BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.
|
|
- Siska Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi yang didapatkan siswa di sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor IQ saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan dengan pencapaian tugas siswa di sekolah, salah satunya adalah tentang kemampuan bagaimana siswa dapat mengeksplorasi potensi yang dimiliki serta dikarenakan siswa belum memiliki kemandirian dalam belajar, dan seringkali pihak sekolah lebih menekankan pada hasil belajar saja, sedangkan proses di dalam belajar siswa kurang diperhatikan. Dampak dari permasalahan tersebut menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan. Banyaknya tuntutan akademik dan besarnya keinginan untuk melakukan hobi dan bersantai menyebabkan siswa kurang bisa membagi waktu antara belajar dengan melakukan hobi dan bersantai, peserta didik dituntut untuk belajar lebih mandiri dan tidak bergantung pada apa yang disajikan oleh pengajar saja. Selain itu, siswa juga harus dapat mengerjakan tugas-tugas di sekolah yang tidak sedikit, yang tentunya memerlukan pengaturan diri dalam belajar / self-regulated learning agar siswa dapat menyelesaikan tugas dengan baik. SRL / self-regulated learning merupakan fondasi proses belajar sepanjang hayat yang membelajarkan siswa untuk mengendalikan pikiran, sikap dan tindakannya secara terencana dan siklis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Zimmerman, 1989; Smith, 2001). Self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai, merencanakan jadwal belajar, membagi waktu 1
2 antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasinya di sekolah. Dengan kemampuan ini seseorang dapat mencapai tujuan belajarnya (Charney,2002). Jika dilihat dari alokasi waktu rata-rata siswa melakukan pembelajaran di sekolah jika di dalam satu hari peserta didik belajar di sekolah selama kurang lebih (6) enam jam dan hal ini berlangsung selama (6) enam hari dalam 1 minggu maka dapat kita bayangkan betapa padatnya intensitas waktu belajar siswa di sekolah. Oleh karena itu siswa perlu mengembangkan kemampuan untuk mengatur diri. Fenomena-fenomena seperti itu tentulah tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan berbagai faktor penyebab, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor penyebab dari dalam diri diasumsikan antara lain terkait rendahnya kemampuan self-regulated learning siswa. Apabila faktor tersebut tidak terentaskan secara memadai, dapat menghalangi tercapainya tujuan hidup yang lebih besar, yakni kesuksesan dalam karir masa depan. Hasil survey tahun 2001 menunjukkan bahwa anak kurang mampu dalam mengatur diri dalam belajar yang diakibatkan karena anak sering menonton televisi. Anak-anak yang menonton televisi menjadi meningkat sekitar 35 jam/minggu atau sama dengan 5 s/d 6 jam perhari. siswa menyadari bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan waktu didepan televisi sehingga mereka cenderung lupa untuk belajar. Hal yang senada juga diungkapkan oleh salah seorang guru yang menyatakan bahwa proses belajar seringkali terabaikan hanya karena anak terlalu sering bermain playstation atau waktunya habis untuk 2
3 keluyuran. Disini terlihat jelas bahwa ketidakmampuan anak dalam mengatur jadwal belajar dengan bermain atau keluyuran (merupakan salah satu kurang mampu siswa dalam self-regulated learning) sehingga motivasi dan hasil belajarnya menjadi menurun (kompas, 24 juli 2001) Newman & Blackorby, (dalam Larson 2002) mengemukakan bahwa masalah mutu pendidikan siswa menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh pihak sekolah. Kebanyakan siswa mengalami masalah belajar yang berdampak pada penurunan hasil belajar. Hasil penelitianya mengungkapkan bahwa 32% siswa mengalami masalah belajar sedangkan 57% siswa mengalami masalah gangguan emosional atau psikologi. Sedangkan McGraw, (2003) mengemukakan bahwa masalah utama belajar siswa adalah (a) aktivitas dan tujuan belajar, (b) belajar yang berkaitan dengan perkembangan belajarnya. Masril (2011) mendiskripsikan bahwa fenomena perilaku siswa di sekolah menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: (1) % siswa terlambat masuk belajar setiap hari; (2) sebanyak % siswa mengerjakan pekerjaan rumah (PR) di sekolah sebelum jam belajar di pagi hari saja; (3) sebanyak 50 % siswa harus diberikan remedial setiap selesai ulangan bulanan; (4) sebanyak kurang lebih 20 % siswa tidak menuliskan cita-cita mereka dalam blanko isian yang diberikan Konselor; (5) masalah hubungan muda-mudi di kalangan siswa cukup memprihatinkan; dan (6) sejumlah siswa memiliki kebiasaan bolos pada saat jam belajar, meskipun jumlahnya terbilang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan peserta didik di dalam selfregulated learning. 3
4 Untuk membantu siswa yang mengalami masalah belajar di sekolah, sangatlah penting bagi pihak sekolah untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi belajar siswa. Upaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak sekolah dapat berupa perbaikan perubahan tingkah laku siswa dalam proses belajar. siswa perlu mendapatkan bimbingan agar ia dapat lebih bisa memahami dirinya sendiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada (Shetzer & Stone, 1981). Oleh karena itu pihak sekolah perlu menyediakan bimbingan belajar yang secara serius mampu melatih siswa untuk mengatur dirinya sendiri di dalam belajar. Pada kenyataanya kegiatan layanan bimbingan belajar disekolah hanya terbatas pada pengajaran, perbaikan, kegiatan pengayaan, serta pengembangan sikap kebiasaan belajar. Materi bimbingan belajar yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa di dalam mengatur diri sendiri dalam belajar (self-regulated learning) belum banyak dikembangkan. Padahal materi tersebut sangatlah diperlukan bagi siswa untuk mengatur cara belajar yang dirancangnya sendiri sebagai upaya mempertahankan dan meningkatkan hasil belajarnya. Kemampuan self-regulated learning siswa SMP merupakan hal yang penting dalam memotivasi belajarnya disekolah. Dengan SRL, siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Dapat dikatakan bahwa SRL adalah prasyarat vital untuk keberhasilan dan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan di sekolah. Dengan SRL siswa memiliki mempunyai kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Melalui SRL, siswa mampu memajukan, meningkatkan, dan memfasilitasi belajarnya di masa yang akan 4
5 datang. Dan juga dengan SRL siswa dapat mengontrol perilaku dan sikap untuk meningkatkan pembelajaran akademik dan kinerja akademik mereka sendiri. Self regulated learning bagi siswa SMP merupakan bentuk sikap yang diwujudkan dalam cara mengatur belajarnya. Cara mengatur belajar yang perlu diperhatikan siswa adalah dengan menggabungkan kemampuan intelektual pengetahuan dengan muatan yang relevan yang baik melalui ketrampilan kognitif, strategi-strategi control, motivasi dan perilaku seseorang woltres, 1999 (dalam Gainau). Dengan demikian, berhasil tidaknya SRL yang diterapkan oleh siswa tergantung pada sejauhmana siswa meneraapkan dengan tepat SRL sesuai dengan kemampuan yang dimikinya. Self-regulated learning telah diyakini oleh para ahli psikologi sebagai bentuk kemampuan yang memungkinkan dan mengakomodasi pandangan tentang individu untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri, individu yang terlibat aktif dalam belajarnya akan meningkatkan hasil belajar (Zimmerman, 1990). Ada beberapa komponen yang dikembangkan Hawk & Shah, (2008) yaitu: (a) cognition : (1) pengertian dan pemahaman siswa tentang pelajaran yang diberikan (2) menganalisis dan mensintesis pengetahuan yang diperoleh (3) mengaplikasikan (b) strategi afektif: (1) merencanakan belajar (2) mengatur waktu belajar (3) menetapkan waktu untuk menyelesaikan tugas, (4) memantau kemajuan belajar. Salah satu kelebihan dari SRL bagi siswa adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku dan mengetahui tujuan, arah serta sumber-sumber yang mendukung untuk kegiatan belajarnya. 5
6 Jika siswa memiliki kemampuan self-regulated learning secara tepat dalam hal ini hubunganya mengatur kewajibanya sebagai pelajar, maka peserta didik tersebut akan dapat memunculkan motivasi untuk dapat berprestasi di sekolah di dalam dirinya. Keinginan atau dorongan didalam berprestasi di sekolah ini muncul seiring dengan kemampuan self-regulated learning yang dimiliki oleh siswa. Strategi self-regulated learning (SRL) ini membantu siswa memperoleh kemampuan di dalam memotivasi belajarnya dalam kegiatan belajar. Penekananya pada kemampuan dalam mengelola ide, perhatian, dan juga tindakan apa yang yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan proses belajar yang baik. Kebiasaan mengatur diri sendiri dalam belajar (self-regulated learning) sangat bermanfaat terutama dalam perencanaan dan mengatur cara belajar yang baik karena akan menambah semangat untuk senantiasa belajar Hendrikus dalam Gainau (2010) Self-regulated learning merupakan suatu tindakan bagi siswa untuk menyalurkan keinginan mereka dalam memenuhi kebutuhan kompetensinya keinginan tersebut bisa diartikan sebagai motivasi agar dapat berprestasi di sekolah. Self-regulated learning merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalani proses pendidikannya. Keberhasilan ini biasanya dilihat dari prestasi yang dicapai di sekolahnya. Menurut McClelland dalam Sobur (2003) motivasi berprestasi adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Sobur 6
7 mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. Menurut McClelland (1987) dalam motivasi berprestasi terdapat kecenderungan untuk berprestasi dalam menyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan dengan usaha yang aktif sehingga memberikan hasil yang terbaik. Kebutuhan berprestasi tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standart keunggulan. Disini berarti seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi apabila memperoleh tugas atu pekerjaan maka ia akan mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh dan berusaha memberikan hasil yang terbaik. Sebaliknya, individu yang motivasi berprestasinya rendah akan menjalankan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan kurang bersungguh-sungguh dan kurang terpacu untuk berusaha memberikan hasil yang maksimal. Schultz (1982) mendefinisikan kebutuhan berprestasi sebagai suatu kebutuhan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil yang terbaik. Sedang Edwards (dalam putu, 2008) mengartikan sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Gellermen (1963) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan sangat senang ia berhasil memenangkan suatu persaingan. Ia berani menanggung segala resiko sebagai konsekuensi dari usahanya untuk 7
8 mencapai tujuan. Sedangkan motivasi berprestasi menurut Tapiardi (1996) adalah sebagai suatu cara berpikir tertentu apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi. Mc Clelland dalam Mangkunegara (2001) mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motivasi tinggi: 1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2) Berani mengambil dan memikul resiko. 3) Memiliki tujuan yang realistic. 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisaiskan tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam semua kegiatan yang dilakukan. 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Hasil penelitian Nehwan (1994) menunjukkan bahwa siswa dikalangan Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurang mampuan dalam bentuk self-regulated learning seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun. Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal. Lebih lanjut Khul (1992) mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam 8
9 diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks self-regulated learning adalah self motivation (Smith,2001) Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons 1988, 1990 dalam Afianti, dkk yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Afianti, dkk siswa yang memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang diperlukan. Schunk (2005) mengemukakan bahwa self-regulated learning dan motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang memiliki self-regulated learning yang baik cenderung memiliki motivasi yang tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki self-regulated learning Hasil penelitian Schunck & Zimmerman,dkk dalam Kermarrec dkk (2004) membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas siswa yang mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri dalam belajar atau self-segulated learning. 9
10 Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning pada student athlete DBL. Haryu (2004) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara Self-regulation learning dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember. Namun Mousoulides dan Philipou (2005) di University of Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa self-regulation learning mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika, karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya telah menggunakan regulasi-diri dengan baik namun mempertimbangkan kemampuan yang ada pada pada diri mereka. Berarti di dalam penelitian ini aspek dari motivasi dan self regulation learning tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar, tetapi yang paling berpengaruh adalah factor IQ. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut pada bulan September 2012 penulis melakukan penelitian awal pada siswa kelas VIII SMP N 03 Suruh dengan menyebarkan skala motivasi berprestasi yang diadaptasi dari teori Mc Clelland dan skala self-regulated learning yang diadaptasi dari teori Zimmerman. Adapun hasilnya dapat dilihat pada (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2). 10
11 Tabel 1.1. Distribusi Frekwensi Motivasi Berprestasi Siswa SMP N 03 Suruh Kategori Range/ Skor Frekuensi Prosentase (%) Sangat tinggi % Tinggi % Sedang % Rendah % Sangat Rendah % Jumlah % Tabel 1.2. Distribusi Frekwensi Self-Regulated Learning Siswa SMP N 03 Suruh Kategori Range/ Skor Frekuensi Prosentase (%) Sangat tinggi % Tinggi % Sedang % Rendah % Sangat Rendah % Jumlah % Dalam hasil penelitian dapat di lihat pada Tabel 1.1 mendapatkan hasil motivasi berprestasi pada kategori tinggi sebesar 48%, dan pada tabel 1.2 mendapatkan hasil bahwa siswa dalam self-regulated learning termasuk dalam kategori rendah dengan prosentase 32% Dan setelah dilakukan analisis korelasi mempunyai hubungan yang tidak signifikan antara motivasi berprestasi dengan self-regulated learning, untuk memastikan ada tidaknya hubungan yang signifikan perlu dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih luas pada siswa kelas VIII SMP Negeri 03 Suruh. 11
12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan didalam pendahuluan diatas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning siswa kelas VIII SMP Negeri 03 Suruh? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara motivasi berprestasi dengan selfregulated learning pada siswa kelas VIII di SMP N 03 Suruh 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk maksud sebagai berikut: Manfaat Teoritis a. Menambah referensi yang telah ada, tentang hubungan motivasi berprestasi dengan self-regulated learning sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah khususnya dalam bidang bimbingan konseling. b. Menjadi bahan acuan bagi penelitian lain yang berminat meneliti permasalahan yang terkait dengan penelitian ini Manfaat Praktis 12
13 a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru pembimbing untuk dapat membantu siswa didalam menata kemampuan selfregulated learning. b. Memberikan masukan dan informasi kepada guru mapel dan pembimbing tentang pentingnya menumbuhkan self-regulated learning pada siswa c. Memberikan manfaat secara tidak langsung kepada siswa agar menumbuhkan self-regulation learning di dalam dirinya. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini disusun sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan, berisi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori, berisi : pengertian motivasi berprestasi, ciri-ciri motivasi berpestasi, tujuan Motivasi berpestasi, aspek-aspek Motivasi berpestasi, factor-faktor Motivasi berpestasi, pentingnya Motivasi berpestasi, pengertian selfregulated learning, factor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, komponen self-regulated learning, karakteristik indidu yang mempunyai selfregulated learning hasil penelitian yang berhubungan, hipotesis. Bab III. Metode Penelitian, berisi : jenis penelitian, populasi dan sampel,variabel penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas item dan reliabilitas, dan teknik analisis data. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi : deskripsi subyek penelitian, pengumpulan data, analisis data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V. Penutup, berisi : kesimpulan dan saran. 13
BAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian korelasional. Menurut Arikunto (2002) penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Suruh. SMP Negeri 3 Suruh yang beralamat di jalan Suruh-gunung tumpeng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak seorang manusia dilahirkan, mulailah suatu masa perjuangan untuk mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa perkembangannya. Periodesasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), Sekolah Menengah Atas(SMA), maupun Perguruan Tinggi(PT),
Lebih terperinci2016 EFEKTIVITAS STRATEGI SELF-REGULATED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PESERTA D IDIK D ALAM MENGHAFAL AL-QUR AN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kualitas yang dimiliki manusia adalah kemampuannya untuk melakukan kontrol atas dirinya (Schraw, Crippen, Hartley, 2006). Kemampuan tersebut menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian. A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada penelitian-penelitian psikologi yang terdahulu ditemukan bahwa inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para peneliti tidak
Lebih terperincibelajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai melalui jenjang pendidikan dasar (SMA, MTs, dan sederajatnya). Hal ini dicantumkan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu proses yang ada dalam diri manusia dan dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun informal. Belajar secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bali memiliki daya tarik yang kuat dalam dunia pariwisata, baik dinikmati
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki daya tarik yang kuat dalam dunia pariwisata, baik dinikmati oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Hasil beberapa penelitian dan survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fatma Nurmulia, 2015 ANALISIS KEYAKINAN DAN KEMANDIRIAN GURU TENTANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran matematika di kelas ditentukan oleh pandangan siswa dan keyakinan terhadap matematika itu sendiri. Karenanya, ketidak sempurnaan memahami matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar adalah motivasi siswa. Pintrich dan Schunk (2002) mengatakan bahwa motivasi memiliki peranan penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkungan akademis dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen (dalam Dahlan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahap perkembangan, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dijalani. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang adalah masa yang penuh dengan persaingan diberbagai aspek dan bidang kehidupan, termasuk di dalamnya bidang pekerjaan. Tidak terkecuali negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai peran besar dalam menentukan arah perbaikan bangsa ini. Mahasiswa sebagai elemen masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk memperbaiki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan kiranya perlu diperhatikan masalah pencapaian prestasi siswa, karena dalam lembaga pendidikan prestasi belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa di Indonesia semakin meningkat. Menurut Amril Muhammad, Sekretaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara kelompok maupun secara individual. Hal ini dimaksudkan agar prestasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam proses pembelajaran di kelas, setiap guru SD berperan sebagai pengajar dan pembimbing, wajib melakukan layanan bimbingan belajar baik secara kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta penerus cita perjuangan bangsa. Untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stressor yang membantu seorang individu untuk menghadapi situasi yang menuntut motivasi untuk mengatasinya, tetapi ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia yang saat ini dilanda krisis multidimensi. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri,
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan inti dari pendidikan. Tanpa belajar tidak akan ada pendidikan. Karena belajar adalah proses untuk berubah dan berkembang. Setiap manusia sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Kemampuan Self- Regulated Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2009, di Universitas X Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan key term, istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan (Muhibbin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia. Munandar (2002), pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu memberikan pengetahuan dasar dan sejumlah keterampilan khusus serta pelatihan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, definisi Perguruan Tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seeorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa dari segi biologis, psikologis, paedagogis, yang sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciSISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI
PENGARUH PERSIAPAN SISWA DALAM BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGERJAKAN TUGAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI KABUPATEN
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN
LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan remaja seperti tidak akan pernah ada habisnya, hal ini disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak perusahaan yang menuntut pegawainya berpendidikan minimal sarjana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap negara, terutama bagi negara berkembang seperti negara Indonesia. Terlebih dalam dunia kerja, dimana banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurikulum, dana, sarana, prasarana, dan siswa sendiri. diketahui sumbangan faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia sudah menjadi wacana umum di kalangan masyarakat. Banyak penelitian, seminar, lokakarya yang membahas tentang rendahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar, Junal Anima, (Vol. XI, No. 42, Januari-Maret/1996), hlm Murjono, Inteligensi dalam Hubungannya dengan Prestasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan sepanjang hidup seseorang, terutama pada masa kanak-kanak dan masa remaja sebagai generasi penerus bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciData Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.
Data Pribadi Nama (inisial) Kelas/No. Absen Usia Alamat/Telp :.(L/P)* :. :. :. :..... Pekerjaan Ayah/Ibu Pendidikan Ayah/Ibu Nilai raport saat ini* : / : / : a. di atas rata-rata kelas b. rata-rata kelas
Lebih terperincisaaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN
saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan setiap orang, terutama yang terlibat dalam dunia pendidikan. Belajar menekankan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan. Sebagaimana yang diungkapkan Slameto (2003), belajar adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu pasti mengalami peristiwa belajar. Orang mengalami perbuatan belajar dengan sengaja dengan tujuan yang sama yaitu mengalami perubahan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja. Jurnal Al-Qalamvol 15.no Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 1966), hal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku religiusitas adalah perilaku yang berdasarkan keyakinan suara hati dan keterikatan kepada Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk kuantitas dan kualitas peribadatan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
BAB I LATAR BELAKANG I.A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung menuntut guru atau dosen untuk selalu mengembangkan keterampilan dan pola pikir.
Lebih terperinciBAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD
BIMBINGAN DI SEKOLAH DASAR EVA IMANIA ELIASA, M.Pd PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD FAKTOR UTAMA LAYANAN BIMBINGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya di sekolah. Masalah ini cukup kompleks, bisa dilihat dari beragamnya faktor yang terlibat. Ada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan tidak akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat yang menuntut setiap manusia mengembangkan dan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang sarjana merupakan gerbang awal bagi mahasiswa untuk memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu universitas,
Lebih terperinciLala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK
Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 1 No. 2, Hal, 31, Maret 2017 ISSN 2541-0660 2017 HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA MATA PELAJARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan
Lebih terperinciPenelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video
PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada perilaku mengabaikan tugas di kelas yang dilakukan oleh anak dengan ADHD. Perilaku mengabaikan tugas merupakan perilaku anak yang tidak bisa memberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA
84 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM MELALUI KONSELING KARIR DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI KELURAHAN SIWALANKERTO SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Lemahnya Motivasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mencapai hal itu, maka orang tua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam hidupnya. Secara kronologis, individu yang memasuki masa remaja awal berada pada rentang usia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena mereka akan meneruskan ke tingkat Perguruan
Lebih terperinci