TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah"

Transkripsi

1 7 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah Penggunaan padi varietas unggul berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah. Varietas padi dengan potensi hasil tinggi terus dikembangkan untuk meningkatkan rata-rata hasil di tingkat petani. Untuk meningkatkan potensi hasil padi di daerah tropika diperlukan peningkatan indeks panen dan total biomas atau responsivitas terhadap pemupukan (Khush 1999). Peningkatan potensi hasil padi sawah telah mengalami 2 tahapan, pertama pengembangan dari varietas semidwarf yang menghasilkan IR8 oleh IRRI pada tahun 1966 (Peng et al. 2008). Varietas padi ini mempunyai produktivitas dari 4 sampai 8 ton/ha pada daerah tropika. Khush (1999) menyatakan IR8 memiliki sifat yang diinginkan seperti pembentukan anakan banyak, daun tegak dan hijau gelap, dan batang kuat. Kedua, dihasilkan dari pengembangan padi hibrida pada tahun 1976 di China. Menurut Peng et al. (1999) bahwa padi hibrida indica/indica meningkatkan potensi hasil 9% dibandingkan inbrida terbaik. Pengembangan potensi hasil varietas inbrida indica semi-dwarf mengalami stagnasi sejak pelepasan IR8. Perbaikan potensi hasil terus dilakukan melalui persilangan padi japonica/indica sehingga menghasilkan padi varietas tipe-tongil yang dikembangkan di Korea pada tahun 1971, yang menunjukkan peningkatan hasil 30% dibandingkan dengan varietas japonica (Peng et al. 2008). Varietas Tongil memiliki karakteristik sifat daun sedang sampai panjang dan tegak, pelepah daun tebal, tanaman pendek tetapi malai panjang, bentuk tanaman terbuka, dan tahan rebah. IR72 yang dilepas pada tahun 1980 menghasilkan biomasa sekitar 20 ton/ha dan indeks panen 0.5 dan menghasilkan 10 ton/ha gabah pada pengelolaan yang tepat. Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan potensi hasil. Padi yang dihasilkan dikenal dengan padi tipe baru (PTB), dan IRRI mengembangkannya pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut. Program pembentukan varietas unggul padi sawah sampai dengan tahun 1970-an lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen

2 8 dua sampai tiga kali (Susanto et al. 2003). Pengembangan varietas banyak diarahkan untuk meningkatkan daya adaptasi dan toleransi terhadap cekaman biotik maupun abiotik pada agroekosistem yang dihadapi, sehingga mampu menciptakan stabilitas hasil tanaman yang baik. Varietas unggul yang paling populer kemudian adalah IR64 diintroduksi dari IRRI dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun Varietas tersebut sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, daya adaptasi luas, dan produktivitasnya tinggi. Karakteristik dari varietas tipe varietas IR64 menurut Daradjat et al. (2001) antara lain adalah umur genjah ( HSS), postur tanaman pendek sedang ( cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakanbanyak sedang (20-25 anakan/rumpun dengan anakan produktif anakan/rumpun), panjang malai sedang, responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5-6 ton/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Varietas IR64 memiliki daya adaptasi yang sangat luas dapat dibudidayakan sebagai padi gogo maupun padi rawa. Varietas IR64 ini banyak dijadikan sebagai tetua dalam program pemuliaan dan banyak varietas unggul baru yang merupakan keturunan dari IR64 tersebut (Susanto et al. 2003), diantaranya adalah: Way Apo Buru, Widas, Ciherang, Tukad Unda, Code, Angke, Konawe, Cigeulis, dan Cibogo. Potensi hasil varietas-varietas tersebut tidak berbeda dengan IR64 yang dilepas lebih dahulu. Bersama Ciherang, IR64 kini masih mendominasi areal pertanaman padi, sehingga laju pertumbuhan produktivitas padi nasional tidak mengalami peningkatan yang nyata dari tahun ke tahun. Upaya peningkatan produktivitas padi dengan pengembangan varietas padi hibrida dan padi tipe baru telah dilakukan. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak tahun 1983 dan pada tahun 2001 dilepas varietas pertama Intani 1 dan 2 dari PT BISI, sedangkan dari institusi pemerintah pertama kali dilepas varietas Maro dan Rokan pada tahun 2002 (Badan Litbang 2007b; Satoto dan Suprihatno 2008). Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995 dengan mengintroduksi beberapa galur PTB IRRI generasi pertama, pada tahun 2001 telah dilepas varietas Cimelati semi PTB pertama (Abdullah 2008b).

3 9 Padi Tipe Baru Pada tahun 1989, Lembaga Internasional Penelitian Padi atau International Rice Research Institute (IRRI) telah merancang dan merakit padi dengan arsitektur baru yang kemudian dikenal dengan new plant type of rice (NPT) atau padi tipe baru (PTB). Ini diilhami oleh Donald pada tahun 1968 melalui pendekatan pemuliaan idiotipe (Yang et al. 2007). Sasaran pengembangan PTB adalah potensi hasil 20 25% lebih tinggi dibanding varietas padi semidwarf mutakhir pada lingkungan tropik. Menurut Peng et al. (1994) dan Khush (1999), untuk mencapai sasaran maka suatu tipe tanaman baru memiliki sifat anakan sedikit, semua anakan produktif, malai lebat ( gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang ( cm), batang kokoh, daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, perakaran lebat dan dalam, umur sedang ( hari), serta tahan terhadap hama dan penyakit utama dan kualitas biji dapat diterima. Sifat-sifat tersebut untuk meningkatkan total biomas sekitar 23 ton dan indeks panen sampai 0.55 sehingga suatu tanaman yang dapat menghasilkan hasil biji sekitar 12.5 ton (Khush 1999). Namun, PTB generasi pertama tersebut memberikan hasil yang tidak sesuai dengan sasaran karena produksi biomas rendah dan kurangnya pengisian biji. Peng et al. (2008) menyatakan untuk meningkatkan potensi hasil maka PTB generasi kedua memiliki sifat-sifat: 330 malai per m 2, 150 gabah/malai, pengisian biji 80%, bobot biji 25 mg, total biomas 22 ton/ha, dan indeks panen 50%. Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995 dengan mengintroduksi beberapa galur PTB IRRI generasi pertama. Penelitian diintensifkan pada tahun 2001 dengan mengintroduksi lebih banyak galur elit PTB IRRI I dan generasi kedua (Abdullah et al. 2008b) dan telah dihasilkan varietas dan sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi. Melalui program perakitan PTB telah dilepas varietas unggul semi-ptb yaitu Cimelati (2001), Gilirang (2002), Ciapus (2003), dan varietas unggul PTB Fatmawati (2003) dengan potensi hasil berkisar antara 7.5 ton/ha sampai 9 ton/ha (Anonim 2009). Varietas tersebut masih memiliki kekurangan, antara lain anakan sedikit dan persentase kehampaan tinggi serta kurang tahan terhadap hama dan penyakit utama, sehingga potensi hasilnya belum sesuai dengan sasaran pemuliaan (Abdullah et al. 2008a).

4 10 Padi Hibrida Arah pemuliaan padi hibrida adalah untuk mendapatkan kombinasi hibrida yang berdaya hasil tinggi dan untuk memperoleh hibrida yang memiliki sifat ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik, adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh, serta memiliki mutu beras yang baik. Padi hibrida merupakan generasi pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua tetua yang secara genetik berbeda dan dikembangkan dengan memanfaatkan terjadinya heterosis pada F1 (Virmani et al. 1997). Fenomena heterosis merupakan fenomena aksi gen yaitu gejala pertumbuhan dan kapasitas produksi yang lebih tinggi dibandingkan kedua tetuanya. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat, sehingga mampu berproduksi lebih tinggi dibanding varietas unggul biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Pengembangan varietas hibrida perlu memperhatikan nilai heterosis yang diperoleh dari suatu hibrida. Menurut Nanda and Virmani (1999) tingkat heterosis hibrida padi indica berkisar antara 15-20%. Padi hibrida akan memiliki sifat unggul apabila kedua tetuanya membawa sifat atau jika salah satu tetuanya membawa karakter yang diinginkan dan dikendalikan oleh gen dominan (Virmani et al. 1997). Tanaman padi secara alami memiliki kontruksi gen-gen homozigos yang telah melakukan adaptasi, bahwa tanaman homozigos produktivitasnya cukup tinggi, dan kontruksi heterozigos kurang dapat memacu timbulnya gejala heterosis yang terlalu tinggi. Hal ini berarti bahwa padi hibrida hasilnya tidak lebih banyak secara menyolok dibandingkan hasil padi non-hibrida. Pada tanaman padi, karena bunganya sempurna maka organ jantan pada bunga tetua betina harus dibuat mandul dengan memasukkan gen cms (cytoplasmic-genetic male sterility) sehingga memudahkan untuk menghasilkan benih F 1 hibrida (Nanda and Virmani 1999). Penggunaan gen cms ini mengharuskan perakitan varietas padi hibrida menggunakan metode tiga galur. Yaitu galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur A), galur pelestari atau maintainer (galur B), dan tetua jantan yang berfungsi sebagai pemulih kesuburan atau restorer (galur R).

5 11 Keunggulan padi hibrida adalah hasil lebih tinggi dibanding padi unggul inbrida dan vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma. Sasaran utama program perakitan padi hibrida adalah merakit varietas padi hibrida yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan nilai heterosis daya hasil 20-25% dibandingkan dengan varietas unggul inbrida (Satoto dan Suprihatno 2008). Potensi hasil yang tinggi dicapai melalui keunggulan aspek fisiologis dan morfologis tanaman. Indonesia telah melepaskan beberapa varietas padi hibrida sebagai varietas unggul nasional yang telah dirakit oleh Balai Besar Penelitian Padi dan perusahaan benih swasta. Potensi hasil padi hibrida berkisar dari 4.5 ton GKG/ha sampai dengan 15 ton/ha GKG pada varietas Miki1 dan SL- 11-SHS (Anonim 2009; Satoto dan Suprihatno 2008). Menurut Susanto et al. (2003) padi hibrida yang dihasilkan banyak memiliki latar belakang genetik galurgalur yang berasal dari IRRI. Cina yang merupakan pelopor padi hibrida pada tahun 1998 telah memulai program pemuliaan padi hibrida super (Peng et al. 2008). Yuan (2001), dalam program ini melakukan kombinasi pendekatan ideotipe dengan menggunakan heterosis intersubspesies. Selanjutnya dinyatakan hasil gabah 100 kg/ha/hari sebagai sasaran perakitan padi super berdaya hasil tinggi dalam program pemuliaan padi hibrida super. Tahun secara komersil telah dilepas 34 varietas padi hibrida super dan telah banyak ditanam di Cina, seperti varietas Xieyou9308 dengan hasil ton/ha dan varietas Liangyoupeijiu dengan hasil ton/ha. Salah satu masalah pengembangan padi hibrida adalah tingkat ekspresi heterosis yang tidak stabil. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kehampaan gabah yang masih tinggi dan kerentanan terhadap hama penyakit utama. Karakter Morfologi dan Agronomi Padi Varietas Unggul Morfologi suatu tanaman menggambarkan produktivitasnya. Berdasarkan hubungan morfologi dan produktivitas tanaman, maka model arsitektur tanaman digunakan untuk menciptakan suatu tanaman yang ideal. Karakter morfologi menyangkut bentuk dan struktur tanaman yang merupakan dasar dalam klasifikasi tanaman dan digunakan sebagai alat untuk mengenal adaptasi tanaman terhadap

6 12 lingkungan. Padi varietas unggul dengan potensi hasil tinggi memiliki kekhasan karakter morfologi. Program perakitan padi varietas unggul banyak menggunakan pendekatan atau konsep idiotipe tanaman untuk mencapai sasaran potensi hasil tinggi. Karakter morfologi yang banyak digunakan untuk perakitan varietas padi unggul dengan kemampuan menghasilkan tinggi adalah batang pendek, daun tegak, dan jumlah anakan banyak (Yoshida 1981), sedangkan karakter agronomi adalah tinggi tanaman, kerebahan, umur tanaman, hasil, dan komponen hasil. Menurut Makarim et al. (2009) pandangan morfologi dan fisiologi untuk mendukung penanaman padi hasil tinggi masa depan, diperlukan perbaikan internal tanaman antara lain perbaikan bentuk dan kualitas tajuk, peningkatan pemanfaatan radiasi surya, perbaikan sifat partisi, penguatan batang tanaman, perbaikan aktivitas perakaran, dan perbaikan ukuran sink. Pada perakitan varietas padi hibrida sistem perakaran, jumlah anakan, jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir merupakan karakter sebagai dasar peningkatan hasil (Badan Litbang 2007b). Perakitan karakter morfologi varietas padi hibrida super dan PTB menggunakan karakter sifat kanopi daun tegak tinggi, posisi malai lebih rendah, dan malai berat, tinggi tanaman, posisi tiga daun bagian atas (Yuan 2001; Khush 1999). Tinggi Tanaman dan Ketahanan terhadap Kerebahan Hubungan antara tinggi tanaman dengan hasil telah banyak diteliti. Ternyata varietas berumur pendek tidak selalu berbatang pendek. Varietas berumur panjang tidak selalu disertai oleh tingginya hasil gabah, sebab hasil gabah lebih terkait dengan agihan bahan kering atau efisiensi fotosintesis (Manurung dan Ismunadji 1988). Pemuliaan untuk potensi hasil melalui pengembangan varietas semi-dwarf telah dilakukan di Cina pada tahun 1950 dan oleh IRRI pada tahun 1960 menggunakan gen sd-1 dari Ai-zi-zhan (Huang 2001; Peng et al. 2008). Pemulia tanaman di IRRI membuat persilangan untuk memasukkan gen dwarf dari varietas Taiwan seperti Dee-geo-woo-gen dan Taichung Native 1, padi IR8 merupakan varietas padi modern semi-dwarf pertama yang meningkatkan potensi hasil padi sawah dari 6 ton/ha menjadi 10 ton/ha di daerah tropika (Peng et al. 2008). Dengan demikian tinggi tanaman yang pendek

7 13 merupakan penciri padi varietas unggul modern, hal ini berkaitan dengan ketahanan terhadap rebah dan efisiensi partisi biomassa antara gabah dan jerami, yaitu memiliki indeks panen yang tinggi (Peng et al. 1994). Tanaman yang tinggi memiliki kelemahan tidak tahan rebah dan indeks panen yang rendah. Tanaman yang tinggi dengan batang yang lemah akan mudah rebah, ini menyebabkan pembuluh xylem dan floem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara dan fotosintat. Tingginya hasil pada padi varietas unggul terutama disebabkan oleh ketahanan terhadap kerebahan (Yoshida 1981). Strategi untuk pendekatan tipe baru tanaman ideal (ideotipe) yang memakai heterosis intersubspesifik dalam menghasilkan padi varietas hibrida super dicerminkan dengan ciri secara morfologi untuk tinggi tanaman paling sedikit 100 cm (Yuan 2001). Pada PTB tinggi tanaman cm adalah ideal untuk hasil maksimum, dimana peningkatan produksi biomas dapat dicapai pada saat radiasi surya tinggi dan suplai N yang cukup (Khush 1999). Anakan Jumlah anakan merupakan salah satu sifat utama penting pada varietas unggul, sistem anakan menjadi salah satu peubah potensi hasil. Menurut Abdullah et al. (2008b) jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan produktivitas dan atau mutu beras. Selanjutnya dinyatakan jumlah anakan sedikit diharapkan malai masak serempak, jika gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan source mengisi sink. Tanaman bertipe anakan banyak mampu mengkompensasi rumpun yang mati dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981). Padi inbrida dengan potensi hasil tinggi menghasilkan tipe tanaman memiliki kapasitas anakan tinggi, jumlah anakan tidak produktif besar dan mempunyai luas daun berlebihan yang menyebabkan saling menaungi dan mengurangi kanopi fotosintesis dan ukuran sink dan ini menjadi pembatas utama pada hasil (Peng et al. 1999). Menurut Yoshida (1981) kapasitas anakan sedang diperlukan untuk varietas padi berpotensi hasil tinggi. Potensi hasil rendah dapat

8 14 disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan dan indeks luas daun (ILD) melewati optimum, sebaliknya berhubungan erat dengan kapasitas anakan tinggi. Jumlah anakan yang lebih banyak merupakan keunggulan karakter morfologi padi hibrida sehingga memiliki area fotosintesis yang lebih luas (Badan litbang 2007a), sedangkan tipe tanaman untuk padi hibrida super berdaya hasil tinggi adalah jumlah anakannya sedang (Yuan 2001). Menurut Khush (1999) padi varietas modern menghasilkan anakan pada lingkungan pertumbuhan yang baik dari anakan tersebut hanya menghasilkan malai dan sisanya menjadi anakan tidak produktif. Anakan tidak produktif akan bersaing dengan anakan produktif untuk menggunakan cahaya dan unsur hara terutama N. Jumlah anakan PTB generasi pertama yang sedikit merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil. Menurut Peng et al. (2008) kurangnya jumlah anakan menyebabkan rendahnya produksi biomas sehingga pengisian biji kurang. Selanjutnya dinyatakan pada pemuliaan PTB generasi kedua kapasitas anakan ditingkatkan untuk meningkatkan produksi biomas dan untuk memperbaiki anakan terhadap pengaruh kerusakan dari hama atau lainnya selama tahap vegetatif. Khush (1999) menyatakan jumlah anakan untuk PTB adalah sedikit yaitu 6 10, sedangkan yang sesuai untuk kondisi di Indonesia jumlah anakan sedang tetapi semua produktif (12-18 batang) (Abdullah et al. 2008b). Daun dan Kanopi Karakter kanopi dan daun meliputi sudut daun, ketebalan daun, warna daun, dan ILD. Sifat daun untuk padi varietas unggul adalah daun tumbuhnya tegak, tebal, kecil, pendek dan ini merupakan konsep tipe tanaman untuk pemuliaan varietas berdaya hasil tinggi (Yoshida 1981). Daun tegak memungkinkan penetrasi dan distribusi cahaya lebih besar sampai ke bagian bawah dan merata, sehingga meningkatkan fotosintesis tanaman. Fotosintesis tanaman dari kanopi daun tegak sekitar 20% lebih tinggi dibandingkan kanopi daun terkulai pada kondisi ILD tinggi. Ishii (1995) menyatakan bahwa varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai kanopi fotosintesis lebih besar, kanopi fotosintesis ditentukan oleh tiga faktor yaitu kapasitas fotosintesis per unit luas daun, ILD, dan penyerapan cahaya.

9 15 Varietas lokal terutama yang tergolong dalam padi jenis indica memiliki daun yang panjang dan horisontal, sehingga memiliki kanopi daun yang terkulai. Daun horisontal dan terkulai akan mengurangi penetrasi cahaya, meningkatkan kelembaban di bawah kanopi daun, dan mengurangi pergerakan udara (Yoshida 1981; Khush 1999). Hal ini akan menurunkan efisiensi fotosintesis dan menguntungkan untuk pertumbuhan hama dan penyakit (Peng et al. 1994). Yoshida (1981) juga menyatakan fotosintesis pada daun terkulai lebih rendah dibandingkan kanopi daun tegak pada saat intensitas cahaya tinggi. Karakteristik daun untuk PTB adalah tegak, tebal dan berwarna hijau tua (Khush 1999). Daun hijau dan tebal akan lebih lambat mengalami senesen, sedangkan daun tegak lebih efisien dalam menggunakan cahaya sehingga aktivitas fotosintesis tinggi. Menurut Abdullah (2008b) PTB harus mempunyai daun yang tegak, tebal, sempit hingga sedang, berbentuk V, dan berwarna hijau tua. Karakter ini diperlukan untuk meningkatkan produksi biomas pada PTB. Varietas hibrida memiliki arsitektur daun yang memungkinkan penetrasi cahaya tinggi. Varietas hibrida umumnya memiliki daun yang tegak sehingga ILD-nya tinggi dan mampu menangkap cahaya yang lebih efisien, dan fotosintesis akan lebih besar ketika daun terbuka untuk cahaya pada kedua sisinya. Dengan demikian, tanaman akan memiliki sistem fotosintesis yang efisien dan mampu memproduksi biomassa yang tinggi (Laza et al. 2001). Pada perakitan varietas padi hibrida super untuk mencapai suatu source besar dari asimilat esensial untuk hasil super tinggi maka karakter daun terletak pada 3 daun bagian atas yaitu panjang, tegak, menyempit membentuk V, dan tebal (Yuan 2001). Umur Tanaman Tanaman padi biasanya memerlukan 3 6 bulan dari perkecambahan sampai panen tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya. Menurut Yoshida (1981) fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sebab lama fase reproduktif dan pemasakan tidak dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan. Umur pertumbuhan tanaman padi optimum untuk hasil maksimum di tropika sekitar 120 hari dari semai (Khush 1999). Padi varietas tradisional tropika

10 16 di Asia baik beradaptasi pada musim panas dengan umur tanaman berkisar hari. Padi unggul lokal di Indonesia seperti varietas Rojolele dan Pandan Wangi memiliki umur panen panjang yaitu sekitar 155 hari. Varietas unggul baru mempunyai umur panen yang lebih pendek atau genjah yaitu hari. Menurut Yoshida (1981) varietas dengan umur pertumbuhan terlalu pendek mungkin tidak menghasilkan hasil tinggi oleh karena dibatasi pertumbuhan vegetatif, dan varietas yang durasi pertumbuhan panjang tidak akan menghasilkan tinggi oleh karena pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Periode pertumbuhan padi dapat menjadi penentu hasil tinggi. Pada program perakitan padi hibrida super di Cina, untuk mencapai tujuan hasil super tinggi digunakan kriteria hasil harian per luas. Menurut Yuan (2001) hasil biji berhubungan erat dengan lamanya pertumbuhan dan hasil absolut varietas berumur panjang lebih tinggi dibandingkan berumur pendek. Varietas padi hibrida super Xieyou9308 memiliki umur panen 150 hari dengan hasil ton/ha, sedangkan Liangyoupeijiu dengan umur panen 135 hari hasil rata-rata yang dicapai adalah ton/ha (Peng et al. 2008). Menurut Khush (1999) lama pertumbuhan PTB berkisar hari, sedangkan di Indonesia PTB dengan potensi hasil tinggi harus mempunyai sifat umur genjah yaitu hari (Abdullah 2008b). Varietas PTB yang telah dihasilkan antara lain Fatmawati memiliki umur hari dan semi PTB Cimelati berumur hari (Anonim 2009). Varietas hibrida memiliki umur panen yang pendek yaitu sekitar hari, dari pindah tanam hingga panen, atau sekitar 120 hari dari semai sampai panen. Hasil varietas yang umurnya lebih panjang masih dapat meningkat secara linear sampai umur 135 hari. Umur pendek mempunyai keuntungan membutuhkan air yang lebih sedikit, lebih cepat terhindar dari serangan hama dan penyakit, serta memungkinkan penanaman dua kali atau pergiliran dengan tanaman lain (Peng et al. 1994). Malai Hanada (1993) membagi varietas padi berdasarkan jumlah malai dan bobot biji ke dalam tipe malai berat, malai sedang, dan malai ringan. Varietas

11 17 padi modern berdaya hasil tinggi mempunyai jumlah malai lebih banyak dibandingkan varietas padi tradisional (Khush 1999). Karakteristik varietas malai berat memiliki sink besar, source cukup, dan translokasi bahan kering ke malai dengan kecepatan fotosintesis, translokasi, dan akumulasi asimilat dari bahan kering ke malai setelah pembungaan tinggi ( Jun et al. 2003). Untuk mencapai sasaran potensi hasil tinggi pada PTB diperlukan karakter jumlah malai 330 per m 2 dan 150 gabah per malai, (Peng dan Khush 2003: Peng et al. 2008). Menurut Abdullah et al. (2008b) varietas PTB yang diharapkan mempunyai potensi hasil 9-13 ton/ha harus mempunyai sifat jumlah anakan produktif 12 18, jumlah gabah per malai butir, persentase gabah bernas 85-95%, dan bobot 1000 gabah bernas gram. Model tipe malai yang berat pada padi hibrida menjadi salah satu ukuran utama untuk pemuliaan padi hibrida super di Cina (Yuan 1998). Karakteristik tipe tanaman ideal untuk varietas dengan malai berat adalah jumlah malai efektif per rumpun tanaman adalah 12 15; jumlah gabah ; tingkat pengisian biji di atas 85%; bobot 1000 biji g; bobot gabah per malai lebih dari 4.8 g (Jun et al. 2006). Keunggulan potensi hasil padi hibrida karena memiliki jumlah anakan banyak dan jumlah gabah per malai lebih banyak, sedangkan untuk padi hibrida super berdaya hasil tinggi 15 ton/ha memiliki karakter malai berat yaitu berat biji per malai 5 g dan jumlah malai per m 2 (Yuan 2001; Yuan et al. 2003). Hasil dan Potensi Hasil Meningkatnya potensi hasil padi dihubungkan dengan meningkatnya nisbah gabah terhadap jeraminya, karena hal ini mencerminkan agihan bahan kering yang efisien (Yoshida 1981). Hasil adalah fungsi dari total bahan kering atau biomas dan indeks panen, sehingga peningkatan potensi hasil padi di daerah tropika harus diikuti dengan peningkatan produksi biomas total atau indeks panen (Khush 1999). Peningkatkan biomas sekitar 23 ton dan indeks panen 0.55 akan menghasilkan hasil biji sekitar 12.5 ton atau peningkatan 25% di atas hasil varietas unggul modern. Selanjutnya Khush (1999) menyatakan indeks panen dapat ditingkatkan melalui peningkatan proporsi penyimpanan energi dalam biji

12 18 atau melalui peningkatan ukuran sink, sedangkan biomasa dapat ditingkatkan melalui manipulasi genetik dan praktek budidaya yang lebih baik. Potensi hasil digambarkan sebagai hasil dari suatu varietas yang beradaptasi pada lingkungan yang sesuai dan tidak terkendala cekaman biotik dan abiotik (Peng et al. 2008). Potensi hasil padi mempunyai empat komponen yaitu bobot 1000 biji, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, dan rasio gabah berisi (Ishimaru et al. 2005). Jumlah biji total, seperti dihitung melalui jumlah gabah per malai dan jumlah malai per tanaman digunakan sebagai suatu indeks ukuran sink. Pada pemuliaan PTB perbaikan potensi hasil telah dicapai pada galur PTB generasi kedua, peningkatan potensi hasil dilakukan dengan peningkatan jumlah malai per m -2 dan persentase pengisian biji diperbaiki melalui introduksi gen elite tetua indica. Pencapaian peningkatan potensi hasil pada galur PTB generasi kedua harus memiliki sifat-sifat : jumlah malai 330 per m 2, jumlah gabah per malai 150, pengisian biji 80%, bobot biji 25 mg, biomasa total bagian atas 22 ton/ha, dan indeks panen 50% (Peng dan Kush 2003). Padi hibrida memiliki keunggulan hasil sekitar 15% di atas varietas inbrida terbaik. Keunggulan hasil pada padi hibrida ini disebabkan oleh laju pertumbuhan yang lebih tinggi selama awal stadia vegetatif karena cepatnya pertumbuhan luas daun. Padi hibrida mempunyai bentuk sink lebih efisien sehubungan dengan tingkat akumulasi bahan kering pada tahap pembungaan dibanding padi inbrida (Yang et al. 2007). Karakter Fisiologi dan Hubungannya dengan Hasil Beberapa penelitian menggunakan karakter fisiologis untuk mengetahui hubungannya dengan potensi hasil pada padi varietas unggul. Katsura et al. (2007); Yang et al. (2007); Zhang et al. (2009) menggunakan karakter fisiologi durasi luas daun, indeks luas daun (ILD), akumulasi biomas, laju pertumbuhan tanaman (LPT), dan kandungan karbohidrat. Fu et al. (2008) menggunakan karakter fotosintesis seperti laju fotosintesis. konduktansi mesofil, kandungan klorofil untuk mempelajari peranan fisiologi daun tetap hijau (stay green) pada padi varietas unggul.

13 19 Perakitan padi hibrida menggunakan standar heterosis untuk hasil yang tinggi adalah sifat pada peningkatan produksi bahan kering oleh meningkatnya ILD dan LPT (Nanda dan Virmani 1999). Keunggulan secara fisiologis padi hibrida ialah memiliki area fotosintesis lebih luas, intensitas respirasi lebih rendah serta translokasi asimilat lebih tinggi sehingga potensi hasilnya lebih tinggi dibandingkan padi inbrida (Badan Litbang 2007b). Sink dan source yang lebih besar adalah prasyarat untuk padi hibrida super (Yuan 2001). Karakter Fotosintesis Produksi tanaman tergantung pada ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Menurut Yoshida (1981) karakter fotosintesis yang dihubungkan dengan komponen hasil merupakan persyaratan untuk potensi hasil tinggi. Akita (1995) menyatakan bahwa varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai kanopi fotosintesis yang lebih besar yang dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi menghasilkan produksi biomassa yang tinggi. Selanjutnya menurut Ishii (1995) kanopi fotosintesis ditentukan oleh tiga faktor yaitu kapasitas fotosintesis per luas daun, ILD, dan efisiensi penyerapan cahaya. Varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai sistem asimilasi yang baik dengan terdapatnya tiga karakter daun tebal berukuran kecil, posisi tegak, dan susunan daun terkumpul dalam individu tanaman. Varietas lokal atau tradisional memiliki laju fotosintesis yang rendah karena karakter morfologi daun terkulai, ILD rendah, kandungan N daun rendah. Laju fotosintesis yang rendah menyebabkan produksi biomas rendah, ukuran sink dan source rendah, sehingga padi lokal memiliki potensi hasil yang rendah. Kapasitas sink merupakan produk dari jumlah gabah per unit area (ukuran sink) dan ukuran gabah tunggal, yang menunjukkan kapasitas potensial dari tempat yang menerima asimilat selama fase pengisian biji. Ishii (1995) menyatakan kapasitas sink dipengaruhi oleh fotosintesis yang menyediakan asimilat untuk diferensiasi dan pertumbuhannya. Fotosintesis pada tanaman padi selama periode pengisian biji menyumbang % terhadap kandungan senyawa karbon biji akhir. Sisanya disusun dari remobilisasi cadangan karbohidrat dalam daun dan batang yang diakumulasi sebelum pembungaan

14 20 (Yoshida 1981). Keterbatasan dan ketidakmampuan tanaman untuk translokasi asimilat selama pengisian biji menyebabkan kegagalan dalam pengisian biji. Untuk mencapai potensi hasil, maka aktivitas metabolik pengisian biji harus bersamaan dengan aktivitas maksimum dari daun (source) dan daun dapat memelihara fotosintesis dengan baik selama pengisian biji (Murchie et al. 2002). Menurut Yoshida (1981) konstribusi cadangan karbohidrat non struktural (KNS) sebelum pembungaan terhadap hasil biji akhir sekitar 30%. Pada padi ukuran biji akhir berhubungan erat dengan jumlah sel endosperm yang dikontrol oleh suplai substrat selama pembentukannya, jumlah akhir sel endosperm ditentukan sekitar 10 hari setelah pembungaan (Horie 2001). Produksi fotosintesis selama 10 hari awal pengisian biji biasanya tidak mencukupi untuk mendukung kebutuhan karbohidrat untuk semua gabah dalam satu malai untuk berkembang penuh, dan terlebih pada padi dengan kapasitas sink besar. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan tanaman lebih tinggi selama setengah dari akhir periode reproduktif sehingga memungkinkan akumulasi karbohidrat non struktural (KNS) lebih banyak yang akan berkonstribusi terhadap peningkatan persentase pengisian biji. Aktivitas sink gabah ditentukan sebelum berbunga oleh suplai karbohidrat untuk perkembangan sekam dan butir tepung sari (pollen grain). Horie et al. (2003) menyatakan dengan terbatasnya suplai karbohidrat untuk gabah selama perkembangannya akan meningkatkan jumlah gabah cacat yang menjadi infertil atau biji berisi setengah. Nitrogen tanaman yang berlebihan dan berkurangnya kandungan karbohidrat sekitar meiosis menghasilkan perkembangan butir tepung sari abnormal yang menyebabkan gabah steril. Ini mungkin salah satu penyebab kurangnya pengisian biji pada galur padi tipe baru. Padi hibrida dengan keunggulan hasil sekitar 15% dibanding inbrida (Yuan 1998) mempunyai struktur kanopi ideal, batang besar, dan luas daun besar; juga menyimpan sejumlah besar karbohidrat non struktural sebelum pembungaan (Wang et al. 2002; Laza et al. 2001). Yang et al. (2007) melaporkan bahwa varietas hibrida mempunyai daun tegak dan vigor akar terpelihara dan tingkat fotosintesis netto tinggi sampai tahap pengisian biji.

15 21 Produksi Bahan Kering/ Biomas Hasil tanaman adalah proses akumulasi dan distribusi bahan kering. Total hasil bahan kering terutama ditentukan oleh kanopi fotosintesis, dimana kanopi setiap tipe varietas padi berbeda. Hasil penelitian menyatakan pentingnya produksi bahan kering (biomas) setelah pembungaan untuk hasil tinggi (Murchie et al. 2002), sedangkan penulis lain menyatakan pentingnya akumulasi biomassa sebelum pembungaan (Horie et al. 2003; Takai et al. 2006). Menurut Horie (2001) produksi biomassa selama setengah dari akhir periode reproduktif dari padi nyata berpengaruh terhadap hasil akhir; terdapat hubungan yang nyata antara LPT pada periode reproduktif lambat dan hasil biji pada padi. Wu et al. (2008) menyatakan akumulasi bahan kering dari fase pemanjangan sampai pembungaan secara positif berkorelasi dengan akumulasi selama tahap pengisian biji dan secara nyata berpengaruh terhadap hasil biji. Hasil penelitian Yang et al. (2007) yang membandingkan hasil dan sifat komponen hasil antara tiga golongan padi yaitu indica inbrida, indica F1 hibrida dan generasi kedua PTB menunjukkan bahwa hasil rata-rata padi hibrida lebih tinggi 11-14% dibanding inbrida dan PTB pada musim kemarau. Hasil tinggi pada hibrida disebabkan oleh indeks panen dan biomas total pada tahap pemasakan lebih tinggi dibandingkan inbrida dan PTB. Padi hibrida mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi selama tahap awal vegetatif yang menghasilkan penambahan luas daun cepat dan mempunyai bentuk sink lebih efisien sehubungan dengan tingkat akumulasi bahan kering pada tahap pembungaan (Yang et al. 2007). Menurut Laza et al. (2001) padi hibrida dapat memelihara persentase pengisian biji secara relatif tinggi dari sejumlah besar gabah yang terbentuk, meskipun persentase gabah isi masih rendah. PTB tidak menunjukkan keunggulan hasil di atas hibrida dan indica inbrida karena PTB tidak menunjukkan produksi biomassa yang lebih tinggi atau indeks panen dibanding hibrida dan indica inbrida (Yang et al. 2007). Hal ini menunjukkan secara fisiologis padi hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi karena peningkatan dalam indeks panen dan mempunyai ukuran source lebih besar dibandingkan PTB dan inbrida indica.

16 22 Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Varietas Unggul Optimalisasi produktivitas padi merupakan salah satu upaya untuk mencapai potensi hasil padi varietas unggul. Potensi hasil dibatasi oleh faktor lingkungan dan sifat genetik tanaman dan tercapai bila semua faktor berada pada kondisi optimal. Senjang hasil yang tinggi antara potensi hasil dan hasil aktual banyak disebabkan oleh berbagai kendala selain faktor iklim, yaitu faktor teknologi budidaya. Optimalisasi produktivitas dapat dicapai melalui penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan karakter morfologi dan fisiologi tanaman serta agroekologinya. Menurut Yoshida (1981) adanya pengetahuan fotosintesis tanaman, unsur hara, dan komponen hasil menunjukkan berbagai persyaratan secara fisiologi untuk hasil padi yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan produktivitas padi varietas unggul dapat dilakukan melalui teknologi budidaya yang tepat seperti pengaturan jarak tanam dan pengelolaan hara N. Jarak tanam dan aplikasi N adalah dua faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan luas daun, sehingga tanaman mempunyai ILD optimum yang memungkinkan fotosintesis maksimum. Jarak tanam menentukan jumlah tanaman per unit luas lahan, aplikasi N dan jarak tanam mempengaruhi rata-rata ukuran daun dan kemampuan pembentukan anakan (Yoshida 1981). Jarak Tanam Pengaturan jarak tanam pada dasarnya usaha untuk memberikan kemungkinan bagi tanaman tumbuh dengan baik, tanpa banyak mengalami persaingan dalam pengambilan air, unsur hara dan cahaya. Pengaturan jarak tanam yang optimum bertujuan untuk meningkatkan hasil per satuan luas karena berkaitan erat dengan kemampuan tanaman, terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari untuk aktivitas fotosintesis. Menurut William dan Joseph (1976) pengaturan jarak tanam akan berpengaruh terhadap populasi tanaman, persaingan antara tanaman dalam memanfaatkan cahaya, ruangan, air, dan unsur hara. Selanjutnya dinyatakan bahwa penentuan jarak tanam ditentukan antara lain oleh kemampuan tanaman membentuk anakan, kedudukan daun, dan umur panen. Berdasarkan konsep tipe tanaman, kapasitas anakan merupakan salah satu karakter penting pada varietas padi berdaya hasil tinggi. Menurut Yoshida (1981)

17 23 pada kisaran jarak tanam dari 10 cm x 10 cm sampai 50 cm x 50 cm, kapasitas pembentukan anakan mempengaruhi hasil biji suatu varietas. Selanjutnya dinyatakan pada varietas dengan pembentukan anakan rendah, hasil biji meningkat dengan menurunnya jarak tanam sampai 10 cm x 10 cm. Varietas dengan pembentukan anakan tinggi hasil biji mencapai maksimum pada jarak tanam 20 cm x 20 cm. Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981). Kapasitas pembentukan anakan sedang dipertimbangkan untuk perakitan varietas padi berdaya hasil tinggi (Kush 1999; Yoshida 1981; Peng et al. 1994). Hal ini untuk pencapaian ILD optimal yang berhubungan dengan asimilasi, respirasi, dan laju produksi bahan kering. Menurut Yoshida (1981) dalam keadaan populasi tetap ILD ditentukan oleh jumlah anakan sehingga ILD optimal tergantung pada cara pengaturan dan posisi anakan. Padi memiliki ILD optimal antara 4-7. Pada tingkat ILD tententu tanaman dapat mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum (hasil fotosintesis bersih mencapai maksimum) dan keadaan ini tercapai apabila tidak ada daun yang pertumbuhannya tergantung dari daun lainnya. Peningkatan ILD selanjutnya justru akan mengakibatkan menurunnya hasil fotosintesis bersih yang disebabkan oleh peristiwa saling menaungi antara daun satu dengan yang lainnya, dan pada klimaksnya akan mencapai ILD maksimum yang menyebabkan nilai LPT menurun (Gardner et al. 1991). Sejalan dengan proses pertumbuhan tanaman, jumlah daun akan terus meningkat sehingga total luas daun akan terus meningkat. Welles dan Norman (1991) menyatakan bahwa ILD, bentuk daun, sudut inklinasi daun, kerapatan dan distribusi daun, serta bentuk batang mempengaruhi penyerapan sinar matahari oleh kanopi tanaman. Peningkatan luas daun akan meningkatkan ILD sehingga memungkinkan peningkatan kegiatan fotosintesis yang akan mempengaruhi percepatan pertumbuhan tanaman (Gardner et al. 1991; Salisbury dan Ross 1995). Pada awal pertumbuhan peningkatan ILD akan diikuti oleh percepatan pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi karena kanopi belum terlalu rimbun. dengan demikian masing-masing helai daun masih dapat menerima sinar matahari secara penuh untuk melakukan fotosintesis. Welles dan Norman (1991)

18 24 menyatakan bahwa salah satu penentu efektifitas pemanfaatan sinar matahari oleh tanaman adalah kanopi melalui pengaruhnya terhadap intersepsi sinar matahari. Terdapat hubungan antara laju pertumbuhan tanaman dengan umur dan jarak tanam. Semakin lebar jarak tanam semakin meningkat LPT sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Ini terjadi karena meningkatnya kanopi antar tanaman sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan bertambahnya populasi akibat jarak tanam yang dipersempit. Yoshida (1981) menyatakan bahwa terjadinya kompetisi kanopi karena saling menaungi (mutual shading) menyebabkan penurunan fotosintesis akibat berkurangnya penerimaan sinar oleh masing-masing permukaan daun. Terdapat 2 model jarak tanam padi yaitu model tegel dan legowo. Jarak tanam legowo dengan jarak tanam yang sama mempunyai populasi tanaman lebih banyak 33% - 60% dibanding jarak tanam tegel sehingga hasil gabah diperkirakan akan lebih banyak. Jarak tanam padi hibrida model tegel dapat menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm sampai 25 cm x 25 cm, model legowo 2:1. 3:1 dan 4:1 dengan jarak tanam 10 cm 12.5 cm dalam baris dan 12.5 cm 25 cm antar baris (Badan Litbang 2007b). Jarak tanam yang diterapkan dalam pengelolaan tanaman terpadu (PTT) untuk sistim tegel pada VUB atau PTB adalah 20 cm x 20 cm dan padi hibrida 25 cm x 25 cm, sedangkan model legowo 4:1 dengan jarak tanam 10 cm x 20 cm atau legowo 2:1 dengan jarak tanam 10 cm x 20 cm (Badan Litbang 2007a). Pengelolaan Hara Nitrogen Karakter fisiologi dari padi varietas unggul adalah sangat responsif terhadap pemupukan, terutama pemupukan N. Suatu tingkat hasil optimum dapat tercapai hanya bila hara dalam jumlah yang sesuai diberikan pada waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya (Witt et al. 2007). Kandungan hara tanaman padi berbeda setiap tahap pertumbuhan. Penyerapan unsur hara dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, jumlah dan tipe pupuk yang diberikan, varietas, dan metode budidaya (Yoshida 1981). Berdasarkan spesies tanaman, tahap perkembangan, dan organ maka kandungan N yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal berkisar antara 2 5 % dari bobot kering

19 25 tanaman (Marschner 1995). Pada tanaman padi untuk menghasilkan 1 ton bobot padi di daerah tropika diperlukan sekitar kg N dengan rata-rata 20.5 kg N (Yoshida 1981). Untuk memenuhi kebutuhan pupuk N menurut Buresh et al. (2006) dapat diperhitungkan dari pengaruh pupuk N terhadap hasil biji dan target efisiensi penggunaan pupuk N. Peranan Nitrogen Nitrogen berfungsi meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran daun, jumlah bulir per malai, persentase gabah isi pada malai, dan kandungan protein gabah (Fairhurst et al. 2007). Nitrogen merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan dan pembesaran sel (Gardner et al. 1991). Defisiensi N membatasi pembesaran dan pembelahan sel, sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan menyebabkan tanaman kerdil, menguning, dan berkurangnya hasil panen berat kering (Marschner 1995). Menurut Yoshida (1981) tanaman padi yang mengalami defisiensi N menyebabkan resistensi stomata daun, terutama daun yang lebih rendah, meningkat secara tajam ditunjukkan dengan penutupan stomata. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya kecepatan fotosintesis. Kandungan N pada bagian vegetatif pada umumnya tinggi pada fase pertumbuhan awal dan menurun menjelang pemasakan, dan kandungan N lebih tinggi pada malai dibanding pada jerami (Yoshida 1981). Suplai N yang cukup berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang pesat, dan warna daun hijau gelap. Menurut Marschner (1995) suplai N mempengaruhi penggunaan karbohidrat dalam tanaman, bila suplai N rendah maka karbohidrat akan diakumulasikan dalam sel-sel vegetatif yang menyebabkan sel-sel vegetatif menebal. Bila karbohidrat diakumulasi dalam bagian vegetatif lebih sedikit akan lebih banyak protoplasma yang terbentuk dan karena protoplasma ini sangat terhidrasi maka dihasilkan tanaman yang lebih sukulen. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi dan Kebutuhan Nitrogen Pertumbuhan tanaman padi dari stadia berkecambah sampai panen memerlukan waktu 3-6 bulan tergantung pada varietas dan lingkungan tempat

20 26 tumbuh. Yoshida (1981) membagi pertumbuhan padi menjadi 3 bagian yakni fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan. Murayama (1995) membagi proses pertumbuhan padi ke dalam fase pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, fase pertumbuhan reproduktif dibagi dalam dua tahap yaitu sebelum dan sesudah pembungaan. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai; fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading) dan fase pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak panen. Fase pertumbuhan vegetatif dicirikan oleh pembentukan akar dan anakan aktif, anakan bertambah dengan cepat, peningkatan tinggi tanaman, dan daun tumbuh secara regular (Yoshida 1981; Murayama 1995). Anakan aktif ditandai dengan pertambahan anakan yang cepat sampai tercapai anakan maksimal. Fase tumbuh dari anakan maksimal sampai inisiasi malai disebut vegetatif-lag phase. Setelah anakan maksimal tercapai sebagian anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai, anakan tersebut dinamakan anakan yang tidak efektif. Menurut Yoshida (1981) status unsur hara dan suplai karbohidrat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan anakan. Selanjutnya Buresh et al. (2006) menyatakan tanaman padi yang masih muda sebelum pembentukan anakan aktif hanya memerlukan pupuk N dalam jumlah sedang. Pada fase pertumbuhan vegetatif ini unsur hara N secara aktif diserap untuk memproduksi protein. Pada fase ini fotosintat meningkat secara cepat, protein secara cepat disintesis yang berperanan untuk mempercepat pembentukan anakan dan memperluas luas daun (Murayama 1995). Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan (Yoshida 1981). Menurut Murayama (1995) fase pertumbuhan reproduktif dimulai dengan diferensiasi primordia malai. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Stadia inisiasi hampir bersamaan dengan memanjangnya ruas yang terus berlanjut sampai berbunga, sehingga fase reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas. Pada tahap pertumbuhan malai muda akan terjadi kompetisi untuk fotosintat antara malai dan bagian lain secara khusus batang dan pelepah daun. Menurut Yoshida (1981) untuk hasil tinggi

21 27 diperlukan tingkat N daun untuk aktivitas fotosintesis tinggi. Pemberian N saat 20 hari sebelum berbunga mempunyai efisiensi tinggi, karena periode ini bertepatan dengan pertumbuhan aktif dari malai muda sebelum pembungaan. Aplikasi pemupukan akhir N pada saat pembentukan malai menyebabkan N yang diabsorbsi pada periode ini secara efisien digunakan untuk meningkatkan jumlah gabah dan ukuran malai. Pengaruh lain pemupukan akhir N terhadap hasil ialah fotosintesis akan terus aktif selama pemasakan (Yoshida 1981). Menurut Tanaka et al. (1995) N yang diabsorbsi pada saat pembentukan malai menyebabkan daun tetap hijau setelah pembungaan dan dengan demikian menambah aktif fotosintesis untuk produksi biji. Fase pemasakan merupakan tahap pembentukan jaringan endosperm yang diikuti pembentukan embrio dan akumulasi bahan cadangan dalam jaringan (Tanaka et al. 1995). Fase ini dibagi dalam beberapa tahap yaitu masak susu, masak tepung, masak kuning, dan tua (Yoshida 1981; Murayama 1995). Fase ini dicirikan oleh terjadinya pengisian biji pada malai dan senesen daun, batang dan akar, serta terjadi peningkatan pertumbuhan ukuran, bobot, dan perubahan warna biji. Tanaka et al. (1995) menyatakan bahwa pada fase pemasakan membutuhkan suatu jumlah N yang tepat. Ketersediaan N rendah dapat menurunkan bobot biji karena menurunnya kapasitas fotosintesis. Penyerapan N setelah pembungaan akan dianggap suatu peningkatan penting ketika hasil tinggi ditentukan oleh peningkatan indeks panen (Yoshida 1981). Yang et al. (1999) menyatakan bahwa jumlah total penyerapan N pada padi hibrida lebih besar dibanding varietas lokal, sekitar 15-20% dari jumlah total N diakumulasi setelah pembungaan. Padi hibrida merespon baik terhadap aplikasi akhir N pada saat berbunga. Efisiensi N yang lebih besar pada padi hibrida karena kemampuan yang lebih besar dalam absorbsi N akar, penggunaan N tunas, dan efisiensi remobilisasi N. Kebutuhan N yang terbesar adalah antara pembentukan anakan aktif dan stadia pembentukan malai yang merupakan fase kritis. Pemberian pupuk N harus dapat memenuhi kebutuhan pada fase tersebut. Untuk efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dibagi dalam beberapa dosis disesuaikan dengan kebutuhan selama masa pertumbuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah

22 28 (Buresh et al. 2006; Witt et al. 2007). Menurut Badan Litbang (2007a). berdasarkan komponen teknik pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD) dapat dilakukan melalui dua cara yaitu waktu tetap dan pemberian pupuk berdasarkan nilai pembacaan BWD yang sebenarnya. Untuk kondisi di Indonesia disarankan untuk menggunakan waktu tetap. Witt et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pupuk N dengan pendekatan waktu tetap yaitu berdasarkan stadia pertumbuhan, kebutuhan pupuk N total (kg/ha), frekuensi, dan waktu pemberian sesuai tahap pertumbuhan tanaman, musim tanam, varietas yang digunakan, dan teknik budidaya. Pembagian dosis pupuk N dengan kenaikan hasil di atas plot tanpa N adalah 4 ton/ha maka untuk padi inbrida dibutuhkan dosis N sebagai pupuk dasar 45 kg N/ha, anakan aktif kg N/ha, dan primordia kg N/ha; padi hibrida dosis N sebagai pupuk dasar 45 kg N/ha, anakan aktif kg N/ha, primordia kg N/ha, dan awal pembungaan 20 kg N/ha; padi tipe malai besar dosis N sebagai pupuk dasar 50 kg N/ha, anakan aktif kg N/ha, primordia kg N/ha, dan awal pembungaan 25 kg N/ha.

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL

KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL 35 KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL Morphological and Agronomy Characters Of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 99 PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effect of Plant Spacing on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian yang bertujuan mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ratun Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Ratun Tanaman Padi 12 TINJAUAN PUSTAKA Ratun Tanaman Padi Ratun tanaman padi merupakan tunas yang tumbuh dari tunggul batang yang telah dipanen dan menghasilkan anakan baru hingga dapat dipanen (Krishnamurthy 1988). Praktek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua sesudah padi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain dikonsumsi, jagung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 57 HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Relationship of Physiological Characters with Yield Component and Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam Padi Padi : salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ke-3 dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Merupakan sumber karbohidrat utama bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. 6 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH Oleh : Ir. Hj. Fauziah Ali A. Pendahuluan Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

Pemuliaan Tanaman Serealia

Pemuliaan Tanaman Serealia Pemuliaan Tanaman Serealia Padi Padi : salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Produksi padi dunia menempati urutan ke-3 dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL 117 PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Effects of Nitrogen Management on Yield of Various Types of Rice Cultivars Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat Agus Subekti 1 dan Lelya Pramudyani 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat 2 Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan.

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu bagian vegetatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laju Pengisian Biji Laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan sumber protein terpenting di Indonesia. Kandungan protein kedelai sangat tinggi, sekitar 35%-40%, persentase tertinggi dari seluruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Dalam banyak spesies liar di dalam genus Oryza, terdapat 2 spesies yang mampu dibudidayakan, yaitu Oryza sativa, yang ditanam di seluruh areal tanam di seluruh dunia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi umum Lahan penelitian berada diketinggian 250 m diatas permukaan laut (dpl ) dengan jenis tanah latosol darmaga. Curah hujan terendah selama penelitiaan yaitu 312

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI 15 PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS GALUR HARAPAN PADI (ORYZA SATIVA L.) HIBRIDA DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO BOYOLALI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN ABSTRAK PENDAHULUAN

KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN ABSTRAK PENDAHULUAN KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN 1 Maintang, 1 Asriyanti Ilyas 2 Edi Tando, 3 Yahumri 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oriza sativa) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikan/ disubtitusi oleh makanan lainnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA 4 Deskripsi Tanaman Padi Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas (Siregar, 1981). Bagian vegetatif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi sebagian besar penduduk dunia khususnya di negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin termasuk di Indonesia,

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diamati dan diukur untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif pada suatu tanaman. Hasil sidik ragam terhadap tinggi tanaman padi ciherang pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

POTENSI PRODUKSI GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU IPB PADA SISTEM BUDI DAYA LEGOWO OLEH YUSUP KUSUMAWARDANA A

POTENSI PRODUKSI GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU IPB PADA SISTEM BUDI DAYA LEGOWO OLEH YUSUP KUSUMAWARDANA A POTENSI PRODUKSI GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU IPB PADA SISTEM BUDI DAYA LEGOWO OLEH YUSUP KUSUMAWARDANA A24052072 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Ali Imran dan Suriany Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRACT Study of SL-8-SHS hybrid rice

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci