Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh"

Transkripsi

1 Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh M. Husen, Abu Bakar, Dila Taslia Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Unsyiah Banda Aceh ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengasuhan orangtua dan motif afiliasi pada siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh. Metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif korelasional. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri 6 Banda Aceh yang berjumlah 221 orang, dengan sampel 142 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, sementara teknik analisis data penelitian yaitu analisis deskriptif kuantitatif dan korelasi spearman rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 66,2% siswa Banda Aceh didapati pengasuhan orangtua dalam kategori sedang dan motif afiliasinya 95,8% tinggi. Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengasuhan orangtua dengan motif afiliasi pada siswa SMP Negeri Banda Aceh dengan r hitungsebesar 0,497 pada taraf signifikan 0,05. Hubungan aspek melindungi secara berlebihan dengan motif afiliasi r hitungsebesar -0,066, hubungan permisivitas dengan motif afiliasi r hitungsebesar 0,281, hubungan memanjakan dan tunduk pada anak dengan motif afiliasi r hitung-0,025, hubungan penolakan dengan motif afiliasi r hitungsebesar -0,200, hubungan penerimaan dengan motif afiliasi r hitungsebesar 0,348 dan hubungan dominasi dan ambisi orangtua dengan motif afiliasi r hitungsebesar -0,061. Kata kunci: Pengasuhan Orangtua, Motif Afiliasi PENDAHULUAN Siswa adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewuasa yang ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. Erikson (Hurlock, 1990:207) mengemukakan bahwa: Masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Dunia remaja adalah dunia yang penuh tantangan dan cobaan. Dalam perjalanan hidupnya, remaja selalu berusaha mencari yang terbaik bagi dirinya, atau paling tidak mereka akan mendapatkan sesuatu yang dianggap baik dan bermanfaaat bagi dirinya. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya yaitu dari masa kanakkanak ke masa dewasa, ketika anak tidak mau lagi diperlaku sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Periode ini remaja mengalami perubahan baik emosi, fisik, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalahmasalah. Masa remaja disebut pula sebagai masa belajar, masa belajar bagi remaja adalah untuk mengenal dirinya, lingkungan dan mengenal masayarakat sekitarnya. Masa belajar ini disertai dengan tugas-tugas yang dalam istilah psikologi dikenal dengan istilah tugas perkembangan. tugas perkembangan ini harus diselesaikan oleh remaja dengan baik dan tepat waktu agar dapat menyelesaikan tugas perkembangan selanjutnya. Perkembangan siswa pada masa ini ditandai dengan adanya perubahan perilaku. perubahan perilaku cenderung dipengaruhi oleh pengasuhan yang diterapkan orang tua dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan suatu kelompok terkecil dalam masyarakat, 49

2 SULOH Volume 1 Nomor 1 Juli-Desember 2016 dimana anak pertama kalinya mendapatkan latihan-latihan yang diperlukan dalam hidupnya kelak di masyarakat. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Menurut Gerungan (Suteja, 2012:32) yang menyebutkan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, dimana individu belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk di dalam interaksi dengan kelompoknya, maka orangtua sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan remaja, termasuk pengasuhan orangtua mereka yang diterapkan pada anaknya. Setiap orang tua yang bertanggung jawab juga memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa tercipta dan terpelihara hubungan yang baik antara orang tua dengan anak, yang efektif dan menambahkan keharmonisan hidup di dalam keluarga. Keluarga yang berbahagia ternyata bukan saja diwarnai oleh terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder dalam kehidupan tapi juga komunikasi yang baik. Dalam memperlakukan anak tentunya, orang tua tidak bersikap sembarangan, mereka punya cara tersendiri dengan harapan anak mereka berkembang seperti yang di harapkan. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu orang tua merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan anaknya, dan berkewajiban untuk membimbing mereka. Hubungan remaja dengan orangtua, dan perjuangannya secara bertahap untuk membebaskan diri dari dominasi mereka agar sampai pada tingkatan orang dewasa, menjadi masalah yang paling serius sepanjang kehidupannya dan membuatnya sulit beradaptasi. Keinginan untuk bebas pada diri remaja ini tidak dibarengi oleh kemampuan beradaptasi yang baik, sehingga orang tua sering kali mengintervensi dunianya. Anak buah hati merupakan anggota penting dalam keluarga, kehadiran anak di tengah-tengah keluarga sangat di nantinantikan. Ketika anak hadir di tengah tengah keluarga orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang secara normal, sehingga orang tua mempunyai cara tersendiri dalam memperlakukan anak. Ada orang tua yang bersikap memberikan kebebasan kepada anak dengan alasan supaya anak bisa mengembangkan potensi dirinya. Ada pula orang tua yang memberi kebebasan kepada anak tapi tetap memberikan kontrol, dan ada pula orang tua yang bersikap melindungi anak secara berlebihan dengan memberikan perlindungan terhadap gangguan dan bahaya fisik maupun psikologis, sampai anak tidak mencapai kebebasan atau selalu tergantung pada orang tua, perilaku orang tua tersebut disebut dengan over protective, dengan alasan agar anak tidak mengalami celaka dan karena anak belum bisa berfikir secara logis maka perlu ada perlindungan yang ekstra. Dalam memperlakukan anak tentunya orang tua tidak bersikap sembarangan, mereka punya cara tersendiri dengan harapan anak mereka berkembang seperti apa yang diharapkan. Perilaku orang tua kepada anak memegang peranan yang besar dalam perkembangan anak pada masa mendatang. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia selalu melakukan tindakan atau tingkah laku yang disebut interaksi sosial. Dalam interaksi sosial seseorang mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain disebut dengan motif afiliasi. Untuk memenuhi kebutuhan berafiliasi individu mengarahkan tingkah lakunya dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Motif afiliasi dapat dimengerti sebagai dorongan pembentukan, pertahanan atau pemulihan hubungan yang positif dengan individu lain atau dengan maksud untuk disukai atau diterima sebagai anggota dalam lingkungannya. Adanya motif berafiliasi membuat seseorang ingin selalu berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain sehingga tercapai tujuan yang memuaskan. Bila motif afiliasi seseorang rendah akan mengakibatkan perkembangan kepribadiannya kurang cepat, kurang pergaulan, tidak bisa mengikuti arus informasi/ perkembangan jaman, terisolir serta kurang dapat diterima di masyarakat dengan baik. Manusia sejak usia dini sudah 50

3 membawa sifat afiliasi dalam bentuk timbulnya kasih sayang dalam interaksi antara ibu dan anak dan kemungkinan besar kemampuan untuk melakukan kedekatan emosional yang muncul pada masa kanak-kanak yang berlanjut ke masa remaja. Pada masa remaja sikap dan tingkah laku sebagai ciri khas yang menandai perkembangan sosial remaja yaitu adanya dua macam gerak, yaitu ingin memisahkan diri dengan orangtua dan dilain pihak menuju ke arah teman sebaya. Sehubungan proses afiliasi remaja, teman sebaya memegang peranan penting. Pentingnya hubungan dengan teman sebaya selama masa remaja, dikarenakan remaja mempunyai kesempatan untuk saling membagi masalah dan mempengaruhi remaja dalam berbicara, bertingkah laku berpikir tentang apa yang lebih baik dan apa yang buruk. Peran kelompok teman sebaya ini menjadi kuat karena adanya dorongan dalam diri remaja yang kuat untuk diakui dan diterima oleh teman sebaya. Kerap kali reamaja rela merubah kebiasaan, aturan dan pendapat yang diajarkan oleh orangtua demi mendapatkan tanggapan, pengakuan teman sebayanya. Berdasarkan fenomena yang terjadi di kalangan siswa SMP Kota Banda Aceh dan orangtua selama ini cenderung diantaranya didapati siswa yang menunjukkan kurang berinteraksi dengan lingkungannya. Siswa tersebut takut untuk berinteraksi dengan lingkungannya karena adanya larangan dari orangtuanya. Orangtuanya merasa khawatir jika siswanya dalam berinteraksi dengan lingkungannya karena takut terpengaruh dengan lingkungan yang menjurus negatif dalam pergaulan siswa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hubungan pengasuhan orangtua; (melindungi secara berlebihan, permisivitas, memanjakan, penolakan, penerimaan, dominasi, tunduk pada anak, favoritisme, ambisi orang tua) dengan motif afiliasi; (keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain, empati, dan membangun persahabatan dengan orang lain) siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh. Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dimana data-data dalam penelitian ini dikomparasikan berupa angka-angka (skor, nilai) atau pernyataanpernyataan yang di angkakan dan dianalisis dengan analisis statistik serta dianggap sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Selanjutnya metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional, yaitu suatu pendekatan yang membahas tentang suatu hubungan antara dua komponen atau variabel untuk mencapai tujuan tertentu yang di ungkapkan melalui angka-angka. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu variabel pengasuhan orangtua sebagai variabel independen dan variabel motif afiliasi sebagai variabel dependen. Populasi penelitian, sebesar 221 orang, sedangkan sampel sebanyak 142 siswa (Soekardi, 2003; Sugiyono, 2010). Selanjutnya teknik pengumpulan dan analisis data adalah angket berskala (Notoatmojo, 2005), sedangkan analisis data yaitu deskriptif kuantitatif (Creswell dalam Alsa, 2003 dan Azwar, 2012). Tabel Norma Kategorisasi Subjek Penelitian Rumus Norma Kategori Kategori X < µ-1σ Rendah µ-1 σ < X µ+ 1 σ Sedang µ + 1 σ < X Tinggi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan pengasuhan orangtua pada siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh tergolong dalam kategori sedang, dan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil 142 orang siswa, sebanyak 94 orang (66,2%) siswa yang pengasuhan orangtua sedang, sedangkan pada kategori tinggi 48 (33,8%) siswa. Dari hasil tersebut mampu menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua terhadap anak ada pada kategori sedang sampai dengan baik. Karena semua orangtua menginginkan anaknya menjadi orang-orang yang berhasil kedepannya. Pengasuhan merupakan proses interaksi yang terus menerus antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak 51

4 SULOH Volume 1 Nomor 1 Juli-Desember 2016 secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial. Pengasuhan orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplikan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan keluarga berbeda dengan dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002: 86). Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah yang salah satu diantaranya mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Disamping itu, orang tua diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak yang berbeda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi perilaku yaitu directive behavior dan supportive behavior. Directive behavior melibatkan komunikasi searah dimana orang tua menguraikan peran anak dan memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, dimana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Sedangkan Supportive behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak Schophib (Sulastri, 2009: 55). Ada beberapa sub variabel yang menjadi bagian dalam pengasuhan orangtua yaitu overprotective, permisivitas, memanjakan, penolakan, penerimaan, dominasi, tunduk pada anak, favoritisme dan ambisi orangtua. Dalam sub variabel overprotective diperoleh bahwa berada pada kategori sedang sebesar 52,1% dengan jumlah siswa sebanyak 74 siswa. Hal tersebut berarti siswa ketergantungan pada semua orang, kurang rasa percaya diri. Sedangkan pada sub variabel permisivitas sebesar 94,4% siswa berada pada kategori sedang dengan jumlah siswa sebanyak 134 siswa. Hal tersebut berarti orangtua membiarkan anak berbuat sesuka hati dan memberikan kebebasan. Pada sub variabel memanjakan sebesar 58,5% siswa berada pada kategori rendah dengan jumlah siswa sebanyak 83 siswa.hal tersebut berarti memanjakan anak membuat anak egois,dan menuntut. Sub variabel penolakan sebesar 66,3% siswa berada pada kategori sedang dengan jumlah siswa sebanyak 114 siswa. penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak, menumbuhkan rasa dendam dan sikap bermusuhan yang terbuka. Pada sub variabel penerimaan sebesar 94,4% siswa berada pada kategori sedang dengan jumlah siswa sebanyak 134 siswa. penerimaan orangtua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak. Pada sub variabel dominasi persentase terbesar yaitu pada kategori sedang sebesar 94,4% dengan jumlah siswa sebanyak 108 siswa. Hal ini menunjukan bahwa anak yang dominasi oleh satu atau kedua orangtua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Pada sub variabel tunduk pada anak sebesar 67,6% siswa berada pada kategori cukup dengan jumlah siswa sebanyak 96 siswa. orangtua membiarkan anak mendominasi mereka di rumah dan anak belajar untuk menetang semua yang berwewenang dan mencoba mendominasikan orang diluar lingkungan rumah. Pada sub variabel favoritisme sebesar 61,3% siswa berada pada kategori sedang dengan jumlah siswa sebanyak 87 siswa. Hal ini menunjukkan orangtua lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga. 52

5 Pada sub variabel ambisi orangtua, lebih dari sebagian siswa berada dalam kategori sedang untuk indikator ambisi orangtua, yaitu sebesar 74,4% atau sebanyak 128 siswa. Hal ini menunjukan bahwa pengasuhan orangtua yang ambisi orangtua berada dalam kategori baik, bila anak tidak dapat memenuhi ambisi orangtua, anak cenderung bermusuhan, tidak bertanggung jawab dan prestasi dibawah kemampuan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa dalam penelitian ini Pengasuhan orangtua yang baik serta mampu menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua terhadap anaknya baik. Karena semua orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang berhasil kedepannya, namun gaya dan cara mengasuhnya yang berbeda-beda sesuai pengetahuan dan wawasannya, serta karakteristik kepribadiannya. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik serta memberi contoh bimbingan kepada anakanak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam lingkungan sekolah. Pola asuh yang ditanamkan keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Motif afiliasi siswa, terdapat tiga aspek sebagai berikut, yaitu keinginan untuk bekerja sama, empati dan yang terakhir membangun persahabatan dengan orang lain. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan Kota Banda Aceh, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki motif afiliasi yang tinggi dalam kategori baik yaitu sebesar 95,8%. Motif afiliasi siswa yang tergolong dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki keinginan untuk berhubungan dengan orang lain dan menjaga hubungan tersebut. Dimana motif afiliasi adalah tingkatan sejauh mana individu merasa terpenuhi kebutuhan berafiliasinya dengan cara menjalin persahabatan yang baik, bekerja sama dalam melakukan suatu pekerjaan dengan orang lain, suka memaafkan dan berempati, mendapatkan afeksi atau diterima dan disukai oleh orang lain. Individu tidak akan dapat menjalin kehidupannya tanpa kehadiran orang lain, karena pada hakikatnya individu mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain yang tentu saja kebutuhan tersebut tidaklah sama antara individu yang satu dengan individu yang lain. Motif afiliasi terdapat tiga aspek yaitu yaitu keinginan untuk bekerja sama, empati dan yang terakhir membangun persahabatan dengan orang lain. Aspek keinginan untuk bekerja sama, empati dan membangun persahabatan dengan orang lain termasuk ke dalam kategori sangat baik, dimana tiap-tiap variabel memperoleh hasil sebesar 56,3%, 49,3% dan 60,6%. Dari ketiga aspek tersebut menunjukkan bahwa siswa mampu bekerja sama dan berempati sama-sama berada pada kategori sedang, sedangkan untuk membangun persahabatan ada pada kategori tinggi. Melindungi secara berlebihan, memanjakan dan tunduk pada anak, penolakan dan dominasi dan ambisi orangtua memiliki hubungan negatif yang rendah dengan motif afiliasi pada siswa. Hal ini dapat dilihat dari besarnya hasil koefisien korelasi dari setiap sub variabel yaitu sebesar -0,066 melindungi secara berlebihan, -0,025 memanjakan dan tunduk pada anak, penolakan sedangkan untuk dominasi dan ambisi orangtua. Besarnya hasil koefesien korelasi ini berada di antara korelasi ( ). artinya, setiap sub variabel memiliki hubungan negatif yang rendah terhadap motif afiliasi siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh. Permisivitas ada hubungan positif yang tidak berarti dengan motif afiliasi pada siswa. Hal ini dapat dilihat dari besarnya hasil koefisien korelasi dari setiap sub variabel yaitu sebesar untuk permisivitas. Penerimaan dan memiliki hubungan yang erat dengan motif afiliasi pada remaja. Hal ini dapat dilihat dari besarnya hasil koefisien korelasi dari setiap sub variabel yaitu sebesar penerimaan. besarnya hasil koefisien korelasi ini berada diantara klasifikasi koefesien korelasi ( ). artinya, setiap sub variabel memiliki hubungan positif yang sedang terhadap motif afiliasi. 53

6 SULOH Volume 1 Nomor 1 Juli-Desember 2016 Penelitian terhadap pengasuhan orangtua dengan motif afiliasi pada siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh, yaitu sebesar 0,497 >0.166 dengan taraf signifikan <0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang postif dan signifikan antara pengasuhan orangtua dengan motif afiliasi pada siswa SMP Negeri Banda Aceh. Artinya semakin baik pengasuhan orangtua maka semakin menunjukkan tinggi pula motif afiliasi pada siswa. Hasil tersebut memberikan pengertian bahwa hubungan pengasuhan orang tua dengan motif afiliasi berada pada kategori baik. Menurut secara beturut Kartono; Hetherington dan Spitz; Musen; dan Hurlock (Setiyoningrum: 1998) menyatakan bahwa dalam keluarga umumnya terdapat kebutuhan interaksi yang intim atau baik. Segala sesuatu yang dapat diperbuat remaja akan mempengaruhi keluarga, sebaliknya keluarga memberi dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan afiliasi kepada remaja. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pola tingkah laku remaja. Tingkah laku berafiliasi yang terjadi dalam keluarga menjadi lebih intim secara emosional, sosial, fisik dan moral melalui proses yang disebut internalisasi dari kecil sampai dewasa, sehingga akan menentukan motif afiliasi remaja di masyarakat. Kurangnya afiliasi remaja disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah pengasuh dengan anak asuh dan adanya penanaman disiplin yang harus di patuhi. Ketidakseimbangan antara jumlah pengasuh dan anak asuh menyebabkan remaja kurang memperoleh kesempatan untuk mengadakan interaksi yang baik, kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, penerimaan dan rasa aman sulit didapat. Selanjutnya bahwa interaksi yang kurang antara anak asuh dengan pengasuh dapat berakibat buruk pada remaja. Kurangnya interaksi secara individu antara anak asuh dengan pengasuh akan berpengaruh terhadap kemampuan remaja dalam mengadakan kontak dengan teman sebaya, akibatnya remaja menjadi kurang mampu menyesuaikan diri, pemalu, rendah diri, kurang percaya diri dan menarik diri. Anak membutukan orangtua yang tahu bagaimana menyatakan kasih sayangnya, sehingga akan terpenuhi kebutuhan psikologis anak. Seperti : perasaan diterima, rasa aman, perlindungan, kebebasan, penghargaan, bimbingan dan pengarahan tanpa adanya tekanan. Pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Lingkungan keluarga yang wajar bagi psikis anak ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain faktor kasih sayang dan perhatian dari pihak orangtua. Orangtua sebagai pengasuh dan pendidik anak sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hidup dan kehidupannya. Seorang anak memperoleh pendidikan dan pengalaman dalam berhubungan dengan individu lain yang pertama kali didalam keluarga. Orangtua sebagai pengasuhan dan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial anak. Bila pengasuhan dan pendidikan yang diterima anak dalam keluarga kurang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan segala potensi yang berkaitan dengan motif afiliasi maka akan terpengaruh terhadap kemampuan anak dalam melakukan hubungan sosial secar wajar dengan lingkungan di luar keluarga. Masing-masing keluarga terdapat kondisi spesifik yang berbeda-beda dibandingkan dengan keluarga yang lain. Faktor faktor yang didambakan anak dari orangtua antara lain : kasih sayang, perhatian, sikap saling menghargai antara sesama anggota keluarga. Interaksi antara individu yang satu dengan yang lain dalam keluarga mempunyai arti yang penting didalam mengembangkan kepribadian seseorang yang juga berkaitan dengan motif afiliasi. Seorang anak akan mempelajari dan mengembangkan motif afiliasi melalui proses belajar antara individu yang satu dengan yang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai arti yang penting dalam perkembangan sosial siswa. Siswa belajar mempelajari dan mengembangkan motif berafiliasi antara individu satu dengan lainnya bila berada di luar lingkungan keluarga. Orangtua sebagai pengasuh dan pendidik anak sangat 54

7 menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hidup dan kehidupannya. Seorang anak memperoleh pendidikan dan pengalaman dalam berhubungan dengan individu lain yang pertama kali didalam keluarga. Orangtua sebagai pengasuhan dan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial anak. Bila pengasuhan dan pendidikan yang diterima anak dalam keluarga kurang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan segala potensi yang berkaitan dengan motif afiliasi maka akan terpengaruh terhadap kemampuan anak dalam melakukan hubungan sosial secara wajar dengan lingkungan di luar keluarga. SIMPULAN Gambaran pengasuhan orangtua pada siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh berada pada kategori sedang dengan persentase 66,2%. Dimana pengasuhan orangtua terhadap siswanya baik, karena semua orangtua menginginkan remajanya menjadi orangorang yang berhasil kedepannya. Motif Afiliasi siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh berada pada kategori tinggi. hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki keinginan yang besar untuk berhubungan dengan orang lain dan menjaga hubungan tersebut dalam lingkungan sekolah yang didukung oleh keluarga. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengasuhan orangtua dengan motif afiliasi pada siswa SMP Negeri Banda Aceh, dengan hasil sebesar nilai r hitung > r tabel yaitu : 0,497 > 0,166 yang berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan, semakin baik pengasuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak, maka menunjukkan hasil tingkat afiliasi siswa semakin tinggi. DAFTAR PUSTAKA Alsa, Asmadi Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta : PT Pustaka Pelajar. Azwar Penyusunan skala psikologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar Gunarsa. S Psikologi Remaja. Jakarta : Gunung Mulia. Hurlock, E.B Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga. Notoatmojo, S Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Setiyoningrum, Endang. 1998, Perbedaan Motif Berafiliasi dengan teman sebaya pada remaja antara yang tinggal di lingkungan keluarga dengan yang tinggal di lingkungan panti asuhan. Skripsi tidak diterbitkan,universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alvabeta. Sukardi, Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo. Sulastri, Hubungan Pola Pengasuhan Orangtua Terhadap Penyimpangan Perilaku Pada Remaja. Skripsi Tidak Diterbitkan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Suteja, Amar Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Otoriter terhadap Prestasi Belajar. Proposal tidak diterbitkan. 55

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBONAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBONAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEBONAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA 95 PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA Nur Asri Fitriani 1 Dra. Dharma Setiawaty 2 Drs. Djunaedi, M. Pd 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset keluarga yang harus dijaga dengan baik, kelak mereka akan menjadi aset bangsa dan negara, yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola asuh pada dasarnya merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang dewasa kepada seorang anak dalam upaya mendidik anak tumbuh dan dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA DI SMP NEGERI 21 KOTA JAMBI OLEH : HASPINAWATI NIM : ERAID08042

ARTIKEL ILMIAH KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA DI SMP NEGERI 21 KOTA JAMBI OLEH : HASPINAWATI NIM : ERAID08042 1 ARTIKEL ILMIAH KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN SISWA DI SMP NEGERI 21 KOTA JAMBI OLEH : HASPINAWATI NIM : ERAID08042 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Artikel Skripsi HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH. Abstrak

KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH. Abstrak KORELASI KEDISIPLINAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 19 BANDA ACEH Binti Asrah 1, Rita Novita 2, Fitriati 3 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG Yozi Dwikayani* Abstrak- Masalah dalam penelitian ini yaitu banyaknya orang tua murid TK Kartika 1-61 Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk individu ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

1. PENDAHULUAN. Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam kehidupan dikarenakan adanya percepatan arus globalisasi yang dapat memberikan nilai tambah tersendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Melati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Melati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cara individu dalam memenuhi kebutuhannya menunjukkan adanya keragaman pola penyesuaian. Individu adalah mahkluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebagaimana adanya secara sistematis, akurat, aktual dan kemudian ditentukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebagaimana adanya secara sistematis, akurat, aktual dan kemudian ditentukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung karena ikatan perkawinan yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dan satu sama lain saling bergantung. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berguna kelak di kemudian hari.sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang saat ini menjadi kebutuhan utama bagi seorang individu, dan pendidikan dapat diperoleh dari mana saja antara lain keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.

Lebih terperinci

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEMATANGAN EMOSI REMAJA DALAM INTERAKSI SOSIAL KELAS XI DI SMA PGRI I PADANG JURNAL

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEMATANGAN EMOSI REMAJA DALAM INTERAKSI SOSIAL KELAS XI DI SMA PGRI I PADANG JURNAL FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEMATANGAN EMOSI REMAJA DALAM INTERAKSI SOSIAL KELAS XI DI SMA PGRI I PADANG JURNAL GINA ANDRIA SARI NPM: 10060236 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku psikologi untuk keluarga, Gunarsa (2003) menyatakan bahwa dasar kepribadian seseorang dibentuk mulai masa kanak-kanak. Proses perkembangan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam melaksanakan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam melaksanakan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi seorang anak. Ditengah keluarga anak berusaha mengenal makna cinta kasih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi Pada penelitian ini populasi penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP Yayasan Atikan Sunda (YAS) Bandung tahun ajaran 2012/201, hal ini merujuk pada pendapat

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMPN 4 KOTA JAMBI

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMPN 4 KOTA JAMBI ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMPN 4 KOTA JAMBI Oleh: NONONG WAZIR NIM: ERA 1D 010116 PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang yang menikah biasanya mempunyai rencana untuk memiliki keturunan atau anak. Selain dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan dari suatu pernikahan, anak dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang sudah berkembang ini seseorang yang mengamati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang sudah berkembang ini seseorang yang mengamati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang sudah berkembang ini seseorang yang mengamati anak-anak dalam setiap harinya akan menemukan bahwa masing-masing anak memiliki keunikan dan keistimewaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia remaja terbagi dalam tiga fase, yaitu fase remaja awal (usia 12 tahun sampai 15 tahun), fase remaja tengah (usia 15 tahun sampai 18 tahun), dan fase remaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan tata caranya masing-masing. Jika nilai-nilai itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak memulai kehidupannya dengan sedikit sumber daya untuk menjaga diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya dan orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci