BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan Gerungan (1991) bahwa sebagai makhluk sosial yang perlu diperhatikan ialah manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan pergaulan dengan orang lain. Nashori (dalam Hartanti, 2006) menyatakan bahwa berbagai pandangan dan pengalaman hidup menunjukkan bahwa keberhasilan hidup manusia banyak ditentukan oleh kemampuannya mengelola diri dan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi sosial yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, menghendaki adanya popularitas dan kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila remaja berinteraksi sosial karena remaja secara psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka terhadap perubahan, mudah terpengaruh oleh berbagai perkembangan di sekitarnya (Hurlock, 2000). Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh William Kay (dalam Agustiani, 2006) yaitu mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun kelompok. Keterampilan interpersonal akan

2 menunjukkan kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Remaja yang memiliki keterampilan interpersonal yang tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu empati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Remaja dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan interpersonal akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran akan pentingnya kemampuan menjalin komunikasi dengan orang lain belakangan ini semakin meningkat baik di kalangan ahli psikologi maupun di kalangan masyarakat umum. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuannya melakukan dan membina hubungan antar pribadi dengan orang lain. Berbagai kisah nyata menunjukkan bahwa keberhasilan-keberhasilan dalam pekerjaan dan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya dipengaruhi oleh kemampuan mengelola hubungan antar pribadi dengan orang lain. Menurut Lukman (2000) untuk dapat menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang memampukan individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi. Kecakapan ini dikenal dengan istilah kompetensi interpersonal. Salah satu kualitas hidup seseorang yang banyak menentukan keberhasilan menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal (Nashori & Sugiyanto, 2000). Gunarsa (2000) menyebutkan bahwa kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh kompetensi

3 interpersonalnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan interpersonal yang tinggi berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi sosial dengan melakukan komunikasi secara efektif dan efisien. Selain itu, kemampuan interpersonal yang tinggi juga mempengaruhi seseorang dalam memahami informasi yang disampaikan sehingga seseorang dapat memahami apa yang diharapkan orang lain. Jhonson (dalam Amelia, 2008) mengungkapkan bahwa faktor kompetensi interpersonal mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dan mempengaruhi kualitas hubungan yang menyenangkan dengan orang lain. Kompetensi interpersonal mampu membantu seseorang dalam mengambil inisiatif serta menjaga dan mengembangkan hubungan yang berkualitas dengan orang lain. Dengan kompetensi ini, seseorang dapat secara dinamis berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Menurut Spitzberg dan Cupach (dalam Nashori & Sugiyanto, 2000) kompetensi interpersonal dapat diartikan sebagai suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif. Kemampuan ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Buhrmester dkk (dalam Leny & Tomy, 2006) memaknai kompetensi interpersonal yaitu kemampuan-kemampuan yang sangat diperlukan guna membangun, membina dan memelihara hubungan interpersonal yang akrab, misalnya hubungan dengan orangtua, teman dekat dan pasangan. Selanjutnya, jika telah terjadi hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan maka individu yang memiliki kompetensi interpersonal ini akan mudah untuk mendapatkan apa yang menjadi

4 tujuannya. Hal ini dikuatkan pendapat Chickering (dalam Janosik dkk, 2004) bahwa perkembangan kompetensi interpersonal sebagai sebuah syarat untuk membangun hubungan yang sukses dan kompetensi interpersonal merupakan kompetensi penting bagi karir dan keluarga. Manfaat yang didapat dengan melakukan hubungan interpersonal yaitu: menghindari kesepian, menstimulasi rasa aman, memahami diri dan meningkatkan keberhargaan diri serta meminimalisir rasa sakit (Amelia, 2008). Manusia menghindari kesepian dengan dengan cara menyampaikan pikiran dan perasaannya, sehingga membuat orang lain ikut merasakan ketakutannya dan memperoleh rasa aman dari keberadaan orang lain di dekatnya. Dengan cara membagi pikiran dan perasaannya, individu dapat meredakan ketegangan dan mengurangi rasa sakit dari suatu peristiwa yang mengecewakan atau menyedihkan. Salah satu akibat yang terjadi ketika remaja tidak mampu membina hubungan interpersonal yang memuaskan adalah perasaan kesepian serta perasaan tidak bahagia dan nyaman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buhrmester (1988) bahwa kurangnya kompetensi interpersonal akan memberikan ketidakpuasan dalam suatu hubungan, yang akan mengakibatkan berkembanganya perasaan kesepian. Orang-orang yang kompeten dalam hubungan interpersonal memungkinkan menghadapi masalah-masalah kehidupan yang menekan. Kekurangan hubungan interpersonal dapat mengganggu kehidupan sosial seseorang, seperti menarik diri dari lingkungan sehingga mengakibatkan seseorang menjadi kesepian, mengisolasi diri, berpisah/putus hubungan, mempunyai sifat pemalu dan sebagainya (Ria dkk, 2007).

5 Mampu atau tidaknya anak dalam membina hubungan interpersonal yang efektif, semua kembali lagi pada pengalaman sosial dini yang remaja peroleh pertama kali melalui pola interaksi antara anak dan orangtua yang terjadi di dalam keluarga. Menurut Hetherington dan Parke (dalam Nashori, 2008) kontak anak dengan orangtua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak diantara mereka menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Menurut Sroufe & Fleeson (dalam Salmah, 2007) pola hubungan antara anak dan orangtua mampu mempengaruhi bagian-bagian paling penting dari kompetensi interpersonal yang mulai terbentuk melalui awal hubungan antara anak dan orangtua di dalam lingkungan keluarga. Penelitian yang telah dilakukan oleh Salmah (2007) menyatakan bahwa kompetensi interpersonal pada remaja dapat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua, dalam hal ini yaitu pola asuh yang mengarah pada gaya demokratis. Pola asuh pada penelitian tersebut mencakup keseluruhan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak meliputi: cara pemberian aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritas dan perhatian serta tanggapan yang dilakukan untuk membentuk perilaku anak demi mencapai perkembangan yang maksimal. Pola hubungan antara anak dan orangtua mampu mempengaruhi bagian-bagian paling penting dari kompetensi interpersonal yang mulai terbentuk dalam awal hubungan yang pertama kali di dalam lingkungan keluarga. Kompetensi dan perilaku yang kelak akan diterapkan remaja dalam hubungan pertemanan hingga kemudian berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas

6 merupakan apa yang telah mereka bentuk melalui hubungan awal mereka dengan orangtua. Di dalam keluarga juga terjadi pembentukan pola penyesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial yang lebih luas. Keluarga merupakan tempat awal kehidupan anak, lingkungan anak tumbuh di mana terdapat hubungan dengan orang-orang yang dekat dan berarti bagi anak. Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih banyak berisi kebahagiaan maka anak akan cenderung mempunyai kesempatan untuk menjadi anak yang bahagia. Hubungan yang tidak rukun dengan orangtua atau saudara akan lebih banyak menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini akan cenderung menguasai anak di rumah. Orangtua yang melindungi anak secara berlebihan (overprotective) akan menimbulkan rasa takut yang dominan pada anak (Jahja, 2011). Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting bagi proses sosialisasi anak karena keluarga merupakan tempat awal kontak anak dalam anggota keluarga (ibu dan bapak) pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Fungsi keluarga yang sangat penting di antaranya sebagai wadah sosialisasi bagi anakanak. Keluarga merupakan suatu sistem interaksi antara individu secara timbal balik. Hubungan orangtua-anak pada tahap awal dalam membentuk cara dasar untuk berhubungan dengan orang lain. Hubungan orangtua-anak pada tahap awal ini mempengaruhi tahap selanjutnya dalam perkembangan dan semua hubungan setelahnya misalnya, dengan teman sebaya, dengan guru, dan dengan kekasih (dalam Santrock, 2007). Hasil penelitian Lutfi dkk (dalam Shochib, 1998) mengatakan bahwa dalam pola asuh dan sikap orangtua yang demokratis

7 menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orangtua dan adanya kehangatan yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orangtua sehingga ada pertautan perasaan. Seperti yang diketahui keluarga merupakan lingkungan pertama dimana anak memperoleh kepuasan psikis yang sangat menentukan bagaimana mereka bereaksi terhadap lingkungan. Menurut Berns (2004) keluarga juga merupakan tempat pengenalan anak-anak pada masyarakat dan memegang tanggung jawab yang utama terhadap sosialisasi anak. Melalui sosialisasi, anak-anak memperoleh keterampilan sosial, emosional dan kognitif sehingga mereka dapat berfungsi dalam masyarakat. Sebaliknya, anak-anak yang tidak disosialisasikan untuk mengembangkan hati nurani dapat terlibat dalam perilaku kenakalan remaja. Menurut Hair, Jager & Garet (1998) hubungan remaja dengan orangtuanya berkaitan erat dengan kesehatan perkembangan sosial. Hubungan orangtua dan anak yang baik mempengaruhi perkembangan hubungan sosial dengan orang lain seperti hubungan dengan teman dan pacar serta mempengaruhi perkembangan psikologis dan psikososial remaja. Ketika interaksi antara anak dan orangtua selalu diwarnai dengan sikap saling memberi dan menerima, mendengarkan dan didengarkan, maka akan cenderung mengakibatkan kompetensi interpersonal yang adekuat pada anak terutama karena interaksinya diwarnai dengan kehangatan (Santrock, 2007). Kompetensi interpersonal pada masa anak dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh pola interaksi anak dengan ibu. Pola interaksi ini meliputi cara pandang pengasuh terhadap anak, cara berkomunikasi, penerapan disiplin dan

8 kontrol serta cara pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari. Pola interaksi ibu dengan anak tersebut, menurut Kohn (dalam Mulyati, 1997) menggambarkan pola asuh. Pola asuh yang dapat menumbuhkan kompetensi interpersonal pada anak adalah pola asuh yang demokratis. Dalam pola pola asuh ini ibu menunjukkan sikap yang hangat, sportif, terbuka, ada komunikasi dua arah dan tidak menggunakan hukuman fisik dalam mendisiplinkan anak. Sikap tersebut dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi, mudah bergaul, spontan dan asertif. Sikap-sikap yang disebutkan di atas adalah ciri-ciri dimilikinya kompetensi interpersonal pada anak (Mulyati, 1997). Kramer dan Gottman (dalam Nashori, 2008) mengatakan bahwa individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Lebih khusus, Nurrahmati (dalam Nashori, 2008) menemukan bahwa ada hubungan antara gaya kelekatan aman dengan teman sebaya dan kompetensi interpersonal. Remaja yang memiliki gaya kelekatan aman, yang ditandai oleh adanya model mental yang positif, menyakini tersedianya respon yang positif dari lingkungannya. Dari sana berkembanglah kompetensi interpersonal. Penelitian yang dilakukan oleh Buhrmester dkk (1988) hasilnya menunjukkan bahwa kompetensi interpersonal bermanfaat dalam hal popularitas dalam peer group, kesuksesan dalam membina hubungan antar jenis, kepuasan dalam hubungan perkawinan dan sebagai benteng stress dalam kehidupan sehari-hari.

9 Hartup (dalam Durkin, 1995) menyakini bahwa kelompok teman sebaya memiliki banyak fungsi termasuk dalam proses pengembangan identitas sosial, saling membagi norma perilaku sosial, mempraktekkan kemampuan sosial (social skill) dan mempertahankan struktur sosial. Welsh dan Bierman (2006) mengungkap bahwa dalam banyak situasi, relasi teman sebaya sebagai ladang latihan (training grounds) bagi hubungan interpersonal, menyiapkan individu mempelajari tentang hubungan timbal balik dan kedekatan (intimacy). Lebih lanjut dikatakan bahwa semua kemampuan tersebut berhubungan dengan efektivitas hubungan interpersonal dalam kehidupan individu termasuk didalamnya hubungan dengan teman kerja ataupun pasangan romantisnya. Secara lebih tegas Kuh & Terenzini et al (dalam Foubert & Grainger, 2006) menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Kramer dan Gottman (1992) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Di sisi lain dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Pada kenyataannya tidak semua anak dapat memperoleh pemenuhan kebutuhan tersebut, misalnya anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Knudsen (2001) mengatakan bahwa panti asuhan adalah lembaga sosial yang menampung anak-anak yang tidak memiliki orang tua, terpisah dari orang tuanya

10 karena bencana alam atau kerusuhan, kemiskinan atau kekerasan dalam rumah tangga. Panti asuhan memegang peranan penting bagi kesejahteraan sosial anakanak yang tidak mempunyai keluarga lagi untuk mengasuh mereka. Panti asuhan juga berperan sebagai pengganti keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak dalam proses perkembangannya. Penelitian Knudsen (2001) mengatakan bahwa ada peningkatan jumlah panti asuhan sejak tahun 1999 dan bertambah banyaknya anak yang dikirim ke panti asuhan. Panti asuhan sendiri dianggap masyarakat secara umum memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya menurut masyarakat bahwa anak-anak akan lebih terpenuhi kebutuhannya di panti asuhan, jadi hal itu adalah untuk kebaikan anak itu sendiri (Knudsen, 2001). Sedangkan sisi negatifnya adalah anggapan umum yang menyatakan bahwa anak-anak yang tinggal dalam sebuah lembaga sosial sejak kecil dalam waktu yang panjang akan meningkatkan resiko terkena psikopatologi serius di kehidupannya mendatang. Dari anggapan ini berkembang sebuah generalisasi secara mutlak bahwa lembaga sosial selalu berbahaya dan harus dihindari selama masih ada pilihan lain (Wolff & Fesseha, 1998). Realitas yang ada ternyata menunjukkan perawatan di panti asuhan belum tentu lebih baik daripada dalam keluarga. Beberapa kasus yang ditemukan menunjukkan bahwa anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya di panti asuhan kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan pengawasan (Knudsen, 2001). Kuntari (2005) dalam penelitiannya mengatakan bahwa paling tidak ada dua fenomena yang biasanya muncul dalam kehidupan di panti asuhan. Fenomena yang pertama merupakan pengalaman-pengalaman atau peristiwa yang

11 menyenangkan serta perlakukan-perlakuan yang benar dan sehat dari anggota pengasuh, teman bermain atau lingkungan akan membentuk individu yang sehat pula sehingga anak-anak yang tinggal di panti akan mempunyai kecenderungan untuk mempunyai sikap menolong, berbagi dan bekerjasama dengan orang lain karenadengan hidup di panti individu akan mempunyai perasaan senasib dan sepenanggungan. Fenomena yang kedua adalah pengalaman, peristiwa ataupun perlakuan yang tidak atau kurang sehat, tidak menyenangkan bahkan menimbulkan trauma akan mempengaruhi terbentuknya kepribadian individu menjadi patologis. Jika para pengasuh di panti asuhan tidak secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang kepada anak-anak, tidak memberi kehangatan, penerimaan dan cinta, individu mungkin tumbuh dengan rasa raguragu mengenai kepantasan untuk dicinta dan diterima. Beberapa kasus yang pernah terjadi misalnya anak yang berada dalam panti asuhan merasa terkekang oleh aturan-aturan yang ketat sehingga menyebabkan anak merasa tertekan, cenderung menarik diri, tidak berani tampil di depan umum. Penelitian yang dilakukan oleh Hartini (2000) menunjukkan gambaran psikologis anak yang tinggal di panti asuhan yaitu terbentuknya kepribadian anak yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Disamping itu mereka menunjukkan perilaku negatif, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Menurut Hurlock (2000) status sosial ekonomi yang rendah dianggap oleh remaja sebagai salah satu faktor yang akan

12 membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman sebaya dan pada akhirnya mereka akan merasa minder dan tidak berharga Penilaian negatif terkadang muncul dari masyarakat yang mengartikan panti asuhan sebagai lembaga pelayanan sosial yang memberikan fungsi pengganti orangtua bagi anak-anak terlantar dan kurang mampu. Berdasarkan penelitian Margareth (dalam Hartini, 2000) dinyatakan bahwa perawatan anak di lembaga sosial sangat tidak baik, karena anak dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial. Kondisi ini menyebabkan remaja mengalami kesulitan dalam mengembangkan kompetensi interpersonalnya. Fenomena seperti ini seringkali terjadi pada remaja yang berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah seperti remaja yang tinggal di panti asuhan. Para pengasuh sulit memberikan pengawasan, perhatian serta kasih sayang yang merata bahkan kualitas dan intensitas hubungan antara anak asuh dan pengasuh akan rendah, hubungan individual secara pribadi dan hangat kurang memungkinkan untuk dijalin. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan rasio antara pengasuh dan jumlah anak asuh yang terlalu besar (Hartini, 2000). Rola (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak asuh panti asuhan kurang mendapatkan perhatian karena perbandingan antara pengasuh dengan anak asuh yang sangat jauh berbeda sehingga pengasuh kurang bisa memberikan perhatian yang mendalam terhadap anak asuhnya. Penelitian Hotnida (2009) terhadap 21 anak asuh berusia tahun di Yayasan SOS Kinderdorf Medan menunjukkan bahwa anak-anak asuh tersebut belum mampu untuk bersosialisasi dengan baik

13 karena masih banyak ditemukan kekurangan dalam pelayanan yang diberikan yaitu pengasuh yang belum mampu memberikan pengasuhan yang baik terhadap semua anak asuh. Kemampuan bersosialisasi yang buruk akan mengakibatkan berkembangnya perasaan kesepian. Hasil penelitian Departemen Sosial, Save The Children (sebuah organisasi dalam bidang bantuan dan pengembangan kemanusiaan yang sudah berdiri di lebih dari 45 negara di dunia) dan UNICEF terhadap 37 panti asuhan di enam provinsi di Indonesia menunjukkan enam temuan mengenai kondisi pengasuhan di panti asuhan di Indonesia. Temuan tersebut yaitu kurangnya metode pengasuhan, fungsi panti asuhan yang tidak sesuai peruntukkan, tidak adanya perlindungan hukum bagi anak, anak-anak tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan tidak tersedianya fasilitas fisik serta personal yang memadai (dalam Sudrajat, 2008). Penemuan lain mengenai remaja yang diasuh di panti asuhan juga menunjukkan hal yang serupa. Spitz (dalam Sulaeman, 1995) menemukan bahwa anak-anak yang dipelihara di panti asuhan tidak ada atau kurang kontak dengan orangtua sehingga memperlihatkan goncangan-goncangan emosional, apatis dan kurang mampu untuk menyesuaikan diri. Gerungan (1991) juga mengatakan bahwa semakin kurang kesempatan anak untuk berkomunikasi bersama orangtua khususnya ibu (misalnya, bersenda gurau, diskusi, musyawarah keluarga) maka semakin besar pula kemungkinannya bahwa ia mengalami kekurangan dalam perkembangan sosialnya. Situasi yang tidak menyenangkan biasanya akan memunculkan reaksi atau perilaku yang menyimpang dalam diri remaja terhadap lingkungannya.

14 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan usulan penelitian dengan judul: kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan yang tinggal dengan keluarga. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan yang tinggal dengan keluarga. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis penelitian yaitu: ada perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan keluarga. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu di bidang psikologi khususnya Psikologi Perkembangan mengenai perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan keluarga.

15 2. Praktis a) Untuk orangtua: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan para orangtua untuk selalu berinteraksi dengan anak, membimbing, memperhatikan, mengasuh dengan pola asuh yang tepat dan menjalin komunikasi dengan anak agar anak merasa diterima dan memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. b) Untuk remaja: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan remaja dalam mengembangkan kompetensi interpersonal yang dimilikinya dan menyadari pentingnya berinteraksi dengan orang lain agar dapat menjalani kehidupannya baik di panti asuhan maupun tinggal bersama keluarga dengan penuh semangat dan bahagia. c) Untuk pihak-pihak yang terkait dengan pengasuhan anak remaja: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menerapkan pengasuhan yang sesuai untuk anak-anak asuh di panti asuhan. E. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori

16 Bab ini memuat tinjauan teoritis mengenai kompetensi interpersonal, perkembangan remaja di panti asuhan, keluarga dan perkembangan remaja, perbedaan kompetensi interpersonal antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan yang tinggal dengan keluarga. Bab ini akan diakhiri dengan memaparkan hipotesa penelitian. BAB III : Metode penelitian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisa data. BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi uraian singkat hasil penelitian, interpretasi data serta pembahasannya. BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilaksanakan.

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain. BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia salah satunya memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan dalam

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan istilah zoon politicon. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tulisannya, Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan fondasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri memegang peranan yang sangat penting dalam meraih kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu mengaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima belas tahun sampai dengan dua puluh dua tahun. Pada masa tersebut, remaja akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh

Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh M. Husen, Abu Bakar, Dila Taslia Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Unsyiah Banda Aceh m.husen.fkip.unsyiah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan semakin beragam, mulai dari jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang yang menikah biasanya mempunyai rencana untuk memiliki keturunan atau anak. Selain dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan dari suatu pernikahan, anak dianggap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci