TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi Padi
|
|
- Siska Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi Padi Perkembangan produksi padi banyak dicermati sejak tahun 1960, saat mulai berkembangnya teknologi revolusi hijau. Revolusi hijau ditandai dengan ditemukannya varietas unggul tanaman gandum dan padi, masing-msing oleh Norman Borlaug dan Peter Jenning bersama Hank Beachell (Dar dan Winslow 2000). Penemuan varietas berdaya hasil tinggi (high yielding varieties), tahan serangan organisme pengganggu, dan sangat responsif terhadap pemupukan telah meningkatkan produksi serealia (padi dan gandum) dunia secara dramatis. Produksi padi Indonesia meningkat sebesar 109% antara tahun 1960 hingga 1980, yaitu meningkat dari 18,4 juta ton menjadi 38,5 juta ton. Peningkatan produksi yang sangat besar tersebut lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan bukan oleh peningkatan luas tanam. Pada periode tersebut produktivitas rata-rata meningkat 70,6%, sedangkan luas tanam hanya meningkat 3,5% (Sudjadi et al. 1987). Namun, dua puluh tahun berikutnya ( ) produksi padi hanya meningkat sebesar 35% yaitu dari 38,5 juta ton menjadi 51,9 juta ton (BPS 2002). Peningkatan yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan peningkatan pada dua puluh tahun sebelumnya disebabkan oleh penerapan teknologi produksi introduksi yang sudah merata. Produksi padi yang meningkat pesat tersebut telah mampu membuat Indonesia berswasembada beras pada tahun Dalam perkembangannya produksi padi di Indonesia mengalami beberapa kali kedataran peningkatan hasil (levelling off), yaitu pada tahun , 1986, dan akhir-akhir ini. Beberapa usaha penerapan teknologi produksi padi telah diterapkan untuk memacu terus pertumbuhan produksi padi. Introduksi teknologi produksi padi tersebut dimulai dengan adanya demonstrasi massal pada tahun 1964 dengan penerapan panca usaha (bibit unggul, pengolahan tanah, pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit) dan lahirnya program Bimas (bimbingan massal) pada tahun 1965 yang meliputi sawah seluas ha (Fakultas Pertanian Institut
2 8 Pertanian Bogor 1992). Beranjak dari program tersebut produksi padi Indonesia meningkat hingga 109% selama dua puluh tahun. Pada tahun 1979 dicanangkan program intensifikasi khusus (Insus) untuk mengatasi produksi padi yang mengalami kedataran peningkatan hasil pada tahun Pada prinsipnya program Insus adalah penerapan panca usaha oleh petani sehamparan secara kelompok untuk memanfaatkan potensi lahan secara optimal. Pada tahun 1987 diluncurkan program Suprainsus untuk menanggulangi gejala kedataran peningkatan hasil yang terjadi pada tahun Dalam suprainsus pada prinsipnya diintroduksikan rekayasa teknologi dan rekayasa sosial. Rekayasa teknologi merupakan tambahan dari panca usaha seperti peningkatan populasi tanaman, penggunaan ZPT/PPC, dan penanganan pascapanen. Rekayasa sosial, di antaranya, adalah memperluas kerja sama hingga antarkelompok tani (Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor 1992). Keseluruhan teknologi yang dintroduksikan tersebut merupakan teknologi yang berbasis pada revolusi hijau. Setelah tahun 2000 teknologi produksi padi dirancang sebagai teknologi yang menghemat sarana produksi, ramah lingkungan dan sekaligus meningkatkan produksi padi. Dalam hal ini Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi mengeluarkan paket teknologi yang disebut sebagai Pengelolaan Tanaman Terpadu. Teknologi tersebut terdiri dari penggunaan benih bermutu, bibit muda satu bibit per rumpun, penggunaan bahan organik, penggunaan bagan warna daun, pemupukan P dan K berdasar status tanah, tanam dengan jarak tanam legowo, dan pengairan secara berkala (Balai Penelitian Tanaman Padi 2002). Paket teknologi tersebut mengarah pada usaha tani rasional dengan menekan penggunaan masukan luar seperlunya. Pola peningkatan produksi padi yang berawal dari revolusi hijau juga terjadi di negara-negara lain seperti di Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Thailand, dan Filipina. Pada awalnya (sekitar tahun 1960), umumnya, produksi dan produktivitas padi rendah dengan penerapan teknologi produksi tradisional. Selanjutnya produktivitas meningkat cepat dengan penggunaan varietas modern dan dosis pemupukan NPK yang tinggi. Di Korea Selatan misalnya, sebelum tahun 1930 produktivitas padi hanya sekitar 1,5 ton/ha dengan penerapan teknologi produksi
3 9 organik secara tradisional. Pada tahun 1930 mulai diintroduksikan pupuk kimia (pabrik) dengan dosis rendah (26 kg N, 34 kg P 2 O 5, dan 39 K 2 O per ha) sehingga produksi meningkat menjadi 2 ton/ha. Pada tahun 1970 dengan diintroduksikannya varietas modern (varietas berdaya hasil tinggi) serta rekomendasi pemupukan menjadi 150 kg N/ha, 90 kg P 2 O 5, dan 110 kg K 2 O per ha, produksi padi meningkat menjadi 4,5 ton/ha. Petani mulai memasukkan mekanisasi pada usaha taninya, penggunaan input kimia semakin tinggi dan sekitar tahun 1970 tercapai swasembada beras serta sekitar tahun 1980 Korea Selatan telah surplus beras. Setelah periode ini Korea Selatan mulai menerapkan pengelolaan tanah dengan memasukkan bahan organik, menekan penggunaan pupuk inorganik, dan melakukan analisis tanah petani secara besar-besaran untuk mengelola kesuburan tanah (Yoo dan Jung 1992). Peran Unsur Hara N, P, dan K pada Tanaman Padi Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro atau diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman, termasuk padi. Hasil penelitian dari 2000 petani di China, India, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam antara tahun 1994 hingga tahun 1997 menunjukkan bahwa total hara yang diambil oleh tanaman padi untuk setiap ton gabah yang dihasilkan adalah kg N, 0,9-9,9 kg P, dan 6-42 kg K. Hal ini menunjukkan bahwa untuk produksi padi hara N dan K diperlukan dalam jumlah yang hampir sama besarnya (Witt et al. 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak dibatasi oleh suplai air, masalah gulma, serta infestasi hama dan penyakit, produksi biomas padi sangat ditentukan oleh suplai unsur hara N. Kebutuhan unsur hara makro lainnya (P dan K) sangat bergantung pada suplai unsur hara N. Peran pupuk urea pada produksi padi sawah telah terbukti dalam sejarah produksi padi di Indonesia. Peningkatan produktivitas padi sawah sebesar 70,6% pada periode sejalan dengan peningkatan penggunaan pupuk urea. Pada saat penggunaan pupuk N masih rendah, setiap peningkatan 1 kg N produktivitas meningkat sebesar 56,4 kg gabah. Namun, setelah penggunaan dosis pupuk N tinggi,
4 10 effisiensi pemupukan N menurun, yaitu menjadi 11,7 kg gabah untuk setiap penambahan 1 kg N (Sudjadi, Prawirasumantri, dan Wetselaar, 1987). Pupuk N telah diteliti dan nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan produksi gabah. Dari hasil penelitian terlihat pula bahwa efisiensi pemupukan N tidak meningkat setelah aplikasi dosis pupuk N mencapai 60 kg N/ha. Pada dosis pemupukan N 60 kg/ha diperoleh efisiensi pemupukan sebesar 34 kg gabah/kg N dengan hasil gabah 6,73 ton/ha, tetapi hasil gabah tidak meningkat lagi walaupun dosis dinaikkan hingga 180 kg N/ha (Tedjasarwana dan Permadi 1991). Penelitian di beberapa lokasi di Pulau Jawa menunjukkan hasil yang hampir sama, yaitu pemupukan N sampai dengan dosis 116 kg N/ha meningkatkan hasil gabah. Meskipun, peningkatan hasil tersebut tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan dosis pemupukan 87 kg N/ha (Darajat dan Utami 1993). Menurut Witt et al. (1999), efisiensi hara N pada padi sawah berkisar kg gabah/kg N. Pada umumnya unsur hara N diserap padi dalam bentuk amonium (NH + 4 ). Hasil penelitian Liang (1987) menunjukkan bahwa amonium pada lahan sawah 25-29% diserap oleh tanaman padi, 17-25% tertahan di tanah, dan 50-54% hilang karena tercuci, menguap, atau terdenitrifikasi. Pada tanah masam diperoleh bahwa recovery unsur N dari pupuk urea, ZA, dan amonium nitrat masing-masing sebesar 40-59%, 27-40%, dan 24-34%, sedangkan yang hilang dari sistem tanah masing-masing sebesar 13-40%, 44-54%, dan 51-57%. Pada tanah yang tidak masam tingkat recovery masing-masing oleh tanaman sebesar 23-38%, 22-25%, dan 17%, sedangkan kehilangan N dari sistem tanah sebesar 42-52%, 47-48%, dan 70%. Sumber unsur hara N untuk tanaman padi tidak seluruhnya berasal dari pupuk. Menurut Yaacub dan Sulaiman (1992), hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa dari kg N/ha yang diambil tanaman padi, kg N/ha berasal dari tanah dan selebihnya baru dari pupuk. Dalam Riceweb (2003) dinyatakan bahwa input N dari fiksasi biologis pada lahan sawah irigasi sebesar kg N/ha untuk setiap siklus pertanaman padi sawah. Sumbangan N tersebut sudah cukup untuk mendukung produksi 2-3 ton padi/ha. Namun, untuk memproduksi padi hingga 6 ton gabah/ha tanaman padi menyerap hingga 100 kg N/ha. Apabila efisiensi serapan N hanya 50
5 11 %, diperlukan tambahan pupuk N sekitar 150 kg N/ha. Menurut Ae (1997), di Jepang suplai N pada lahan sawah beririgasi 34 kg N/ha berasal dari fiksasi N, 29 kg N/ha dari air irigasi dan 6 kg N/ha berasal dari air hujan. Unsur hara P pada padi sawah di Indonesia selama ini dipenuhi dengan pupuk TSP (triple super phosphate) dengan kandungan unsur P sekitar 45% P 2 O 5 dan akhirakhir ini diganti dengan SP-36 dengan kandungan P 2 O 5 sebesar 36%. Pelaksanaan program intensifikasi dari tahun ke tahun telah menyebabkan terakumulasinya unsur P di sebagian besar lahan sawah di Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1,7 juta ha lahan sawah di Indonesia berstatus akumulasi P 2 O 5 sedang (20-40 mg P 2 O 5 /100 g tanah), 1,5 juta ha tergolong tinggi (>40 mg P 2 O 5 /100 g tanah) dan hanya 0,54 juta ha yang tingkat akumulasinya rendah (<20 mg P 2 O 5 /100 g) (Syam dan Hermanto 1995). Menurut Witt et al. (1998), untuk menghasilkan 3 ton gabah diperlukan sekitar 7,5 kg P/ha untuk diserap tanaman, sedangkan untuk menghasilkan 6 ton gabah diperlukan 15,6 kg P/ha untuk diserap tanaman. Dengan kondisi kandungan tersebut, berbagai penelitian dosis pupuk P pada padi sawah tidak memberikan hasil yang nyata. Unsur K bagi tanaman berfungsi sebagai osmoregulan, aktivasi enzim, pengatur ph di tingkat seluler, keseimbangan kation-anion tingkat sel, pengaturan transpirasi melalui pengaturan pembukaan stamata, dan transportasi asimilat. Selain itu, unsur K juga berperan memperkuat dinding sel tanaman dan terlibat dalam lignifikasi jaringan sklerenkhim yang dihubungkan dengan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), pengaruh unsur K pada tanaman padi adalah meningkatkan luas daun dan kandungan khlorofil daun, serta menunda senesen daun sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Tidak seperti unsur N dan P, pada tanaman padi, unsur K tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan, tetapi berpengaruh terhadap jumlah gabah/malai, persen gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah. Pada lahan sawah irigasi, unsur K dapat diperoleh dari air irigasi. Beberapa penelitian dosis pupuk K tidak memberikan pengaruh yang nyata. Walaupun demikian pada lahan dengan status K rendah, pemupukan K dapat meningkatkan
