BAB II KAJIAN TEORI. dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengelolaan Emosi Marah 1. Pengertian Emosi Menurut Walgito (2004) emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian Menurut Rahmat (2009) emosi adalah reaksi subjektif yang diekspresikan seseorang dan biasanya diasosiasikan atau berhubungan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku. Menurut beberapa definisi dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan atau perasaan yang menjadikan perubahan-perubahan perilaku yang mengarah, perilaku tersebut ditimbulkan oleh situasi tertentu yang menjadikan perilaku tampak. 2. Marah Suharman (1995) mengartikan bahwa marah adalah suatu emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas simpatetik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang desebabkan adanya kesalahan yang mungkin nyata atau mungkin pula tidak. Chaplin (2009) 10

2 mendefinisikan marah suatu reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman agresi lahiriah, pengekangan diri serangan lisan, termasuk ancaman, dan kekecewaan. Menurut Safaria (2009) marah merupakan sesuatu yang bersifat sosial dan biasanya terjadi jika mendapat perlakuan tidak adil atau tidak menyanangkan didalam interaksi sosial. Dari beberapa definisi marah menurut beberapa ahli diatas maka peneliti menyimpulkan marah adalah merupakan sublimasi dari perasaan yang tidak menyenangkan terhadap lingkungan dan kekuatan kekuatan yang tidak enak yang didapat dari lingkungan sekitar sehingga seseorang mudah berperilaku emosional. 3. Pengelolaan emosi Marah Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995) pengelolaan adalah suatu proses cara dan perbuatan untuk mengendalikan, menyelenggarakan, mengurus, dan mengatur. Menurut Goleman (1995) pengelolaan emosi marah adalah merujuk pada bagaimana seseorang mengatur perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Menurut Mulyono dan Purwanto (2006) pengelolaan emosi marah adalah upaya pengelolaan suatu kondisi yang mengakibatkan timbulnya ketidak seimbangan psikologis, hal tersebut tersebut membutuhkan upaya untuk mencapai keseimbangan kembali. Menurut Arifin (2004) pengelolaan emosi marah adalah usaha pengendalian dari ketegangan

3 fisik yang timbul akibat peningkatan energi yang terjadi akibat meningkatnya zat gula yang dikeluarkan oleh hati sehingga seseorang mengurangi atau menghilangkan tindakan agresif pada saat emosi marah berlangsung. Pengelolaan emosi marah menurut teori yang dikemukakan oleh Freud (dalam Tanadi, 2007) adalah dorongan-dorongan id. Pengelolaan dorongan tersebut dilakukan melalui pengembangan ego sebagai pengasuh antara id dan super ego. Ego akan berperan sebagai manajer emosi dengan cara membisik alasan-alasan dan suatu gaya adaptif yang memungkinkan seseorang mendapatkan apa yang dinginkan dengan cara yang bisa diterima oleh orang lain yang tidak akan merugikan, baik dunia luar maupun aturan-aturan dan sanksi-sanksi yang ada dalam dunianya sendiri. Dari berbagai definisi menurut para ahli diatas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa pengelolaan emosi marah adalah suatu tindakan untuk mengatur pikiran, perasaan, ketika dalam kondisi marah dan bagaimana merespon emosi marah yang dirasakannya, sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. 4. Aspek Pengelolaan Emosi Marah Wade (2007) terdapat beberapa aspek dari pengelolaan marah, yaitu:

4 1) Mengenali emosi marah, emosi marah merupakan kemampuan untuk mengendalikan perasaan marah sewaktu perasaan marah itu muncul, sehingga seseorang tidak dikuasai oleh marah. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam mengenali emosi marah dapat bereaksi secara tepat dan pada saat yang tepat terhadap kemarahan yang muncul. 2) Mengendalikan marah, seseorang yang dapat mengendalikan marah tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh marah, sehingga sehingga emosi marah tidak berlebihan dan tidak terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi. 3) Meredakan marah, merupakan suatu kemampuan untuk menenangkan diri sendiri setelah individu marah. 4) Mengungkapkan marah secara asertif, orang yang asertif dapat mengungkapkan perasaan marahnya secara jujur dan tepat tanpa melukai perasaan orang lain. Menurut Mawardi (2002) terdapat pendekatan didalam mengelola emosi marah, antara lain: 1) Menerima perasaan marah Apabila dimasa mendatang kita merasa marah, terima saja. Jangan mengingkari perasaan, menolaknya atau mencoba untuk menutupinya. 2) Menggali sumber marah

5 Dapatkan sumber emosinya, jika sumbernya adalah sesuatu yang dikatakan orang kepada kita, Tanya pada diri kita sendiri mengapa kata-kata itu membuat kita marah. 3) Mengekspresikan perasaan marah secara tepat Mengungkapkan dan mengkomunikasikan secara verbal dengan asertif. 4) Melupakan masalah yang membuat kita marah Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa, aspek dalam mengelola emosi marah yaitu mengenali emosi marah, mengendalikan marah, meredakan marah, mengungkapkan marah secara asertif. 5. Gejala-Gejala Emosi Marah Blackburns (1994) menyatakan beberapa gejala marah, antara lain: a. Gejala dari aspek biologis 1) Tekanan darah meningkat 2) Frekuensi denyut jantung meningkat 3) Wajah merah 4) Pupil melebar 5) Frekuensi pengeluaran pupil meningkat b. Gejala marah dari aspek emosional 1) Merasa tidak nyaman 2) Merasa tidak berdaya

6 3) Jengkel 4) Ingin berkelahi 5) Mengamuk 6) Bermusuhan 7) Sakit hati 8) Menyalahkan 9) Menuntut Ekman dan Friesen (dalam Walgito, 2004) mengatakan gejalagejala emosi marah dari gejala kejasmanian yaitu: a. Rasa sedih b. Ketakutan c. Mukanya pucat d. Jantung berdebar-debar, Wade (2007) mengatakan gejala-gejala pada seseorang yang memiliki kemarahan meliputi: a. Denyut nadi secara kencang b. Jantung berdetak keras c. Rahang terasa kaku d. Otot menjadi tegang e. Sekujur tubuh terasa panas f. Mengepalkan tinju g. Berjalan cepat-cepat h. Gelisah

7 i. Tidak bisa istirahat j. Bicara lebih cepat dan keras k. Berfikir akan mengamuk atau balas dendam Dari berbagai sumber gejala menurut para ahli diatas dapat peneliti simpulkan bahwa orang yang memiliki emosi khususnya emosi marah dapat diketahui melalui gejala-gejala sebagai berikut: a. Pupila mata membesar, alis melebar, dan bola mata melotot. b. Kecepatan dan kekuatan denyut jantung bertambah. c. Tekanan darah meningkat, volume darah pada anggota badan terutama lengan dan kaki bertambah, akibatnya kulit menjadi merah. d. Ujung rambut berdiri. e. Pernapasan menjadi takteratur, kadang-kadang cepat kadang-kadang lambat. f. Saluran paru-paru melebar sehingga orang dapat menghirup lebih banyak oksigen. g. Liver lebih banyak mengeluarkan gula ke otot-otot. h. Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan banyak keringat i. Kelenjar ludah terhambat dengan akibat mulit menjadi kering. j. Pencernaan berhenti. k. Kelenjar adrenal mengalirkan hormon adrenalin kedalam darah dengan akibat jantung berdepat lebih cepat, liver mengalirkan gula l. Rasa sedih m. Ketakutan

8 n. Mukanya pucat o. Denyut nadi secara kencang p. Rahang terasa kaku q. Otot menjadi tegang r. Sekujur tubuh terasa panas s. Mengepalkan tinju t. Berjalan cepat-cepat u. Gelisah v. Tidak bisa istirahat w. Bicara lebih cepat dan keras x. Berfikir akan mengamuk atau balas dendam 6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emosi Marah Purwanto dan Mulyono (2006) secara garis besar faktor yang mempengaruhi emosi marah terdiri atas faktor fisik dan psikis: a. Faktor fisik 1) Kelelahan yang berlebihan, seseorang yang bertugas melayani jika kurang istirahat maka akan mudah merasa lelah. Dalam kondisi seperti itu akan lebih mudah marah dan mudah sekali tersinggung serta dapat menjadi penyebab utama menurunnya kondisi fisik pada seseorang sehingga rentan terhadap kecenderungan somatisasi. 2) Zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah. Jika otak kurang mendapat zat asam, orang tersebut lebih mudah marah.

9 b. Faktor psikis Faktor psikis yang menimbulkan marah erat kaitannya dengan kepribadian seseorang, terutama sekali yang menyangkut apa yang disebut self concept yang salah yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya sendiri yang salah. Self concept yang salah menghasilkan pribadi yang tidak seimbang dan tidak matang. Hal ini karena seseorang akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Beberapa self consept yang salah dapat dibagi menjadi 3. 1) Rasa rendah diri (MC= Minderwaardigheid Complex), yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. 2) Sombong (Superiority Complex), yaitu menilai dirinya sendiri sangat penting melebihi kenyataan yang sebenarnya. 3) Egoistis atau terlalu mementingkan dirinya sendiri, yang menilai dirinya sangat penting melebihi kenyataan. Menurut Zaqeus (2004) secara garis besar emosi marah bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal: a. Faktor internal Menyangkut self control seseorang, pola pandang yang dianutnya, serta kebiasaan yang ditumbuhkannya dalam merespons suatu permasalahan

10 b. Faktor eksternal Situasi-situasi diluar diri seseorang yang memancing respon emosional, latar belakang keluarga, serta budaya dan lingkungan sekitar. Menurut Wade (2007) faktor yang mempengaruhi emosi marah yaitu: a. Faktor keluarga, kehidupan keluarga merupakan merupakan sekolah mempelajari emosi, oleh karena itu keluarga memiliki peran yang sangat penting. Didalam keluarga anak belajar bagaimana merasakan perasaannya sendiri, bagaimana orang lain menanggapi perasaannya serta bagaimana mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain. b. Lingkungan sosial, lingkungan sosial meliputi lingkungan sekolah, yaitu pendidikan yang mereka dapat disekolah, hubungan dengan teman-temannya, serta sikap pengajar. Lingkungan sosial terutama teman sebaya yang merupakan kumpulan orang-orang lain yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan emosi seseorang. Jadi lingkungan secara tidak langsung mempengaruhi kematangan emosi Menurut Devilit (2004) terdapat dua faktor yang mempengaruhi emosi marah, yaiyu: a. Faktor internal (dari dalam diri), misalnya perasaan salah ketika didalam pekerjaan yang tak bisa terselesaikan dan akhirnya pecah menjadi kemarahan.

11 b. Faktor eksternal, faktor ini tercipta karena adanya sebuah provokasi dari luar. Dari berbagai sumber para ahli diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya emosi khususnya marah, antara lain a. Tubuh Manusia b. Budaya c. Pikiran d. Faktor keluarga e. Lingkungan sosial f. Faktor internal, dan g. Faktor eksternal 7. Dampak Negatif Emosi Menurut Dimyati (1990) terdapat beberapa efek yang terkandung dalam emosi, antara lain: a. Hambatan kemampuan berfikir, karena berfikir adalah alat terbaik untuk memecahkan masalah tetapi juga menciptakan persoalan baru b. Emosi dapat mengganggu gangguan permanen tubuh c. Radang usus, disebabkan karena tekanan-tekanan emosi d. Penyakit kulit tekanan darah tinggi e. Ashma f. Sakit kepala g. Dapat mengganggu pengobatan sakit jantung, diabetes, epilepsy

12 8. Dampak Positif mengelola Emosi Menurut Danil (1995) terdapat beberapa manfaat mengelola emosi, antara lain: a. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan marah. b. Berkurangnya ejekan verbal c. Lebih mampu mengungkapkan marah dengan tepat, tanpa berkelahi. d. Berkurangnya larangan e. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri. f. Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, keluarga. g. Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan. Menurut Goleman (1995) terdapat beberapa manfaat emosi secara produktif, antara lain: a. Lebih bertanggung jawab. b. Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian. c. Kurang impulksif. d. Lebih menguasai diri. e. Meningkatnya prestasi kerja. B. Sopir 1. Pengertian Sopir Menurut kamus besar Indonesia, sopir adalah seorang pengemudi mobil. Menurut Hadiman (1992) sopir adalah orang yang mengemudikan kendaraan atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi.

13 Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sopir adalah seorang yang mengemudikan kendaraan atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi 2. Peran Sopir Menurut Oetomo (2006) tugas yang dilakukan oleh sopir meliputi : a. Mengemudikan kendaraan b. Mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan c. Bertanggung jawab terhadap kenyamanan penumpang Menurut Pambagio (Muluk, 1996) tugas-tugas yang dilakukan sopir. a. Menghidupi keluarga b. Mengidupi banyak pihak c. Membayar kepada kepemilikan bus d. Pungutan yang harus mereka setori 3. Kendaraan Umum BUS AKDP Menurut Hadiman (1992) kendaraan adalah kendaraan yang digerakan oleh peralatan teknik yang berbeda pada kendaraan itu selain kendaraan yang berjalan diatas rel. Menurut Hadiman (1992) kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Menurut Hadiman (1992) bus adalah kendaraan umum beroda empat dengan rumah-rumah. Menurut Undangundang lalu lintas No. 14 Tahun 1992 AKDP adalah singkatan dari Antar Kota Dalam Provinsi

14 Menurut pengertian ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kendaraan umum bus AKDP adalah individu yang mengangkut barang atau orang dengan menggunakan kendaraan umum bus antar Kota dalam Provinsi dengan dipungut bayaran. C. Pengelolaan Emosi Marah Pada Sopir Bus AKDP Menurut Hadiman (1992) sopir adalah orang yang mengemudikan kendaraan atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi. Tugas dan tanggung jawab supir bukan hal yang ringan, selain itu mereka harus melaksanakan kodratnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai sopir bus mereka juga harus bersikap sabar dalam bekerja sebagai seorang sopir yang bertugas melayani penumpangnya. Manusia akan mengalami stres apabila kurang mampu keinginannya dengan kenyataannya, hal ini sangat mengganggu baik secara psikis maupun fisik. Stres yang dialami para sopir lama kelamaan akan mengarah kepada perasaan apatis, tidak peduli dan tidak bertanggung jawab karena mereka belajar dari pengalaman bahwa sistem tidak memihak kepada mereka untuk berlaku benar, Persepsi ini sendiri sudah merupakan sumber-sumber stres yang berakibat emosi yang potensial bagi sopir ditambah dengan kenyataan riil dilapangan dan faktor dukungan sosial (social support) terhadap sopir dari lingkungannya (Sarafino dalam Muluk 1996). Salah satu penyebab emosi marah sebagai dikemukakan oleh Safaria (2009) faktor yang mempengaruhi perilaku emosi marah adalah mulai dari

15 hal yang sepele, seperti jalanan macet, udara panas, sampai masalah yang kompleks, seperti halnya marah pada orang yang selalu mengkritik atau marah karna merasa tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari kajian terhadap beberapa teori dapat dilihat bahwa sopir bus yang memiliki beberapa tuntutan pekerjaannya dan tidak didukung oleh faktor-faktor lingkungan maupun dukungan sosial, maka jika sopir bus kurang bisa mengelola masalah yang ada didalam pekerjaannya akan mudah terjadi emosi marah. Marah menurut Grenenberg dan Watson (dalam Safaria, 2009) tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang positif dan negatif pada tingkatan yang wajar. Akan tetapi, pada intensitas yang berlebihan emosi marah bisa menjadi sangat merusak dan berbahaya. Emosi marah merupakan respon yang dibawa sejak lahir (innate response) yang berkaitan dengan kekerasan. Hal ini terlihat pada sopir bus yang memiliki emosi marah karena keinginan yang tidak terpenuhi serta tuntutan yang harus mereka kerjakan. Sehingga mengekspresikan kemarahan dalam bentuk perilaku dijalan antara lain perilaku ugal-ugalan, nggertak kernet, bunyi klakson yang tidak beraturan, kecepatan tinggi. Emosi marah juga merupakan signal bagi kita untuk mempertahankan diri dari pelecehan dan perampasan hak individu. Emosi marah bisa bersifat protektif (suatu gerak yang dipolakan guna menghindar organism dari perangsang yang menyakitkan atau berbahaya), konstruktif,

16 tetapi juga dapat bisa menjadi destruktif (Greenberg dan Watson dalam Safaria, 2009) D. Kerangka Berfikir Sopir Tuntutan Pekerjaan Stimulus lingkungan Muncul Emosi Marah Pengelolaan Emosi Marah Perilaku emosi marah sopir bus AKDP Sopir adalah orang yang mengemudikan kendaraan atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi. Tugas dan tanggung jawab sopir bus bukan hal yang ringan, dan tidak hanya mengemudi saja selain itu mereka harus melaksanakan kodratnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai sopir bus mereka juga harus bersikap sabar dalam bekerja sebagai seorang sopir yang bertugas melayani penumpangnya.

17 Dalam setiap pekerjaan selalu mengharapkan tujuan yang harus dicapai dengan efektif dan efesien, sopir bus adalah suatu sumberdaya manusia yang bertujuan memperlancar suatu pembangunan transportasi. Untuk mencapai tujuan tesebut tidaklah semudah untuk dilakukan, akan tetapi memerlukan adanya tindakan yang tidak sedikit dan tidak mudah, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan individu yang secara efektif dan efesien, baik faktor internal individu maupun faktor eksternal luar individu. Banyak aspek yang mempengaruhi tingkat emosi individu, aspek-aspek tersebut akan dipersepsikan dan dikelola individu didalam menjalankan suatu aktifitasnya sebagai sopir bus. Individu yang tidak dapat mengelola emosi marah yang dihasilkan dari faktor lingkungan akan mudah mengekspresikan marahnya dengan bersikap agresif dengan perilaku berpindah-pindah jalur, ingin menyerobot, ataupun mengemudi dengan kecapatan melebihi batas maksimum kecepatan, memberikan isyarat hinaan kepada sopir lain karena tidak sabaran sopir bus. Sopir bus yang tidak dapat mengelola emosi marah akan menjadikan perubahan perubahan psikologis maupun fisik, jika perubahan-perubahan tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mudah menjadikan perilaku yang nampak seperti halnya ugalugalan, bicara yang kasar, raut muka menjadi memerah, detak jantung menjadi cepat, pernafasan terganggu, mata melotot.

BAB I PENDAHULUAN. sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor dan Wilayah (Undang-undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembanguan Nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah berkenaan dengan transportasi. Transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari emovoir yang berarti kegembiraan. Dalam bahasa Latin emovere yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari emovoir yang berarti kegembiraan. Dalam bahasa Latin emovere yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emosi Marah 1. Pengertian emosi marah Emosi secara harviah berasal dari bahasa Perancis yaitu emotion, dari emovoir yang berarti kegembiraan. Dalam bahasa Latin emovere yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA SOPIR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Disusun Oleh : EKA MARWATI F 100 030 017 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

berada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya.

berada dibawah tuntutan tugas yang harus dihadapinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK ATAUPUN PSIKIS

KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK ATAUPUN PSIKIS KEPERCAYAAN DIRI ATAU LEBIH DIKENAL DENGAN ISTILAH PERCAYA DIRI/PD NIA SUTISNA PLB FIP UPI KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT tanggal upload : 28 April 2009 PENGERTIAN 1. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi

Lebih terperinci

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,

Lebih terperinci

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dalam kehidupan yang ditandai dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang mengalami perubahan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBERIAN PUNISHMENT OLEH GURU DENGAN KECEMASAN DI DALAM KELAS PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTPN) 1 DAWE KUDUS SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu membedakan antara frustrasi dan stress Mengerti gejala stress Mampu menjelaskan terjadinya stress Menguraikan cara-cara mengatasi stress

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR

PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diakhiri dengan proses persalinan (Patriasari, 2009). Ibu hamil mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan diakhiri dengan proses persalinan (Patriasari, 2009). Ibu hamil mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hamil adalah suatu fenomena fisiologis yang dimulai dengan pembuahan dan diakhiri dengan proses persalinan (Patriasari, 2009). Ibu hamil mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Beban Kerja 1.1 Defenisi Beban kerja Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ansietas 1. Pengertian Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7

EMOSI & PERASAAN. PERTEMUAN KE- 7 EMOSI & PERASAAN PERTEMUAN KE- 7 aprilia_tinalidyasari@yahoo.com Pengertian Emosi Suatu kondisi biologis, psikologis an fisiologi dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak Emosi bersifat lebih intens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 2.1.1 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat penting dalam kehidupan karena pada hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI Ibrahim N. Bolla ABSTRAK Tindakan pembedahan adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA

DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Environment & Social Responsibility Division ESR Weekly Tips no. 30/III/2006 Sent: 20 Maret 2006 DETEKSI DINI STRES DI TEMPAT KERJA DAN PENANGGULANGANNYA Sebagian besar bahkan mungkin semua orang yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah. LAMPIRAN LAMPIRAN Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Tingkat Aktifitas Tingkat aktifitas Gelisah, Terlalu lelah Jumlah pergerakan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya,

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Kemarahan

Lebih terperinci

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE 1. Psikologis, ditunjukkan dengan adanya gejala: gelisah atau resah, was-was atau berpikiran negatif, khawatir atau takut, merasa akan tertimpa bahaya atau terancam,

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. (Kelliat,1996) Perasaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

YOGA: HARMONISASI MANAJEMEN STRESS

YOGA: HARMONISASI MANAJEMEN STRESS YOGA: HARMONISASI MANAJEMEN STRESS Mulyaningrum E-mail : mulyaningrum2001@yahoo.com Abstrak Pada kehidupan modern, terutama di kota, setiap orang menjadi semakin besar peluangnya menghadapi banyak stress.

Lebih terperinci

STRES DALAM ORGANISASI

STRES DALAM ORGANISASI STRES DALAM ORGANISASI Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang terlalu berat dapat mengancam dan menghambat kemampuan seseorang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh Y. Susilowati 1), D.W.Ningsih 2) 1) Dosen Akademi Keperawatan Krida Husada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan Proses Terjadinya Masalah Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI Pedoman Wawancara 1. Latar belakang berkaitan dengan timbulnya kecemasan - Kapan anda mulai mendaftar skripsi? - Bagaimana perasaan anda ketika pertama kali mendaftar skripsi?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya manusia dari sejak awal terbentuknya, yakni sejak terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya manusia dari sejak awal terbentuknya, yakni sejak terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia dari sejak awal terbentuknya, yakni sejak terjadinya conceptio antara sel telur dan sel kelamin laki-laki sampai menjadi tua, ia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Pengambilan data dari pengukuran fisiologis dalam aktivitas dengan menggunakan running belt dilakukan oleh satu orang operator dimana operator tersebut melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf BAB II Struktur dan Fungsi Syaraf A. SISTEM SARAF Unit terkecil dari system saraf adalah neuron. Neuron terdiri dari dendrit dan badan sel sebagai penerima pesan, dilanjutkan oleh bagian yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami

BAB V PEMBAHASAN. dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang. setalah subjek mengalami gangguan somatoform, subjek mengalami BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Subjek merupakan seorang pria berusia 39 tahun, sudah berkeluarga dan memiliki gangguan somatoform tipe konversi sejak tiga tahun yang lalu. Masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang atlet diperlukan kerja keras dari awal sampai akhir, seperti persiapan saat latihan yang keras, mempersiapkan kondisi fisik dan tubuh mereka,

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN SKALA DISIPLIN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bila melanggar rambu-rambu lalu lintas, saya siap ditindak. Saya akan memaki-maki pengendara lain jika tiba-tiba memotong jalan saya. Menurut saya penggunaan lampu

Lebih terperinci

Jenis-jenis Kecemasan

Jenis-jenis Kecemasan Jenis-jenis Kecemasan Ada tiga klasifikasi jenis kecemasan yaitu klasifikasi menurut sumber kecemasan, klasifikasi berdasarkan lamanya sifat itu menetap, klasifikasi berdasarkan dampak kecemasan. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart and sundeen, 1991). Pengungkapan kemarahan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahterahaan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus menerus dimulai dari bayi baru lahir, masa anak-anak, masa dewasa dan masa tua. Dalam pertumbuhannya

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia menjalani kehidupan sehari-hari pasti akan mempunyai permasalahan. Setiap permasalahan dihadapi secara baik/konstruktif. Apabila kesehatan mentalnya terganggu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial, yang mana saling membutuhkan satu sama lain. Manusia terlahir ke dunia ini dituntut agar dapat hidup berorganisasi. Dalam kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skripsi 1. Pengertian Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa setingkat strata satu (S1) dalam rangka persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir atau program

Lebih terperinci

MARAH Abstrak A. DEFINISI

MARAH Abstrak A. DEFINISI MARAH Oleh : Weny Hastuti, S.Kep.*, Wahyono, S.Kep.,Ns. * Abstrak Marah yang dialami oleh individu merupakan reaksi emosional akut ditimbulkan sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi

Lebih terperinci