BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK"

Transkripsi

1 BAB II TEORI DASAR IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK 2.1 Konsep Awal Metode Magnetotelurik Metode magnetotellurik merupakan teknik sounding induktif pasif dengan cara mengukur variasi medan magnet dan medan listrik alami di permukaan untuk mendapatkan informasi distribusi konduktivitas bawah permukaan. Medan elektromagnetik (medan EM) yang berdifusi ke bawah permukaan bumi berasal dari sumber alami yaitu aktivitas elektromagnetik di ionosfer maupun di atmosfer. Respon bumi atau benda anomali di bawah permukaan akan berbeda berdasarkan konduktivitas anomali tersebut. Medan elektromagnetik yang berasal dari ionosfer memiliki frekuensi yang rendah, yaitu bernilai lebih kecil dari 1 Hz. Frekuensi rendah ini sangat bermanfaat untuk melakukan pemetaan struktur bawah permukaan yang sangat dalam. Sedangkan medan elektromagnetik yang berasal dari atmosfer memiliki frekuensi yang tinggi, yaitu bernilai lebih besar dari 1 Hz. Frekuensi tinggi ini sangat bermanfaat untuk melakukan pemetaan struktur yang dangkal. Ionosfer merupakan suatu lapisan yang berjarak 75 km sampai 550 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini terdiri dari beberapa lapisan ionisasi dan gas konduktif. Medan EM yang berada di lapisan ini berasal dari interaksi medan magnet bumi dan solar wind yang menghasilkan arus yang besar berdasarkan hukum Lorentz: =. Solar wind terdiri dari partikel bermuatan q yang diemisi oleh matahari ke bumi dengan suatu kecepatan v. 5

2 6 Atmosfer merupakan suatu lapisan yang berjarak 75 km di atas permukaan bumi. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan yang resistif elektrik. Medan EM yang berasal dari lapisan ini berasal dari badai petir dan transmisi gelombang radio. Ionosfer juga berperilaku sebagai pandu gelombang sehingga frekuensi yang dihasilkan tidak hanya mengalami interferensi konstruktif atau beresonansi tetapi juga mengalami interferensi destruktif atau anti resonansi. Spektrum frekuensi dari interferensi destruktif menghasilkan band energi rendah yang disebut dead-band. Frekuensi dead-band berada di 0.5 Hz sampai 5 Hz dan daya spektrum terrendah berada di frekuensi 1 Hz. 2.2 Persoalan Studi Metode Elektromagnetik Resistivitas merupakan parameter yang penting dalam studi metode elektromagnetik. Resistivitas batuan akan memberikan respon yang berbeda dari medan EM primer yang diberikan sehingga hal tersebut akan menggambarkan struktur anomali yang ingin diketahui. Resistivitas suatu batuan dipengaruhi oleh litologi, porositas, temperatur dan fluid content. Perbedaan parameter-parameter tersebut menyebabkan variasi resistivitas pada struktur geologi sehingga kita dapat mengamati anomalinya. Resistivitas batuan dapat juga diamati dari sifat listrik batuan. Aliran atau transmisi arus listrik oleh pembawa muatan bebas digolongkan menjadi tiga macam yaitu konduksi secara elektronik, konduksi elektrolitik dan konduksi dielektrik. Konduksi elektronik terjadi di batuan atau mineral yang mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan oleh batuan atau mineral tersebut oleh elektronelektron bebas itu. Kondisi elektrolitik terjadi jika batuan atau mineral bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi cairan-cairan elektrolitik. Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit. Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri listrik.

3 7 2.3 Asumsi-asumsi Untuk Metode Magnetotellurik Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan untuk induksi elektromagnetik di permukaan bumi, disederhanakan oleh (Cagniard, 1953; Keller dan Frischknecht, 1966) a. Memenuhi Persamaan Maxwell. b. Bumi tidak membangkitkan medan elektromagnetik tetapi hanya mendisipasi atau menyerap. c. Semua medan diperlakukan secara konservatif dan analitik dari sumbernya. d. Sumber medan yang digunakan dibangkitkan oleh sistem arus ionosfer skala besar yang relatif jauh dari permukaan bumi, sehingga dapat diperlakukan sebagai gelombang bidang elektromagnetik uniform saat datang pada permukaan bumi. e. Muatan bebas dijaga tidak terakumulasi di suatu lapisan bumi. Pada suatu bumi multi dimensi, muatan dapat terakumulasi di sepanjang diskontinuitas. Hal ini membangkitkan fenomena non-induktif yang dikenal static shift. f. Muatan terkonservasi dan bumi berlaku sebagai konduktor ohmic, yang memenuhi Persamaan = J adalah rapat arus listrik total (A/m 2 ), σ adalah konduktivitas medium (sm -1 ) dan E adalah medan listrik (Vm -1 ). g. Medan listrik displacement adalah quasi-statik untuk sounding periode MT. Oleh karena itu dalam proses induksi elektromagnetik (proses difusi) di bumi, arus displacement fungsi waktu (dibangkitkan dari efek polarisasi) tidak diperlukan dibandingkan arus konduksi fungsi waktu.

4 8 h. Beberapa variasi permitivitas elektrik dan permeabelitas dari batuan diasumsikan tidak diperlukan dibandingkan variasi konduktivitas bulk batuan. 2.4 Konsep Gelombang MT dan Fungsi Transfer Persamaan Maxwell terdiri dari empat Persamaan yaitu: a. Hukum Faraday : di sekitar medan magnet yang berosilasi terhadap waktu terdapat medan listrik yang berotasi = (2.1) b. Hukum Ampere atau hukum Biot Savart : Arus listrik atau muatan yang mengalir dapat menghasilkan medan magnetik yang berrotasi di sekitarnya. = μ + μ ε (2.2) c. Hukum Coulomb : Muatan listrik dapat menghasilkan medan listrik di sekitarnya.. = ; d. Magnet tidak pernah monopol Asumsi dasar : ρ = (2.3). = 0 (2.4) a. Medium linier, isotropis homogen; sifat-sifat listrik bukan merupakan fungsi waktu, temperatur dan tekanan. b. Permeabelitas medium sama dengan permeabelitas dalam vakum (µ = µ 0 ). c. Memenuhi hubungan = ; = ; = E = intensitas medan listrik (V/m); B= induksi magnet (Wb/m 2 (tesla)); D= perpindahan dielektrik (C/m 2 ); H= intensitas medan magnet (A/m); µ= permeabelitas relatif magnetik medium; µ 0 = permebelitas vakum (4π.10-7 H/m); = permitivitas

5 9 dielektrik relatif, permitivitas pada vakum (8, F/m); Q= muatan listrik (C); = konduktifitas (S/m). Persamaan Faraday untuk domain frekuensi e iωt, dengan menerapkan hubungan = ; = ; =, dengan Persamaan medan = dan =, maka Persamaan (2.1) dan (2.2) menjadi = iµω = σ + iεω + i = i = iµω impedivitas j = j =σ + iεω admitivitas Curl dari Persamaan (2.1) dan (2.2) + = 0 (2.5) atau = (2.6) +µ = 0 (2.7) = (2.8) Substitusi Persamaan (2.1) dan (2.2) ke (2.7) dan (2.8) + + = 0 (2.9) + +µ = 0 (2.10)

6 10 Identitas vektor =. Untuk daerah non-konduktif atau bebas muatan. = 0 dan sifat dipol magnet. = 0 maka Persamaan (2.9) dan (2.10) menjadi = 0 (2.11) µ = 0 (2.12) Jika kita pilih variasi waktu sinusoidal ( biasa dipakai di MT ) = frekuensi sudut = 2 π f = ; = = ; = Maka Persamaan (2.11) dan (2.12) menjadi Atau + i = 0 (2.13) + i = 0 (2.14) + = 0 (2.15) + k = 0 (2.16) Ini adalah persamaan gelombang elektromagnetik untuk propagasi vektor medan magnet dan medan listrik pada medium homogen isotropis yang memiliki

7 11 konduktivitas σ, permeabelitas µ, dan permitivitas relatif dielektrik ε dalam domain frekuensi dan disebut juga persamaan Helmholtz E dan H. Prospek EM dalam geofisika Material bumi 10 / 10 / Frekuensi < 10 5 Hz Arus perpindahan lebih kecil dari arus konduksi. Sehingga = 0 (2.17) µ = 0 (2.18) i = 0 (2.19) i = 0 (2.20) Persamaan (2.17) dan (2.18) adalah persamaan difusi gelombang elektromagnetik dalam material bumi. Solusi dari persamaan difusi Solusi i = 0 i = 0 = E + E (2.21)

8 12 = H + H (2.22) k =α + iβ = = Dalam material bumi = = 2 = + (2.23) = E e β e ω (2.24) = H e β e ω (2.25) Sehingga E dan H meluruh dalam arah z positif.` Konsekuensi : a. real sehingga e β akan semakin kecil untuk z semakin besar. Amplitudo gelombang teratenuasi sebesar e -1 (37%) pada suatu jarak δ dalam medium maka diperoleh skin depth (). Dengan = maka diperoleh = = (2.26) b. = cos ; gelombang teratenuasi terhadap kedalaman. c. e ω = cosωt ωt; gelombang bervariasi sinusoidal terhadap waktu.

9 13 d. Karena = = 0 ; maka E x dan H y memiliki amplitudo bervariasi pada bidang yang tegak lurus sumbu z. Gelombang bidang, walaupun amplitudo berubah tetapi perambatan selalu ke sumbu z. Gelombang magnetotellurik terpolarisasi dalam bidang xy dan menjalar dalam arah z. Persamaan medan H dengan amplitudo dapat ditulis menjadi : H xo = cosθ dan H = sinθ H 0 yo H o Dari Persamaan = + = cos cos = sin cos (2.27) = 1 komponen x dari = 1 = 1 sin cos + = 2 sin cos + (2.28a) Dengan cara yang sama diperoleh = 2 sin cos + (2.28b) Dari Persamaan (2.28a) dan Persamaan (2.28b) : = = 2 = (2.29)

10 14 Jika kita asumsikan σ menjadi konduktivitas efektif dalam sebuah kedalaman penetrasi D, maka bisa diperoleh aproksimasi dari D dan σ, dengan mengganti dengan dan ω = 2π, Persamaan (2.27), (2.28) dan ( 2.29) memberikan : T z = = = (2.30a) (2.30b) Secara umum dapat ditulis menjadi : = = ℵ = ℵ = (2.31a) (2.31b) dengan ℵ adalah E x / H y atau E y / H x Jika kita ambil = = 4 x10 7 µ µ o π dan kemudian dengan satuan : milivolt per km untuk ε, gamma(nt) untuk ℵdan kilometer untuk D, maka diperoleh : = 5 km (2.32a) = ℵ = Ω (2.32b) = resistivitas. Pada kenyataannya medium bumi non homogeny maka resistivitas yang ditinjau merupakan resistivitas semu.

11 Konsep Polarisasi Medan Listrik dan Medan Magnet Konsep fisika yang menjelaskan induksi gelombang pada sebuah diskontinuitas adalah konservasi arus. Menunjukkan model 2-D sederhana dengan kontak vertikal antara 2 daerah yang berbeda konduktivitas, σ 1 dan σ 2. Rapat arus di daerah batas adalah = (2.33) Akibat perbedaan konduktivitas arus terkonservasi di sepanjang batas sehingga menyebabkan medan listrik, E y, diskontinu. Sedangkan komponen elektromagnetik lain kontinu di daerah batas. Gambar 2.1 Ilustrasi polarisasi E dan B. (F. Simpson dan K. Bahr, 2005). Variasi medan di sepanjang strike tidak berubah = 0, = 0 karena konduktivitas sepanjang strike konstan. Dari Persamaan (2.1) dan (2.2) maka diperoleh = μ t ı + + k = iωμı H + H + k H (2.34a)

12 16 = ı + + k =σı E + E + k E (2.34b) Medan magnet dan medan listrik saling orthogonal yaitu suatu medan listrik yang sejajar dengan strike akan menginduksi medan magnet yang tegak lurus strike dan di bidang vertikal, sedangkan suatu medan magnet yang sejajar strike akan menginduksi medan listrik yang tegak lurus strike dan bidang vertikal. Oleh karena itu Persamaan (2.34a) dan (2.34b) dapat dipasangkan ke dua mode bebas, yaitu medan listrik yang sejajar strike (polarisasi E) dan medan magnet yang sejajar strike (polarisasi B). Polarisasi E atau disebut juga mode Transverse Elektrik (TE mode) menggambarkan aliran arus yang sejajar dengan strike dengan komponen medan elektromagnetik E x, H y, dan H z : = = iωμh Polarisasi E = μ = iωμh =σe (2.35a) Polarisasi B atau disebut juga mode Transverse Magnetik (TM mode) menggambarkan aliran arus yang tegak lurus dengan strike dengan komponen medan elektromagnetik B x, E y, dan E z : Polarisasi B = σe =σe = iωμh (2.35b)

13 17 Ketika E y diskontinu di sepanjang kontak vertikal maka impedansi Z yx (rasio ) dan Z yy (rasio ) yang diasosiasi E y juga menjadi diskontinu. Untuk menyederhanakan persoalan kasus 2-D maka Z yy sama dengan nol sehingga hanya komponen Z yx yang diamati. Dari Persamaan (2.33) medan E y terjadi diskontinuitas akibat Z yx adalah σ 2 /σ 1. Dengan demikian, berdasarkan Persamaan (2.31b) maka resistivitas semu yang tegak lurus strike ρ yx dengan besarnya (σ 2 /σ 1 ) 2 juga diskontinu. Sebagai konsekuensi diskontinuitas yang ditunjukkan ρ yx, resistivitas yang diperoleh dari polarisasi B lebih baik dibandingkan resistivitas polarisasi E, karena polarisasi E diasosiasi medan magnet vertikal. Medan magnet vertikal dibangkitkan oleh gradient konduktivitas lateral dan dan daerah batas, dan variasi spasial dari rasio H z /H y dapat digunakan untuk memperoleh kontras konduktivitas lateral dari polarisasi E.

14 18 Gambar 2.2 (a) Perbandingan resistivitas semu dari polarisasi E dan B dan fasa sebagai fungsi jarak dari kontak vertikal untuk periode 0.1 s dan 10 s. (b) resistivitas semu dan fasa impedansi sebagai fungsi dari periode pada jarak-0.3, -1.3, -5.3 dan (sepanjang qurter-space 10 Ωm) dari kontak vertikal. (c) resistivitas semu dan fasa impedansi sebagai fungsi dari periode pada jarak-0.3, -1.3, -5.3 dan (sepanjang quarter-space 1000 Ωm) dari kontak vertikal. (F. Simpson dan K. Bahr, 2005). 2.6 Arah Induksi Arah induksi adalah representasi rasio kompleks (real dan imajiner) dari komponen medan magnet vertikal dan horisontal. Ketika medan magnet vertikal dibangkitkan oleh gradient konduktivitas lateral, arah induksi dapat digunakan untuk menarik kesimpulan keberadaan atau ketidakberadaan variasi konduktivitas lateral.

15 19 Parkinson convention adalah titik vektor menuju konsentrasi arus internal, sedangkan wiese convention adalah titik vektor keluar dari konsentrasi arus internal. Vektor tersebut seringkali dikenal dengan vektor tipper, karena transformasi medan magnet horisontal ke bidang vertikal memenuhi hubungan: = (2.36) Dalam kasus 2-D, arah induksi diasosiasi dengan polarisasi E (bandingkan Persamaan 2.35a dan 2.35b). Kemudian batas insulator dan konduktor memperluas sebuah arah induksi yang bangkit di mode bumi 2-D di mana orientasinya tegak lurus batas tersebut, dan besarnya sebanding dengan intensitas konsentrasi anomali arus (Jones dan Prices, 1970), yang dapat ditentukan kembali oleh besar gradient konduktivitas atau diskontinuitas. Gambar 2.3 (a) model 2-D dengan anomali konduktif 5 Ωm dan half-space 100 Ωm. (b) Medan magnet vertikal melintang pada anomali konduktif 2-D. (c) Arah induksi Parkinson. (F. Simpson dan K. Bahr, 2005). 2.7 Tensor Impedansi dan Tinjauan Dimensionalitas. Metode MT adalah suatu metode pasif yang terdiri dari pengukuran fluktuasi medan listrik (E) dan magnetik (H) pada arah orthogonal di permukaan bumi.

16 20 Komponen orthogonal dari medan listrik dan magnet horisontal dihubungkan dengan tensor impedansi = (2.37) adalah fungsi transfer dan merupakan bilangan kompleks. Setiap komponen,z ij dari memiliki besaran dan fasa = (2.38) Ѳ = (2.39) Z berisi informasi tentang dimensionalitas dan arah. Untuk kasus 1-D di mana konduktivitas berubah terhadap kedalaman, elemen diagonal dari tensor impedansi, z xx dan z yy bernilai nol, untuk komponen non-diagonal besarnya sama tetapi tandanya berlawanan. Kasus 1-D = = 0 = (2.40) Untuk kasus 2-D, konduktivitas berubah sepanjang arah horisontal dan kedalaman. = = 0 jika x atau y sejajar strike = Kasus 2-D (2.41) = = 0 Untuk kasus 3-D 0; 0 (2.42) = + = +

17 Pendahuluan Dekomposisi Groom-Bailey Tensor impedansi terukur sering sekali tidak sesuai dengan tensor impedansi 2-D yang ideal. Di mana tidak ada rotasi sumbu koordinat sedemikian elemen tensor diagonal keduanya bernilai nol. Hal ini terjadi karena (i) data error akibat induksi 1- D atau 2-D, (ii) karena induksi 3-D, atau (iii) karena induksi 1-D atau 2-D terpadukan dengan pengaruh distorsi galvanik telurik (bebas frekuensi). Pada penulisan ini dibahas mengenai pengaruh anomali 3-D yang menghasilkan distorsi galvanik terhadap regional 2-D. Pada saat ini pengaruh induksi 1-D atau 2-D yang terpadukan dengan distorsi telurik 3-D, perlu dipertimbangkan untuk meningkakan kualitas data. Keberadaan distorsi menyebabkan ketidak-sesuaian tensor impedansi terukur dengan tensor impedansi 2-D sebenarnya, dan metode rotasi atau dekomposisi belum ada yang sesuai untuk kasus ini. Sejumlah alternatif metode dekomposisi (yaitu Eggers, 1982; Spitz, 1985; La torraca et al, 1986; Yee and Paulson, 1987) tidak dapat menyederhanakan asumsi mengenai model fisis dan sangat banyak parameter yang digunakan untuk menunjukkan data tensor. Dalam kasus induksi 1-D atau 2-D terpadukan dengan hamburan galvanik 3-D, maka dekomposisi umum tidak optimal untuk penyederhanaan model dasar. Penentuan strike elektromagnetik regional dipengaruhi oleh distorsi galvanik (Swift, 1967). Dimensionalitas dari suatu anomali konduktif bergantung pada skala observasi. Respon induktif elektromagnetik menjadi lemah dan dilanjutkan dengan respon non-induktif (galvanik) saat skin-depth gelombang melebihi dimensi anomali. Data elektromagnetik yang mengandung efek galvanik digambarkan dengan model superimposisi dan dekomposisi di mana data dipisahkan dari suatu respon noninduktif akibat dari heterogenitas multidimensi dengan dimensi lebih lecil dari skala induktif (daerah lokal), dan respon yang disebabkan struktur oleh 1-D atau 2-D (daerah regional). Dalam beberapa kasus, menentukan strike elektromagnetik

18 22 melibatkan pemisahan tensor impedansi terukur ke dalam matrik yang merepresentasikan bagian induktif dan non-induktif. Bagian induktif berisi suatu tensor terdiri dari komponen kompleks yaitu magnitude dan fasa, sedangkan bagian non-induktif menunjukkan perilaku DC, dan digambarkan oleh suatu tensor distorsi, dengan komponen-komponennya harus real dan tidak bergantung frekuensi. Gambar 2.4 Persoalan dimensionalitas (F. Simpson dan K. Bahr, 2005) Superposisi dari regional 1-D model bumi berlapis dengan suatu struktur anomali konduktif berskala kecil di permukaan (Larsen, 1975). Jika ukuran anomali lebih kecil dibandingkan kedalaman penetrasi, p, dari medan elektromagnetik, maka tensor impedansi diasosiasi dengan model umum Larsen yaitu = 0 0 = 0 0 (2.43)

19 23 Dengan Z adalah impedansi regional dari model 1-D Cagniard dan adalah suatu tensor distorsi real, yang menggambarkan aksi galvanik (daripada induktif) dari penghambur lokal pada medan listrik. Persamaan (2.43) berisi enam derajat kebebasan-empat parameter distorsi real dan suatu impedansi kompleks, di mana data terukur dapat dijelaskan oleh model yang menyediakan hanya lima derajat kebebasan-empat amplitudo dan satu fasa. Oleh karena itu, amplitudo absolut impedansi tidak dapat dipisahkan dari parameter distorsi. Hal ini ekuivalen dengan keadaan faktor pergeseran statis yang secara matematis tidak dapat ditentukan dari impedansi terukur. Gambar 2.5 (a) model superimposisi Larsen (1975) (Persamaan 2.42) dengan anomali kecil di permukaan mendistorsi regional model 1-D berlapis. (b) model superimposisi Bahr (1988) (Persamaan 2.46) dengan anomali sekal kecil dekat permukaan mendistorsi model regional 2-D. (F. Simpson dan K. Bahr, 2005) Jika suatu data dapat dijelaskan dengan model (Larsen, 1975), maka seluruh elemen dari impedansi terukur seharusnya memiliki fasa yang sama. Perbedaan fasa antar dua bilangan kompleks dapat ditentukan menggunakan komutator:, = Im

20 24 = Re Im Re Im (2.44) Karena itu pengukuran misfit invariant rotasional untuk model Larsen adalah =, +, (2.46) = + ; = + ; = ; = Pada kasus tertentu dua model komplemen dari Swift dan Larsen (Persamaan 2.46) cukup menjelaskan impedansi terukur. Suatu sistem koordinat seharusnya memiliki, (i) komponen off diagonal (z xy dan z yx ) dari tensor impedansi yang berbeda fasa (disebabkan oleh perbedaan struktur konduktivitas sepanjang dan tegak lurus strike), dan komponen diagonal (z xx dan z yy ) diabaikan; atau (ii) seluruh elemen dari tensor impedansi menunjukkan fasa yang sama, tetapi komponen diagonal tidak nol. Seperti yang ditunjukkan oleh (Ranganayaki, 1984), fasa MT bergantung kuat pada arah di mana medan listrik terukur, dan keberadaan impedansi terukur memiliki komponen diagonal dan berbeda fasa, hal itu tidak berlaku dalam model Swift ataupun model Larsen. Bahr (1988) mengajukan suatu model superimposisi (dekomposi) yang lebih lengkap. Dalam model ini, heterogenitas multidimensi dengan dimensi lebih kecil dari panjang skala induktif data pada suatu struktur regional 2-D, dan data dipisahkan ke suatu lokal, respon non-induktif (galvanik), dan suatu regional, respon induktif. Sehingga tensor impedansi diperluas menjadi: = 0,, 0 =,,,, (2.46) Di dalam setiap kolom hanya terjadi satu fasa, karena asumsi distorsi galvanik memerlukan elemen dari tensor distorsi, harus real dan tidak bergantung frekuensi.

21 25 Pada suatu sistem koordinat tertentu, fasa dari dua impedansi regional z n,xy dan z n,yx akan dipadukan, karena dalam kasus ini tensor elemen adalah kombinasi linier dari z n,xy dan z n,yx. Dalam suatu koordinat tertentu diperoleh: = (2.47) Distorsi galvanik dapat memberikan informasi mengenai proses induksi 2-D dan informasi itu dapat dicapai dengan menerapkan suatu keadaan medan (Bahr, 1988). Suatu sistem regional tensor impedansi terukur dipengaruhi oleh distorsi galvanik dari struktur 3-D yang tidak teratur dan arus elektrik terinduksi berskala besar dalam struktur regional 1-D atau 2-D. Meskipun model ini tidak sesuai untuk seluruh frekuensi set data, tapi sesuai untuk rentang frekuensi tertentu ketika definisi suatu skala regional dapat berbeda terhadap rentang frekuensi yang berbeda. Berdasarkan pendekatan dekomposisi fisis yang dilakukan (Bahr, 1988), Groom-Bailey (1989) melakukan faktorisasi parameter distorsi menjadi empat parameter yang mempengaruhi suatu medan regional. Dekomposisi ini untuk memisahkan parameter lokal dan regional, dengan asumsi di mana struktur regional 2-D dan struktur lokal hanya menyebabkan hamburan galvanik terhadap medan listrik, dan dikerjakan dalam bentuk suatu hasil faktorisasi. Dekomposisi Groom- Bailey ini yang dibahas lebih rinci dalam penulisan ini. 2.9 Hamburan Elektromagnetik 3-D Skala Kecil Prinsip dasar hamburan medan listrik dan medan magnet yang disebabkan oleh anomali kecil, dijelaskan oleh (Chave dan Smith, 1994), dengan suatu Persamaan medan, yaitu

22 26 =, + 1., (2.48) Dengan adalah medan listrik regional, adalah anomali konduktivitas dalam volume V,, adalah fungsi green. Suku kedua dari Persamaan di atas menunjukkan medan listrik yang disebabkan oleh induksi pada suatu anomali, sedangkan suku ke tiga merupakan medan listrik yang dipengaruhi muatan galvanik di suatu anomali permukaan. Jika anomali berskala kecil maka suku kedua diabaikan karena kurang berpengaruh dibandingkan suku ketiga. Kemudian suku ketiga dapat dinyatakan dalam dengan menganggap sama dengan dan merupakan tensor real dengan orde 2x2 dan tidak bergantung frekuensi. Dengan demikian medan listrik total merupakan hasil dari suatu tensor distorsi real 2x2 yang tidak bergantung frekuensi dan medan listrik regional. = + = (2.49) Persamaan medan magnet yang dipengaruhi distorsi dapat diperoleh dengan melakukan operasi curl pada Persamaan (2.48), sehingga diperoleh = +, (2.50) Dengan asumsi yang sama di mana sama dengan maka Persamaan medan H menjadi H= + (2.51) Dan D adalah tensor real 2x2 yang tidak bergantung pada frekuensi.

23 27 Dengan memperhatikan pengaruh distorsi pada gelombang elektromagnetik maka diperoleh suatu Persamaan baru yang berhubungan dengan impedansi di mana impedansi regional Z 0 dengan impedansi distorsi Z, dapat dinyatakan dengan = + (2.52) Dengan E 0 = Z 0 H 0 dan E = ZH. Untuk saat ini pengaruh distorsi medan magnetik diabaikan sehingga D = 0 dan untuk selanjutnya pembahasan mengenai dekomposisi Groom-Bailey meninjau pengaruh distorsi telurik yang dominan Model Distorsi Hubungan medan listrik regional rata-rata e r dan medan magnet regional ratarata h r dengan struktur konduktivitas regional 2-D memenuhi hubungan = = 0 0 (2.53) Dengan a dan b adalah elemen impedansi untuk struktur 2-D regional rata-rata. Dengan adanya tinjauan keberadaan anomali 3-D yang menyebabkan distorsi galvanik maka medan e dan h terukur pada beberapa titik terganggu oleh variasi lokal dari nilai regionalnya. Medan listrik e sangat terpengaruh oleh muatan lokal yang terakumulasi pada gradient konduktivitas atau daerah batas. Sedangkan medan magnet h tidak terpengaruh karena tidak berhubungan dengan rata-rata spasial dari rapat arus telurik. Jadi penyederhanaan asumsi dapat dilakukan dengan h = h r. Oleh sebab itu e harus dihubungkan dengan e r oleh suatu tensor distorsi C (Bahr, 1988) = = (2.54)

24 28 Struktur distorsi diasumsikan berinduktif lemah dan seluruh elemen dari C dapat diasumsikan real. Maka diperlukan empat parameter real untuk menunjukkan keberadaan distorsi. Model fisis untuk suatu permukaan 3-D inhomogen sesuai dengan model II (Berdichevsky dan Dmitriev, 1976), dengan C didefinisikan sebagai = (2.55) Empat parameter bebas diperlukan untuk menunjukkan tensor distorsi umum. Gambar 2.8 menunjukkan suatu model regional dan distorsi. Suatu daerah konduktif pertengahan (ditandai dengan titik-titik) terletak pada suatu lapisan bawah terisolasi (putih). Di dalam daerah pusat lingkaran terdapat suatu daerah permukaan konduktif tinggi yaitu swamp (hitam). Pengukuran dilakukan pada pusat swamp. Arus telurik regional terputarkan (twist) dengan suatu sudut Ѳ t. Pemanjangan suatu swamp menyebabkan anisotropi sejajar sumbu utama dan tegak lurus arah a. Penerapan transformasi pada setiap operasi distorsi tersebut terhadap medan listrik regional menghasilkan suatu hubungan akhir dari medan listrik terukur dengan regional, yang ditunjukkan dengan = = Λ (2.56) = cos sin 0 cos sin cos sin cos 0 sin cos sin sin cos (2.57) Matrik T adalah twist, Q dan transposenya Q T merotasi sumbu utama dari swamp dan Λ merupakan suatu anisotropi yang disebabkan oleh pemanjangan dan kontras konduktivitas dari swamp. Dengan demikian terdapat empat parameter real,, λ 1 dan λ 2 yang perlu diketahui.

25 29 Faktorisasi (Persamaan 2.57) sangat menjelaskan model distorsi namun sulit untuk direpresentasikan karena keempat parameter tersebut tidak diperoleh dari tensor impedansi terukur. Solusi eksak dari C yang tidak dapat ditentukan pada kasus distorsi galvanik 2-D dapat diperoleh dengan melakukan dekomposisi (parameterisasi) dari tensor impedansi yaitu dengan memisahkan bagian elemen tensor yang dapat ditentukan dan yang tidak dapat ditentukan (Zhang et al., 1987). Gambar 2.6 Model distorsi dan regional (Groom dan Bailey, 1989) Dengan hubungan = (2.58) dan Z m adalah tensor impedansi terukur. Dalam sistem regional atau sumbu utama, kita dapat tunjukkan tensor impedansi terukur dengan Persamaan (3.11) dan (3.12) = (2.59) Atau dalam sistem sumbu pengukuran = (2.60)

26 30 Dengan C merupakan tensor distorsi dalam sistem sumbu utama induktif regional, dan R adalah matrik rotasi yang merotasi vektor-vektor dengan sudut terhadap sistem sumbu terukur dari sistem sumbu pengukuran regional. Meskipun faktorisasi tensor impedansi terukur mendasari suatu model fisis, parameter dari faktorisasi ini tidak dapat ditentukan secara unik dari data terukur. Hal ini disebabkan terdapat sembilan parameter yang diperlukan: satu sudut rotasi pada R, empat elemen tensor distorsi, dan dua impedansi kompleks. Andaikan suatu transformasi, = = 0 0 (2.61) = (2.62) Dengan w 1 dan w 2 adalah bilangan real tidak nol. Faktorisasi baru menjadi = (2.63) Hal ini ekuivalen dengan Z m (Persamaan 2.60), ketika C real dan Z 2 dalam bentuk 2-D ideal. Pada kenyataannya dapat ditunjukkan bahwa matrik diagonal W menghasilkan bentuk umum yang tidak unik Faktorisasi Tensor Distorsi Representasi matrik yang sesuai ini mengikuti contoh (Spitz, 1985) dan diperkenalkan suatu modifikasi matrik spin pauli, yaitu = 1 0 (2.64a) 0 1 = (2.64b) = (2.64c)

27 31 = 1 0 (2.64d) 0 1 Suatu tensor M orde 2 dapat dinyatakan dalam penjumlahan matrik (Persamaan 2.64) yaitu Sedangkan faktorisasi dari C menghasilkan =α +α +α +α (2.65) = (2.66) g adalah suatu skalar dan faktor tensor T, S, A didefinisikan dengan = + = + = + (2.67a) (2.67b) (2.67c) Faktor normalisasi N i ditetapkan agar T, S, dan A secara individual dapat bertahan ketika diterapkan ke suatu medan listrik acak terpolarisasi secara isotropis, yaitu = (2.68a) = (2.68b) = (2.68c) Adapun tujuan normalisasi untuk memastikan setiap elemen T, S, dan A tetap terbatasi selama proses komputasi. Beberapa pengertian fisis dalam faktorisasi ini dapat ditentukan dengan menguji pengaruh dari setiap faktor pada medan listrik regional (yaitu medan listrik regional pada sistem koordinat alami dari struktur regional 2-D). Tensor anisotropi atau tensor pemisahan

28 32 = + = (2.69) 0 1 merentangkan dua komponen medan dengan faktor berbeda, membangkitkan suatu anisotropi yang berhubungan dengan distorsi dan keberadaan anisotropi tensor impedansi induksi regional Z 2 sepanjang sumbu yang sama. Distorsi anisotropi ini tidak dapat terbedakan dari anisotropi induktif kecuali dalam keadaan ketika anisotropi Z 2 diketahui. Gambar (2.7b) menunjukkan pengaruh A pada suatu keseluruhan vektor-vektor satuan untuk s positif. Tensor shear (dinamakan sesuai dengan analogi teori deformasi) = + = 1 (2.70) 1 mengembangkan anisotropi pada sumbu di mana sumbu utama induktif regional terbagi dua. Pengaruh S pada keseluruhan vektor satuan ditunjukkan oleh gambar 2.7b untuk shear e positif. Perubahan sudut maksimum terjadi untuk vektor-vektor sejajar dengan sumbu utama. Suatu vektor pada sumbu x dalam gambar dibelokkan searah jarum jam dengan sudut shear tan -1 e, dan suatu vektor sepanjang sumbu y dibelokkan berlawanan arah jarum jam dengan besar sudut yang sama. Pengaruh dari tensor twist = + = 1 (2.71) 1 secara sederhana untuk merotasi vektor medan listrik searah jarum jam dengan sudut twist tan -1 t. Twist t dikarakterisasi dengan sudut twist ф s = tan -1 t. Terakhir, g menunjukkan suatu keseluruhan penskalaan medan listrik. Hal ini diperlukan karena hasil A, S, dan T ternormalisasi akan berbeda dari tensor distorsi C sesungguhnya. g lebih merupakan suatu site gain.

29 33 Gambar 2.7 (a) susunan data MT yang diambil pada pusat konduktif swamp (hitam) yang dilingkupi oleh regional konduktif pertengahan (abu-abu) dan suatu isolator (putih). menunjukkan arah strike dari suatu swamp dengan twist arus telurik. Anomali juga ditentukan oleh efek shear dan anisotropis dari data. (b) pengaruh dari operator twist, shear, anisotropis terhadap medan regional. (Groom dan Bailey, 1989) Baik g ataupun A dapat ditentukan secara terpisah dari Z 2, dengan Z 2 = g A Z 2 dipandang seperti tensor impedansi 2-D ideal (yaitu memiliki elemen diagonal nol). Dua impedansi utama ditentukan dalam Z 2 akan secara terpisah terskalakan dengan sesuatu yang tidak diketahui tetapi merupakan faktor bebas frekuensi. Keuntungan faktorisasi ini adalah bagian C yang tidak diketahui diserap ke tensor impedansi yang ditentukan tanpa merusak bentuk tensor 2-D ideal. Jika distorsi telurik tidak bergantung frekuensi, penyerapan g, A ke dalam Z 2 tidak akan mengubah bentuk kurva resistivitas semu ataupun fasa, dengan demikian kita dapat menentukan secara tepat kecuali terdapat pergesaran statis. Dalam metode

30 34 konvensional, tidak hanya penyerapan g, A ke dalam Z 2 tetapi juga T dan S, dengan demikian mengubah dari tensor ideal 2-D. Faktorisasi C menggunakan nilai real g, t, e, s dan ketidak-unikkan untuk C yang berubah-ubah. Sebagai contoh dekomposisi klasik nilai eigen dan vektor eigen dari suatu matrik persegi tidak akan menghasilkan nilai real dari nilai eigen dan vektor eigen jika matrik tidak memiliki properti yang pasti. Hal yang sama, tidak ada jaminan di mana hasil faktorisasi dalam (Persamaan 3.24) tetap ada jika s, t, e dan g yang diperlukan menjadi real. = (2.72) Untuk kasus distorsi lemah (t, e dan s kurang dari satu), maka faktorisasi dapat diaproksimasi dengan mudah. Jika seluruh bentuk kedua dan ketiga e, s, dan t diabaikan, maka diperoleh Dengan demikian diperoleh = 1 + (2.73) + 1 (2.74a) (2.74b) (2.74c) (2.74d) Ini merupakan bentuk operator yang digunakan oleh (Larsen, 1975). Pada keadaan distorsi lemah, model regional 1-D (Larsen, 1975,1977) dapat sangat sederhana

31 35 menghitung twist, shear, anisotropi dan kemungkinan menggeser impedansi 1-D tetapi bukan site gain. Untuk distorsi umum, Persamaan (2.72) harus disesuaikan. Hal tersebut ditunjukkan di mana keberdaaan dua solusi secara umum dari Persamaan ini dan hanya satu yang memiliki arti secara fisis. Persamaan (2.72) = (2.75a) dengan g sudah termasuk faktor normalisasi. Asumsikan C dengan bentuk atau = 0 0 = 0 0 Untuk kasus khusus ini di mana Persamaan (3.30) s ±1 Jika c 4 0, = = (2.75b) Dan jika c 1 0, = = (2.75c) Kasus khusus untuk c 1 = 0 atau c 4 = 0 memiliki dua solusi yang secara jelas tidak dibahas di sini. Jika γ = β, maka terdapat satu solusi: t= 0 dan = = = = (2.76a)

32 36 Jika γ = -β, solusi hanya e= 0, dan = = = = (2.76b) Jika γ β dan γ -β, maka Persamaan (2.75) dapat diperoleh dengan Persamaan kuadrat dari e dan t = = 0 (2.77a) (2.77b) Solusi real, = ± (2.78a) = ± (2.78b) solusi untuk t dengan akar kuadrat positif sebagai t +, sedangkan solusi lain t -, dan berlaku juga untuk e. = 1 = 1 dan dua set solusi (e 1, t 1 ) = (e +, t - ) dan (e 2, t 2 ) = (e -, t + ). Dengan demikian dapat ditunjukkan di mana γβ = -1 saat t = ±1 dan γβ = 1 saat e = ±1. Perkecualian untuk solusi pasangan, di salah satu solusi, > 1, dan yang lain < 1. Berlaku juga untuk solusi di mana > 1, dan yang lain < 1. Secara lebih spesifik, dapat ditunjukkan (g, t, e, s) adalah suatu solusi, maka (-g, -t -1, - e -1, s -1 ) merupakan solusi juga. Kedua solusi tidak dapat selalu terbagi menjadi solusi distorsi kecil, < 1 dan besar, > 1. Namun, jika 0 1

33 37 maka < < dan solusi di atas merupakan solusi distorsi kecil yang berbeda dengan solusi distorsi besar. Namun, jika > 1, maka solusi merupakan jenis distorsi perpaduan. Di mana satu solusi memiliki shear kecil dan twist yang besar sedangkan yang lain twist kecil dan shear besar. Pada saat 1, pengaruh dari operator shear (2.70) menyebabkan suatu sudut shear yang lebih besar dari 45 menjadi tidak berarti. Pembatasan ini agar diperoleh suatu solusi unik dari faktorisasi ketika shear memiliki magnitude kurang dari satu. Penyelesaian dari keunikkan memerlukan shear dan site gain yang ditentukan secara unik dari tensor distorsi. Untuk menentukan faktor anisotropi suatu tensor distorsi yang diketahui, (20 ) menghasilkan = (2.79) Jika te 1 dan c 4 0 (kasus khusus di mana te = 1 dan c 4 = 0 dapat ditentukan dengan mudah). Persamaan (3.37) memberikan solusi = (2.80a) dan = (2.80b) Terakhir, parameter g ditentukan dengan mengalikan C dengan S -1 T -1. T inverse diperoleh saat determinannya 1+t 2 dan t real. S inverse diperoleh jika e ±1.

34 38 (Kasus ini dipandang secara terpisah) Menghasilkan suatu matrik diagonal g A dan penjumlahan dari setiap elemen menghasilkan 2 = (2.81) dengan i=1,2. Hanya satu dari dua solusi untuk dekomposisi tensor distorsi yang dapat diterima secara fisis. Pembahasan ini sangat diperlukan untuk menetapkan parameter yang digunakan (g, e, t, s) yang pada kenyataannya terdefinisi dengan baik melalui faktorisasi yang diajukan ini Dekomposisi Tensor Impedansi Jika persamaan dekomposisi (2.66) suatu tensor distorsi disubstitusikan ke Persamaan (2.59) menghasilkan: = (2.82) Jika Z 2 = g A Z 2, maka = (2.83) Persamaan (2.83) terdiri dari 7 parameter real, yaitu (1 dan 2) bagian real dan imajiner dari impedansi utama mayor a (atau ekuivalen dengan resistivitas semu mayor dan fasa), (3 dan 4) bagian real dan imajiner impedansi utama minor b (atau ekuivalen dengan resistivitas semu minor dan fasa), (5) asimut resistivitas semu mayor, (6) sudut shear ф e = tan -1 e, dan (7) sudut twist ф t = tan -1 t. Untuk menghitung parameter-parameter dari suatu tensor impedansi terukur, secara eksplisit harus berhubungan dengan data dari perkalian dekomposisi. Datum Z m merupakan penjumlahan koefisien dekomposisi α i, yaitu

35 39 = (2.84) dan = + = + = = (2.85a) (2.85b) (2.85c) (2.85d) Hasil dekomposisi Persamaan (2.83) akan membentuk Persamaan-Persamaan sistem non linier, yaitu: = + = cos 2 + sin 2 = + = + cos 2 sin 2 (2.86a) (2.86b) (2.86c) (2.86d) dengan definisi = + dan = (2.87) yang merupakan penjumlahan dan pengurangan impedansi utama. Ambiguitas sudut 90 dapat diselesaikan dengan menggunakan ketentuan >, dengan a adalah resistivitas semu utama mayor dan adalah asimut medan listrik yang berasosiasi antara 0 dan 90. Suatu dekomposisi tensor (Persamaan 2.86) yang unik diperoleh jika model fisis tensor impedansi tepat dan tidak terdapat noise (setelah ambiguitas untuk ketentuan regional azimuth diselesaikan dan pembatasan shear rendah dibuat untuk

36 40 solusi faktorisasi C). Pada prakteknya, data eksperimen mengandung noise atau deviasi dari model fisis tidak akan tepat sesuai dengan dekomposisi. Dalam kasus ini, suatu solusi dari delapan Persamaan real (2.86) untuk tujuh parameter dekomposisi harus dicapai dengan prosedur penyesuaian least-square Tinjauan Tensor Impedansi Bersifat Isotropi atau Anisotropi (Swift, 1967) mendefinisikan suatu indikator 3-D, skew, yaitu Γ bernilai Γ = (2.88) Γ = (2.89) Saat induksi 2-D, Persamaan (2.89) dengan skew bernilai nol dan merupakan fungsi dari frekuensi jika terdapat distorsi. Terdapat dua kasus ekstrem yaitu jika tensor impedansi Z 2 diperoleh dari dekomposisi baru bersifat isotropis (yaitu tidak ada pengaruh dari anisotropi distorsi dan anisotropi induktif). Maka δ = 0 dan Γ = = tan (2.90) Kasus kedua jika Z 2 sangat anisotropi, sehingga dan, maka Γ = = tan + (2.91) Sehingga definisi sudut skew γ menjadi tan -1 Γ (catatan, hal ini berbeda dengan sudut skew yang didefinisikan oleh LaTorraca et al., 1986 dan Eggers, 1982). Sudut skew merupakan suatu aproksimasi dari estimasi sudut twist dan shear. Sehingga data MT tidak diterima pada basis skew besar jika induksi 2-D alami. Dekomposisi baru yang diajukan di atas akan mengidentifikasi situasi tersebut dan boleh atau tidaknya menggunakan data tersebut.

37 41 Metode konvesional mencakup impedansi dan strike induktif dengan meminimumkan + sebagai suatu fungsi dari sudut rotasi koordinat (Swift, 1967; Sims dan Bostick, 1969). Hal ini ekuivalen dengan meminimumkan (Spitz, 1985, Sims dan Bostick, 1969). Sebagai suatu fungsi dari sudut rotasi koordinat terpilih = + cos 2 sin 2 (2.92) Meminimumkan yang ditunjukkan oleh Persamaan (2.92) dengan fungsi dari tidak akan menghasilkan strike induktif () sebenarnya jika terdapat distorsi. Dengan Z 2 anisotropi tinggi, α 3 dapat dibuat nol, sehingga = tan 1 = = + + (2.93a) Kemudian diperoleh asimut berbeda dari strike induktif dengan setengah sudut skew. Implikasi umum dari kasus ini yaitu kesalahan asimut dari metode konvensional berorde sama dengan sudut skew. Untuk kasus isotropi 0, α 3 menjadi nol, sehingga = + tan = ± + (2.93b) jika t tidak bernilai nol. Untuk kasus khusus anisotropi tinggi, impedansi utama diperoleh sesuai dengan perkalian skalar dari impedansi 2-D sesungguhnya, a(ω) dan b(ω), di mana. Gunakan suatu tensor impedansi dari Persamaan (2.83) dalam proses

38 42 dekomposisi konvensional (Swift) dengan sedikit manipulasi aljabar di mana impedansi a dan b diperoleh dengan metode konvensional yaitu (2.94a) (2.94b) Dengan demikian diperoleh impedansi mayor secara tepat dengan suatu faktor penskalaan yang tidak bergantung frekuensi jika model benar. Impedansi utama minor tidak diperoleh secara tepat seluruhnya namun nilainya ditentukan oleh impedansi utama mayor dikalikan dengan faktor penskalaan. Instruksi lain kasus khusus yaitu distorsi lemah (e, t dan s seluruhnya kurang dari satu-satuan) pada suatu regional bumi isotropi. Pada kasus ini, bentuk kedua dan ketiga dari e, t dan δ/σ dapat diabaikan, sehingga aproksimasi Persamaan (3.44) menjadi cos 2 sin 2 cos 2 sin 2 (2.95a) (2.95b) (2.95c) (2.95d) Jika shear e nol, diminimisasi dengan =, dan metode konvensional akan memperoleh strike induktif yang benar. Metode konvensional memperoleh impedansi utama yang benar dalam kasus ini (kecuali pergeseran statis). Skew (α 0 /α 2) bergantung pada twist dan sebagian pada shear, sedangkan shear merupakan parameter penting dalam penentuan validitas metode konvensional. Metode konvensional memberikan hasil yang tepat ketika skew tidak nol, dan tidak tepat saat skew nol (t=0) jika shear tidak nol.

39 Distorsi 2-D atau Distorsi Kuat (Zhang et al., 1987) telah menerapkan ide fisis yang sama seperi (Bahr, 1988) untuk kasus khusus di mana struktur distorsi 2-D alami. Untuk perbandingan, kita menguji kasus distorsi kuat (bukan 2-D) dengan dekomposisi yang diajukan disini. Dengan menganggap pengaruh tensor T S pada medan listrik regional dihasilkan oleh Z 2 h. Jika distorsi kuat ( mendekati satu), S sangat mempolarisasi medan listrik sepanjang asimut π/4 terhadap sistem koordinat induktif utama (atau π/4 jika shear negatif). Tensor twist T kemudian merotasi polarisasi sumbu ini dengan sudut twist. Arah polarisasi medan listrik kuat dari koordinat pengukuran azimut akhir adalah = + ± (2.96) dengan tanda dipilih sesuai dengan shear. didefinisikan sebagai arah distorsi atau strike lokal; arah tersebut akan tegak lurus struktur distorsi kuat. Distorsi strike dapat digunakan sebagai parameter dekomposisi pada twist, yang berisi seluruh informasi mengenai twist dan menggambarkan secara langsung struktur distorsi. Hasil di atas (Persamaan 2.96) dapat diturunkan untuk distorsi 2-D menggunakan hasil dari (Zhang et al., 1987) untuk bentuk tensor distorsi 2-D (memiliki 3 parameter bebas dan simetris) dan suatu kondisi distorsi kuat Indikator Induksi 3-D Asumsi distorsi 3-D yang bekerja pada induksi 2-D tidak dapat diterapkan pada seluruh kasus, tetapi hanya berlaku pada kasus ini. Terdapat dua cara di mana deviasi dari model distorsi ideal dapat dideteksi. Model distorsi menuntun ke suatu dekomposisi hanya dengan tujuh parameter real, oleh karena itu tidak sesuai dengan tensor impedansi yang mungkin, di mana diperlukan delapan parameter untuk

40 44 menggambarkannya. Akar rata-rata kesalahan relatif penyesuaian dekomposisi yaitu = (2.97) Dengan Z ij dan merupakan elemen tensor terukur dan termodelkan. Parameter error harus lebih kecil dari satu. Parameter tersebut dapat dihitung pada setiap frekuensi dan kemudian dapat digunakan untuk menetapkan rentang frekuensi di mana model distorsi ideal secara signifikan terdapat error. Nilai estimasi tidak nol jika data error diperhitungkan. Suatu uji chi-square konvensional dengan satu derajat kebebasan digunakan untuk menilai signifikansi jika error Z diasumsikan terdistribusi normal. Hal ini tidak hanya digunakan untuk menilai validitas model, (Bahr, 1988) telah menetapkan perbedaan pengukuran deviasi dari model ini. Cara kedua untuk memperkirakan deviasi dari model ideal dengan menguji kebergantungan frekuensi dari parameter distorsi. Jika model distorsi ideal merupakan model yang realistik pada suatu rentang frekuensi, parameter ini akan teraproksimasi tidak bergantung frekuensi. Suatu struktur yang berperilaku sebagai bagian struktur regional induktif pada frekuensi tinggi mungkin berperilaku sebagai suatu struktur distorsi tidak bergantung frekuensi pada banyak frekuensi rendah.

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami

BAB III TEORI DASAR. Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami BAB III TEORI DASAR 3.1. Metode Magnetotellurik Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.

Lebih terperinci

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik

Lebih terperinci

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN GELOMBANG DATAR SERBASAMA D W I A N D I N U R M A N T R I S U N A N G S U N A R YA H A S A N A H P U T R I AT I K N O V I A N T I POKOK BAHASAN 1. Definisi Gelombang Datar ( Plane

Lebih terperinci

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Fisika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Sinyal merambat dengan kecepatan terbatas. Hal ini menimbulkan waktu tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal sinusoidal, maka

Lebih terperinci

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK

BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK.1 Teori Perambatan Gelombang Seismik Metode seismik adalah sebuah metode yang memanfaatkan perambatan gelombang elastik dengan bumi sebagai medium rambatnya. Perambatan

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kode / SKS Program Studi Fakultas : Medan Elektromagnetik : IT012221 / 2 SKS : Sistem Komputer : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi 1 Pendahuluan Menjelaskan latar belakang sejarah dan 2 Analisis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Skema Teori Listrik dan Magnetik Untuk mempelajari tentang ilmu kelistrikan dan ilmu kemagnetikan diperlukan dasar dari kelistrikan dan kemagnetikan yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

Menganalisis rangkaian listrik. Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik

Menganalisis rangkaian listrik. Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik Menganalisis rangkaian listrik Mendeskripsikan konsep rangkaian listrik Listrik berasal dari kata elektron yang berarti batu ambar. Jika sebuah batu ambar digosok dengan kain sutra, maka batu akan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode Magnetotellurik (MT) adalah metode geofisika pasif yang digunakan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan dengan menggunakan induksi elektromagnetik di bawah

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI -D Hendra Grandis Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jalan Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Geofisika: Magnetotelurik Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Tikhonov dan Cagnaird

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

Persamaan Gelombang Datar

Persamaan Gelombang Datar Persamaan Gelombang Datar Budi Syihabuddin Telkom University Semester Ganjil 2017/2018 August 28, 2017 Budi Syihabuddin (Telkom University) Elektromagnetika Telekomunikasi August 28, 2017 1 / 20 Referensi

Lebih terperinci

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Minggu Pokok 1 Analisis Vektor dan Sistem Koordinat a. Konsep vektor : - definisi dan arti, notasi/simbol

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

TOPIK 8. Medan Magnetik. Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si.

TOPIK 8. Medan Magnetik. Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. TOPIK 8 Medan Magnetik Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. ikhsan_s@ugm.ac.id Pencetak sidik jari magnetik. Medan Magnetik Medan dan Gaya Megnetik Gaya Magnetik pada Konduktor Berarus

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar

III. TEORI DASAR. melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar III. TEORI DASAR 3.1. Jenis-jenis Gelombang Seismik 3.1.1. Gelombang Badan (Body Waves) Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free

Lebih terperinci

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M0207025 Di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dari An introduction by Heinrich Kuttruff Bagian 6.6 6.6.4 6.6 Penyerapan Bunyi Oleh

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga Dipol p. Menghasilkan: Merasakan:

Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga Dipol p. Menghasilkan: Merasakan: KEMAGNETAN Menu hari ini (2 minggu): Medan dan Gaya Magnet Medan Gravitasi Listrik Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga Dipol p Menghasilkan: Merasakan: Magnet Batang Kutub sejenis

Lebih terperinci

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 20. KEMAGNETAN...2 20.1 Magnet dan Medan Magnet...2 20.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet...2 20.3 Gaya Magnet...4 20.4 Hukum Ampere...9 20.5 Efek Hall...13 20.6 Quis

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Kumpulan Soal Fisika Dasar II http://personal.fmipa.itb.ac.id/agussuroso http://agussuroso102.wordpress.com Topik Gelombang Elektromagnetik Interferensi Difraksi 22-04-2017 Soal-soal FiDas[Agus Suroso]

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP 2.1 Umum Suatu informasi dari suatu sumber informasi dapat diterima oleh penerima informasi dapat terwujud bila ada suatu sistem atau penghubung diantara keduanya. Sistem

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l' Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

BAB 16. MEDAN LISTRIK

BAB 16. MEDAN LISTRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB 6. MEDAN LISTRIK... 6. Muatan Listrik... 6. Muatan Listrik dalam Atom... 6.3 Isolator dan Konduktor...3 6.4 Hukum Coulomb...3 6.5 Medan Listrik dan Kondusi Listrik...5 6.6

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331. Oleh Endi Suhendi 1

Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331. Oleh Endi Suhendi 1 Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331 Oleh Endi Suhendi 1 Menu hari ini (2 minggu): Medan dan Gaya Magnet Oleh Endi Suhendi 2 Medan Gravitasi Listrik Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Teori gelombang elektromagnetik pertama kali dikemukakan oleh James Clerk Maxwell (83 879). Hipotesis yang dikemukakan oleh Maxwell, mengacu pada tiga aturan dasar listrik-magnet

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,

Lebih terperinci

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Octavianus P. Hulu, Agus Purwanto dan Sumarna Laboratorium Getaran dan Gelombang, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk sensor

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Gelombang EM 1 / 29 Materi 1 Persamaan

Lebih terperinci

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Interferensi Cahaya Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Interferensi Cahaya 1 / 39 Contoh gejala interferensi

Lebih terperinci

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang 1. Grafik antara tekanan gas y yang massanya tertentu pada volume tetap sebagai fungsi dari suhu mutlak x adalah... a. d. b. e. c. Menurut Hukum Gay Lussac menyatakan

Lebih terperinci

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Perkuliahan PLPG Fisika tahun 2009 Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Muatan Listrik Dua jenis muatan listrik: positif dan negatif Satuan muatan adalah coulomb [C] Muatan elektron (negatif) atau proton (positif)

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR).1 Prinsip Dasar GPR Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and

Lebih terperinci

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R

SANGAT RAHASIA. 30 o. DOKUMEN ASaFN 2. h = R DOKUMEN ASaFN. Sebuah uang logam diukur ketebalannya dengan menggunakan jangka sorong dan hasilnya terlihat seperti pada gambar dibawah. Ketebalan uang tersebut adalah... A. 0,0 cm B. 0, cm C. 0, cm D.

Lebih terperinci

ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2

ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2 ARUS BOLAK-BALIK Pertemuan 13/14 Fisika 2 Arus bolak-balik adalah arus yang arahnya berubah secara bergantian. Bentuk arus bolakbalik yang paling sederhana adalah arus sinusoidal. Tegangan yang mengalir

Lebih terperinci

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli. Nama: NIM : Kuis I Elektromagnetika II TT38G1 Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam 14.30 15.00 di N107, berupa copy file, bukan file asli. Kasus #1. Medium A (4 0, 0, x < 0) berbatasan

Lebih terperinci

GENERATOR SINKRON Gambar 1

GENERATOR SINKRON Gambar 1 GENERATOR SINKRON Generator sinkron merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus bolak-balik. Energi mekanik diperoleh dari penggerak mula (prime mover)

Lebih terperinci

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

#2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya #2 Dualisme Partikel & Gelombang (Sifat Partikel dari Gelombang) Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya Kerangka materi Tujuan: Memberikan pemahaman tentang sifat

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan BAB II TEGANGAN TINGGI 2.1 Umum Pengukuran tegangan tinggi berbeda dengan pengukuran tegangan rendah, sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan tinggi yang akan

Lebih terperinci

Semua benda di sekeliling kita mempunyai sifat magnetik. Akibatnya semua benda terpengaruh oleh medan magnet. Efek yang

Semua benda di sekeliling kita mempunyai sifat magnetik. Akibatnya semua benda terpengaruh oleh medan magnet. Efek yang BAB II TEORI DASAR 2.1 Perilaku Bahan Dalam Medan Magnetik 2.1.1 Permeabilitas Magnetik Material Semua benda di sekeliling kita mempunyai sifat magnetik. Akibatnya semua benda terpengaruh oleh medan magnet.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA Tujuan Instruksional Umum Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perambatan gelombang, yang merupakan hal yang penting dalam sistem komunikasi serat optik. Pembahasan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gelombang Bunyi Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi sebagai hasil dari fluktuasi tekanan karena perapatan dan perenggangan dalam media elastis. Sinyal

Lebih terperinci

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata GEOFISIKA EKSPLORASI [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET BAB II MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET Kompetensi dasar : Mengenal gejala kemagnetan Indikator Oersted : - Konsep medan magnet oleh arus listrik didapatkan dari percobaan - Konsep magnet dan medan magnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi serta bagaimana cara mendeteksinya di dalam bumi dan di permukaan

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT 2.1 STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan antenna yang tersusun atas 3 elemen : elemen peradiasi ( radiator ), elemen substrat ( substrate

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA... Kelas / Semester : XII / I Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 1. Menerapkan konsep dan prinsip gejala dalam menyelesaikan masalah 1.1 gejala dan ciriciri secara umum.

Lebih terperinci

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi daya Beban yang mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kv, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 250 kva, 50 Hz yang didistribusikan

Lebih terperinci

Cara arus mengalir di bumi Elektronik (Ohmik) Arus mengalir lewat media padat (logam, batuan, dll.)

Cara arus mengalir di bumi Elektronik (Ohmik) Arus mengalir lewat media padat (logam, batuan, dll.) 1 I. PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi endapan bahan galian. Meskipun eksplorasi mineral sudah dilakukan semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

#2 Dualisme Partikel & Gelombang Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

#2 Dualisme Partikel & Gelombang Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya #2 Dualisme Partikel & Gelombang Fisika Modern Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya Kerangka materi Tujuan: Memberikan pemahaman tentang sifat dualisme partikel dan gelombang

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M.

ANALISIS SIFAT KONDUKTIVITAS LISTRIK PADA BEBERAPA JENIS MATERIAL DENGAN METODE POTENSIAL JATUH. Said, M. ANALISIS SIFAT KONDUKTIITAS LISTRIK PADA BBRAPA JNIS MATRIAL DNGAN MTOD POTNSIAL JATUH ISSN : 1858-330X Said, M. Jurusan Fisika Universitas Islam Negeri Makassar ABSTRAK Telah dilakukan pengukuran konduktivitas

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet adalah suatu obyek yang mempunyai medan magnet. Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR 2. 1. Konsep Thermoelectric Modul thermoelectric yaitu alat yang mengubah energi panas dari gradien temperatur menjadi energi listrik atau sebaliknya dari energi listrik

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0

Polarisasi. Dede Djuhana Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Polarisasi Dede Djuhana E-mail:dede@fisika.ui.ac.id Departemen Fisika FMIPA-UI 0-0 Teori Korpuskuler (Newton) Cahaya Cahaya adalah korpuskel korpuskel yang dipancarkan oleh sumber dan merambat lurus dengan

Lebih terperinci