ADSORPSI DIKLOROMETANA PADA ADSORBEN GRANULAR ACTIVATED CARBON (GAC) MENGGUNAKAN SISTEM BATCH SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADSORPSI DIKLOROMETANA PADA ADSORBEN GRANULAR ACTIVATED CARBON (GAC) MENGGUNAKAN SISTEM BATCH SKRIPSI"

Transkripsi

1 ADSORPSI DIKLOROMETANA PADA ADSORBEN GRANULAR ACTIVATED CARBON (GAC) MENGGUNAKAN SISTEM BATCH SKRIPSI MACHRULIAWATI FAMUJI PUTRI PROGRAM STUDI S1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

2

3

4 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai refrensi kepustakaan, tetapi harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga. iv

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan karunia- Nya, penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Adsorpsi Diklorometana pada Adsorben Granular Activated Carbon (GAC) Menggunakan Sistem Batch. Naskah skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana sains dalam program studi S1 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Penyusunan naskah skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. rer.nat Ganden Supriyanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan dosen wali yang telah meluangkan waktu atas bimbingan, saran, nasihat, dan memotivasi dalam penyusunan naskah skripsi ini. 2. Mochamad Zakki Fahmi, M.Si.,P.hD selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu atas bimbingan, saran, dan nasihat dalam penyusunan naskah skripsi ini. 3. Bapak Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan naskah skripsi ini. 4. Bapak Dr. Purkan, M.Si selaku dosen penguji II dan Ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan serta banyak memberikan informasi dan memotivasi dalam penyusunan naskah skripsi ini. 5. Seluruh staf pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga atas ilmu, bimbingan dan saran yang telah diberikan. 6. Kedua orang tua Ibu Yeti Setiyawati dan Bapak Mujiono serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, doa, dukungan moral dan materi demi terselesaikanya skripsi ini. 7. Mohamad Husen Nafis atas kerja sama, dukungan, motivasi dan sudah berbagi demi terselesaikannya skripsi ini. v

6 8. Pak Giman, Pak Kamto, Mas Rochadi dan Mbak lik atas saran dan dukungan selama penyusun bekerja di laboratorium. 9. Teman se-bimbingan yang sudah berbagi dalam suka duka demi terselesaikannya skripsi ini. 10. Seluruh teman-teman dari Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian naskah skripsi ini yang selalu memberikan dukungan dan motivasi. Penyusun menyadari atas keterbatasan dalam penyelesaian proposal skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan untuk membangun perbaikan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Surabaya, 17 juli 2016 Penyusun Machruliawati Famuji Putri vi

7 Putri, M.F,. 2016, Adsorpsi Diklorometana dengan Karbon Aktif menggunakan Sistem Batch. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. rer.nat Ganden Supriyanto, M.Sc. dan Mochamad Zakki Fahmi, M.Si., P.hD, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Diklorometana adalah senyawa volatil yang merupakan salah satu komponen limbah yang dihasilkan dalam industri farmasi, adanya limbah diklorometana melebihi ppm dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan (Lee et all,. 2005). Adsorpsi diklorometana menggunakan karbon aktif sebagai adsorben merupakan metode yang sederhana, akurat dan selektif. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas metode Adsorpsi dengan karbon aktif menggunakan system Batch dalam mengadsorpsi diklorometana pada perairan. Parameter utama dalam penelitian ini adalah waktu, jumlah adsorben dan ph larutan diklorometana yang akan diadsorpsi oleh karbon aktif. Karakteristik karbon aktif dan kinetika adsorpsi karbon aktif menjadi parameter efektifitas adsorpsi diklorometana pada penelitian ini. Pada kondisi optimum yaitu pada ph larutan 5, massa adsorben 40 mg dan waktu optimum adsorpsi 75 menit karbon aktif dapat mengadsorpsi diklorometana secara optimum dan proses adsorpsi diklorometana dengan karbon aktif ini mengikuti metode Langmuir yang mana karbon aktif memiliki kapasitas adsorpsi maksimum 108, 6956 mg/g dan berdasarkan kinetika adsorpsinya berorde 1,5 dengan nilai konstanta laju reaksinya adalah (mg/g)/s. Kata kunci : Diklorometana, karbon aktif, adsorpsi, kinetika, adsorpsi isoterm vii

8 Putri, M.F,. 2016, Adsorption Dichloromethane with Activated Carbon using Batch System. This thesis under the guidance of Dr. rer.nat Ganden Supriyanto, M.Sc. and Mochamad Zakki Fahmi, M.Si., P.hD, Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya ABSTRACT Dichloromethane is volatile compounds which is one component of the waste produced in the pharmaceutical industry, the amount of waste that exceeds ppm dichloromethane may be harmful to the environment and health (Lee et al,. 2005). Dichloromethane adsorption using activated carbon as adsorbent was proved as a method that is simple, accurate and selective. This study aims to determine the effectiveness of the activated carbon adsorption method using Batch system in dichloromethane adsorb on the water. The main parameters in this study were the time, the amount of adsorbent and dichloromethane solution ph to be adsorbed by activated carbon. Characteristics of activated carbon and activated carbon adsorption kinetics become effective adsorption dichloromethane parameters in this study. At the optimum conditions, that is at ph solution 5, the mass of adsorbent 40 mg and optimum time adsorption 75 minutes, activated carbon can adsorb dichloromethane and adsorption dichloromethane by activated carbon follows the method of Langmuir which activated carbon has a maximum adsorption capacity 108, 6956 mg / g and the adsorption kinetics followed order about 1,5 and a constant value reaction rate is (mg/g)/s. Key word : Dichloromethane, activated carbon, kinetics, isotherm adsorption viii

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diklorometana Penanganan Limbah Diklorometana Adsorpsi Adsorpsi isoterm Kinetika adsorpsi Termodinamika adsorpsi Granular Karbon Aktif Analisis Diklorometana Metode BET BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian Pembuatan larutan diklorometana Pembuatan larutan induk diklorometana Pembuatan larutan kerja diklorometana Pembuatan larutan standar diklorometana ix

10 Pembuatan larutan buffer asetat ph 3, 4 dan Pembuatan larutan buffer fosfat ph 6 dan Pembuatan larutan induk isopropil alkohol Pembuatan larutan kerja isopropil alkohol Pembuatan larutan standar isopropil alkohol Pembuatan larutan induk trietanolamin Pembuatan larutan kerja trietanolamin Pembuatan larutan standar trietanolamin Pembuatan kurva standar diklorometana Preparasi adsorben (Granular karbon aktif) Evaluasi adsorpsi granular karbon aktif menggunakan sistem batch Penetuan waktu optimum Penetuan ph optimum Penentuan massa optimum granular karbon aktif Adsorpsi Isoterm Kinetika Adsorpsi Penentuan parameter adsorpsi Kapasitas adsorpsi Adsorpsi isoterm Kinetika adsorpsi Uji inteferensi Pembuatan kurva standar isopropil alkohol Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan Pengganggu isopropil alkohol Pembuatan kurva standar trietanolamin Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu trietanolamin BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Kurva standar diklorometana Aktivasi karbon aktif Hasil uji adsorpsi-desorpsi nitrogen Optimasi variable Optimasi waktu Optimasi ph Optimasi massa granular karbon aktif Kinetika adsorpsi Adsorpsi isotherm Uji inteferensi Kurva standar isopropil alkohol Adsorpsi diklorometana dengan penambahan isopropil alkohol Kurva standar trietanolamin Adsorpsi diklorometana dengan penambahan trietanolamin x

11 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL No. Judul Tabel Halaman 3.1. Pembuatan larutan buffer asetat dalam ph 3, 4 dan Komposisi larutan buffer fosfat dalam ph 6 dan Perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan IPA Perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan TEA Data Absorbansi larutan standar diklorometana Data luas permukaan, volume pori dan diameter pori karbon aktif Data regresi, kolerasi dan laju dari grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi Nilai koefisien kolerasi (R2) untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Konstanta isoterm untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Data Absorbansi larutan standar isopropil alkohol Hasil uji inteferensi diklorometana dengan isopropil alkohol Data Absorbansi larutan standar trietanolamin Hasil uji inteferensi diklorometana dengan trietanolamin xii

13 DAFTAR GAMBAR No. Judul Gambar Halaman 2.2. Struktur Diklorometana Kurva standar diklorometana menggunakan spektrofotometer UV- Vis Profil adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Grafik hubungan antara ph terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Grafik hubungan antara massa GAC terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Grafik kinetika orde 1,5 untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Grafik hubungan antara konsentrasi awal terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif Plot Langmuir untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Kurva standar isopropil alkohol menggunakan spektrofotometer UV-Vis Pengaruh isopropil alkohol terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana Kurva standar trietanolamin menggunakan spektrofotometer UV- Vis Pengaruh trietanolamin terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana.. 50 xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Lampiran 1. Perhitungan larutan induk, kerja dan standar 2. Perhitungan pembuatan larutan buffer 3. Data hasil pengukuran kurva standar dan optimasi 4. Data hasil pengukuran kinetika adsorpsi dan perhitungan orde 5. Data hasil pengukuran isotherm adsorpsi dan perhitungan model 6. Data hasil pengukuran dan perhitungan uji inteferensi 7. Hasil karakterisasi BET dan BJH pada karbon aktif xiv

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut PP No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) adalah limbah yang mengandung bahan pencemar bersifat beracun dan berbahaya. Bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan bahan yang memiliki sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari, merusak, serta dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya. Sering kali yang menjadi masalah di Indonesia adalah keberadaan limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri, salah satu diantaranya adalah industri farmasi, dimana limbah diolah tidak maksimal atau limbah dibuang ke lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Salah satu limbah yang berbahaya dan beracun yang ada di lingkungan adalah limbah organik. Kontaminasi air tanah oleh senyawa organik telah diakui sebagai isu penting yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Senyawa tersebut bersifat beracun, karsinogenik, mengiritasi, dan mudah terbakar (Lee, et al., 2005). Senyawa organik volatil (VOC) memiliki dampak bahaya seperti iritasi mata dan tenggorokan, kerusakan hati dan sistem saraf pusat, hal tersebut dapat terjadi karena kontak yang terlalu lama dengan VOC (Das et al., 2004). Senyawa organik terlebih VOC dapat menyebabkan terjadinya penipisan lapisan ozon, pembentukan asap 1

16 2 fotokimia, dan berbahaya untuk manusia (J. Pires et al., 2001). Senyawa organik volatil chlorinated (CVOCs) membentuk sub kelompok VOC yang mengandung klorin seperti diklorometana (DCM) (Bansode et al., 2003). Diklorometana adalah salah satu senyawa klorin organik volatil (VOC) yang mencemari perairan yang biasanya digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi, yang kemudian dilarutkan dalam air limbah dengan kelarutan jenuh kurang lebih mg/l (Lee et al., 2005). Diklorometana (DCM) /CH2Cl2 merupakan senyawa organik yang tidak berwarna dan beraroma manis. (Zeinali et al., 2010). Setelah digunakan oleh industri tentu diklorometana akan dibuang sebagai limbah. Limbah diklorometana yang dibuang baik pada perairan maupun pada tanah akan mengurai membentuk klor, klor yang terbentuk akan menghambat pertumbuhan organisme air, menginduksi kanker pada hewan dan berpotensi karsinogenik bagi manusia (Edwards et al., 1982). Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh diklorometana beberapa peneliti telah mengembangkan beberapa metode untuk mengurangi dan menghilangkan diklorometana, diantaranya adalah metode adsorpsi dan pervaporasi, dimana masing-masing memiliki efisiensi 90% dan 80% (Shestakova and Sillanpää., 2013). Metode fotoiradiasi TiO2 (Torimoto et al., 1997) dan proses foto Fenton 80% (Rodríguez et al., 2005) juga berperan dalam mengurangi dan menghilangkan diklorometana. Selain itu beberapa peneliti juga mengembangkan metode biologi untuk pengolahan air menggunakan bakteri aerobik dapat menghilangkan diklorometana mencapai 95% (Osuna et al., 2008) dan anaerobik yang dapat menghilangkan diklorometana mencapai 99% (Stromeyer et al,. 1991).

17 3 Sedangkan untuk menghilangkan diklorometana dengan metode aerobik dan anaerobik memiliki efisiensi keberhasilan yang cukup tinggi (Chan et al., 2009). Namun dalam skala besar penggunaannya sangatlah kurang efektif dikarenakan senyawa diklorometana sangat toksik dan bakteri yang digunakan bisa mati, selain itu pemeliharaannya pun sangat sulit, biaya operasional untuk pembuatannya yang cukup mahal. Penghapusan diklorometana dari limbah diteliti secara teoritis dalam kisaran konsentrasi 0-10,000 ppm (Diks and Ottengraf., 1991). Salah satu metode yang paling efektif untuk mengendalikan senyawa organik volatil (VOC) seperti diklorometana adalah menggunakan karbon aktif sebagai adsorben (Ruhil, M. J., 1993). Khan et al, (2010) melakukan pengembangan metode yang lebih sederhana, akurat, dan selektif untuk menghilangkan diklorometana (DCM) yaitu dilakukan dengan menggunakan beberapa granular karbon aktif yaitu coconut granular activated carbon (CGAC), wood granular activated carbon (WGAC), dengan proses batch (Khan et al., 2010). Keunggulan menggunakan metode karbon aktif yaitu prosesnya mudah dan karbon aktif yang telah digunakan dapat di desorp agar dapat digunakan adsorpsi kembali RumusanMasalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Berapakah waktu optimum, ph optimum larutan dan massa adsorben optimum pada adsorpsi diklorometana oleh granular karbon aktif dalam larutan?

18 4 2. Bagaimana pengaruh senyawa pengganggu (isopropil alkohol dan trietanolamin) pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif? 3. Bagaimana karakterisasi adsorpsi diklorometana oleh granular karbon aktif dalam larutan ditinjau dari jenis dan kinetika adsorpsinya? 4. Apakah metode adsorpsi yang dikembangkan dapat diaplikasikan untuk mereduksi kandungan diklorometana? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitianini adalah : 1. Menentukan waktu optimum, ph optimum larutan diklorometana dan massa adsorben optimum pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif pada larutan. 2. Mengetahui pengaruh senyawa pengganggu (isopropil alkohol dan trietanolamin) pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif. 3. Mengetahui karakterisasi adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif dalam larutan ditinjau dari jenis dan kinetika adsorpsinya. 4. Mengaplikasikan metode adsorpsi yang dikembangkan untuk mereduksi kandungan diklorometana Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh metode untuk menghilangkan diklorometana yang sederhana, akurat, selektif dan murah. Dengan demikian, metode ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi kandungan diklorometana.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diklorometana Diklorometana (DCM) atau metilena klorida adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH2Cl2 (Hsiao et al., 1983). Senyawa ini merupakan senyawa mudah menguap dan beracun yang ditemukan dalam air tanah dan air limbah. Diklorometana merupakan senyawa tak berwarna beraroma manis yang banyak digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi, kimia, tekstil, logam dan industri minyak bumi (Zeinali et al., 2010). Diklorometana dapat menghambat pertumbuhan organisme air, menginduksi kanker pada hewan dan berpotensi karsinogenik bagi manusia (Shestakova and Sillanpää., 2013). Diklorometana bersifat semi polar sehingga tidak larut sempurna dengan air, tapi dapat larut dengan pelarut organik lainnya. Struktur diklorometana ditunjukkan pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Struktur Diklorometana Diklorometana adalah salah satu senyawa organik volatil terklorinasi (CVOCs) yang mencemari perairan (Bansode et al., 2003). 5

20 6 Menurut MSDS (Material Safety Data Sheet) diklorometana memiliki titik didih C, titik leleh C, berat molekul g/mol, dan massa jenis gram/ml. Diklorometana mudah larut dalam pelarut organik seperti metanol, dietil eter dan aseton Penanganan Limbah Diklorometana Beberapa peneliti mengembangkan metode untuk menangani adanya diklorometana di lingkungan. Beberapa metode yang dikembangkan oleh peneliti diantaranya adalah foto iradiasi TiO2 (Torimoto et al., 1997) dan proses foto-fenton (Rodríguez et al., 2005) yang menyebabkan dekomposisi diklorometana (Andayani and Sumartono., 2007). Pengolahan secara aerobik (Osuna et al., 2008) dan anaerobik (Stromeyer et al,. 1991), Ozonisasi (Ward et al., 2005) dan oksidasi persulfat (Huang et al., 2005). Ozonasi dilakukan dengan mengubah diklorometana menjadi diklorometana padat. Dalam prosesnya ozonasi tidak mengubah nilai ph dalam perairan namun proses ozonasi sangat berbahaya bagi setiap mikroorganisme yang ada di dalam air. Namun proses ozonasi sangatlah kurang efektif dalam proses penghilangan diklorometana yang memiliki kadar rendah dan penggunaannya perlu pengawasan yang sangat ketat sehingga ozonasi dalam penghilangan diklorometana sangat kurang efektif dalam segi keamanan dan proses kerjanya (Ward et al., 2005). Penanganan limbah diklorometana juga dapat dilakukan secara adsorpsi. Karbon aktif dan polimer resin adalah adsorben yang paling sering digunakan dalam pengolahan air limbah (Das et al., 2004; Moreno-Castilla, 2004; Bhatnagar et al., 2013) Adsorpsi diklorometana menggunakan resin polimer hidrofobik (XAD-

21 7 1600) tanpa mengubah gugus fungsi. Selain itu adsorpsi diklorometana dapat dilakukan dengan menggunakan resin polimer hidrofilik (XAD-7) dan karbon aktif (DY-GAC) (Lee, et al., 2005). Adsorpsi diklorometana juga dapat dilakukan dengan menggunakan karbon aktif (GACs) untuk menghilangkan diklorometana (DCM) (Zeinali et al., 2010). Berbagai parameter seperti termodinamika, kinetika, ph, konsentrasi adsorbat, dan ion pengganggu menjadi parameter utama pada metode ini. Proses adsorpsi DCM dengan GAC berlangsung pada kondisi eksotermis (Khan et al., 2010). Diklorometana (DCM) yang telah teradsorp ke dalam karbon aktif dapat dipisahkan dengan proses heating, dimana granular karbon aktif yang telah mengadsorp diklorometana akan dipanaskan pada ruang tertutup. Sehingga, diklorometana yang memiliki titik didih cukup rendah yaitu C akan menguap dan akan terkondensasi di dalam ruangan yang tertutup tersebut. Penanganan diklorometana juga dapat dilakukan secara elektrolisis. Pada penerapan elektrolisis sangat menguntungkan, hal tersebut dikarenakan limbah yang dielektrolisis akan terdekomposisi secara sempurna. Elektrolisispun sangat mudah dalam penerapannya. Namun elektrolisis diklorometana kurang menguntungkan terlebih dalam pemisahan hasil elektrolisis karena terjadi pengendapan bersama antara produk reaksi dengan elektrolit pendukung (Sonoyama et al., 2001). Produk dekomposisi DCM adalah metana yang diproduksi dengan efisiensi 92% (Kotsinaris et al., 1998) Acoustic cavitation merupakan salah satu metode untuk menghilangkan diklorometana dalam metode penghilangan diklorometana ini dilakukan dengan

22 8 memineralisasikan limbah diklorometana. Reaksi dekomposisi berlangsung secara cepat. Tidak ada bahan kimia yang digunakan dalam metode ini (González-García et al., 2010). Degradasi VOC terjadi di dalam gelembung kavitasi melalui pembelahan thermolytic obligasi C-Cl sebagai gelembung runtuh (Cheung et al., 1991; Hung and Hoffmann, 1999; Destaillats et al., 2001). Namun metode acoustic cavitation kurang selektif dan hasil dekomposisi diklorometana sangat sedikit (Shestakova and Sillanpää,. 2013) Adsorpsi Adsorpsi atau penyerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya (Saragih, 2008). Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Adsorpsi secara umum merupakan proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, di mana molekul dari suatu materi terkumpul pada permukaan bahan pengadsorpsi atau adsorben (Masamune and Smith., 1964). Sedangkan absorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan adsorbat oleh adsorben, sehingga adsorbat tekumpul sampai ke dalam dasar dan permukaan adsorben.

23 Adsorpsi isoterm Adsorpsi isoterm merupakan interaksi antara adsorbat dan adsorben yang digunakan untuk menghilangkan polutan organik. Kapasitas adsopsi (q) jumlah adsorbat yang teradsorb atau terikat pada karbon aktif yang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : q e =[(C o -C e )] V... (1) W Dengan ketentuan qe adalah kapasitas adsorpsi (mg /g), Co adalah konsentrasi analit sebelum proses adsorpsi (mg/l), Ce adalah konsentrasi analit sesudah proses adsorpsi (mg /L), V adalah volume larutan (L), W adalah massa adsorben (g) (Liu, et al., 2010). Model adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan karbon aktif dapat diketahui dengan cara mengaplikasikan persamaan Langmuir dan Freundlich. Model Langmuir didasarkan pada struktur permukaan adsorben yang homogen, dimana semua sisi serapan setara dan serupa. Persamaan Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut : C e q e = 1 K L q m + 1 q m C e... (2) Dengan ketentuan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan analit dalam larutan (mg /L). qe adalah jumlah analit yang teradsorb pada saat kesetimbangan (mg/g). KL adalah konstanta adsorpsi Langmuir (L/mg). qm adalah kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g). Nilai KL dan qm dapat ditentukan oleh hubungan grafik antara Ce dengan Ce/qe (Hu et al., 2011).

24 10 Model Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi terjadi pada permukaan yang herterogen dan kapasitas adsorpsi berhubungan dengan konsentrasi adsorbat. Persamaan umum Freundlich dapat dijelaskan dengan persamaan berikut log q e = log K f + 1 log C n e... (3) Dengan ketentuan Ce adalah konsentrasi analit pada saat kesetimbangan (mg/l), qe adalah kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan (mg/g), Kf dan 1/n adalah konstanta Freundlich dan faktor heterogenitas. Kf menunjukkan kapasitas adsorpsi adsorben. n adalah ukuran penyimpangan linearitas dari adsorpsi. Nilai Kf dan 1/n dapat diperoleh melalui plot antara log Ce dengan log qe (Zakaria et al., 2009) Kinetika adsorpsi Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu. Pada umumnya untuk menetukan kinetika adsorpsi digunakan orde kinetika adsorpsi dengan menggunakan persamaan berikut Ce (n-1) = (n-1) kt + Co (n-1)... (4) Dengan ketentuan k adalah konstanta laju adsorpsi, t adalah waktu dan n adalah orde kinetika adsorpsi, Co dan Ce adalah konsentrasi analit sebelum dan sesudah proses adsorpsi. Nilai k diperoleh dari plot antara t dengan Ce (Chrisnandari., 2015) Termodinamika adsorpsi Termodinamika adsorpsi dilakukan untuk mengetahui apakah proses adsorpsi berjalan secara spontan atau tidak. Parameter termodinamika seperti

25 11 perubahan energi bebas (ΔG o ), perubahan entalpi (ΔH o ) dan standar perubahan entropi (ΔS o ) dihitung dari Persamaan : G = RT ln K c... (5) G = H T S... (6) ln Kc = S - H R RT... (7) Dengan ketentuan Kc adalah konstanta kesetimbangan termodinamika (L/g) yang nilainya diperoleh dari intersep grafik hubungan qe dengan ln (qe/ce). R adalah konstanta gas (8,314 J mol -1 K -1 ) dan T adalah suhu absolut (K). Nilai ΔH o dan ΔS o diperoleh dari slope dan intersep dari grafik hubungan antara 1/T dengan ln Kc (Surikumaran et al., 2014) Granular Karbon Aktif Granular karbon aktif (GAC) adalah padatan amorf yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri dan lingkungan karena luas permukaan internal yang besar dan memilik pori yang berukuran mikropori (diameter < 2nm) dan mesopori diameter 2 50 nm (Zeinali et al., 2010). Menurut IUPAC (Internasional Union of Pure and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori yaitu mikropori (diameter < 2nm), mesopori diameter 2 50 nm, makropori diameter > 50 nm. Karbon aktif bubuk ukuran diameter butirannya kurang dari atau sama dengan 325 mesh. Sedangkan karbon aktif granular ukuran diameter butirannya lebih besar dari 325 mesh (Astuti dan Kurniawan., 2015).

26 12 Granular karbon aktif (GAC) digunakan adsorpsi secara rutin sebagai proses pengolahan air limbah dalam industri. Potensi GAC untuk menghilangkan pestisida (Yu et al., 2008). Selain itu adsorpsi pada GAC juga dapat menghilangkan kontaminan organik. (Hernández-Leal et al., 2011). Karbon aktif adalah adsorben yang paling fleksibel dan umum digunakan karena luas permukaan yang sangat tinggi dan volume mikropori, kapasitas besar adsorpsi, kinetika adsorpsi cepat, dan relatif mudah regenerasi (Prahas et al., 2008). Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan dalam dua metode yang berbeda yaitu dengan metode aktivasi fisik dan kimia. Aktivasi dengan metode kimia menggunakan asam fosfat sebagai agen mengaktifkan. Keuntungan dari aktivasi kimia adalah biaya energi yang rendah, karena aktivasi kimia biasanya terjadi pada suhu yang lebih rendah daripada menggunakan aktivasi fisik, dan hasil dari aktivasi kimia lebih tinggi daripada aktivasi fisik (Hu et al., 2001) Analisis Diklorometana Adanya diklorometana dapat dianalisis secara spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan metode dalam kimia analitik yang berguna untuk menentukan komposisi baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. (Day., 1986). Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan,dan sebagian lagi dipancarkan. Daerah UV tidak nampak oleh mata, panjang gelombang nm. Daerah Visibel (nampak) terlihat oleh mata, berupa warna, panjang gelombang nm

27 13 Diklorometana dapat dianalisis secara spektrofotometer UV-Vis. Dikarenakan adanya Cl pada diklorometana yang merupakan gugus auksokrom, senyawa diklorometana dapat teranalisa pada spektrofotometer UV-Vis (Gainza., 1986). Sesuai dengan persamaan lambert-beer A= a.b.c atau A= ε. b. c Dengan ketentuan A adalah serapan, a adalah absorptivitas (g 1 cm 1 ), b adalah ketebalan (cm), c adalah konsentrasi (g l 1 ), ε adalah absorptivitas molar (M 1 cm 1 ) Metode BET Metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu padatan berpori, serta ukuran dan volume pori-porinya dengan menggunakan alat autosorb. Prinsip kerjanya berdasarkan proses adsorpsi dan desorpsi gas N2 pada permukaan padatan berpori (Nurhayati., 2008). Karakteristik struktur pori pada karbon dapat ditentukan dengan adsorpsi nitrogen pada suhu -196 o C oleh Quadrasorb SI. Sebelum pengukuran adsorpsi gas, karbon dipanaskan pada kondisi vakum 200 o C dalam jangka waktu minimal 24 jam. Adsorpsi isoterm nitrogen diukur melalui tekanan relatif (P / Po). Luas permukaan BET ditentukan dengan cara persamaan BET. Pada tekanan relatif ini semua pori-pori diisi dengan gas nitrogen. DFT distribusi ukuran pori semua sampel karbon diperoleh berdasarkan adsorpsi isoterm nitrogen (Prahas et al., 2008).

28 14 Luas permukaan pori dapat ditentukan dengan mengekstrapolasi kurva dan menggunakan persamaan BET sebagai berikut : P V ads (P 0 P) = 1 V m C + C 1 V m C x P P 0 Dengan ketentuan P adalah tekanan, Vads adalah volume gas yang diadsorpsi pada tekanan P, P0 adalah tekanan jenuh (sekitar Torr), Vm adalah volume gas yang diadsorpsi pada lapisan monolayer, dan C adalah tetapan BET. Dengan grafik hubungan antara P/P0 dengan [P/Vads (P0-P)] (Nurhayati., 2008).

29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Penelitian, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah granular karbon aktif (GAC), akuades (H2O), diklorometana murni pro analisis (CH2Cl2), metanol (CH3OH), asam fosfat (H3PO4) natrium asetat (CH3COONa), asam asetat (CH3COOH), dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4), natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4), isopropil alkohol (C3H7OH), trietanolamin (C6H15NO3) dan sampel limbah sintesis yang mengandung diklorometana (CH2Cl2). Bahan kimia yang digunakan memiliki derajat kemurnian pro analisis. Air yang digunakan adalah akuades Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pendingin (Sanyo), Oven (Philips), ph meter atau ph universal, timbangan analitik, pipet mikro (fisher scientific), spektrofotometer UV-Vis, desikator, pengaduk magnetik dan seperangkat alat gelas yang digunakan di laboratorium kimia. 15

30 Diagram Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan penelitian Pembuatan larutan 1. Larutan induk diklorometana 1000 ppm 2. Larutan kerja diklorometana 100 ppm 3. Larutan standar diklorometana 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm 4. Pembuatan buffer asetat, buffer fosfat dan buffer ammonia 5. Pembuatan Larutan Pengganggu Penyiapan dan pengaktifan adsorben (granular karbon aktif) Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch Spektrofotometer UV-Vis 1. Optimasi - Waktu - ph 2. Kinetika 3. Isoterm 4. Uji Inteferensi Analisis data Parameter adsorpsi 1. Kapasitas adsorpsi 2. Kinetika adsorpsi 3. Adsorpsi isoterm

31 Prosedur Penelitian Pembuatan larutan diklorometana Pembuatan larutan induk diklorometana 1000 ppm Larutan induk diklorometana 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,750 ml diklorometana murni (massa jenis diklorometana 1,33 gram/ml) menggunakan pipet mikro ke dalam 10 ml metanol di dalam gelas beker. Kemudian larutan tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 ml, dan diencerkan dengan pelarut metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk diklorometana 1000 ppm tercantum pada lampiran Pembuatan larutan kerja diklorometana 100 ppm Larutan kerja diklorometana 100 ppm dibuat dengan cara mempipet 10 ml larutan induk diklorometana 1000 ppm dengan menggunakan pipet volum lalu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan pelarut metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk diklorometana 100 ppm tercantum pada lampiran Pembuatan larutan standar diklorometana 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm Larutan standar diklorometana 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm dibuat dengan cara mempipet berturut turut 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 ml larutan kerja diklorometana 100 ppm menggunakan pipet volum dan dipindahkan secara

32 18 kuantitatif ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen Pembuatan larutan buffer asetat ph 3, 4 dan 5 Larutan buffer asetat ph 5 sebanyak 250 ml dibuat dengan cara mengambil larutan CH3COONa 0,1 M sebanyak 161,4 ml kemudian dipindahkan ke dalam gelas beker 500 ml. setelah itu ditambahkan 88,6 ml larutan CH3COOH 0.1 M dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik sambil diukur ph-nya menggunakan ph meter. Bila ph larutan masih di atas 5, maka ditambahkan CH3COOH 0,1 M tetes demi tetes hingga ph larutan menjadi 5 bila ph larutan di bawah 5, maka ditambahkan larutan CH3COONa 0,1 M tetes demi tetes hingga ph larutan menjadi 5. Hal yang sama dilakukan untuk membuat buffer asetat ph 3 dan 4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.1. Perhitungan perbandingan volume larutan untuk membuat larutan buffer asetat tercantum pada lampiran 2. Tabel 3.1 Komposisi larutan buffer asetat dalam ph 2, 3, 4 dan 5 ph Buffer asetat V CH3COONa (ml) V CH3COOH (ml) 3 4,4 245,6 4 38,1 211, ,4 88, Pembuatan larutan buffer fosfat ph 6 dan 7 Larutan buffer fosfat 250 ml ph 7 dibuat dengan cara mencampurkan larutan Na2HPO4 0,1 M sebanyak 87,3 ml dengan larutan 162,7 ml NaH2PO4 0,1 M dalam gelas beker 500 ml. setelah itu campuran diaduk menggunakan pengaduk

33 19 magnetik sambil diukur ph-nya menggunakan ph meter. Bila ph larutan masih diatas 7 maka ditambahkan NaH2PO4 0,1 M, tetes demi tetes hingga ph larutan menjadi 7. Bila ph larutan dibawah 7 maka ditambahkan larutan Na2HPO4 0,1 M tetes demi tetes hingga ph larutan menjadi 7. Hal yang sama dilakukan untuk membuat buffer fosfat ph 6 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.2. Perhitungan perbandingan volume larutan untuk membuat larutan buffer fosfat tercantum pada lampiran 2. Tabel 3.2 Komposisi larutan buffer fosfat dalam ph 6 dan 7 ph Buffer fosfat V Na2HPO4 (ml) V NaH2PO4 (ml) 6 12,7 237,3 7 87,3 162, Pembuatan larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm Larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 1,282 ml isopropil alkohol dengan massa jenis 0,78 gram/ml ke dalam labu ukur 1000 ml, dan diencerkan dengan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm tercantum pada lampiran Pembuatan larutan kerja 100 ppm isopropil alkohol Larutan kerja 100 ppm isopropil alkohol dibuat dengan cara mempipet 10 ml larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.

34 Pembuatan larutan standar isopropil alkohol 10, 30, 40, 50 dan 60 ppm Larutan standar isopropil alkohol dibuat pada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Larutan kerja dibuat dengan cara mempipet berturut-turut 1,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 dan 6,0 ml larutan kerja isopropil alkohol 100 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen Pembuatan larutan induk trietanolamin 1000 ppm Larutan induk trietanolamin 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,893 ml trietanolamin dengan massa jenis 1,12 gram/ml ke dalam labu ukur 1000 ml, dan diencerkan dengan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk trietanolamin 1000 ppm tercantum pada lampiran Pembuatan larutan kerja 100 ppm trietanolamin Larutan kerja 100 ppm trietanolamin dibuat dengan cara mempipet 10 ml larutan induk trietanolamin 1000 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen Pembuatan larutan standar trietanolamin 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm Larutan standar trietanolamin dibuat pada konsentrasi 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm. Larutan kerja dibuat dengan cara mempipet berturut turut 4,5 ; 5,0 ; 5,5 ; 6,0 dan 7,0 ml larutan kerja trietanolamin 100 ppm menggunakan pipet volume dan

35 21 dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen Pembuatan kurva standar diklorometana Kurva standar untuk larutan diklorometana dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 278 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV- Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi diklorometana. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja diklorometana yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif Preparasi adsorben (granular karbon aktif) Granular karbon aktif (GAC) dipreparasi secara kimia menggunakan aktivator H3PO4. Sebelum diaktivasi menggunakan H3PO4, karbon dihaluskan dan diayak menggunakan pengayak berukuran 20 mesh. Kemudian karbon dicampurkan pada H3PO4 10% (b/v) sampai terendam. Campuran didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam (Darmawan et al., 2009), kemudian disaring dan dipanaskan dengan menggunakan penangas. Kemudian granular karbon aktif didingankan pada suhu ruang dan dicuci dengan akuades hingga sisa H3PO4 hilang, lalu dilakukan uji sisa H3PO4 menggunakan larutan AgNO3 dimana akan terbentuk endapan putih (Ag3PO4) jika masih mengandung H3PO4 pada granular karbon aktif. Selanjutnya granular karbon aktif dikeringkan dalam oven pada suhu 110 o C selama

36 22 24 jam (Prahas et al., 2008). Granular karbon aktif (GAC) disimpan dalam desikator untuk digunakan pada prosedur lebih lanjut. Granular karbon aktif yang telah diaktivasi juga dianalisis menggunakam metode BET untuk mengetahui luas permukaan dan ukuran pori pada granular karbon aktif Evaluasi adsorpsi granular karbon aktif menggunakan sistem batch Penentuan waktu optimum Penentuan waktu optimum adsorpsi diklorometana dengan menggunakan granular karbon aktif dilakukan dengan menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm masing masing sebanyak 10 ml. Kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan pada masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif 40 mg. setelah itu untuk setiap gelas beker dilakukan satu variasi waktu. Variasi waktu yang digunakan adalah 30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Adsorpsi dilakukan pada ph 7 dan suhu ruang (30 o C). Setelah dilakukan adsorpsi dengan variasi waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV- Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi. Waktu optimum ditentukan dari titik grafik yang stasioner. Hal ini sama juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja diklorometana 400 ppm dan 500 ppm Penentuan ph optimum Penentuan ph optimum adsorpsi diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dilakukan dengan cara menyiapkan 5 seri larutan kerja diklorometana

37 ppm dengan ph yang berbeda-beda yaitu 3, 4, 5, 6 dan 7. Untuk konsentrasi 300 ppm dengan ph 3 dibuat dengan cara memipet 3 ml larutan induk diklorometana 1000 ppm ke dalam labu ukur 10 ml. kemudian ditambahkan larutan buffer asetat ph 3 sebanyak 2 ml, lalu diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Hal yang sama juga dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana 300 ppm dengan ph 3, 4, 5, 6 dan 7. Setelah itu masing-masing laruatn dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan masing-masing botol ditambahkan dengan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. Adsorpsi dilakukan menggunakan waktu optimum yang diperoleh dari prosedur dan pada suhu ruang. Kemudian larutan disaring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV- Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara ph dan kapasitas adsorpsi. Nilai ph yang memberikan kapasitas adsorpsi tertinggi digunakan sebagai ph optimum. Perlakuan yang serupa juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja diklorometana 400 dan 500 ppm Penentuan massa optimum granular karbon aktif Penentuan massa optimum granular karbon aktif untuk adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm masing masing sebanyak 10 ml. Kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan pada masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif dengan variasi massa 20, 30, 40, 50 dan 60 mg. Adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yang diperoleh dari prosedur ,

38 24 pada ph optimum yang diperoleh dari prosedur dan suhu ruang (30 o C). Setelah dilakukan adsorpsi dengan waktu dan ph optimum, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara massa granular karbon aktif dan kapasitas adsorpsi. Massa optimum ditentukan dari titik grafik yang stasioner. Hal ini sama juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja 400 ppm dan 500 ppm Adsorpsi isoterm Adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara menyiapkan larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm dengan ph optimum yang diperoleh dari prosedur masing-masing 10 ml. kemudian masing-masing larutan dipindahkan ke dalam botol berpenutup dan masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. kemudian proses adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yang diperoleh dari prosedur dan suhu ruang. Setelah itu larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofototmeter UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara kapasitas adsorpsi dengan konsentrasi larutan kerja diklorometana. Setelah itu dapat juga dibuat grafik Langmuir dan Freundlich berdasarkan persamaan (3.3) dan (3.4). Grafik yang memberikan nilai koefisien kolerasi (R 2 ) tertinggi menunjukan bilamana adsorpsi tersebut mengikuti model Langmuir dan Freundlich.

39 Kinetika adsorpsi Kinetika adsorpsi diklorometana dengan menggunakan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana konsentarsi 500 ppm dengan ph 5 masing-masing 10 ml. Kemudian masingmasing larutan dipindahkan ke dalam botol berpenutup dan masing-masing botol berpenutup ditambahkan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. Setelah itu untuk setiap botol dilakukan variasi waktu 30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah melakukan adsorpsi dengan waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis diolah dan digunakan untuk membuat grafik orde berdasarkan persamaan (3.2). Grafik yang memberikan nilai koefisien kolerasi (R 2 ) tertinggi menunjukkan orde adsorpsi diklorometana pada permukaan granular karbon aktif Penentuan parameter adsorpsi Kapasitas adsorpsi Kapasitas adsopsi (qe) jumlah adsorbat yang teradsorb yang terikat pada granular karbon aktif yang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut qe = V(C 0- - C e ) W (3.1) Keterangan : qe V Co = Kapasitas adsorpsi (mg/g) = Volume larutan (L) = Konsentrasi analit sebelum proses adsorpsi (mg/l)

40 26 Ce W = Konsentrasi analit sesudah proses adsorpsi (mg/l) = Massa granular karbon aktif yang digunakan (g) Adsorpsi isoterm Model adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara mengaplikasikan persamaan Langmuir dan Freundlich. Persamaan Langmuir dituliskan sebagai berikut Sedangkan persamaan Freundlich ditulis sebagai berikut C e = 1 + C e (3.3) q e q m K l q m Log q = log KF + (1/n) log Ce (3.4) Bila isoterm mengikuti metode Langmuir maka dibuat plot antara Ce/qe dengan Ce memberikan hasil yang linier. Sedangkan bila mengikuti model Freundlich maka plot antara qe dengan log Ce menghasilkan hasil yang linier. Keterangan: Ce qe KL qm = konsentrasi kesetimbangan analit dalam larutan (mg/l) = kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan (mg/g) = kapasitas adsorpsi Langmuir (L/mg) = kapasitas adsoprsi maksimum (mg/g) KF = konstanta Freundlinch (mg/g) (L/mg) 1/n 1/n = faktor heterogenitas Kinetika adsorpsi berikut Kinetika adsorpsi dapat ditentukan dengan orde dengan persamaan sebagai

41 27 Ce (n-1) = (n-1)kt + Co (n-1) (3.2) Kemudian dibuat plot antara Ce dengan t untuk masing-masing orde menghasilkan persamaan linier. Orde kinetika adsopsi ditentukan dari nilai koefisien korelasi (R 2 ) yang paling besar. Keterangan k t n Co Ce = Konstanta laju reaksi = waktu (s) = orde kinetika reaksi = konsentrasi analit sebelum diadsorpsi (mg/l) = konsentrasi analit sesudah diadsorpsi (mg/l) Uji inteferensi Pembuatan kurva standar isopropil alkohol Kurva standar untuk larutan isopropil alkohol dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 220 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi isopropil alkohol. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja isopropil alkohol yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif.

42 Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu isopropil alkohol Pemberian larutan pengganggu pada adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 4 larutan kerja diklorometana dan isopropil alkohol dengan perbnadingan mol 1:1, 1:2, 1:3, 1:4. Untuk perbandingan mol diklorometana dengan isopropil alkohol 1:1 dibuat dengan cara mengambil larutan diklorometana 500 ppm sebanyak 5 ml kemudian dipindahkan ke dalam botol berpenutup. setelah itu ditambahkan 10 ml larutan isopropl alkohol 180 ppm. Selanjutnya adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yaitu 75 menit dan pada ph optimum yaitu pada ph 5, dan penambahan massa optimum granular karbon aktif yaitu 40 mg. Setelah dilakukan proses adsorpsi, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat hubungan antara perbandingan mol diklorometana dan isopropil alkohol dengan kapasitas adsorpsi. Hal yang sama dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana dan isopropil alkohol dengan perbnadingan mol 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.3. Perhitungan perbandingan konsentrasi dan volume larutan untuk membuat larutan kerja diklorometana (DCM) dan isoprpil alkohol (IPA) pada uji inteferensi tercantum pada lampiran 1.

43 29 Tabel 3.3. perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan IPA Perbandingan DCM : IPA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (ml) Konsentrasi IPA (ppm) Volume IPA (ml) 1 : : : : Pembuatan kurva standar trietanolamin Kurva standar untuk larutan trietanolamin dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 268 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV- Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi trietanolamin. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja trietanolamin yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu trietanolamin Pemberian larutan pengganggu pada adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 4 larutan kerja diklorometana dan trietanolamin dengan perbnadingan mol 1:1, 1:2, 1:3, 1:4. Untuk perbandingan mol diklorometana dengan trietanolamin 1:1 dibuat dengan cara mengambil larutan diklorometana 500 ppm sebanyak 5 ml kemudian dipindahkan ke dalam botol berpenutup. setelah itu ditambahkan 20 ml larutan trietanolamin 179 ppm. Selanjutnya adsorpsi dilakukan

44 30 pada waktu optimum yaitu 75 menit dan pada ph optimum yaitu pada ph 5, dan penambahan massa optimum granular karbon aktif yaitu 40 mg. Setelah dilakukan proses adsorpsi, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat hubungan antara perbandingan mol diklorometana dan trietanolamin dengan kapasitas adsorpsi. Hal yang sama dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana dan trietanolamin dengan perbnadingan mol 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.4. Perhitungan perbandingan konsentrasi dan volume larutan untuk membuat larutan kerja diklorometana (DCM) dan trietanolamin (TEA) pada uji inteferensi tercantum pada lampiran 1. Tabel 3.4. perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan TEA Perbandingan DCM : TEA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (ml) Konsentrasi TEA (ppm) Volume TEA (ml) 1 : : : :

45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Kurva standar diklorometana Kurva standar diklorometana dibuat dengan menganalisis larutan standar diklorometana dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 278 nm. Blanko yang digunakan adalah metanol dan air karena diklorometana bersifat semi polar sehingga hanya larut sebagian di dalam air, maka dari itu perlu dicampurkan metanol agar diklorometana dapat larut sempurna. Hasil yang diperoleh dari pengukuran larutan standar dengan menggunaka spektrofotometer UV-Vis adalah absorbansi. Absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standar. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar diklorometana maka semakin tinggi pula absorbansi yang dihasilkan. Data absorbansi diklorometana ditampilkan pada Tabel 4.1 dan kurva standar hubungan antara konsentrasi diklorometana dengan absorbansi ditampilkan pada Gambar 4.1. Tujuan pembuatan kurva standar ini adalah untuk menentukan konsentrasi diklorometana yang tersisa dalam larutan kerja diklorometana setelah proses adsoprsi oleh permukaan karbon aktif. Persamaan regresi linier kurva standar diklorometana adalah y = 0,0009x dengan koefisien korelasi sebesar R 2 = 0,

46 32 Tabel 4.1 Data Absorbansi larutan standar diklorometana Konsentrasi larutan diklorometana (ppm) Absorbansi 10 0, , , , , , , Absorbansi y = x R² = Konsentrasi diklorometana (ppm) Gambar 4.1 Kurva standar diklorometana menggunakan spektrofotometer UV-Vis

47 Aktivasi karbon aktif Karbon aktif diperoleh dengan aktivasi kimia menggunakan asam fosfat sebagai agen yang memiliki kompetensi yang tinggi dan dapat mengaktifkan karbon (Teng et al., 1998). Aktivasi atau karbonisasi dilakukan pada suhu tinggi bertujuan agar membebaskan sebagian besar unsur-unsur non karbon, terutama hidrogen, oksigen dan nitrogen dalam bentuk cair dan gas agar meninggalkan kerangka karbon (Rodriguez-Reinoso dan Molina-sabio., 1992). Bahan kimia asam fosfat adalah mineral anorganik yang digunakan sebagai pengaktif melalui proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik. Unsur-unsur mineral dari asam fosfat yang ditambahkan akan meresap ke dalam karbon dan membuka permukaan karbon sehingga volume dan diameter pori bertambah besar (Kurniawan et al., 2014) 4.1. Hasil uji adsorpsi-desorpsi nitrogen Analisis adsorpsi-desorpsi nitrogen digunakan untuk menentukan luas permukaan, volume pori dan diameter pori. Luas permukaan spesifik karbon aktif dievaluasi menggunakan metode Brunauer-Emmett-Teller (BET), sedangkan volume pori dan diameter pori dievaluasi menggunakan metode Barret-Joyner- Halenda (BJH). Data luas permukaan, volume dan diameter pori dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Data luas permukaan, volume pori dan diameter pori karbon aktif Luas permukaan (m 2 /g) Volume pori (cm 3 /g) Diameter pori (nm) Karbon aktif 246,4026 0, ,7717

48 34 Profil isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.2. Bentuk isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen karbon aktif mengikuti isoterm tipe IV, hal ini dibuktikan dengan adanya hysteresis loop. Terjadinya hysteresis loop disebabkan jumlah gas yang terdesorpsi tidak sama dengan jumlah gas yang teradsorpsi awal. Pada tekanan yang sama, jumlah gas yang tertinggal di permukaan material ketika desorpsi masih lebih banyak dibandingkan ketika adsorpsi. Isoterm tipe IV menunjukkan bahwa material memiliki ukuran mesopori (2 nm 50nm). Selain itu pada umumnya karbn aktif memiliki luas permukaan berkisar 100 m 2 /g 600 m 2 /g (Apriliani., 2010). Sehingga berdasarkan data luas permukaan dan hasil isoterm memiliki struktur mesopori. Luas permukaan karbon aktif yang semakin besar dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi. 140 Kuantitas Terserap (cm 3 /g) GAC Adsorpsi GAC Desorpsi Tekanan Relatif (P/P O ) Gambar 4.2 Profil adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif

49 Optimasi variabel Optimasi waktu Optimasi waktu bertujuan untuk menentukan waktu optimum yang dibutuhkan oleh karbon aktif untuk dapat mengadsorp diklorometana hingga batas maksimum. Optimasi dilakukan muai menit ke 30 hal tersebut dikarenakan pada waktu yang lebih kecil kapasitas adsorpsinya terlalu rendah sehingga proses optimasi waktu langsung dilakukan pada menit ke 30. Grafik hubungan antara waktu dengan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar kapasitas adsorpsi (mg/g) ppm 400 ppm 300 ppm t (menit) Gambar 4.3 Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Berdasarkan Gambar 4.3 grafik adsorpsi karbon aktif meningkat secara linier seiring dengan bertambahnya waktu kontak yaitu pada selang waktu kurang lebih 60 menit pertama, namun pada diklorometana konsentrasi 300 ppm pada

50 36 menit ke-45 telah mengalami perlambatan kenaikan kapasitas, hal tersebut terjadi karena hampir seluruh analit teradsorp pada waktu tersebut. Kemudian pada diklorometana konsentrasi 400 ppm dan 500 ppm mengalami perlambatan peningkatan kapasitas dari menit ke-60 menuju menit ke-75 karena mulai mengalami fasa jenuh dan mulai mengalami fasa kesetimbangan antara menit ke- 75 menuju menit ke-90. Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 500 ppm laju reaksinya lebih cepat dibandingkan diklorometana konsetrasi 300ppm dan 400 ppm. Tabel 4.3. Data regresi, kolerasi dan laju dari grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi Konsentrasi DCM Persamaan Regresi Kolerasi Laju reaksi (mg/g) /s 300 ppm y = 1,0451x + 29,972 0,788 0, ppm y = 0,8342x 1,1759 0,8342 0, ppm y = 0,4259x + 34,843 0,8021 0,02518 Waktu pada fasa kesetimbangan merupakan waktu optimum yang dibutuhkan untuk adsorpsi dengan kapasitas adsorpsi maksimum, dimana analit teradsorp ke seluruh permukaan adsorben sehingga adsorpsinya tetap konstan karena sisi aktif adsorben telah terisi oleh analit. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu kontak, sisi aktif adsorben semakin berkurang sehingga menyebabkan penurunan laju adsorpsi dan pada akhirnya akan mencapai keadaan kesetimbangan (Kamel, 2013). Pada grafik diatas dapat dilihat semakin bertambahnya konsentrasi adsorbat, maka semakin meningkat kapasitas adsorpsinya karena jika konsentrasi adsorbat dinaikkan maka terjadi peningkatan jumlah molekul diklorometana yang terikat pada adsorben sehingga kapasitas

51 37 adsorpsinya meningkat (Sulistyawati., 2008). Berdasarkan grafik diatas maka digunakan waktu optimum pada 75 menit dimana terjadi keadaan kesetimbangan Optimasi ph ph merupakan variabel penting yang dapat mempengaruhi proses adsorpsi. Adsorpsi dilakukan pada variasi ph 3, 4, 5, 6 dan 7. Variasi ph tersebut digunakan untuk mengetahui pada ph berapa karbon aktif dapat mengadsorp analit secara maksimum. Grafik pengaruh ph terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.4. Berdasarkan Gambar 4.4, ph 5 memiliki kapasitas adsorpsi paling besar, hal ini menunjukan bahwa adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi asam, yaitu pada ph 5. Pada ph yang lebih rendah yaitu ph 3 dan 4 menunjukan nilai kapasitas adsorpsi lebih rendah dari ph 5. Begitu pula pada ph yang lebih tinggi yaitu ph 6 dan 7 memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih rendah dari ph 5. Peningkatan ph atau penurunan ph lebih dari 5 menyebabkan penurunan kapasitas adsorpsi, karena pada ph yang terlalu rendah (asam) yaitu dibawah ph 5, jumlah proton (H + ) melimpah, mengakibatkan peluang terjadinya pengikatan adsorbat oleh adsorben yang relatif kecil atau kapasitas adsorpsi menurun (Taty et al., 2003). Selain itu dalam kondisi terlalu asam dapat menyebabkan adsorben menjadi bermuatan positif, sehingga dapat menyebabkan tolakan antara permukaan adsorben dengan adsorbat yang dapat menyebabkan kapasitas adsorpsinya rendah (Nurhasni et al., 2010). Pada ph netral yaitu pada ph 7 kapasitas adsorpsi juga semakin menurun, hal tersebut dikarenakan ion-ion molekul mengalami reaksi

52 38 hidrolisis dalam larutan sehingga menjadi tidak stabil dalam bentuk ion molekul semula yang dapat menurunkan kapasitas adsorpsinya (Aprilani., 2010). Sedangkan pada ph basa atau di atas ph 7, jumlah proton (H + ) relatif kecil dan menyebabkan peluang terjadinya ion-ion molekul dapat membentuk endapan hidroksida sehingga kapasitas adsorpsinya sukar ditentukan (Cordero et al., 2004). Maka dari itu pada penelitian kali ini tidak dilakukan pada ph basa. 120 kapasitas adsorpsi (mg/g) ppm 400 ppm 300 ppm ph Gambar 4.4 Grafik hubungan antara ph terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Optimasi massa granular karbon aktif Optimasi massa bertujuan untuk menentukan massa optimum yang dibutuhkan oleh karbon aktif untuk dapat mengadsorp diklorometana hingga batas maksimum. Massa karbon aktif yang digunakan untuk optimasi massa adalah pada

53 39 rentan 20 mg - 60 mg. Grafik hubungan antara massa dengan besarnya kapasitas adsorpsi oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.5. Kapasitas adsorpsi (mg/g) massa GAC (mg) 500 ppm 400 ppm 300 ppm Gambar 4.5. Grafik hubungan antara massa GAC terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm Berdasarkan Gambar 4.5 pada rentan massa karbon aktif 20 mg 40 mg, semakin bertambahnya massa karbon aktif maka semakin meningkat pula kapasitas adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah adsorben, semakin bertambah pula sisi aktif adsorben. Proses adsorpsi berlangsung pada lapisan permukaan sel adsorben yang bersifat hidrofobik yang berinteraksi dengan molekul adsorbat yang bersifat hidrofobik juga, sehingga interaksi pasif dan relative cepat (Hughes and Poole., 1984). Namun pada rentang massa karbon aktif antara 50 mg 60 mg mulai konstan dan sedikit ada penurunan, hal tersebut dikarenakan karbon aktif dalam larutan telah lewat jenuh. Hal ini diperkuat oleh Barros et al., (2003) yang menyatakan bahwa pada saat peningkatan

54 40 massa adsorben, maka ada peningkatan kapasitas adsorpsi, yang kemudian akan mengalami penurunan kapasitas adsorpsi Kinetika adsorpsi Kinetika adsorpsi dilakukan untuk mengetahui laju penyerapan adsorbat ke dalam permukaan adsorben. Laju adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif diukur sebagai fungsi waktu. Adsorpi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada ph 5 dan dilakukan pada suhu ruang dengan rentang waktu menit. Konsentrasi diklorometana yang digunakan sebesar 500 ppm. Hasil studi kinetika ditunjukan pada Gambar 4.6. Laju penyerapan diklorometana di awal cukup cepat dan semakin melambat ketika mencapai keadaan setimbang. Hal ini terjadi karena pada fase awal masih banyak permukaan pori atau sisi aktif karbon aktif yang belum terpakai, sehingga molekul diklorometana dapat masuk ke dalam sisi aktif karbon aktif dengan mudah dan cepat. Namun dalam keadaan setimbang sisi aktif kabon aktif kemungkinan telah menjadi jenuh, sehingga adsorpsi berjalan lambat (Surikumaran, 2014). Kapasitas adsorpsi karbon aktif pada saat kesetimbangan yaitu 101,1759 mg/g. Karbon aktif memiliki efisiensi adsorpsi dikorometana 80% - 90%

55 41 kapasitas adsorpsi (mg/g) t (menit) Gambar 4.6. Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Orde reaksi digumakan untuk menganalisis kinetika adsorpsi dan hasilnya dapat disajikan dalam Tabel 4.4. Berdasarkan nilai koefisien kolerasi (R 2 ), Adsorpsi diklorometana pada karbon aktif mengikuti kinetika orde 1,5 dengan nilai R 2 tertinggi yaitu 0,9296. Kinetika dalam adsorpsi bergantung pada luas permukaan partikel adsorben. Semakin luas permukaan partikel adsorben maka laju akan semakin cepat. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai k (konstanta laju reaksi) yang diperoleh. Nilai k diperoleh dari nilai slope pada grafik yang ditampilkan pada Gambar 4.7. adsorpsi diklorometana pada karbon aktif memiliki nilai k sebesar (mg/g)/s. Faktor faktor yang kemungkinan juga mempengaruhi kinetika adsorpsi adalah perubahan sifat larutan, ukuran partikel adsorben dan suhu (Yusof, et al., 2010) Tabel 4.4. Nilai koefisien kolerasi (R 2 ) untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Orde 0 0,5 1 1,5 2 R 2 0,8817 0,9060 0,9222 0,9296 0,9288

56 Ce -0, y = x R² = Gambar 4.7. Grafik kinetika orde 1,5 untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif 4.5. Adsorpsi isoterm Adsorpsi isoterm dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antar jumlah material teradsorp sebagai fungsi konsentrasi pada suhu konstan. Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi fase padat-cair pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins, 1999) t (min) Pada penentuan tipe isoterm, adsorpsi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada ph 5, waktu adsorpsi 75 menit dan pada suhu ruang (30 o C). Konsentrasi larutan kerja diklorometana yang digunakan bervariasi mulai dari 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Hasil studi isoterm adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 4.8.

57 43 kapasitas adsorpsi (mg/g) Co (ppm) Gambar 4.8. Grafik hubungan antara konsentrasi awal terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif Berdasarkan Gambar 4.8 diketahui bahwa nilai kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi larutan diklorometana, namun pada konsentrasi tertentu grafiknya akan mendatar yang menunjukkan bahwa adsorben mengalami kejenuhan pada konsentrasi tertentu. Kapasitas adsorpsi yang diperoleh berdasarkan eksperimen adalah sebesar 94,1389 mg/g. Data isoterm yang diperoleh dianalisis menggunakan model Langmuir dan Freundlich, Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5. Bila dibandingkan dengan Freundlich, plot Langmuir memiliki koefisien kolerasi lebih besar. Sehingga adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif dalam penilitian ini lebih cocok mengikuti model Langmuir daripada model Freundlich. Nilai qm menunjukkan nilai kapsitas adsorpsi maksimum karbon aktif untuk mengadsorp diklorometana. Karbon aktif memiliki nilai kapasitas adsorpsi maksimum 108,6956 mg/g. Nilai KL menunjukkan kapasitas adsorpsi Langmuir berdasarkan perhitungan, yaitu sebesar 0,0601 L/mg.

58 44 Tabel 4.5. Konstanta isoterm untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Model Persamaan R 2 qm KL n KF Langmuir y= 0,0092x + 0,1530 0, ,6956 0, Freundlich y= 0, ,1623 0, , , Ce/qe y = x R² = Ce (ppm) Gambar 4.9. Plot Langmuir untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Jika tipe isoterm yang dianut adalah isoterm Langmuir, maka adsorpsi berlangsung secara kemisorpsi monolayer. Jika isoterm yang dianut adalah isoterm Freundlich maka adsorpsi yang terjadi adalah fisisorpsi multilayer (Anggraningrum, 1996). Adsorpsi monolayer terjadi karena ikatan kimia yang biasanya spesifik, sehingga adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia antara diklorometana dengan permukaan karbon aktif. Sedangkan fisisorpsi multilayer terjadi ikatan Van der Waals antara adsorbat dan adsorben, dimana ikatan Van der Waals bersifat lemah. Hal ini memungkinkan adsorbat bergerak leluasa hingga menyebabkan proses adsorpsi banyak lapisan (multilayer).

59 Uji inteferensi Kurva standar isopropil alkohol Kurva standar isopropil alkohol dibuat dengan menganalisis larutan standar isopropil alkohol dengan variasi konsentrasi 10, 30, 40, 50 dan 60 ppm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 220 nm. Blanko yang digunakan adalah metanol dan air. Hasil yang diperoleh dari pengukuran larutan standar dengan menggunaka spektrofotometer Uv-Vis adalah absorbansi. Absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standar. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar diklorometana maka semakin tinggi pula absorbansi yang dihasilkan. Data absorbansi diklorometana ditampilkan pada Tabel 4.6 dan kurva standar hubungan antara konsentrasi diklorometana dengan absorbansi ditampilkan pada Gambar Tujuan pembuatan kurva standar ini adalah untuk menentukan konsentrasi isopropil alkohol yang tersisa dalam larutan kerja isopropil alkohol setelah proses adsoprsi oleh permukaan karbon aktif. Persamaan regresi linier kurva standar diklorometana adalah y = 0,0032x + 0,0063 dengan koefisien korelasi sebesar R 2 = 0,9977. Tabel 4.6 Data Absorbansi larutan standar isopropil alkohol Konsentrasi larutan isopropil alkohol (ppm) Absorbansi 10 0, , , , ,199

60 absorbansi y = x R² = konsentrasi isopropil alkohol (ppm) Gambar Kurva standar isopropil alkohol menggunakan spektrofotometer UV-Vis Adsorpsi diklorometana dengan penambahan isopropil alkohol Isopropil alkohol merupakan alkohol sekunder yang paling sederhana, dimana atom karbon yang mengikat gugus alkohol juga mengikat 2 atom karbon lain (CH3)2CHOH. Merupakan isomer struktur dari 1-propanol (Green,. 2003). Isopropil alkohol (IPA) seringkali digunakan dalam industri farmasi, sehingga dalam proses akhir seringkali Isopropil alkohol bersama diklorometana terbuang bersama. Sehingga adanya isopropil alkohol pada proses adsorpsi diklorometana sangatlah mempengarui kapasitas adsorpsi karbon aktif terhadap adsorpsi dikorometana. Pada percobaan pebandingan mol anatara diklormetana dengan isopropil alkohol yang di uji berturut-turut sebagai berikut 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Hasil kapasitas adsorpsi diklorometana dengan panambahan isopropil alkohol pada proses adsorpsi diklorometana dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.11

61 47 Tabel 4.7. Hasil uji inteferensi diklorometana dengan isopropil alkohol Kapasitas adsorpsi DCM IPA (mg/g) (ppm) (ppm) diklorometana , , , ,4 kapasitas adsorpsi (mg/g) Perbandingan mol DCM : IPA ( 1 : X) Gambar Pengaruh isopropil alkohol terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana Dari Tabel 4.7 dan Gambar 4.11 semakin banyak isopropil alkohol yang ditambahkan kapasitas adsorpsi diklorometana mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya penambahan larutan pengganggu isopropil alkohol yang konsentrasinya semakin besar dari diklorometana dapat meningkatkan peluang isopropil alkohol untuk bertumbukan dengan diklorometana yang telah teradsorpsi, sehingga diklorometana yang menempel pada permukaan adsorben mengalami desorpsi, diklorometana yang terdesorpsi tersebut akan bervibrasi, berotasi, bertumbukan dan berkompetisi kembali dengan isopropil alkohol untuk

62 48 dapat berinteraksi kembali di permukaan adsorben (Lailiyah et al., 2013). Namun peluang keteserapan diklorometana pada sisi aktif adsorben sangat kecil karena posisi aktif adsorben telah ditempati molekul lain yaitu isopropil alkohol. Selain itu kompetisi kedua molekul untuk menempati sisi aktif karbon tersebut juga dipengaruhi oleh nilai momen dipol dari diklorometana 1,6 dan isoprpil alkohol 1,66 yang hampir berdekatan sehingga tingkat kepolaranya hampir sama Kurva standar trietanolamin Kurva standar trietanolamin dibuat dengan menganalasis larutan standar trietanolamin dengan variasi konsentrasi 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm dengan menggunakan instrument Spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 265 nm. Blanko yang digunakan adalah metanol dan air. Hasil yang diperoleh dari pengukuran larutan standar dengan menggunaka spektrofotometer Uv-Vis adalah absorbansi. Absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standar. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar trietanolamin maka semakin tinggi pula absorbansi yang dihasilkan. Data absorbansi trietanolamin ditampilkan pada Tabel 4.8 dan kurva standar hubungan antara konsentrasi trietanolamin dengan absorbansi ditampilkan pada Gambar Tujuan pembuatan kurva standar ini adalah untuk menentukan konsentrasi trietanolamin yang tersisa dalam larutan kerja trietanolamin setelah proses adsoprsi oleh permukaan karbon aktif. Persamaan regresi linier kurva standar trietanolamin adalah y = 0,0042x + 0,1777 dengan koefisien korelasi sebesar R 2 = 0,9964.

63 49 Tabel 4.8 Data absorbansi larutan standar trietanolamin Konsentrasi larutan trietanolamin (ppm) Absorbansi 45 0, , , , ,477 absorbansi y = x R² = Konsentrasi Trietanolamin (ppm) Gambar Kurva standar trietanolamin menggunakan spektrofotometer UV- Vis Adsorpsi diklorometana dengan penambahan trietanolamin Trietanolamin, (TEA), (C6H15NO3) adalah senyawa organik amina tersier dengan sebuah triol. Triol adalah molekul dengan tiga alcohol (Frauenkron et al,. 2012). Sama halnya dengan Isopropil alkohol (IPA) seringkali Trietanolamin digunakan dalam industri farmasi, sehingga dalam proses akhir seringkali Trietanolamin bersama diklorometana terbuang bersama. Sehingga adanya trietanolamin pada proses adsorpsi diklorometana sangatlah mempengarui kapasitas adsorpsi karbon aktif terhadap adsorpsi dikorometana. Pada percobaan

64 50 pebandingan mol anatara diklormetana dengan trietanolamin yang di uji berturutturut sebagai berikut 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Hasil kapasitas adsorpsi diklorometana dengan panambahan trietanolamin pada proses adsorpsi diklorometana dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.13 Tabel 4.9. Hasil uji inteferensi diklorometana dengan trietanolamin Kapasitas adsorpsi DCM TEA (mg/g) (ppm) (ppm) diklorometana , , , , kapasitas adsorpsi (mg/g) perbandingan mol DCM : TEA ( 1 : X) Gambar Pengaruh trietanolamin terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana Dari Tabel 4.9 dan Gambar 4.13 semakin banyak trietanolamin yang ditambahkan kapasitas adsorpsi diklorometana mengalami penurunan. Hal tersebut sama seperti saat ditambahkan larutan pengganggu isopropil alkohol, dikarenakan dengan adanya penambahan larutan pengganggu trietanolamin yang konsentrasinya semakin besar dari diklorometana dapat meningkatkan peluang trietanolamin untuk

65 51 bertumbukan dengan diklorometana yang telah teradsorpsi, sehingga diklorometana yang menempel pada permukaan adsorben mengalami desorpsi, diklorometana yang terdesorpsi tersebut akan bervibrasi, berotasi, bertumbukan dan berkompetisi kembali dengan trietanolamin untuk dapat berinteraksi kembali di permukaan adsorben (Lailiyah et al., 2013). Namun peluang keteserapan diklorometana pada sisi aktif adsorben sangat kecil karena posisi aktif adsorben telah ditempati molekul lain yaitu trietanolamin. Selain itu kompetisi kedua molekul untuk menempati sisi aktif karbon tersebut juga dipengaruhi oleh nilai momen dipol dari diklorometana 1,6 dan trietanolamin 0,8 yang mana trietanolamin lebih non polar dan mudah terperangkap di sisi aktif karbon.

66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan : 1. Efektivitas kerja karbon aktif dalam mengadsorpsi diklorometana pada konsentrasi ppm sangat dipengaruhi oleh waktu adsorpsi, ph larutan dan massa karbon aktif. Karbon aktif dapat mengadsorpsi diklorometana secara optimum pada waktu 75 menit, ph 5 dan massa adsorben granular karbon aktif sebanyak 40 mg. 2. Adanya senyawa pengganggu isopropil alkohol dan trietanolamin pada adsorpsi diklorometana dapat menurunkan kapasitas adsorpsi diklorometana dengan seiring meningkatnya konsentrasi senyawa pengganggu isopropil alkohol dan trietanolamin. 3. Berdasarkan kinetika adsorpsinya, adsorpsi diklorometana menggunakan karbon aktif mengikuti kinetika orde 1,5 dengan nilai kolerasi tertinggi yaitu R 2 = 0,9296 dan nilai konstanta laju reaksinya adalah (mg/g)/s. Berdasarkan adsorpsi isotermnya, proses adsorpsi pada penelitian ini mengikuti model Langmuir dengan memiliki koefisien kolerasi yaitu 0,9779. Dari model Langmuir dapat ditentukan kapasitas maksimum adsorpsi qm sebesar 108,6956 mg/g dan konstanta Langmuir 0,0601 L/mg. 4. Metode adsorpsi dengan karbon aktif dapat diterapkan dalam menghilangkan diklorometana dalam air dengan efisiensi antara 80% - 90%. 52

67 Saran Proses adsorpsi bekerja untuk mengadsorpsi sampel senyawa organik sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam penerapan metode adsorpsi pada limbah farmasi, limbah rumah tangga, limbah rumah sakit dan sampel limbah organik lainnya.

68 DAFTAR PUSTAKA Andayani, W., & Sumartono, A. (2010). TiO2 and TiO2 active carbon photocatalysts immobilized on titanium plates. Indonesian Journal of Chemistry, 7(3), Anggraningrum, I.T., Model Adsorpsi Ion Kompleks Koordinasi Nikel (II) pada Permukaan Alumina. Tesis. Jakarta : Megister Sains Ilmu Kimia Universitas Indonesia. Apriliani, A., 2010, Pemanfaatan Arang Ampas Tebu sebagai Adsorben Ion Logam Cd, Cr, Cu dan Pb dalam Air Limbah. Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Astuti, W., & Kurniawan, B. (2015). Adsorpsi Pb 2+ dalam Limbah Cair Artifisial Menggunakan Sistem Adsorpsi Kolom dengan Bahan isian Abu Layang Batubara Serbuk dan Granular. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 4(1), Atkins,P.W Kimia fisika 2. Jakarta : Erlangga Bansode, R. R., Losso, J. N., Marshall, W. E., Rao, R. M., & Portier, R. J. (2003). Adsorption of volatile organic compounds by pecan shell-and almond shellbased granular activated carbons. Bioresource Technology, 90(2), Barros Júnior, L. M., Macedo, G. R., Duarte, M. M. L., Silva, E. P., & Lobato, A. K. C. L. (2003). Biosorption of cadmium using the fungus Aspergillus niger. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 20(3), Bhatnagar, A., Hogland, W., Marques, M., & Sillanpää, M. (2013). An overview of the modification methods of activated carbon for its water treatment applications. Chemical Engineering Journal, 219, Chan, Y. J., Chong, M. F., Law, C. L., & Hassell, D. G. (2009). A review on anaerobic aerobic treatment of industrial and municipal wastewater. Chemical Engineering Journal, 155(1), Cheung, H. M., Bhatnagar, A., & Jansen, G. (1991). Sonochemical destruction of chlorinated hydrocarbons in dilute aqueous solution. Environmental science & technology, 25(8), Chrisnandari, R.D., 2015, Adsorpsi Kloramfenikol Pada Adsorben Berbasis Moleculary Imprinted Polymer (MIP) Menggunakan Sistem Batch, Tesis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya 54

69 55 Cordero, B., Lodeiro, P., Herrero, R., de Vicente, S., & Esteban, M. (2004). Biosorption of cadmium by Fucus spiralis. Environmental Chemistry, 1(3), Darmawan, S., Pari, G., dan Sofyan, K., Optimasi Suhu dan Lama Aktivasi dengan Asam Fosfat dalam Produksi Arang Aktif Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan., 2 (2) : Das, D., Gaur, V., & Verma, N. (2004). Removal of volatile organic compound by activated carbon fiber. Carbon, 42(14), Day Jr, A., & Underwood, A. L. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif, terjemahan Pujaatmaka. Edisi V, Penerbit Erlangga, Jakarta. Destaillats, H., Lesko, T. M., Knowlton, M., Wallace, H., & Hoffmann, M. R. (2001). Scale-up of sonochemical reactors for water treatment. Industrial & engineering chemistry research, 40(18), Diks, R. M. M., & Ottengraf, S. P. P. (1991). Verification studies of a simplified model for the removal of dichloromethane from waste gases using a biological trickling filter (part II). Edwards, P. R., Campbell, I., & Milne, G. S. (1982). Impact of chloromethanes on the environment. Pt. 2: methyl chloride and methylene chloride. Chemistry and industry, Frauenkron, M., Melder, J. P., Ruider, G., Rossbacher, R., & Höke, H. (2002). Ethanolamines and propanolamines. Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry. Gainza, A. H., & Jimenez, L. P. (1987). Interaction between bromothymol blue and antipyrine in dichloromethane. Canadian journal of chemistry, 65(9), González-García, J., Sáez, V., Tudela, I., Díez-Garcia, M. I., Deseada Esclapez, M., & Louisnard, O. (2010). Sonochemical treatment of water polluted by chlorinated organocompounds. A review. Water, 2(1), Green, W.M.M., Organic Chemistry Principle and Industrial Practice, Wiley VCH, Weinheim Germany Hernández-Leal, L., Temmink, H., Zeeman, G., & Buisman, C. J. N. (2011). Removal of micropollutants from aerobically treated grey water via ozone and activated carbon. Water Research, 45(9),

70 56 Hsiao, C. Y., Lee, C. L., & Ollis, D. F. (1983). Heterogeneous photocatalysis: degradation of dilute solutions of dichloromethane (CH2Cl2), chloroform (CHCl3), and carbon tetrachloride (CCl4) with illuminated TiO2 photocatalyst. Journal of Catalysis, 82(2), Hu,X.J., Wang,J.S., Liu,Y.G., Li,X,. Zeng,G.M., Bao,Z.L., Zeng,X.X., Chen,A.W., and Long, F., (2011), Adsorption of chromium (VI) by ethylenediamine-modified cross-linked magnetic chitosan resin: Isotherms, kinetics and thermodynamics, Journal of Hazardous Materials., 185 : Hu, Z., Srinivasan, M. P., & Ni, Y. (2001). Novel activation process for preparing highly microporous and mesoporous activated carbons. Carbon, 39(6), Huang, K. C., Zhao, Z., Hoag, G. E., Dahmani, A., & Block, P. A. (2005). Degradation of volatile organic compounds with thermally activated persulfate oxidation. Chemosphere, 61(4), Hughes, M.N dan Poole, R.K., Metals and Microorganism. London : Chapman and Hall Hung, H. M., & Hoffmann, M. R. (1999). Kinetics and mechanism of the sonolytic degradation of chlorinated hydrocarbons: frequency effects. The Journal of Physical Chemistry A, 103(15), Kamel, A. H. (2013). Preparation and characterization of innovative selective imprinted polymer for the removal of hazardous mercury compounds from aqueous solution. Life Sci. J., 10(4), Khan, M. A., Kim, S. W., Rao, R. A. K., Abou-Shanab, R. A. I., Bhatnagar, A., Song, H., & Jeon, B. H. (2010). Adsorption studies of Dichloromethane on some commercially available GACs: Effect of kinetics, thermodynamics and competitive ions. Journal of hazardous materials, 178(1), Kotsinaris, A., Kyriacou, G., & Lambrou, C. (1998). Electrochemical reduction of dichloromethane to higher hydrocarbons. Journal of applied electrochemistry, 28(6), Kurniawan, R., Lutfi, M., & Nugroho, W. A. (2013). Karakterisasi Luas Permukaan Bet (Braunanear, Emmelt Dan Teller) Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Asam Fosfat (H3PO4). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 2(1).

71 57 Lailiyah, N, (2013). Pengaruh Modifikasi Permukaan Selulosa Nata De Coco dengan Anhidrida Asetat Dalam Mengikat Ion Logam Berat Cd 2+ Dalam Campuran Cd 2+ dan Pb 2+. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Malang. Malang Lee, J. W., Jung, H. J., Kwak, D. H., & Chung, P. G. (2005). Adsorption of dichloromethane from water onto a hydrophobic polymer resin XAD Water research, 39(4), Liu, Q. S., Zheng, T., Wang, P., Jiang, J. P., & Li, N. (2010). Adsorption isotherm, kinetic and mechanism studies of some substituted phenols on activated carbon fibers. Chemical Engineering Journal, 157(2), Masamune, S., & Smith, J. M. (1964). Adsorption rate studies significance of pore diffusion. AIChE Journal, 10(2), Moreno-Castilla, C., (2004). Adsorption of organic molecules from aqueous solutions on carbon materials. Carbon, 42(1), Nurhasni., Hendrawati., dan Saniyyah, N Penyerapan Ion Logam Cd dan Cr dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Nurhasni, N., Hendrawati, H., & Saniyyah, N. (2010). Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi. Jurnal Kimia VALENSI, 1(6). Osuna, M. B., Sipma, J., Emanuelsson, M. A., Carvalho, M. F., & Castro, P. M. (2008). Biodegradation of 2-fluorobenzoate and dichloromethane under simultaneous and sequential alternating pollutant feeding. Water research, 42(14), Pires, J., Carvalho, A., & de Carvalho, M. B. (2001). Adsorption of volatile organic compounds in Y zeolites and pillared clays. Microporous and Mesoporous Materials, 43(3), Prahas, D., Kartika, Y., Indraswati, N., & Ismadji, S. (2008). Activated carbon from jackfruit peel waste by H3PO4 chemical activation: pore structure and surface chemistry characterization. Chemical Engineering Journal, 140(1), Rodriguez-Reinoso, F., & Molina-Sabio, M. (1992). Activated carbons from lignocellulosic materials by chemical and/or physical activation: an overview. Carbon, 30(7), Rodríguez, S. M., Gálvez, J. B., Rubio, M. I. M., Ibáñez, P. F., Gernjak, W., & Alberola, I. O. (2005). Treatment of chlorinated solvents by TiO 2 photocatalysis and photo-fenton: Influence of operating conditions in a solar pilot plant. Chemosphere, 58(4),

72 58 Ruhl, M. J. (1993). Recover VOCs via adsorption on activated carbon. Chemical Engineering Progress;(United States), 89(7). Saragih, S. A. (2008). Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara Riau Sebagai Adsorben. Laporan Tesis Program Studi Teknik Mesin Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jakarta. Kimia Universitas Jenderal Soedirman, 31(1), Shestakova, M., & Sillanpää, M. (2013). Removal of dichloromethane from ground and wastewater: a review. Chemosphere, 93(7), Smitha, B., Suhanya, D., Sridhar, S., & Ramakrishna, M. (2004). Separation of organic organic mixtures by pervaporation a review. Journal of Membrane Science, 241(1), Sonoyama, N., Ezaki, K., & Sakata, T. (2001). Continuous electrochemical decomposition of dichloromethane in aqueous solution using various column electrodes. Advances in Environmental Research, 6(1), 1-8. Stromeyer, S. A., Winkelbauer, W., Kohler, H., Cook, A. M., & Leisinger, T. (1991). Dichloromethane utilized by an anaerobic mixed culture: acetogenesis and methanogenesis. Biodegradation, 2(2), Sulistyawati, S Modifikasi Jagung sebagai Adsorben Logam Berat Pb (II). Skripsi. Bogor : FMIPA IPB. Surikumaran, H., Mohamad, S., & Sarih, N. M. (2014). Molecular imprinted polymer of methacrylic acid functionalised β-cyclodextrin for selective removal of 2, 4-dichlorophenol. International journal of molecular sciences, 15(4), Taty-Costodes, V. C., Fauduet, H., Porte, C., & Delacroix, A. (2003). Removal of Cd (II) and Pb (II) ions, from aqueous solutions, by adsorption onto sawdust of Pinus sylvestris. Journal of Hazardous Materials, 105(1), Teng, H., Yeh, T. S., & Hsu, L. Y. (1998). Preparation of activated carbon from bituminous coal with phosphoric acid activation. Carbon, 36(9), Torimoto, T., Okawa, Y., Takeda, N., & Yoneyama, H. (1997). Effect of activated carbon content in TiO 2-loaded activated carbon on photodegradation behaviors of dichloromethane. Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 103(1), Ward, D.B., Tizaoui,C., and Slater, M.J., 2005, Continuous extraction and destruction of chloro-organics in wastewater using ozone-loaded Volasil TM 245 solvent, Journal of Hazardous Materials., 125 : 65 79

73 59 Yu, Z., Peldszus, S., & Huck, P. M. (2008). Adsorption characteristics of selected pharmaceuticals and an endocrine disrupting compound Naproxen, carbamazepine and nonylphenol on activated carbon. Water Research, 42(12), Yusof, N. A., Beyan, A., Haron, M. J., & Ibrahim, N. A. (2010). Synthesis and characterization of a molecularly imprinted polymer for Pb 2+ uptake using 2-vinylpyridine as the complexing monomer. Sains Malaysiana, 39(5), Zakaria, N. D., Yusof, N. A., Haron, J., & Abdullah, A. H. (2009). Synthesis and evaluation of a molecularly imprinted polymer for 2, 4-dinitrophenol. International journal of molecular sciences, 10(1), Zeinali, F., Ghoreyshi, A.A., and Najafpour G.D., (2010), Adsorption of Dichloromethane from Aqueous Phase Using Granular Actived Carbon: Isotherm and Breakthrough Curve Measurement. Middle-East Journal of Scientific Research., 5 (4) :

74 LAMPIRAN 1. Perhitungan larutan induk, kerja dan standar 1. Pembuatan larutan induk diklorometana 1000 ppm Massa jenis (ρ) diklorometana = 1,33 gram/ml 1000 ppm = 1000 mg/l Massa diklorometana yang dilarutkan untuk membuat larutan induk 1000 ppm dalam labu ukur 1000 ml adalah 1,000 gram. Sehingga volume diklorometana murni yang ditambahkan ke dalam labu ukur adalah sebagai berikut : ρ = massa volume volume volume = = massa ρ 1,0 gram 1,33 gram/ml volume = 0,752 ml = 752 μl 2. Pembuatan larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm Massa jenis (ρ) isopropil Alkohol = 0,78 gram/ml 1000 ppm = 1000 mg/l Massa isopropil alkohol yang dilarutkan untuk membuat larutan induk 1000 ppm dalam labu ukur 1000 ml adalah 1,0000 gram. Sehingga volume isopropil alkohol yang ditambahkan ke dalam labu ukur adalah sebagai berikut : ρ volume volume = massa volume = massa ρ 1,0000 gram = 0,78 gram/ml

75 volume = 1,282 ml = 1282 μl 3. Menghitung perbandingan konsentrasi diklorometana (DCM) dan isopropil alkohol (IPA) pada uji inteferensi Menghitung mol Diklorometana yang digunakan : Kosentrasi (ppm) = 500 ppm Kosentrasi (mg/l) = 500 mg L Jika nilai volume diklorometana yang digunakan adalah 5 ml dan massa molekul relatif diklorometana adalah 85 g/mol maka nilai mol dari diklorometana adalah : Mol (mmol) = Mol (mmol) = Mol (mmol) = Kosentrasi (mg/l) Mr (g/mol) 500 mg/l 85 g/mol) x 5 ml 500 mg/ 1000mL 85 mg/mmol) x Volume DCM x 5 ml Mol (mmol) = 0,03 mmol Menghitung nilai isopropil alkohol (IPA) yang akan digunakan : Kosentrasi (ppm) = mol Volume IPA Mr Jika volume yang digunakan adalah 10 ml, nilai mol Isopropil alkohol adalah 0,03 mol dan nilai massa molekul relatif Isopropilalkohol adalah 60 g/mol maka kosentrasi isopropil alkohol adalah : Kosentrasi (ppm) = 0,03 mmol 10 ml 60 g/mol

76 Kosentrasi (ppm) = 0,03 mmol 10 ml mg 1000 mmol Kosentrasi (ppm) = Kosentrasi (ppm) = Kosentrasi (ppm) = 0,03 60 mg 0,01 L 180 mg L 180 ppm Perbandingan DCM : IPA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (ml) Konsentrasi IPA (ppm) Volume IPA (ml) 1 : : : : Pembuatan larutan induk trietanolamin 1000 ppm Massa jenis (ρ) trietanolamin = 1,12 gram/ml 100 ppm = 1000 mg/l Massa trietanolamin yang dilarutkan untuk membuat larutan induk 1000 ppm dalam labu ukur 1000 ml adalah 1,0000 gram. Sehingga volume trietanolamin yang ditambahkan ke dalam labu ukur adalah sebagai berikut: ρ = massa volume volume volume = = massa ρ 1 gram 1,12 gram/ml volume = 0,893 ml = 893 μl

77 5. Menghitung perbandingan konsentrasi diklorometana (DCM) dan trietanolamin (TEA) pada uji inteferensi Menghitung mol Diklorometana yang digunakan : Kosentrasi (ppm) = 500 ppm Kosentrasi (mg/l) = 500 mg L Jika nilai volume diklorometana yang digunakan adalah 5 ml dan massa molekul relatif diklorometana adalah 85 g/mol maka nilai mol dari diklorometana adalah : Mol (mmol) = Mol (mmol) = Mol (mmol) = Kosentrasi (mg/l) Mr (g/mol) 500 mg/l 85 g/mol) x 5 ml 500 mg/ 1000mL 85 mg/mmol) x Volume DCM x 5 ml Mol (mmol) = 0,03 mmol Menghitung nilai trietanolamin (TEA) yang akan digunakan : Kosentrasi (ppm) = mol Volume TEA Mr Jika volume yang digunakan adalah 25 ml, nilai mol trietanolamin adalah 0,03 mol dan nilai massa molekul relatif trietanolamin adalah 149,19 g/mol maka kosentrasi trietanolamin adalah : Kosentrasi (ppm) = 0,03 mmol 25 ml 149,19 g/mol

78 Kosentrasi (ppm) = 0,03 mmol 10 ml 149, mg 1000 mmol Kosentrasi (ppm) = Kosentrasi (ppm) = Kosentrasi (ppm) = 0,03 149,19 mg 179 mg L 0,025 L 179 ppm Perbandingan DCM : TEA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (ml) Konsentrasi TEA (ppm) Volume TEA (ml) 1 : : : :

79 LAMPIRAN 2. Perhitungan pembuatan larutan buffer 1. Pembuatan larutan CH3COONa 0,1 M Pembuatan 1000 ml larutan CH3COONa 0,1 M dilakukan dengan cara, padatan CH3COONa ditimbang sebanyak 8,6 g. Selanjutnya dipindahkan dalam gelas beker 250 ml dan ditambahkan aquades. Larutan tersebut diaduk hingga homogeny, kemudian dipindahkan dalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. 2. Pembuatan larutan NaH2PO4 Pembuatan 1000 ml larutan NaH2PO4 0,1 M dilakukan dengan cara, padatan NaH2PO4 ditimbang sebanyak 12 g. Selanjutnya dipindahkan dalam gelas beker 250 ml dan ditambahkan akuades. Larutan tersebut diaduk hingga homogen, kemudian dipindahkan dalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. 3. Pembuatan larutan Na2HPO4 Pembuatan 1000 ml larutan Na2HPO4 0,1 M dilakukan dengan cara, padatan Na2HPO4 ditimbang sebanyak 14.2 g. Selanjutnya dipindahkan dalam gelas beker 250 ml dan ditambahkan akuades. Larutan tersebut diaduk hingga homogen, kemudian dipindahkan dalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.

80 Perhitungan a. Perhitungan massa CH3COONa 0,1 M V = 1000 ml = 1L n(ch3coona) = M (CH3COONa) x V(CH3COONa) n(ch3coona) = 0,1 M x 1 L n(ch3coona) = 0,1 mol Maka perhitungan massa CH3COONa 0,1 M sebagai berikut Massa (CH3COONa) = n(ch3coona) x Mr(CH3COONa) Massa (CH3COONa) = 0,1 mol x 86 g/mol Massa (CH3COONa) = 8,6 gram b. Perhitungan massa NaH2PO4 0,1 M V = 1000 ml = 1L n(nah2po4) = M (NaH2PO4) x V(NaH2PO4) n(nah2po4) = 0,1 M x 1 L n(nah2po4) = 0,1 mol Maka perhitungan massa NaH2PO4 0,1 M sebagai berikut Massa (NaH2PO4) = n(nah2po4) x Mr(NaH2PO4) Massa (NaH2PO4) = 0,1 mol x 120 g/mol Massa (NaH2PO4) = 12 gram c. Perhitungan massa Na2HPO4 0,1 M V = 1000 ml = 1L n(na2hpo4) = M (Na2HPO4) x V(Na2HPO4)

81 n(na2hpo4) = 0,1 M x 1 L n(na2hpo4) = 0,1 mol Maka perhitungan massa Na2HPO4 0,1 M sebagai berikut Massa (Na2HPO4) = n(na2hpo4) x Mr(Na2HPO4) Massa (Na2HPO4) = 0,1 mol x 142 g/mol Massa (Na2HPO4) = 14,2 gram d. Perhitungan massa NH4Cl 0,1 M V = 1000 ml = 1L n(nh4cl) = M (NH4Cl) x V(NH4Cl) n(nh4cl) = 0,1 M x 1 L n(nh4cl) = 0,1 mol Maka perhitungan massa NH4Cl 0,1 M sebagai berikut Massa (NH4Cl) = n(nh4cl) x Mr(NH4Cl) Massa (NH4Cl) = 0,1 mol x 535 g/mol Massa (NH4Cl) = 53,5 gram e. Perhitungan massa NH3 0,1 M V = 1000 ml = 1L n(nh3) = M (NH3) x V(NH3) n(nh3) = 0,1 M x 1 L n(nh3) = 0,1 mol Maka perhitungan massa NH3 0,1 M sebagai berikut Massa (NH3) = n(nh3) x Mr(NH3) Massa (NH3) = 0,1 mol x 17 g/mol Massa (NH3) = 1,7 gram

82 f. Perhitungan buffer asetat ph 3 Perhitungan ph untuk bufer asetat menggunakan persamaan sebagai berikut : ph = pka + log aseptor proton donor proton Nilai pka asam asetat adalah 4,74 maka perbandingan volume CH3COONa 0,1 M dan CH3COOH 0,1 M untuk ph 3 adalah sebagai berikut : ph = pka + log CH 3COONa CH 3 COOH ph = pka + log n (CH 3COONa)/V total n (CH 3 COOH)/ V total ph = pka + log [CH 3COONa]xV CH 3 COONa [CH 3 COOH]x V CH 3 COOH ph = pka + log 3,0 = 4,74 + log -1,74 = log 0,018 = V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] 0,018 x (250 V [CH 3 COONa]) = V [CH 3 COONa] 1,018 V [CH 3 COONa] = 4,5 V [CH 3 COONa] = 4,4 ml Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membuat larutan buffer asetat dengan ph 3 dibutuhkan larutan [CH 3 COONa] 0,1 M

83 sebanyak 4,4 ml maka larutan [CH 3 COOH] yang diperlukan adalah 245,6 ml. g. Perhitungan buffer asetat ph 4 Nilai pka asam asetat adalah 4,74 maka perbandingan volume CH3COONa 0,1 M dan CH3COOH 0,1 M untuk ph 4 adalah sebagai berikut : ph = pka + log CH 3COONa CH 3 COOH ph = pka + log n (CH 3COONa)/V total n (CH 3 COOH)/ V total ph = pka + log [CH 3COONa]xV CH 3 COONa [CH 3 COOH]x V CH 3 COOH ph = pka + log 4,0 = 4,74 + log -0,74 = log 0,18 = V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] 0,18 x (250 V [CH 3 COONa]) = V [CH 3 COONa] 1,18 V [CH 3 COONa] = 45 V [CH 3 COONa] = 38,1 ml Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membuat larutan buffer asetat dengan ph 4 dibutuhkan larutan [CH 3 COONa] 0,1 M sebanyak 38,1 ml maka larutan [CH 3 COOH] yang diperlukan adalah 211,9 ml.

84 h. Perhitungan buffer asetat ph 5 Nilai pka asam asetat adalah 4,74 maka perbandingan volume CH3COONa 0,1 M dan CH3COOH 0,1 M untuk ph 5 adalah sebagai berikut : ph = pka + log CH 3COONa CH 3 COOH ph = pka + log n (CH 3COONa)/V total n (CH 3 COOH)/ V total ph = pka + log [CH 3COONa]xV CH 3 COONa [CH 3 COOH]x V CH 3 COOH ph = pka + log 5,0 = 4,74 + log 0, 26 = log 1,82 = V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] 250- V [CH 3 COONa] 1,82 x (250 V [CH 3 COONa]) = V [CH 3 COONa] 455 =2,82 V [CH 3 COONa] V [CH 3 COONa] = 161,4 ml Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membuat larutan buffer asetat dengan ph 5 dibutuhkan larutan [CH 3 COONa] 0,1 M sebanyak 161,4 ml maka larutan [CH 3 COOH] yang diperlukan adalah 88,6 ml.

85 i. Perhitungan buffer fosfat ph 6 Nilai pka untuk fosfat adalah 7,27 maka perbandingan volume Na2HPO4 0,1 M dan NaH2PO4 0,1 M untuk ph 6 adalah sebagai berikut : ph = pka + log Na 2HPO 4 NaH 2 PO 4 ph = pka + log n (Na 2HPO 4 )/V total n (NaH 2 PO 4 )/ V total ph = pka + log [Na 2 HPO 4]xV Na 2 HPO 4 [NaH 2 PO 4 ]x V NaH 2 PO 4 ph = pka + log 6 = 7,27 + log -1,27= log 0,0537 = V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [NaH 2 PO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] 0,0537 x (250- V [Na 2 HPO 4 ]) = V [Na 2 HPO 4 ] 1,0537 V [Na 2 HPO 4 ] = 13,42 V [Na 2 HPO 4 ] = 12,7 ml Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membuat larutan buffer asetat dengan ph 6 dibutuhkan larutan [Na 2 HPO 4 ] 0,1 M sebanyak 12,7 ml maka larutan [NaH 2 PO 4 ] yang diperlukan adalah 237,3 ml.

86 j. Perhitungan buffer fosfat ph 7 Nilai pka untuk fosfat adalah 7,27 maka perbandingan volume Na2HPO4 0,1 M dan NaH2PO4 0,1 M untuk ph 7 adalah sebagai berikut : ph = pka + log Na 2HPO 4 NaH 2 PO 4 ph = pka + log n (Na 2HPO 4 )/V total n (NaH 2 PO 4 )/ V total ph = pka + log [Na 2 HPO 4]xV Na 2 HPO 4 [NaH 2 PO 4 ]x V NaH 2 PO 4 ph = pka + log 7 = 7,27 + log -0,27= log 0,537 = V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [NaH 2 PO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] V [Na 2 HPO 4 ] 250- V [Na 2 HPO 4 ] 0,537 x (250- V [Na 2 HPO 4 ]) = V [Na 2 HPO 4 ] 1,537 V [Na 2 HPO 4 ] = 134,25 V [Na 2 HPO 4 ] = 87,3 ml Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membuat larutan buffer asetat dengan ph 7 dibutuhkan larutan [Na 2 HPO 4 ] 0,1 M sebanyak 87,3 ml maka larutan [NaH 2 PO 4 ] yang diperlukan adalah 162,7 ml.

87 LAMPIRAN 3. Data hasil pengukuran kurva standar dan optimasi 1. Data kurva standar diklorometana No. Konsentrasi Diklorometana (ppm) Absorbansi , , , , , , ,065 Regresi : y = 0,0009x + 0,0019 Keterangan : Astd = Absorbansi larutan standar diklorometana diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis 2. Data hasil pengukuran optimasi waktu Co Ce qe t (min) Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) ,114 0,117 0,124 0, ,370 42, ,078 0,070 0,067 0, ,519 55, ,032 0,035 0,027 0, ,704 66, ,025 0,026 0,020 0, ,185 68, ,028 0,031 0,023 0, ,259 67,9352 Co Ce qe t (min) Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) ,287 0,292 0,300 0, ,444 19, ,182 0,189 0,190 0, ,667 48, ,103 0,100 0,085 0, ,556 73, ,062 0,068 0,069 0, ,593 82, ,075 0,081 0,069 0, ,222 79,6944

88 Co Ce t (min) Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) q (mg/g) ,287 0,289 0,276 0, ,444 46, ,147 0,150 0,130 0, ,037 85, ,065 0,072 0,073 0, , , ,049 0,043 0,040 0, , , ,050 0,055 0,048 0, , ,3611 Ket : Aads :Absorbansi diklorometana setelah proses adsorpsi, diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis Āads : Absorbansi rata-rata diklorometana setelah proses adsorpsi Persamaan regresi : y = 0,0009x + 0,0019 Y = Absorbansi (A) X = konsentrasi (C) Diketahui : Āads = 0,0413 V = 10 ml = 0,01 L (volume larutan diklormetana) w = 40 mg = 0,04 g (massa adsorben) Co = 300 ppm (konsentrasi awal larutan diklorometana) Ditanya : Ce =...? (konsentrasi diklorometana yang tertinggal) qe =...? (kapasitas adsorpsi) Jawab : 1. Menentukan konsentrasi diklorometana yang tertinggal (Ce) Persamaan regresi : y = 0,0009x + 0,0019 Ce = Ā ads - 0,0019 0,0009 Ce = 0,0413-0,0019 0,0009 Āads Ce = 43,815 ppm

89 2. Menentukan kapasitas adsorpsi (qe) qe = V(C 0 - C e ) W 0,01 L (300 ppm - 43,815 ppm) qe = 0,04 g = 64,0463 mg/g Digunakan cara yang sama untuk menghitung semua data pengukuran menggunakan spektrofotometer Uv-Vis baik untuk optimasi, kinetika dan isoterm adsorpsi. 3. Data hasil pengukuran optimasi ph Co Ce qe Ph Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) ,094 0,097 0,117 0, ,963 47, ,083 0,082 0,083 0, ,741 52, ,040 0,040 0,042 0, ,074 64, ,049 0,055 0,069 0, ,963 59, ,171 0,168 0,159 0, ,333 29,4167 Co Ce qe ph Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) ,060 0,041 0,086 0, ,148 83, ,050 0,081 0,052 0, ,667 83, ,021 0,027 0,021 0, ,444 94, ,040 0,055 0,043 0, ,000 87, ,083 0,083 0,090 0, ,704 76,8241 Co Ce qe ph Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) ,092 0,094 0,103 0, ,926 98, ,088 0,086 0,089 0, , , ,062 0,063 0,068 0, , , ,085 0,087 0,105 0, ,481 99, ,152 0,155 0,156 0, ,370 82,6574

90 4. Data hasil pengukuran optimasi massa Co massa Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (mg) (ppm) (mg/g) ,210 0,252 0,223 0, ,593 24, ,168 0,184 0,167 0, ,111 36, ,076 0,082 0,040 0, ,222 57, ,021 0,020 0,027 0, ,074 55, ,010 0,011 0,012 0, ,111 48,3148 Co massa Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (mg) (ppm) (mg/g) ,380 0,252 0,271 0, ,333 33, ,216 0,210 0,250 0, ,259 50, ,120 0,134 0,127 0, ,000 65, ,074 0,080 0,077 0, ,444 63, ,027 0,033 0,028 0, ,481 61,5864 Co massa Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (mg) (ppm) (mg/g) ,371 0,375 0,380 0, ,926 42, ,281 0,288 0,299 0, ,370 60, ,210 0,167 0,220 0, ,000 70, ,167 0,117 0,134 0, ,704 69, ,076 0,076 0,082 0, ,556 69,2407

91 LAMPIRAN 4. Data hasil pengukuran kinetika adsorpsi dan perhitungan orde Co Ce t (min) Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) qe (mg/g) ,281 0,285 0,281 0, ,593 47, ,200 0,199 0,202 0, ,481 69, ,115 0,129 0,123 0, ,815 91, ,082 0,094 0,087 0, , , ,090 0,087 0,092 0, , ,6204 Perhitungan t (min) Co Orde 0 Orde 0,5 Orde 1 Orde 1,5 Orde 2 Ce (ppm) Ce Ce 0,5 ln Ce Ce -0,5 Ce , ,593 17,6520 5,7417 0,0567 0, , ,481 14,8486 5,3958 0,0673 0, , ,815 11,5678 4,8965 0,0864 0, ,296 95,296 9,7620 4,5570 0,1024 0, ,519 97,519 9,8751 4,5800 0,1013 0,0103 Plot antara t versus Ce untuk masing-masing orde menghasilkan persamaan linier yang dapat dituliskan dalam tabel sebagai berikut Orde Persamaan R 2 0 y = -3,6889x + 393,07 0,8817 0,5 y = -0,1376x + 20,997 0, y = -0,0211x + 6,2991 0,9222 1,5 y = 0,0008x + 0,0331 0, y = 0,0001x - 0,0008 0,9288

92 LAMPIRAN 5. Data hasil pengukuran isotherm adsorpsi dan perhitungan model Co Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) (ppm) (mg/g) 100 0,0110 0,0040 0,0100 0,0083 7, , ,0040 0,0080 0,0170 0,0097 8, , ,0440 0,0190 0,0270 0, , , ,0190 0,0420 0,0530 0, , , ,1110 0,1080 0,1200 0, , ,1389 Co (ppm) Ce qe Ce/ qe log qe log Ce 100 7, ,2130 0,3079 1,3657 0, , ,8426 0,1804 1,6798 0, , ,1944 0,4647 1,8273 1, , ,9722 0,4458 1,9541 1, , ,1389 1,3113 1,9738 2,0915 a. Model Langmuir Plot antara Ce versus Ce/qe menghasilkan persamaan y= 0,0092x + 0,1530 untuk mengetahui nilai qm digunakan nilai slope sedangkan nilai KL digunakan nilai intersep, kemudian diaplikasikan ke persamaan berikut C e = C q e K L q m q e m Sehingga diperoleh, 1 q m = 0, K L q m = 0,153 qm = 1/0,0092 KL = qm = 108,6956 KL = 0, , ,6956 b. Model Freundlich Plot antara log Ce versus log qe menghasilkan persamaan y= 0, ,1623. Untuk mengetahui nilai n digunakan nilai slope sedangkan nilai KF digunakan nilai intersep, kemudian diaplikasikan ke persamaan berikut

93 Log qe = log KF + (1/n) log Ce Sehingga diperoleh, 1/n = 0,4283 log KF = 1,1623 n = 1/ 0,4283 KF = 14,5311 n = 2,3348 Model Persamaan R 2 qm KL n KF Langmuir y= 0,0092x + 0,1530 0, ,6956 0, Freundlich y= 0, ,1623 0, , ,5311

94 LAMPIRAN 6. Data hasil pengukuran dan perhitungan uji inteferensi 1. Data kurva standar isopropil alkohol No. Konsentrasi Diklorometana (ppm) Absorbansi , , , , ,199 Regresi : y = 0,0032x + 0,0063 Keterangan : Astd = Absorbansi larutan standar diklorometana diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis 2. Konsentrasi diklorometana yang tersisa ketika uji inteferensi diklorometana dengan isopropil alkohol Co DCM:IPA Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) 1:x (ppm) (mg/g) ,018 0,024 0,022 0, ,593 59, ,035 0,036 0,039 0, ,630 57, ,043 0,032 0,046 0, ,704 57, ,063 0,073 0,067 0, ,074 53, Konsentrasi isoprpil alokohol yang tersisa ketika uji inteferensi diklorometana dengan isopropil alkohol Co DCM:IPA Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) 1:x (ppm) (mg/g) ,056 0,056 0,040 0, ,865 83, ,082 0,078 0,089 0, , , ,092 0,093 0,108 0, , , ,117 0,125 0,126 0, , ,8177

95 4. Data kurva standar Trietanolamin No. Konsentrasi Diklorometana (ppm) Absorbansi , , , , ,477 Regresi : y = 0,0042x + 0,1777 Keterangan : Astd = Absorbansi larutan standar diklorometana diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis 5. Konsentrasi diklorometana yang tersisa ketika uji inteferensi diklorometana dengan trietanolamin Co DCM:TEA Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) 1:x (ppm) (mg/g) ,044 0,078 0,044 0, ,370 55, ,107 0,100 0,101 0, ,963 48, ,102 0,122 0,123 0, ,407 46, ,156 0,151 0,147 0, ,037 41, Konsentrasi trietanolamin yang tersisa ketika uji inteferensi diklorometana dengan trietanolamin Co DCM:TEA Ce qe Aads1 Aads2 Aads3 Āads (ppm) 1:x (ppm) (mg/g) ,247 0,238 0,232 0, ,595 41, ,317 0,324 0,316 0, ,643 81, ,321 0,347 0,376 0, , , ,411 0,414 0,435 0, , ,5774

96 LAMPIRAN 7. Hasil Karakterisasi BET dan BJH pada Karbon Aktif

97

98

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

DEGRADASI DIKLOROMETANA DALAM AIR DENGAN METODE ADVANCE OXIDATION TREATMENT (AOT) SKRIPSI

DEGRADASI DIKLOROMETANA DALAM AIR DENGAN METODE ADVANCE OXIDATION TREATMENT (AOT) SKRIPSI DEGRADASI DIKLOROMETANA DALAM AIR DENGAN METODE ADVANCE OXIDATION TREATMENT (AOT) SKRIPSI MOHAMAD HUSEN NAFIS DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016 PEDOMAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi 35 LAMPIRAN 2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sesudah Aktivas 36 LAMPIRAN 3 Data XRD Pasir Vulkanik Merapi a. Pasir Vulkanik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5 Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet 1. Membuat larutan Induk Methyl Violet 1000 ppm. Larutan induk methyl violet dibuat dengan cara melarutkan 1 gram serbuk methyl violet dengan akuades sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif dari Kulit Singkong terhadap Ion Logam Timbal

Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif dari Kulit Singkong terhadap Ion Logam Timbal 66 Adsorption Capacity of Activated Carbon from Cassava Peel Toward Lead Ion Diana Eka Pratiwi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar, Jl. Dg Tata Raya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

JURNAL REKAYASA PROSES. Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa

JURNAL REKAYASA PROSES. Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa 36 JURNAL REKAYASA PROSES Volume 10 No.2, 2016, hal.36-42 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 13

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: kulit kacang tanah, ion fosfat, adsorpsi, amonium fosfomolibdat

ABSTRAK. Kata kunci: kulit kacang tanah, ion fosfat, adsorpsi, amonium fosfomolibdat ABSTRAK Kulit kacang tanah digunakan sebagai adsorben untuk menyerap ion fosfat dalam larutan. Sebelum digunakan sebagai adsorben, kulit kacang tanah dicuci, dikeringkan, dihaluskan menggunakan blender

Lebih terperinci

ANALISIS OKSIPURINOL DALAM URIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK DENGAN MENGGUNAKAN PEREAKSI 2,3-DIKLORO-5,6-DISIANO-1,4-BENZOQUINON (DDQ) SKRIPSI

ANALISIS OKSIPURINOL DALAM URIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK DENGAN MENGGUNAKAN PEREAKSI 2,3-DIKLORO-5,6-DISIANO-1,4-BENZOQUINON (DDQ) SKRIPSI ANALISIS OKSIPURINOL DALAM URIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK DENGAN MENGGUNAKAN PEREAKSI 2,3-DIKLORO-5,6-DISIANO-1,4-BENZOQUINON (DDQ) SKRIPSI NURUL ISTIQOMAH PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS HISTAMIN DENGAN PEREAKSI KOBALT(II) DAN ALIZARIN S SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS HISTAMIN DENGAN PEREAKSI KOBALT(II) DAN ALIZARIN S SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS PENGEMBANGAN METODE ANALISIS HISTAMIN DENGAN PEREAKSI KOBALT(II) DAN ALIZARIN S SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Oleh: Sri Wahyuni 081115071 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT ii iii iv v vi x xi xii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia FT Unnes yang meliputi pembuatan adsorben dari Abu sekam padi (rice husk), penentuan kondisi optimum

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN Anggit Restu Prabowo 2307 100 603 Hendik Wijayanto 2307 100 604 Pembimbing : Ir. Farid Effendi, M.Eng Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT ZULTINIAR, DESI HELTINA Jurusan Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 ABSTRAK Konsentrasi fenol yang relatif meningkat

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-4 KINETIKA ADSORPSI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner : - Dwi Ratih Purwaningsih - Krisfian Tata AP - E Devina S - Fajar Sidiq

Lebih terperinci

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI RAMADHANI PUTRI PANINGKAT PROGRAM STUDI S1 KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia cukup besar yaitu mencapai 21.801.415 ton pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN Berikut merupakan hasil analisa β-karoten dengan konsentrasi awal β-karoten sebesar 552 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN Lampiran 1. Data Absorbansi Larutan Naphthol Blue Black pada Berbagai Konsentrasi No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1. 3 0.224 2. 4 0,304 3. 5 0,391 4. 6 0,463 5. 7 0,547 6. 8 0,616 7. 9 0,701

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

KAPASITAS ADSORPSI METILEN BIRU OLEH LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

KAPASITAS ADSORPSI METILEN BIRU OLEH LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT KAPASITAS ADSORPSI METILEN BIRU OLEH LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT Alhusnalia Ramadhani 1, Muhdarina 2, Amilia Linggawati 2 1 Mahasiswa Program S1 Kimia 2 Bidang Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi kinetika adsorpsi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia industri selain kondisi kesetimbangan (isoterm adsorpsi) dari proses adsorpsi. Kinetika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan konsentrasi ammonium dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

Gambar sekam padi setelah dihaluskan

Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran 1. Gambar sekam padi Gambar sekam padi Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran. Adsorben sekam padi yang diabukan pada suhu suhu 500 0 C selama 5 jam dan 15 jam Gambar Sekam Padi Setelah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL [Activation Study of Tamarind Seeds Activated Carbon (Tamarindus indica

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ANALISIS SENYAWA KARSINOGENIK NITROSODIETILAMIN (NDEA) PADA IKAN SARDEN KEMASAN KALENG DENGAN EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION-HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY SKRIPSI INDAH LESTARI SETIOWATI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG AREN (Arenga pinnata) DENGAN AKTIVATOR HCl

ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG AREN (Arenga pinnata) DENGAN AKTIVATOR HCl ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG AREN (Arenga pinnata) DENGAN AKTIVATOR HCl Indri Ayu Lestari, Alimuddin, Bohari Yusuf Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA ADSORPSI LARUTAN ION LOGAM KROMIUM (Cr) MENGGUNAKAN ARANG BATANG PISANG (Musa paradisiaca)

STUDI KINETIKA ADSORPSI LARUTAN ION LOGAM KROMIUM (Cr) MENGGUNAKAN ARANG BATANG PISANG (Musa paradisiaca) STUDI KINETIKA ADSORPSI LARUTAN ION LOGAM KROMIUM (Cr) MENGGUNAKAN ARANG BATANG PISANG (Musa paradisiaca) Ida Ayu Gede Widihati, Ni G. A. M. Dwi Adhi Suastuti, dan M. A. Yohanita Nirmalasari Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai September 2012 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan Teknis Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori PERCOBAAN III A. Judul : Penetapan Besi secara Spektrofotometri B. Tujuan : dapat menetapkan kandungan besi dalam suatu sampel dengan teknik kurva kalibrasi biasa dan teknik standar adisi. C. Dasar Teori

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI

ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SKRIPSI ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI ANGGI VANESTIKA PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci