Analisis Prioritas Penanganan Simpang Sebidang Jalan Lokal dengan Jalan Arteri Primer, Studi Kasus Ruas Bypass Mojokerto, Kabupaten Mojokerto.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Prioritas Penanganan Simpang Sebidang Jalan Lokal dengan Jalan Arteri Primer, Studi Kasus Ruas Bypass Mojokerto, Kabupaten Mojokerto."

Transkripsi

1 Analisis Prioritas Penanganan Simpang Sebidang Jalan Lokal dengan Jalan Arteri Primer, Studi Kasus Ruas Bypass Mojokerto, Kabupaten Mojokerto. Yudi Dwi Prasetyo, Ir. Wahyu Herijanto, MT. dan Ir. Sumino, M.MT. Program Magister, Bidang Keahlian Manajemen Aset Infrastruktur Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya Abstrak - Kendala yang dihadapi Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Surabaya, yang menangani ruas Bypass Mojokerto adalah metode apa yang digunakan saat ini untuk penentuan penanganan persilangan jalan lokal terhadap jalan arteri primer di jalan bypass Mojokerto dan bagaimana urutan prioritas dalam penganggaran biaya penanganan persilangan jalan lokal terhadap jalan arteri primer di jalan bypass Mojokerto dengan menggunakan metode Pairwise Comparison AHP. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penelitian ini menentukan prioritas penanganan jalan berdasarkan tingkat kepentingan kriteria dengan menggunakan metode penilaian dan pembobotan terhadap beberapa kriteria yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Metode penelitian yang digunakan untuk menentukan skala prioritas penentuan adalah metode Pairwise Comparison AHP. Beberapa kriteria yang mempengarui dalam penentuan skala prioritas penanganan persilangan Jalan Bypass Mojokerto pada penelitian ini adalah kondisi jalan, tingkat pelayanan, tingkat kerusakan jalan, lalu lintas harian, kebijakan pemerintah, kemampuan anggaran dan manfaat ekonomi. Dari hasil analisa penelitian diperoleh urutan prioritas berdasarkan kriteria yang digunakan adalah berdasarkan hasil evaluasi, kebijakan pemerintah, tingkat pelayanan, lalu lintas harian, manfaat dan beban kemampuan anggaran. Sedangakan penentuan bobot level pada prioritas simpang jalan, diperoleh penanganan simpang jalan yang merupakan prioritas utama. Kata Kunci : Prioritas penangan simpang sebidang, jalan Bypass Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Metode Pairwise Comparison AHP. Banjaragung. Terkait adanya aksi yang yang lakukan oleh ratusan warga Desa Banjaragung dan Desa Balongmojo yang menuntut dibangunkannya box tunnel yang menghubungkan kedua desa tersebut, mendapat respon positif dengan dibangunkannya terowongan yang menghubungkan kedua desa tersebut pada tahun 2012 dengan mereview paket pekerjaan Pelebaran Jembatan Subiantoro 1 dan 2 yang sedang dikerjakan. Dengan dibangunnya box tunnel pada persilangan jalan lokal terhadap jalan arteri primer yang menghubungkan Desa Banjaragung dan Desa Balongmojo di KM SBY jalan bypass Mojokerto Surabaya akan berdampak pada arus lalu lintas di ruas jalan tersebut. Pengaruh pembangunan box tunnel pada persilangan jalan lokal terhadap jalan arteri primer tersebut sangat penting diteliti lebih lanjut guna memberikan masukan pada Kementrian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V. Selain itu dapat memberikan alternative prasarana penyebrangan yang tepat yang melintasi jalan nasional di wilayah BBPJN V. A. Permasalahan Bagaimana urutan skala prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri primer dan jenis penanganan di ruas Bypass Mojokerto dengan menggunakan metode Pairwise Comparison AHP? B. Tujuan Penelitian Mengetahui urutan skala prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri primer dan jenis penanganan di ruas Bypass Mojokerto dengan menggunakan metode Pairwise Comparison AHP. I. PENDAHULUAN Dalam beberapa masalah pembangunan prasarana transportasi yang terjadi saat ini hanya mempertimbangkan tingkat kebutuhan di dalam prasarana transportasi itu sendiri tanpa mempertimbangkan tingkat pelayanan dari prasarana transportasi tersebut. Salah satu gambaran tersebut terjadi pada jalan arteri bypass Mojokerto - Surabaya. Salah satu dampak lalu lintas yang terjadi di bypass Mojokerto - Surabaya adalah persilangan jalan terhadap jalan arteri primer pada KM SBY Sebelum dibangunnya jalan bypass Mojokerto - Surabaya sudah ada jalan desa yang menghubungkan Desa Balongmojo dengan Desa 1 II. TINJAUAN PUSTAKA Jalan adalah suatu prasarana hubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai fungsi sosial yang sangat penting. Dengan pengertian tersebut wewenang penyelanggaraan jalan wajib dilaksanakan dengan mengutamakan sebesar-besar kepentingan umum sesuai dengan Undang Undang No. 38 Tahun 2004.

