PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON ( )"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN SISTEM KEPEMILIKAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU DI SINDANGLAUT, CIREBON ( ) Development of The Land Ownership System of Sugar Cane Plantation in Sindanglaut Cirebon ( ) Billy Nugraha Ramadhana ABSTRAK Karya tulis ini berjudul Perkembangan Sistem Kepemilikan Tanah Pada Perkebunan Tebu di Sindanglaut Cirebon Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana perubahan sistem kepemilikan tanah yang terjadi di Sindanglaut dari masa sebelum adanya Undang-Undang Agraria sampai diberlakukannya Undang-Undang Agraria. Setelah itu perubahan kembali terjadi pada saat Indonesia merdeka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah mencakup empat tahapan, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa sistem pertanahan di Sindanglaut awalnya bersifat tradisional. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Agraria pada tahun 1870 terjadi perubahan bagi sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut, selanjutnya dimulailah masa liberal yang memberikan kebebasan kepada pihak swasta untuk menguasai tanah dan membuat perkebunan-perkebunan. Setelah Indonesia merdeka, perkebunan-perkebunan tersebut dinasionalisasi oleh pemerintah dan tanahtanahnya dikembalikan kepada rakyat. Selain itu pemerintah juga membuat Undang-Undang Pertanahan untuk mengganti Undang-Undang Pertanahan peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sistem kepemilikan tanah dari milik swasta asing menjadi milik pemerintah yang kemudian dikembalikan kepada rakyat di Sindanglaut.

2 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan petani Sindanglaut pada masa sebelum kolonial masyarakat masih menggunakan hukum kepemilikan adat atas tanah. Masalah kepemilikan tanah maupun pembagian tanah selalu mengedepankan keseimbangan antara kepentingan bersama dengan kepentingan perseorangan. Pemilikan dan pemanfaatan tanah harus memperhatikan keselarasan dan kesejahteraan bersama. Masalah kepemilikan tanah petani Jawa telah banyak berubah terutama ketika kolonial masuk dan menerapkan beberapa kebijakan yang berhubungan langsung dengan tanah. Kebijakan ini merupakan pijakan awal bagi petani Sindanglaut dalam mengenal sistem tanah yang berdasarkan atas kontrak dan bukan hukum kepemilikan adat ataupun ikatan-ikatan feodal (Rukhyat, 2001; 27). Masuknya sistem pertanahan kolonial ini mengubah sistem kepemilikan tanah umumnya sistem kepemilikan tanah bersifat dualisme, di mana peraturanperaturan agraria terdiri dari peraturan-peraturan yang bersumber pada hukum adat (hukum yang sudah lama melekat di masyarakat Indonesia) dan hukum barat (hukum pemerintahan Hindia Belanda). Masyarakat pribumi tunduk pada hukum barat dan hukum adat sedangkan pemerintah Hindia Belanda tidak memperdulikan hukum adat yang sudah turun temurun ada pada masyarakat Indonesia. Masyarakat membentuk sistem penguasaan tanah baru yang disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan mereka selaku penjajah, maka tidak mengherankan jika banyak hal melemahkan sendi-sendi hukum yang asli milik orang-orang pribumi. Oleh karena itu, terjadilah dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Hukum barat bagi orang Eropa dan golongan asing lainnya yang dipersamakan dengan orang Eropa, dan di pihak lain berlaku hukum adat bagi orang pribumi (Sumardjono, 2005; 48)

3 Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, maka pemerintah Indonesia melakukan perubahan yang sangat mendasar terutama dalam sumbersumber ekononominya salah satu sumber ekonominya adalah tanah. Pemerintah melakukan nasionalisasi terutama dalam bidang perkebunan karena menyangkut sumber ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan undangundang untuk menasionalisasi perkebunan, dan setelah dinasionalisasi pemerintah juga mengeluarkan undang-undang pokok agraria untuk menggantikan hukum agraria pada masa pemerintahan Belanda. Batasan waktu pada skripsi ini berakhir pada tahun 1968 ketika program landreform yang bertujuan untuk melakukan penataan kembali penguasaan tanah dan kepemilikan tanah mengalami kegagalan seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan Soekarno. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa perkembangan sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat di Sindanglaut. Hal ini menjadi landasan untuk diangkat dalam skripsi yang bejudul Perkembangan Sistem Kepemilikan Tanah Pada Perkebunan Tebu Di Sindanglaut, Cirebon ( ). 1.2 Rumusan Masalah - Bagaimana sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut dan kebijakannya pada masa Pemerintahan Hindia Belanda sebelum adanya Agrarische Wet? - Bagaimana sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut dan kebijakan pemerintah setelah diberlakukannya Agrarische Wet? - Bagaimana sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut dan kebijakan pemerintah Indonesia setelah merdeka? Tujuan Penelitian - Mengetahui sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut dan kebijakan pemerintah Belanda tentang pertanahan sebelum masa liberal atau sebelum adanya Undang- Undang Agraris.

4 - Mengetahui perubahan sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut dan kebijakan pemerintah tentang pertanahan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Agraris. - Mengetahui perubahan sistem kepemilikan tanah di Sindanglaut setelah Indonesia merdeka dan menasionalisasi perkebunan di Sindanglaut serta mengetahui kebijakan pemerintah Indonesia untuk menggantikan Undang-Undang Agaris peninggalan pemerintah Hindia Belanda. 1.4 Metode Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, digunakan metode sejarah untuk menyusun menjadi sebuah karya ilmiah yang kronologis, sistematis, dan objektif. Metode sejarah tersebut terdiri atas empat tahapan, yaitu tahapan pertama adalah tahap heuristik atau pengumpulan data, kritik, interpretasi dan tahapan yang terakhir adalah historiografi (Herlina, 2008: 1). 1.5 Tinjauan Pustaka Karya yang dijadikan tinjauan dalam penulisan skripsi ini adalah laporan penelitian dari A.C.C. Link yang bejudul De Aggrarische-Economische Hervoningen in Oost-Cheribon, diterbitkan dalam majalah Koloniaal Tijdschrift no. 12, tahun 1923, halaman Link membahas tentang reformasi agraria di Cirebon Timur. Karya ini merupakan suatu laporan tentang kehidupan para petani sesudah terjadinya penyewaan tanah milik mereka secara besar-besaran oleh perkebunan tebu. Karya selanjutnya yang banyak memberikan masukan yang sangat berharga adalah tulisan dari Dr. J.W. Meyer Reneft, adjunt-inspecteur dari Agrarische Zaken en Verplicate Diensten tahun , laporan ini berjudul Het Dessawezen en het Gronbenzit in de Afdeling Cheribon. Penulis mengambil laporan ini dari buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia pada tahun 1974 yang berjudul Laporan-Laporan Desa (Desa Rapporten). Karya ini mempunyai kesamaan dengan karya Link (1923) yang membahas tentang reformasi Agraria di Cirebon bagian Timur. Tulisan ini memberikan gambaran secara panjang lebar mengenai masalah kepemilikan tanah di Cirebon Timur

5 (Renneft, 1974:17). Wilayah Cirebon Timur merupakan daerah pertanian tetapi hanya sebagian dari tanah pertanian di wilayah ini yang digarap oleh petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 1.6 Kerangka Pemikiran Teoretis Konsep penguasaan tanah dalam desa tradisional bedasarkan hak ulayat, diperkenalkan oleh VanVollenhoven yaitu hak masyarakat hukum adat sebagai suatu kesatuan yang mempunyai wewenang keluar serta ke dalam. Terdapat dua unsur yang memberikan ciri ialah, pertama tidak adanya kekuasaan untuk memindahtangankan tanah, dan kedua terdapat interaksi antara hak komunal dan han individu (R. Van Dijk, dalam Soehardi, 1964; 43). Pembukaan dan perluasan perkebunan tebu telah menciptakan suatu sistem perekonomian yang bersifat dualistis 1. Menurut Hiroyosi Kano (1984: 32), proses dualistis di Indonesia dapat dilihat dari adanya pembenturan dua sistem perekonomian yang berbeda, yaitu antara sistem perekonomian tradisional dan sistem perekonomian kolonial yang bersifat kapitalistik dalam bentuk perusahaan perkebunan. Berdirinya perkebunan tebu telah menciptakan sistem pertanahan yang dilatarbelakangi dualisme sistem perekonomian, karena sistem perkebunan berdampingan dengan sistem pertanahan rakyat. 1.7 Organisasi Penulisan Dalam bab pendahuluan, diuraikan latar belakang masalah yang membahas berbagai alasan penulis memilih kajian ini. Selanjutnya adalah pembatasan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran teoretis, tinjauan pustaka dan organisasi penulisan. Kemudian sebagai langkah awal, sebelum memasuki permasalahan utama, gambaran umum Sindanglaut perlu untuk diungkapkan. Latar belakang sosial ekonomi mencakup tentang kondisi geografi dan demografi serta stratifikasi sosial, sistem kepemilikan tanah sebelum Agrarische Wet, dan kebijakan 1 Konsep dualistis J.H. Boeke mengenai dualistis ekonomi tersebut mampu menjelaskan kondisi pertanian dan masyarakat pedesaan, sehingga dalam beberapa hal konsep tersebut dapat diterapkan secara wajar sebagai salah satu aspek perubahan yang menyeluruh.

6 pemerintah Belanda terhadap pertanahan. Setelah itu diuraikan tentang faktorfaktor dibukanya lahan perkebunan tebu di Sindanglaut, selanjutnya uraian tentang perubahan sistem kepemilikan tanahnya setelah Agrarische Wet, kemudian kebijakan pemerintah Belanda yang mengeluarkan uandang-undang pertahanan untuk mendukung perekonomian serta guna melindungi juga hak-hak orang pribumi dalam bidang pertanahan. Pada bagian bab selanjutnya yaitu bab tiga, akan menguraikan tentang dinasionalisasinya perkebunan-perkebunan tebu di Sindanglaut yang berpengaruh terhadap sistem kepemilikan tanahnya, serta kebijakan yang di keluarkan pemerintah Indonesia untuk menggantikan kebijakan-kebijakan pertanahan bekas Belanda. Bab keempat, sebagai bab terakhir, berisi penjelasan mengenai simpulan terhadap pembahasan yang dapat dijadikan sebagai jawaban terhadap permasalahan. Selanjutnya, skripsi ini dilengkapi dengan synopsis, daftar sumber, lampiran-lampiran, dan riwayat hidup penulis.

7 PERTANAHAN DI SINDANGLAUT PADA MASA SEBELUM DAN DIBERLAKUKANNYA AGRARISCHE WET ( ) 2.1 Gambaran Umum Sindanglaut Sindanglaut merupakan sebuah distrik 2 di Keresidenan Cirebon. Distrik Sindanglaut terletak sekitar 16 KM di sebelah timur kota Cirebon dengan batasbatas wilayahnya di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah barat dengan Distrik Cirebon, di sebelah timur dengan Distrik Ciledug (Losari) dan di sebelah selatan dengan Distrik Ciawigebang (Breman, 1986: 64; Handboek voor Cultuuren Handlesoordeerneming in Nederlandsch-Indie, 1939:346). Distrik Sindanglaut terbagi menjadi tiga onderdistrik yaitu Lemah Abang, Karang Sembung, dan Astana Japura. Ibukota Distrik Sindanglaut adalah Sindanglaut yang termasuk onderdistrik Lemah Abang (ENI, IV, 1935: 399). Di ibukota terdapat banyak rumah-rumah yang terbuat dari batu yang sangat bagus dengan banyak menggunakan balok kayu dan atapnya terbuat dari papan, sedangkan di daerah pedesaan, rumahnya sangat sederhana dan kebanyakan dari bambu yang dibuat serampangan dan beratap injuk (OMW, Ixc, 1911: 234). Jumlah desa di Sindanglaut pada tahun 1876 adalah 53 desa, dan luas wilayahnya pada tahun 1905 adalah 164 KM (Groenhoef, 1919: ). 2.2 Sistem Kepemilikan Tanah Sebelum Agrarische Wet Pada masa pemerintah Hindia Belanda sebelum tahun 1870, hukum agraria belum menunjukan adanya unifikasi, artinya pemberlakuan hukum pertanahan tidak tunggal tapi dibedakan asal golongan dari masyarakat tersebut, sistem kepemilikan tanahnya berisifat dualisme karena tanahnya ada yang 2 Dalam pengertian administratif sekarang, istilah distrik telah diganti menjadi kewedanaan. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda distrik merupakan kesatuan administratif kecil, menurut Bestuurhervormingwet 1922 pasal IS (Indische Staatsregeling), Jawa, dan Madura dibagi menjadi propinsi-propinsi (Gouverment). Propinsi dibagi menjadi Regentschapoen (keresidenan) yang meliputi wilayah Regenschap (kabupaten) dan Onderdistricten (kecamatan) yang masingmasing berada di bawah kekuasaan Pangreh Praja bumi putera yaitu bupati, wedana, dan asisten wedana (Paulus, 1979: 48-50).

8 menganut hukum barat dan ada yang menganut hukum orang pribumi. Tanah yang pertama ialah tanah-tanah barat atau tanah-tanah Eropa dan hampir semuanya terdaftar pada kantor pendaftaran tanah, seperti tanah Eigendom, 3 tanah Erfpacht, 4 tanah Opstal, 5 dan lain sebagainya. Tanah-tanah barat ini tunduk pada ketentuanketentuan hukum pertanahan barat, misalnya cara memperolehnya, peralihannya, lenyapnya, pembebanannya, dengan hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajiban-kewajiban yang mempunyai tanah (Rukhiyat, 1992: 141). Munculnya dualisme sistem kepemilikan tanah itu, yaitu sistem kepemilikan barat dan sistem kepemilikan oleh orang pribumi ini, dikarenakan pemerintah Belanda ini masih belum mengetahui dengan jelas bagaimana batasanbatasan dari sistem kepemilikan pribumi. Diberlakukannya dualisme ini agar memperjelas tanah-tanah barat ini supaya tunduk pada hukum yang berlaku, sedangkan bagi pribumi untuk memperjelas kepastian hak pribumi tentang tanah, tetapi yang lebih penting agar pemerintah Belanda ini bisa memungut pajak dari tanah yang dimiliki oleh pribumi. Kehidupan petani sangat terikat kepada bentuk organisasi tradisional dalam memenuhi kebutuhannya. Sifat dari pemenuhan kebutuhan petani adalah subsistem atau mencukupi diri sendiri, dan yang sangat penting adalah sifat tolong-menolong antar anggota masyarakat. Pada bentuk yang telah melembaga pada kehidupan petani sejak dulu tersebut tidak pernah tercipta hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah (majikan-buruh), dan hal itu baru terjadi ketika perkebunan tebu muncul di Sindanglaut. Pada dasarnya, petani di Sindanglaut ini lebih menginginkan menanam tanahnya dengan tanaman seperti padi dan palawija. Hal ini disebabkan oleh petani dalam kehidupan sehari-hari tidak terlalu membutuhkan uang tunai (Boeke dan Burger, 1973: 26). 3 Eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan atau menikmati benda sepenuhpenuhnya dan untuk menguasai seluas-luasnya, asal saja tidak bertentangan dengan undangundang atau peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi yang berhak menetapkannya (Prodjodikoro, Wirjono, 1961: 154). 4 Erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya kegunaan sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban untuk membayar setiap tahun sejumlah uang atau hasil bumi kepada pemilik tanah (Prodjodikoro, Wirjono, 1961: 156). 5 Opstal adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman di atas tanah milik orang lain (Prodjodikoro, Wirjono, 1961: 158).

9 2.3 Sistem Kepemilikan Tanah Setelah Agrarische Wet Pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan berlakunya kebijakan ekonomi liberal. Hal itu mengakibatkan Hindia Belanda menjadi terbuka bagi penanaman modal asing. Modal asing tersebut dapat ditanamkan pada perkebunan-perkebunan tebu yang dulunya merupakan milik pemerintah. Usaha perkebunan tebu tersebut berkembang dengan cara menyewa tanah-tanah milik petani (Geertz, 1983: 88: Sulistiyo, 1995: 12). Perkebunan tebu di Sindanglaut pada awalnya merupakan perusahan gula milik pemerintah Hindia Belanda, namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Agraria 1870, statusnya berubah menjadi perusahaan swasta. Akte perusahaannya sendiri baru disahkan pada tahu Perkebunan tebu Sindanglaut merupakan perusahaan milik N.V. Maatschappij tot Exploitatie der Suikerfabriek Sindanglaoet. Dengan semakin meluasnya perkebunan tebu di Sindanglaut membuat perusahaan perkebunan tebu ini membuat pabrik gula di Sindanglaut dengan mesin-mesin yang modern agar mempermudah proses produksi gula yang selama ini masih menggunakan sistem tradisional, pabrik gula ini didirikan pada 1896 (Handboek, 1894: 312).

10 SISTEM PERTANAHAN PADA MASA KEMERDEKAAN ( ) 3.1 Nasionalisasi Dan Perubahan Sistem Kepemilikan Tanah Pemerintah Indonesia sendiri menyadari bahwa perlu adanya suatu perubahan yang mendasar pada bangsa ini terutama di bidang ekonomi, karena bangsa Indonesia tidak akan pernah berkembang jika sumber ekonominya salah satunya tanahnya sendiri masih dikuasai oleh bangsa lain. Maka dari itu pemerintah berusaha mengubah struktur ekonomi. Masalah penguasaan tanah oleh para priyayi-priyayi sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia sudah dikenal dan dihayati sebagai masalah dasar yang mengakibatkan kemelaratan di kalangan penduduk Jawa termasuk Sindanglaut. Selain itu di Sindanglaut juga terjadi pemakaian tanah-tanh oleh penduduk yang bukan haknya (tanah perkebunan tebu Sindanglaut dan tanah milik orang lain). Banyak tanah-tanah perkebunan tebu Sindanglaut menjadi sasaran penggarapan untuk pertanian hingga keadaan perkebunan semakin memprihatinkan. Bagi perkebunan-perkebunan tebu di Sindanglaut yaitu perusahaan swasta asing yaitu NV NILM (Nederland Indische Landbouws Maaschapij), perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan NV NHM (Nederland Handels Maschapij) yang merupakan salah satu bank terbesar milik Belanda. Namun seiring dengan adanya kebijaksanaan perekonomian pemerintah Indonesia tentang nasionalisasi perusahaan asing, maka secara otomatis perusahaan-perusahaan pun dinasionalisasikan. Seiring dengan dinasonalisasinya perkebunan-perkebunan milik Belanda, maka tanah-tanah perkebunanpun diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Mulai tahun 1959 tanah-tanah di Sindanglaut bekas perkebunan Belanda ini diambil alih oleh pemerintah dan dibagikan kepada desa-desa yang ada di Sindanglaut, sehingga pabrik gula yang berada di Sindanglaut walaupun milik pemerintah ini tetap harus menyewa tanah dari rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tebu. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang diumumkan pada tahun

11 1960, menghapus Agrarische Wet dan Agrarische Besluit Tahun Dengan perundang-undangan baru ini, dualisme dalam masalah-masalah agraria diakhiri dan hukum-hukum adat lokal tunduk pada kesatuan hukum nasional. Dalam hal penggunaan tanah oleh perusahaan perkebunan, disatukan ke dalam sebuah bentuk hak guna usaha baru dan hanya diberikan kepada warga negara Indonesia atau perusahaan domestik. Pemilikan tanah komunal di desa-desa di Jawa juga diakhiri dengan undang-undang atau peraturan yang mengikutinya. Akibatnya, tanah desa yang sebelumnya merupakan hak komunal berubah menjadi tanah milik yang dimiliki oleh petani-petani secara individual. Akan tetapi, hak milik tanah tersebut sangat ketat dibatasi dengan ketentuan bahwa hak milik tersebut dapat diambilalih negara jika berlawanan dengan kepentingan umum.

12 SIMPULAN Perkebunan dan tanah-tanah pada awalnya merupakan milik pemerintah Hindia Belanda. Setelah dikeluarkannya Agrarische Wet berubah menjadi milik perusahaan swasta. Untuk memperluas lahan perkebunan perusahaan swasta ini menyewa tanah-tanah di Sindanglaut dengan sistem gangsuran, sistem pergiliran tanah, dan sistem godagan. Pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sudah langsung menghadapi masalah pertanahan. Pemerintah sendiri menyadari perlu melakukan perubahan yang mendasar, karena bangsa Indonesia tidak akan berkembang jika sumber ekonominya yaitu tanah masih dikuasai oleh bangsa lain. Untuk itu, pemerintah mengambil alih atau menasionalisasi perusahaan perkebunan di Sindanglaut menjadi milik pemerintah Indonesia, dan tanah-tanah bekas perkebunan asing tersebut dibagikan kepada desa-desa yang ada di Sindanglaut. Selain itu pemerintah Indonesia juga berkeinginan mengubah sistem pertanahan kolonial dengan suatu struktur agraria nasional yang lebih memperhatikan dan melindungi bangsa Indonesia. Maka terbentuklah Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960, yang bertujuan bukan saja untuk kepastian hukum tetapi juga untuk mengubah susunan tanah dari suatu struktur warisan feodal dan kolonialisme menjadi suatu susunan tanah yang adil dan sejahtera bagi masyarakat Indonesia. Perubahan undang-undang ini membuat perubahan juga bagi kememilikan tanah dengan menjadi milik pemerintah yang kemudian diberikan kepada masyarakat Sindanglaut.

13 Arsip dan Sumber Resmi Tercetak DAFTAR SUMBER Algemeen Verslag der Residentie Cheribon (AVC) 1870, 1876, 1878, 1879, 1895, 1896 Arsip Perkebunan (AP) No. 1596, ANRI Kolonial Verslag (KV), Ranefft, J.W. Meyer Het Desawezen aen het Grondbezit in de Afdeling Cheribon, laporan-laporan desa, ANRI No. 6 Staatsblad (stb) no. 22 tahun 1934 Staatsblad (stb) no. 55 tahun 1870 Staatsblad (stb) no. 152 tahun 1863 Staatsblad (stb) no. 118 tahun 1870 Buku Bergsma, W.B Eindresume, Onderzoek naar de Rechten van den Inlander op den Grond Java en Madera, Vol. II. Batavia: Ersnt & co Boeke. J.H dan D.H. Burger Ekonomi Dualistis: Dialog antara Boeke dan Burger. Jakarta: Bhratara Breman Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja; Jawa Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES Encyclopaedie van Nederlands-Indie S. De Grafff dan D.G Stibbe (ed), jld. II. S Gravenhage: Marinus Nijhoff Handboek voor Cultuur en Handels-Ondermingen in Nederland Indie Amasterdam: J.H. de Bussy Levert, P.H Inheehsche Arbeid in de Java Suiker Industrie. Wagingen: H. Veenman and Zoonen Artikel Anom De Vrije Arbeid de Suikercultuur in de Residentie Cheribon, TNI, Hlm. 352 Bleker, P De Statistische Opname der Residentie Cheribon, TNI, 2. Hlm Link, A.C.C De Agrarische-Economische Hervomingen in Oost- Cheribon, KT, 12. Hlm

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang Lingkup Hukum Agraria RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

KEBIJAKSANAAN AGRARIA SEBELUM DAN SESUDAH KELUARNYA UUPA SYAMSUL RIZAL. Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara

KEBIJAKSANAAN AGRARIA SEBELUM DAN SESUDAH KELUARNYA UUPA SYAMSUL RIZAL. Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara KEBIJAKSANAAN AGRARIA SEBELUM DAN SESUDAH KELUARNYA UUPA SYAMSUL RIZAL Fakultas Hukum Bagian Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara A.PENDAHULUAN Tangga1 24 September 1960 merupakan suatu tanggal yang

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak PENDAFTARAN TANAH ADAT Indah Mahniasari Abstrak Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik yang sangat menarik.

Lebih terperinci

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Hukum Tanah Nasional Hukum tanah yang baru atau hukum tanah nasional mulai berlaku sejak 24 September 1960, dimuat dalam Undang Undang Republik

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 JURNAL ILMU HUKUM 201 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 ULFIA HASANAH Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai Pekanbaru Abstrak Dengan berlakunya UU

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan. Tabel Hak-hak atas Tanah yang ada di Indonesia No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara 1. Definisi Hak turun-temurun, Hak mengusahakan Hak untuk mendirikan Hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono* ABSTRAK Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1830 hingga akhir abad ke-19 dinamakan Culturstelsel (Tanam Paksa).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pada waktu-waktu menjelang

Lebih terperinci

Kata Kunci : Konversi, hak tanah

Kata Kunci : Konversi, hak tanah 1VOLUME 3 NO. 1 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DIHUBUNGKAN DENGAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri pada 1849 di Weltevreden, Batavia. Sekolah ini selanjutnya mengalami berbagai perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

Abstract. measure by his social structure as well as capital matters. Feodalism and Dutch colonial rules in rural

Abstract. measure by his social structure as well as capital matters. Feodalism and Dutch colonial rules in rural PEMILIKAN DAN PENGUASAAN TANAH (DESA DI JAWA TIMUR) Jurusan Sejarah FIS Unnes Abstract measure by his social structure as well as capital matters. Feodalism and Dutch colonial rules in rural teritory was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Nasionalisasi perusahaan asing. Salah satunya Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang berubah status menjadi

Lebih terperinci

TANGGAPAN ATAS LAPORAN

TANGGAPAN ATAS LAPORAN TANGGAPAN ATAS LAPORAN PENELITIAN TRANSFORMASI SOSIAL DI PERKOTAAN PANTAI UTARA JAWA: Studi Perbandingan Cirebon dan Gresik DJOKO MARIHANDONO DAN HARTO JUWONO FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka A.1. Konsep Tinjauan Historis Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Undang-Undang 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Undang-Undang 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Undang-Undang 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa didalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Pantai Timur Sumatera berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena berhadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN PRESIDEN, Menimbang : 1. bahwa pada waktu-waktu menjelang dan sesudah dibatalkanhubungan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemakmuran yang adil dan merata hanya dapat dicapai melalui pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan selalu memerlukan tanah. Dalam kehidupan manusia, tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA *) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK POKOK AGRARIA *) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa didalam Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar rakyatnya hidup dari mengolah tanah untuk mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek kehidupan, orang membutuhkan tanah. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek kehidupan, orang membutuhkan tanah. Begitu pentingnya tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar dari kehidupan manusia

Lebih terperinci

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan. Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI PRESIDEN, Berkehendak : Melaksanakan Undang-undang No. 13 tahun 1956 tentang Pembatalan

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

SEJARAH HUKUM INDONESIA

SEJARAH HUKUM INDONESIA SEJARAH HUKUM INDONESIA GAMBARAN SEJARAH HUKUM INDONESIA ADAT VOC 1622-1799 AB RR IS JEPANG UUD 45 170845 RIS 1949 UUDS 1950 UUD 45 1959 SAAT INI INGGRIS SBL BLD PENJAJAHAN BELANDA SEBELUM BELANDA Hukum

Lebih terperinci

Kebijakan Agraria Berbau Kolonial?

Kebijakan Agraria Berbau Kolonial? POLICY PAPER BINA DESA #UU PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN Kebijakan Agraria Berbau Kolonial? Masuknya RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (RUU PTuP) ke dalam pembahasan Prolegnas DPR-RI sekali lagi

Lebih terperinci

A. Keabsahan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berdasarkan Asas Perlekatan. Vertikal Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

A. Keabsahan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berdasarkan Asas Perlekatan. Vertikal Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG ASAS PERLEKATAN VERTIKAL DALAM KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA A. Keabsahan Kepemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah. Tanah sangat penting bagi manusia sebagi tempat A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup, serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM AGRARIA DI INDONESIA. Dr. Muwahid, SH., M.Hum

POKOK-POKOK HUKUM AGRARIA DI INDONESIA. Dr. Muwahid, SH., M.Hum POKOK-POKOK HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Dr. Muwahid, SH., M.Hum Pokok Pokok Hukum Agraria di Indonesia ii POKOK-POKOK HUKUM AGRARIA DI INDONESIA KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt.

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA A. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Sebagai Hukum Agraria Nasional Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk

Lebih terperinci

POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari

POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari Kabupaten Brebes sekitar tahun 1859-an Brebes periode 1859-an dalam Wordenboek van Nederlandsch Indie: Aardrijkskundig en Statistich digambarkan

Lebih terperinci

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Perkebunan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian regional secara keseluruhan. Sistem perkebunan masuk ke Indonesia pada akhir Abad

Lebih terperinci

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari

SISTEM TANAM PAKSA. Oleh: Taat Wulandari SISTEM TANAM PAKSA Oleh: Taat Wulandari E-mail: taat_wulandari@uny.ac.id TOKOH-TOKOH PENENTANG TANAM PAKSA 1. Eduard Douwes Dekker (1820 1887) Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar (lelang

Lebih terperinci

HUKUM DAN KEBIJAKAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

HUKUM DAN KEBIJAKAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA HUKUM DAN KEBIJAKAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Oleh: Asri Agustiwi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Email:asriagustiwitiwi@yahoo.co.id ABSTRAK Dualisme aturan yang mengatur sebelum

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Perlindungan Hukum Pemegang Hak atas Tanah Eigendom Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia Legal Protection Of Land Rights For Eigendom Holders By Positive Law In Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 20 TAHUN 1950 (20/1950) TENTANG PEMERINTAHAN JAKARTA RAYA. Presiden Republik Indonesia Serikat,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 20 TAHUN 1950 (20/1950) TENTANG PEMERINTAHAN JAKARTA RAYA. Presiden Republik Indonesia Serikat, UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 20 TAHUN 1950 (20/1950) TENTANG PEMERINTAHAN JAKARTA RAYA Presiden Republik Indonesia Serikat, Menimbang: a. bahwa untuk memenuhi penetapan dalam Pasal 50 Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan, dan berbagai

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com PERSPEKTIF Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Kedudukan Opsir Cina dalam Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia antara Tahun 1910-1942. Bab ini berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Instruksi Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 yang berisikan larangan kepemilikan bagi WNI nonpribumi / WNI keturunan menjadi pokok permasalahan utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wet ) yang dibuat oleh kerajaan Belanda pada tahun Undang-undang ini

BAB I PENDAHULUAN. wet ) yang dibuat oleh kerajaan Belanda pada tahun Undang-undang ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agrarische Wet merupakan undang-undang (dalam bahasa Belanda disebut wet ) yang dibuat oleh kerajaan Belanda pada tahun 1870. Undang-undang ini berisi mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana manusia dapat

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah. Welhelmina Selfina Beli

Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah. Welhelmina Selfina Beli Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah Welhelmina Selfina Beli Pokok Pembahasan 1.Pengertian hukum agrarian dan hukum tanah 2.Alasan penting mengapa mempelajari hukum agrarian dan tanah 3.Politik hukum agraria

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan. dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa

Bab V. Kesimpulan. dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa Bab V Kesimpulan A. Kesimpulan Kajian Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran khususnya, dan di Jawa umumnya pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI Presiden Republik Indonesia, Berkehendak : Melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan perkebunan di Sumatera Timur pertama kali dirintis oleh Jacobus

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan perkebunan di Sumatera Timur pertama kali dirintis oleh Jacobus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembukaan perkebunan di Sumatera Timur pertama kali dirintis oleh Jacobus Nienhuys pada tahun 1863. Nienhuys dalam membuka perkebunan mengalami kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Republik Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

KONVERSI HAK ATAS TANAH DI INDONESIA MENURUT UU NO.5 TAHUN Oleh. Delfina Gusman, SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas.

KONVERSI HAK ATAS TANAH DI INDONESIA MENURUT UU NO.5 TAHUN Oleh. Delfina Gusman, SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas. KONVERSI HAK ATAS TANAH DI INDONESIA MENURUT UU NO.5 TAHUN 1960 Oleh Delfina Gusman, SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Abstrak Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat. menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula

BAB I PENGANTAR. Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat. menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat menguntungkan pada masa Hindia-Belanda. Keberadaan gula diperhitungkan dalam pasaran internasional. Bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Uraian Pendaftaran Tanah. pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Uraian Pendaftaran Tanah. pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Pendaftaran Tanah 2.1.1. Pengertian Pendaftaran Tanah Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN TANAH PADA KAWASAN PANTAI DI PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG. Sudirman Mechsan. Abstrak

STATUS KEPEMILIKAN TANAH PADA KAWASAN PANTAI DI PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG. Sudirman Mechsan. Abstrak STATUS KEPEMILIKAN TANAH PADA KAWASAN PANTAI DI PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG Sudirman Mechsan Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung Abstrak Ketidaktahuan masyarakat atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB. IV POLITIK HUKUM

BAB. IV POLITIK HUKUM BAB. IV POLITIK HUKUM I. PENGERTIAN POLITIK HUKUM POLITIK H U K U M CARA MENENTUKAN TUJUAN YANG AKAN DICAPAI DENGAN DIBUAT DAN DIBERLAKUKANNYA HUKUM CARA MENENTUKAN STRATEGI YANG DIPILIH UNTUK MENCAPAI

Lebih terperinci

PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI

PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI PENERTIBAN ATAS TANAH DAN BANGUNAN TNI DENGAN STATUS OKUPASI Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Abstrak Pemberian hak atas tanah oleh Negara telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN 23 BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. Pengertian Umum Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak memperoleh akta autentik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai arti penting dan strategis bagi kehidupan. setiap orang dapat bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-haru,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai arti penting dan strategis bagi kehidupan. setiap orang dapat bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-haru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai arti penting dan strategis bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Tanah sebagai sumber kehidupan, karena disinilah setiap orang dapat bercocok

Lebih terperinci