DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI"

Transkripsi

1 DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Distribusi dan Keanekaragaman Tungau Ektoparasit pada Cicak di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Taruni Sri Prawasti NIM G BSH

4

5 ABSTRACT TARUNI SRI PRAWASTI. Distribution and Diversity of Ectoparasite Mites on Geckos in Indonesia. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and RIKA RAFFIUDIN. Data on the diversity and dispersal of parasitic mites on house geckos in Indonesia are very scarce. In this work, the distribution and diversity of mites living on three species of house geckos, namely Cosymbotus platyurus, Hemidactylus frenatus, and H. garnotii collected throughout Indonesia, has been elaborated. Geckos and mites were captured and immediately preserved in 70% ethanol. Whole mount of the mites was prepared by clearing in lactophenol followed by mounting on polyvinyl lactophenol solutions. The SEM preparation was conducted to examine the detail morphological characters of the mites. The results showed that among 448 individuals of geckos, 221 geckos were infected by Geckobia mites. Prevalences of C. platyurus, H. frenatus, and H. garnotii infested by mites were 14.8%, 50.69%, and 79.6%, respectively. Three different spesies of Geckobia (G1, G2, and G3) could be differentiated; and based on similarities of their morphological characters to ones described in published literatures, Geckobia G2 is Geckobia glebosum and Geckobia G3 is Geckobia bataviensis while G1 could not be identified to the species level. The highest mean intensity of Geckobia G1 infestation was found on H. garnotii (I=7.0), G. glebosum infestation on H. frenatus (I=3.5), and G. bataviensis infestation on H. garnotii (I=11.8). In general, C. platyurus was infested by the least number of mites. Geckobia G1 were found living on the skin folds on the claws, G. glebosum were found mainly on the body and thigh, and G. bataviensis were found on almost all parts of the host s body. Geckobia mites are distributed randomly throughout Indonesian Archipelago, following the pattern of distribution of their hosts. So it is concluded that Geckobia G1, G. glebosum, and G. bataviensis are sympatric. Keywords: ectoparasite, mite, Geckobia, gecko, Cosymbotus, Hemidactylus

6

7 RINGKASAN TARUNI SRI PRAWASTI. Distribusi dan Keanekaragaman Tungau Ektoparasit pada Cicak di Indonesia. Di bawah bimbingan ACHMAD FARAJALLAH dan RIKA RAFFIUDIN. Tungau dari Famili Pterygosomatidae hidup sebagai parasit pada cicak dan kadal Gekkonidae. Tungau ini dikenal sebagai parasit penghisap darah. Tungau Geckobia (Famili Pterygosomatidae) dilaporkan ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara. Interaksi antara tungau parasit dengan cicak perlu diperhatikan, karena kebanyakan spesies cicak hidup di antara manusia. Tungau Geckobia naultina pada reptil Haplodactylus duvaocelli (Gekkonidae) di Selandia Baru ditemukan sebagai vektor pembawa Rickettsia. Data base penyakit infeksi global menunjukkan bahwa satwa liar berperan sebagai reservoir patogen untuk manusia dan hewan peliharaan / ternak. Cicak Cosymbotus platyurus, Hemidactylus frenatus dan Hemidactylus garnotii merupakan cicak rumah yang sering dijumpai di sekitar manusia. Informasi mengenai tungau ektoparasit pada cicak di Indonesia sangat diperlukan untuk mengantisipasi adanya penyakit yang disebarkan akibat interaksi tersebut. Penelitian ini dilakukan berdasar pada data penyebaran cicak di Indonesia dan adanya interaksi antara cicak dengan tungau ektoparasit. Cicak dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia atas bantuan banyak pihak. Cicak diidentifikasi dan disimpan dalam etanol 70% secara terpisah. Selanjutnya tungau yang menempel pada tubuh cicak diambil, dihitung, difiksasi dengan alkohol 70% dan disimpan terpisah. Analisis keberadaan tungau pada tubuh cicak dilakukan dengan menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan pola perlekatan tungau pada tubuh cicak. Distribusi tungau pada tubuh cicak dilakukan dengan menghitung jumlah tiap jenis tungau yang melekat pada tubuh cicak tersebut. Sebanyak 448 ekor cicak yang dikoleksi dari duapuluh lima lokasi, diidentifikasi sebagai C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii; 221 ekor cicak terinfestasi tungau. Seluruh tungau yang menginfestasi cicak (2 494 tungau) diidentifikasi sebagai anggota famili Pterygosomatidae, Genus Geckobia. Pengamatan terhadap bentuk tubuh, skutum dorsal, gnatosoma, tungkai dan penyebaran seta menunjukkan bahwa tungau yang ditemukan bisa dibedakan menjadi tiga spesies. Tungau Geckobia spesies 1 (G1) ditemukan sebanyak 676 individu, tungau Geckobia spesies 2 (G2) sebanyak 206 individu dan tungau Geckobia spesies 3 (G3) sebanyak individu. Tungau Geckobia spesies 1 (G1) dengan ciri-ciri antara lain bentuk tubuh bulat meruncing ke posterior, skutum dorsal sempit dengan seta pendek, seta di posterior skutum panjang, runcing dan jarang, seta ventral pendek, jarang. Sampel ini tidak dapat diidentifikasi nama spesiesnya. Tungau Geckobia spesies 2 (G2) dengan ciri-ciri antara lain tubuh berbentuk segitiga, skutum dorsal membesar dibagian anterior dengan spur, seta di belakang skutum pendek tebal dan tersusun rapat, tungkai ke-4 dua kali panjang tungkai pertama. Sampel ini diidentifikasi sebagai Geckobia glebosum.

8 viii Tungau Geckobia spesies 3 (G3), dengan ciri-ciri bentuk membulat ke posterior, skutum dorsal lebar dengan seta pilosa, seta di posterior skutum panjang, rapat, seta ventral lebih pendek dan jarang, terdapat spur pada palpatarsus. Sampel ini diidentifikasi sebagai Geckobia bataviensis. Persebaran cicak pada duapuluh lima lokasi penangkapan terlihat acak atau tidak berpola. Berdasar data keberadaan ketiga spesies cicak dan kemampuan ketiga spesies cicak tersebut hidup bersama pada satu lokasi, dapat dikatakan bahwa ketiga spesies cicak yang diteliti bersifat simpatrik dengan pola persebaran acak. Cicak C. platyurus terinfestasi tungau ditemukan pada 8 lokasi, cicak H. frenatus terinfestasi tungau ditemukan pada 12 lokasi dan cicak H. garnotii terinfestasi tungau tungau ditemukan pada 18 lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii tidak merata atau menyebar secara acak. Prevalensi rata-rata infestasi tungau terhadap H. garnotii 79,07%, tertinggi dibanding prevalensi pada ke dua spesies cicak yang lain. Pada umumnya prevalensi C. platyurus terinfestasi tungau pada setiap lokasi penangkapan adalah kecil. Kemungkinan struktur morfologi C. platyurus kurang memberi perlindungan terhadap keberadaan tungau. Perlu penelitian lebih lanjut apakah morfologi dan anatomi cicak serta struktur kelisera dan cakar tungau berpengaruh terhadap perlekatan tungau ke cicak. Berdasar spesies inang, tungau G1 lebih banyak menginfestasi H. garnotii dengan intensitas infestasi 7,0. Tungau G. glebosum menginfestasi H. frenatus dengan intensitas infestasi 3,50 dan tungau G. bataviensis menginfestasi H. garnotii dengan intensitas infestasi 11,80. Ketiga spesies tungau ini bisa menginfestasi ketiga spesies cicak yang diteliti. Artinya, spesies tungau yang sama dapat menginfestasi spesies cicak yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tungau G1, G. glebosum dan G. bataviensis tidak spesifik sebagai ektoparasit pada spesies cicak tertentu, menyebar secara acak dan bersifat simpatrik. Tungau bisa menginfestasi semua bagian tubuh cicak dari moncong sampai kaudal, di ketiak, paha serta di bawah cakar. Tungau G1 melekat di bawah cakar jari tungkai depan dan tungkai belakang cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii. Tungau G. glebosum ditemukan pada badan dan paha ketiga spesies cicak tersebut. Sedang tungau G. bataviensis ditemukan hampir merata pada semua bagian tubuh cicak. Dapat dikatakan bahwa perlekatan tungau pada tubuh inang spesifik untuk beberapa spesies tungau. Dapat disimpulkan bahwa tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii adalah tungau Famili Pterygosomatidae, Genus Geckobia, Spesies Geckobia G1, Geckobia glebosum dan Geckobia bataviensis. Ketiga spesies cicak yang diteliti dan ketiga spesies tungau yang menginfestasi tidak memiliki pola distribusi yang spesifik; persebaran berlangsung secara acak dan bersifat simpatrik. Prevalensi infestasi tungau tertinggi pada cicak H. garnotii. Ketiga spesies tungau tidak spesifik sebagai ektoparasit pada spesies cicak tertentu. Pola perlekatan tungau pada tubuh inang spesifik untuk beberapa spesies tungau. Kata kunci : cicak, tungau, ektoparasit, Geckobia, Cosymbotus, Hemidactylus.

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

12

13 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo

14

15 Judul Tesis Nama NRP : Distribusi dan Keanekaragaman Tungau Ektoparasit pada Cicak di Indonesia : Taruni Sri Prawasti : G BSH Disetujui Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si. Diketahui Ketua Mayor Biosains Hewan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian: 4 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

16

17 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian ini adalah tungau ektoparasit pada cicak, dengan judul Distribusi dan Keanekaragaman Tungau Ektoparasit pada Cicak di Indonesia. Terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Departemen Biologi FMIPA IPB yang telah memberi kesempatan dan membiayai studi Magister penulis di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Achmad Farajallah MSi dan Dr. Ir. Rika Raffiudin MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, masukan, kritik, waktu dan diskusi yang sangat berharga bagi penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Terimakasih disampaikan kepada Dr. Sri Sudarmiyati MSc. yang telah bersedia menjadi penguji bagi penulis. Kepada Ismayanti Soleha SSi, Andi Darmawan MSi dan Tini Wahyuni diucapkan terimakasih atas bantuannya di dalam preparasi preparat tungau pada penelitian ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh kolega di BSH: Dr. Deddy Duryadi, Dr. Bambang Suryobroto, Dr. Dyah Perwitasari, Dr. Tri Atmowidi, Ir. Tri Heru Widharto MSc, Berry Juliandi MSi dan Kanti Arum W MSi atas dukungan dan semangat yang diberikan. Penghargaan dan ucapan terimakasih diberikan kepada teman-teman yang telah dengan senang hati membantu koleksi cicak dari seluruh Indonesia. BSH angkatan 2009, khususnya Jazzy, Uche, Gress, Rawati yang selalu membantu, mendukung dan memberi semangat, terimakasih atas persahabatan yang diberikan. Kepada suami dan kedua anak penulis, diucapkan terimakasih yang tak terhingga atas bantuan, kesempatan, semangat dan kasih sayang yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan studi ini. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Condronegoro atas dorongan, semangat dan doa untuk penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2011 Taruni Sri Prawasti

18

19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo, 30 Nopember 1955 sebagai putri ke tiga dari KRH Condronagoro dan R. Ay. Haswini Sri Danarti Condronagoro. Pendidikan Sarjana di tempuh di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus tahun Menikah dengan Dr. Ir. Budhi Priyanto M.Sc. dan dikaruniai 2 orang anak, Wirasmi Primadiyanti dan Rizky Wirastomo. Sejak tahun 1981 penulis bekerja di Bagian Zoologi, Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Matematika IPB (sekarang Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB), sebagai pengajar mata ajaran Avertebrata, Mikroteknik dan Biologi. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor Biosains Hewan.

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxiii DAFTAR GAMBAR... xxv DAFTAR LAMPIRAN... xxvii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Klasifikasi dan Morfologi Tungau... 5 Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak... 5 Klasifikasi dan Morfologi Cicak... 7 Interaksi Tungau dengan Cicak... 9 Prevalensi dan Intensitas Infestasi... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit Pembuatan Preparat Identifikasi Cicak dan Tungau Ektoparasit Penghitungan dan Pengamatan Terhadap Tungau dan Cicak Analisis Data HASIL Identifikasi Cicak Inventarisasi Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak Identifikasi Tungau yang Menginfestasi Cicak Prevalensi Infestasi Tungau pada Cicak Intensitas Infestasi Tungau pada Cicak Distribusi Tungau pada Bagian Tubuh Cicak PEMBAHASAN Pola Persebaran Cicak di Indonesia Pola Persebaran Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak Tiga Spesies Tungau Geckobia Ditemukan pada Cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia Prevalensi dan Intensitas Infestasi Tungau Geckobia pada Cicak Pola Perlekatan Tungau pada Tubuh Cicak SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

22

23 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sebaran tiga spesies cicak dan jumlah cicak yang terinfestasi tungau pada duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Jumlah seluruh cicak yang diperiksa dan jumlah tungau yang ditemukan pada duapuluh lima lokasi penangkapan di Indonesia Perbandingan ciri-ciri tungau Geckobia G1, G2, dan G Perbandingan tungau Geckobia (G2) hasil penelitian dengan G. glebosum (Bertrand et al. 1999) Perbandingan tungau Geckobia (G3) hasil penelitian dengan G. bataviensis (Vitzthum 1926) Prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada tiga spesies di duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Intensitas infestasi rata-rata dan intensitas infestasi total tungau G1, G2, dan G

24

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi tungau Berbagai spesies cicak di Indonesia Bagian tubuh cicak tempat pengambilan tungau Persebaran tiga spesies cicak, C. platyurus, H. frenatus, dan H. garnotii, di Indonesia Geckobia spesies 1 (G1) Geckobia spesies 2 (G2) Geckobia spesies 3 (G3) Morfologi Geckobia spesies 2 (G2) dan G. glebosum menurut Bertrand et al. (1999) Morfologi Geckobia spesies 3 (G3) dan G. bataviensis menurut Vitzthum (1926) Prevalensi total infestasi tungau terhadap C. platyurus, H. frenatus, dan H. garnotii Distribusi (jumlah) tungau G1, G2, dan G3 pada bagian tubuh cicak C. platyurus Distribusi (jumlah) tungau G1, G2, dan G3 pada bagian tubuh cicak H. frenatus Distribusi (jumlah) tungau G1, G2, dan G3 pada bagian tubuh cicak H. garnotii Distribusi (jumlah) tungau G1, G2, dan G3 pada bagian tubuh semua jenis cicak... 29

26

27 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Daftar kolektor cicak Formula perekat polivinil laktofenol Penyebaran spesies cicak di Indonesia Glosari... 50

28

29 PENDAHULUAN Latar Belakang Tungau menempati tipe habitat yang sangat beragam, seperti di darat, di air atau hidup pada organisme lain. Karena ukuran tubuh tungau relatif kecil dan plastis, tungau mampu beradaptasi pada berbagai habitat (Fain 1994). Semua taksa yang lebih besar daripada tungau, baik tumbuhan atau hewan lain telah dikolonisasi. Pada hewan, semua vertebrata darat menjadi inang simbiotik tungau. Pada hewan avertebrata seperti insekta, Arachnida (termasuk tungau lain), miriapoda, krustase, anelida telah diinfestasi oleh tungau (Walter dan Proctor 1999). Tungau dapat menjadi simbion temporer atau permanen dan dapat bertindak sebagai komensal, mutualis, parasit atau parasitoid. Parasitisme adalah interaksi antara dua jenis organisme yang hidup bersama, yaitu salah satu organisme diuntungkan dan yang lain dirugikan. Kebanyakan spesies tungau adalah ektoparasit dan sebagian yang lain adalah endoparasit pada saluran pernafasan burung, mamalia dan lain sebagainya (Fain 1994). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang (Triplehorn dan Johnson 2005). Sifat ektoparasit berlangsung paling tidak pada sebagian dari seluruh siklus hidup tungau di tubuh inang avertebrata maupun vertebrata. Tungau dapat berasosiasi dengan sejumlah hewan avertebrata maupun vertebrata. Reptil, dalam hal ini kura-kura, ular kadal dan cicak, berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik sebagai ektoparasit maupun endoparasit (Walter dan Proctor 1999). Menurut Walter dan Proctor (1999), tungau dibagi menjadi tiga ordo yaitu 1) Ordo Opilioacariformes, 2) Ordo Parasitiformes, dan 3) Ordo Acariformes. Ordo Opilioacariformes adalah ordo yang paling primitif. Ordo Parasitiformes terdiri dari tiga sub ordo, yaitu Sub Ordo Mesostigmata (10 famili dan spesies telah teridentifikasi), Sub Ordo Holothyrida (kurang lebih 30 spesies teridentifikasi), dan Sub Ordo Ixodida (sekitar 800 spesies telah teridentifikasi). Ordo Acariformes terdiri dari dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Sarcoptiformes (10 famili) dan Sub Ordo Trombidiformes (sekitar 7000 spesies telah teridentifikasi).

30 2 Berdasar Kethley (1982), tungau termasuk anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, dan Kelas Arachnida. Ciri yang membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah struktur alat mulut (gnatosoma). Podosoma (toraks) dan opistosoma (abdomen) menyatu membentuk idiosoma. Segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Kelisera teradaptasi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan mengunyah (Krantz 1978). Tungau Famili Pterygosomatidae hidup sebagai parasit pada cicak dan kadal Gekkonidae (Bochkov dan Mironov 2000, Walter dan Shaw 2002). Menurut Schmaschke (1997) tungau Pterygosomatidae dikenal sebagai parasit penghisap darah. Oliver dan Shaw 1953 menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi Hemidactylus garnotii adalah tungau Geckobia. Tungau Geckobia (Famili Pterygosomatidae) dilaporkan ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae (Montgomery 1966) dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara (Krantz 1978). Menurut Bertrand et al. (1999) cicak Cosymbotus platyurus dan H. frenatus dapat diinfestasi oleh beberapa spesies Geckobia. Cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico (Rivera et al. 2003), sedangkan tungau G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia (Bertrand dan Ineich 1989). Beberapa jenis tungau menimbulkan kerugian langsung atau tidak langsung yaitu sebagai vektor beberapa penyakit pada manusia maupun hewan lain. Pada integumen reptil Uta stanbuliana liar ditemukan tungau Famili Trombiculidae yang dapat menimbulkan peradangan (Goldberg et al. 1991). Tungau G. naultina pada reptil Haplodactylus duvaocelli (Gekkonidae) di Selandia Baru ditemukan sebagai vektor pembawa Rickettsia, yaitu bakteri parasit (Barry et al. 2011). Interaksi antara tungau parasit dengan cicak perlu diperhatikan, karena cicak hidup di antara manusia. Data base penyakit infeksi global menunjukkan bahwa satwa liar berperan sebagai reservoir patogen untuk manusia dan hewan peliharaan atau ternak (Jones et al. 2011). Penyebaran spesies cicak sangat luas, terutama di daerah tropis. Cook dan Richard (1999) menyatakan bahwa cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Cicak H. frenatus, C. platyurus dan

31 3 H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara (Rooij 1915). Inventarisasi dan identifikasi tungau ektoparasit pada cicak di Bogor telah dilakukan oleh Soleha (2006) yang menunjukkan, bahwa tungau yang menginfestasi C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Bogor adalah tungau Geckobia. Vitzthum (1926) melaporkan bahwa G. bataviensis ditemukan pada cicak H. frenatus di Batavia (Jakarta). Belum ada laporan mengenai distribusi tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. Analisis keberadaan ektoparasit pada tubuh inang dilakukan dengan menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan pola perlekatan ektoparasit pada tubuh inang. Menurut Barton dan Richard (1966), prevalensi adalah bagian dari populasi inang yang terinfestasi ektoparasit, sedang intensitas infestasi adalah kerapatan ektoparasit yang menginfestasi inang. Pola perlekatan inang diamati untuk mengetahui distribusi ektoparasit pada tubuh inang. Berdasarkan pada data penyebaran cicak di Indonesia dan adanya interaksi antara cicak dengan tungau ektoparasit, penelitian ini akan mengeksplorasi distribusi geografis cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii, tungau ektoparasit yang menginfestasi ketiga spesies cicak tersebut, hubungan antara spesies inang dengan spesies tungau yang memparasit, serta menghitung nilai prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada inang. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari distribusi dan keanekaragaman tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. 2. Menganalisis nilai prevalensi, intensitas infestasi dan perlekatan tungau ektoparasit pada badan cicak. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai: 1. Spesies tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia.

32 4 2. Hubungan antara spesies cicak dengan spesies tungau yang menginfestasi.

33 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Walter dan Proctor (1999) membagi Sub Kelas Acari menjadi tiga ordo yaitu 1) Ordo Opilioacariformes yang terdiri dari Sub Ordo Opilioacarida dan Sub Ordo Notostigmata, 2) Ordo Parasitiformes yang terdiri dari Sub Ordo Holothyrida, Sub Ordo Mesostigmata dan Sub Ordo Ixodida, dan 3) Ordo Acariformes yang terdiri dari Sub Ordo Sarcoptiformes dan Sub Ordo Trombidiformes. Berdasar morfologi, tubuh tungau terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma dan idiosoma. Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh, merupakan alat mulut yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat pernafasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan. Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu. Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Bagian posterior dari tubuh tungau adalah opistosoma yang terdiri dari organ sekresi dan organ genital (Gambar 1). Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak Menurut Womersley (1941), tungau famili Pterygosomatidae biasanya ditemukan pada pada reptil famili Gekkonidae, Agamidae, Zonuridae dan Gerrhosauridae. Tungau famili Pterygosomatidae mempunyai kanal podocephalic yang berfungsi sebagai saluran hasil sekresi (Krantz 1978). Rivera et al. (2003) menyatakan bahwa tungau Pterygosomatidae ditemukan pada berbagai bagian tubuh inang, dari bagian kepala sampai ekor, pada lipatan kulit, bagian bawah cakar dan sebagainya.

34 6 Gambar 1 Morfologi tungau. a = gnatosoma; b = kapitulum; c = podosoma; d = opistosoma; e = idiosoma. T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4. Tungau Geckobia (famili Pterygosomatidae) ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae (Montgomery 1966) dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara (Krantz 1978). Rivera et al. (2003) menyatakan bahwa cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico. Sedangkan G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia Perancis (Bertrand dan Ineich 1989). Menurut Bertrand et al. (1999), cicak C. platyurus diinfestasi oleh tungau G. clelandi Hirst 1917, G. cosymboty Cuy 1979 dan G. glebosum n sp. Sedangkan cicak H. frenatus diinfestasi oleh tungau G. andoharonomaitsoensis Haitlinger 1988, G bataviensis Vitzhum 1926, G. cosymboty Cuy 1979, G. ifanadianaensis Haitlinger 1988, G. nepali Hiregaudar, Joshee & Soman 1959, G. philippinensis Lawrence 1953, G. samanbavijinensis Haitlinger Bochkov dan Mironov (1999) menyatakan bahwa cicak H. frenatus juga diinfestasi oleh G. himalayensis Hidegaudar et al Oliver dan Shaw (1953) yang diacu dalam Rivera et al (2003) menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi H. garnotii adalah tungau Geckobia. Ciri-ciri tungau Geckobia antara lain adalah memiliki skutum dorsal, mulut seluruhnya tampak di permukaan anterior tubuh, koksa dilindungi oleh seta kaku

35 7 (spur) (Lawrence 1936). Sedang ciri Geckobia berdasar kunci determinasi genus tungau dari famili Pterygosomatidae menurut Oedemans (1910) di dalam Montgomery (1966), antara lain adalah panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau lebar sama dengan panjangnya, koksa 1 dan 2 menyatu, koksa 3 dan 4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, hipostom tidak menggembung di bagian ujung, koksa dilindungi oleh seta kaku atau spur, seta pada tarsus 1 tidak sama panjang, seta posterior lebih pendek. Klasifikasi dan Morfologi Cicak Berdasar Rooij (1915), cicak ditempatkan sebagai anggota Filum Chordata, Kelas Reptilia, Ordo Squamata, Sub Ordo Lacertilia dan Famili Gekkonidae. Cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Rooij (1915), C. platyurus dan H. frenatus menyebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, sedangkan H. garnotii menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Ciri-ciri Famili Gekkonidae menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Badan pipih ke arah lateral, terdiri atas kepala, badan dan ekor. terdapat dua pasang tungkai, lidah pendek dan sedikit berlekuk di bagian anterior. Ukuran mata besar dengan pupil vertikal, tanpa kelopak mata atau kelopak mata tidak bisa digerakkan. Ekor rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus dengan tipe granular atau tuberkel, sisik ventral sikloid atau heksagonal. Bersifat arboreal atau terestrial. Makanan utama famili Gekkonidae adalah serangga dan hampir semua anggota Gekkonidae bersifat nokturnal. Bauer et al. (2010) menyatakan bahwa beberapa spesies cicak Hemidactylus menyebar luas ke berbagai benua. Cicak Hemidactylus merupakan golongan reptil yang sangat akrab dengan kehidupan manusia dan banyak ditemukan hidup di lingkungan atau habitat yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga dikenal sebagai spesies komensal (Carranza dan Arnold 2006). Carranza dan Arnold (2006) mengelompokkan C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ke dalam Klad Asia Tropika. Bansal dan Karanth (2010) menyatakan bahwa H frenatus berasal dari India dan bersama dengan H. garnotii dan C. platyurus menyebar luas ke Asia Tenggara hingga Pasifik Tropika. Ketiga spesies tersebut umumnya

36 8 ditemukan di lingkungan pemukiman manusia sehingga sering disebut sebagai cicak rumah. Ciri-ciri C. platyurus menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu dengan garis putus-putus berwarna lebih tua, ekor pipih memanjang dengan pinggir bergerigi, diameter lubang telinga kurang dari setengah kali diameter mata, jari melebar, bagian ventral jari terdapat dua baris lamela yang berpasangan, terdapat lipatan kulit dikedua sisi tubuh mulai dari ketiak tungkai depan sampai dianterior lekuk paha tungkai belakang (Gambar 2a). Ciri-ciri H. frenatus menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu kecoklatan, ekor bulat memanjang dengan enam sisik tuberkel. Jari melebar, tidak berselaput, bagian ventral jari dengan dua baris lamela berpasangan, jari ke 4 dengan 9-10 lamela, diameter lubang telinga kirakira sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya (Gambar 2b). Ciri-ciri H. garnotii menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu, kadang-kadang dengan garis-garis memanjang berwarna lebih tua, ekor agak pipih memanjang dengan tepi bergerigi. Jari tanpa selaput, ventral jari ke 4 tungkai belakang dengan lamela. Diameter telinga kurang dari sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya (Gambar 2c). Gambar 2 Berbagai spesies cicak di Indonesia. a = C. platyurus, b = H. frenatus, c = H. garnotii.

37 9 Cook dan Richard (1999) menyatakan bahwa spesies cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Jesus et al menduga bahwa kelompok-kelompok cicak berpindah antar pulau melalui kegiatan manusia. Kecepatan perkembangan populasi (kolonisasi) suatu spesies cicak pendatang bisa mengalahkan spesies residen (Meshaka 2000). Interaksi Tungau Dengan Cicak Salah satu cara mengkategorikan keragaman interaksi antar individu adalah dengan mengamati pengaruh suatu individu terhadap kehidupan individu lain. Pada kasus parasitisme, suatu individu parasit diuntungkan oleh interaksi yang terjadi dan individu yang lain (inang) dirugikan. Dalam usaha untuk mempertahankan hidup, parasit tidak membunuh inang. Tungau berasosiasi dengan sejumlah besar vertebrata termasuk reptilia. Sejumlah famili dan sub famili Mesostigmata hanya berinteraksi dengan reptil (Walter dan Proctor 1999). Reptil terestrial biasanya dihinggapi banyak jenis caplak. Ular, kadal, cicak dan kura-kura berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik ektoparasit maupun endoparasit. Pada anggota prostigmata, tungau dari famili Pterygosomatidae hinggap sebagai parasit pada kadal. Cicak (Reptilia) dapat terinfestasi oleh tungau karena adanya interaksi fisik inang; interaksi dapat berupa kontak seksual, perkelahian atau karena hidup bersama dalam satu sarang (Rivera et al. 2003). Gekkonidae yang melakukan aktifitas seksual, nilai prevalensi, intensitas infestasi dan kelimpahan tungau sangat tinggi. Brown et al. (1995) menyatakan, bahwa aktivitas seksual menaikkan resiko cicak tertular tungau. Perbedaan pola parasitisme pada anggota Gekkonidae mungkin berhubungan dengan morfologi dan variasi lipatan kulit (Carvalho 2006). Prevalensi dan Intensitas Infestasi Menurut Barton dan Richard (1966), persentase inang terinfestasi ektoparasit disebut sebagai prevalensi. Sedangkan intensitas infestasi adalah jumlah ektoparasit yang menginfestasi individu inang. Sorci et al. (1997) melaporkan, bahwa prevalensi infestasi tungau pada kadal Lacerta vivipara tergolong tinggi (56-80%). Prevalensi infestasi tungau pada inang tidak selalu

38 10 berkorelasi positif dengan intensitas infestasi. Misalnya, prevalensi rusa terinfestasi tungau sebesar 41,3% dengan I sebesar 13,1%, sedangkan pada babi hutan, prevalensi infestasi tungau sebesar 31% dengan I=13% (Ruiz-Fons 2006).

39 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai dengan Desember 2010 di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB. Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit a. Koleksi Cicak Cicak dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara) selama tahun 2007 sampai dengan Koleksi dibantu oleh berbagai pihak; daftar kolektor disajikan dalam Lampiran 1. Cicak diawetkan dalam alkohol 70%, dan disimpan terpisah berdasarkan spesies dan lokasi penangkapan. b. Koleksi Tungau Tungau yang melekat pada setiap individu cicak yaitu pada bagian kepala, telinga, ketiak, badan, paha, ekor, jari depan dan jari belakang diambil dengan menggunakan jarum preparat, jumlah tungau pada setiap lokasi perlekatan dihitung dan disimpan terpisah di dalam alkohol 70% berdasar lokasi perlekatan tungau pada setiap individu cicak (Gambar 3). Gambar 3 Bagian tubuh cicak tempat pengambilan tungau. A = kepala; B = telinga; C = ketiak (depan dan belakang); D = badan; E = paha (depan dan belakang); F = ekor; G = jari depan; H = jari belakang.

40 12 Pembuatan Preparat a. Preparat Utuh Tungau Tungau yang telah difiksasi dengan alkohol 70% dijernihkan dengan laktofenol selama 24 jam. Selanjutnya tungau diletakkan pada gelas benda dan ditutup dengan perekat polifinil laktofenol (modifikasi metode Krantz 1978). Formula perekat polivinil laktofenol disajikan dalam Lampiran 2. b. Preparat Scanning Electron Microscopy (SEM) Tungau Tungau dalam alkohol 70% dipreparasi lebih lanjut sebagai preparat SEM di Laboratorium Mikroskop Elektron, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Identifikasi Cicak dan Tungau Ektoparasit Cicak diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi Rooij (1915). Tungau diidentifikasi dengan kunci determinasi Krantz (1978) sampai tingkat famili dan Lawrence (1936) pada tingkat genus. Preparat SEM tungau digunakan untuk mengamati detail dari morfologi tungau. Penghitungan dan Pengamatan Terhadap Tungau dan Cicak Penghitungan dan pengamatan dilakukan untuk mengetahui: 1. Jumlah individu setiap spesies cicak yang ditangkap di setiap lokasi. 2. Jumlah cicak yang diinfestasi tungau. 3. Jumlah setiap spesies tungau yang menginfestasi setiap individu cicak. 4. Tempat perlekatan tungau pada cicak. 5. Spesies tungau yang menginfestasi cicak. Analisis Data Analisis keberadaan tungau pada tubuh cicak dilakukan dengan menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan perlekatan tungau pada tubuh cicak. Prevalensi adalah persentase cicak yang terinfestasi tungau sedang intensitas infestasi adalah jumlah tungau spesies i dibagi dengan jumlah cicak yang terinfestasi tungau i. Intensitas total adalah jumlah total tungau yang

41 13 menginfestasi per individu cicak yang terinfestasi tungau. Analisis dilakukan berdasar Barton dan Richard (1966). a. Prevalensi Prevalensi adalah persentase cicak yang terinfestasi tungau. b. Intensitas Infestasi Intensitas infestasi adalah rata-rata jumlah tungau yang menginfestasi setiap individu cicak. 100% (1) Keterangan: P = prevalensi I = intensitas infestasi tungau (2) (3) I t = intensitas total n = jumlah cicak yang terinfestasi tungau N = jumlah cicak yang diperiksa n i = jumlah cicak yang terinfestasi tungau spesies i T i = jumlah tungau spesies i yang menginfestasi cicak T = jumlah total tungau yang menginfestasi cicak c. Distribusi Tungau pada Bagian Tubuh Cicak Pengamatan terhadap distribusi tungau pada bagian tubuh cicak dilakukan dengan menghitung jumlah tiap jenis tungau yang melekat pada bagian tubuh cicak. Bagian tubuh cicak tempat tungau dikoleksi dapat dilihat pada Gambar 3.

42 14

43 15 HASIL Identifikasi Cicak Sebanyak 448 ekor cicak yang dikoleksi dari 25 lokasi di Indonesia, diidentifikasi sebagai C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii. Keberadaan ketiga spesies cicak pada duapuluh lima lokasi penangkapan sangat bervariasi; C. platyurus tersebar pada 18 lokasi penangkapan (178 ekor), H. frenatus pada 16 lokasi (84 ekor) dan H. garnotii pada 18 lokasi (186 ekor). Persebaran C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii pada 25 lokasi penangkapan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4. Inventarisasi Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak Tungau yang menginfestasi cicak sering disebut sebagai tungau merah karena berwarna merah jingga. Tungau ini melekat pada berbagai tempat di tubuh cicak. Dari 448 ekor cicak yang diperiksa, 221 ekor terinfestasi oleh tungau Jumlah setiap spesies cicak yang terinfestasi tungau pada 25 lokasi penangkapan diseluruh Indonesia tertera pada Tabel 1. Cicak dari lokasi penangkapan Pontianak dan Kolaka semua tidak terinfestasi oleh tungau. Identifikasi Tungau yang Menginfestasi Cicak Jumlah total tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii sebanyak tungau. Total tungau pada C. platyurus sebanyak 110 tungau, pada H. frenatus sebanyak 553 tungau dan pada H. garnotii sebanyak tungau (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh tungau mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Tubuh terdiri atas tiga tagmata, yaitu gnatosoma, podosoma dan opistosoma; tidak ada segmentasi pada opistosoma; gnatosoma terdiri dari kelisera, palpi, stigmata dan peritrema; palpi dilengkapi dengan cakar; seta pada tubuh dengan bentuk dan ukuran bervariasi, terdapat rambut tenent. Berdasar ciriciri yang tersebut, seluruh tungau yang diamati termasuk anggota Famili Pterygosomatidae.

44 16 Tabel 1 Sebaran tiga spesies cicak dan jumlah cicak yang terinfestasi tungau pada duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Lokasi penangkapan Cosymbotus platyurus Jumlah Hemidactylus frenatus Jumlah Hemidactylus garnotii Jumlah Tiga spesies cicak Jumlah Terinfestasi Terinfestasi Terinfestasi Terinfestasi Sumatera Aceh P. Sidempuan Bengkulu Palembang Jawa Serang Serpong Pekalongan Tuban Lamongan Kalimantan Pontianak Ktwrng Barat Palangkaraya Sangatta Sulawesi Manado Gorontalo Makassar Kolaka Nusa Tenggara Denpasar Mataram Kupang Maluku Pulau Kisar Masohi Pulau Seram Ambon Papua Biak Total Indonesia Keterangan: P. Sidempuan = Padang Sidempuan Ktwrng Barat = Kotawaringin Barat Tabel 2 Jumlah seluruh cicak yang diperiksa dan jumlah tungau yang ditemukan pada duapuluh lima lokasi penangkapan di Indonesia Spesies Jumlah cicak Jumlah tungau Total Terinfestasi G1 G2 G3 Total C. platyurus H. frenatus H. garnotii Semua spesies

45 Gambar 4 Persebaran tiga spesies cicak, C.platyurus, H.frenatus dan H.garnotii, di Indonesia. Persentase tiap spesies disajikan pada Lampiran 3. 17

46 18 A B Gambar 5 Geckobia spesies 1 (G1). A tubuh tarmpak dorsal, B tubuh tampak ventral, C gnatosoma tampak ventral. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, f koksa, i spur koksa. C

47 19 Ciri-ciri yang lain adalah terdapat skutum dorsal, mulut di anterior dorsal tubuh, koksa dengan seta kaku (spur), koksa tungkai 1 dan 2 menyatu, koksa tungkai 3 dan 4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, seta pada tarsus 1 bervariasi, dan panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau panjang sama dengan lebarnya. Berdasar ciri-ciri yang ada, tungau tersebut adalah genus Geckobia. Pengamatan terhadap bentuk tubuh, gnatosoma, skutum, tungkai serta jenis dan penyebaran seta dorsal menunjukkan, bahwa tungau Geckobia yang ditemukan dapat dibedakan menjadi tiga spesies yaitu Geckobia spesies 1 (G1), Geckobia spesies 2 (G2) dan Geckobia spesies 3 (G3). Jumlah total tungau yang ditemukan pada 221 ekor cicak yang terinfestasi adalah tungau. Geckobia spesies 1 (G1, Gambar 5) ditemukan sebanyak 676 individu, Geckobia spesies 2 (G2, Gambar 6) sebanyak 206 individu dan Geckobia spesies 3 (G3, Gambar 7) sebanyak individu. a. Deskripsi Geckobia Spesies 1 (G1) Bentuk tubuh bulat meruncing ke posterior, panjang ±0,5 mm, lebar ±0,5 mm (Gambar 5A). Gnatosoma dengan palpus 4 segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta panjang ramping, palpatibia mempunyai seta panjang, palpatarsus bercakar dan dengan rambut-rambut yang tersusun menjari (Gambar 5C). Skutum dorsal kecil dengan seta pendek tersebar tidak rapat; seta di posterior skutum panjang ramping dan tersusun jarang; seta pada pada bagian ventral pendek, tersebar jarang di posterior gnatosoma dan koksa. Tungkai 4 pasang, pendek, tarsus bercakar dan dilengkapi dengan rambut-rambut yang tersusun menjari. Koksa 1 tidak terdapat spur, koksa 2 dan 3 dilengkapi dengan 2 spur di pangkal dan di ujung koksa, koksa ke-4 dengan 1 spur di pangkal.(gambar 5B). Deskripsi Geckobia Spesies 2 (G2) Bentuk tubuh hampir segi tiga, bagian anterior sempit, melebar ke arah posterior, panjang ±0,3 mm, bagian terlebar ±0,4 mm (Gambar 6A). Gnatosoma dengan palpus empat segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta kokoh seperti bulu (spur), palpatibia dengan seta tebal seperti sapu dan ujung palpus (palpatarsus) bercakar dan berambut

48 20 (Gambar 6B). Skutum dorsal membesar di bagian anterior dengan spur berjumlah 12-14, seta dibelakang skutum pendek tebal dan tersusun sangat rapat, seta posterodorsal panjang tebal dan rapat. Tungkai 4 pasang dengan tungkai ke-4 panjang (2 kali panjang tungkai ke-1), tarsus dilengkapi dengan cakar dan rambut. Deskripsi Geckobia Spesies 3 (G3) Bentuk tubuh membulat, bagian anterior lebih sempit daripada posterior, panjang ±0,5 mm, lebar ±0,4 mm (Gambar 7A). Gnatosoma dengan palpus empat segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta pendek dan tebal, palpatibia dengan 2 seta panjang dan ramping, ujung palpus (palpatarsus) bercakar dan berambut dengan satu spur pada ujung tarsus (Gambar 7C). Skutum dorsal lebar dengan seta pilosa (panjang bergerigi) agak jarang, seta di posterior skutum panjang dan rapat, ventral dengan seta lebih pendek dan jarang. Tungkai 4 pasang, bercakar, dilengkapi rambut-rambut yang tersusun menjari, koksa dengan 2 spur kecuali koksa tungkai pertama, tungkai ke 4 tidak lebih panjang dari tungkai yang lain (Gambar 7B). Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 1 (G1), Geckobia spesies 2 (G2) dan Geckobia spesies 3 (G3), dapat dilihat pada Tabel 3. Bentuk tubuh Skutum dorsal Seta di posterior skutum Tabel 3 Perbandingan ciri-ciri tungau Geckobia G1, G2 dan G3 G1 G2 G3 meruncing ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,5 mm kecil; seta pendek, tersebar tidak rapat pendek, jarang segitiga; panjang ±0,3 mm, lebar ±0,4 mm besar dan menonjol; spur pendek, tebal, rapat; seta posterodorsal panjang, rapat membulat ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,4 mm lebar; seta pilosa panjang, rapat Seta ventral pendek, jarang - lebih pendek daripada seta dorsal, jarang Palpus Tungkai segmen pertama: seta panjang, langsing, palpatarsus tanpa spur lebih pendek dari badan; spur pada koksa pendek dan kuat segmen bebas pertama dengan spur, tibiatarsus dengan seta tebal tungkai ke-4 dua kali panjang tungkai pertama; spur pada koksa tidak terlihat segmen pertama: seta panjang, runcing, spur pada palpatarsus tungkai relatif panjang, tungkau ke-4 tidak lebih panjang daripada tungkai pertama; spur pada koksa pendek dan kuat Keterangan: - = tidak diamati karena tidak mendapatkan preparat Geckobia G2 tampak ventral

49 21 A Gambar 6 Geckobia spesies 2 (G2). A Tubuh tampak dorsal, B gnatosoma tampak dorsal. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, d dasar kelisera, e peritrema, g. spur. B

50 22 A B Gambar 7 Geckobia spesies 3 (G3). A tubuh tampak ventral, B tubuh tampak dorsal; C gnatosoma tampak ventral. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, e peritrema, f koksa, h spur palpatarsus, i spur koksa, j seta ventral. C

51 23 Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 2 (G2) hasil penelitian dan G. glebosum seperti yang diterangkan dalam Bertrand et al. (1999) disajikan dalam Tabel 4. Sedangkan perbandingan morfologi dari Geckobia spesies 2 (G2) dan G. glebosum disajikan dalam Gambar 8. Tabel 4 Perbandingan tungau Geckobia (G2) hasil penelitian dengan Geckobia glebosum (Bertrand et al. 1999) Geckobia glebosum Geckobia (G2) Bentuk tubuh segitiga; panjang ±0,3 mm, lebar ±0,4 mm (Bertrand et al. 1999) hampir segitiga; panjang 0,35-0,42 mm, lebar 0,4-0,55 mm Skutum dorsal besar dan menonjol; spur membesar di anterior, ditutup seta pendek yang rapat Seta di posterior skutum Seta ventral - Palpus Tungkai pendek, tebal, rapat; seta posterodorsal panjang, rapat segmen bebas pertama dengan spur, tibiatarsus dengan seta tebal tungkai ke-4 dua kali panjang tungkai pertama; spur pada koksa tidak terlihat lebih panjang dan rapat tibia dan tarsus dilengkapi dengan rambut yang sangat panjang tungkau ke-4 dua kali panjang tungkai pertama Gambar 8 Morfologi Geckobia spesies 2 (G2) (kiri) dan G. glebosum menurut Bertrand et al. (1999) (kanan). Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 3 (G3) hasil penelitian dan G. bataviensis seperti yang diterangkan dalam Vitzthum (1926) disajikan dalam

52 24 Tabel 5. Sedangkan perbandingan morfologi dari Geckobia spesies 3 (G3) dan G. bataviensis disajikan dalam Gambar 9. Tabel 5 Perbandingan tungau Geckobia (G3) hasil penelitian dengan Geckobia bataviensis (Vitzthum 1926) Bentuk tubuh Geckobia (G3) membulat ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,4 mm Geckobia bataviensis (Vitzthum 1926) membulat di posterior; panjang 0,4 mm, lebar 0,35 mm Skutum dorsal lebar; seta pilosa lebar; seta lebih pendek dan kuat daripada bagian posterior Seta di posterior skutum Seta ventral Palpus Tungkai panjang, rapat lebih pendek daripada seta dorsal, jarang segmen pertama: seta panjang, runcing, spur pada palpatarsus tungkai relatif panjang, tungkau ke-4 tidak lebih panjang daripada tungkai pertama; spur pada koksa pendek dan kuat semua seta dorsal lebih panjang dan langsing daripada seta skutum, seta anal lebih panjang seperti dorsal, sedikit lebih pendek seta segmen pertama panjang dan langsing panjang keempat pasang tungkai relatif sama; spur pada koksa pendek dan kuat Gambar 9 Morfologi Geckobia spesies 3 (G3) (kanan) dan G. bataviensis menurut Vitzthum (1926) (kiri).

53 25 Prevalensi Infestasi Tungau pada Cicak Prevalensi infestasi tungau pada tiga spesies cicak di duapuluh lima lokasi penangkapan di Indonesia tersaji pada Tabel 6. Berdasar jumlah total masingmasing spesies cicak yang ditangkap, H. garnotii merupakan cicak yang paling banyak diinfestasi oleh tungau. Prevalensi pada ke tiga spesies cicak yang diteliti infestasi tungau tersaji pada Gambar 10. Prevalensi infestasi tungau sebesar 100% dijumpai pada H. frenatus dari Lamongan, Denpasar dan Pulau Kisar, serta pada H. garnotii dari Palembang, Serpong, Tuban dan Mataram. Gambar 10 Prevalensi total infestasi tungau terhadap C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. Intensitas Infestasi Tungau pada Cicak Intensitas infestasi tungau (G1, G2, G3) dan intensitas infestasi total tungau (G1+G2+G3) terhadap tiga spesies cicak (C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii) pada duapuluh lima lokasi penangkapan tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Intensitas infestasi tungau G1 tertinggi sebesar 18 tungau per individu cicak ditemukan pada H. garnotii asal Mataram. Intensitas infestasi tungau G2 tertinggi sebesar 9 tungau per individu cicak adalah pada cicak asal Sangatta. Sedangkan intensitas infestasi tertinggi pada H. frenatus asal Denpasar dengan intensitas infestasi sebesar 63,5 tungau per individu cicak.

54 Tabel 6 Prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada tiga spesies cicak di duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Lokasi penangkapan Prevalensi (%) Cosymbotus platyurus Hemidactylus frenatus Hemidactylus garnotii Jumlah tungau dan intensitas 1 Prevalensvalensi Jumlah tungau dan intensitas 1 Pre- Jumlah tungau dan intensitas 1 G1 G2 G3 Total (%) G1 G2 G3 Total (%) G1 G2 G3 Total Aceh 0, * ,00-25 (3,6) 97 (10,8) 122 (10,2) Padang Sidempuan 87,50 12 (2,0) 1 (1,0) 13 (2,6) 26 (3,7) * ,00 44 (6,3) 44 (7,3) 45 (9,0) 133 (11,1) Bengkulu 0, , (1,0) 1 (1,0) * Palembang 0, ,00-1 (1,0) 1 (1,0) 2 (1,0) 100,00 3 (3,0) 1 (1,0) 13 (4,3) 17 (3,4) Serang 0, ,67 17 (4,3) - 18 (6,0) 35 (8,8) 75,00 17 (5,7) - 24 (12,0) 41 (13,7) Serpong 11, (1,0) 1 (1,0) 85,71 45 (9,0) 11 (5,5) 85 (17,0) 141 (23,5) 100,00 8 (2,7) 4 (1,3) 13 (4,3) 25 (6,3) Pekalongan 24,32 14 (4,7) 9 (2,3) 39 (4,9) 62 (6,9) * ,67 83 (16,6) 21 (3,0) 97 (16,2) 201 (18,3) Tuban 12,50 6 (3,0) (3,0) 0, ,00 6 (6,0) (6,0) Lamongan 9, (1,0) 1 (1,0) 100,00-1 (1,0) 34 (8,5) 35 (7,0) 71,43 31 (10,3) - 27 (5,4) 58 (11,6) Pontianak 0, , * Kotawaringin Barat * ,00 22 (3,7) - 8 (2,0) 30 (5,0) 33,33 4 (4,0) (4,0) Palangkaraya 0, ,33 3 (3,0) - 14 (14,0) 17 (17,0) 40,00 7 (7,0) - 17 (8,5) 24 (12,0) Sangatta * ,56 21 (7,0) 27 (9,0) 15 (3,8) 63 (12,6) 94,74 90 (6,9) 20 (3,3) 204(14,6) 314 (16,5) Manado 0, , (6,6) 33 (6,6) * Gorontalo * * ,91 52 (7,4) 16 (3,2) 73(9,1) 141 (14,1) Makassar 0, ,43-1 (1,0) 36 (9,0) 37 (7,4) * Kolaka 0, , * Denpasar 42, (2,3) 7 (2,3) 100,00 4 (4,0) (63,5) 131 (43,7) * Mataram 23, (1,3) 4 (1,3) * ,00 36 (18,0) - 47 (47,0) 83 (41,5) Kupang 50,00 1 (1,0) 1 (1,0) 0, * Masohi * * ,07 69 (4,6) 9 (1,5) 90 (6,9) 168 (8,4) Pulau Seram 5,88 2 (2,0) 2 (2,0) * ,26 19 (2,7) 6 (3,0) 142 (7,9) 167 (9,3) Pulau Kisar * * ,33 55 (9,8) 8 (4,0) 177 (17,7) 240 (24,0) Ambon * ,00 7 (3,5) - 21 (7,0) 28 (9,3) 75,00 1 (1,0) - 17 (8,5) 18 (6,0) Biak * * , (6,9) 69 (6,9) Rata-rata 14,80 11 (3,2) 4 (1,4) 10 (2,2) 12 (2,7) 50,69 24 (4,9) 6 (3,5) 13 (11,6) 46 (11,9) 79,07 33 (7,0) 10 (3,1) 64 (11,8) 102 (12,4) 1 angka di depan adalah jumlah tungau dan angka di dalam kurung adalah intensitas; * tidak ditemukan cicak inang; - tidak ditemukan tungau 26

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau

Lebih terperinci

Lampiran 1 Daftar kolektor cicak. Ruth Normasari. Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi, Ambon, Biak

Lampiran 1 Daftar kolektor cicak. Ruth Normasari. Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi, Ambon, Biak LAMPIRAN 45 46 47 Lampiran 1 Daftar kolektor cicak Nama kolektor Arif Rahmatullah Atang Budhi Priyanto Darlianis Dakir Torang Ednan Setriawan Inayat Islamul Hadi Ketut Yunita Kodri Mandang Rahmudin Ruth

Lebih terperinci

TUNGAU PADA BEBERAPA JENIS REPTILIA PENDAHULUAN

TUNGAU PADA BEBERAPA JENIS REPTILIA PENDAHULUAN ---- - ----- --- --- ~-------- -------~----- ~~ ------- ~--~------ ~----~ ------ TUNGAU PADA BEBERAPA JENIS REPTILIA Disusun oleh: Taruni Sri Prawasti PENDAHULUAN Tungau menempati tipe habitat yang sangat

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI KABUPATEN SUMEDANG HERAWATI SRI NURHIDAYAT

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI KABUPATEN SUMEDANG HERAWATI SRI NURHIDAYAT INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI KABUPATEN SUMEDANG HERAWATI SRI NURHIDAYAT DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TUNGAU EKTOPARASIT PADA KADAL Eutropis multifasciata DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DAN KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB CUT TINA MEUTHIA

TUNGAU EKTOPARASIT PADA KADAL Eutropis multifasciata DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DAN KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB CUT TINA MEUTHIA TUNGAU EKTOPARASIT PADA KADAL Eutropis multifasciata DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DAN KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB CUT TINA MEUTHIA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

TELAAH KORELASI BAGIAN INTEGUMEN CICAK TERHADAP DISTRIBUSI TUNGAU EKTOPARASIT AGUS HERYANTO

TELAAH KORELASI BAGIAN INTEGUMEN CICAK TERHADAP DISTRIBUSI TUNGAU EKTOPARASIT AGUS HERYANTO TELAAH KORELASI BAGIAN INTEGUMEN CICAK TERHADAP DISTRIBUSI TUNGAU EKTOPARASIT AGUS HERYANTO DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 blank page

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA NURIFAH MUCHTI HANDAYANI

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA NURIFAH MUCHTI HANDAYANI INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA NURIFAH MUCHTI HANDAYANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU PADA CICAK DI SEKITAR DAN DI LUAR KAWASAN INDUSTRI TAMBUN KOTA BEKASI SURYA FITRIANA

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU PADA CICAK DI SEKITAR DAN DI LUAR KAWASAN INDUSTRI TAMBUN KOTA BEKASI SURYA FITRIANA INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU PADA CICAK DI SEKITAR DAN DI LUAR KAWASAN INDUSTRI TAMBUN KOTA BEKASI SURYA FITRIANA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI BOGOR. Oleh: ISMAYANTI SOLEHA G

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI BOGOR. Oleh: ISMAYANTI SOLEHA G INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI BOGOR Oleh: ISMAYANTI SOLEHA G34102040 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

oleh: Taruni Sri Prawasti

oleh: Taruni Sri Prawasti TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT UTUH TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DAN PREPARAT HISTOLOGIINTEGUMEN CICAK oleh: Taruni Sri Prawasti PENDAHULUAN Banyak spesies cicak yang diparasit oleh tungau genus Geckobia (Montgomery

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil paling tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

Gambar 1 Ayam kampung (sumber: 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Kampung Ayam kampung merupakan hewan vertebrata yang termasuk dalam kelas Aves dengan ordo Galliformes dan spesies Gallus domesticus. Ayam kampung telah berkembang pesat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Tabel 3 Bobot badan, bobot lambung, dan beberapa ukuran tubuh dan diameter lambung cicak

Tabel 3 Bobot badan, bobot lambung, dan beberapa ukuran tubuh dan diameter lambung cicak Analisis Isi Lambung Lambung cicak dikeluarkan dan ditampung ke dalam botol penampung yang berisi etanol 7 % kemudian dibedah dalam cawan petri dibawah mikroskop. Makanan dalam lambung kemudian dipilah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Jenis Ektoparasit Jenis ektoparasit yang ditemukan dari empat belas ekor tikus putih (R. norvegicus) galur Sprague Dawley terdiri atas tiga jenis, yaitu tungau Laelaps echidninus,

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI

JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI JENIS-JENIS LEBAH TRIGONA BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT DI BALI Skripsi Oleh: Niko Susanto Putra 1108305020 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE) LILIH RICHATI CHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TEDY SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B.

PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PERANCANGAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENGEMBANGAN STRATEGI DI SEAMEO BIOTROP DEWI SURYANI OKTAVIA B. PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERANCANGAN

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TUNGAU EKTOPARASIT PADA ULAR Micropechis ikaheka, Leiophyton albertisi dan Stegonotus sp. Di PAPUA AYU SETIANINGRUM

TUNGAU EKTOPARASIT PADA ULAR Micropechis ikaheka, Leiophyton albertisi dan Stegonotus sp. Di PAPUA AYU SETIANINGRUM TUNGAU EKTOPARASIT PADA ULAR Micropechis ikaheka, Leiophyton albertisi dan Stegonotus sp. Di PAPUA AYU SETIANINGRUM DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG PADA SEKTOR PERKEBUNAN DI INDONESIA RIZKY PRIMA LUBIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 2 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PENGARUH SIKAP PENDENGAR TERHADAP ADLIBS RADIO PROGRAM BERBAHASA DAERAH (JAWA, SUNDA DAN MINANG/PADANG) KAITANNYA DENGAN PERILAKU PEMBELIAN PRODUK DI RADIO ELGANGGA 100.3 FM BEKASI ADHE PUYHOKO

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI i TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERUBAHAN STRATEGIK DALAM PERDAGANGAN SAPI HIDUP DI PT. SANTOSA AGRINDO. Saleh

MANAJEMEN PERUBAHAN STRATEGIK DALAM PERDAGANGAN SAPI HIDUP DI PT. SANTOSA AGRINDO. Saleh MANAJEMEN PERUBAHAN STRATEGIK DALAM PERDAGANGAN SAPI HIDUP DI PT. SANTOSA AGRINDO Saleh SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 MANAJEMEN PERUBAHAN STRATEGIK DALAM PERDAGANGAN SAPI HIDUP

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Studi Kasus: Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Sukohardjo Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP FIRDAUS ALIM DAMOPOLII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kira-kira spesies hewan adalah arthropoda. (Djakaria, Sungkar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Entomologi Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda. Delapan puluh lima persen atau kira-kira 600.000

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI

METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI METODE PERCOBAAN EKONOMI UNTUK MENGKAJI SISTEM PEMBIAYAAN DI PERBANKAN NOVIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG

METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DALAM PENENTUAN PRIORITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI MARLINE SOFIANA PAENDONG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK.

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN KARIR PADA KANTOR PUSAT PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK. Oleh: Gusri Ayu Farsa PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA 1 PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA IDAM RAGIL WIDIANTO ATMOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 PENGGUNAAN REGRESI SPLINE ADAPTIF BERGANDA UNTUK DATA RESPON BINER AZWIRDA AZIZ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: JURNAL METAMORFOSA IV (2): 189-195 (2017) J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN: 2302-5697 http://ojs.unud.ac.id/index.php/metamorfosa JENIS-JENIS PARASIT PADA SAPI PERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN HENI RIZQIATI F 251020021 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BIOSAINS HEWAN. Ketua Program Studi/Koordinator Mayor: Bambang Suryobroto

BIOSAINS HEWAN. Ketua Program Studi/Koordinator Mayor: Bambang Suryobroto Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB BIOSAINS HEWAN Ketua Program Studi/Koordinator Mayor: Staf Pengajar: Achmad Farajallah Dyah Perwitasari Tri Atmowidi Kanthi Arum Widayati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci