PEMANFAATAN KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) IRNI FAHRIYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) IRNI FAHRIYANI"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) IRNI FAHRIYANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT IRNI FAHRIYANI. Utilization of Mung Bean Sprouts in Formulates of Instant Complementary Food. Under direction of FAISAL ANWAR and EDDY SETYO MUDJAJANTO. Infants are better to get breast milk until 2 years of age. But, breast milk is meet to their nutrition need only until 6 months of age. As growing state, production of breast milk decrease, but infant s nutrition need inscreas. So, they need complementary feeding in order to ger better growth and development. Main ingredient of this porridge was rice flour. To formulate this complementary food, rice flour substituted by mung bean sprout at four levels, i.e. 0% (as control), 20%, 40%, and 60%. Period of germination of mung bean sprout are 1 and 3 days. The aim of this research was to analyze the effect of level of mung bean sprout and period of germination on quality of complementary food. The result showed that period of germination had significant effect on sensory properties of formulas, whiteness degree, dietary fiber content and protein digestibility. Level of mung bean sprout substitution had significant effect on sensory properties (color, flavor, texture, overall), physical properties (water absorption, whiteness degree, bulk density, viscosity), nutrient content (ash, protein, and carbohydrate contents), and protein digestibility of formulas. The best formula of complementary food was made from 20% of mung bean sprout substitution to rice flour with germination period of sprout was 1 day. Keywords: mung bean sprout, complementary food, protein, germination

3 RINGKASAN IRNI FAHRIYANI. Pemanfaatan Kecambah Kacang Hijau dalam Formulasi Bubur Susu Instan sebagai Alternatif Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan EDDY SETYO MUDJAJANTO. Sejak lahit hingga usia 24 bulan bayi memperoleh air susu ibu (ASI), namun ASI hanya dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sampai usia enam bulan karena setelah itu kebutuhan gizi bayi meningkat sementara produksi ASI berkurang. Kurangnya asupan zat gizi, terutama energi dan protein dapat menyebabkan terjadinya berbagai masalah gizi, salah satunya adalah Kurang Energi Protein (KEP). Oleh karena itu, diperlukan makanan tambahan bagi bayi pada masa ini yang mengandung nilai kalori dan kadar protein yang cukup tinggi. Salah satu contoh bahan pangan lokal yang dapat dimanfaatkan adalah tauge atau kecambah kacang hijau. Tauge atau kecambah kacang hijau adalah sejenis sayuran yang berasal dari kacang hijau yang dikecambahkan. Dalam proses perkecambahan, terjadi berbagai perubahan biologis yang memperlihatkan terpecahnya berbagai komponen dalam biji menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Dalam bentuk tauge, kecambah memiliki kandungan vitamin dan protein lebih banyak dari kandungan bijinya. Kelebihan kecambah pada nilai gizinya membuat kecambah kacang hijau berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mengatasi permasalahan pangan dan gizi di Indonesia. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah sebagai bahan MP-ASI. Tujuan umum penelitian adalah untuk membuat formula bubur susu kecambah kacang hijau instan dari kecambah kacang hijau. Tujuan khusus dari penelitian adalah: (1) Menentukan umur kecambah kacang hijau yang digunakan dalam formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan, (2) Menentukan komposisi formula bubur susu kecambah kacang hijau instan, (3) Mengukur penilaian organoleptik terhadap bubur susu kecambah kacang hijau instan, (4) Menganalisis sifat fisik (daya serap air, derajat putih, densitas kamba, dan viskositas) bubur susu kecambah kacang hijau instan, (5) Menganalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kandungan energi, dan kadar serat pangan) bubur susu kecambah kacang hijau instan, (6) Menganalisis daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan, (7) Menentukan takaran saji dan kadungan gizi per takaran saji bubur susu kecambah kacang hijau instan, dan (8) Mengetahui kontribusi bubur susu kecambah kacang hijau instan terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) bayi. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari pembuatan kecambah kacang hijau, analisis kadar air dan kadar protein kecambah kacang hijau serta penentuan formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Penelitian utama terdiri dari pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan,uji organoleptik bubur susu kecambah kacang hijau instan, analisis sifat fisik, kandungan zat gizi, dan daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan, serta penentuan takaran saji dan kontribusi bubur susu kecambah kacang hijau instan terhadap AKG bayi. Pada tahap pendahuluan, dibuat kecambah kacang hijau selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Setiap umur perkecambahan dianalisis kadar air dan kadar proteinnya untuk mendapatkan umur perkecambahan terbaik yang akan digunakan dalam formulasi. Kecambah kacang hijau yang digunakan dalam formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan adalah kecambah yang berumur satu hari dan tiga hari. Umur perkecambahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air, kadar protein dan rendemen kecambah kacang

4 hijau. Pada penelitian ini, dibuat satu formula kontrol (kecambah kacang hijau:tepung beras = 0%:100%) dan enam jenis formula bubur susu kecambah kacang hijau instan, yaitu F1 (kecambah kacang hijau 1 hari:tepung beras = 20%:80%), F2 (kecambah kacang hijau 1 hari:tepung beras = 40%:60%), F3 (kecambah kacang hijau 1 hari:tepung beras = 60%:40%), F4 (kecambah kacang hijau 3 hari:tepung beras = 20%:80%), F5 (kecambah kacang hijau 3 hari:tepung beras = 40%:60%), dan F6 (kecambah kacang hijau 3 hari:tepung beras = 60%:40%). Rendemen bubur susu kecambah kacang hijau instan berkisar antara %. Umur perkecambahan, taraf penambahan kecambah kacang hijau dan interaksi keduanya berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rendemen bubur susu kecambah kacang hijau instan. Rata-rata panelis menyukai bubur susu kecambah kacang hijau instan dengan warna yang cerah, tidak beraroma langu, rasa manis, bertekstur lembut, dan secara keseluruhan enak. Umur perkecambahan dan taraf penambahan kecambah kacang hijau berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna, aroma, rasa dan keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna, rasa dan keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan. Daya serap air bubur susu kecambah kacang hijau instan berkisar antara g/g, derajat putih %, densitas kamba g/ml, dan viskositas cp. Taraf penambahan kecambah kacang hijau memiliki pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap seluruh sifat fisik bubur susu kecambah kacang hijau instan. Umur perkecambahan dan interaksinya dengan taraf penambahan kecambah kacang hijau berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap derajat putih bubur susu kecambah kacang hijau instan. Bubur susu kecambah kacang hijau instan memiliki kadar air antara %, kadar abu %, kadar protein %, kadar lemak %, kadar karbohidrat %, kandungan energi sebesar Kal, dan kadar serat pangan total %. Umur perkecambahan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kandungan zat gizi bubur susu kecambah kacang hijau instan. Taraf penambahan kecambah kacang hijau berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap sebagian kandungan zat gizi bubur susu kecambah kacang hijau instan seperti kadar abu, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan berkisar antara %. Umur perkecambahan, taraf penambahan kecambah kacang hijau dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan. Berdasarkan penilaian organoleptik, sifat fisik, daya cerna protein, dan kandungan zat gizi bubur susu kecambah kacang hijau instan, dipilih formula F1 sebagai formula bubur susu kecambah kacang hijau instan terbaik. Jumlah bubur susu kecambah kacang hijau instan terbaik per takaran saji adalah 25 gram untuk bayi usia 6-8 bulan dan 20 gram untuk bayi usia 9-11 bulan. Untuk memenuhi kebutuhan energi bayi, pemberian dianjurkan sebanyak dua kali per hari untuk bayi usia 6-8 bulan dan tiga kali per hari untuk bayi usia 9-11 bulan. Pemberian bubur susu kecambah kacang hijau instan sesuai anjuran dapat memenuhi 33.82% AKE, 54.49% AKP dan 19.35% AKL pada bayi usia 6-8 bulan. Pada bayi usia 9-11 bulan dapat memenuhi 40.58% AKE, 65.51% AKP dan 38.71% AKL per hari.

5 i PEMANFAATAN KECAMBAH KACANG HIJAU DALAM FORMULASI BUBUR SUSU INSTAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) IRNI FAHRIYANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 ii Judul Skripsi : Pemanfaatan Kecambah Kacang Hijau dalam Formulasi Bubur Susu Instan sebagai Alternatif Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Nama : Irni Fahriyani NRP : I Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS NIP Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP Diketahui, Ketua Departemen Gzi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal lulus:

7 iii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dapat selesai dengan baik tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Ir. Eddy Setyo Mudjajanto sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan, saran serta masukan dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 3. dr. Vera Uripi sebagai dosen pembimbing akademik. 4. Ayahanda M. Zain Asj ari dan Ibunda Fatmawatty yang telah memberikan doa, dukungan dan perhatian yang tidak terbatas, serta kakak-kakak Mas Eka, Mas Irham dan Mas Erik yang selalu memberi semangat kepada penulis. 5. Bapak Mashudi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian. 6. Dian Novita dan Yoghatama Cindya Zanzer sebagai pembahas seminar. 7. Muhammad Ichwan atas dukungan, semangat dan kesediaannya menemani penulis. 8. Echa, Dinov, Diah, Movi, Rakhma, Chika, Lia, Joffa, Andi, Anton, Daniel, dan Warte atas kebersamaan dan warna-warni persahabatan. Winda yang telah banyak memberi semangat dan masukan kepada penulis. 9. Teman-teman KOPLAG (Desy, Yule, Mifta, Ande, Tika, Elis, Eva, Aim, Risti, Reti, Dudung, Fitri, Dhita, Ummi, dan lain-lain) yang telah banyak memberikan bantuan, keceriaan dan semangat yang menguatkan penulis. 10. Teman-teman GM 43 serta keluarga besar Gizi Masyarakat atas segala bantuan yang diberikan. 11. Ibu Riri dari Balitkabi yang telah membantu penulis memperoleh bahan penelitian. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2011 Penulis

8 iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Februari Penulis merupakan putri terakhir dari empat bersaudara dari pasangan M. Zain Asj ari dan Fatmawatty. Pada tahun , penulis menempuh pendidikan di SD Pertiwi Bogor, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bogor pada tahun Pendidikan SMA ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI. Pada tahun 2007, penulis menjadi mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi. Penulis merupakan pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) Departemen Gizi Masyarakat 2007/2008 dan 2008/2009 dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2009/2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan, diantaranya menjadi anggota divisi publikasi, dekorasi dan dokumentasi pada Masa Perkenalan Departemen Gizi Masyarakat dan Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia 2008, anggota divisi kesekretariatan Food, Nutrition and Healthy Fair (Funny Fair) 2008, penanggung jawab lomba daur ulang sampah plastik dalam Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2009, dan koordinator divisi konsumsi pada acara Hari Penglepasan Sarjana Departemen Gizi Masyarakat Pada tahun 2008, penulis menerima beasiswa Bantuan Khusus Mahasiswa. Pada tahun 2009, penulis menjalani Kuliah Kerja Profesi di Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor, kemudian melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit H. Marzoeki Mahdi Bogor pada tahun 2010 dengan topik kajian penyakit dalam, penyakit anak, dan bedah mayor. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Biokimia Gizi pada tahun ajaran 2010/2011.

9 v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Kegunaan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Kecambah Kacang Hijau... 4 Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)... 6 Bahan Penyusun Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Angka Kecukupan Gizi Bayi Pengeringan METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Kecambah Kacang Hijau Rendemen Kecambah Kacang Hijau Kadar Air dan Protein Kecambah Kacang Hijau Kadar Air Kadar Protein Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Formulasi Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Pembuatan Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Rendemen Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Penilaian Organoleptik Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Mutu Hedonik Hedonik Sifat Fisik Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Daya Serap Air... 45

10 vi Derajat Putih Densitas Kamba Viskositas Kandungan Zat Gizi Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Kandungan Energi Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Kadar Serat Pangan Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Daya Cerna Protein Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Terbaik Angka Kecukupan Gizi Per Takaran Saji KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 76

11 vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kandungan gizi kacang hijau dan kecambah kacang hijau per 100 gram berat kering... 6 Tabel 2 Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan untuk Bayi 6 12 Bulan... 8 Tabel 3 Persyaratan MP-ASI menurut SNI Tabel 4 Komposisi kimia bahan baku bubur susu kecambah kacang hijau instan Tabel 5 Angka kecukupan gizi bayi Tabel 6 Komposisi bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan per 100 gram Tabel 7 Suhu gelatinisasi maksimum formula dan waktu pencapaian yang dibutuhkan Tabel 8 Nilai rata-rata mutu hedonik bubur susu kecambah kacang hijau instan Tabel 9 Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap bubur susu kecambah kacang hijau instan Tabel 10 Data sifat fisik bubur susu kecambah kacang hijau instan Tabel 11 Data kandungan zat gizi bubur susu kecambah kacang hijau instan Tabel 12 Perincian kebutuhan energi bayi Tabel 13 Kandungan gizi per takaran saji Tabel 14 Kontribusi bubur susu kecambah kacang hijau instan terhadap AKE bayi... 67

12 viii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Proses pembuatan kecambah kacang hijau Gambar 2 Proses pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 3 Model wadah kecambah kacang hijau penelitian dan model wadah kecambah kacang hijau petani... Gambar 4 Nilai rata-rata rendemen kecambah kacang hijau Gambar 5 Nilai rata-rata kadar air kecambah kacang hijau Gambar 6 Nilai rata-rata kadar protein kecambah kacang hijau Gambar 7 Kecambah kacang hijau umur 1 hari (kiri) dan 3 hari (kanan) yang digunakan dalam formulasi Gambar 8 Penampakan bubur susu kecambah kacang hijau instan bubuk dan setelah diberi air Gambar 9 Nilai rata-rata rendemen bubur susu kecambah kacang hijau Instan Gambar 10 Nilai rata-rata mutu hedonik warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 11 Nilai rata-rata mutu aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 12 Nilai rata-rata mutu rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 13 Nilai rata-rata mutu tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 14 Nilai rata-rata mutu keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 15 Persentasi penerimaan warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 16 Persentasi rata-rata penerimaan aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 17 Persentasi penerimaan rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 18 Persentasi penerimaan tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 19 Persentasi penerimaan keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 20 Nilai rata-rata daya serap air bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 21 Nilai rata-rata derajat putih bubur susu kecambah kacang hijau instan... 44

13 ix Gambar 22 Nilai rata-rata densitas kamba bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 23 Nilai rata-rata viskositas bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 24 Nilai rata-rata kadar air bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 25 Nilai rata-rata kadar abu bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 26 Nilai rata-rata kadar protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 27 Nilai rata-rata kadar lemak bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 28 Nilai rata-rata kadar karbohidrat bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 29 Nilai rata-rata kandungan energi bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 30 Nilai rata-rata kadar serat pangan bubur susu kecambah kacang hijau instan Gambar 31 Nilai rata-rata daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan... 60

14 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Metode uji amilografi Lampiran 2 Formulir uji organoleptik terbatas bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 3 Formulir uji organoleptik (mutu hedonik) bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 4 Formulir uji organoleptik (hedonik) bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 5 Metode analisis sifat fisik bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 6 Metode analisis sifat kimia bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 7 Analisis daya cerna protein in vitro Teknik Multienzim (Hsu et al 1977 diacu dalam Muchtadi 2010) Lampiran 8 Hasil analisis rendemen kecambah kacang hijau Lampiran 9 Hasil analisis kadar air kecambah kacang hijau Lampiran 10 Hasil analisis kadar protein kecambah kacang hijau Lampiran 11 Hasil uji organoleptik bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 12 Hasil analisis rendemen bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 13 Hasil analisis daya serap air bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 14 Hasil analisis derajat putih bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 15 Hasil analisis densitas kamba bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 16 Hasil analisis viskositas bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 17 Hasil analisis kadar air bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 18 Hasil analisis kadar abu bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 19 Hasil analisis kadar protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 20 Hasil analisis kadar lemak bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 21 Hasil analisis kadar serat pangan tidak larut bubur susu instan

15 xi Lampiran 22 Hasil analisis kadar serat pangan larut bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 23 Hasil analisis kadar serat pangan total bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 24 Hasil sidik ragam rendemen kecambah kacang Hijau Lampiran 25 Hasil uji lanjut Duncan rendemen kecambah kacang hijau Lampiran 26 Hasil sidik ragam kadar air kecambah kacang hijau Lampiran 27 Hasil uji lanjut Duncan kadar air kecambah kacang hijau Lampiran 28 Hasil sidik ragam kadar protein (basis kering) kecambah kacang Hijau Lampiran 29 Hasil uji lanjut Duncan kadar protein (basis kering) kecambah kacang Hijau Lampiran 30 hasil sidik ragam rendemen bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 31 Hasil sidik ragam mutu hedonik warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 32 Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 33 Hasil sidik ragam mutu hedonik aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 34 Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 35 Hasil sidik ragam mutu hedonik rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 36 Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 37 Hasil sidik ragam mutu hedonik tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 38 Hasil sidik ragam mutu hedonik keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 39 Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 40 Hasil sidik ragam hedonik warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 41 Hasil uji lanjut Duncan hedonik warna bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 42 Hasil sidik ragam hedonik aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 43 Hasil uji lanjut Duncan hedonik aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan

16 xii Lampiran 44 Hasil sidik ragam hedonik rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 45 Hasil uji lanjut Duncan hedonik rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 46 Hasil sidik ragam hedonik tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 47 Hasil uji lanjut duncan hedonik tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 48 Hasil sidik ragam hedonik keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 49 Hasil uji lanjut Duncan hedonik keseluruhan bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 50 Hasil sidik ragam daya serap air bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 51 Hasil uji lanjut Duncan daya serap air bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 52 Hasil sidik ragam derajat putih bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 53 Hasil uji lanjut Duncan derajat putih bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 54 Hasil sidik ragam densitas kamba bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 55 Hasil uji lanjut Duncan densitas kamba bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 56 Hasil sidik ragam viskositas bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 57 Hasil uji lanjut Duncan viskositas bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 58 Hasil sidik ragam kadar air bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 59 Hasil sidik ragam kadar abu bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 60 Hasil uji lanjut Duncan kadar abu bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 61 Hasil sidik ragam kadar protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 62 Hasil uji lanjut Duncan kadar protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 63 Hasil sidik ragam kadar lemak bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 64 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat bubur susu kecambah kacang hijau instan

17 xiii Lampiran 65 Hasil uji lanjut Duncan kadar karbohidrat bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 66 Hasil sidik ragam kandungan energi bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 67 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 68 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 69 Hasil uji lanjut Duncan kadar serat pangan tidak larut bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 70 Hasil sidik ragam kadar serat pangan total bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 71 Hasil uji lanjut Duncan kadar serat pangan total bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 72 Hasil sidik ragam daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 73 Hasil uji lanjut Duncan daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan Lampiran 74 Jumlah protein kecambah kacang hijau Lampiran 75 Perincian pemilihan formula terbaik

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tahun-tahun pertama pada kehidupan manusia merupakan masa penting dalam perkembangan manusia. Selain karena pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, pembentukan psikomotor dan akulturasi juga terjadi dengan cepat, sehingga dapat dikatakan pertumbuhan dan perkembangan manusia paling kritis terjadi pada masa ini. Oleh karena itu, gizi bayi pada masa ini harus diperhatikan dengan baik agar pertumbuhan dapat terjadi secara optimal. Pada masa ini bayi sangat membutuhkan banyak zat gizi untuk membantu pertumbuhannya. Sejak lahir sampai usia 24 bulan, bayi diberi air susu ibu (ASI), namun ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. Setelah itu, produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan gizi bayi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan (Krisnatuti & Yenrina 2000). Kurangnya asupan zat gizi, terutama energi dan protein dapat menyebabkan terjadinya Kurang Energi Protein (KEP) pada bayi. World Health Statistics 2009 menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian balita disebabkan oleh diare, pneumonia, campak, malaria, dan malnutrisi (Depkes 2009). Sama dengan negara berkembang lainnya, malnutrisi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Terdapat empat masalah gizi utama, yaitu KEP (Kurang Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), GAKY (Gangguan Kurang Yodium), dan anemia gizi (kurang zat besi) (Pratomo et al 2003). Dari keempat masalah utama gizi tersebut, KEP merupakan masalah yang terpenting, bukan saja karena luasnya jangkauan penyebarannya, tetapi juga karena sangat berat implikasinya bagi ketahanan nasional dan pembangunan generasi mendatang (Winarno 1987). Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia enam bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Krisnatuti & Yenrina 2000). Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Muchtadi 1994). Menurut Muchtadi (1994), makanan tambahan yang diberikan harus mengandung nilai kalori dan kadar protein yang cukup tinggi, serta mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Pada masa sekarang,

19 2 makanan tambahan untuk bayi tersebut banyak diproduksi oleh industri dan mudah diperoleh di pasaran. Namun, apabila terdapat masalah ekonomi untuk memperoleh produk tersebut, makanan orang dewasa yang terdiri dari serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah-buahan dapat diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan bayi akan zat-zat gizi. Salah satu contoh bahan pangan lokal yang dapat dimanfaatkan adalah tauge atau kecambah kacang hijau. Sebagian besar penggemar tauge adalah orang dewasa dan praktis tidak pernah digunakan untuk makanan bayi apalagi untuk makanan bayi sapihan (Winarno 1987). Tauge atau kecambah kacang hijau adalah sejenis sayuran yang berasal dari kacang hijau yang dikecambahkan. Dalam proses perkecambahan, terjadi berbagai perubahan biologis yang memperlihatkan terpecahnya berbagai komponen dalam biji menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Dalam bentuk tauge, kecambah memiliki kandungan vitamin lebih banyak dari kandungan bijinya. Selama berkecambah, kadar vitamin B misalnya meningkat 2.5 sampai 3 kali lipat. Kandungan protein kecambah kacang hijau juga meningkat 119% bila dibandingkan dengan kandungan awal pada biji (Winarno 1981). Dari berbagai leguminosa yang dianalisis, dipilih kacang hijau karena rendah tingkat penyebab flatulensi dan kadar antitripsinnya (Winarno 1987). Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Dari segi luasan, Indonesia sebenarnya termasuk negara penghasil utama kacang hijau di dunia, walaupun masih jauh di bawah India (Sumarno 1993). Berdasarkan data BPS (2009), produktivitas kacang hijau semakin meningkat dengan produktivitas kuintal/ha pada tahun 2008 dengan jumlah produksi ton. Kelebihan selama proses perkecambahan dan ketersediaan kacang hijau di Indonesia sebagai bahan baku kecambah kacang hijau membuat kecambah kacang hijau berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan dimanfaatkan terutama untuk mengatasi permasalahan pangan dan gizi di Indonesia. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah sebagai bahan MP-ASI. Tujuan Tujuan umum penelitian adalah untuk membuat formula bubur susu kecambah kacang hijau instan dari kecambah kacang hijau. Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut:

20 3 1. Menentukan umur kecambah kacang hijau yang digunakan dalam formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan. 2. Menentukan komposisi formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. 3. Mengukur penilaian organoleptik bubur susu kecambah kacang hijau instan. 4. Menganalisis sifat fisik (daya serap air, derajat putih, densitas kamba, dan viskositas) bubur susu kecambah kacang hijau instan. 5. Menganalisis kandungan zat gizi (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat), kandungan energi, dan kadar serat pangan bubur susu kecambah kacang hijau instan. 6. Menganalisis daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan. 7. Menentukan takaran saji serta kandungan energi dan zat gizi per takaran saji bubur susu kecambah kacang hijau instan. 8. Mengetahui kontribusi bubur susu kecambah kacang hijau instan terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) bayi. Kegunaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi kecambah kacang hijau sebagai pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. Produk hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi alternatif MP-ASI bernilai gizi tinggi dengan bahan baku yang berasal dari pangan lokal.

21 4 TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau Wilayah produksi utama kacang hijau membentang dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Dari segi luasan, Indonesia sebenarnya termasuk negara penghasil utama kacang hijau di dunia, walaupun masih jauh di bawah India (Sumarno 1993). Kacang hijau varietas Sampeong merupakan kacang hijau lokal Sumbawa yang telah disetujui sebagai komoditas unggul daerah dan dilepas sebagai komoditas unggul nasional sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No.135/Kpts/TP.2404/2/2003 (Distan Kabupaten Sumbawa 2007). Sampeong merupakan varietas yang ukuran bijinya sangat kecil yang rendemennya tinggi dan sesuai bila dibuat kecambah atau tauge (Balitkabi 2009). Kacang hijau varietas Sampeong merupakan polong yang tidak mudah pecah dan sesuai untuk dibuat kecambah, peka hama thrips dan aphis, agak tahan embun tepung dan bercak daun, daya hasil 1,80 ton/ha dengan umur panen hari (IAARD 2010). Pembuatan kecambah dari kacang hijau merupakan cara pengolahan dengan teknologi yang sederhana, mudah, murah, dan kegunaannya cukup tinggi (Hartanti 1986). Tauge kacang hijau berasal dari biji kacang hijau yang dikecambahkan (Muchtadi 2000). Biji direndam, dikecambahkan, dan dibiarkan tumbuh di tempat gelap selama beberapa hari sebelum dikonsumsi. Satu gram biji kacang hijau menghasilkan 6-8 gram tauge segar. Hipokotil yang etiolasi, daun kotiledon, dan akar muda dapat dimakan, baik mentah maupun setelah dimasak. Akar tanaman kacang hijau yang membengkak juga penting karena kandungan proteinnya mendekati 15% (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Dalam proses perkecambahan, terjadi berbagai perubahan biologis yang memperlihatkan terpecahnya berbagai komponen dalam biji menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana, yang telah siap cerna bagi embrio atau kecambah untuk tumbuh lebih lanjut. Selama terjadinya kecambah, beberapa kandungan pati diubah menjadi dekstrin atau bagian yang lebih kecil lagi, yaitu dalam bentuk gula maltosa, molekul protein yang besar dipecah menjadi molekul yang lebih kecil. Lemaknya juga dihidrolisis menjadi asam-asam lemak yang lebih mudah dicerna. Beberapa mineral (kalsium dan besi) yang biasa terikat erat

22 5 dilepaskan, sehingga menjadi bentuk yang lebih bebas. Dengan demikian lebih mudah dicerna dan diserap di dalam saluran pencernaan. Dalam bentuk tauge, kecambah memiliki kandungan vitamin lebih banyak dari kandungan bijinya. Dibandingkan kadar dalam biji, kadar vitamin B meningkat jumlahnya, misalnya 2,5 sampai 3 kali lebih besar. Demikian juga dengan vitamin E atau tocopherol, sedangkan vitamin C yang sangat sedikit pada biji-bijian kering, dalam bentuk tauge meningkat menjadi 20 mg/100 g (kacang hijau) (Winarno 1987). Berdasarkan penelitian Estiasih (1993), perlakuan perkecambahan turut mempengaruhi kadar protein tepung kacang hijau. Setelah perkecambahan lima hari terjadi peningkatan total nitrogen, sedikit penurunan nitrogen protein dan peningkatan yang tajam baik total non protein nitrogen dan nitrogen asam amino bebas berdasarkan berat kering. Menurut Winarno (1987), berdasarkan berat kering, kandungan protein dari tauge kacang hijau meningkat 119% bila dibandingkan dengan kandungan awal pada biji. Hal ini terutama disebabkan terjadinya sintesis protein selama proses germinasi (kecambah), selain disebabkan oleh berkurangnya bahan kering karena terlepasnya gula selama perendaman dan germinasi. Disamping itu, kadar kalsium meningkat yang disebabkan karena selama proses perendaman biji-biji menyerap ion-ion kalsium dari air perendam. Dari leguminosa, dipilih kacang hijau karena rendah tingkat penyebab flatulensi dan kadar antitripsinnya. Hasil penelitian Mubarak (2005) menunjukkan bahwa perkecambahan menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap faktor antinutrisi kacang hijau. Perkecambahan efektif dalam menurunkan asam fitat, stachiosa dan raffinosa. Perkecambahan menghasilkan retensi yang lebih besar dari seluruh mineral. Daya cerna protein dan Protein Efficiency Ratio (PER) juga meningkat selama proses perkecambahan. Proses pengecambahan memberikan beberapa keuntungan seperti proses tersebut memungkinkan terjadinya pemecahan awal (predigestion) dari pati dan protein; viskositas dapat direduksi sampai batas yang dikehendaki tergantung tingkat germinasi sehingga produk sangat cocok untuk makanan bayi yang sangat muda. Di samping itu, pelepasan kulit (debraining) serealia atau kacangkacangan mudah dilakukan setelah selesai proses germinasi (Sulaeman 1994). Keuntungan lainnya adalah daya cernanya lebih baik, biaya lebih murah, dapat diterapkan pada tiap level teknologi. Proses ini dapat diterapkan bukan hanya di

23 6 daerah atau masyarakat yang teknologinya masih sederhana, namun juga dapat diterapkan oleh industri pangan modern (Desikachar 1980, diacu dalam Sulaeman 1994). Perbandingan kandungan gizi kacang hijau dan kecambah kacang hijau per 100 gram berat kering berdasarkan data kandungan gizi pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi kacang hijau dan kecambah kacang hijau per 100 gram berat kering No. Jenis Zat Gizi Satuan Kacang hijau Kecambah kacang hijau 1 Energi Kal Karbohidrat g Protein g Lemak g Serat g Kalsium mg Fosfor mg Besi mg Natrium mg Kalium mg Karoten µg Thiamin mg Riboflavin mg Niasin mg Vitamin C mg Sumber: PERSAGI (2009) Pengertian MP-ASI Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan di samping ASI kepada bayi berusia enam bulan ke atas atau berdasarkan indikasi medik, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi. MP-ASI bubuk instan adalah MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai (BSN 2005). Menurut PAHO/WHO (2003), pemberian makanan tambahan adalah proses yang dimulai ketika pemberian ASI saja tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga makanan dan cairan lain dibutuhkan bersama dengan ASI. Sasaran pemberian makanan tambahan adalah bayi kelompok usia 6 hingga 24

24 7 bulan, walaupun pemberian ASI mungkin terus berlanjut hingga usia lebih dari dua tahun. ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan. Setelah itu, produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Pemberian makanan tambahan sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik (Krisnatuti & Yenrina 2000). Karena sifatnya, ASI dapat mencukupi kebutuhan sebagian besar bayi sampai berumur empat atau enam bulan. Sebagian bayi dapat tumbuh dengan memuaskan sampai berumur enam bulan atau lebih dengan hanya diberi ASI. Sebagian lagi mungkin memerlukan lebih banyak energi dan zat-zat gizi lain daripada yang terdapat dalam ASI. Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Muchtadi 1994). Menurut Husaini dan Anwar (1984), diacu dalam Krisnatuti dan Yenrina (2000), para orang tua dianjurkan untuk memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis bayi serta aneka ragam makanan dari daerah setempat. Pemberian makanan dari daerah setempat sejak dini akan memungkinkan anak yang bersangkutan menyukai makanan tersebut sampai anak beranjak dewasa. Persyaratan MP-ASI Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Nilai energi dan kandungan proteinnya tinggi 2. Memiliki nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup 3. Dapat diterima dengan baik 4. Harganya relatif murah 5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan tambahan harus mengandung protein dengan nilai NPU (Net Protein Utilization) sama atau lebih besar dari 60 dengan kadar protein sekitar 20%. Nilai PER (Protein Efficiency Ratio) harus lebih besar atau sama dengan 2.1 dan jika mutu protein yang digunakan lebih tinggi, maka kadar protein makanan tambahan dapat lebih rendah. Makanan bayi harus memiliki

25 8 kekambaan yang minimal, tetapi memiliki kandungan protein serta kepadatan energi yang tinggi. Pemilihan bahan untuk formulasi MP-ASI harus memperhatikan beberapa aspek berikut (CAC 1991): 1. Kandungan gizi dalam bahan baku; 2. Kebiasaan makan; 3. Aspek sosial ekonomi yang ditentukan oleh pemerintah berkaitan dengan gizi; 4. Ketersediaan dan biaya bahan baku dan bahan penyusun lain. Syarat mutu MP-ASI adalah zat gizi yang dikandung MP-ASI harus memenuhi kebutuhan gizi pada kelompok umur sasaran. Persyaratan MP-ASI bubuk instan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 224/Menkes/SK/II/2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan untuk Bayi 6 12 Bulan No Zat Gizi Satuan Kadar 1 Energi Kal Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70% g kualitas kasein) 3 Lemak (kadar asam linoleat minimal 300 mg per g Kal atau 1,4 gram per 100 gram produk) 4 Karbohidrat 4.1 Gula (sukrosa) g maksimum Serat g maksimum 5 5 Vitamin A mcg Vitamin D mcg Vitamin E mg Vitamin K mcg Thiamin mg 0,3 0,4 10 Riboflavin mg 0,3 0,5 11 Niasin mg 2,5 4,0 12 Vitamin B12 mcg 0,3-0,6 13 Asam folat mcg Vitamin B6 mg 0,4-0,7 15 Asam Pantotenat mg 1,3-2,1 16 Vitamin C mg Besi mg Kalsium mg Natrium mg Seng mg 2,5 4,0 21 Iodium mcg Fosfor mg perbandingan Ca:P = 1,2 2,0 23 Selenium mcg Air g maksimal 4 Sumber: Depkes (2007)

26 9 Badan Standardisasi Nasional juga menetapkan standar untuk MP-ASI yang tercantum dalam SNI Persyaratan MP-ASI dalam SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Persyaratan MP-ASI menurut SNI No Zat Gizi Satuan Kadar per 100 gram per 100 Kal 1 Air g maks 4-2 Abu g maks Energi Kal min 80-4 Protein (mutu protein tidak kurang g dari 70% kasein standar) 5 Karbohidrat 4.1 Sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau madu a) Karbohidrat dari sumber tersebut b) Fruktosa g g maks 30 maks 15 - maks Serat pangan g maks 5 maks Lemak g Vitamin A RE Vitamin D mcg Vitamin C mg min 27 min Vitamin E mg min 4 min 1 11 Vitamin K mcg min 10 min Vitamin B 1 mg min 0.4 min Vitamin B 2 mg min 0.4 min Niasin mg min 4 min 1 15 Vitamin B12 mcg min 0.3 min Asam folat mcg min 27 min Vitamin B6 mg min 0.7 min Asam Pantotenat mg min 1.3 min Natrium mg - maks Kalsium mg min 200 min Fosfor mg perbandingan - Ca:P = 1,2 2,0 22 Besi mg min 5 min Seng mg min 2.5 min Iodium mcg min 45 min Selenium mcg min 10 min 2.5 Sumber: BSN (2005) Pengolahan MP-ASI Produksi makanan bayi, selain harus diperhatikan kandungan zat-zat gizinya, juga harus diperhatikan sifat fisik produk yang dihasilkan. Proses pengeringan dengan drum dryer atau extruder akan dapat mengurangi viskositas dan kekambaan produk. Makanan tambahan untuk bayi dapat merupakan suatu makanan campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Di dalam penggunaan serealia sebagai pencampur, tidak terdapat masalah adanya senyawa anti-protease. Akan tetapi, dalam menggunakan kacang-

27 10 kacangan sebagai sumber protein, terdapatnya senyawa antiprotease (misalnya antitripsin) dan hemaglutinin, perlu diperhatikan. Senyawa antitripsin dan hemaglutinin yang dapat menurunkan nilai gizi protein dapat dihilangkan aktivitasnya dengan proses pemanasan yang cukup (Muchtadi 1994). Bahan Penyusun Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 224/Menkes/SK/II/2007, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan terbuat dari campuran beras dan atau beras merah, kacang hijau dan atau kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan adalah kecambah kacang hijau, tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, dan minyak kelapa sawit. Komposisi kimia bahan-bahan pembuat bubur susu kecambah kacang hijau instan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia bahan baku bubur susu kecambah kacang hijau instan No. Jenis zat gizi Satuan Tepung Kecambah Minyak Tepung Gula susu kacang kelapa beras putih skim hijau sawit 1 Air g Abu g Energi Kal Karbohidrat g Protein g Lemak g Serat g Kalsium mg Fosfor mg Besi mg Natrium mg Kalium mg Karoten µg Thiamin mg Riboflavin mg Niasin mg Vitamin C mg Sumber: PERSAGI (2009) Tepung beras Tepung beras diperoleh melalui tahapan seperti pembersihan bahan, lalu mengeringkan bahan hingga kadar air 14 persen dan selanjutnya melakukan penggilingan kasar dengan penggiling palu untuk memisahkan lembaga dan endospremnya. Hasil gilingan kasar tersebut dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air persen dan setelah itu didinginkan, lalu dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas. Hasil dari gilingan alat tersebut diayak

28 11 dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkatan hasil giling (Hubeis 1984). Dalam pemberian makanan padat pertama pada bayi dianjurkan sebaiknya memulai dengan jenis serealia beras karena beras sedikit kemungkinannya menyebabkan reaksi diare (Sulaeman 1994). Beras memiliki komposisi asam amino esensial yang lengkap, sedangkan sereal lain terbatas pada kandungan lisin (CAC 1991). Tepung susu skim Susu skim diperoleh dari susu segar melalui penghilangan emulsi lemak susu yang berbentuk krim. Susu skim biasa digunakan secara komersial pada berbagai level padatan (Rechcigl 2000). Laktosa merupakan komponen utama pada tepung susu. Susu skim mengandung laktosa sebanyak 50% (Fox & McSweeney 1998). Untuk bayi, laktosa memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah laktosa membentuk galaktosa, yaitu senyawa yang dibutuhkan dalam pembentukan galaktolipid yang merupakan komponen utama dari otak; laktosa juga membantu penyerapan kalsium dan mineral lain, dengan membantu penyerapan kalsium, laktosa juga membantu mencegah penyakit rakhitis dan osteomalacia; laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang dapat mensintesis vitamin biotin, riboflavin, asam folat, dan piridoksin; laktosa membantu penyerapan protein dan protein yang lebih sulit dicerna yang berasal dari tumbuhan (Packard 1982). Gula (sukrosa) Sukrosa atau gula pasir biasa terdapat dalam jumlah besar di dalam banyak tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu atau gula bit. Sukrosa merupakan salah satu dari sedikit disakarida bukan pereduksi karena gugus pereduksi monosakaridanya terlibat pada pembentukan ikatan glikosida (deman 1997). Penambahan gula dapat dilakukan untuk memberi tambahan energi pada makanan. Gula dapat ditambahkan sampai kadar 20 persen (Hofvander & Underwood 1987, diacu dalam Sulaeman 1994). Minyak kelapa sawit Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang diperoleh dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mengandung asam miristat 1%-2%, asam palmitat 7,5%- 10,5%, asam stearat 1%-3%, asam oleat 5%-8%, asam linoleat 5%-4%, dan asam linolenat 1% (Desnelli & Fanani 2009).

29 12 Angka Kecukupan Gizi Bayi Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi. Kecukupan yang dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97.5% populasi (Muhilal, Jalal, Hardinsyah 1998). Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Angka Kecukupan Protein (AKP) adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG) bayi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Angka kecukupan gizi bayi No. Jenis zat gizi Kelompok usia 0 6 bulan 7 12 bulan 1 Energi (Kal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin D (µg) Vitamin E (mg) Vitamin K (µg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam folat (µg) Vitamin B6 (mg) Vitamin B12 (µg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Iodium (µg) Seng (mg) Selenium (µg) 5 10 Sumber: PERSAGI (2009) Pengeringan Pengeringan adalah penerapan panas pada kondisi yang diatur untuk menghilangkan sebagian besar air yang terdapat di dalam makanan melalui

30 13 penguapan. Tujuan utama dari pengeringan adalah untuk memperpanjang umur simpan dari makanan dengan penurunan aktivitas air. Pengeringan juga dapat mengurangi berat dan kekambaan produk sehingga mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan. Sutijahartini (1985) mengungkapkan bahwa pengeringan bahan pangan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu bahan dapat menjadi lebih awet sehingga lebih tahan terhadap penyimpanan, volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan, serta berat bahan berkurang sehingga memudahkan pengangkutan. Pengeringan juga memiliki kerugian, yaitu penurunan mutu makanan dan nilai gizi dari makanan (Fellows 2000). Susut nilai gizi selama pengeringan dan proses pemekatan lebih kecil dibandingkan susut selama pemasakan (Harris & Karmas 1989). Desain dan pengoperasian pengeringan dibutuhkan untuk meminimalkan perubahan-perubahan tersebut melalui pemilihan kondisi pengeringan yang sesuai untuk setiap makanan (Fellows 2000). Untuk pengeringan bahan pangan terdapat berbagai tipe pengering yang digunakan. Pada umumnya pemilihan tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditi yang akan dikeringkan, bentuk akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomi dan kondisi operasinya (Desrosier 1988). Drum dryer memiliki tingkat pengeringan yang tinggi dan efisiensi energi yang tinggi dan cocok untuk pasta yang partikelnya terlalu besar untuk spray drying (Fellows 2000). Drum dryer digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk larutan, lumpur atau pasta. Alat ini dapat bekerja secara kontinu dan berbentuk silinder yang berputar. Prinsip pengeringan berlangsung mula-mula dengan proses difusi dan merupakan faktor pengontrol yang cukup penting artinya. Cairan atau larutan mula-mula dipanaskan sampai suhu mendidih, kemudian uap air dipanaskan pada suhu didih sehingga sebagian air bahan menguap. Karena penguapan air bahan ini, konsentrasi larutan akan berubah dan kepekatan bahan akan berubah hingga dicapai suhu sama tinggi dengan suhu dinding silinder dan kadar air bahan minimum atau dengan perkataan lain bahan menjadi kering. Apabila bahan berbentuk lumpur atau pasta, suhu tidak berubah pada titik didih zat pelarut selama bahan masih basah. Kenaikan suhu hanya terjadi apabila zat pelarut bahan yang tidak mudah larut ini telah menguap semua. Uap air dikumpulkan dan dalam selang waktu tertentu uap air dikeluarkan dari dalam

31 14 silinder (Sutijahartini 1985). Suhu drum berkisar antara 120 o C 170 o C dan waktu pengeringan dari 20 detik sampai 3 menit (Harris & Karmas 1989).

32 15 METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober Penelitian dilakukan di Laboratorium Percobaan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan dan Laboratorium Uji Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, untuk analisis derajat putih di lakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Untuk pengeringan dan uji amilografi dilakukan di Pilot Plant SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kacang hijau varietas Sampeong yang diperoleh dari Balai Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian Malang sebagai bahan dasar, kecambah kacang hijau, tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, dan air. Bahan lain yang digunakan untuk analisis adalah H 2 SO 4 95%, selenium mixture, NaOH, H 3 BO 3, HCl, hexane, indikator merah metil, buffer natrium phosphate, enzim termamyl, air destilata, pepsin, pankreatin, etanol 95%, aseton, dan larutan multienzim. Peralatan yang digunakan adalah wadah bambu (bakul), blender, panci, kompor, ayakan 60 mesh, sudip, cawan alumunium, cawan porselen, timbangan, oven, tanur, termometer, desikator, drum dryer, labu Kjeldahl, alat destilasi, erlenmeyer, kondensor, labu lemak, alat ekstraksi Soxhlet, saringan, aluminium foil, penangas air, penangas air bergoyang, ph meter, gelas ukur, viscometer, amilograf, whitenessmeter, sentrifuse, kertas saring, pompa vakum, dan alat bantu lain. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan, dilakukan pembuatan kecambah kacang hijau dan analisis kandungan protein pada umur perkecambahan 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari untuk mengetahui umur perkecambahan dengan kandungan protein paling tinggi. Setelah itu, dilakukan penghitungan komposisi penambahan kecambah kacang hijau pada berbagai formula yang memenuhi persyaratan protein MP-ASI yang tercantum dalam Keputusan Menteri

33 16 Kesehatan Republik Indonesia nomor 224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Penelitian utama dilakukan dengan mencampurkan kecambah kacang hijau dengan umur kecambah terpilih dengan bahan penyusun bubur susu lainnya seperti tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, dan air. Hasil pencampuran tersebut kemudian dimasak hingga mencapai suhu gelatinasi. Bubur susu yang telah dimasak tersebut kemudian dikeringkan menggunakan drum dryer, kemudian digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Dari enam jenis formula bubur susu kecambah kacang hijau instan dan satu jenis kontrol, dilakukan uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penilaian panelis terhadap formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Selanjutnya, dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi daya serap air, derajat putih, densitas kamba, dan viskositas; analisis kandungan zat gizi yang meliputi kadar air metode oven biasa, kadar abu metode tanur, kadar protein metode Kjeldahl-mikro, kadar lemak metode Soxhlet, dan kadar karbohidrat melalui perhitungan by difference; perhitungan kandungan energi; analisis kadar serat pangan metode enzimatis; dan analisis daya cerna protein teknik multienzim terhadap formula kontrol dan enam jenis formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Penelitian Pendahuluan Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan survey kepada petani kecambah kacang hijau di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Bogor untuk mempelajari proses pembuatan kecambah kacang hijau dan mengetahui umur kecambah yang biasa dipanen dan dijual di pasaran. Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan kecambah kacang hijau dari kacang hijau varietas Sampeong. Setelah itu, pada setiap umur perkecambahan 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari dianalisis kadar air dan protein untuk mengetahui umur kecambah kacang hijau dengan kandungan protein tertinggi. Proses pembuatan kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kadar protein yang diperoleh, maka selanjutnya dibuat satu formula kontrol dan enam jenis formula bubur susu kecambah kacang hijau instan yang memenuhi persyaratan protein pada MP-ASI berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).

34 17 Biji kacang hijau Dicuci dengan air hingga bersih Direndam pada air bersih dengan suhu o C dengan perbandingan berat kacang hijau:air adalah 1:3 selama 12 jam pada suhu ruang Dikecambahkan pada wadah berlubang yang dialasi dan ditutup dengan daun pisang serta polybag berwarna hitam Disiram sebanyak 5 kali dalam 24 jam untuk menjaga kelembaban Dikecambahkan selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari Gambar 1 Proses pembuatan kecambah kacang hijau (modifikasi metode petani kecambah kacang hijau, Novijanto 1996 dan Sunandar 2004). Penelitian Utama Pada tahap ini dilakukan pembuatan formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Kecambah kacang hijau yang digunakan adalah kecambah kacang hijau dengan umur perkecambahan yang memiliki kandungan protein tertinggi dan kecambah kacang hijau dengan umur perkecambahan yang umum dijual di pasaran. Kecambah kacang hijau segar di-blanching terlebih dahulu pada suhu C selama 5 menit dengan menggunakan autoclave untuk menginaktikan enzim trypsin inhibitor dan lypoxigenase. Kecambah yang sudah di-blanching selanjutnya dicampurkan dengan bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan yang lain, yaitu tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, dan air. Pencampuran dilakukan menggunakan blender. Formula yang sudah tercampur kemudian dimasak di atas kompor dengan api sedang hingga mencapai suhu gelatinasi. Setelah itu, campuran dikeringkan menggunakan drum dryer. Hasil pengeringan drum dryer selanjutnya disortasi terlebih dahulu. Sortasi dilakukan dengan memisahkan bagian yang menggumpal dan hangus pada saat campuran dikeringkan. Setelah dilakukan sortasi, bagian yang tidak hangus dan tidak menggumpal dihancurkan dengan menggunakan blender dan selanjutnya diayak hingga lolos ayakan 60 mesh. Hasil ayakan merupakan bubuk bubur susu kecambah kacang hijau instan yang

35 18 digunakan untuk analisis selanjutnya. Proses pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan disajikan pada Gambar 2. Kecambah kacang hijau segar Di-blanching pada 100 o C selama 5 menit Dicampurkan ke dalam formula bubur susu kecambah kacang hijau instan menggunakan blender Kontrol (Tepung beras:kecambah kacang hijau = 100%:0%) Formula F1 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 1 hari = 80%:20%) Formula F2 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 1 hari = 60%:40%) Formula F3 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 1 hari = 40%:60%) Formula F4 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 3 hari = 80%:20%) Formula F5 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 3 hari = 60%:40%) Formula F6 (Tepung beras:kecambah kacang hijau 3 hari = 40%:60%) Dicampurkan dengan bahan penyusun bubur susu lainnya (tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, air) Dimasak hingga mencapai suhu gelatinasi Dikeringkan menggunakan drum dryer Digiling menggunakan blender Diayak menggunakan ayakan 60 mesh Bubur susu instan kecambah kacang hijau Gambar 2 Proses pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan (modifikasi metode Andarwulan & Hariyadi 2005 dan Kusumah 2008).

36 19 Tahap selanjutnya, dilakukan uji organoleptik mutu hedonik dan hedonik pada seluruh formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis semi terlatih sebanyak 31 orang. Pada uji organoleptik, penelis menilai mutu dan kesukaannya terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan formula bubur susu kecambah kacang hijau instan dari skala 1 hingga 9 pada uji skalar garis. Pada uji mutu hedonik warna, rentang skala hedonik berkisar dari amat sangat gelap (1) hingga amat sangat cerah (9). Aroma bubur susu kecambah kacang hijau instan yang diuji dinilai dari amat sangat langu (1) hingga amat sangat tidak langu (9). Rentang skala hedonik untuk mutu rasa bubur susu kecambah kacang hijau instan berkisar dari amat sangat pahit (1) hingga amat sangat manis (9). Penilaian mutu tekstur bubur susu kecambah kacang hijau instan dilakukan dalam rentang skala amat sangat kasar (1) hingga amat sangat halus (9). Formulir uji organoleptik mutu hedonik bubur susu kecambah kacang hijau instan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada uji hedonik, rentang skala berkisar antara amat sangat tidak suka (1) hingga amat sangat suka (9) untuk warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Formulir uji organoleptik hedonik bubur susu kecambah kacang hijau instan dapat dilihat pada Lampiran 4. Setelah dilakukan uji organoleptik, dilakukan analisis sifat fisik yang meliputi daya serap air, derajat putih, densitas kamba, dan viskositas. Metode analisis sifat fisik disajikan secara rinci pada Lampiran 5. Selain itu, dilakukan juga analisis kandungan zat gizi yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Selanjutnya, dilakukan perhitungan kandungan energi, analisis kadar serat pangan dan analisis daya cerna protein pada setiap formula bubur susu kecambah kacang hijau instan. Metode analisis kandungan zat gizi, kadar serat pangan dan perhitungan kandungan energi dapat dilihat pada Lampiran 6. Metode analisis daya cerna protein disajikan pada Lampiran 7. Tahap berikutnya, dilakukan penentuan takaran saji dan kandungan energi serta zat gizi per takaran saji. Kemudian dihitung kontribusi bubur susu kecambah kacang hijau terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) bayi. Pengolahan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap satu faktor dan rancangan acak lengkap dua faktor (RAL Faktorial). Pada penelitian pendahuluan, digunakan rancangan acak

37 20 lengkap dengan satu faktor perlakuan, yaitu umur perkecambahan. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2002): Keterangan: = Jumlah protein pada umur kecambah ke-i dan ulangan ke-j Y ij ε ij = Rataan umum = Pengaruh perlakuan umur kecambah ke-i = Pengaruh acak pada perlakuan umur kecambah ke-i ulangan ke-j i = Banyaknya perlakuan umur perkecambahan (1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari) j = Banyaknya ulangan (1, 2) Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dua faktor (RAL Faktorial). Faktor-faktor yang dilihat pengaruhnya adalah umur kecambah kacang hijau dan taraf penambahan kecambah kacang hijau terhadap tepung beras (0%, 20%, 40% dan 60%) terhadap daya terima, sifat fisik, kandungan zat gizi, dan daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2002): Keterangan: Y = Nilai pengamatan pada umur kecambah ke-i, taraf penambahan kecambah kacang hijau ke-j, ulangan ke-k µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan umur kecambah ke-i β j = Pengaruh perlakuan taraf penambahan kecambah kacang hijau ke-j (αβ) ij = Interaksi perlakuan umur kecambah ke-i dengan taraf penambahan kecambah kacang hijau ke-j ε ijk = Pengaruh acak pada perlakuan umur kecambah ke-i, taraf penambahan kecambah kacang hijau ke-j, dan ulangan ke-k i = Banyaknya perlakuan umur kecambah kacang hijau (1 hari, 3 hari) j = Banyaknya perlakukan taraf penambahan kecambah kacang hijau (0%, 20%, 40%, 60%) k = Banyaknya ulangan (1, 2) Pada data hasil uji organoleptik, pengolahan data penerimaan panelis dilakukan melalui perhitungan jumlah panelis yang menilai formula bubur susu kecambah kacang hijau instan mulai dari skala 5 (biasa) atau lebih. Formula

38 21 dapat dikatakan diterima jika lebih dari 50% panelis menyatakan tingkat kesukaan pada skala 5 (biasa) atau lebih (Taub & Singh 1998). Data rendemen, hasil analisis kadar air dan kadar protein kecambah kacang hijau, uji organoleptik, analisis sifat fisik, kandungan zat gizi, kandungan energi, kadar serat pangan, dan daya cerna protein bubur susu kecambah kacang hijau instan diuji keragamannya menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh yang nyata pada hasil analisis, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test untuk melihat keberadaan perbedaan pengaruh dari perlakuan yang ada.

39 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Kecambah Kacang Hijau Kecambah kacang hijau merupakan salah satu bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan. Pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan diawali dengan pembuatan kecambah kacang hijau. Bahan baku dalam pembuatan kecambah kacang hijau adalah biji kacang hijau. Kacang hijau yang digunakan dalam penelitian adalah kacang hijau varietas Sampeong yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. Kacang hijau merupakan merupakan bahan pangan sumber protein nabati. Kandungan protein dalam kacang hijau adalah gram per 100 gram berat kering (PERSAGI 2009). Pembuatan kecambah kacang hijau dimulai dari pencucian kacang hijau dengan air bersih. Setelah dicuci bersih, kacang hijau selanjutnya direndam selama 12 jam dalam air yang bersuhu 30 o C dengan perbandingan kacang hijau dan air adalah 1:3. Waktu dan suhu perendaman didasarkan pada hasil penelitian Novijanto (1996) yang menyatakan bahwa ada pengaruh suhu dan lama perendaman terhadap mutu kecambah yang dihasilkan. Suhu 30 o C merupakan suhu optimum dan lama perendaman selama 12 jam merupakan lama perendaman optimum. Perbandingan kacang hijau dengan jumlah air rendaman sebanyak 1:3 ditentukan berdasarkan trial and error dengan dasar penelitian Sunandar (2004) yang menggunakan perbandingan kacang hijau dan air 1:2 dalam pembuatan kecambah kacang hijau. Ketika direndam dengan air sebanyak dua kali jumlah kacang hijau, setelah 12 jam air rendaman hampir habis dan hanya tersisa sedikit. Oleh karena itu, perbandingan kacang hijau dan jumlah air rendaman ditambah menjadi 1:3 untuk mencegah habisnya air selama perendaman. Proses selanjutnya adalah kacang hijau yang sudah direndam kemudian dibilas dengan air hingga air bilasan berwarna bening dan bau langu kacang hijau berkurang. Selanjutnya, ditiriskan dan ditebar dalam wadah dari anyaman bambu yang bagian sisinya dilapisi dengan polybag berwarna hitam dan bagian bawahnya dialasi dengan daun pisang yang sudah disayat-sayat agar air siraman dapat terbuang keluar. Model wadah seperti ini merupakan adaptasi dari model wadah yang digunakan oleh petani kecambah kacang hijau (Gambar 3).

40 23 (i) (iii) (ii) Gambar 3 Model wadah kecambah kacang hijau penelitian (i dan ii) dan model wadah kecambah kacang hijau petani (iii dan iv). Biji kacang hijau selama proses perkecambahan ditutup dengan daun pisang dan polybag serta disimpan di tempat yang lembab dalam keadaan gelap cahaya. Biji kacang hijau dikecambahkan selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Selama proses perkecambahan, kecambah disiram sebanyak lima kali dalam sehari untuk menjaga kelembaban. Setelah mencapai waktu perkecambahan yang diinginkan, kecambah dipanen dan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kulit dan kotoran yang masih tersisa. 1. Rendemen kecambah kacang hijau Rendemen kecambah kacang hijau menunjukkan persentasi kecambah kacang hijau yang dihasilkan dari biji kacang hijau kering. Rata-rata rendemen kecambah kacang hijau disajikan pada Gambar 4. Rendemen kecambah kacang hijau berkisar antara %. Rendemen kecambah kacang hijau meningkat seiring dengan meningkatnya umur perkecambahan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur perkecambahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rendemen kecambah kacang hijau (Lampiran 24). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) pada rendemen kecambah dengan umur perkecambahan 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari (Lampiran 25). (iv)

41 24 Rendemen (%) a 621b 787c 925d 1 046e hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Umur perkecambahan Gambar 4 Nilai rata-rata rendemen kecambah kacang hijau. 2. Kadar air dan kadar protein kecambah kacang hijau Sifat kimia yang dianalisis dari kecambah kacang hijau adalah kadar air dan kadar protein. Analisis kadar air dan kadar protein dilakukan sebagai dasar penentuan waktu perkecambahan terbaik yang akan digunakan untuk penelitian utama selanjutnya. Kadar air. Kadar air kecambah kacang hijau dianalisis dengan menggunakan metode oven biasa. Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur perkecambahan terhadap perubahan kadar air kecambah kacang hijau dan sebagai dasar untuk menghitung kadar protein pada berat kering. Rata-rata kadar air kecambah kacang hijau pada setiap umur kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar air (%) a 87.99b 92.41c 93.94d 95.34e hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Umur perkecambahan Gambar 5 Nilai rata-rata kadar air kecambah kacang hijau.

42 25 Kadar air kecambah kacang hijau berkisar antara %. Berdasarkan hasil sidik ragam, umur perkecambahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air kecambah kacang hijau (Lampiran 26). Kadar air kecambah kacang hijau meningkat dengan semakin lama umur perkecambahan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air pada kecambah kacang hijau umur 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari berbeda nyata (p<0.05) satu sama lain (Lampiran 27). Kadar protein. Kadar protein kecambah kacang hijau dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl-Mikro. Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur perkecambahan terhadap kadar protein kecambah kacang hijau. Dari hasil analisis kadar protein kecambah kacang hijau dapat diketahui umur perkecambahan dengan kadar protein tertinggi untuk djadikan dasar dalam pemilihan umur kecambah yang akan digunakan dalam formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan. Rata-rata kadar protein (bk) kecambah kacang hijau pada setiap umur kecambah kacang hijau dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar protein (%) a 37.60b 39.96b 44.43c 48.44d 0 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari Umur perkecambahan Gambar 6 Nilai rata-rata kadar protein (bk) kecambah kacang hijau. Kadar protein kecambah kacang hijau berkisar antara % (bk). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur perkecambahan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein kecambah kacang hijau (Lampiran 28). Kadar protein kecambah kacang hijau dalam berat kering meningkat dengan semakin lama perkecambahan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar protein kecambah kacang hijau umur 1 hari berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar protein kecambah kacang hijau umur 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Kadar

43 26 protein kecambah kacang hijau umur 2 hari tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kecambah kacang hijau umur 3 hari, tetapi keduanya berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar protein kecambah kacang hijau pada umur 1 hari, 4 hari dan 5 hari (Lampiran 29). Bubur Susu Kecambah Kacang Hijau Instan Bubur susu kecambah kacang hijau instan yang dibuat pada penelitian ini merupakan salah satu MP-ASI berupa bubuk instan. MP-ASI bubuk instan adalah MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat disajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai (BSN 2005). 1. Formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan Acuan yang digunakan dalam formulasi bubur susu kecambah kacang hijau instan adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis MP-ASI. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 224/Menkes/SK/II/2007, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan terbuat dari campuran beras dan atau beras merah, kacang hijau dan atau kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Dalam formulasi MP- ASI pada penelitian ini, digunakan kecambah kacang hijau sebagai bahan substitusi terhadap tepung beras. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, dan air. Bubur susu kecambah kacang hijau instan dibuat dengan cara mencampurkan seluruh bahan penyusun dengan metode pencampuran basah. Pencampuran bahan secara basah dilakukan dengan tujuan mencapai keseragaman fisik seperti pencampuran dan suspensi padatan (Oldshue 1979). Perlakuan dalam formulasi MP-ASI ini adalah rasio penggunaan kecambah kacang hijau dengan umur perkecambahan yang berbeda pada persentasi yang berbeda terhadap tepung beras. Kecambah kacang hijau yang digunakan adalah kecambah yang berumur satu hari dan tiga hari dengan taraf penambahan terhadap tepung beras yang sama untuk kedua umur kecambah, yaitu 0%, 20%, 40% dan 60%. Kecambah kacang hijau umur satu hari dipilih karena memiliki kandungan protein paling tinggi per kecambah yang dihasilkan dari 100 gram kacang hijau sebagai bahan bakunya (Lampiran 74). Peningkatan rendemen dan kadar protein dalam berat kering tidak menghasilkan peningkatan jumlah protein per

44 27 kecambah kacang hijau yang dihasilkan dari sejumlah kacang hijau yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan rendemen kecambah kacang hijau diikuti dengan peningkatan kadar air dari kecambah kacang hijau. Menurut Astawan (2005), peningkatan zat-zat gizi pada tauge mulai tampak sekitar jam saat perkecambahan. Selain kecambah umur satu hari, digunakan juga kecambah umur tiga hari yang mewakili kecambah yang dijual di pasaran. Berdasarkan wawancara dengan salah satu petani kecambah di Bogor, diperoleh informasi bahwa kecambah kacang hijau yang dijual di pasaran adalah kecambah yang berumur tiga hari. Gambar 7 Kecambah kacang hijau umur 1 hari (kiri) dan 3 hari (kanan) yang digunakan dalam formulasi. Taraf penambahan kecambah kacang hijau didasarkan pada perhitungan protein dalam formulasi yang disesuaikan dengan kandungan protein maksimum yang disyaratkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis MP-ASI. Berdasarkan perhitungan dalam formulasi, jumlah kecambah kacang hijau maksimum yang dapat ditambahkan adalah sebanyak 60% terhadap tepung beras untuk memenuhi 22 gram protein per 100 gram bubur susu kecambah kacang hijau instan. Kecambah kacang hijau satu hari dan tiga hari masing-masing mensubstitusi tepung beras sebanyak 20%, 40% dan 60% terhadap jumlah tepung beras. Jumlah tepung susu skim, gula pasir, dan minyak kelapa sawit yang digunakan sama untuk setiap formula, sedangkan jumlah air berbeda-beda hingga mencapai jumlah yang digunakan dalam uji amilografi, yaitu dengan total 450 gram. Komposisi bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan disajikan pada Tabel 6. Jumlah gula yang ditambahkan didasarkan pada hasil penelitian Mien, Mahmud dan Winarno (1979) dalam Winarno (1987), yaitu formula makanan sapihan yang paling disukai adalah dengan gula sebanyak 15 gram per 100 gram. Jumlah minyak kelapa sawit sebanyak 10 gram ditambahkan untuk

45 28 memenuhi persyaratan kandungan lemak minimum dalam MP-ASI, yaitu 10 gram. Minyak kelapa sawit mengandung 100 gram lemak per 100 gram minyak kelapa sawit (PERSAGI 2009). Oleh karena itu, untuk memenuhi 10 gram lemak, digunakan minyak kelapa sawit sebanyak 10 gram. Penambahan tepung susu skim sebanyak 40 gram merupakan hasil hitungan formulasi untuk mencapai kandungan protein minimum dalam persyaratan MP-ASI, serta merupakan bahan penyusun utama dalam bubur susu instan sehingga komposisinya terbanyak di antara bahan penyusun lain. Tabel 6 Komposisi bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan per 100 gram Bahan Formula (gram) Kontrol F1 F2 F3 F4 F5 F6 Tepung beras (100%) (80%) (60%) (40%) (80%) (60% (40%) Kecambah kacang hijau (bb) Estimasi kecambah kacang hijau dalam bentuk tepung 0.00 (0%) 7.00 (20%) (40%) (60%) 7.00 (20%) (40%) (60%) (kadar air 7.1%) Tepung susu skim Gula pasir Minyak kelapa sawit Total Air Total Keterangan: Kontrol = Kecambah kacang hijau : Tepung beras = 0% : 100% F1 = Kecambah kacang hijau 1 hari : Tepung beras = 20% : 80% F2 = Kecambah kacang hijau 1 hari : Tepung beras = 40% : 60% F3 = Kecambah kacang hijau 1 hari : Tepung beras = 60% : 40% F4 = Kecambah kacang hijau 3 hari : Tepung beras = 20% : 80% F5 = Kecambah kacang hijau 3 hari : Tepung beras = 40% : 60% F6 = Kecambah kacang hijau 3 hari : Tepung beras = 60% : 40% 2. Pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan Pembuatan bubur susu kecambah kacang hijau instan dilakukan dengan mencampurkan seluruh bahan penyusun. Kecambah kacang hijau segar sebelumnya di-blanching terlebih dahulu pada suhu C selama 5 menit dengan menggunakan autoclave untuk menginaktikan enzim trypsin inhibitor dan lypoxigenase. Pada kedelai, kadar air mempengaruhi waktu pemasakan untuk menghilangkan pengaruh trypsin inhibitor. Semakin tinggi kadar air, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan trypsin inhibitor.

46 29 Waktu yang diperlukan hanya 5-7 menit apabila kadar air sebelum dimasak sebesar 62-65% (Albrecht et al 1966). Kecambah kacang hijau yang digunakan memiliki kadar air 75.36% dan 92.41%. Mengacu pada hasil tersebut, maka blanching dilakukan selama 5 menit. Kecambah yang sudah di-blanching selanjutnya dicampurkan dengan bahan penyusun bubur susu kecambah kacang hijau instan yang lain, yaitu tepung beras, tepung susu skim, gula pasir, minyak kelapa sawit, dan air. Pencampuran dilakukan menggunakan blender. Selanjutnya, campuran dimasak sambil diaduk hingga mencapai suhu gelatinisasi. Gelatinisasi adalah proses ketika pati dipanaskan dalam air, terjadi penyerapan air ke dalam granula. Hal ini terjadi mula-mula pada area dengan kepadatan yang rendah dan selanjutnya di dalam seluruh daerah kristal dari molekul pati. Sebelumnya, itu merupakan tahap yang dapat kembali ke kondisi semula dalam proses gelatinisasi. Dengan berlanjutnya pemanasan, granula pati yang menyerap air dan tidak dapat kembali ke kondisi semula lebih banyak dan mengembang, kehilangan struktur kristal yang tetap (sehingga kehilangan birefringence) dan menjadi tidak terlihat dan lebih rapuh. Beberapa rantai pendek amilosa terlepas dari granula (Vaclavik & Christian 2003). Suhu gelatinisasi setiap formula berbeda-beda. Penentuan suhu gelatinisasi didasarkan pada hasil uji amilografi menggunakan alat Visco Amylographer Brabender tipe D Pada uji amilografi, perubahan viskositas formula yang diuji dicatat secara kontinyu oleh Visco Amylographer Brabender pada kertas grafik. Dari kurva yang dihasilkan, ditentukan suhu gelatinisasi maksimum ( o C) dari formula yang diuji. Suhu gelatinisasi maksimum formula dan waktu pencapaiannya berdasarkan uji amilografi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Suhu gelatinisasi maksimum formula dan waktu pencapaiannya Perlakuan Suhu gelatinisasi maksimum ( o C) Waktu (menit) Kontrol 97 o C 45 Formula 1 97 o C 45 Formula 2 97 o C 45 Formula 3 97 o C 45 Formula 4 87 o C 38 Formula 5 84 o C 36 Formula 6 97 o C 45 Pemasakan hingga mencapai suhu gelatinisasi bertujuan untuk membuat pangan menjadi instan, yaitu siap hidang hanya dengan penambahan air atau cairan lain yang sesuai. Menurut Winarno (2008), pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat

47 30 kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam membuat pangan instan. Campuran yang telah dimasak selanjutnya dikeringkan menggunakan drum dryer. Hasil pengeringan masih berupa flakes kering yang harus disortasi terlebih dahulu. Sortasi dilakukan dengan memisahkan bagian yang menggumpal akibat pengeringan. Bagian yang menggumpal dan hangus dibuang, sedangkan bagian yang tidak menggumpal dan tidak hangus digiling menggunakan blender. Hasil penggilingan kemudian diayak hingga lolos ayakan 60 mesh. MP-ASI bubuk instan berbentuk bubuk dengan distribusi partikel 95% lolos uji penyaringan 600 micrometer (Depkes 2007). Hasil dari proses ini merupakan bubur susu kecambah kacang hijau instan dalam bentuk bubuk. kontrol F1 F2 F3 F4 F5 F6 Gambar 8 Penampakan bubur susu kecambah kacang hijau instan bubuk (atas) dan setelah diberi air (tengah dan bawah). Pada penyajiannya, bubuk bubur susu kecambah kacang hijau instan ditambahkan air dengan perbandingan 1:3. Jumlah air yang ditambahkan didasarkan pada hasil uji organoleptik (hedonik) terbatas untuk parameter kekentalan. Pada bubur bayi komersial, jumlah air yang ditambahkan antara 3-5 kali jumlah bubur (Fernando 2008). Oleh karena itu, untuk menentukan kekentalan yang paling disukai, dilakukan uji kesukaan pada bubur susu kecambah kacang hijau instan dengan beberapa perbandingan penambahan air,

TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau 4 TINJAUAN PUSTAKA Kecambah Kacang Hijau Wilayah produksi utama kacang hijau membentang dari Asia Selatan hingga Asia Tenggara (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang sudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) i KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) SKRIPSI Oleh: JULIARDO ESTEFAN PURBA 120305048/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID SKRIPSI Oleh: RIRIS MARITO SIMATUPANG 100305017/ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) Sebagai acuan bagi produsen pangan dalam memproduksi MP-ASI, Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI yang terdiri

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) untuk balita dengan berat badan di bawah standart dalam bentuk

Lebih terperinci

FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI

FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI (Formulations of Instant Baby Porridge with Tempeh Flour and Pumpkin Flour Substitution

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM SKRIPSI OLEH : WINDA WIDYASTUTI 120305028 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Makanan Pendamping ASI (Bubur Bayi) Makanan Pendamping ASI merupakan makanan selain ASI yang di berikan untuk bayi setelah berumur 6 bulan dan sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) 147 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.7 No.2, November 2014, 147-155 PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) UTILIZATION OF ANCHOVY (STOLEPHORUS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID SKRIPSI OLEH : BOSVIN ABDALLA TAMBUNAN 100305047 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil olahan fermentasi sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. Salah satu yang populer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

a. Nama Lengkap : Chandra Serisa Rasi Kanya NIM. F

a. Nama Lengkap : Chandra Serisa Rasi Kanya NIM. F LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Pembuatan Produk RUTF (Ready to Use Therapeutic Food) Tinggi Zat Besi Berbasis Kacang Tanah dan Jewawut dalam Mengatasi Anemia Defisiensi Besi di Indonesia 2. Bidang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI. Oleh :

STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI. Oleh : STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI Oleh : DIAN YODANA SITUNGKIR 060305005 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) yang berjudul Pengembangan Produk Pangan Fungsional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Bahan dasar dadih yang sering digunakan yaitu susu kerbau segar yang difermentasikan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

KONTRIBUSI MP-ASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PATIN DAN TEPUNG LABU KUNING TERHADAP KECUKUPAN PROTEIN DAN VITAMIN A PADA BAYI

KONTRIBUSI MP-ASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PATIN DAN TEPUNG LABU KUNING TERHADAP KECUKUPAN PROTEIN DAN VITAMIN A PADA BAYI KONTRIBUSI MP-ASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN PATIN DAN TEPUNG LABU KUNING TERHADAP KECUKUPAN PROTEIN DAN VITAMIN A PADA BAYI Artikel Penelitian disusun sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS

PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS 1 PENGARUH PENGGUNAAN CENGKEH (Syzygium aromaticum) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum sp.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI TERHADAP DAYA SIMPAN ROTI MANIS RATNA WEDHANINGSIH RULLYLA KUSUMA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO TEPUNG KETAN DENGAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL S K R I P S I

PENGARUH RASIO TEPUNG KETAN DENGAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL S K R I P S I PENGARUH RASIO TEPUNG KETAN DENGAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KARAKTERISTIK DODOL S K R I P S I Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tingginya prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, masih merupakan permasalahan besar yang dapat mempengaruhi pembangunan bidang kesehatan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM SKRIPSI Oleh: FORIANUS WARUWU 090305025/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG SKRIPSI OLEH : DANIEL 100305029 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversifikasi pangan merupakan program prioritas Kementerian Pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Biji-bijian pada umumnya mempunyai bagian-bagian utama, yaitu :

I. TINJAUAN PUSTAKA. Biji-bijian pada umumnya mempunyai bagian-bagian utama, yaitu : I. TINJAUAN PUSTAKA A. Biji Kacang Merah Biji-bijian pada umumnya mempunyai bagian-bagian utama, yaitu : 1. Kulit biji (spermodermis). Kulit biji berasal dari selaput bakal biji (integumen), oleh sebab

Lebih terperinci