2 III. LANDASAN TEORI A. Penggunaan Prasarana Jalan Para pengguna jalan sangat berpengaruh pada kondisi suatu jalan karena akan menyebabkan bertambahnya waktu tempuh, bertambahnya biaya operasional kendaraan yang melewatinya. Faktor penentu utama dalam memilih rute suatu perjalanan antara lain (Tamin, 2000) adalah : Waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari stu tempat ke tempat lain melalui rute tertentu. Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk keluar (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan. Biaya perjalan yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang disebut biaya gabungan. B. Manfaat Pembangunan Infrastruktur Manfaat dari pembangunan infrastruktur akan diterima oleh Pemerintah, dan masyarakat sekitar lokasi pembangunan. Adapun dampak yang langsung diterima adalah pengguna jalan secara langsung dan yang tidak langsung adalah bisa berupa stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, pendapatan daerah meningkat, penghematan waktu perjalanan bagi penumpang dan angkutan barang, kenaikan nilai jual tanah, berkurangnya kecelakaan dan kerusakan, bertambahnya kenyamanan pengguna jalan. Untuk Manfaat (benefit) adalah peningkatan penerimaan barang atau jasa yang meningkatkan pendapatan bersih pihak-pihak terkait. Manfaat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu (Grant, 1996) : Manfaat Langsung (direct benefit) adalah manfaat yang langsung diperoleh sesuai dengan tujuan investasi. Manfaat Tidak Langsung (indirect benefit) adalah manfaat yang merupakan dampak dari adanya investasi suatu proyek. Adapun Dampak pembangunan/peningkatan jaringan jalan dapat menimbulkan manfaat dan biaya atau pengorbanan dalam perekonomian. Dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) penerima dampak yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Masyarakat setempat di daerah yang dilalui oleh ruas jalan tersebut (Suparmoko, 2002). Masyarakat sebagai kelompok penerima dampak terakhir dalam kaitannya dengan pembangunan/peningkatan jaringan jalan. Manfaat yang diterima oleh masyarakat setempat diantaranya berupa (Suparmoko, 2002) : Kenaikan harga tanah atau nilai tanah Penghematan waktu perjalanan Meningkatkan permintaan tenaga kerja Adanya penyebaran kegiatan ekonomi Biaya komplisasi lebih murah C. Klasifikasi Pergerakan Pada prakteknya, sering dijumpai bahwa model bangkitan pergerakan yang lebih baik bisa didapatkan dengan 2 memodel secara terpisah pergerakan yang mempunyai tujuan berbeda. Dalam kasus pergerakan berbasis rumah, lima kategori tujuan pergerakan yang sering digunakan adalah : Pergerakan ke tempat kerja Pergerakan ke sekolah (pergerakan dengan tujuan pendidikan) Pergerakan ke tempat belanja pergerakan untuk kepentingan sosial, rekreasi dan lain-lain Proporsi pergerakan yang dilakuna oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. Pergerakan pada selang jam sibuk pagi hari (biasanya bertolak belakang dengan pergerakan pada selang jam sibuk sore hari) terjadi antara jam 7.00 sampaidengan jam 9.00 pagi dan jam tidak sibuk berkisar antara jam sampaidengan jam siang. Jenis permasalahan seperti ini sering disebut konsep bangkitan dan tarikan pergerakan penggantian konsep Asal - Tujuan yang tidak secara eksplisit menggambarkan kemampuan aktivitas pergerakan berbasis rumah dan berbasis bukan rumah. Hal ini merupakan salah satu jenis pengelompokan yang penting karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh atribut sosial ekonomi. Atribut yang dimaksud adalah : Tingkat pendapatan ; biasanya terdapat tiga pendapat di indonesia ; tinggi, menengah, dan rendah. Tingkat kepemilikan kendaraan ; biasanya terdapat empat tingkat ; 0, 1, 2, atau lebih dari dua (2+) kendaraan per rumah tangga. Ukuran dan struktur rumah tangga. Hal penting yang harus diamati adalah bahwa jumlah tingkat dapat meningkat pesat dalam hal ini berimplikasi cukup besar bagi kebutuhan akan data, kalibrasi model, dan penggunaannya. D. Analisa Multi Kriteria Analisa multi kriteria adalah analisa yang dipakai untuk menentukan pilihan dengan menggunakan metode penilaian dan pembobotan terhadap beberapa kriteria yang mempengaruhi pengambil keputusan dalam membuat keputusan. Salah satu analisa multi kriteria yang sering dipakai adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1993) dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali (Permadi, 1992). E. Metode Pairwise Comparison AHP Metode pairwise comparison AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang diteliti multi obyek dan multi kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki.jadi model ini merupakan model yang komperehensif. Pairwaise comparison AHP menggunakan data yang ada bersifat kualitatif berdasarkan pada persepsi, pengalaman, intuisi sehigga

3 dirasakan dan diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif. Secara detil, terdapat tiga prinsip dasar AHP, yaitu (Saaty, 1994): Dekomposisi (Decomposition); Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, maka pemecahan terhadap unsur-unsurnya dilakukan hingga tidak memungkinkan dilakukan pemecahan lebih lanjut. Pemecahan tersebut akan menghasilkan beberapa tingkatan dari suatu persoalan. Oleh karena itu, proses analisis ini dinamakan hierarki (hierachy). Penilaian Komparasi (Comparative Judgment); Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang berkaitan dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian ini tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Penentuan Prioritas (Synthesis of Priority); Setiap matriks pairwise comparison dapat ditentukan nilai eigen vector untuk mendapatkan prioritas daerah (local priority). Oleh karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka global priority dapat diperoleh dengan melakukan sintesa di antara prioritas daerah. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan data (input) utamanya berupa persepsi manusia. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi (Saaty, 1993) : 1) Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2) Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan kriteria dan sub-sub kriteria serta kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3) Membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang menggambarkan kontribusi relatif / pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) ini berbentuk simetris atau sering disebut matriks bujur sangkar. 4) Melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) sehingga diperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n 1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5) Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6) Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7) Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Eigen adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mengantisipasi judgment 3 dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8) Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 % maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Tabel 1. Matrik Pairwise Comparison A 1 A 2 A 3 An A 1 1 A 12 A 13 A1n A 2 1/A 12 1 A 23 A 2 n A 3 1/A 13 1/A 23 1 A 3 n An 1/A 1 n 1/A 2 n 1/A 3 n 1 Sumber : Thomas L. Saaty, 1993 Model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan data (input) utamanya berupa persepsi manusia. Dengan hirarki, sesuatu masalah komplek dan tidak teratur dipecahkan dalam kelompok-kelompoknya, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi (Saaty, 1993) : Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan kriteria dan sub-sub kriteria serta kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif / pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks perbandingan berpasangan ini berbentuk simetris atau sering disebut matriks bujursangkar. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan elemen dibandingkan elemen lainnya. Tabel 2. Skala Penilaian BOBOT DEFINISI PENJELASAN 1 Kedua elemen sama Kedua elemen pentingnya menyumbangkan sama besarnya pada sifat itu. 3 Elemen yang satu Pengalaman dan sedikit lebih penting pertimbangan sedikit dibandingkan yang menyokong satu elemen atas lainnya. yang lainnya 5 Elemen yang satu Pengalaman dan sangat penting pertimbangan dengan kuat dibandingkan yang menyokong satu elemen atas lainnya elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih Satu elemen dengan kuat penting dari elemen didukung dan dominannya yang lainnya terlihat dalam praktek. 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen daripada elemen yang lainnya Nilai nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Bukti yang mendukung elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

4 BOBOT DEFINISI PENJELASAN Kebali kan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitasnya j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty, 1993 F. Rasio Konsistensi (CR) Konsistensi adalah pengukuran yang tidak dapat terjadi begitu saja atau mempunyai syarat tertentu. Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pertama adalah mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan, sedangkan tahap kedua adalah mengukur konsistensi keseluruhan hirarki (Saaty, 1988). Suatu matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal (aij.ajk = aik) dan hubungan ordinal (Ai.Aj, Aj.k, maka Ai > Ak). Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi (CI) matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai dengan 9) beserta kebalikannya sebagai indeks random (RI). Berdasarkan perhitungan T. Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika judgment numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8,..., 1, 2,..., 9 akan diperoleh ratarata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda sebagai berikut (Saaty, 1988) : Tabel 3. Nilai Indeks Random Ukuran Matriks 1, Indeks Random (inkonsistensi) Ukuran Matriks Indeks Random (inkonsistensi) Sumber : Thomas L. Saaty (1988) Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya menurut beberapa eksperimen dan pengalaman tingkat inkonsistensi sebesar 10% ke bawah adalah rasio konsistensi yang masih dapat diterima. Lebih dari itu harus ada revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan (Saaty, 1988). G. Fasilitas Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki) Fasilitas untuk pejalan kaki harus direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman dari lalu lintas yang lain dan lancar. 2) Terjadinya kontinuitas fasilitas pejalan kaki, yang menghubungkan daerah yang satu dengan yang lain. 3) Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus dilakukan pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur ataupun dengan marka penyeberangan, atau tempat penyeberangan yang tidak sebidang. Jalur pejalan kaki yang memotong jalur lalu lintas berupa penyeberangan (Zebra Cross), marka jalan dengan lampu pengatur lalu lintas (Pelican Cross), jembatan penyeberangan dan terowongan. 4) Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di perkotaan atau pada tempat-tempat dimana volume pejalan kaki memenuhi syarat atau ketentuanketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. 5) Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa dad jalur lalu lintas yang lainnya, sehingga keamanan pejalan kaki lebih terjamin. 6) Dilengkapi dengan rambu atau pelengkap jalan lainnya, sehingga pejalan kaki leluasa untuk berjalan, terutama bagi pejalan kaki yang tuna daksa. 7) Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong jalur lalu lintas yang ada. 8) Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air serta disarankan untuk dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh. 9) Untuk menjaga keamanan dan keleluasaan pejalan kaki, harus dipasang kerb jalan sehingga fasilitas pejalan kaki lebih tinggi dari permukan jalan. Fasilitas Pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut : 1) Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasilokasi dimana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya. 2) Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik dengan kendaraan dan jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar dalam pemilihan fasilitas pejalan kaki yang memadai. 3) Pada lokasi-lokasi/kawasan yang terdapat sarana dan prasarana umum. 4) Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. 5) Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut : a. Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari trotoar, penyeberangan, zebra cross, pelican cross, jembatan penyeberangan, terowongan dan non Trotoar. b. Pelengkap Jalur Pejalan kaki yang terdiri dari lapak tunggu, rambu, marka, lampu lalu lintas dan bangunan pelengkap IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di jalan arteri primer bypass Mojokerto Surabaya sepanjang 10,660 Km, merupakan salah satu ruas Jalan Nasional yang kewenangan penanganan jalannya di bawah Kementrian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V. Pada ruas jalan tersebut terdapat 9 4

5 (sembilan) persilangan sebidang jalan lokal dengan jalan arteri primer. B. Prosedur Penelitian Data pada penelitian ini terdiri dari data sekunder yang sudah ada dan diambil langsung pada instansi-instansi terkait dan data primer yang berupa data yang diambil langsung dengan melakukan survei lapangan guna melengkapi data-data sekunder yang tidak tersedia atau kondisi data yang sudah lama dan tidak akurat lagi Data sekunder didapat melalui instansi yang terkait dengan penelitian ini, seperti PPK Pelaksanaan Kertosono-Mojokerto-Gempol, Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan II Surabaya, PPK P2JN Metro Surabaya, Satker P2JN Propinsi Jawa Timur, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Surabaya, yaitu : Data ruas jalan, klasifikasi jalan, kondisi teknis jalan dan hirarki jaringan jalan. Volume lalu lintas, jenis dan jumlah kendaraan, dan tata guna lahan. Data anggaran dana penanganan jalan. Pengumpulan data primer dilakukan untuk melengkapi data dan informasi yang belum terliput, melakukan survei lapangan untuk melengkapi data kondisi teknis jalan dicatat serta diamati. Pengumpulan data primer dilakukan untuk mendapatkan : Data pergerakan lalu lintas kendaraan dan orang yang melewati masing-masing perlintasan jalan lokal terhadap jalan arteri primer pada jalan bypass Mojokerto dengan teknik pengumpulan data Traffic Count (TC). Data untuk mengukur tingkat kepentingan kriteria penentuan prioritas usulan penanganan ruas jalan Bypass Mojokerto berdasarkan hasil survei wawancara. Para responden adalah anggota tim pembahas alokasi dana pemeliharaan jalan nasional, terdiri dari unsur PPK Pelaksanaan Kertosono- Mojokerto-Gempol (1 Orang), Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan II Surabaya (2 Orang), PPK P2JN Metro Surabaya (2 Orang), Satker P2JN Propinsi Jawa Timur (3 Orang), Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Surabaya (2 Orang), Form survei wawancara yang digunakan dapat dilihat pada lampiran-lampiran. C. Penentuan Stakeholder Penentuan stakeholder dalam penelitian ini untuk membantu dalam menentukan keputusan mengenai penanganan yang tepat terhadap simpang sebidang jalan Nasional di ruas Bypass Mojokerto. Pihak-pihak yang terkait dalam penentuan keputusan mengenai penanganan simpang sebidang jalan pada ruas Bypass Mojokerto adalah: 1. PPK Pelaksanaan Kertosono-Mojokerto-Gempol (1 Orang). 2. Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan II Surabaya (2 orang). 3. PPK P2JN Metro Surabaya (2 Orang). 4. Satker P2JN Propinsi Jawa Timur (3 Orang). 5. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Surabaya (2 orang). 5 D. Penyusunan Model Hirarki Penyusunan model hirarki dibuat berdasarkan petunjuk literatur yang telah ada, yang terdiri dari 3 tiga level dimana tujuan utama pada level 1, level 2 adalah kriteria, level 3 adalah alternatif ruas jalan yang menjadi prioritas. Pendekatan awal dalam model hirarki pada level 1 adalah menentukan tujuan utama, tujuan utama penelitian ini adalah penentuan prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri pada jalan bypass Mojokerto. Sedangkan model hirarki pada level 2 adalah kriteria, kriteria penentu dalam penentuan prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri pada jalan bypass Mojokerto adalah kondisi lalu lintas pada simpang sebidang jalan lokal denganjalan arteri primer, kondisi jalan, tingkat pelayanan, tingkat kerusakan jalan, lalu lintas harian, kebijakan pemerintah, kemampuan anggaran dan manfaat ekonomi. Sedangkan untuk model hirarki pada level 3 adalah alternatif ruas jalan yang menjadi prioritas, penentuan prioritas dengan menggunakan metode AHP yang disusun dalam matriks perbandingan berpasangan dilanjutkan dengan perhitungan matriks normalisasi untuk mendapatkan prioritas relatif. E. Evaluasi Urutan Prioritas Usulan Setelah diketahui urutan prioritas baik pada kondisi eksisting maupun pada metode yang sekarang digunakan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi perbandingan antara kedua urutan prioritas tersebut. Dari hasil perbandingan tersebut diharapkan nantinya dapat diketahui kelebihan dan kekurangan pada kedua hasil urutan prioritas usulan tersebut sehingga dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran dari penelitian ini. Evaluasi perbandingan yang akan dilakukan adalah Evaluasi Perbandingan Berdasarkan Kriteria yang digunakan. F. Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi awal lokasi penelitian dan pengumpulan data sekunder berupa data penanganan jalan, data kondisi teknis jalan, data LHR, data alokasi anggaran untuk menentukan perhitungan kebutuhan dana penanganan simpang sebidang jalan lokal denganjalan arteri primer pada jalan bypass Mojokerto. 2. Melakukan survei langsung traffic count (TC) yang dilakukan pada tiap-tiap simpang sebidang jalan lokal denganjalan arteri primer pada jalan bypass Mojokerto. 3. Melakukan survei wawancara langsung kepada stakeholder untuk mendapatkan informasi kepentingan penentuan prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri primer pada jalan bypass Mojokerto. 4. Penyusunan kriteria prioritas penanganan dan model hirarki penentuan urutan prioritas penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri. 5. Penentuan urutan prioritas dan jenis penanganan simpang sebidang jalan lokal dengan jalan arteri primer pada jalan bypass Mojokerto.

6 V. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Pembebanan Jaringan Dengan Tinjauan LHR Pada Jalan Lokal Yang Menyeberang Jalan Arteri Berdasarkan hasil survey lalu lintas pada masing-masing simpang berdasarkan volume lalu lintas pada jalan lokal yang menyeberang jalan arteri. Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati pada suatu titik pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan waktu tertentu (kendaraan/jam, kendaraan/hari). Sedangkan lalu lintas harian rata-rata (LHR) merupakan jumlah kendaraan yang melewati pada suatu titik pengamatan dalam satu tahun dibagi dengan 365 hari. Biasanya LHR dinyatakan dalam satuan smp (satuan mobil penumpang). Untuk mengubah satuan kendaraan menjadi satuan mobil penumpang (smp), maka harus dikalikan dengan angka ekivalen kendaraan penumpang. Angka ekivalen kendaraan penumpang tergantung pada ukuran kendaraan, kecepatan, kondisi medan, kondisi daerah dan volume lalu lintas. Tabel 4. LHR Pada Jalan Lokal Yang Menyeberang Jalan Arteri Simpang Arah LHR smp/jam O 107 N 95 O 79 N 73 O 51 N 64 O 17 N 20 O 364 N 413 O 450 N 465 O 570 N 562 O 117 N 100 O N 501 Sumber : Hasil Survey LHR Total smp/jam Dari hasil Survey LHR pada masing-masing simpang dibandingkan dengan LHR pada jalan arteri, terlihat bahwa besarnya LHR pada simpang 7 (1.132 kend/ jam) adalah yang paling besar membebani jalan arteri. LHR kedua yang membebani jalan arteri adalah simpang 9 (996 kend/ jam), disusul simpang 6 (915 kend/ jam), simpang 5 (777 kend/ jam), simpang 8 (217 kend/ jam), simpang 1 (202 kend/ jam), simpang 2 (152 kend/ jam), simpang 3 (115 kend/ jam) dan terakhir adalah simpang 4 (37 kend/ jam). B. Penentuan Urutan Prioritas Usulan Penanganan Simpang Dengan Metode AHP Penyusunan model hirarki terdiri dari 3 (tiga) level hirarki. Level pertama adalah tujuan utama penelitian, level kedua adalah kriteria, dan level ketiga adalah prioritas penanganan simpang. Penyusunan model hirarki menjadi 3 level dimaksudkan agar dalam penentuan bobot kepentingan penanganan simpang telah dipengaruhi oleh hirarki yang ada diatasnya. Pada ruas jalan Bypass Mojokerto, ada 9 (sembilan) simpang jalan lokal yang menyeberang jalan arteri, dimana setiap simpang mempunyai karateristik yang berbeda-beda. Kriteria yang berpengaruh dalam menentukan urutan prioritas penanganan simpang pada jalan lokal yang menyeberang jalan arteri adalah kondisi lalu lintas di simpang, tingkat pelayanan, tingkat kerusakan, jumlah kendaraan, kebijakan pemerintah, kemampuan anggaran dan manfaat ekonomi. Kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk membandingkan masing-masing simpang dalam penelitian. Simpang pada jalan lokal yang menyeberang jalan arteri yang dimaksud adalah simpang yang ada pada ruas jalan Bypass Mojokerto. Nilai matriks yang diperoleh dari hasil nilai rata-rata jawaban responden. Tabel 5. Matriks Perbandingan Berpasangan Rata-rata Responden Menetukan Urutan Kriterian Prioritas Untuk Usulan Penanganan Simpang Kriteria LHR DS TK K KP KA ME Kondisi Lalu Lintas (LHR) 1 4 1/3 1/5 1/3 1/2 2 Tingkat Pelayanan (DS) 1/4 1 1/2 1/6 1/5 1/5 1/2 Tingkat Kerusakan (TK) /5 1/3 1/3 1 Jumlah Kendaraan (K) /2 3 Kebijakan Pemerintah (KP) /2 3 Kemampuan Anggaran (KA) Manfaat Ekonomi (ME) 1/ /3 1/3 1/4 1 Sumber : Hasil Survey Tabel 6. Penjumlahan Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Untuk Urutan Prioritas Penanganan Simpang Kriteria LHR DS TK K KP KA ME Kondisi Lalu Lintas (LHR) 1 4 1/3 1/5 1/3 1/2 2 Tingkat Pelayanan (DS) 1/4 1 1/2 1/6 1/5 1/5 1/2 Tingkat Kerusakan (TK) /5 1/3 1/3 1 Jumlah Kendaraan (K) /2 3 Kebijakan Pemerintah (KP) /2 3 Kemampuan Anggaran (KA) Manfaat Ekonomi (ME) 1/ /3 1/3 1/4 1 Jumlah 14,75 25,00 13,83 4,90 5,20 3,28 14,50 Sumber : Hasil Survey 6

7 Tabel 7. Matriks Normalisasi Perbandingan Berpasangan Kriteria Untuk Urutan Prioritas Penanganan Simpang Kriteria LHR DS TK K KP KA ME JML Bobot LHR 0,07 0,16 0,02 0,04 0,06 0,15 0,14 0,65 0,09 DS 0,02 0,04 0,04 0,03 0,04 0,06 0,03 0,26 0,04 TK 0,20 0,08 0,07 0,04 0,06 0,10 0,07 0,63 0,09 K 0,34 0,24 0,36 0,20 0,19 0,15 0,21 1,70 0,24 KP 0,20 0,20 0,22 0,20 0,19 0,15 0,21 1,38 0,20 KA 0,14 0,20 0,22 0,41 0,38 0,30 0,28 1,93 0,28 ME 0,03 0,08 0,07 0,07 0,06 0,08 0,07 0,46 0,07 Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 7,00 1,00 Dari hasil perhitungan matriks normalisasi perbandingan berpasangan untuk urutan prioritas penanganan diatas, menunjukkan bahwa kriteria kemampuan anggaran mempunyai bobot kepentingan yang tertinggi yaitu 0,28. Selanjutnya kriteria jumlah kendaraan dengan bobot kepentingan 0,24, kriteria kebijakan pemerintah dengan bobot kepentingan 0,20, tingkat kriteria kondisi lalu lintas di simpang dan tingkat kerusakan mempunyai bobot kepentingan yang sama 0,9, kriteria manfaat ekonomi ekonomi dengan bobot kepentingan 0,07, dan kriteria tingkat pelayanan dengan bobot kepentingan 0,04. Tingkat konsistensi jawaban responden ditunjukkan dengan Rasio Konsistensi (CR). Matriks perbandingan dikatakan konsisten apabila nilai CR 0,1. Jika nilai CR > 0,1, maka tingkat konsistensi responden rendah dan perlu dilakukan perbaikan. Tabel 8 Matriks Perkalian Perbandingan Berpasangan Kriteria Dengan Bobot Kriteria Untuk Urutan Prioritas Penanganan Simpang Kriteria LHR DS TK K KP KA ME Hasil 0,09 0,04 0,09 0,24 0,20 0,28 0,07 Kali LHR 1 4 1/3 1/5 1/3 1/2 2 0,6555 DS 1/4 1 1/2 1/6 1/5 1/5 1/2 0,2733 TK /5 1/3 1/3 1 0,7139 K /2 3 1,9116 KP /2 3 1,5092 KA ,0593 ME 1/ /3 1/3 1/4 1 0,4922 Jika Rasio Konsistensi (CR) 0,1 maka matriks perbandingan konsisten. Nilai Indeks Random (RI) diperoleh berdasarkan jumlah kriteria yang digunakan. Dalam penelitian ini jumlah kriteria yang digunakan adalah 7, n = 7 maka nilai RI = 1,32. Tabel 9. Perhitungan Konsistensi Perbandingan Berpasangan Untuk Urutan Prioritas Penanganan Simpang Kriteria (a) = nilai matriks x bobot (b) = (a) / bobot LHR 0,6555 7,0920 DS 0,2733 7,3303 λmax = (b)/n CI = (λmax - n)/(n-1) TK 0,7139 7,9184 CR = K 1,9116 7,8899 7,5470 0, ,0691 KP 1,5092 7,6784 KA 2,0593 7,4858 ME 0,4922 7,4345 Jumlah 52,8293 CR RI = 1,32 CR < 0,1000 Konsisten Dari perhitungan konsistensi perbandingan berpasangan diatas, menunjukkan nilai CR = 0,0691 < 0,1000 artinya penilaian tingkat kepentingan pada setiap kriteria untuk usulan penanganan simpang adalah konsisten dan dapat digunakan. Perhitungan matriks perbandingan berpasangan kriteria untuk usulan penanganan simpang disusun berdasarkan 9 (sembilan) kelompok simpang, yaitu simpang 1 (S-1), simpang 2 (S-2), simpang 3 (S-3), simpang 4 (S-4), simpang 5 (S-5), simpang 6 (S-6), simpang 7 (S-7), simpang 8 (S-8), dan simpang 9 (S-9). Tabel 10. Matriks Perbandingan Berpasangan Penanganan Simpang Prioritas S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S /2 1/2 1/2 1/3 1/4 1/5 1/3 1/4 S /2 2 1/4 1/5 1/5 1/3 1/4 S /2 1/3 1/4 1/5 1/2 1/5 S / /3 1/4 1/5 1/3 1/4 S /3 1/6 1 1/4 S /5 3 1/4 S S /3 1/4 1 1/4 S /4 4 1 Jumlah 26,0 25,0 23,0 23,0 16,3 11,6 2,6 14,5 6,7 Tabel 11. Matriks Normalisasi Perbandingan Berpasangan Penanganan Simpang Kriteria S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 Jml Bobot S - 1 0,04 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,08 0,02 0,04 0,28 0,03 S - 2 0,08 0,04 0,02 0,09 0,02 0,02 0,08 0,02 0,04 0,39 0,04 S - 3 0,08 0,08 0,04 0,02 0,02 0,02 0,08 0,03 0,03 0,40 0,04 S - 4 0,08 0,02 0,09 0,04 0,02 0,02 0,08 0,02 0,04 0,40 0,04 S - 5 0,12 0,16 0,13 0,13 0,06 0,03 0,06 0,07 0,04 0,80 0,09 S - 6 0,15 0,20 0,17 0,17 0,18 0,09 0,08 0,21 0,04 1,29 0,14 S - 7 0,19 0,20 0,22 0,22 0,37 0,43 0,38 0,28 0,60 2,87 0,32 S - 8 0,12 0,12 0,09 0,13 0,06 0,03 0,09 0,07 0,04 0,74 0,08 S - 9 0,15 0,16 0,22 0,17 0,25 0,34 0,09 0,28 0,15 1,81 0,20 7 Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 9,00 1,00

8 Dari hasil perhitungan matriks normalisasi perbandingan berpasangan penanganan simpang diatas, menunjukkan bahwa simpang 7 (S 7) mempunyai bobot kepentingan yang tertinggi yaitu 0,32. Selanjutnya simpang 9 (S-9) dengan bobot kepentingan 0,20, simpang 6 (S-6) dengan bobot kepentingan 0,14, simpang 5 (S-5) dengan bobot kepentingan 0,09, simpang 8 (S-8) dengan bobot kepentingan 0,08, simpang 2 (S-2), simpang 3 (S-3) dan simpang 4 (S-4) mempunyai bobot kepentingan yang sama yaitu 0,04, dan yang terakhir adalah simpang 1 (S- 1) dengan bobot kepentingan 0,03. Tingkat konsistensi jawaban responden ditunjukkan dengan Rasio Konsistensi (CR). Matriks perbandingan dikatakan konsisten apabila nilai CR 0,1. Jika nilai CR > 0,1, maka tingkat konsistensi responden rendah dan perlu dilakukan perbaikan. Dalam penelitian ini jumlah simpang yang digunakan adalah 9, n = 7 maka nilai RI = 1,45. Tabel 12 Matriks Perkalian Perbandingan Berpasangan Dengan Bobot Simpang S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 0,03 0,04 0,04 0,04 0,09 0,14 0,32 0,08 0,20 Hasil Kali S - 1 1,00 0,50 0,50 0,50 0,33 0,25 0,20 0,33 0,25 0,30 S - 2 2,00 1,00 0,50 2,00 0,25 0,20 0,20 0,33 0,25 0,41 S - 3 2,00 2,00 1,00 0,50 0,33 0,25 0,20 0,50 0,20 0,43 S - 4 2,00 0,50 2,00 1,00 0,33 0,25 0,20 0,33 0,25 0,43 S - 5 3,00 4,00 3,00 3,00 1,00 0,33 0,17 1,00 0,25 0,86 S - 6 4,00 5,00 4,00 4,00 3,00 1,00 0,20 3,00 0,25 1,47 S - 7 5,00 5,00 5,00 5,00 6,00 5,00 1,00 4,00 4,00 3,53 S - 8 3,00 3,00 2,00 3,00 1,00 0,33 0,25 1,00 0,25 0,80 S - 9 4,00 4,00 5,00 4,00 4,00 4,00 0,25 4,00 1,00 2,24 Tabel 13 Perhitungan Konsistensi Perbandingan Berpasangan Penanganan Simpang Simpang (a) = nilai matriks x bobot (b) = (a) / bobot Simp. 1 0,30 9,8267 Simp. 2 0,41 9,3936 Simp. 3 0,43 9,5383 Simp. 4 0,43 9,4670 Simp. 5 0,86 9,7302 Simp. 6 1,47 10,2607 Simp. 7 3,53 11,0412 Simp. 8 0,80 9,6638 Simp. 9 2,24 11,1216 Jumlah 90,0431 λmax = (b)/n CI = (λmax -n) / (n-1) 10,0048 0, CR = CI / RI RI = 1,45 CR = 0,0866 CR < 0,1000 Konsisten Dari perhitungan konsistensi perbandingan berpasangan diatas, menunjukkan nilai CR = 0,0866 < 0,1000 artinya penilaian tingkat kepentingan pada setiap kriteria untuk usulan penanganan simpang adalah konsisten dan dapat digunakan. C. Penanganan Simpang Berdasarkan hasil analisa simpang sebidang jalan lokal yang menyeberang jalan nasional dan analisa pairwise comparison AHP, maka dapat dibuat usulan penanganan simpang sebagai berikut : Upaya penanganan simpang berdasarkan pada kondisi pembebanan lalu lintas pada jaringan jalan lokal yang menyerang jalan nasional. Upaya penangananan simpang bedasarkan kondisi geometrik, kebijakan pemerintah, kemampuan anggaran dan ketersediaan lahan pada masing-masing simpang. Usulan upaya tersebut sebagai bahan masukan penentu kebijakan kepada Kementrian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V. Selain itu dapat memberikan alternative prasarana penyebrangan yang tepat yang melintasi jalan nasional di wilayah BBPJN V, sehingga meminimalis konflik dengan warga terkait jaringan jalan lokal yang menyebrang jalan nasional. VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Dari hasil Survey LHR pada masing-masing simpang dibandingkan dengan LHR pada jalan arteri, terlihat bahwa besarnya LHR pada simpang 7 (1.132 kend/jam) adalah yang paling besar membebani jalan arteri. LHR kedua yang membebani jalan arteri adalah simpang 9 (996 kend/jam), disusul simpang 6 (915 kend/jam), simpang 5 (777 kend/jam), simpang 8 (217 kend/jam), simpang 1 (202 kend/jam), simpang 2 (152 kend/jam), simpang 3 (115 kend/jam) dan terakhir adalah simpang 4 (37 kend/jam). Berdasarkan hasil perhitunan pembebanan lalu lintas pada jalan lokal yang menyeberang jalan arteri primer di ruas jalan bypass Mojokerto, maka simpang 7 merupakan simpang yang harus diprioritaskan untuk segera mendapat penanganan. Simpang kedua dan ketiga yang perlu mendapat penanganan adalah simpang 9 dan simpang 6. Berdasarkan hasil wawancara kepada stake holder yang berwenang dalam pengambilan keputusan pada ruas jalan bypass Mojokerto diperoleh urutan prioritas usulan penanganan simpang dengan menggunakan metode analisa pairwise comparison AHP, dari perhitungan matriks normalisasi perbandingan berpasangan menunjukkan bahwa kriteria kemampuan anggaran mempunyai bobot kepentingan yang tertinggi yaitu 0,28. Selanjutnya kriteria jumlah kendaraan dengan bobot kepentingan 0,24, kriteria kebijakan pemerintah dengan bobot kepentingan 0,20, tingkat kriteria kondisi lalu lintas di simpang dan tingkat kerusakan mempunyai bobot kepentingan yang sama 0,9, kriteria manfaat ekonomi ekonomi dengan bobot kepentingan 0,07, dan kriteria tingkat pelayanan dengan bobot kepentingan 0,04. Dalam penelitian ini jumlah kriteria yang digunakan adalah 7, n = 7 maka nilai RI = 1,32, sehingga nilai nilai CR = 0,0691 < 0,1000 artinya penilaian tingkat kepentingan 8

9 pada setiap kriteria untuk usulan penanganan simpang adalah konsisten dan dapat digunakan. Sedangkan hasil perhitungan matriks perbandingan berpasangan kriteria untuk usulan penanganan simpang disusun berdasarkan 9 (sembilan) kelompok simpang diperoleh bahwa simpang 7 (S 7) mempunyai bobot kepentingan yang tertinggi yaitu 0,32. Selanjutnya simpang 9 (S-9) dengan bobot kepentingan 0,20, simpang 6 (S-6) dengan bobot kepentingan 0,14, simpang 5 (S-5) dengan bobot kepentingan 0,09, simpang 8 (S-8) dengan bobot kepentingan 0,08, simpang 2 (S-2), simpang 3 (S- 3) dan simpang 4 (S-4) mempunyai bobot kepentingan yang sama yaitu 0,04, dan yang terakhir adalah simpang 1 (S-1) dengan bobot kepentingan 0,03. Dalam penelitian ini jumlah simpang yang digunakan adalah 9, n = 7 maka nilai RI = 1,45, sehingga nilai CR = 0,0866 < 0,1000 artinya penilaian tingkat kepentingan pada setiap kriteria untuk usulan penanganan simpang adalah konsisten dan dapat digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan pembebanan lalu lintas pada jalan lokal yang menyeberang jalan arteri primer dan metode analisa pairwise comparison AHP, samasama menunjukkan bahwa prioritas simpang yang perlu ditangani adalah simpang 7 dan jenis penangan simpang yang memungkinkan untuk digunakan adalah box tunnel dengan memperhatikan kondisi geometrik simpang, kemampuan anggaran dan kebijakan pemerintah. 6.2 Saran Ada beberapa saran yang dapat diberikan kepada Kementrian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V. Selain itu dapat memberikan alternative prasarana penyebrangan yang tepat yang melintasi jalan nasional di wilayah BBPJN V sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan jalan nasional sebagai berikut : 1) Perlunya koordinasi yang tepat sasaran antara pemerintah pusat sebagai penyelenggara jalan nasional dengan pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan lokal, sehingga bentuk penanganan jalan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini untuk meminimalis konflik kepentingan antara warga sebagai pengguna fasilitas dan pemerintah sebagai penyedia fasilitas. 2) Jenis penanganan simpang harus lebih diperhatikan disesuaikan dengan kondisi geometrik, kemampuan anggaran dan kebijakan pemerintah. Hal ini untuk mengurangi pembangunan infrastruktur yang tidak dapat digunakan maksimal oleh warga. REFERENSI (1) Eugene L Grant, dkk,(1996), Dasar-dasar Ekonomi Teknik, PT. Rineka Cipta, Jakarta. (2) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, No 630/Kpts/M/2009, tentang Fungsi Jalan Arteri Dan Kolektor 1 Bukan Jalan Tol-A dan Fungsi Jalan Arteri Jalan Tol serta Jalan di 9 Kota Metropolitan. (3) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, SK No. 631/KPTS/M/2009, 31 Desember 2009, tentang Status Jalan Nasional Bukan Jalan Tol-A dan Status Jalan Nasional Jalan Tol-A. (4) MKJI No. 036/T.BM/1997, Pebruari 1997 (Departemen PU Dirjen Bina Marga). (5) Paul Goodwin & George Wright (2004), Decision Analysis for Management Judgment, Third Edition. (6) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. (7) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. (8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. (9) Saaty, T.L, 1980, The Analytical Hierarchi Process, John Wiley, New York. (10) Suparmoko, M (2002), Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi Pertama, Penerbit Andi Yogyakarta. (11) Tamin, Ofyar Z (2000), Perencanaan dan Permodelan Transportasi, edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung. (12) Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 38 Tahun 2004, tentang Jalan. (13) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Pemerintahan Daerah. Yudi Dwi Prasetyo, ST. Putra ke 2 dari 3 bersaudara Lahir di Lamongan tanggal 8 Januari Riwayat pendidikan SDN Kepatihan II Lamongan lulus tahun 1986, SMPN 1 Lamongan lulus tahun 1989, SMAN 1 Lamongan lulus tahun 1992, melanjutkan pendidikan pada Program S1 Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya lulus tahun Penulis pernah bekerja sebagai karyawan pada 4 (empat) perusahaan swasta dari tahun Masuk menjadi Pegawai Tidak Tetap pada SNVT Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Metropolitan Surabaya pada bulan Januari tahun 2007, selanjutnya mengikuti test PNS dan masuk sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Pekerjaan Umum pada bulan Desember tahun 2009, ditempatkan di bagian Staf Teknik sampai dengan sekarang. Penulis mendapatkan Karyasiswa dari Kementerian Pekerjaan Umum yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Mitra untuk melanjutkan studi di Program Studi Pascasarjana, Jurusan Teknik Sipil Bidang Studi Manajemen Aset Infrastruktur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. menikah dengan Nurani Hartatik, ST. MT. pada bulan Maret 2001 dan dikaruniai satu orang anak, Querida Addisty Prasetyo, sekolah dasar kelas VI. 9

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP Junaidi, Retno Indryani, Syaiful Bahri Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) Rudi S. Suyono 1) Abstrak Sungai merupakan salah satu prasarana yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG Victory Hasan 1, Ria Asih Aryani Soemitro 2, Sumino 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) AHP (Analytical Hierarchy Process) Pengertian Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Virgeovani Hermawan 1 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Permasalahan transportasi berupa kemacetan, tundaan, serta polusi suara dan udara yang sering kita jumpai setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang sudah berada

Lebih terperinci

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN JALAN DI RUAS JALAN PROKLAMATOR BANDAR JAYA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Studi Kasus Bandar Jaya Plaza - Komplek Pertokoan Bandar Jaya) Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP A Yani Ranius Universitas Bina Darama, Jl. A. Yani No 12 Palembang, ay_ranius@yahoo.com ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: 223-230 MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KARYAWAN PADA INSTANSI KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Saut P. Munthe, A. Agung Gde Kartika. ST, M.Sc dan Budi Rahardjo. ST, MT Abstrak 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.

Saut P. Munthe, A. Agung Gde Kartika. ST, M.Sc dan Budi Rahardjo. ST, MT Abstrak 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. Penentuan Prioritas Pemeliharaan Jalan Nasional Di Kabupaten Manokwari Saut P. Munthe, A. Agung Gde Kartika. ST, M.Sc dan Budi Rahardjo. ST, MT Jurusan Tehnik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN TABALONG Haris Fakhrozi 1, Putu Artama Wiguna 2, Anak Agung Gde Kartika 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur

Lebih terperinci

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) 1 Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) Deka Agrapradhana, Ir. Ervina Ahyudanari ME, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG Fikhry Prasetiyo, Rahmat Hidayat H., Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam penyusunan usulan penanganan jaringan jalan Keterbatasan dana

Lebih terperinci

Peralihan Moda Transportasi Jasa Pengiriman Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ

Peralihan Moda Transportasi Jasa Pengiriman Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ Performa (2016) Vol. 15, No.2: 154-159 Peralihan Moda Transportasi Jasa Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ Yuliyani Nur Angraini 1), Meilani Rosita 2), dan Amalia

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KECAMATAN KAPUAS KABUPATEN SANGGAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI KRITERIA

STUDI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KECAMATAN KAPUAS KABUPATEN SANGGAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI KRITERIA STUDI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KECAMATAN KAPUAS KABUPATEN SANGGAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI KRITERIA Abstrak Sy. Mulian Oktari 1), Sumiyattinah 2), Heri Azwansyah 2) Keberadaan jalan memegang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG) EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG) Andi Syaiful Amal Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Univ.Muhammadiyah Malang Kampus III Jl. Tlogomas

Lebih terperinci

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENDUDUK KERJA DI KECAMATAN SUKMAJAYA DEPOK MENUJU TEMPAT KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Sabdo Wicaksono

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Umum Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

Bab II Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process Bab II Analytic Hierarchy Process 2.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman,

Lebih terperinci

ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN

ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN Yusrinawati Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: yusri47@yahoo.com Retno Indryani Eko Budi Santoso

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem yang terdiri dari sarana/prasarana dan sistem yang memungkinkan adanya pergerakan keseluruh wilayah sehingga terokomodasi mobilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN MODA KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS HIRAKI PROSES PADA MAHASISWA UNP KEDIRI

ANALISIS PEMILIHAN MODA KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS HIRAKI PROSES PADA MAHASISWA UNP KEDIRI ANALISIS PEMILIHAN MODA KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS HIRAKI PROSES PADA MAHASISWA UNP KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS ABSTRAK Kawasan pendidikan merupakan suatu kawasan yang rentan terjadi kecelakaan lalu lintas dan yang menjadi korban adalah para siswa. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibuatkanlah Zona Selamat

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS) PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI PUGUNG, TANGGAMUS) Nungsiati Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Jl. Wismarini

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

Analisis Parkir Kendaraan Mobil Di Ruas Jalan Walikota Mustajab Surabaya

Analisis Parkir Kendaraan Mobil Di Ruas Jalan Walikota Mustajab Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisis Parkir Kendaraan Mobil Di Ruas Walikota Mustajab Surabaya Dewi Maulita, Cahya Buana, ST., MT., Istiar, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada jam-jam puncak kondisi eksisting di

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI 1 PUGUNG, TANGGAMUS) PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS : SMK NEGERI PUGUNG, TANGGAMUS) LESDIANA Jurusan Sistem Informasi, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA Agustian Noor Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Tanah Laut Jl. A Yani Km 6 Pelaihari Tanah Laut Kalimantan

Lebih terperinci

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK Khafizan 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) Khafizan.apid@gmail.com Abstrak Jaringan jalan cenderung

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS) M.Fajar Nurwildani Dosen Prodi Teknik Industri, Universitasa Pancasakti,

Lebih terperinci

MEMILIH METODE ASSESMENT DALAM MATAKULIAH PENERBITAN DAN PEMROGRAMAN WEB MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

MEMILIH METODE ASSESMENT DALAM MATAKULIAH PENERBITAN DAN PEMROGRAMAN WEB MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Abstract Migunani Program Studi Sistem Informasi STMIK PROVISI, Semarang miguns25@yahoo.com This paper discusses how to choose the method of assessment or evaluation of students in a course of study publication

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

ANALISIS ARUS LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT JALAN LETJEND SOEPRAPTO KOTA BALIKPAPAN Syamsi I 1*), Rahmat 2), Penulis III 3) *) Email: rhtrusli@gmail.com PENDAHULUAN Simpang empat Jl. Lejtend Soeprapto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan proses berpikir untuk menjawab

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK Analisis Kapasitas, Tingkat Pelayanan, Kinerja dan 43 Pengaruh Pembuatan Median Jalan ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN Adhi Muhtadi ABSTRAK Pada saat ini

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process

Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process Entin Martiana INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lalu lintas dapat menjadi barometer kemajuan dari suatu daerah atau kota yang volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa disiplin

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN URUTAN PRIORITAS USULAN PROYEK PEMELIHARAAN JALAN PROVINSI EKSISTING DENGAN METODA PEMBOBOTAN DI SULAWESI SELATAN.

EVALUASI PERBANDINGAN URUTAN PRIORITAS USULAN PROYEK PEMELIHARAAN JALAN PROVINSI EKSISTING DENGAN METODA PEMBOBOTAN DI SULAWESI SELATAN. EVALUASI PERBANDINGAN URUTAN PRIORITAS USULAN PROYEK PEMELIHARAAN JALAN PROVINSI EKSISTING DENGAN METODA PEMBOBOTAN DI SULAWESI SELATAN. Muzain Fataruba, Ria Asih Aryani Soemitro Jurusan Teknik Sipil-Bidang

Lebih terperinci

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO Yitro Tirsa Pabannu James A. Timboeleng, Joice E. Waani Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii ABSTRAK Tingginya volume lalu lintas berpengaruh terhadap angka kecelakaan dan yang paling rentan menjadi korban kecelakaan adalah anak-anak sekolah. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Badung memberi perhatian

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE AHP (Analytical Hierarchy Process) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom)Pada Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX Daniar Dwi Pratiwi 1, Erwin Budi Setiawan 2, Fhira Nhita 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ISSN : 2338-4018 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Nurma Agus Sari (nurmaaguss@gmail.com) Bebas Widada (bbswdd@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi yang telah terjadi. Jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam membuat keputusan sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN RAYA MOJOPAHIT JL. HASANUDIN JL. ERLANGGA SIDOARJO TUGAS AKHIR. Disusun Oleh:

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN RAYA MOJOPAHIT JL. HASANUDIN JL. ERLANGGA SIDOARJO TUGAS AKHIR. Disusun Oleh: EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN RAYA MOJOPAHIT JL. HASANUDIN JL. ERLANGGA SIDOARJO TUGAS AKHIR Disusun Oleh: HENDRA PERMANA PUTRA NPM : 0653010037 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan memanipulasi data. Sistem ini digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7 BAB 2 2.1. Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Tinjauan pustaka yang dipakai dalam penelitian ini didapat dari penelitian yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA Deni Andrianto 1), Eddie Krishna Putra 2), Fajri Rakhmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci