinggi pada semut disebabkan karena banyaknya sarang semut di sekitar tumbuhan H. multiflora. Jumlah famili yang ditemukan di Darmaga (4 famili) lebih rendah di bandingkan di Bodogol (6 famili), tetapi memiliki jumlah spesies lebih tinggi (9 spesies) dibandingkan di Bodogol (8 spesies). Keanekaragaman serangga di Darmaga (H'= 0,43694) lebih rendah dibandingkan dengan Bodogol (H'= 1,54265). Keanekaragaman serangga di Darmaga termasuk kategori rendah (H <1) sedangkan keanekaragaman di Bodogol termasuk kategori sedang (1<H <3). Keanekaraagaman spesies tergolong tinggi apabila nilai indeks kemerataan dan keseragaman jenis mencapai sekitar 0,8 (Maguran 2003). Indeks kemerataan serangga di Darmaga (E= 0,19886) lebih rendah di bandingkan di Bodogol (E= 0,74186) (Lampiran 1). Hal ini disebabkan di Darmaga didominasi oleh spesies semut, sehingga menyebabkan nilai indeks kemerataan menjadi rendah (E 0). Nilai indeks kesamaan Sorensen (Cs) di kedua lokasi adalah rendah (0,333). Jumlah individu serangga pengunjung di Darmaga (681 individu) lebih banyak dibandingkan di Bodogol (271 individu). Jumlah spesies di Darmaga (9 spesies) lebih tinggi dibandingkan di Bodogol (8 spesies). Jumlah famili di Bodogol (6 famili) lebih banyak dibandingkan di Darmaga (4 famili). Tujuh spesies serangga hanya ditemukan di Darmaga, yaitu Prenolepis sp., Amblyopone sp., Vespa analis, Ropalidia fasciata, Vespula flaviceps, Tagiades gana gana, dan Parnara guttata. Enam spesies hanya ditemukan di Bodogol, yaitu Cremtogaster sp., Diacamma sp., Vesipula velutina, Trigona sp., Tabanus sp., dan Sarcophaga sp. Dua spesies ditemukan di kedua lokasi yaitu Myrmicaria sp., dan Drosophyla sp.

36 20 1. Famili Formicidae 5 mm 0,2 mm Amblyophone sp. Cre mato gaste r sp. 0,2 mm 7 mm Myrmicaria sp. 2. Apidae Diacamma sp. 4 mm 0,2 mm. Prenolepis sp. 0,5 mm Trigona sp. 5 mm 4 mm Vespa analis Vespa flaviseps

37 21 Gambar 8 Serangga-serangga pengunjung H.multiflora: famili Formicidae (1); famili Apidae (2); famili Vespidae (3) 3. Famili Vespidae 10 mm 4 mm Ropalidia fasciata Vesipula velutina 4. Famili Drosophilidae 5.Famili Tabanidae 5 mm 0,5 mm 5 mm Drosophyla sp. Tabanus sp 6. Famili Sarcophagidae 7. Famili Hesperiidae 5 mm 5 mm Sarcophaga sp. 7. Famili Hesperiidae Tagiades gana gana 5 mm

38 22 Parnara gutata Gambar 9 Serangga-serangga pengunjung H.multiflora; famili Vespidae (3); famili Drosophilidae (4); famili Tabanidae (5); famili Sarcophagidae (6) famili Hesperiidae (7) B. Keanekaragaman Serangga Berdasarkan Waktu Pengamatan Jumlah spesies serangga tertinggi di Darmaga terjadi pada pukul WIB, sedangkan jumlah individu tertinggi terjadi pada pukul dan WIB (Gambar 10).

39 23 0,8 (a) 0,6 Jumlah spesies 0,4 0,2 0, Waktu pengamatan (b) 30 Jumlah individu Waktu pengamatan Gambar 10 Jumlah spesies (a) dan individu (b) serangga pengunjung bunga pada waktu pengamatan berbeda serangga di Darmaga Jumlah spesies serangga tertinggi di Bodogol terjadi pada pukul WIB, sedangkan jumlah individu serangga tertinggi terjadi pada kisaran pukul WIB (Gambar 11).

40 24 1,0 (a) 0,8 Jumlah spesies 0,6 0,4 0,2 0, Waktu pengamatan (b) 12 Jumlah individu Waktu pengamatan Gambar 11 Jumlah spesies (a) dan individu (b) serangga pengunjung bunga pada pengamatan berbeda di Bodogol C. Keanekaragaman Serangga dan Jumlah Bunga Mekar

41 25 Jumlah individu serangga yang berkunjung ke bunga ditemukan tinggi pada saat banyak bunga mekar yaitu pada hari ke tiga di lokasi Darmaga (Gambar 13a) dan hari keempat di bodogol (Gambar 13b). Jumlah bunga/ individu/ spesies Jml bunga Jml individu serangga Jml spesies serangga (a) Hari pengamatan (b) Jumlah bunga/ individu/ spesies Jml bunga Jml individu serangga Jml spesies serangga Hari pengamatan Gambar 12 Jumlah individu dan spesies serangga dan jumlah bunga mekar di Darmaga (a) dan Bodogol (b) Hasil pengukuran volume nektar pada bunga H. multiflora hari 1-6 pembungaan tertera pada Tabel 2. Volume nektar bunga tertinggi terjadi

42 26 pada hari keempat pembungaan, yaitu 0,147±3,102ml (Darmaga) dan 0,081±2,301ml (Bodogol). Volume nektar bunga pada hari kelima ditemukan rendah. Perbedaan volume nektar menyebabkan nilai p (0,06137) kedua lokasi adalah tidak berbeda nyata dengan uji t. Tabel 2 Volume nektar bunga H. multiflora berdasarkan hari pembungaan di Darmaga dan Bodogol Volume nektar (ml) Hari pembungaan Darmaga ± Standar deviasi Bodogol ± Standar deviasi 1 0,044±1,023 0,02±1, ,099±2,342 0,05±1, ,036±2,415 0,058±2, ,147±3,102 0,081±2, ,021±1,306 0,031±2, ,114±2,081 0,039±1,340 Rata-rata 0,143 0,0465 D. Keanekaragaman Serangga dalam Kaitannya dengan Faktor Lingkungan Faktor lingkungan mempengaruhi jumlah individu dan jumlah spesies serangga. Jumlah individu di Darmaga dan di Bodogol ditemukan tinggi pada kisaran kelembaban udara 61% dan suhu udara kisaran 30 0 C. Jumlah spesies di Darmaga dan di Bodogol ditemukan tinggi pada kelembaban udara 86%, suhu udara 22 0 C. Jumlah individu serangga ditemukan tinggi pada intensitas cahaya 3000 lux, dan jumlah spesies serangga tinggi pada intensitas cahaya 1000 lux (Gambar 13 dan 14).

43 27 (a) jumlah individu Suhu (C) jumlah individu (b) Kelembaban udara (%) 40 (c) 35 jumlah individu Intensitas cahaya (lux) Gambar 13 Hubungan antara jumlah individu dengan suhu udara (a), kelembaban udara (b) dan intensitas cahaya (c)

44 28 jumlah spesies (a) Suhu (C) (b) jumlah spesies Kelembaban udara (%) 7 (c) 6 jumlah spesies Intensitas cahaya (lux) Gambar 14 Hubungan antara jumlah spesies dengan suhu udara (a), kelembaban udara (b) dan intensitas cahaya (c)

45 29 Hubungan antara jumlah individu dan spesies serangga dengan faktor lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban dan intensitas cahaya tertera pada Gambar Comp.2 inten.chy suhu klmb jml.sp jml.indv Comp.1 Gambar 15 Hasil analisis PCA hubungan antara jumlah spesies, jumlah individu dengan suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya Korelasi Pearson antara jumlah individu dan spesies serangga dengan parameter lingkungan, yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya tertera pada Tabel 3 dan Lampiran 3-8. Berdasarkan uji korelasi Pearson suhu dan intensitas cahaya berpengaruh positif terhadap jumlah individu serangga, sedangkan kelembaban berpengaruh negatif. Suhu udara berkorelasi negatif terhadap jumlah spesies serangga, sedangkan kelembaban udara, intensitas cahaya, berpengaruh positif terhadap jumlah spesies dan jumlah individu serangga. Parameter Korelasi Pearson

46 30 Jumlah individu Nilai p Jumlah spesies Nilai p Suhu udara 0,527 0,0148-0,028 3,5368E-22 Kelembaban udara -0,472 3,4957E-05 0,005 1,04E-23 Intensitas cahaya 0,088 0,0004 0,501 0,00041 Volume nektar 0,446 0,0003 0,798 5,7E-05 Jumlah bunga -0,027 0,0052 0,924 0,00076 Tabel 3 Korelasi Pearson antara jumlah individu dan jumlah spesies serangga dengan suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, volume nektar, dan jumlah bunga Korelasi Person dan nilai p antara volume nektar dengan jumlah individu dan spesies bernilai positif dan signifikan tertera pada Tabel 3 (Lampiran 9-10). Jumlah bunga mekar dan jumlah individu berkorelasi negatif dan nilai p signifikan sedangkan antara jumlah bunga mekar dengan spesies bernilai positif dan nilai p signifikan tertera (Lampiran 11-12). E. Frekuensi Kunjungan Serangga Jumlah bunga yang dikunjungi serangga per menit di lokasi Darmaga, terdapat tiga spesies serangga yang memiliki frekuensi kunjungan tinggi yaitu Prenolepis sp (3,89 bunga/menit), Ropalidia fasciata (3,57 bunga/menit), Myrmicaria sp. (3,43 bunga/menit). Kunjungan serangga terlama per payung bunga (Bodogol) dilakukan oleh Crematogaster sp. (2523 detik) dan di Darmaga oleh Vespula flaviceps (258 detik). Tabel 4 Frekuensi kunjungan, ukuran tubuh, dan efektivitas serangga penyerbuk

47 31 Famili Spesies Total kunjungan (detik ± stdv) Jumlah bunga yang dikunjungi/ Menit (± stdv) Lama kunjungan per bunga (detik) Ukuran tubuh/ struktur Efektiv itas sbg penyer buk Bodogol Formicidae Crematogaster sp ± 38,94 2,89 ±1,60 20,76±1,60 Kecil Tidak Diacamma sp. 56,8 ± 39,19 3,5 ± 2,59 17,14±0,59 Sedang Tidak Myrmicaria sp. 12,09 ± 7,82 2,27 ± 1,01 26,43±1,01 Kecil Tidak Tabanidae Tabanus sp. 85 ± 35,36 3 ± 1,41 20± 1,41 Sedang Ya Sarcophagidae Sarcophaga sp 280 ± 56,57 2 ± 0 30± 0 Sedang Tidak Vespidae Vesipula velutina 58 ± 28,05 2,875±0,99 20,87±0,99 Besar Tidak Apidae Trigona sp. 34,26 ±19,78 3,05 ± 0,97 17,54±0,97 Sedang Ya Darmaga Formicidae Prenolepis sp. 101,67±13,44 3,89 ± 3,1 15,42± 3,1 Sedang Ya Myrmicaria sp. 102,6 ± 22,63 3,43 ± 2,36 17,49±2,36 Kecil Tidak Vespidae Vespa analis 168,5 ±159,1 3 ± 1,41 20± 1,41 Besar Ya Ropalidia fasciata 84,71 ± 14,14 3,57 ± 1,27 16,81 ±,27 Besar Ya Vespula flaviceps 258 ± 123,04 3 ± 1,27 20± 1,27 Besar Tidak Drosophylidae Drosophyla sp. 28 ± 1,98 1,1 ± 0,316 54,54±0,32 Kecil Tidak Berdasarkan lama kunjungan per bunga, kunjungan paling lama terjadi di Bodogol pada spesies Myrmicaria sp. (26,43 detik) dan V. velutina (20,87 detik). Sedangkan di Darmaga adalah Drosophyla sp. (54,54 detik) dan Vespa analis (20 detik). F. Pembentukan Buah Berdasarkan perlakuan dengan kurungan pada payung bunga di Darmaga diperoleh hasil bahwa bunga yang tidak dikurung memiliki persentase pembentukan 5,77% (Darmaga). Bunga yang tidak dikurung di Bodogol tidak terjadi pembentukan buah (Tabel 5). Tabel 5 Persentase pembentukan buah dari bunga tumbuhan yang dikurung dan tidak dikurung di Darmaga dan Bodogol Lokasi Jumlah Bunga/Payung Jumlah Buah Terbentuk

48 32 Kurungan Non Kurungan Kurungan Non Kurungan Darmaga 14± 4, ,33±5, ±0 Bodogol 15,33±6, ±3, Persentase (%) 0 5, PEMBAHASAN

49 33 A. Keanekaragaman Serangga Pengunjung dan Penyerbuk pada H. multiflora Total serangga yang mengunjungi tumbuhan H. multiflora yang diamati adalah 952 individu (681 individu di Darmaga dan 271 individu di Bodogol). Kedua lokasi diamati 15 spesies serangga yang mengunjungi bunga H. multiflora (8 spesies di Bodogol dan 9 spesies di Darmaga) yang termasuk dalam 7 famili (6 famili di Bodogol dan 4 famili di Darmaga) (Tabel 2). Perbedaan jumlah spesies di Darmaga dan Bodogol dipengaruhi oleh tipe habitat yaitu Bodogol mempunyai karakteristik hutan hujan tropis sedangkan di Darmaga berupa perumahan. Beberapa spesies hanya ditemukan di Bodogol, yaitu Cremtogaster sp., Diacamma sp. (Formicidae), Vesipula velutina (Vespidae), Trigona sp. (Apidae), Tabanus sp. (Tabanidae), dan Sarcophaga sp. (Sarcophagidae). Tujuh spesies yang hanya ditemukan di Darmaga, yaitu Prenolepis sp., Amblyopone sp. (Formicidae), Vespa analis, R. fasciata, V. Flaviceps (Vespidae), T. gana gana dan P. Guttata (Hesperiidae). Enam spesies yang hanya ditemukan di Bodogol yaitu Cremtogaster sp., Diacamma sp., Vesipula velutina, Trigona sp., Tabanus sp., dan Sarcophaga sp. Dua spesies ditemukan di kedua lokasi, yaitu Myrmicaria sp. dan Drosophyla sp. Dominansi yang tinggi dari semut (Formicidae) pada tumbuhan H. multiflora berpengaruh terhadap nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan serangga. Keanekaragaman serangga di Darmaga (H=0,4369) termasuk kategori rendah (H <1) sedangkan nilai indeks keanekaragaman di Bodogol (H=1,5427 ) termasuk kategori sedang (1<H <3) (Magurran 2003). Kesamaan serangga yang ditemukan di Darmaga dan Bodogol rendah (Cs=0,333) (Tabel 2). Semakin kecil nilai kemerataan spesies maka kelimpahan serangga tidak merata dan terjadi dominansi yaitu semut. Nilai indeks kesamaan Sorensen (Cs) di kedua lokasi adalah rendah (0,333). Keanekaragaman serangga penyerbuk disuatu habitat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber pakan dan faktor lingkungan. Beberapa serangga pengunjung dapat dikategorikan sebagai serangga penyerbuk, yaitu dari ordo Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera (Banjo et al. 2006). Lebah

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Penyerbukan oleh Serangga

TINJAUAN PUSTAKA A. Penyerbukan oleh Serangga 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbukan pada tumbuhan dapat dibedakan berdasarkan sumber serbuksari, yaitu penyerbukan sendiri (self pollination) dan penyerbukan silang (cross pollination).

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Asosiasi antara serangga penyerbuk (insect pollinators) dengan tanaman angiospermae merupakan bentuk asosiasi mutualisme yang spektakuler. Asosiasi ini diduga telah terjadi

Lebih terperinci

4 PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae) PENDAHULUAN

4 PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae) PENDAHULUAN 4 PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae) 53 PENDAHULUAN Kunjungan serangga penyerbuk tergantung pada ketersediaan serbuksari dan nektar tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)

3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) 3. KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) PENDAHULUAN Lebah madu dan bumble bees merupakan serangga penyerbuk utama pada tanaman pertanian. Lebah tersebut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aktivitas A . cerana Terbang Harian dan Mencari Polen

PEMBAHASAN Aktivitas A . cerana Terbang Harian dan Mencari Polen 32 PEMBAHASAN Aktivitas A. cerana Terbang Harian dan Mencari Polen Aktivitas terbang harian A. cerana lebih awal dibandingkan dengan aktivitas harian mencari polen. Aktivitas terbang harian A. cerana dimulai

Lebih terperinci

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) YANA KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman Stroberi Klasifikasi tanaman stroberi sebagai berikut (Benson, 1957) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Rosaceae Genus

Lebih terperinci

Warta. Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao

Warta. Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao Fakhrusy Zakariyya 1), Dwi Suci Rahayu 1), Endang Sulistyowati 1), Adi Prawoto 1), dan John Bako Baon 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga polinator adalah serangga yang berfungsi sebagai agen menempelnya serbuk sari pada putik (Erniwati, 2009). Menurut Prakash (2008) serangga yang berperan

Lebih terperinci

Hubungan Jenis Serangga Penyerbuk dengan Morfologi Bunga Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) dan Sawi (Brassica Juncea Linn.

Hubungan Jenis Serangga Penyerbuk dengan Morfologi Bunga Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) dan Sawi (Brassica Juncea Linn. JURNAL SAINTIFIK VOL 3 NO.1, JANUARI 2017 Hubungan Jenis Serangga Penyerbuk dengan Morfologi Bunga Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) dan Sawi (Brassica Juncea Linn.) Phika Ainnadya Hasan*

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI SKRIPSI OLEH INAYATI AL RAHIM A1C410004 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI JULI, 2016

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.

KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L. KEANEKARAGAMAN DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA PENGARUHNYA DALAM PEMBENTUKAN BIJI TANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) TRI ATMOWIDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4. PERILAKU KUNJUNGAN LEBAH PENYERBUK PADA BUNGA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae)

4. PERILAKU KUNJUNGAN LEBAH PENYERBUK PADA BUNGA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) 4. PERILAKU KUNJUNGAN LEBAH PENYERBUK PADA BUNGA PERTANAMAN CAISIN (Brassica rapa L.: Brassicaceae) PENDAHULUAN a. Perilaku Pencarian Pakan (Foraging Behaviour) Lebah Penyerbuk Lebah memerlukan beragam

Lebih terperinci

DI BALI LILIK SEKOLAH

DI BALI LILIK SEKOLAH AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN dan IDENTIFIKASI POLEN DI PERLEBAHAN TRADISIONAL DI BALI LILIK MUNTAMAH SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia (Soetopo,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia (Soetopo, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan resistensi hama terhadap insektisida, tercemarnya tanah dan air, dan bahaya keracunan pada manusia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

Key words : Polinator, Apis cerana Fabr., Cucumis sativus L., Production.

Key words : Polinator, Apis cerana Fabr., Cucumis sativus L., Production. PEMANFAATAN LEBAH Apis cerana Fabr. UNTUK HASIL BUAH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DI PALAK JUHA VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN Firdaus Dwi Maesya, Jasmi, Lince Meriko Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebah Trigona Lebah trigona adalah lebah yang tidak memiliki sengat atau dikenal dengan nama Stingless bee (Inggris), termasuk famili Apidae. Berikut adalah klasifikasi dari lebah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI SERANGGA POLINATOR TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill) DI DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

KAJIAN KOMPOSISI SERANGGA POLINATOR TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill) DI DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Kajian Komposisi Serangga (85-96) El-Hayah Vol. 2, No.2 Maret 2012 KAJIAN KOMPOSISI SERANGGA POLINATOR TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill) DI DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG Frank Leonardo Apituley

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AEK NAULI KABUPATEN SIMALUNGUN PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH

KEANEKARAGAMAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AEK NAULI KABUPATEN SIMALUNGUN PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH KEANEKARAGAMAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AEK NAULI KABUPATEN SIMALUNGUN PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH HERLINAWATI SIREGAR 087030010 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus Kaktus termasuk dalam kelompok famili Cactaceae. Dalam famili ini terdapat beberapa genus, sedangkan kaktus termasuk dalam genus Cereus. Adapun klasifikasi buah kaktus

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kirakira

I. PENDAHULUAN. Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kirakira I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangga merupakan kelompok hewan dengan jumlah spesies serta kelimpahan tertinggi dibandingkan denga n makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Terdapat berbagai

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU SKRIPSI IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU Oleh: Zakaria 11082100687 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

INVENTARISASI NGENGAT (Lepidoptera) Di JALUR BLOK RAFLESIA-TANDON TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, RESORT SUKAMADE, KABUPATEN BANYUWANGI

INVENTARISASI NGENGAT (Lepidoptera) Di JALUR BLOK RAFLESIA-TANDON TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, RESORT SUKAMADE, KABUPATEN BANYUWANGI INVENTARISASI NGENGAT (Lepidoptera) Di JALUR BLOK RAFLESIA-TANDON TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, RESORT SUKAMADE, KABUPATEN BANYUWANGI ARTIKEL Oleh NUR SYAMSI AZIZAH NIM 041810401057 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA

AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA AKTIVITAS Apis cerana MENCARI POLEN, IDENTIFIKASI POLEN, DAN KOMPETISI MENGGUNAKAN SUMBER PAKAN DENGAN Apis mellifera YUDI CATUR ANENDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour Oleh : Ita Lestari A34301058 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Aderianto Syahputra, Jasmi, Lince Meriko

Aderianto Syahputra, Jasmi, Lince Meriko PEMANFAATAN LEBAH Trigona sp. UNTUK EFEKTIVITAS PENYERBUKAN TANAMAN PARE (Momordica charantia L.) DI PALAK JUHA KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN Aderianto Syahputra, Jasmi, Lince Meriko Program

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA KOPI DI HUTAN KEMASYARAKATAN LANTAN KECAMATAN BATUKLIANG UTARA KABUPATEN LOMBOK TENGAH

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA KOPI DI HUTAN KEMASYARAKATAN LANTAN KECAMATAN BATUKLIANG UTARA KABUPATEN LOMBOK TENGAH 42 KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA KOPI DI HUTAN KEMASYARAKATAN LANTAN KECAMATAN BATUKLIANG UTARA KABUPATEN LOMBOK TENGAH INSECTS DIVERSITY OF COFFEE FLOWER VISITORS IN LANTAN COMMUNITY FOREST

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Komunitas Arthropoda Kanopi yang Berpotensi Polinator pada Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill.) di Lahan Apel Desa Bumiaji

Keanekaragaman Komunitas Arthropoda Kanopi yang Berpotensi Polinator pada Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill.) di Lahan Apel Desa Bumiaji Keanekaragaman Komunitas Arthropoda Kanopi yang Berpotensi Polinator pada Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill.) di Lahan Apel Desa Bumiaji Ervin Jumiatin 1, Bagyo Yanuwiadi 1, Amin Setyo Leksono 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN 6. 1 Komposisi dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Komposisi dan Kelimpahan Ordo Serangga Pengunjung

VI. PEMBAHASAN 6. 1 Komposisi dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Komposisi dan Kelimpahan Ordo Serangga Pengunjung 112 VI. PEMBAHASAN 6. 1 Komposisi dan Kelimpahan Serangga Pengunjung 6. 1. 1 Komposisi dan Kelimpahan Ordo Serangga Pengunjung Keseluruhan serangga pengunjung bunga caisin yang ditemukan dari 15 titik

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Autekologi Begonia Liar di Kawasan Remnant Forest Kebun Raya Cibodas NUR AZIZAH Abstrak

Autekologi Begonia Liar di Kawasan Remnant Forest Kebun Raya Cibodas NUR AZIZAH Abstrak Autekologi Begonia Liar di Kawasan Remnant Forest Kebun Raya Cibodas NUR AZIZAH 1127020048 Abstrak Data keragaman jenis, persebaran dan data ekologi dari Begonia liar di kawasan remnant forest (hutan restan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR Oleh: Novie Fajar Ismanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci