DEPOK DAN JALUR KERETA API BUITENZORG-BATAVIA ( ) Tri Wahyuning M. Irsyam 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPOK DAN JALUR KERETA API BUITENZORG-BATAVIA ( ) Tri Wahyuning M. Irsyam 1"

Transkripsi

1 DEPOK DAN JALUR KERETA API BUITENZORG-BATAVIA ( ) Tri Wahyuning M. Irsyam 1 Abstract This paper describes dynamics of Buitenzorg-Batavia railway development that began operated from This development provided social economic impact of Depok, the area that was covered Buitenzorg-Batavia railway. The anything relating to traims management was altered by Japanese military government, who changed policies of various departments, included anything relating to traims management. Keywords: railway, development, social economic, Depok A. Peran Depok Masa Kolonial Lokasi Depok berada di selatan Batavia dan berjarak tempuh 7,5 jam perjalanan 2. Selama periode kolonial, Depok bukan hanya menjadi penopang perluasan kota dan penduduk Batavia, melainkan juga menjadi pintu gerbang keluar dan masuk ke dan dari Batavia dari sisi selatan. Dapat dikatakan bahwa pada masa tersebut, nilai Depok jauh lebih penting mengingat daerah penopang (feeder area) bagi aktivitas dan keramaian Batavia terletak di pedalaman sebelah selatannya, yaitu daerah Buitenzorg. 1 Staf Pengajar Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta. 2 Harga tanah pada waktu itu ditentukan oleh jaraknya dari Batavia. Tanah yang berjarak 10 jam perjalanan (35 paal) per morgen dijual seharga ½, ¼, ⅛ atau ¹/10 rijkdsdaalder atau antara f 1; 0,50; 0,25, atau 024 per bahu. Tanah yang letaknya antara 4-8 jam (14 sampai 28 paal) per morgen dijual seharga 1¾, ¾, ¾, ¹/3, ¼, atau ⅛ rijkdsdaalder atau f 3,50; f 1; f 0,66, f 0,50 sampai f 0,25 per bahu dan tanah yang berjarak 1-2 jam perjalanan (3½ sampai 7 paal) dilepaskan dengan harga 3, 2; 1½, 1¾, dan ½ rijksdaalder per morgen atau f 6; f 4,50; f 3,50; f 1 per bahu. 1 morgen = m 2 ; 1 bahu = m 2. Lihat Geschiedkundig onderzoek naar den oorsprong en den aard van het partikulier landbezit op Java dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, 1849, I, hlm Lihat juga J. Tromp, Het Partikulier Landbezit in de Bataviasche ommelanden tot 1857, dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, 1865, I, hlm

2 Dibandingkan dengan sisi barat dan timur Batavia, daerah Buitenzorg memegang peranan penting. 3 Ada dua faktor yang menyebabkan hubungan Batavia-Buitenzorg lebih dominan dalam sejarah daripada hubungan Batavia-Cirebon maupun Batavia-Banten. Kedua daerah ini merupakan pusat kekuasaan raja-raja pribumi yang merdeka setidaknya sampai pertengahan pertama abad XIX. Hal ini membuat hubungan antara Batavia dan kedua kota tersebut lebih didominasi oleh faktor politik. Pertama, Buitenzorg tumbuh sebagai pusat kekuasaan bayang-bayang Batavia, mengingat pemukiman gubernur jenderal sejak Pemerintahan Baron van Imhoff pada 1745 sudah berada di Buintenzorg. Hal ini mengakibatkan naiknya peran politik Buitenzorg bagi Batavia. Kedua, daerah pedalaman Jawa Barat merupakan daerah yang sangat subur dan menjadi lahan pasokan produk tropis bagi transportasi laut Pelabuhan Batavia dan merupakan fondasi utama bagi kehidupan perekonomian Batavia. 4 Dengan melihat arti penting dan intensifikasi hubungan Batavia-Buitenzorg, posisi Depok menjadi sebuah tempat yang sangat penting. Depok bukan hanya berkembang menjadi tempat transit bagi pengangkutan komoditas antara kedua kota tetapi juga dalam bidang-bidang lain yang mempengaruhi hubungan masing-masing kota maupun antara kedua kota tersebut. Perubahan mulai terjadi ketika Gubernur Jenderal H.W. Daendels berkuasa pada Ketika Daendels mengambil alih Buitenzorg dan sekitarnya sebagai hak milik pribadi serta menjualnya kembali kepada para pejabat pemerintah dengan hak milik (eigendom), Depok yang terletak di selatan Batavia dijadikan sebagai daerah khusus. 5 3 Buitenzorg memiliki arti politik dan ekonomi yang sudah dipertimbangkan oleh VOC sejak masih menjadi bagian dari unit administratif Ommelanden. Hal ini terbukti dari statusnya yang digunakan sebagai tempat tinggal Gubernur Jenderal secara resmi dan menjadi sentra dari lingkungan ekonomi agraris yang dikenal sebagai tanah-tanah partikelir (particuliere landerijen). Lihat J.F.D. Engelhard, De Bataviaasche Ommelanden en de landbouw dalam Tijdschrift van Nijverheid en Landbouw van Nederlandsch Indie (TNLVNI), tahun 1887, vol. XXVII, hlm E.A. Engelbracht, Toestand van particuliere landerijen in Ommelanden van Batavia in vergelijk met dien in de vorige eeuw, dalam majalah TNLVNI, jilid XXV, tahun 1885, hlm Tanahtanah partikelir ini terbentang mulai dari Kota Batavia sampai ke sekitar istana Gubernur Jenderal di Cipanas. Produksi tanah-tanah ini menjadi salah satu komoditi utama yang mendominasi pengangkutan dari Buitenzorg ke Pelabuhan Batavia sepanjang abad XIX. 5 J. Faes, Geschiedenis van Buitenzorg (Batavia: Albrecht, 1902), hlm

3 Daendels memutuskan pada 20 Pebruari 1810 bahwa Depok bersama tanah-tanah lain di sekitar Batavia (Batavia Ommelanden) yang tidak termasuk tanah Buitenzorg, langsung dikelola oleh pemerintah. Untuk itu pemerintah langsung memungut pajak senilai ½% atas pemborong tanah-tanah ini dari nilai tanah tersebut. Tujuan Daendels adalah menggunakan pemasukan ini sebagai biaya pengadaan dan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di sekitar Batavia. 6 Pada masa Pemerintahan Inggris, Raffles tidak menjual Depok kepada para tuan tanah Eropa atau Cina. Sebaliknya Depok menjadi tempat percobaan Raffles untuk menerapkan sistem pajak tanahnya (landrent). Sejak itu Depok terkenal sebagai daerah yang langsung berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial. Statusnya adalah sebagai daerah transit bagi hubungan antara Buitenzorg dan Batavia. Namun demikian, ketika Tanam Paksa diterapkan oleh Gubernur Jenderal J. van den Bosch, Depok menjadi tempat lalu-lintas antara daerah perkebunan yang menghasilkan produk komoditi niaga ke pusat eksportir dan pengangkutannya di Pelabuhan Batavia. B. Kereta Api di Depok Pada pertengahan abad XIX, proses modernisasi teknologi terjadi di Negeri Belanda. Salah satunya adalah bidang transportasi, yang mengalami revolusi teknologi dengan penggunaan kereta api untuk pertama kali sebagai alat penghubung antarkota pada Keberhasilan perusahaan kereta api dalam mengeruk keuntungan dan animo publik yang semakin tinggi terhadap jenis transportasi ini, telah mendorong Pemerintah Belanda berpikir untuk juga menerapkannya ke tanah Koloni Hindia Belanda. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung pengangkutan hasil bumi yang diproduksi lewat Tanam Paksa, sekaligus sebagai sarana politis untuk memperkuat kontrol pemerintah di pedalaman Jawa. 7 Akan tetapi proses pembukaan jalur kereta api ini tidak mudah dilakukan di tanah koloni. Ada perdebatan antara siapa pelaku pertama, apakah pemerintah atau 6 Ibid., hlm T.J. Stieltjes, Overzigt van hetgeen de spoorwegen in Java ( s Gravenhage: Gebr. J & H. Langenhuyzen, 1864), hlm

4 swasta. Mengingat pada masa itu posisi pemerintah kolonial masih sangat dominan, ada keberatan bila modal swasta mengelola jaringan kereta api. Namun, dengan kemunduran hasil Tanam Paksa sejak awal 1850-an, keuangan Negara tidak mampu menutup tuntutan modal. Sebagai konsekuensinya, modal swasta harus dilibatkan. Melibatkan modal swasta memerlukan landasan hukum yang jelas untuk pengaturan semua kinerjanya. Oleh karena itu, 1866 untuk pertama kalinya Undang-Undang Perkeretaapian di Hindia Belanda dikeluarkan. 8 Setelah peraturan dikeluarkan, persoalan baru muncul mengenai jalur mana yang akan dipasang untuk pertama kalinya. Berdasarkan pertimbangan politik, dan kemudian juga ekonomi, Batavia-Buitenzorg dan Semarang-Vorstenlanden menjadi pilihan. Kedua jalur ini dianggap sebagai memiliki arti penting karena menghubungkan lokasi strategis dalam struktur kolonial di Hindia Belanda. Namun demikian, mengingat sampai akhir 1860-an modal negara tidak siap untuk melakukan pembukaan, Pemerintah Belanda harus menerima partisipasi swasta untuk mewujudkan jaringan pada kedua jalur tersebut. 9 Fungsi Depok sebagai tempat transit menjadi semakin penting ketika Pemerintah Hindia Belanda memberikan konsesi kepada perusahaan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij untuk membuka jalur kereta api dari Batavia ke Buitenzorg pada tahun Pemasangan rel dilakukan sejak bulan April 1869 dan selesai pada tanggal 31 Januari Jalur yang dilewati terbentang mulai dari Weltevreden hingga Buitenzorg dan melewati tengah daerah Depok. Pembukaan jalur kereta api ini kemudian merubah situasi kehidupan di Depok, mengingat stasiun kecil dibuka di Depok oleh pihak Staatsspoor (SS). Dengan adanya pembukaan jalur kereta api, Depok mulai tumbuh sebagai sebuah kota. Jumlah pemukim yang ada di Depok meningkat dengan kehadiran para pendatang dari Batavia yang 8 Staatsblad van Nederlandsch Indie, tahun 1866 nomor 132. Lihat juga Anoniem, Staats of particuliere spoorwegen op Jawa dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, tahun 1875, jilid I, hlm P. Bordes, Aanleg van het spoorwegen in Nederlandsch Indie, dalam Indisch Genootschap, tahun 1872, hlm ANRI, Gouvernement Besluit 27 Maret 1868 no. 1, bundle Algemeen Secretarie. Keputusan ini disahkan dengan Staatsblad van Nederlandsch Indie over het jaar 1869 nomor

5 pindah untuk tinggal di Depok. 11 Penduduk ini telah ada sejak masa VOC dan sebagian merupakan keturunan dari para bekas budak yang dibebaskan dan dibaptis. Diantara para pendatang itu, terdapat tenaga kerja proyek pembuatan jalan kereta api Batavia- Buitenzorg. Mereka umumnya adalah kuli-kuli dari etnis Sunda, Jawa dan Cina yang kemudian menekuni kehidupan dalam bidang industri kerajinan rumahtangga. 12 Akibat dari urbanisasi ini, penduduk Depok menjadi beragam dengan mayoritas adalah warga Betawi, di samping keturunan para pemilik tanah sebelumnya atau para pendatang dari Batavia atas motivasi sendiri. Sejak 1873, Depok dimasukkan dalam jalur lalu-lintas kereta api negara yang dibuka antara Batavia dan Buitenzorg, ketika perusahaan kereta api Negara (Staatsspoor) mengambil alih asset milik NISM. Dengan pembukaan jalur ini, Depok menjadi tempat transit lalu-lintas cepat. Meskipun ada ketergantungan pada potensi transportasi kereta api negara yang semakin penting, Depok menjadi lokasi strategis sebab sebelum itu Depok telah dikenal sebagai tempat persinggahan para pedagang yang memanfaatkan jalur tersebut. Dengan adanya pembukaan jalan kereta api, Depok memiliki stasiun sendiri. Stasiun yang dibuka di Depok berbeda dengan stasiun-stasiun kecil lain seperti di Lenteng Agung. Stasiun Depok merupakan stasiun klas menengah. Dengan demikian pembukaan stasiun ini membawa dampak luas bagi kehidupan perekonomian di Kota Depok. Sifat-sifat sebagai kota mulai muncul dari Depok yang sebelumnya hanya merupakan tempat persinggahan. C. Pembangunan Jalur Kereta Api Kebutuhan terhadap pembangunan transport kereta api muncul dari kaum pemodal swasta sebagai motor perdagangan. Mereka menuntut pemerintah kolonial untuk segera merealisasikan pembangunan jalur kereta api untuk mengatasi masalah 11 ANRI, Algemeen Verslag van Residentie Batavia over het jaar 1874, dalam Bundle Batavia. Setelah selesainya proyek pembangunan jalan kereta api, Pemerintah Karesidenan Batavia memutuskan untuk memindahkan orang-orang keturunan Portugis dari Kampung Tugu untuk tinggal di Depok. Alasannya adalah untuk meramaikan daerah tersebut sebagai penopang kemajuan Kota Batavia. Langkah ini mengingatkan pada hubungan antara Chastelein dan tanahnya di Tugu, serta pola kebijakan yang diambil oleh para petinggi VOC di abad XVII tentang mendatangkan orang-orang luar untuk meramaikan suatu lokasi. 12 De aardwerk industrie te Depok, dalam De Reflector, th.ke-6, 1912, hlm

6 transportasi, terutama pengangkutan tropical product dari lokasi perkebunan ke pelabuhan. Desakan para pemodal swasta tersebut dijawab oleh pemerintah kolonial untuk segera merealisasikan pembangunan jalur kereta api. Untuk merealisasikan pembangunan rel kereta ini diperlukan perjalanan yang panjang dan penuh perdebatan. Diawali pada 1840, ketika seorang perwira Belanda, Kolonel J.H.R van der Wijk, mengusulkan agar di Pulau Jawa dibangun alat transportasi yang mobile. Usul tersebut muncul karena mereka mengalami kesulitan dalam hal prasarana dan sarana transportasi di Jawa, terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pertahanan dan keamanan serta ekonomi. Ia mengusulkan untuk membangun jaringan transportasi cepat dari Surabaya ke Batavia melalui Surakarta, Yogyakarta, dan Bandung. 13 Usulan tersebut didukung pleh J. Trom, dengan perubahan jalur yaitu agar rel tersebut juga menghubungkan Surabaya dan Cilacap. Pemerintah Kerajaan Belanda menerima usul Kolonel van der Wijk dengan mengeluarkan Koninklijk Besluit tertanggal 28 Mei 1842, Nomor 270 tentang pembangunan rel kereta api dari Semarang ke Kedu dan dari Yogyakarta ke Surakarta. Namun dalam perkembangan selanjutnya Koninklijke Besluit tersebut tidak pernah terealisasi karena kondisi keuangan yang tidak mendukung. J.J. Rochussen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ( ), pada tahun 1848 mengajukan usulan anggaran sebesar 2,5 juta poundsterling untuk dana pemasangan jalan rel kereta api antara Batavia dan Buitenzorg kepada Pemerintah Belanda. A.J. Duymaer van Twist, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ( ), penggganti Rochussen, menyatakan sebaiknya Pemerintah Belanda mempertimbangkan kembali untuk mengabulkan permohonan konsesi pihak swasta. Usul tersebut ditanggapi pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan tahun 1853 nomor 4 tentang pemberian kemudahan bagi kalangan pengusaha swasta untuk mendapat konsesi pembukaan jalan rel kereta api di Pulau Jawa H.A.A. Nielou, Beschouwingen over het militaire transportwezen te velde in Indie, dalam Indisch Militaire Tijdschrift, tahun 1882, jilid I, hlm Lihat Ind.Stbl., tahun 1853 No

7 Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut, maka banyak pengusaha swasta yang mengajukan konsesi untuk membuka pembuatan jalan rel kereta api di Pulau Jawa. Pengajuan tersebut didasarkan pada hasil perkebunan mereka yang mulai melimpah, namun tidak ada angkutan yang mampu mengangkut hasil perkebunan tersebut. Hingga 1861 tidak ada satupun permohonan konsesi yang dikabulkan. Persoalan pelik yang dihadapi Pemerintah Belanda adalah perbedaan pendapat antara Pemerintah Belanda dan konsorsium yang terdiri dari W. Poolman, A.Fraser dan E.H. Kol tentang jalur kereta api yang akan dibangun. Pemerintah, atas saran Stieltjes, akan membangun jalur kereta api melalui Ungaran dan Salatiga. Alasannya adalah pusat-pusat kedudukan tentara Belanda yang tersebar di Ungaran, Ambarawa, dan Salatiga dapat terhubungkan. 15 Konsorsium dan para pengusaha swasta yang mengajukan konsesi tidak sependapat dengan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa pembangunan jalan kereta melalui Ungaran, Bawen, dan Salatiga akan memakan waktu yang lama dan biaya besar. Hal itu disampaikan mengingat jalur tersebut berada di daerah pegunungan. Pada 1862, permohonan konsesi yang diajukan oleh W. Poolman dan para pengusaha swasta lainnya disetujui oleh pemerintah. Mereka kemudian mendirikan perusahaan kereta api swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang dipimpin oleh Ir. P. de Bordes. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 1, Tanggal 28 Agustus 1862, NISM memperoleh konsesi untuk pembuatan jalan kereta api dari Semarang ke Surakarta dan Yogyakarta. Persetujuan konsesi didasarkan pada kenyataan bahwa Semarang Selatan, Surakarta, dan Yogyakarta merupakan daerah penghasil komoditi ekspor antara lain kayu, tembakau, dan gula yang harus dibawa ke pelabuhan Semarang. Pada 1864, Poolman dan kawan-kawannya kembali memperoleh konsesi untuk memasang dan mengeksploitasi jalan rel di daerah Jawa Barat, yakni untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Konsesi pembangunan jalan rel dan pengoperasian kereta api jalur Batavia-Buitenzorg diperoleh NISM melalui Gouvernement Besluit (Surat Keputusan 15 Spoorweg op Jawa: behoefte daaraan uit een defensief oogpunt, dalam Indisch Militaire Tijdschrift, tahun 1873, hlm

8 Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggal 27 Maret 1868). Fungsi Depok sebagai tempat transit menjadi semakin penting ketika konsesi itu diberikan kepada perusahaan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij untuk membuka jalur kereta api dari Batavia ke Buitenzorg. Pelaksanaan pembangunannya baru dapat direalisasikan pada Konsesi ini diberikan karena dua hal yaitu: 1. Jalur Batavia-Buitenzorg, mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena berkaitan dengan pengangkutan hasil produksi komoditi ekspor seperti kopi, teh, kina, dan beras dari wilayah-wilayah pedalaman di sekitar Buitenzorg dan Priangan. 2. Buitenzorg menjadi tempat kedudukan Gubernur Jenderal dan pusat administrasi pemerintahan. Dalam hal ini pemeritah juga memberikan bantuan modal berupa pinjaman tanpa bunga. Pinjaman tersebut berhasil dilunasi oleh NISM pada Untuk pembangunan rel kereta jalur Buitenzorg-Batavia didatangkan kuli-kuli dari Jawa, dan Sunda dengan upah berkisar antara f.0.25-f per hari. Jika kuli tersebut berasal dari etnis Cina, maka mereka akan mendapat upah antara f f.1,- Sementara mandornya mendapat upah f Meskipun pada awalnya pembangunan jalur kereta api dilakukan oleh pihak swasta, berdasarkan konsesi yang diberikan oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya pemerintah juga ikut ambil bagian dalam pembangunan tersebut. Hal ini terjadi karena NISM mengalami kesulitan dalam hal pendanaan. Pemerintah kemudian membentuk perusahaan kereta api yang dikenal dengan Staatspoorwegen (SS) Pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg dimulai pada Pelaksanaannya dipimpin oleh Ir. J.P. Bordes. Jalur ini mulai dioperasikan 16 September Disamping pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg, pemerintah juga memberikan izin kepada AA Verkamp untuk membuka dan mengeksploitasi sebuah jalan trem uap di Karesidenan Batavia ke Parung, yang membentang dari Citeureup 16 ANRI, Gouvernement Besluit 27 Maret 1868 no. 1, bundle Algemeen Secretarie. Keputusan ini disahkan dengan Staatsblad van Nederlandsch Indie over het jaar 1869 nomor Koloniaal Verslag,

9 tahun. 18 Jalan trem yang dibuka dengan rel tunggal akan diperuntukkan bagi melalui Cibinong, Depok, dan Parung Bingung. Izin tersebut diberikan selama 99 pengangkutan penumpang dan barang. Lebar rel diukur antar ujung rel yang berjumlah 1,067 meter. Jalan trem tersebut harus disambungkan di Parung dan di Citeureup dengan jalan trem uap yang dibangun dari Buitenzorg melalui Parung, Parung Panjang menuju Tangerang, dan dari Buitenzorg menuju Bekasi; dan di Depok dengan jalan kereta api dari Buitenzorg ke Batavia. D. Managemen Usaha Kereta Api Kereta api pertama yang dioperasikan menarik 14 rangkaian gerbong setiap harinya. Dalam waktu setengah bulan pertama, kereta api tersebut telah mengangkut penumpang. Untuk pengangkutan tersebut, didatangkan 3 lokomotif, 5 kereta penumpang, dan 4 gerbong angkutan, yang semuanya dibuat oleh Perusahaan Kereta Api Asbury di Leeds. Kelima gerbong penumpang itu adalah gerbong campuran, yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Sejak dioperasikan pada 16 September 1871 hingga akhir Desember 1871, Staatspoorwegen memperoleh hasil f untuk pengangkutan penumpang, sementara untuk pengangkutan lain-lain (seperti binatang dan barang-barang) mencapai f ,55, atau selama 3,5 bulan pendapatan Staatspoorwegen mencapai f ,92. Berarti pendapatan Staatspoorwegen rata-rata per bulan adalah sekitar f ,40, padahal pengeluarannya selama kereta dioperasikan mencapai f ,22. Saldo rugi sebesar f , Ketika jalan kereta api semakin jauh dieksploitasi, perbandingan pendapatan semakin menguntungkan karena biaya biasa dihitung dengan jarak yang semakin jauh. Dengan demikian ada kenaikan tarif yang harus ditanggung oleh para penumpang. Jumlah penumpang dari September sampai Desember 1871 tercatat sebagai berikut. Lihat Tabel Lihat Staatsblad van Nederlandsch Indie tahun 1893, Nomor Koloniaal Verslag,

10 Tabel 1 Jumlah Penumpang yang Diangkut Selama September-Desember 1871 Bulan Jumlah Penumpang September Oktober November Desember Jumlah Sumber: Koloniaal Verslag, 1872 (diolah). Dari jumlah tersebut, tercatat kurang lebih penumpang kelas 1; penumpang kelas 2; dan penumpang kelas 3. Mereka masing-masing harus membayar tiket untuk setiap kilometer yang ditempuh. Bagi penumpang di kelas 1 dikenakan tarif 6 sen, di kelas 2 penumpang harus membayar 4 sen, dan bagi penumpang kelas 3 dikenakan biaya 2 sen. Di samping itu, ada juga tiket abonemen yang besarannya dapat dilihat pada tabel berikut. Lihat Tabel 2. Tabel 2 Tarif Abonemen 1907 Harga Tiket Abonemen Tujuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Depok Buitenzorg 30,- 20,- 7,- Batavia Utara Depok 40,- 25,- 10,- Weltevreden Depok 35,- 20,- 9,- Sumber: Bijlage XV: staatsspoorwegen op Java, hlm

11 Dari tabel tersebut, dapat dilihat biaya abonemen ditetapkan berdasarkan jarak tempuh kereta api. Semakin jauh jarak tempuh, semakin mahal harga karcis abonemennya. 20 Kereta api kelas 4 dan kelas 5 khusus untuk pengangkutan barang atau hewan. Di kelas 4 dan kelas 5, jika jumlah barang kiriman mencapai 4000 kg dengan jarak tempuh antara km diberikan potongan ongkos sebesar 5%, dan potongan ongkos sebesar 7½% untuk jarak kirim diatas 175 km. Kereta barang atau kereta kelas 5 juga mengangkut sayur mayor dan hasil pertanian seperti padi, gabah, beras, dan jagung, juga terdapat ikan asin, ikan kering dan ikan asap. Untuk pengangkutan panen dari pabrik gula yang terletak di Afdeeling Buitenzorg, untuk sementara ditetapkan tarif khusus, dengan persyaratan yang sama seperti yang berlaku bagi pabrik-pabrik di Vorstenlanden. 21 Munculnya stratifikasi sosial diantara penumpang kereta api yang ditunjukkan dengan adanya kelas pada gerbong-gerbongnya diawali ketika jalur kereta api dibangun ke daerah yang bukan merupakan daerah perkebunan. Pembukaan jalur Batavia- Buitenzorg dan Semarang-Vorstenlanden, lebih ditujukan untuk melakukan kontrol kekuasaan. Mengingat bahwa tujuan pembukaan jalur tersebut adalah untuk kepentingan politik, maka dimulailah pengangkutan untuk manusia. Muncullah stratifikasi sosial dalam pelayanan kereta api yang tercermin dari harga karcis, fasilitas gerbong, dan lain sebagainya. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg, terbentang mulai dari Weltevreden hingga Buitenzorg melewati dan singgah di Stasiun Depok. Justus van Maurik, seorang pengusaha cerutu dari Amsterdam, yang melakukan perjalanan wisata keliling Jawa pada abad XIX, menyatakan bahwa ketika ia melakukan perjalanan dengan kereta api ke Buitenzorg, kereta tersebut singgah sebentar di Stasiun Depok Berbeda dengan kondisi 2012, tidak ada perbedaan harga karcis berlangganan. Sementara untuk tiket biasa, harga tiket disesuaikan dengan jarak tempuh. Misalnya Bogor Depok harga tiket Rp ,-, tiket Bogor-Jakarta Kota adalah Rp ,- 21 Koloniaal Verslag,1887, hoofdstuk L. 22 Lihat Justus van Maurik, Indrukken van een Totok:Indische Typen en Schetsen (Amsterdam: van Hoeve, 1897), hlm

12 Selain Stasiun Depok, stasiun-stasiun lain yang dibangun adalah Stasiun Pasar Minggu, Lenteng Agung, dan Pondok Cina. Stasiun-stasiun tersebut kemudian dijadikan pusat perdagangan dan tidak jarang terdapat pasar. Para pedagang kecil menjajakan barang dagangannya yang biasanya berupa berbagai jenis makanan, minuman, mainan anak-anak, barang kerajinan, dan lain-lain. Bahkan pasar-pasar yang tumbuh dan berkembang di sekitar stasiun tidak saja menggunakan lahan yang ada di sekitar stasiun, melainkan juga menggunakan rel kereta api untuk meletakkan barang-barang dagangannya. Mengenai hal ini Eliza R. Scidmore, seorang turis dari Amerika, yang juga melakukan perjalanan ke Jawa pada abad XIX, menceriterakan situasi di Stasiun Depok. Ia terkesan dengan situasi di peron yang dipenuhi buah-buahan. 23 Pembukaan jalur kereta api dan sebuah stasiun kecil di depok kemudian merubah situasi kehidupan wilayah ini. Dengan adanya pembukaan jalur kereta api, Depok mulai tumbuh sebagai sebuah kota. Jumlah penduduk di Depok tumbuh pesat pada dekade 1890-an. Dari jiwa di tahun 1891, penduduk Depok berkembang pesat menjadi kurang lebih orang pada 1914, termasuk diantaranya 250 orang Eropa. Dalam waktu satu dekade, Depok telah berkembang menjadi suatu kota pemukiman dan transit bagi lalu-lintas utama. Sejak dikeluarkannya Agrarische Wet (UU Agraria) 1870, Jawa dan Madura dibuka bagi penanaman modal swasta. Para pemilik modal yang lebih bertumpu pada sektor agrobisnis ini mengarahkan sasaran investasi mereka pada bidang perkebunan dan pertanian. Tuntutan mereka adalah tanahtanah yang subur sehingga menghasilkan produk agraria bagi kebutuhan ekspor. 24 Para pemilik modal yang memiliki perkantoran di Batavia ini lebih cenderung memilih tempat bermukim mereka ke luar kota. Lokasi yang menjadi prioritas mereka adalah di selatan Batavia mengingat letaknya cukup strategis, yaitu lahan perkebunan mereka di wilayah Afdeeling Buitenzorg (yang memiliki tanah-tanah subur) dan perkantoran mereka di daerah Weltevreden dan Batavia. Depok menawarkan lokasi yang strategis di sini. Tuntutan ini semakin terasa ketika daerah pemukiman elit di Kota 23 R. Eliza Scidmore, Java the Garden of the East (Singapure: Oxford University Press, 1984), hlm Java s productie voor de Europeesche markt, dalam De Indische Gids, I, tahun 1879, hlm

13 Batavia didominasi oleh para pengusaha swasta yang berbasis industri dan bergerak di luar sektor perkebunan. Sebaliknya pemukiman di luar Depok ke arah Buitenzorg tidak memberikan peluang karena telah didominasi oleh tanah-tanah partikelir (particuliere landerijen). 25 Mengingat bahwa komunitas di Depok dibangun oleh Cornelis Chastelein sebagai komunitas Kristen, tidaklah mengherankan jika jumlah penduduk Kristen tumbuh pesat pada dekade 1880-an. 26 Penduduk ini telah ada sejak masa VOC dan sebagian merupakan keturunan dari para bekas budak yang dibebaskan dan dibaptis. Bersamaan dengan pembukaan jalan kereta api tersebut, pada 1869 Jan Albert Schurman dari Nederlandsch Zending Genootschap memperoleh izin untuk membuka sebuah sekolah teologi di Depok. Tujuannya adalah untuk mendidik orang-orang pribumi Kristen di sana dengan pemahaman dan pendalaman agama Kristen. 27 Hal inilah yang antara lain memicu pertambahan penduduk di Depok. Sebelum sekolah teologi dibuka, di Depok sudah ada pendidikan formal yang dikenal dengan Zondakh School (sekolah minggu), yang mengkhususkan pendidikan agama Kristen. Disini terlihat peranan gereja dalam menentukan perkembangan pendidikan di Depok. Di sekolah tersebut, selain pendidikan agama Kristen juga diajarkan budi pekerti. Para pendeta juga menyadari pentingnya pendidikan, mereka kemudian juga mengajarkan berhitung dan membaca kepada anak didiknya. Terhadap anak-anak sekolah tersebut, Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijaksanaan berupa besluit (Surat Keputusan), tertanggal 29 April 1869, nomor 55 tentang pengangkutan gratis pada hari Paskah untuk kereta api dari sekolah Depok ke Tanjung Priok. Keadaan ini berlangsung hingga Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, yang kemudian melakukan serangkaian perubahan di segala bidang. Perubahan di bidang perkeretaapian, dilakukan antara lain pada penggunaan 25 L. van der Hoek, De Particuliere Landerijen in de residentie Batavia, dalam Koloniaal Tijdschrift, II, tahun 1922, hlm Hal ini menarik perhatian mengingat izin bagi aktivitas Kristenisasi Protestan baru dikeluarkan pada tahun Dengan demikian di Depok tidak terdapat proses Kristenisasi melainkan pemukiman orang-orang pribumi Kristen dan keturunan Portugis yang diizinkan oleh Pemerintah Belanda untuk dibuka. 27 Karel Steenbrink, Katholics in Indonesia: A Documented History (Leiden: KITLV Press, 2003), hlm

14 kereta api sebagai alat transportasi. Jika sebelumya kereta api digunakan untuk mengangkut penumpang umum, maka pada masa Jepang, penggunaan kereta api lebih diprioritaskan untuk kepentingan militer Jepang dalam memenangkan perang melawan Sekutu. Akibatnya perjalanan kereta api tidak lagi mengikuti jadwal yang ditetapkan. Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan pada masyarakat sebagai pengguna transportasi kereta api. E. Dampak Sosial Ekonomi Dinamika pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg semakin menarik ketika mencermati realitas sosial yang berkembang seiring lajunya penduduk pribumi yang memanfaatkan kereta api sebagai kran mobilitas. Dalam konteks ini, penumpang kereta api yang mayoritas pribumi digambarkan sebagai kelompok yang pasif. Pembagian gerbong penumpang kereta api sesuai stratifikasi sosial masyarakat semakin menyiratkan ketimpangan yang mendalam. Meskipun secara tidak langsung dilakukan penghapusan sistem gerbong kelas 1, kelas 2, dan kelas 3, serta penerapan tarif yang seragam, namun upaya untuk memisahkan penumpang antara kalangan Eropa dan pribumi tetap berlangsung yaitu dengan menyediakan gerbang tertentu yang tidak bisa dimasuki penumpang lain. 28 Aspek penting lain yang perlu dikemukakan untuk memahami dampak sosial perkembangan kereta api adalah mobilitas penduduk. Dari beberapa sumber dan referensi yang berkaitan dengan pengangkutan penumpang kereta api, ternyata kriminalitas seringkali menghampiri penduduk pribumi, mulai dari pencurian barang bawaan hingga perlakuan diskriminatif para kondektur Belanda, sebagai representasi penguasa kereta api. Semua itu merupakan Spoor kultuur yang berkembang sebagai bagian dari dinamika masyarakat dalam berkereta api. Pembangunan kereta api juga telah membawa perubahan yang cukup besar dalam kehidupan perekonomian masyarakat pribumi. Mobilitas penduduk yang semakin tinggi terutama pada jalur-jalur pendek. Pada akhirnya para pelajar, pegawai dan lain- 28 Koloniaal Verslag,

15 lain terbiasa menggunakannya sebagai alat transportasi dari dan ke tempat tujuan setiap hari (pulang pergi). Apalagi kemudian dikenal dengan adanya hari-hari pasar yang tertentu waktunya, para pedagang kecil memanfaatkan lahan di sekitar stasiun, untuk menjajakan barang-barang dagangannya yang dibawa dari kota. Untuk itu, pemerintah menyediakan kereta khusus untuk mengangkut para pedagang dari dan ke tempat tujuan. 79

16 DAFTAR PUSTAKA De aardwerk industrie te Depok, dalam De Reflector, th.ke-6, Geschiedkundig onderzoek naar den oorsprong en den aard van het partikulier landbezit op Java dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Java s productie voor de Europeesche markt, dalam De Indische Gids, I, tahun Spoorweg op Jawa: behoefte daaraan uit een defensief oogpunt, dalam Indisch Militaire Tijdschrift, tahun Staats of particuliere spoorwegen op Jawa dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, jilid I, tahun ANRI, Algemeen Verslag van Residentie Batavia over het jaar ANRI, Gouvernement Besluit 27 Maret 1868 no. 1, bundle Algemeen Secretarie. ANRI, Ind.Stbl., No. H22, Aa, A.J. van der, Nederlandsch Oost Indie, derde deel III. Amsterdam: J.F. Schleier Bordes, P., Aanleg van het spoorwegen in Nederlandsch Indie, dalam Indisch Genootschap, tahun Engelbracht, E.A., Toestand van particuliere landerijen in Ommelanden van Batavia in vergelijk met dien in de vorige eeuw, dalam majalah TNLVNI, jilid XXV, tahun Engelhard, J.F.D., De Bataviaasche Ommelanden en de landbouw dalam Tijdschrift van Nijverheid en Landbouw van Nederlandsch Indie (TNLVNI), vol. XXVII, tahun Faes, J., Geschiedenis van Buitenzorg. Batavia: Albrecht, Hoek, L. van der, De Particuliere Landerijen in de residentie Batavia, dalam Koloniaal Tijdschrift, II, tahun Koloniaal Verslag, Koloniaal Verslag,

17 Koloniaal Verslag, Koloniaal Verslag, Maurik, Justus van, Indrukken van een Totok: Indische Typen en Schetsen. Amsterdam: van Hoeve, Nielou, H.A.A., Beschouwingen over het militaire transportwezen te velde in Indie, dalam Indisch Militaire Tijdschrift, jilid I, tahun Scidmore, R. Eliza. Java the Garden of the East. Singapure: Oxford University Press, Staatsblad van Nederlandsch Indie over het jaar 1869 nomor 52. Steenbrink, Karel, Katholics in Indonesia: A Documented History. Leiden: KITLV Press, Stieltjes, T.J., Overzigt van hetgeen de spoorwegen in Java. s Gravenhage: Gebr. J & H. Langenhuyzen, Tromp, J., Het Partikulier Landbezit in de Bataviasche ommelanden tot 1857, dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karesidenan Semarang di sebelah Barat berbatasan dengan Karesidenan Pekalongan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Karesidenan Kedu, Surakarta, Madiun. Di

Lebih terperinci

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI MENELISIK MANGGARAI: DAHULU, KINI, DAN NANTI ARI NOVIANTO VP ARCHITECTURE PT.KAI Sejarah Kawasan Manggarai Wilayah Manggarai di Jakarta sudah dikenal warga Batavia sejak

Lebih terperinci

KULI DAN ANEMER ; Keterlibatan Orang Cina Dalam Pembangunan Jalan Kereta Api Di Priangan ( ) *) Oleh : Dr. Agus Mulyana, M.

KULI DAN ANEMER ; Keterlibatan Orang Cina Dalam Pembangunan Jalan Kereta Api Di Priangan ( ) *) Oleh : Dr. Agus Mulyana, M. KULI DAN ANEMER ; Keterlibatan Orang Cina Dalam Pembangunan Jalan Kereta Api Di Priangan (1878-1924) *) Oleh : Dr. Agus Mulyana, M.Hum Pengantar Pada pertengahan abad ke-19 merupakan periode sejarah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah PT. KAI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah PT. KAI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah PT. KAI Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jum'at tanggal 17 Juni

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Kereta Api 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan...

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA

PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA PENDIRIAN STASIUN WILLEM I DI KOTA AMBARAWA Sri Chiirullia Sukandar (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Ambarawa in colonial times included in the residency of Semarang. Despite having a hilly landscape

Lebih terperinci

TANGGAPAN ATAS LAPORAN

TANGGAPAN ATAS LAPORAN TANGGAPAN ATAS LAPORAN PENELITIAN TRANSFORMASI SOSIAL DI PERKOTAAN PANTAI UTARA JAWA: Studi Perbandingan Cirebon dan Gresik DJOKO MARIHANDONO DAN HARTO JUWONO FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN e-journal

PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN e-journal PENGARUH JALUR KERETA API BATAVIA-BUITENZORG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT BATAVIA TAHUN 1875-1913 e-journal Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri yogyakarta Untuk

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia BAB II SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jumat tanggal

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Perkembangan teknologi merambah

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN JALUR KERETA API DI BATAVIA

BAB III PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN JALUR KERETA API DI BATAVIA BAB III PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN JALUR KERETA API DI BATAVIA A. Perkembangan Kereta Api di Jawa Pada periode 1750-1850 ketika terjadi Revolusi Industri terjadi suatu perubahan secara besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu. dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah sarana untuk mempercepat waktu dalam mencapai suatu tujuan. Di Indonesia, transportasi terbagi menjadi tiga, yaitu transportasi darat, laut, dan

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI Oleh: Zulkarnain JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Zulkarnain Masa penjajahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri pada 1849 di Weltevreden, Batavia. Sekolah ini selanjutnya mengalami berbagai perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini,

Lebih terperinci

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA Sangkot Nasution Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SumateraUtara Abstrak: Tujuan dari sekolah yang didirikan oleh Zending adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III PENGARUH PERKEMBANGAN PELABUHAN CILACAP TERHADAP SEKTOR PEREKONOMIAN. kecuali tanah Jawa. Raja Belanda menginstruksikan suapaya Jawa bisa

BAB III PENGARUH PERKEMBANGAN PELABUHAN CILACAP TERHADAP SEKTOR PEREKONOMIAN. kecuali tanah Jawa. Raja Belanda menginstruksikan suapaya Jawa bisa BAB III PENGARUH PERKEMBANGAN PELABUHAN CILACAP TERHADAP SEKTOR PEREKONOMIAN A. Berawal Dari Tanam Paksa Setelah perang Diponegoro selesai tahun 1830, bersamaan dengan berpisahnya Belgia dan Belanda, Raja

Lebih terperinci

SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN SKRIPSI

SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN SKRIPSI SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API DI KARESIDENAN SEMARANG TAHUN 1870-1900 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Disusun

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. Kereta Api Indonesia PT. Kereta Api Indonesia ( Persero ) telah mengalami berbagai perkembangan Sejak jaman penjajahan Belanda hingga saat ini. Perkembangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BAB II GAMBARAN UMUM GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Bab dua berisi sejarah serta perkembangannya, visi, misi, struktur organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN AWAL KERETA API DAN DINAMISASI SERIKAT PEKERJA DI JAWA

BAB II PERKEMBANGAN AWAL KERETA API DAN DINAMISASI SERIKAT PEKERJA DI JAWA 12 BAB II PERKEMBANGAN AWAL KERETA API DAN DINAMISASI SERIKAT PEKERJA DI JAWA Pembangunan jalur kereta api di Jawa pada awalnya berkembang karena hasil dari Cultuurstelsel dan perkebunan swasta yang menjamin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. peningkatan kepedulian masyarakat kepada perkereta-apian di Indonesia.

1. PENDAHULUAN. peningkatan kepedulian masyarakat kepada perkereta-apian di Indonesia. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berita mengenai kereta api makin ramai akhir-akhir ini, baik mengenai rnanajernen PT. KAI sendiri, kejahatan di dalam kereta, maupun tulisan pembaca yang kurang puas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus BAB VI KESIMPULAN Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus tema etika, dan moralitas agama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan BAB V PENUTUP Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak membangun fasilitas pertahanan di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan fasilitas pertahanan di Cilacap dilakukan

Lebih terperinci

PERAN BENGKEL KERETA API PENGOK DALAM PERAWATAN LOKOMOTIF MILIK NEDERLANDSCH INDISCHE SPOORWEG MAATSCHAPPIJ JALUR SEMARANG-VORSTENLANDEN

PERAN BENGKEL KERETA API PENGOK DALAM PERAWATAN LOKOMOTIF MILIK NEDERLANDSCH INDISCHE SPOORWEG MAATSCHAPPIJ JALUR SEMARANG-VORSTENLANDEN PERAN BENGKEL KERETA API PENGOK DALAM PERAWATAN LOKOMOTIF MILIK NEDERLANDSCH INDISCHE SPOORWEG MAATSCHAPPIJ JALUR SEMARANG-VORSTENLANDEN 1914-1950 TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api Pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi ( ) *)

EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api Pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi ( ) *) EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api Pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi (1911-1921) *) Oleh : Agus Mulyana Pembangunan jalan kereta api pada lajur Banjar-Kalipucang-Parigi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api berfungsi sebagai transportasi massal di Indonesia yang dikenalkan pertama kali pada akhir abad 19. Jalur Kemijen menuju Desa Tanggung Kabupaten Semarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Pantai Timur Sumatera berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena berhadapan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam perjalanan sejarahnya, angkutan kereta api di tanah air membuktikan peranannya yang berarti pada sektor perhubungan disamping menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemacetan jalan-jalan di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) merupakan salah satu masalah terbesar pemerintah pusat dan daerah hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi kereta api mulai diperkenalkan di belahan bumi Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi kereta api mulai diperkenalkan di belahan bumi Eropa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat transportasi kereta api mulai diperkenalkan di belahan bumi Eropa pada abad ke-19. Kereta api adalah sarana transportasi baru di era kolonial Belanda, dengan menggunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan BAB VI KESIMPULAN Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan penghubung jaringan transportasi darat antara sentral di Surabaya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Berdirinya PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ditandai dengan pencangkulan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 13/1992, PERKERETAAPIAN *8108 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 13 TAHUN 1992 (13/1992) Tanggal: 11 MEI 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/47; TLN NO.

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. HALAMAN PENGESAHAN..iv HALAMAN PERNYATAAN...v. HALAMAN PERSEMBAHAN..vi

DAFTAR ISTILAH. HALAMAN PENGESAHAN..iv HALAMAN PERNYATAAN...v. HALAMAN PERSEMBAHAN..vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN..iv HALAMAN PERNYATAAN...v HALAMAN PERSEMBAHAN..vi KATA PENGANTAR........viii DAFTAR ISI. xi DAFTAR TABEL DAN GRAFIK....xiii DAFTAR GAMBAR.. xvi DAFTAR PETA.xvi DAFTAR

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta, selain sebagai pusat pemerintahan Indonesia, adalah pusat ekonomi dan sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Perkembangan ekonomi Jakarta menarik

Lebih terperinci

BAB II CENTRAAL WERKPLAATS NIS PADA MASA KOLONIAL. raya dan jalan militer yang dibuat guna memadamkan Perang Jawa banyak

BAB II CENTRAAL WERKPLAATS NIS PADA MASA KOLONIAL. raya dan jalan militer yang dibuat guna memadamkan Perang Jawa banyak BAB II CENTRAAL WERKPLAATS NIS PADA MASA KOLONIAL A. NIS Pelopor Perkeretaapian di Indonesia Selesainya Perang Jawa pada 1830 menyebabkan permasalahan di bidang transportasi. Akses jalan dari dan menuju

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1 Nama Sekolah : SMA Islam Al-Azhar BSD Alokasi Waktu : 90 menit Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia Jumlah Soal : 50 Kelas / Semester : XI / Ganjil Bentuk Soal : Pilihan

Lebih terperinci

Pengaruh Jalur Kereta Api Batavia-Buitenzorg Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Batavia Tahun RINGKASAN SKRIPSI

Pengaruh Jalur Kereta Api Batavia-Buitenzorg Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Batavia Tahun RINGKASAN SKRIPSI Pengaruh Jalur Kereta Api Batavia-Buitenzorg Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Batavia Tahun 1871-1913 RINGKASAN SKRIPSI Oleh: Andika Putra Ramadhan 11407144009 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang namanya transportasi, transportasi sudah lama ada dan cukup memiliki peranannya dalam

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS TANGGAL 20 SEPTEMBER 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DI GRESIK TAHUN 1901-1980 Sebagai Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Oleh: 121211432039 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL

KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL Indah Oktaviani, M. Si KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL TPB SEM. II 2017/2018 Kebutuhan 1. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seseorang, yang apabila tidak terpenuhi maka dapat menganggu

Lebih terperinci

6/23/2009 UNDANG-UNDANG NO

6/23/2009 UNDANG-UNDANG NO UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi ( )

EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi ( ) EKONOMI DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ; Latar Belakang Pembangunan Jalan Kereta Api pada Lajur Banjar-Kalipucang-Parigi (1911-1921) AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Latar Belakang Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PEKEMBANGAN STASIUN BANDUNG. Mulanya alat transportasi berupa kereta ini berawal dari tahun 1620 yang

BAB III PEKEMBANGAN STASIUN BANDUNG. Mulanya alat transportasi berupa kereta ini berawal dari tahun 1620 yang BAB III PEKEMBANGAN STASIUN BANDUNG A. Sejarah Singkat Perkeretaapian di Bandung Mulanya alat transportasi berupa kereta ini berawal dari tahun 1620 yang baru dikenalkan dengan sebuah alat angkut berupa

Lebih terperinci

moda udara darat laut

moda udara darat laut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengertian Moda Moda adalah pengelompokan berbagai jenis transportasi dengan memperhatikan medium (tempat berjalan) serta kesamaan sifat-sifat fisiknya. Dengan adanya pengelompokan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN PADA MASA KOLONIAL DI SEMARANG TAHUN

PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN PADA MASA KOLONIAL DI SEMARANG TAHUN Vol. 3 No. 2 tahun 2015 [ISSN 2252-6633] Hlm. 65-69 PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN PADA MASA KOLONIAL DI SEMARANG TAHUN 1867-1901 Yusi Ratnawati Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah menghubungkan

Lebih terperinci

Warisan Rezim Prancis di Jawa: Kajian Strategi Militer dan Politik Birokrasi dalam Historiografi Indonesia

Warisan Rezim Prancis di Jawa: Kajian Strategi Militer dan Politik Birokrasi dalam Historiografi Indonesia Warisan Rezim Prancis 1808 1811 di Jawa: Kajian Strategi Militer dan Politik Birokrasi dalam Historiografi Indonesia Djoko Marihandono dmarihan@ui.edu Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON ( )

PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON ( ) PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON (1870-1968) Development of The Land Ownership System of Sugar Cane Plantation in Sindanglaut Cirebon (1870-1968) Billy

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO. A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero

BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO. A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero BAB III PRAKTEK PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU PT. KERETA API INDONESIA PERSERO A. Tentang PT. Kereta Api Indonesia Persero 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia Persero Laporan Tahunan PT. Kereta Api Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya kereta api di Indonesia muncul karena adanya rasa kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya kereta api di Indonesia muncul karena adanya rasa kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya kereta api di Indonesia muncul karena adanya rasa kesulitan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari sudut pertahanan dan keamanan serta sudut ekonomi

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL www.bimbinganalumniui.com 1. Pada tahun 1811, seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia telah berhasil direbut oleh... a. Alfonso d Albuqueque b. Lord Minto c. Bartholomeus Diaz d. Thomas Stamford

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia.

I. PENDAHULUAN. sedemikian penting tersebut dicapai melalui proses perjalanan yang cukup. yang saat ini menjadi sangat populer didunia. 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bidang Perkeretaapian telah menduduki peranan yang semakin penting dalam pembangunan nasional yaitu sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI KERETA API DI MAGELANG TAHUN

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI KERETA API DI MAGELANG TAHUN PERKEMBANGAN TRANSPORTASI KERETA API DI MAGELANG TAHUN 1898 1942 Oleh: M. Bima Taofiq dan Ririn Darini, M. Hum NIM. 11407141001 dan NIP. 19741118 199903 2 Abstrak Perkembangan kereta api di Magelang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha saat ini, telah menyebabkan tingkat persaingan antar perusahaan di segala bidang, baik yang perusahaan sejenis maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penulisan sejarah Indonesia, gerakan-gerakan sosial cenderung ditulis sebagai fenomena yang tidak penting dengan alasan bahwa sejarawan konvensial lebih

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya transportasi sebagai salah satu disiplin ilmu pada era

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya transportasi sebagai salah satu disiplin ilmu pada era 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya transportasi sebagai salah satu disiplin ilmu pada era globalisasi disebabkan oleh keterbatasan fisik manusia dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolonialisme berawal dari perkembangan situasi ekonomi, dimana rempah-rempah menjadi komoditas yang paling menguntungkan pasar internasional. Itulah yang mendorong para

Lebih terperinci

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* ABSTRAK Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu. Letaknya yang di kelilingi oleh pegunungan selalu memberikan suasana yang sejuk. Secara astronomis

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi ini dilakukan untuk mendeskripsikan strategi yang dipakai oleh LSM

BAB I PENDAHULUAN. Studi ini dilakukan untuk mendeskripsikan strategi yang dipakai oleh LSM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi ini dilakukan untuk mendeskripsikan strategi yang dipakai oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Studi ini memfokuskan pada salah satu LSM yaitu ASPEKA (Asosiasi

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari

POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari Kabupaten Brebes sekitar tahun 1859-an Brebes periode 1859-an dalam Wordenboek van Nederlandsch Indie: Aardrijkskundig en Statistich digambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya 60 km. Kota ini berada ditepi Sungai Asahan, sebagai salah satu sungai terpanjang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Kedudukan Opsir Cina dalam Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia antara Tahun 1910-1942. Bab ini berisi

Lebih terperinci