6 12 hasil. Hasil penelitian di Ngawi (Jawa Timur) memperlihatkan bahwa pemupukan K dengan dosis 100 kg KCl dapat meningkatkan hasil dari 3,84 ton gabah/ha menjadi 5,12 ton/ha. Di samping itu, aplikasi jerami padi sebanyak 5 ton/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan pemupukan 100 kg KCl. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk KCl dapat disubstitusi dengan pengembalian jerami padi ke sawah (Syam dan Hermanto 1995). Peran Bahan Organik pada Tanaman Padi Peran bahan organik penting dalam suplai N tanah. Bahan organik tanah dapat dilihat sebagai kunci mekanistik untuk suplai hara N. Dengan biomas mikrobial yang segmen siklusnya sangat cepat, fase organik bertindak sebagai biokatalis untuk suplai unsur hara dan pool hara itu sendiri (Reichardt et al. 2003). Menurut Hesse (1984), sumber bahan organik untuk pertanian sangat beragam, yaitu kotoran hewan (pupuk kandang), kotoran manusia, sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, dan limbah kota (urban wastes) tergatung pada bahannya. Kotoran hewan mengandung sekitar 1,5 % N, 0,4 % P, dan 0,4 % K. Jerami tanaman serealia mengandung sekitar 0,5 % N, 0,3 % P, dan 1,2 % K. Kotoran manusia mengandung 50 ppm N, 7 ppm P, dan 25 ppm K. Pupuk hijau Crotalaria spp, mengandung 4 % N, sampah organik kota sangat beragam, sebagai contoh mengandung 1,24 % N, 0,26 % P, dan 1,29 % K. Bahan organik yang paling potensial diterapkan secara luas adalah bahan organik yang dihasilkan oleh internal usaha tani dan sebagai resiklus bahan organik pada lahan tersebut. Untuk tanaman padi, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Lee et al. (2002), menyatakan bahwa jerami padi merupakan bahan organik yang mudah dan ekonomis untuk dikembalikan ke lahan sawah. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah intensif. Menurut Cho dan Kobata (2002), jerami padi merupakan sumber bahan organik utama yang dapat mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahan. Jerami padi mengandung sekitar 0,6 % N, 0,1 % masing-masing P dan S, 1 % K, 5 % Si, dan 40 % C. Dalam satu siklus panen dihasilkan jerami padi berkisar dari 2 ton 10
7 13 ton/ha. Pemberian jerami dengan dosis N yang sama dengan ZA dihitung berdasarkan kandungannya memberikan hasil yang tidak nyata, sedangkan kombinasi antara bahan organik dan pupuk mineral memberikan hasil padi yang lebih tinggi (Hesse 1984). Penambahan 10,71 ton kompos dan 2,38 ton jerami dapat meningkatkan produksi padi sawah masing-masing 13 % dan 10 % (Huh 1994). Pemberian jerami yang dicacah dengan dosis 650 gram/m 2 dapat menggantikan pupuk dasar sebanyak 4 gram N/m 2 dan 8 gram K 2 O/m 2 (Cho dan Kobata 2002). Dengan demikian penggunaan jerami padi secara luas sebagai sumber bahan organik pada usaha tani padi sangat potensial (Ponnamperuma 1984). Jerami padi di Indonesia pada umumnya dibakar atau diangkut dari lahan setelah panen. Pengolahan tanah dengan traktor tangan tidak memungkinkan membenamkan jerami karena mengganggu jalannya traktor. Pengembalian jerami ke lahan telah banyak diteliti memiliki pengaruh positif pada jangka panjang. Pembenaman jerami ke tanah sawah tampaknya mempengaruhi ketersediaan hara N. Eagle et al. (2000) menyatakan bahwa aplikasi jerami dengan membenamkannya ke dalam tanah sawah pada tahun pertama dengan perlakuan pupuk N sesuai dengan dosis rekomendasi (semua unsur hara tercukupi) tidak berpengaruh terhadap hasil gabah. Pada tahun ketiga, diperoleh bahwa perlakuan pembenaman jerami ke tanah meningkatkan hasil gabah. Pada tahun ketiga hingga tahun kelima pembenaman jerami meningkatkan serapan unsur hara N rata-rata sebesar 19 kg N/ha pada petak perlakuan tanpa penambahan pupuk N dan serapan N meningkat sebesar 12 kg N/ha pada petak dengan penambahan pupuk N sesuai dengan dosis rekomendasi. Peningkatan serapan N oleh tanaman padi sawah karena pembenaman jerami dikarenakan terbentuknya N pool tanah labil yang mengurangi kebergantungan tanaman pada N pupuk (Bird et al. 2001). Jerami merupakan sumber N yang penting karena sekitar 1/3 total N padi sawah berada pada jerami (Ponnamperuma, 1984). Pupuk N dapat dikurangi dengan pembenaman jerami. Mahapatra et al. (1991), menyatakan bahwa pembenaman jerami dapat mengganti kg N ha -1 pada tanaman padi sawah.
8 14 Aplikasi jerami dengan membenamkannya secara langsung setelah panen diindikasikan menimbulkan imobilisasi unsur N tanah sehingga menekan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Williams et al. (1968) menyatakan bahwa imobilisasi N pada pembenaman jerami sebesar 0,5% bobot kering jerami. Namun, penurunan hasil karena imobilisasi tersebut akan terjadi jika kadar N jerami rendah. Penambahan pupuk N pada aplikasi jerami juga meniadakan pengaruh imobilisasi N karena pembenaman jerami tersebut. Sinha (1971) menyatakan bahwa imobilisasi unsur P karena pembenaman jerami tidak sampai berdampak pada penurunan hasil padi sawah. Residu jerami yang dibenamkan ke dalam tanah berupa humus dan asam fosfat fulfat (fulfic phosphate). Asam fosfat fulfat inilah yang berperan dalam imobilisasi unsur P. Pada tahun kedua, pembenaman jerami ke tanah telah menyebabkan peningkatan serapan unsur P karena mineralisasi. Penggunaan bahan organik sebelum tanam padi sawah sebagai pupuk hijau telah dibuktikan memperbaiki potensi produksi padi. Penggunaan Sesbania rostrata sebagai pupuk hijau sebanyak 4,88 ton/ha telah meningkatkan produktivitas padi menjadi 2,63 ton/ha jika dibandingkan dengan tanpa pupuk hijau yang hanya mencapai 1,9 ton gabah/ha (Chanpengsay et al., 1999). Hasil penelitian Meelu dan Morris (1987) menunjukkan bahwa penambahan pupuk hijau ke lahan sawah sebanyak 46 ton/ha dapat menambah simpanan unsur hara N sebanyak kg N/ha. Pengembalian jerami padi ke lahan juga dapat memperbaiki kesuburan tanah dan mempunyai efek residu bagi musim tanam selanjutnya. Penambahan bahan organik pada tanah sawah mempunyai pengaruh terhadap beberapa sifat kimia, yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Menurut Hesse (1984), dekomposisi bahan organik secara lambat akan melepaskan CO 2 yang secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi, melepaskan bentuk ikatan P tertentu yang membentuk kompleks senyawa Fe dan Mn, membentuk CH 4 yang terlibat dalam pengendalian patogen, dan menghasilkan senyawa tertentu yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Selain itu penambahan bahan organik tanah akan berfungsi sebagai buffer ph tanah, meningkatkan ketersediaan N dan C tanah, serta menekan nematoda dan senyawa
9 15 beracun. Umumnya penambahan bahan organik bersama dengan pemupukan mineral akan memberikan hasil lebih baik. Karakteristik Fisiologi dan Agronomi Varietas Padi Sawah Varietas padi sawah memiliki keragaman karakter fisiologi dan agronomi. Karakter fisiologi dan agronomi tersebut meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, ketahanan terhadap rebah, panjang malai, indeks biji, gabah isi, efisiensi partisi biomassa, indeks panen, produksi biomassa, sudut daun, warna daun, ketebalan daun, kandungan N daun, indeks luas daun, respons terhadap pemupukan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kualitas gabah, umur panen, kepadatan gabah per malai, laju fotosintesis, potensi hasil, daya adaptasi, dan sensitivitas terhadap panjang hari. Varietas tradisional, Varietas modern, dan varietas padi tipe baru (new plant type) memiliki perbedaan yang besar pada karakteristik tersebut (Peng et al. 1994; Dalrymple 1986; Peng et al. 1999; Peng and Senadhira 1998; Katayama 1993; Kitano et al. 1993). Tinggi Tanaman Tinggi tanaman yang pendek (semidwarf stature) merupakan penciri varietas modern (Hight Yielding Varieties) yang dikembangkan oleh IRRI. Gen semidwarf tersebut diperoleh dari mutasi spontan padi De Geo Wogen. Varietas IR 8 merupakan tanaman semidwarf pertama yang dilepas IRRI pada tahun 1966, dan gen semidwarf pertama berasal dari varietas De Geo Wogen yang menandai lahirnya revolusi hijau (Dalrymple 1986). Tinggi tanaman yang pendek (80-90 cm) berhubungan dengan ketahanan terhadap rebah dan efisiensi partisi biomassa antara gabah dan jerami, yaitu memiliki indeks panen yang tinggi (Peng, Kush, dan Cassman 1994). Varietas lokal (unggul lokal hasil seleksi puluhan tahun sebelum lahir varietas modern) seperti Peta, Sinta, Bengawan, Sigadis ( padi indica), serta padi bulu dan jawa serut (padi javanica atau japonica tropis), umumnya memiliki tinggi tanaman yang tinggi. Padi Peta sebagai induk IR 8 misalnya memiliki tinggi tanaman yang tinggi (Dalrymple, 1986). Dengan demikian, tanaman lokal umumnya memiliki
10 16 kelemahan tidak tahan rebah dan indeks panen yang rendah. Menurut Katayama (1993), varietas tradisional yang tergolong dalam subspesies sub japonica (javanica) memiliki tinggi tanaman yang tinggi, subspesies indica tergolong sedang dan japonica tergolong pendek. Varietas new plant type (NPT) diharapkan memiliki tinggi cm sehingga masih memiliki sifat tahan rebah, indeks panen yang tingi, dan produksi biomassa lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas modern. Jumlah Anakan dan Anakan Produktif Varietas modern memiliki jumlah anakan yang tinggi, setiap rumpun yang ditanam 3 5 bibit pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai akan menghasilkan anakan. Dari jumlah anakan tersebut, hanya sekitar 20 anakan yang menghasilkan malai (anakan produktif). Anakan yang tidak menghasilkan malai akan menggunakan cahaya dan nutrisi hanya untuk pembentukan bagian vegetatif tanaman sehingga tidak produktif. Jumlah anakan yang rapat akan menyebabkan lingkungan mikro lebih menguntungkan untuk perkembangan hama dan penyakit ( Peng et al. 1994). Sifat menganak yang tinggi merupakan sifat padi indica. Oleh karena itu, varietas lokal yang tergolong dalam padi indica memiliki jumlah anakan yang tinggi. Namun, varietas lokal yang tergolong dalam padi sub japonica memiliki jumlah anakan yang sedikit dan persen jumlah anakan produktif yang tinggi (Dalrymple 1986; dan Katayama 1993). Untuk varietas ideotype (NPT) memiliki jumlah anakan sedikit (3-4 anakan rumpun) sehingga potensial untuk tanam sebar langsung (Peng et al, 1999; Peng dan Senadhira, 1998, dan Peng et al. 1994). Varietas padi modern memiliki karakteristik jumlah malai lebih tinggi dibanding varietas tradisional, tetapi memiliki panjang malai lebih pendek dan kepadatan malai lebih kecil daripada varietas lokal. Menurut Peng, Kush dan Casssaman (1994), hal tersebut berhubungan dengan jumlah anakan. Padi dengan jumlah anakan yang tinggi (varietas modern atau lokal indica) cenderung memiliki panjang malai yang pendek dan kepadatan malai yang rendah. Varietas lokal javanica umumnya memiliki malai yang panjang dan kepadatan malai yang tinggi. New plant type diskenariokan memiliki ukuran malai yang panjang dan kepadatan
11 17 gabah yang tinggi ( gabah/malai). Panjang malai yang pendek pada varietas modern sama dengan karakter padi subspesies japonica (Katayama, 1993). Ketahanan terhadap Rebah Tahan rebah merupakan karakteristik varietas modern yang sebenarnya terdapat juga pada padi japonica. Sifat tahan rebah termasuk sifat yang dicari dalam pemuliaan varietas modern. Varietas modern yang respons terhadap pemupukan dan dapat menghasilkan biomassa yang tinggi akan rebah apabila karakter tahan rebah tidak terdapat pada varietas tersebut. Karakter tahan rebah berkorelasi dengan tinggi tanaman yang semidwarf, malai yang tebal, dan partisi fotosintat yang berimbang (Peng, Kush, dan Cassman, 1994). Varietas lokal yang berkembang dari padi Indica seperti Peta, Bengawan, dan Sigadis merupakan varietas yang memiliki sifat tidak tahan rebah. Karakter Kanopi dan Daun Karakter kanopi dan daun meliputi sudut daun, ketebalan daun, warna daun, dan indeks luas daun (ILD). Di samping semidwarf, varietas modern memilki arsitektur daun yang memungkinkan penetrasi cahaya yang tinggi. Varietas modern (HYV S IRRI), umumnya memiliki daun yang tegak sehingga ILD-nya tinggi dan mampu menangkap cahaya yang lebih efisien. Dengan demikian, tanaman akan memiliki sistem fotosintesis yang efisien dan mampu memproduksi biomassa yang tinggi. Padi varietas modern merupakan tanaman C3 yang produksi biomassanya paling efisien. Katayama (1993) menyatakan bahwa padi yang memiliki daun yang tegak, daun bawahnya akan memperoleh cahaya dan udara segar lebih banyak sehingga dapat memproduksi hasil yang lebih tinggi. Varietas modern pada umumnya memiliki daun yang berwarna hijau gelap dan lebih tebal serta kandungan N yang lebih tinggi bila pemupukan N cukup. Varietas lokal terutama yang tergolong dalam padi jenis indica memiliki daun yang panjang dan horizontal (Peng dan Senadhira 1986). Daun yang horizontal akan mengurangi penetrasi cahaya, meningkatkan kelembaban di bawah kanopi daun, dan
12 18 mengurangi pergerakan udara. Hal ini akan menurunkan efisiensi fotosintesis dan menguntungkan untuk pertumbuhan hama dan penyakit (Peng et al. 1994). Umur Tanaman Varietas modern memiliki umur panen yang pendek, yaitu sekitar hari, dari tanam pindah hingga panen, atau sekitar 120 hari dari benih ke biji. Berhubungan dengan umur tanaman, hasil varietas yang umurnya lebih panjang masih dapat meningkat secara linear sampai umur 135 hari. Umur pendek mempunyai keuntungan membutuhkan air yang lebih sedikit, lebih cepat terhindar dari serangan hama dan penyakit, serta memungkinkan penanaman dua kali atau pergiliran dengan tanaman lain (Peng et al. 1994). Varietas lokal, terutama yang tergolong dalam subspecies javanica memiliki umur panen yang panjang, yaitu sekitar 5 6 bulan. Varietas Pandanwangi Cianjur memiliki umur panen 5 bulan, demikian pula varietas Aman dan Brao di India serta Kao Nak di Thailand. Respons terhadap Pemupukan N Varietas modern memiliki sifat responsif terhadap pemupukan N, dalam arti produksi akan meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk N sampai batas tertentu. Sifat tersebut dimiliki pula oleh varietas japonica yang beradaptasi pada pemupukan, tetapi varietas japonica umumnya tidak tahan rebah (Dalrymple 1986). Sebaliknya, varietas lokal terutama subspesies indica tidak respons terhadap pemupukan karena sudah terseleksi dalam kondisi tanah kurang subur, sedangkan varietas lokal dari subspesies japonica memiliki sifat rebah sehingga pemupukan tidak meningkatkan hasil (Dalrymple 1986; Peng et al. 1994; Katayama 1993). Ketahanan terhadap Penyakit Setelah IR 8 yang pemuliaannya diarahkan pada semidwarf, indeks panen tinggi, responsif pemupukan, dan hasil panen tinggi, pemuliaan generasi selanjutnya diarahkan pada ketahanan terhadap hama dan penyakit serta mutu hasil. Dengan demikian, karakter varietas modern adalah tahan terhadap hama dan penyakit
13 19 walaupun ketahanan tersebut tidak abadi. Dalrymple (1986) melaporkan bahwa penggunaan varietas modern di Indonesia berhubungan dengan ketahanannya terhadap hama wereng coklat. Semua varietas, termasuk varietas lokal sebelum tahun 1975 tidak tahan terhadap wereng. Pada tahun 1975 digunakan varietas PB 28, PB 30, dan Serayu (varietas modern tahan wereng Biotipe I). Pada tahun 1983 digunakan varietas IR 56 tahan wereng Biotipe III. Sebaliknya, varietas lokal umumnya tidak tahan terhadap hama dan penyakit walaupun padi subspesies indica termasuk relatif tahan terhadap hama dan penyakit. Fotosintesis, Produksi Biomassa, Indeks Panen, dan Potensi Hasil Varietas modern mempunyai laju fotosintesisis yang tinggi, ditandai dengan produksi biomasssa yang tinggi. Demikian pula, potensi hasil varietas modern cukup tinggi karena selain produksi biomassanya tinggi, indeks panennya juga tinggi. Peng dan Senadhira (1998) menunjukkan hubungan antara potensi hasil, produksi biomassa, indeks panen, dan laju fotosintesis. Potensi hasil merupakan perkalian indeks panen dengan total biomassa dan biomassa yang dihasilkan sendiri merupakan fungsi dari laju fotosintesis, umur tanaman, dan laju respirasi. Indeks panen sendiri mencerminkan ukuran sink yang berupa jumlah butir per unit areal tanam dan kapasitas fotosintesis daun merupakan ukuran source yang keduanya menentukan biomassa yang dihasilkan. Peng et al. (1994) menyatakan bahwa laju fotosintesis bersih varietas modern berkisar antara mol CO 2 /m 2 dan laju produksi biomassa sekitar 40 g/m 2. Indeks panen varietas modern sekitar 0,50 atau lebih besar dan potensi hasil sebesar 9,5 ton /ha pada musim hujan dan 15,9 ton/ha pada musim kemarau. Potensi hasil, produksi biomassa, dan laju fotosintesis yang tinggi pada varietas modern berhubungan dengan arsitektur daun yang tegak, kandungan N daun yang tinggi, serta kecukupan CO 2 dan air. Varietas lokal berhubungan dengan karakter morfologi daun yang terkulai (drooping), LAI rendah, kandungan N daun rendah, indeks panen rendah, serta produksi biomassa rendah. Karakter tersebut akan memberikan laju fotosintesis, ukuran sink dan source serta potensi hasil yang rendah. Hal ini terutama pada
14 20 varietas lokal yang dikembangkan dari subspesies indica yang memiliki sudut daun lebar, warna daun hijau muda, daun kecil panjang, dan bobot malai ringan (Katayama 1993). Daya Adaptasi Varietas modern merupakan varietas yang dikembangkan untuk kondisi lingkungan tumbuh yang menguntungkan seperti lahan beririgasi dan suplai nitrogen yang cukup dan bahkan cenderung berlebih. Dengan demikian, varietas modern memiliki daya adaptasi yang rendah, terutama terhadap kekeringan dan penggunaan pupuk yang rendah. Varietas modern dihasilkan dari proses pemuliaan di lingkungan optimum sehingga memiliki daya adaptasi yang rendah terhadap lingkungan suboptimum. Hasil penelitian Rajaram et al. (1996) menunjukkan bahwa galur berdaya hasil tinggi yang diseleksi pada lingkungan optimum hasilnya akan lebih rendah dibanding galur berdayahasil rendah dari hasil seleksi pada lingkungan suboptimum jika ditanam pada lingkungan suboptimum. Hal ini menjelaskan mengapa varietas modern akan mengalami penurunan hasil yang besar apabila ditanam pada lahan yang memiliki kesuburan tanah rendah. Varietas lokal terutama yang dikembangkan dari subspesies indica akan dapat beradaptasi pada kondisi kesuburan tanah yang rendah, ketidakpastian cuaca dan irigasi, serta resisten terhadap hama, penyakit, dan gulma. Pemuliaan varietas padi di Indonesia antara tahun 1940 hingga 1965 diarahkan untuk menghasilkan varietas yang toleran terhadap kesuburan tanah rendah sampai sedang. Varietas yang dihasilkan antara lain, adalah Bengawan, Peta, Intan, dan Mas. Dengan demikian, varietas lokal lebih memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan suboptimum walaupun potensi hasilnya rendah. Dengan melihat karakteristik masing-masing ekotipe, varietas lokal terutama varietas Indica, memiliki karakter tidak tanggap terhadap masukan luar. Selain itu pemuliaan yang dilakukan sebelum ditemukannya varietas modern diarahkan untuk teknik budi daya tradisional atau kondisi kesuburan lahan rendah (Dalrymple 1986; Katayama 1993) sehingga menjadi tidak tanggap terhadap pemupukan dosis tinggi.
15 21 Pada tahun 1930, varietas unggul lokal diusahakan seluas ha diduga sebagian dari varietas yang diusahakan tersebut beradaptasi pada lingkungan tertentu menjadi varietas lokal.
PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul
147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan
Lebih terperinciPENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A
PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi
3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi
TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAHAN DAN METODE
PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL
VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi
Lebih terperinciMENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR
MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang
Lebih terperinciSEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan
Lebih terperinciUntuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara
Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ratun Tanaman Padi
12 TINJAUAN PUSTAKA Ratun Tanaman Padi Ratun tanaman padi merupakan tunas yang tumbuh dari tunggul batang yang telah dipanen dan menghasilkan anakan baru hingga dapat dipanen (Krishnamurthy 1988). Praktek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian
10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciSumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/
Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan
49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo
3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat
PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan
4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan
Lebih terperinci: Kasar pada sebelah bawah daun
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani
1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan
Lebih terperinciLatar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi
Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah
7 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah Penggunaan padi varietas unggul berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah. Varietas padi dengan potensi hasil tinggi terus dikembangkan untuk
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan
Lebih terperinciTEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH Oleh : Chairunas, Basri AB, Tamrin, M.. Nasir Ali dan T.M. Fakhrizal PENDAHULUAN Kelebihan pemakaian dan atau tidak tepatnya
Lebih terperinciBUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso
BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan
4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciPETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :
PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi
Lebih terperinciOleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)
Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research
Lebih terperinciTENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...
Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jagung
18 TINJAUAN PUSTAKA Jagung Kebutuhan jagung di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilakukan melalui usaha secara ekstensifikasi dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf
Lebih terperinciTeknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)
Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.
Lebih terperinciImam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah
6. MENGHITUNG TAKARAN PUPUK UNTUK PERCOBAAN KESUBURAN TANAH Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Pengertian Pupuk Pupuk adalah suatu
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)
PENDAHULUAN Latar belakang Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan
Lebih terperinciPENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT
PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,
Lebih terperinciKomponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:
AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
Lebih terperinciPENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian
PENGOMPOSAN JERAMI Dahulu, pada waktu panen padi menggunakan ani-ani, maka yang dimaksud dengan jerami adalah limbah pertanian mulai dari bagian bawah tanaman padi sampai dengan tangkai malai. Namun saat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinci