SISTEM TENURIAL HUTAN RAKYAT DI DESA PURASARI KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR TENDY SETYO NOVELIYONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM TENURIAL HUTAN RAKYAT DI DESA PURASARI KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR TENDY SETYO NOVELIYONO"

Transkripsi

1 SISTEM TENURIAL HUTAN RAKYAT DI DESA PURASARI KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR TENDY SETYO NOVELIYONO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Tenurial Hutan Rakyat di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Tendy Setyo Noveliyono E

4

5 ABSTRAK TENDY SETYO NOVELIYONO. Sistem Tenurial Hutan Rakyat di Desa Purasari Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SONI TRISON. Semakin banyaknya masyarakat yang merasakan manfaat dari hutan rakyat menyebabkan terjadi peningkatan luas hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Desa Purasari merupakan salah satu desa yang sebagian kepemilikan hutan rakyatnya dimiliki oleh investor. Penguasaan lahan didominasi oleh masyarakat golongan atas/investor yang bermodal menyewa dan membeli lahan, sehingga masyarakat miskin tidak dapat memiliki lahan dan mengakibatkan masyarakat miskin hanya bekerja sebagai buruh tani. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan pengelolaan hutan rakyat serta perubahannya dan mengkaji dampak sosial dari tenurial. Masyarakat desa memperoleh lahan dengan cara membuka hutan, kemudian turun temurun. Memasuki tahun 1980, sistem jual beli lahan banyak dilakukan oleh investor. Banyak investor yang memiliki kebun di desa sehingga saat ini. Telah terjadi perubahan pengelolaan yang dilakukan oleh petani pemilik dan petani pengelola pada subsistem produksi dan sub sistem pengolahan hasil. Adanya perubahan tenurial dapat berdampak terhadap keadaan sosial petani. Dampak yang dirasakan petani pemilik ialah menyempitnya lahan garapan (56.67%) dan kecemburuan sosial terhadap pengelola (26.67%). Dampak yang dirasakan petani pengelola antara lain menambah lapangan pekerjaan (90.00%), dan berubahnya model penanaman yang dilakukan oleh petani pengelola (30.00%). Kata kunci: dampak, pengelolaan hutan rakyat, perubahan, sistem tenurial ABSTRACT TENDY SETYO NOVELIYONO. Private Forest Tenure System in the Purasari Village Leuwiliang District of Bogor Regency. Supervised by SONI TRISON. Increasing number of people who benefit from private forests led to an increase in forest area people in Bogor. Purasari village is a village that most people forest holdings owned by investors. Land tenure is dominated by upper class people/investors who have capital hire and purchase of land, so that the poor can not have land and resulted in poor communities only works as a laborer. The purpose of research is to describe the management of private forests as well as the changes and assess the social impact of tenure. Villagers acquire land by clearing forests, then hereditary. Entering 1980, the system of land selling is mostly done by the investor. Many investors who have a garden in the village so today. Have been changes in the management carried out by the farmer owners and managers of farmers in the production subsystem and processing sub-system. The change of tenure may impact social condition. The impact on farmers owners is narrowing of arable land (56.67%) and social jealousy to managers (26.67%). Meanwhile, the impact on farmers manager increase employment (90.00%), and change in model of planting undertaken by farmers managers (30.00%). Keywords: impact, private forest management, changes, tenure system

6

7 SISTEM TENURIAL HUTAN RAKYAT DI DESA PURASARI KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR TENDY SETYO NOVELIYONO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8

9

10

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Sistem Tenurial Hutan Rakyat di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September hingga Oktober 2015 di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Soni Trison, S.Hut, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, Bapak Ishak, Bapak Sukron, Bapak Kandi serta seluruh responden yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, adik, dan seluruh keluarga, serta Novi N Lestari atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya yang selalu memberi dukungan hingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2016 Tendy Setyo Noveliyono

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi KATA PENGANTAR ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 Alat dan Bahan Penelitian 3 Pengambilan Data 3 Penentuan Responden 3 Prosedur Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4 Karakteristik Responden 4 Sejarah Tenurial Hutan Rakyat 8 Perubahan Pengelolaan Hutan Rakyat 10 Dampak Sosial dari Aspek Tenurial Hutan Rakyat 14 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 22

14 DAFTAR TABEL 1 Sebaran umur responden 5 2 Tingkat pendidikan responden 5 3 Jumlah anggota keluarga responden 6 4 Luas hutan rakyat milik dan garapan responden 6 5 Mata pencaharian responden 7 6 Klasifikasi kesejahteraan responden 7 7 Asal bibit tanaman 11 DAFTAR GAMBAR 1 Alasan penebangan petani pemilik dan petani pengelola 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Administratif Desa Purasari 21

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan hutan rakyat telah menjadi tradisi atau kebiasaan masyarakat desa untuk menanam pohon di lahan yang dimilikinya. Tujuan dari berbagai penanaman tidak hanya berorientasi kepada manfaat lingkungan semata, tetapi juga mengarah kepada manfaat ekonomi dan sosial. Manfaat tersebut dapat dirasakan oleh pemiliknya maupun masyarakat sekitar. Semakin banyaknya masyarakat yang merasakan manfaat dari hutan rakyat menyebabkan terjadi peningkatan luas hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Selain itu, menurut Nugraha (2014) penambahan luas hutan rakyat disebabkan disebabkan juga oleh adanya kepastian kepemilikan lahan, ketertarikan menanam jenis tanaman kehutanan, dan kepastian akses pasar. Hutan rakyat di Jawa memiliki luas lahan yang relatif sempit dengan status kepemilikan lahan serta tata batas yang lebih jelas, pasar, informasi, dan aksessibilitas yang relatif lebih baik (Darusman dan Hardjanto 2006). Ariwijayanti (2011) menjelaskan bahwa sebagian besar petani yang memiliki lahan dengan luasan kecil berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara menjual kepada masyarakat luar/investor. Para investor memanfaatkan keadaan tersebut untuk membeli lahan dan mengusahakan hutan rakyat di desa bukan tempat tinggalnya. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat setempat yang dahulu mengelola dan memiliki lahan, kini hanya menjadi pengelola atau buruh tani dan terjadi ketidakmerataan distribusi kepemilikan lahan antara petani setempat dan investor. Sekretaris Desa Purasari yaitu Bapak Endang menyatakan bahwa, Desa Purasari merupakan salah satu desa yang sebagian kepemilikan hutan rakyatnya dimiliki oleh investor. Investor dapat menanamkan modal untuk membangun hutan rakyat di desa desa bukan tempat tinggalnya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri. Selain itu, sebagian investor hanya membeli dan membiarkan lahan tersebut terbengkalai menjadi lahan tidur. Perubahan tenurial hutan rakyat dapat mengubah pengelolaan hutan rakyat dan menimbulkan dampak sosial masyarakat. Maka dari itu, penelitian perlu dilakukan untuk melakukan kajian sistem tenurial hutan rakyat di Desa Purasari Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Perumusan Masalah Keberadaan hutan rakyat tidak hanya tumbuh semata mata akibat interaksi alami antar komponen botani, mineral, mikroorganisme, air, dan udara melainkan peran manusia dan kebudayaannya. Kreasi budaya yang dikembangkan dalam interaksinya dengan hutan memiliki perbedaan antar kelompok masyarakat (Awang 2005). Suharjito (2000) menyatakan bahwa hutan hutan yang tumbuh diatas lahan hak milik dan diusahakan oleh orang orang kota yang menyewa atau membeli lahan masyarakat setempat masih dapat dikategorikan sebagai hutan rakyat. Penguasaan atas lahan oleh masyarakat luar dapat menyebabkan ketidakmerataan distribusi kepemilikan lahan serta mengalami kesulitan dalam menggarap lahan dan hanya bisa menjadi buruh tani. Fenomena penguasaan lahan sebelumnya telah di teliti di beberapa lokasi di Kabupaten Bogor wilayah barat.

16 2 Berdasarkan penelitian Nuroni (2006) dan Iriani (2008), penguasaan lahan didominasi oleh masyarakat golongan atas/investor yang bermodal menyewa dan membeli lahan, sehingga masyarakat miskin tidak dapat memiliki lahan dan mengakibatkan masyarakat miskin hanya bekerja sebagai buruh tani atau bagi hasil yang dalam bahasa sunda disebut maparo. Perubahan tenurial hutan rakyat dapat mengubah pola pengelolaan hutan rakyat yang semula sebagai petani pemilik menjadi petani pengelola, seluruh kontrol pengelolaannya diatur oleh pemilik lahan. Pengelolaan hutan rakyat dengan didasari kepemilikan lahan memungkinkan pengelolaan yang lebih baik dan mengedepankan kelestarian, serta lebih kreatif dalam pemilihan jenis tanaman dan pemanenan. Perubahan tenurial hutan rakyat dapat juga berdampak terhadap keadaan sosial masyarakat. Beberapa dampak sosial yang dapat ditimbulkan, diantaranya lahan garapan semakin sempit, berubahnya model penanaman yang dilakukan oleh petani pengelola, kecemburuan sosial terhadap pengelola, dan ketimpangan ekonomi meningkat antar petani dengan pengelola (Afianto 2002). Berkaitan dengan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa pertanyaan yang merupakan ruang lingkup kajian dalam penelitian, yaitu: 1. Bagaimana kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani Desa Purasari, serta perubahan pengelolaan hutan rakyatnya? 2. Bagaimana sistem tenurial dan dampak sosial yang terjadi dari perubahan tenurial hutan rakyat? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan dan mengkaji pengelolaan hutan rakyat serta perubahan pengelolaanya. 2. Mengkaji sistem tenurial dan dampak sosialnya Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan memberi kontribusi, sebagai berikut: 1. Untuk akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian penelitian terkait tenurial hutan rakyat. 2. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya tenurial hutan rakyat. 3. Untuk Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

17 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan September sampai Bulan Oktober Lokasi penelitian terletak di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah alat tulis, camera digital, dan laptop yang dilengkapi dengan Microsoft Excel dan Microsoft Word untuk mengolah data. Bahan yang digunakan adalah kuesioner penelitian. Pengambilan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden terpilih melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuesioner. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data lapang mengenai pengelolaan hutan rakyat dan keadaan yang dirasakan petani setempat terhadap perubahan serta sistem tenurial yang terjadi di desa. Data sekunder diperoleh dari data Desa Purasari yang berbentuk monografi desa dan data statistik pertanian dan kehutanan Kabupaten Bogor. Penentuan Responden Pemilihan responden dilakukan melalui metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan sesuai tujuan penelitian. Jumlah responden ditentukan sebanyak 64 responden. Responden tersebut dipilih dari dua populasi petani berbeda. Populasi pertama, dipilih 30 responden yang merupakan petani pengelola lahan sendiri (petani pemilik). Populasi kedua, dipilih 30 responden yang merupakan petani pengelola lahan milik orang lain (petani pengelola). Selain itu, empat orang informan yang merupakan tokoh kunci di desa tersebut dan ditentukan secara sengaja guna menggali informasi sejarah tenurial desa tersebut dengan cara wawancara mendalam. Prosedur Analisis Data Analisis yang pertama kali dilakukan adalah mengolah dan mentabulasikan data berdasarkan pengelompokan responden, petani pemilik dan responden petani pengelola. Selanjutnya, data dengan menggunakan analisis statistika deskriptif sederhana yang disajikan dalam bentuk persentase, diagram/pie chart/tabel ataupun kalimat deskriptif.

18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Purasari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Luas wilayahnya ha dengan terdiri atas 37.5 ha lahan rumah dan pekarangan, ha lahan hutan rakyat, ha lahan sawah, ha lahan perkebunan negara, dan 3.55 ha lahan penggunaan lain. Pembagian wilayah administratif desa terbagi 5 Kepala Dusun, 12 RW, dan 50 RT. Dusun I, II, II, IV masing masing terdiri dari 2 RW, sedangkan Dusun V terdiri dari 4 RW. Kemudian, Desa Purasari memiliki wilayah dengan batas batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Karyasari 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibitung Wetan Kecamatan Pamijahan 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Puraseda Berdasarkan data monografi Desa Purasari tahun 2015, jumlah penduduk Desa Purasari sebanyak jiwa yang terdiri dari jiwa laki laki, jiwa perempuan, dan sebanyak kepala keluarga. Penduduk di Desa Purasari 589 jiwa tidak tamat SD, jiwa tamatan SD/sederajat, 868 jiwa tamatan SMP/sederajat, 819 jiwa tamatan SMA/sederajat, dan 210 jiwa tamatan Diploma 1, 2, 3 juga Strata 1, 2. Mata pencaharian penduduk di desa ini sebagai buruh tani (2.370 jiwa), petani (751 jiwa), dan karyawan perusahaan (250 jiwa), sedangkan yang lainnya bermata pencaharian sebagai buruh harian, pedagang, tukang ojek, dan sebagainya. Wilayah Desa Purasari umumnya merupakan daerah datar hingga berbukit dan memiliki ketinggian tempat mdpl. Sebagian besar wilayah Desa Purasari adalah tanah berbukit dengan kemiringan antara Suhu rata rata antara 24 C 28 C dan curah hujan rata rata mm/tahun. Prasarana perhubungan di Desa Purasari berupa jalan kabupaten, yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi, dan jalan desa. Sarana transportasi yang tersedia antara lain kendaraan umum seperti angkutan desa dan ojek. Karakteristik Responden Umur Klasifikasi umur berdasarkan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa umur produktif (tenaga kerja), yaitu antara tahun. Umur responden diklasifikasikan berdasarkan BPS Jabar. Berdasarkan data yang diperoleh, persentase petani pemilik yang termasuk usia produktif sebanyak 76,67%, sedangkan petani pengelola 90.00% (Tabel 1). Hal ini menunjukan bahwa, hutan rakyat di Desa Purasari banyak dikelola oleh petani dengan usia produktif kerja. Sesuai dengan pernyataan Sultika (2010) bahwa kemampuan dalam mengelola hutan rakyat oleh petani yang masih berusia produktif dapat semakin baik. Selain itu, menurut data penelitian tentang umur petani hutan rakyat Desa Purasari yang masih melakukan kegiatan bertani berada direntang umur 30 tahun hingga 74 tahun. Rentang umur tersebut sejalan dengan penelitian Ermayanti (2002) yang menyatakan bahwa, rentang umur petani hutan rakyat yang masih melakukan kegiatan bertani berada direntang umur tahun (Desa Karyasari),

19 31 72 tahun (Desa Purasari), (Desa Curug Bitung), dan tahun (Desa Bantar Karet). Tabel 1 Sebaran umur responden Interval umur (tahun) Petani pemilik (%) Petani pengelola (%) Sumber : data olahan Tingkat Pendidikan Sebagian besar tingkat pendidikan kedua kelompok responden adalah tingkat Sekolah Dasar (Tabel 2). Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh kendala biaya dan fasilitas pendidikan tingkat lanjut belum tersedia di desa. Tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang pengelolaan hutan rakyat dan tingkat adopsi yang diterima oleh responden. Hal ini sejalan dengan pernyataan Putri et al. (2015) bahwa tingkat pendidikan sebagian besar petani hutan rakyat masih tergolong rendah, yaitu hingga tingkat Sekolah Dasar karena keadaan ekonomi yang terbatas dan kurangnya kesadaran orang tua untuk mengarahkan pendidikan formal. Tabel 2 Tingkat pendidikan responden Tingkat pendidikan Petani pemilik Petani pengelola (%) (%) Tidak sekolah SD SMP Sumber : data olahan Jumlah Anggota Keluarga Menurut BKKBN (1998), besar keluarga diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5 7 orang), dan keluarga besar (> 7 orang). Berdasarkan data yang diperoleh, sebesar 50.00% kedua kelompok responden termasuk ke dalam kategori keluarga sedang (Tabel 3). Semakin besar jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani dapat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Pengaruh tersebut dapat berupa meningkatnya biaya hidup rumah tangga atau sebaliknya dapat mengurangi biaya produksi dalam usaha tani karena tersedianya tenaga kerja (gratis) dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan Palmolina (2015) yang menyatakan bahwa, sebagian besar jumlah anggota keluarga petani hutan rakyat di daerah penelitiannya berada di tingkat keluarga sedang. 5

20 6 Tabel 3 Jumlah anggota keluarga responden Interval Anggota Keluarga Petani pemilik Petani pengelola (%) (%) Sumber : data olahan Luas Hutan Rakyat Hutan rakyat yang dikelola terbagi menjadi dua jenis, yaitu lahan milik dan lahan garapan. Lahan milik ialah lahan milik sendiri, sedangkan lahan garapan adalah lahan milik investor yang dikelola oleh petani pengelola. Persentase terbesar (46.67%) petani pemilik memiliki luas lahan milik antara 0.2 ha 0.49 ha (Tabel.4). Hal ini sesuai dengan penelitian Hardjanto (2003) yang menyatakan bahwa luasan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani relatif sempit (kurang dari 1 ha). Persentase terbesar lahan garapan milik investor ialah 36.67% dengan luas lahan sekitar ha. Daerah asal investor sebesar 93.33% berada di luar Kabupaten Bogor yang meliputi Bogor kota, Jakarta, dan Depok. Tabel 4 Luas hutan rakyat milik dan garapan responden Lahan garapan per daerah asal Interval luas Lahan milik (%) lahan (ha) (%) Luar Luar Luar pulau kecamatan kabupaten , Jumlah Sumber : data olahan Mata Pencaharian Seluruh responden petani pemilik bermata pencaharian utama sebagai petani dilahannya sendiri dan bermata pencaharian sampingan beragam. Responden petani pengelola memiliki pekerjaan utama bukan hanya sebagai petani pengelola, tetapi juga bekerja sebagai petani di lahannya sendiri (Tabel 5). Hal ini menjelaskan bahwa kedua kelompok responden petani masih memiliki waktu luang untuk bekerja meski telah mengelola lahan miliknya sendiri. Hal tersebut mendorong para petani untuk melakukan pekerjaan sampingan. Sejalan dengan Sanudin dan Fauziah (2015) yang menjelaskan bahwa, responden petani hutan rakyat di daerah penelitiannya sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.

21 7 Mata pencaharian Tabel 5 Mata pencaharian responden Petani pemilik (%) Petani pengelola (%) Utama 1. Petani Pengelola Sampingan 1. Buruh tani Pedagang Tidak ada Supir angkutan 5. Guru 6. Lainnya Sumber : data olahan Kesejahteraan Kesejahteraan petani pemilik dan petani pengelola dapat dilihat pada Tabel 6, yang menunjukkan sebaran pendapatan total per kapita dari perhitungan berdasarkan klasifikasi Sajogyo dan dinyatakan dalam nilai tukar beras (kg/jiwa/tahun). Nilai tukar beras di Desa Purasari yaitu Rp /kg. Sajogyo (1996) menyatakan bahwa klasifikasi kesejahteraan meliputi, sangat miskin (< 180 kg/jiwa/tahun), miskin ( kg/jiwa/tahun), cukup ( kg/jiwa/tahun), dan kaya ( 320 kg/jiwa/tahun). Klasifikasi kesejahteraan rata rata pendapatan per kapita responden petani pengelola sebesar kg/orang/tahun dan termasuk ke dalam golongan kaya. Berbeda dengan petani pengelola, rata rata pendapatan per kapita responden petani pemilik hanya sebesar 280 kg/orang/tahun, yaitu termasuk ke dalam golongan diambang cukup. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan rata-rata responden antara petani pemilik dan petani pengelola yang disebabkan oleh ketimpangan luas lahan yang dikelola dan pekerjaan sampingan. Sejalan dengan Pratama et al. (2015) yang menyatakan bahwa, di desa penelitiannya rata-rata pendapatan rumah tangga per kapita pemilik hutan rakyat berada diatas garis kemiskinan, artinya pemilik hutan rakyat berada di tingkat kecukupan. Tabel 6 Klasifikasi kesejahteraan responden Klasifikasi kesejahteraan Petani pemilik Petani pengelola (%) (%) Kaya Cukup Miskin Sangat miskin Sumber : data olahan

22 8 Tenurial Hutan Rakyat Desa Purasari Sebelum masuknya investor (sebelum tahun 1980) Menurut sesepuh di Desa Purasari Bapak Odih, pemilikan lahan di desa ini secara garis besar diperoleh dengan cara membuka hutan. Lahan yang dimiliki dikelola secara perseorangan kemudian diwariskan secara turun temurun. Pada masa penjajahan lahan dikuasai oleh tuan tanah. Tuan tanah merupakan masyarakat pribumi yang memihak kepada penjajah. Tuan tanah bertugas memungut upeti dari masyarakat setempat yang mengelola lahan. Upeti tersebut merupakan pengganti dari pajak berupa hasil tani berupa padi, jagung, singkong, pisang, kelapa, dan lainnya. Pertanian yang diusahakan pada zaman penjajahan masih sangat sederhana, yaitu hanya menanam tanaman yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Memasuki masa kemerdekaan, istilah tuan tanah mulai tidak berlaku. Menurut seorang tokoh setempat yaitu Bapak Tata, pada tahun 1952 terdapat kegiatan klasiran yaitu pendataan lahan yang dikelola masyarakat setempat. Pendataan tersebut berupa pengukuran dan penetapan lahan yang telah dikelola oleh masing masing warga secara turun temurun dari masa penjajahan. Selang lima tahun dari klasiran, pemerintah melakukan pengesaahan lahan (girik) yang dimiliki masyarakat setempat dari hasil klasiran. Girik mewajibkan masyarakat setempat membayar pajak atas lahan yang dikuasainya. Setelah terjadinya girik, masyarakat sekitar mulai mengusahakan lahan keringnya dengan menanam dominasi tanaman kayu keras yang biasa disebut hutan rakyat atau kebun. Sampai pada tahun 1970, komoditas tanaman karet dan sengon mendominasi di desa ini. Menurut penuturan Bapak Isak, dahulu luas kebun karet di desa ini seluas 10 ha dan seluruhnya merupakan milik petani setempat, sedangkan sisanya diusahakan menjadi kebun campuran ataupun hanya menjadi lahan tidur. Kurang lebih 50% lahan pertanian kering tidak diusahakan oleh pemiliknya (masyarakat setempat). Hal tersebut disebabkan oleh, penduduk yang masih sedikit sehingga kebutuhan penggunaan lahan tidak terlalu banyak. Memasuki pertengahan tahun 70 an, harga karet menurun dan menyebabkan tanaman karet tidak lagi diminati oleh petani setempat dan banyak yang ditebang. Seorang warga desa yang bernama H. Abung mulai mencoba menanam tanaman cengkih di lahan miliknya. Tanaman tersebut cocok ditanam di desa ini dan berhasil berbuah. Hal tersebut akhirnya diikuti pula oleh beberapa petani setempat. Namun, para petani belum mengetahui bahwa harga cengkih sangat diperhitungkan di pasaran dan dapat terus meningkat. Menurut Bapak Tata hingga akhir tahun 70 an kebun cengkih di desa ini seluas kurang lebih 9 ha. Setelah masuknya investor (tahun 1980) Jual beli lahan pertanian mulai terjadi saat masyarakat luar desa/investor masuk ke Desa Purasari. Menurut Sekretaris Desa (Sekdes) Endang, sebelum masuknya para investor, transfer kepemilikan lahan hanya melalui sistem waris. Pada tahun 1980, seorang ahli tanaman cengkih yang berasal dari luar desa (H. Gober) membeli lahan seluas 1 ha di Desa Purasari. H. Gober menjadi investor pertama yang membeli lahan di desa ini. H. Gober juga mengajarkan dan memberikan penyuluhan kepada para petani setempat tentang tata cara menanam dan memelihara tanaman cengkih yang baik dan benar. Hal tersebut mengakibatkan

23 semakin bertambahnya para petani setempat yang menanam cengkih. Petani pemilik menanam tanaman cengkih dengan mencampurkan dengan tanaman lainnya di kebun campuran miliknya tanpa merubah menjadi kebun sejenis. Hal tersebut disebabkan oleh, harga bibit tanaman cengkih yang cukup mahal yaitu Rp10/bibit. Cocoknya tanaman cengkih ditanam di desa ini mengundang lebih banyak para investor untuk membeli lahan. Para investor mendapatkan informasi tersebut berdasarkan cerita dari teman maupun kerabat di Desa Purasari dan membeli lahan melalui aparat desa. Investor hanya membeli lahan lahan yang tidak ditanami /diusahakan oleh pemiliknya. Dahulu, harga lahan relatif cukup murah, yaitu sebesar Rp2.000/m 2. Menurut penuturan Bapak Tata pada tahun 80 an, terjadi pembelian lahan secara besar besaran oleh para investor. Lahan tidur milik petani setempat hampir tidak ada karena berubah menjadi kebun, baik diusahakan sendiri maupun diusahakan oleh investor dengan cara dijual. Menurut Bapak Isak, pada awal tahun 90 an hampir seluruh lahan pertanian kering Desa Purasari ditanami tanaman cengkih. Tidak ada data pasti mengenai jumlah lahan cengkih yang diusahakan pada tahun 90 an. Tepatnya tahun 1998, harga cengkih mengalami penurunan yang sangat drastis, disebabkan oleh terjadinya kasus Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC). Pada saat itu, banyak petani mengalami kerugian. Sebagian besar petani setempat menebang seluruh tanaman cengkih dan mengubahnya kembali menjadi kebun campuran yang didominasi oleh tanaman sengon. Para investor tetap mempertahankan kebun cengkih dengan cara membiarkannya tidak terpelihara. Hal yang terjadi pada akhir masa Orde Baru mengakibatkan hingga saat ini petani setempat lebih sedikit yang mengusahakan kebun cengkih dibandingkan dengan para investor. Petani setempat lebih memilih menebang ataupun menjual lahannya daripada memanen buah cengkih yang tidak memiliki harga. Selain menjual kebun cengkih, beberapa petani pemilik kembali mengusahakan hutan rakyat campuran dengan didominasi tanaman sengon dan afrika. Hampir seluruh petani setempat yang dahulu mengusahakan cengkih melakukan hal tersebut. Akibatnya, hampir 50% lahan yang ditanami cengkih di Desa Purasari di konversi menjadi kebun campuran. Hingga saat ini, ara investor membeli lahan yang telah diusahakan oleh petani setempat maupun investor yang tidak mengusahakan lahannya lagi. Proses pembelian lahan malalui bantuan makelar tanah. Lahan hutan rakyat di daerah Dusun II dan Dusun IV banyak menjadi target pembelian oleh para investor saat ini. Hal ini disebabkan oleh akses menuju kedua dusun tersebut sangat mudah dilalui jalan kabupaten. Investor dari luar tidak hanya membuat kebun cengkih, namun juga membuat kebun sengon. Pemilik lahan memperoleh dan menetapkan seorang pengelola sesuai pilihannya sendiri. Selain itu, terdapat pula yang berdasarkan atas dasar masukan dari makelar yang telah membantu mendapatkan lahan tersebut. Makelar akan mencari seorang pengelola sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh pemilik lahan. Kriteria yang diinginkan oleh pemilik lahan adalah seseorang yang jujur dalam segala hal yang dikerjakan, bertanggung jawab, ahli, dan berpengalaman dalam pengelolaan hutan rakyat. 9

24 10 Perubahan Pengelolaan Hutan Rakyat Perbedaan pengelolaan hutan rakyat disebabkan adanya perubahan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani pemilik dan petani pengelola. Perubahan pengelolaan hutan rakyat hanya terjadi pada sub sistem produksi dan pengolahan hasil. Persiapan lahan Perubahan pengelolaan hutan rakyat terjadi pada sub sistem produksi. Tahap awal dari sub sistem produksi adalah persiapan lahan. Berdasarkan data yang diperoleh, seluruh petani pemilik melakukan persiapan lahan sebelum penanaman meliputi kegiatan pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam. Pembersihan lahan yang dilakukan petani pemilik cenderung tidak secara keseluruhan, namun hanya dilakukan pembersihan gulma pengganggu di sekitar lahan yang akan ditanami. Lahan hutan rakyat yang akan ditanami umumnya berupa hutan rakyat yang memiliki tanaman lain dan relatif jarang mengandung tumbuhan liar. Pembuatan lubang tanam yang dilakukan petani pemilik hanya mencungkil sebagian tanah dan langsung ditanami anakan, tanpa melakukan pengolahan tanah. Sebagian besar petani pengelola melakukan kegiatan persiapan lahan meliputi kegiatan pembersihan lahan, pembuatan lubang tanam, dan pengolahan tanah (80.00%). Pembersihan lahan dengan cara menebang habis seluruh tanaman. Hal tersebut disebabkan, para investor lebih tertarik mengusahakan kebun sejenis. Saat pembuatan lubang tanam, petani pengelola membiarkan lubang tanam yang telah dibuat terbuka dan terkena sinar matahari langsung untuk beberapa minggu. Selain itu, pengolahan tanah dilakukan dengan cara mencampurkan tanah dengan pupuk kandang. Hal tersebut, bertujuan untuk menyuburkan lubang tanam yang akan ditanami anakan. Kegiatan persiapan lahan 13.33% petani pemilik dan 30.00% petani pengelola dilakukan dengan cara diburuhkan. Upah buruh tani dari kegiatan ini sebesar Rp40.000/hari/orang. Alat yang digunakan oleh petani pemilik untuk persiapan lahan, yaitu cangkul, garpu, dan parang. Petani pengelola pun menggunakan alat yang sama seperti petani pemilik, tetapi memiliki alat tambahan berupa mesin pemotong rumput. Penanaman Jenis hutan rakyat yang lebih banyak diusahakan petani pemilik adalah jenis hutan rakyat campuran. Jarak antar tanaman kayu tidak menjadi hal utama karena para petani pemilik ingin mengoptimalkan luasan lahan yang sempit. Petani pemilik menggunakan jarak tanam hanya pada tanaman cengkih, yaitu dengan jarak 3 3 m dan 4 4 m. Jarak tanam tersebut tidak memenuhi kriteria dalam penanaman cengkih yang seharusnya. Jarak tanam yang harus digunakan dalam penanaman cengkih adalah 7 8 m atau 8 8 m untuk topografi yang bergelombang (Distanhut Kab. Bogor 2014). Pemilihan jenis tanaman yang dilakukan petani pengelola merupakan perintah dari pemilik lahan. Sebesar 73.33% pemilik lahan memilih tanaman cengkih sebagai tanaman inti di lahan miliknya. Jarak tanam yang digunakan petani pengelola dalam penanaman cengkih adalah 6 6 m hingga 8 8.m. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan petani pemilik karena luasan hutan rakyat yang dimiliki setiap investor lebih luas daripada petani setempat. Jika petani

25 pengelola menanam sengon sebagai tanaman inti, maka jarak tanam yang digunakan adalah 2m 2m. Kegiatan penanaman 13.33% petani pemilik dan petani pengelola dilakukan dengan cara diburuhkan. Upah buruh tani dari kegiatan ini sebesar Rp40.000/hari/orang. Alat yang digunakan oleh petani pemilik untuk kegiatan ini, yaitu cangkul, garpu, dan parang dan begitu pula yang digunakan petani pengelola. Jenis tanaman Tanaman kayu Tanaman buah Tabel 7 Asal bibit tanaman Cara memperoleh bibit Petani Petani tanaman pemilik (%) pengelola (%) Usaha sendiri Beli Cabutan Campuran Pemberian Bantuan pemerintah Pemilik lahan sebelumnya Usaha sendiri Beli Cabutan Campuran Pemberian Bantuan pemerintah Pemilik lahan sebelumnya Sumber : data olahan Petani pemilik dan petani pengelola dalam menyediakan bibit tanaman terdapat dua sumber, yaitu berasal dari usaha sendiri dan pemberian. Usaha sendiri terdiri dari membeli, cabutan, dan campuran keduanya. Jika bibit berasaal dari pemberian, maka pemberian dari pemerintah dan pemilik lahan sebelumnya. Petani pemilik (56.66%) dan petani pengelola (50.00%) lebih memilih cabutan anakan alami dalam penyediaan bibit tanaman kayu (Tabel 7). Anakan alami tersebut sangat memudahkan kedua kelompok petani karena tidak perlu mengeluarkan modal untuk membeli bibit. Meskipun, petani pengelola memiliki modal yang cukup dari pemilik lahan. Selain itu, bibit sengon dari hasil anakan alami lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Berbeda dengan bibit yang diperoleh dari hasil membeli, bibit cenderung mudah terserang penyakit. Hal ini berbeda dengan penelitian Fanuzia (2013) bahwa bibit yang diperoleh dengan cara membeli akan lebih mudah dilakukan dan tidak memerlukan persemaian. Perbedaan cara memperoleh bibit tanaman kayu antara petani pemilik dan petani pengelola ialah ketika diharuskan membeli bibit tanaman. Petani pemilik membeli bibit dengan modal sendiri, sedangkan petani pemilik membeli bibit dengan seizin pemilik lahan. Harga bibit sengon dari pedagang keliling yaitu Rp1.000/bibit dengan ukuran tinggi 30 cm. Selain tanaman kayu, kedua kelompok petani juga menanam tanaman buah. Proses dalam memperoleh bibit tanaman buah berasal dari usaha sendiri dan pemberian. Petani pemilik (46.66%) memadukan campuran antara membeli dan cabutan anakan alami dalam menyediakan bibit buah. Hal tersebut disebabkan, modal petani pemilik yang terbatas untuk melakukan pembelian bibit tanaman buah 11

26 12 secara keseluruhan. Selain itu, harga bibit tanaman cengkih yang cukup mahal sehingga kurang terjangkau oleh petani pemilik, yaitu Rp15.000/bibit dengan ukuran 50 cm. Selain usaha sendiri, petani pemilik juga mendapatkan pemberian bibit tanaman buah dari pemerintah. Bantuan tersebut dikhususkan untuk petani pemilik setempat. Hal tersebut sangat membantu petani pemilik untuk menanam cengkih, meskipun bantuan tersebut baru pertama kali terjadi di desa tersebut. Petani pengelola memperoleh bibit tanaman buah terutama cengkih dari proses membeli sebesar 86.36%, ditunjukan pada Tabel 7. Perbedaan dengan petani pemilik adalah modal yang cukup dari pemilik lahan sehingga sebagian besar petani pengelola memperoleh bibit dengan cara membeli. Selain itu, petani pengelola memperoleh tanaman cengkih dari proses pemberian. Perbedaan proses pemberian antara petani pemilik dan petani pengelola adalah subjek yang memberi. Petani pemilik memperoleh tanaman cengkih dari pemerintah, sedangkan petani pengelola merupakan warisan dari pemilik sebelumnya. Petani pengelola tidak memperoleh bibit tanaman cengkih dari bantuan pemerintah karena bantuan tersebut hanya diperuntukan bagi petani pemilik. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit. Kegiatan penyiangan dan pendangiran dilakukan oleh kedua kelompok petani, baik petani pemilik dan petani pengelola. Kegiatan tersebut dilakukan hanya di sekitar pangkal pohon dengan cara memotong rumput liar dan membalikkan tanah. Kegiatan pemeliharaan selanjutnya, yaitu penyulaman. Kegiatan ini dilakukan oleh petani pemilik dan petani pengelola dengan cara mengganti anakan yang mati dengan anakan yang baru. Kegiatan pemupukan adalah kegiatan lain yang dilakukan oleh kedua kelompok petani. Perbedaan pemupukan antara kedua kelompok petani diantaranya adalah jumlah pupuk yang digunakan dan frekuensi pemupukan dalam satu tahun. Petani pemilik biasanya menggunakan jenis pupuk kandang, NPK, TSP, Urea, dan phonska dengan dosis bergantung pada modal yang dimiliki. Frekuensi pemupukan rata rata dua kali dalam satu tahun. Hal tersebut disebabkan oleh lahan hutan rakyat yang banyak ditanami jenis tanaman terutama tanaman musiman sehingga perlu pemberian pupuk yang teratur. Petani pengelola mengguanakan jenis pupuk yang sama seperti petani pemilik. Kegiatan pemupukan oleh petani pengelola menggunakan jumlah yang lebih banyak dari pada petani pemilik. Pemupukan rata rata dilakukan satu kali dalam satu tahun karena sebagian besar hutan rakyat milik masyarakat luar didominasi tanaman cengkih. Pemupukan cengkih dilakukan setiap satu bulan sebelum atau setelah dilakukannya pemanenan. Pemeliharaan hutan rakyat yang terakhir dilakukan adalah pemberantasan terhadap hama dan penyakit. Pemeliharaan ini dilakukan untuk menjaga agar tanaman di hutan rakyat tidak terserang hama dan penyakit. Beberapa penyakit seperti karat puru, yang disebabkan oleh jamur Uromycladium sp, dan penggerek batang (uter uter), disebabkan oleh ulat surendang (Xystrocera festiva), seringkali menyerang tanaman dan sukar untuk diberantas sehingga mengganggu tanaman petani. Pemberantasan terhadap hama dan penyakit yang dilakukan oleh kedua kelompok petani, yaitu pemangkasan, pembedahan, dan penyemprotan menggunakan insektisida. Tetapi, pemberantasan hama tersebut tidak terlalu efektif

27 sehingga hama dan penyakit tetap merusak tanaman, baik tanaman penghasil kayu ataupun penghasil buah. Oleh karena itu, beberapa petani baik petani pemilik maupun petani pengelola membiarkan dan tidak memberantasnya karena bingung serta tidak mengetahui obat yang dapat memberantas hama dan penyakit tersebut. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan petani pemilik (6.66%) dan petani pengelola (40.00%) dengan cara diburuhkan. Upah buruh tani dari kegiatan ini sebesar Rp40.000/hari/orang. Alat yang digunakan oleh petani pemilik untuk persiapan lahan, yaitu cangkul dan parang. Petani pengelola pun menggunakan alat yang sama seperti petani pemilik, tetapi memiliki alat tambahan berupa mesin pemotong rumput. Pemanenan Akhir dari sub sistem produksi adalah pemanenan. Sebesar 76.67% petani pemilik melakukan pemanenan disebabkan oleh kebutuhan (Gambar 1). Sesuai dengan penelitian Umam (2010) bahwa sebagian besar petani desa melakukan penebangan dengan alasan kebutuhan ekonomi dan mendesak. Selain itu, terdapat pula petani pemilik yang memanen ketika tanaman kayu telah masak tebang sekitar lima tahun tanam (23.33%). Pemanenan saat telah masak tebang ini memiliki tujuan dari sebagian petani, yaitu untuk memaksimalkan pendapatan dari kebun. Menurut sebagian petani pemilik, pemanenan yang belum cukup waktu penebangan dapat mengurangi pendapatan. Petani pengelola (73.33%) melakukan pemanenan pada saat masak tebang atau panen (Gambar 1). Hal tersebut karena pemilik lahan menginginkan hasil panen yang optimal dari kebun yang diusahakannya % 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 76.67% 73.33% 20.00% 23.33% 6.67% Kebutuhan Hama penyakit Masak tebang/panen Petani pemilik Petani pengelola Sumber : data olahan Gambar 1 Alasan penebangan petani pemilik dan petani pengelola Petani pengelola yang melakukan penebangan selain perintah pemilik lahan merupakan pengecualian. Sebagian kecil petani pengelola (33.33%) diberi kebebasan menanam tanaman di lahan kelolaannya selain tanaman inti, tetapi tidak diberi gaji. Kebebasan tersebut sebagai imbalan pemilik lahan terhadap pekerjaan yang dilakkan petani pengelola. Petani pengelola seperti ini diberi kebebasan menanam tanaman selain tanaman inti sehingga dapat memanen sesuai keperluan sendiri. Kemudian sebagian besarnya (76.66%) tidak diberi kebebasan sedikitpun untuk menanamam tanaman di lahan kelolaannya selain tanaman inti, tetapi diberi gaji rata-rata sebesar Rp /bulan. Antara petani pengelola dan pemilik lahan dalam hal ini tidak melakukan bagi hasil. Seluruh hasil dari tanaman inti menjadi hak milik pemilik lahan.

28 14 Seluruh petani baik pemilik maupun pengelola melakukan penebangan pohon kayu menggunakan jasa tengkulak. Jasa tersebut membeli kayu saat masih berbentuk pohon berdiri. Jika petani melakukan penebangan sendiri dengan menggunakan jasa buruh harian, maka biasanya menggunakan buruh dengan upah Rp70.000/orang/hari. Upah tersebut merupakan upah untuk menebang, menyarad, dan mengangkut. Beberapa petani pemilik dan petani pengelola menggunakan jasa borongan atau jasa buruh panen saat memanen tanaman buah. Jika pemanenan tanaman buah menggunakan bantuan jasa borongan, maka hasil panen langsung menjadi hak milik pemborong. Jika pemanenan menggunakan jasa buruh panen, maka buruh panen hanya bekerja sebagai buruh dengan diberi upah dan hasil panen tetap dimiliki petani untuk dijual sendiri atau disetor ke pemilik lahan. Ketika pemanenan cengkih menggunakan jasa buruh panen maka upah buruh panen, yaitu sebesar Rp2.500/kg cengkih yang diperoleh. Pengolahan hasil Kegiatan setelah sub sistem produksi adalah sub sistem pengolahan hasil. Petani pemilik tidak melakukan pengolahan hasil terhadap tanaman kayu. Petani pemilik lebih memilih menjual langsung pohon berdiri kepada tengkulak. Pohon yang dapat dijual ialah pohon yang telah berdiameter 15 cm ke atas. Jika pohon yang dijual secara borongan maka harga berdasarkan sistem kubikasi. Harga untuk kayu sengon dan afrika ialah Rp /m³. Hasil panen dari tanaman buah (cengkih) lebih banyak dijual sendiri dengan cara mengeringkan biji cengkih sehingga menjadi cengkih kering guna meningkatkan harga jual. Harga cengkih basah yaitu Rp30.000/kg, sedangkan harga cengkih kering rata rata Rp /kg. Hanya sebagian petani yang menjual langsung kepada pemborong. Hal berbeda dilakukan oleh petani pengelola, karena lahan yang digarap dan seluruh tanaman inti (tanaman kayu atau tanaman cengkih) milik pemilik lahan maka petani pengelola akan menyetorkan hasil panen kepada pemilik lahan. Hanya saja, menyetorkan hasil panen kayu yang disetorkan berupa uang. Hal tersebut disebabkan, petani pengelola langsung menjual ke tengkulak berupa pohon berdiri. Hasil cengkih disetorkan kepada pemilik lahan berupa cengkih basah. Dampak Sosial dari Aspek Tenurial Hutan Rakyat Keberadaan hutan rakyat di Desa Purasari yang banyak dimiliki oleh masyarakat luar/investor berdampak terhadap keadaan sosial masyarakat setempat. Beberapa indikator dampak sosial yang dapat terjadi akibat perubahan tenurial berdasarkan Afianto (2002) yaitu, lahan garapan semakin sempit, serta kecemburuan sosial terhadap petani pengelola, berubahnya model penanaman yang dilakukan oleh petani pengelola, dan menambah lapangan pekerjaan. Indikator tersebut terjadi di lingkungan masyarakat khususnya petani Desa Purasari, baik petani pemilik maupun petani pengelola. Petani pemilik a. Lahan garapan semakin sempit Menyempitnya lahan garapan yang dirasakan petani pemilik dapat disebabkan oleh adanya lahan milik investor. Selain itu, faktor pendukung lainnya ialah adanya sistem waris. Lahan yang diwariskan dari suatu keluarga masyarakat

29 dibagi-bagikan kepada pihak-pihak yang memiliki hak waris. Oleh karena itu, lahan yang dimiliki petani dari satu generasi ke generasi berikutnya akan semakin menyempit. Pada saat-saat tertentu, petani berlahan sempit cenderung akan menjual lahannya karena pendapatan yang diperoleh dari lahan yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Sebagian besar pendapatan rumah tangga masyarakat Desa Purasari diperoleh dari kegiatan usaha tani yang memerlukan lahan sebagai faktor produksi utama. Hak menguasai atas lahan yang lemah menyebabkan para petani kecil kurang mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari hari. Bagi masyarakat desa, luas lahan garapan mencerminkan kesejahteraan. Peran lahan sangat penting bagi kehidupan masyarakat desa, karena identik dengan status sosial rumah tangga. Iriani (2008) menyatakan bahwa kepemilikan lahan di suatu desa oleh petani setempat dinilai memiliki arti penting dalam sektor ekonomi dan sosial. Ketimpangan pemilikan dan penguasaan lahan disebabkan oleh kepemilikan lahan oleh investor yang sangat berlebihan. Ariwijayanti (2011) menyatakan bahwa kemiskinan di desa khususnya bagi para petani disebabkan oleh ketidakmerataan penguasaan atas lahan pertanian untuk dikelola. Situasi tersebut menjadikan lahan yang dimiliki petani asli setempat menjadi semakin sempit. Akibatnya, rata-rata kontribusi hutan rakyat terhadap total pendapatan responden petani pemilik hanya 36.9%. Hal itu lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kontibusi hutan rakyat terhadap total pendapatan responden petani pengelola yang sebesar 66.1%. Maka dari itu, sebesar 56.67% responden petani pemilik merasakan dampak tersebut. b. Kecemburuan sosial terhadap petani pengelola Ketika terjadi pembelian lahan oleh masyarakat luar, sedikitnya terdapat satu orang yang dikuasakan untuk mengelola lahan tersebut. Beberapa petani setempat sebagai pemilik sebelumnya akan tersingkir dari pekerjaan produktifnya sebagai petani di lahan tersebut. Dahulu, para petani pemilik sebelumnya dapat menggarap lahan untuk menghidupi keluarga. Namun sekarang, para petani tidak dapat menggarap lahan karena sebagian besar lahan hutan rakyat dibeli oleh masyarakat luar dan dikelolakan kepada petani pengelola pilihannya. Maka dari itu, akan timbul dampak kecemburuan sosial terhadap petani pengelola. Hal ini sesuai dengan penelitian Afianto (2002), bahwa petani tersingkir dari pekerjaan produktifnya karena terjadi alih fungsi lahan yang dikuasai oleh masyarakat luar. Hal inilah yang menyebabkan kecemburuan terhadap pengelola. Padahal, menurut Ruswandi (2005) menyatakan bahwa dengan menggarap lahan milik orang lain kontinuitas usaha pada lahan milik orang lain kurang terjamin. Apabila suatu lahan dijual pemiliknya atau diganti penggarapnya maka petani kehilangan lahan tersebut. Kecemburuan petani pemilik terlihat pada sikap iri yang ditujukan kepada petani pengelola. Sebesar 36.67% responden petani pemilik merasakan dampak tersebut. Petani pengelola a. Menambah lapangan pekerjaan Kepemilikan lahan oleh masyarakat luar secara besar besaran ternyata tidak hanya berdampak negatif. Dampak positif pun dirasakan, tetapi hanya oleh petani pengelola. Beberapa responden petani pengelola (90.00%) menyatakan bahwa dengan adanya pemilikan lahan masyarakat luar dapat menambah lapangan pekerjaan. Hal itu terjadi karena para petani pengelola merasa tertolong dengan 15

30 16 adanya lahan lahan milik investor. Petani pengelola diberikan izin untuk menjaga dan mengelolanya lahan tersebut. Dengan kata lain, para petani tersebut dapat bekerja sebagai petani pengelola sehingga memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Hal ini sejalan dengan Winarso (2012), menjelaskan bahwa salah satu dampak positif adanya pemilikan lahan oleh masyarakat luar, yaitu meningkatkan lapangan pekerjaan bagi petani tunakisma (petani yang tidak memiliki lahan). b. Berubahnya model penanaman yang dilakukan oleh petani pengelola Selain itu, dampak yang terjadi ketika petani pemilik telah berubah menjadi petani pengelola ialah model penanaman yang dilakukan. Dahulu, ketika masih menjadi petani pemilik, penanaman yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri baik jenis hutan rakyat yang diinginkan. Tanaman yang ditanam merupakan tanaman yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluannya, baik untuk di jual maupun konsumsi pribadi. Biasanya lahan yang dikelola petani pemilik berupa kebun campuran, dengan jenis tanaman kayu, buah-buahan, dan juga tanaman palawija sebagai tumpang sarinya. Namun saat menjadi petani pengelola, semua tanaman yang ditanam di lahan mengikuti keinginan pemilik lahan. Afianto (2002) menyatakan jika petani pengelola itu hanya memiliki kewajiban untuk mengolah lahan hingga menghasilkan produksi tanpa bisa menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. Lahan yang dahulu berupa hutan rakyat campuran dibabat habis dan diganti dengan tanaman satu jenis (sengon maupun cengkih). Model penanaman tersebut akan berubah. Hal tersebut juga akan berakibat pada kurang berkembangnya inisiatif dan inovasi dari petani pengelola. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa 30.00% petani pengelola merasakan dampak tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lahan di Desa Purasari secara garis besar diperoleh dengan cara membuka hutan kemudian diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya. Memasuki tahun 1980 mulailah para investor luar berdatangan dan mengusahakan kebun cengkih. Oleh karena itu, pengelolaan hutan rakyat di Desa Purasari saat ini terdiri dari dua kategori, yaitu pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani pemilik dan pengelolaan yang dilakukan petani pengelola. Terdapat perbedaan pengelolaan yang dilakukan antara kedua kelompok responden tersebut, terutama pada sub sistem produksi dan sub sistem pengolahan hasil. Kegiatan persiapan lahan terdapat perbedaan dalam penggunaan jasa buruh tani, 13.33% petani pemilik dan 30.00% petani pengelola. Kegiatan penanaman petani pemilik menyediakan bibit tanaman kayu sebanyak 56.66% dari cabutan anakan alami sedangkan bibit tanaman buah sebanyak 46.66% dari campuran antara membeli dan cabutan anakan, sedangkan petani pengelola sebesar 50.00% bibit tanaman kayunya dari hasil cabutan anakan alami dan sebesar 86.36% bibit tanaman buah berasal dari pembelian. Kegiatan pemeliharaan 6.66% petani pemilik dan 40.00% petani pengelola dilakukan dengan cara diburuhkan. Kegiatan pemanenan 76.67% petani pemilik melakukan pemanenan disebabkan oleh biaya tak terduga, sedangkan

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a.

Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a. LAMPIRAN 49 Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a. sendiri b. sistem upah 3. Berapa upah yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK Kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah dilakukan oleh petani sudah sangat lama, dengan teknik yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Para Aktor Dalam rantai nilai perdagangan kayu sengon yang berasal dari hutan rakyat, terlibat beberapa aktor (stakeholder) untuk menghasilkan suatu produk jadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah dan Keadaan Alam Penelitian ini dilaksanakan di Desa Paya Besar Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah Kabupaten grobogan salah satu wilayah yang secara terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Grobogan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui 5 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Identitas Petani Dalam penelitian ini yang menjadi petani diambil sebanyak 6 KK yang mengusahakan padi sawah sebagai sumber mata pencaharian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antarvariabel

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat Pengusahaan hutan rakyat di Desa Burat dapat diuraikan berdasarkan beberapa aspek seperti status lahan, modal, SDM, pelaksanaan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Agribisnis Faperta Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Umur responden merupakan usia responden dari awal kelahiran. sampai pada saat penelitian ini dilakukan.

III. METODE PENELITIAN. Umur responden merupakan usia responden dari awal kelahiran. sampai pada saat penelitian ini dilakukan. 26 III. METODE PENELITIAN A. dan 1. Umur Umur merupakan usia dari awal kelahiran sampai pada saat penelitian ini dilakukan. Umur diukur dalam satuan tahun. Umur diklasifikasikan menjadi tiga kelas sesuai

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN 114 115 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Penelitian Variabel Sub Variabel No Item A. Karakteristik Responden a. Nama b. Alamat c. Jenis Kelamin d. Umur e. Pendidikan f. Pekerjaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum Daerah penelitian 4.1.1. Keadaan Geografis Desa Munsalo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau terdiri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis dan Topografi Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Propinsi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian 87 Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Sosial Karakteristik Individu Jenis Kelamin Teknologi Komoditi Sumberdaya Hambatan Alam Perempuan 88 (73,3) 5 (4,2) 5 (4,2) 17 (14,2) 4 (3,3)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Keadaan Geografis Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani yang sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pujastuti Sulistyaning Dyah Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera)

PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera) EPP.Vol.5..2.2008:38-43 38 PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS PADA TINGKAT KELUARGA TANI (Studi Kasus di Desa Bukit Raya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kertanegera) Production and Consumption of

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5 ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO Kelompok 5 1. AMUL HEKSA BAJAFITRI 125040201111131 2. ANISA SILVIA 125020201111152 3. AMANU BUDI SETYO U 125040201111208 4.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Tri Sulistyati Widyaningsih, Dian Diniyati, dan Eva Fauziyah BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY CIAMIS, JAWA BARAT PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya wilayah Indonesia dan sebagian besar warganya yang bermatapencaharian di bidang pertanian.

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Ciamis Berdasarkan data geografis, wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 20' sampai dengan 108 40' Bujur Timur dan 7 40'20" Lintang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci