II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang"

Transkripsi

1 19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Tanaman pisang berbunga pada saat berumur 9-12 bulan setelah tanam. Pemotongan tandan dilakukan pada umur hari setelah berbunga dan biasanya pada umur 110 hari buah pisang mulai menguning. Ukuran, warna dan citarasa buah pisang berbeda-beda tergantung dari varietasnya. Selain itu, pertumbuhan tanaman pisang dipengaruhi oleh keadaan tanah, iklim dan cara pemeliharaannya (Simmonds 1966). Berdasarkan cara penggunaannya, buah pisang digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah golongan pisang yang dimakan dalam bentuk segar setelah buahnya matang (Musa paradisiaca var. sapientum, Musa nana Lour atau Musa cavendishii), contohnya antara lain pisang ambon, pisang raja sereh, pisang raja bulu, pisang susu, pisang seribu dan lain-lain. Plantain adalah golongan pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya antara lain pisang kepok, pisang siam, pisang kapas, pisang rotan, pisang sri wulan, pisang tanduk, pisang uli dan lain-lain. Golongan banana mempunyai bentuk buah yang ujungnya tumpul dan rasanya enak bila telah masak, sedangkan golongan plantain mempunyai warna buah yang mengkilap serta bila masak memiliki rasa yang kurang enak (Simmonds 1966). Golongan plantain memiliki daging buah dengan kandungan pati yang tinggi (17%), rasa manis yang kurang, digunakan pada saat pisang belum matang dan membutuhkan pengolahan lebih lanjut (Emaga et al. 2007). Komponen utama buah pisang adalah air dan karbohidrat dengan nilai energi pisang sekitar 136 kalori yang secara keseluruhan berasal dari karbohidrat (Anonim 2007). Pisang termasuk buah-buahan yang mudah dicerna dengan daya cerna 54-80%. Pisang merupakan komoditas pertanian yang mengandung karbohidrat siap cerna (sekitar 30% dari bagian yang dapat dimakan). Pisang banyak mengandung komponen karbohidrat terutama pati sehingga pisang juga sering ditepungkan atau terkadang diambil patinya.

2 20 Pisang memiliki rasa yang sangat enak, dapat mengenyangkan, sumber pro-vitamin A, mengandung vitamin C sekitar 20mg/100g bobot segar, dan vitamin B dalam jumlah sedang. Hancuran pisang mengandung dopamin dan vitamin C dalam jumlah tinggi. Selain vitamin, daging buah pisang mengandung alkali yang bersifat alkalis sebanyak % dari berat daging buah. Abu pada pisang mengandung unsur mineral fosfor sebanyak 290 ppm, kalsium 80 ppm dan besi 60 ppm (Loesecke 1950). Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Tingkat kematangan pisang juga mempengaruhi komposisi kimia daging buah seperti kadar pati, gula reduksi, sukrosa dan suhu gelatinisasi (P. Zhang et al. 2000). Menurut (Eggleston et al. 1992) pati pisang plantain, plantain hybrids dan cooking bananas secara umum memiliki tingkat kepekaan terhadap enzim a- amilase yang meningkat dengan meningkatnya kadar amilosa dan proteinnya. Komposisi pati pisang olahan (plantain) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi pati pisang olahan/plantain Plantain Pati Ihitisim Agbagba Obino L Ewai Bobby Tannap Plantain hybrids 548/4 548/9 582/ Cooking bananas Blugoe Fougamou Amilosa (%) (Eggleston et al. 1992) keterangan : TD = tidak diidentifikasi Protein (%) TD TD Kadar Abu (%) TD TD Fosfor (%) TD TD Kepekaan terhadap a- Amilase (%)

3 Tepung Pisang Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat ( %). Berdasarkan kandungan nutrisi, buah pisang dibandingkan sayuran hijau memiliki kandungan zat besi yang paling kaya dan juga mengandung nutrisi lainnya (Aremu dan Udoessien 1990). Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalaui proses fortifikasi selama pengolahan, dan menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Tepung pisang dapat dibuat dari buah pisang muda dan pisang tua yang belum matang. Prinsip pembuatannya adalah pengeringan dengan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering kemudian digiling. Produk yang sudah digiling kemudian dilewatkan pada penyaring berukuran 100 mesh (Adeniji et al. 2006). Judoamidjojo dan Lestari (2002) melaporkan bahwa kadar pati dari tiga jenis pisang plantain (nangka, uli dan siam) cukup tinggi yaitu berkisar dari 55-62%. Perbandingan karakteristik jenis tepung pisang nangka, uli dan siam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sifat fisikokimia tepung pisang nangka, siam dan uli Karakteristik Rendemen (%) Jenis Pisang nangka siam uli Kadar air (%) Kadar total gula (%) Kadar pati (%) Kadar amilopektin (%) Kekentalan (cp) Derajat putih (%) (Judoamidjojo dan Lestari 2002 )

4 22 Tepung pisang dari buah pisang muda mengandung pati lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua matang, sedangkan kandungan gula sederhananya sebaliknya. Pisang yang akan digunakan untuk pembuatan tepung pisang sebaiknya dipanen pada saat telah mencapai tingkat kematangan ¾ penuh, kira-kira 80 hari setelah berbunga. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, pembentukan pati mencapai maksimum dan tanin sebagian besar terurai menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang (Crowther 1979). Pisang yang terlalu muda (kurang dari ¾ penuh) akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat, karena kadar asam dan tanin yang relatif masih tinggi, sedangkan kadar patinya rendah. Hardiman (1982) berpendapat bahwa sifat sepat pisang akan berkurang banyak sejalan dengan berubahnya senyawa tanin selama proses pengeringan. Meningkatnya tingkat kematangan pisang akan menyebabkan perubahan komposisi kimia dari tepung pisang yang dihasilkan, sehingga untuk memperoleh tepung pisang dengan kadar pati yang cukup tinggi diperlukan pemilihan tingkat kematangan pisang yang sesuai. Komposisi kimia pisang dari berbagai tingkat kematangan pisang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia pisang pada berbagai tingkat kematangan Komposisi (%) Tingkat kematangan Muda sekali Muda Agak tua Tua Air Protein Total karbohidrat Sukrosa Gula pereduksi Pati Selulosa Lemak Abu (Loesecke 1950)

5 23 Pembuatan tepung pisang terdiri dari dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Cara yang paling banyak dan paling umum digunakan adalah cara kering. Proses pembuatan tepung pisang secara kering adalah buah yang masih hijau tapi sudah cukup tua, dikupas dan dipotong-potong agak tipis. Setelah itu langsung dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran, menggunakan alat pengering seperti tray dryer (Loesecke 1950). Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan makanan yang paling tua (Adams 2004). Tepung pisang dari berbagai cara pengeringan kering menghasilkan komposisi kimia tertentu. Komposisi dan karakteristik kimia tepung pisang dengan empat metode pengeringan terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4 Komposisi dan karakteristik kimia (% bk)* dari tepung pisang yang dikeringkan dengan empat metode pengeringan** Parameter Metode Pengeringan Lyophilization Drum dryer Microwave Chamber dryer Air 2.36±0.10 c 5.46±0.11 b 6.73±0.20 b 11.75±0.73 a Abu 1.98±0.08 ab 2.19±0.047 a 1.95±0.03 a 2.02±0.17 a Lemak 0.83±0.01 a 0.5±0.05 b 0.17±0.15 d 0.31±0.01 cb Protein 2.92±0.10 a 3.30±0.25 a 3.12±0.18 a 3.08±0.08 a Serat Pangan 9.67±0.05 a 9.01±0.19 a 9.43±0.20 a 9.37±0.45 a Pati 74.65±2.08 c 63.50±0.55 a 64.52±0.25 a 74.30±2.32 ab Gula pereduksi 1.37±0.18 a 1.74±0.21 a 1.65±1.53 a 1.27±0.53 a Total gula 6.98±0.77 b 15.78±1.50 a 14.95±1.53 a 4.23±0.67 b Amilosa 38.29±0.61 c 35.84±0.54 a 34.29±0.51 a 33.26±1.80 b Amilopektin (Pacheco-Delaheya et al. 2008) *bk : berat kering **Data adalah rata-rata dari tiga kali pengulangan ± standar error. Data pada satu baris yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada level 5% ***N x 6.25 ****berdasarkan pada 100% pati Maldonado dan Pacheco-delahaye (2000) menyatakan bahwa kandungan serat pangan, pati resisten, protein dan mineral dalam cookies meningkat ketika

6 24 mensubstitusi terigu dengan 7% tepung pisang. Selain itu, dilaporkan juga bahwa pati merupakan komponen utama dalam tepung pisang, yaitu sebanyak 84%, protein 6.8%, lemak 0.3%, abu 0.5% dan serat pangan 7.6%. Juarez-Garcia et al. (2006) juga melaporkan bahwa tepung pisang memiliki total pati 73.36% dan serat pangan 14.52% dari total pati, sedangkan data lainnya menunjukkan bahwa total pati dalam tepung pisang alami adalah 56.29% dan pati resisten 17.50%. 2.3 Modifikasi Pati Pati merupakan homoglikan yang terdiri dari satu jenis unit D-glukosa dan dihubungkan dengan ikatan glukosida. Unit glukosa pati membentuk dua jenis polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% bahan antara seperti lipid, protein, dan mineral. Waliszewski et al. (2003) melaporkan kandungan amilosa pada bagian yang dapat dimakan dari pisang adalah 40.70%. Amilosa adalah homoglikan D- glukosa dengan ikatan a-(1,4) dari struktur cincin piranosa, sedangkan amilopektin adalah homoglikan D-glukosa dengan ikatan a-(1,4) dan a-(1,6) dari struktur cincin piranosa. Amilosa umumnya dinyatakan sebagai bagian linier dari pati meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan ß-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna. Enzim ß-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan a-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa dan limit dekstrin (suatu inti yang tahan hidrolisa enzim), sedangkan enzim a-amilase mampu memutuskan ikatan a-(1,4) menghasilkan maltosa dan dekstrin (Suhartono 1989). Enzim yang berperan dalam pemecahan ikatan a-(1,6) adalah a-(1,6)-glukosidase. Aktivitas a-amilase ataupun ß-amilase dan a-(1,6)-glukosidase dapat menguraikan amilopektin secara sempurna menjadi glukosa dan sejumlah kecil maltosa (Lehninger 1993). Kemampuan amilosa berinteraksi dengan iodin membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati. Pati dapat dibedakan berdasarkan difraksi sinar X, aktivitas enzim dan karakteristik nutrisi. Klasifikasi pati berdasarkan aktivitas enzim terbagi tiga, yaitu pati yang dapat dicerna dengan cepat (rapidly digestible starch), pati yang dicerna

7 25 dengan lambat (slowly digestible starch) dan pati resisten (resistant starch/rs). Klasifikasi pati berdasarkan karakteristik nutrisi terbagi dua yaitu pati yang dapat dicerna dan yang tidak dapat dicerna (RS) (Sajilata et al. 2006). Pati dapat dimodifikasi melalui cara hidrolisis, oksidasi, ikat silang (crosslinking atau cross bonding) dan subtitusi. Modifikasi secara hidrolisis dapat terjadi karena adanya enzim a-amilase yang dapat memecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil dengan memotong ikatan-ikatan glikosidiknya. Kerja enzim amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah yaitu langkah pertama terjadi degradasi secara sempurna menjadi maltosa dan maltotriosa oleh hasil serangan enzim secara acak. Ciri terjadinya hidrolisis ini adalah penurunan kekentalan dan kemampuan dalam mengikat iodium dengan sangat cepat. Langkah kedua jauh lebih lambat dari yang pertama dan meliputi hidrolisis oligosakarida dengan pembentukan glukosa dan maltosa. Bakteri asam laktat telah dilaporkan dapat memfermentasi bahan pangan yang mengandung amilosa seperti singkong dan serealia. Oleh karena itu bakteri ini disebut bakteri asam laktat amilolitik. Diantara strain yang telah diisolasi dari bahan pangan berpati yaitu Lactobacillus plantarum, L. fermentum yang telah diisolasi dari fermentasi pati singkong di Colombia dan juga makanan tradisional Filipina yang terbuat dari ikan nasi dan makanan tradisional Nigeria (Sanni et al. 2002). Bakteri ini mampu menghasilkan enzim a-amilase yang menghidrolisis sebagian pati seperti pati jagung, kentang, atau singkong dan beberapa substrat berpati lainnya (Reddy et al. 2008). 2.4 Pati Resisten Pati ada yang dapat dicerna dan ada yang tidak dapat dicerna (Sajilata et al. 2006). Sejumlah besar pati yang tidak dapat dicerna yang masuk ke dalam usus besar merupakan substrat terpenting bagi mikroflora kolon. Pati tersebut dapat resisten terhadap pencernaan sehingga disebut pati resistan (resistant starch/rs). Pati resisten tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di usus halus dan ketika mencapai usus besar dimanfaatkan oleh mikroflora kolon (Asp dan Bjorck 1992). RS digolongkan sebagai serat pangan (British Nutrition Foundation 2005). Jumlah rata-rata konsumsi serat pangan adalah gram (USDA 2000). CSIRO

8 26 Division of Human Nutrition Australia, merekomendasikan konsumsi RS sebanyak 20 gram setiap hari untuk memperoleh manfaat kesehatan. Kadar pati resisten dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Kadar amilosa yang tinggi berkorelasi positif dengan kadar RS yang dihasilkan. Makanan yang mengandung amilosa tinggi, contoh tepung jagung (kadar amilosa 70%) memiliki kadar RS lebih tinggi, yaitu 20g/100g berat kering, dibandingkan tepung jagung (kadar amilosa 25%) dengan kadar RS 3g/100g berat kering (Sajilata et al. 2006). Menurut Sajilata et al. (2006) panjang rantai amilosa tidak berpengaruh terhadap derajat polimerisasi (DPn) RS yang dihasilkan. DPn RS berkisar antara yang berasal dari panjang rantai amilosa yang berbeda (DPn amilosa berkisar antara ). Hal ini menunjukkan RS mungkin dibentuk oleh aggregasi rantai amilosa dengan residu 24 unit glukosa. Thompson (2000) melaporkan bahwa panjang rantai amilosa dengan DPn meningkatkan RS menjadi diatas 28%, sedangkan amilosa dengan DPn diatas 260 menghasilkan RS kurang dari 28%. Ada empat macam resistant starch (RS) yang dikelompokkan berdasarkan asal terbentuknya. RS tipe I adalah jenis pati yang terperangkap di dalam matriks sel, seperti pati pada polong-polongan. RS tipe II adalah pati alami yang berupa granula dan resisten terhadap enzim pencernaan, contohnya pati jagung yang kaya amilosa dan pati pisang mentah (native banana starch). RS tipe III adalah pati yang sudah mengalami retrogradasi karena pemanasan dan pendinginan berulangulang. RS tipe IV adalah pati yang telah dimodifikasi secara kimia yang banyak digunakan oleh industri makanan (Gonzales et al. 2004; Aparicio-Saguilan et al. 2005). Klasifikasi RS berdasarkan mekanisme dan struktur yang berkontribusi terhadap ketahanannya dalam enzim pencernaan. RS I, resisten dalam saluran pencernaan disebabkan pati ini dilindungi dari enzim pencernaan oleh komponen lain yang secara normal ada dalam matriks pati. RS II, resisten terhadap saluran pencernaan diakibatkan struktur granula dan arsitektur molekulnya. RS III, sifat resistennya diakibatkan bentuknya tidak bergranula (struktur kristal), pati ini terutama dihasilkan selama proses pemasakan dan pendinginan pati saat pengolahan makanan (pati terlepas dari struktur granulanya dan mungkin rantai

9 27 glukosanya membentuk kristal atau retrogradasi sehingga sulit untuk dicerna). RS IV, sifat resistensinya diakibatkan ikatan kimia yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan (Englyst et al. 1992; Eerlingan dan Delcour 1995; Skrabanja dan Kreft 1998; Topping dan Clifton 2001; Onyango et al. 2006; Okoniewska dan Witwer 2007). RS tipe III merupakan tipe pati resisten yang paling sering digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional. Pembentukan RS tipe III terjadi karena granula pati mengalami gelatinisasi. Granula dirusak dengan pemanasan dan terjadi pelepasan amilosa dari granula ke dalam larutan. Pada saat pendinginan, rantai polimer terpisah sebagai ikatan ganda membelit (double helix) dan distabilkan oleh ikatan hidrogen (Wu dan Sarko 1978 di dalam Sajilata et al. 2006). Menurut Mangala et al. (1999) perlakuan suhu berpengaruh terhadap kadar pati resisten yang dihasilkan. Suhu autoklaf meningkatkan kadar RS pati beras baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi terlebih dahulu. Setelah diberi perlakuan pemanasan suhu tinggi sehingga terjadi gelatinisasi, pati dapat mengalami pembentukan kembali ke struktur awalnya secara perlahan membentuk struktur kompak yang distabilkan oleh ikatan hidrogen yang dikenal dengan istilah retrogradasi (Winarno 1997). Penelitian Murangga et al. (2007) pada hewan percobaan tikus menunjukkan bahwa bioavailabilitas tepung pisang meningkat jika tepung pisang mendapatkan proses perlakuan panas (dimasak atau diekstrusi), dibandingkan dengan bioavailabilitas tepung pisang dasar (tanpa proses perlakuan panas). Pati dari native banana mengandung RS yang tinggi dan memiliki daya cerna yang rendah (Englyst et al. 1992). Tabel 5 menunjukkan bahwa RS yang terkandung pada pati alami pisang adalah 1.51% dan mengalami peningkatan 10 kali setelah diberi perlakuan pemanasan bertekanan pada suhu 121 C selama 1 jam (autoclaved starch) (Aparicio-Saguilan et al. 2005). Pati resisten tertinggi diperoleh pada suhu otoklaf 120ºC (Sievert dan Pomeranz 1989) dan suhu retrogradasi 4ºC (Niba 2003). Pati resisten tipe III yang berasal dari pati kacang polong dilaporkan oleh Lehmann et al. (2003) memiliki suhu transisi antara 146.8ºC dan 150.4ºC, dimana tingginya suhu transisi menunjukkan bahwa pati resisten ini stabil terhadap pemanasan. Jumlah RS tipe III dapat meningkat saat

10 28 makanan dipanggang atau dalam bentuk pasta dan produk sereal (Shamai et al. 2003). Tabel 5 Komposisi kimia pati pisang alami (native), diasamkan (lintnerized) dan yang diotoklaf (autoclaved) (%) Kandungan Native Lintnerizeed Nativeautoclaved Lintnerizedautoclave Air 4.89±0.53 a 7.99±0.09 b 9.31±0.14 c 5.69±0.2 a Protein 1,2 1.69±0.12 a 0.45±0.03 b 0.96±0.03 c 0.46±0.03 b Lemak ±0.27 a 0.13±0.02 b 1.65±0.25 c 0.12±0.03 b Abu 0.45±0.1 a 0.14±0.03 b 0.71±0.17 a 0.15±0.01 b Amilosa 37.0±0.5 a 44.8±1.4 b 43.2±0.9 b 45.5±1.9 b Pati Resisten ±0.1 a 2.61±0.13 b 16.02±0.24 c 19.34±0.54 d (Aparicio-Saguilan et al. 2005) nilai dengan huruf yang sama dalam satu baris tidak berbeda secara signifikan (p<0.05) 1 dry basis 2 Nx 5.85 Amilosa pati RS tipe III bersifat stabil terhadap panas, sangat kompleks dan tahan terhadap enzim amilase. Sebagian pendapat menyebutkan bahwa RS tidak memenuhi kriteria sebagai prebiotik karena efeknya tidak spesifik. Namun berdasarkan hasil metabolitnya terlihat bahwa penggunaan beberapa RS pada makanan oleh bakteri-bakteri kolon dapat bersifat mendukung kesehatan. Di samping itu, pati jagung yang kaya amilosa terbukti merupakan bahan bifidogenik yang sangat potensial, terutama dalam bentuk yang dimodifikasi secara kimiawi. Jumlah pati resisten pada pisang mentah lebih tinggi yaitu 4.7 gram dibandingkan kentang (3.2 gram) pada takaran penyajian yang sama (Mendosa 2008). Aparicio-Saguilan et al. (2005) melaporkan bahwa pati pisang cavendish (Musa paradisiaca) yang sudah tua tapi belum matang mengandung pati resisten (RS) sebesar 1.51% (bk). Kadar RS pada pisang ini akan meningkat sebanyak dua kali jika dihidrolisis dengan asam (litnerized starch) dan meningkat sebesar kali (Tabel 5) jika kemudian dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 121 C selama 1 jam (autoclaved starch) (Aparicio-Saguilan et al. 2005). Linierisasi amilopektin menggunakan asam organik (asam laktat) dan enzim pululanase secara signifikan meningkatkan pembentukan RS selama pemanasan

11 29 pada suhu autoklaf (Sajilata et al. 2006). Onyango et al. (2006) melaporkan bahwa RS III tertinggi dihasilkan dari konsentrasi asam laktat 10 mmol/l. Manfaat yang dapat diperoleh dari perlakuan fermentasi baik dengan cara spontan maupun dengan penambahan kultur adalah adanya asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat sehingga membantu dalam meningkatkan kadar pati resisten. Beberapa strain bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh pada fermentasi spontan dapat menghasilkan beberapa jenis asam organik terutama asam asetat, asam laktat dan asam n-butirat (Greenhill et al. 2008). Fermentasi secara tradisional pada tepung singkong dalam pembuatan tepung fufu dengan menggunakan BAL, yaitu kultur Lactobacillus plantarum SL 14 dan L. plantarum SL 19 dapat meningkatkan kadar amilosa tepung fufu jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa fermentasi) (Sobowale et al. 2007). L. plantarum L137 yang diisolasi dari makanan fermentasi tradisional (ikan dan nasi) menghasilkan enzim amilolitik dan pululanase (amilopululanase) yang mampu menghidrolisis ikatan amilosa dan amilopektin (Kim et al. 2008; Kim et al. 2009). Pati resisten (RS) memiliki potensi efek fisiologis dalam usus halus dan usus besar. Respon insulin setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung sejumlah RS lebih rendah jika dibandingkan dengan setelah mengkonsumsi pati yang dapat dicerna (Cherbuy et al. 2004). RS dalam usus halus menurunkan respon glikemik dan insulemik pada manusia penderita diabetes, hiperinsulemik, dan disiplidemia (Okoniewska dan Witwer 2007). Suplemen serat pangan dan RS berpotensi dalam memperbaiki sensitifitas hormon insulin (Robertson et al. 2005). Menurut Lehmann (2002), dibandingkan FOS (Fruktooligosakarida), RS memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak menyebabkan konstipasi, mampu menurunkan kolesterol, mampu menurunkan indeks glikemik, dengan sumber yang lebih banyak (beragam). Pati resisten (RS) tidak memberikan pengaruh terhadap konsentrasi insulin postprandial, glukosa, triasilgliserol, dan asam lemak bebas dalam darah (Higgins et al. 2004), tidak mengubah serum lipid, urea, H 2, dan CH 4 dalam serum (Jenkins et al. 1998) dan memperbaiki profil lipid darah (British Nutrition Foundation. 2005). Reduksi respon glikemik ditingkatkan oleh kombinasi RS dan serat pangan

12 30 yang larut. Konsumsi makanan yang mengandung serat pangan ini memperbaiki metabolism glukosa (Behall et al. 2006). Perubahan jumlah asupan RS mampu mengubah aktivitas fermentasi dalam kolon (Le Leu et al. 2003). RS memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan kolon pada manusia dan memudahkan defekasi (Phillips et al. 1995). RS mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan memperpendek durasi diare pada anak remaja dan orang dewasa yang menderita kolera (Ramakrishna et al. 2000). Jenie et al. (2006) melaporkan RS III dan RS IV (penambahan 0.2% POCl 3 dari berat tepung) yang berasal dari umbi garut, singkong dan kimpul dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik yaitu Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, dan Bifidobacterium bifidum sebagai prebiotik secara in vitro dan ketiga probiotik tersebut menghasilkan SCFA (short chain fatty acid) yaitu asam asetat sebanyak 0.04%. 2.5 Serat Pangan American Association of Cereal Chemist (2001) dalam Álvarez dan Sánchez (2006), mendefinisikan serat pangan sebagai bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi dinding usus halus, yang kemudian difermentasi di dalam usus besar. Serat pangan total merupakan hasil penjumlahan serat pangan larut (SDF) dan serat pangan tidak larut (IDF). Serat pangan larut adalah serat pangan yang dapat larut dan mengembang di dalam air panas atau hangat. Sedangkan serat pangan tidak larut adalah serat pangan yang tidak dapat larut air panas maupun air dingin (Muchtadi 2001). Menurut Kin (2000), berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dibagi menjadi dua yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut ketika berada di usus halus akan membentuk larutan yang memiliki viskositas yang tinggi. Karena sifatnya ini, serat larut dapat mempengaruhi metabolisme lipid dan karbohidrat dan sebagian memiliki potensi antikarsinogenik. Serat tidak larut dapat mempertahankan matriks strukturalnya dari air membentuk campuran yang memiliki viskositas yang rendah. Hal ini menghasilkan peningkatan massa feses dan mempersingkat waktu transit. Hal tersebut mendasari penggunaan serat tidak

13 31 larut untuk mencegah dan mengobati konstipasi kronis, menurunkan konsentrasi dan waktu kontak karsinogen dengan mukosa kolon. Serat dapat juga berfungsi sebagai prebiotik bagi mikroba usus sehingga baik bagi kesehatan. Selain itu serat pangan dapat memberikan efek fisiologis yang menguntungkan, seperti laksatif, menurunkan kolestrol darah, dan menurunkan glukosa darah. Efek fisiologis yang diperkirakan mempengaruhi pengaturan energi adalah kandungan energi serat per unit bobot pangan yang rendah. Sehingga penambahan serat dapat menurunkan kerapatan (densitas) energi, terutama serat larut karena dapat mengikat air. Selain itu, serat juga dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dalam saluran pencernaan dan pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa darah juga menjadi rendah (Rimbawan dan Siagian 2004). Pisang jenis plantain memiliki buah dengan kandungan pati resisten dan serat yang tinggi (Kahlon dan Smith 2007) dan tepungnya merupakan sumber serat pangan yang tinggi (6-9%) (Higgins et al. 2004; Kahlon dan Smith 2007). Petunjuk penyajian makanan (USDA 2000) merekomendasikan jumlah minimum konsumsi serat pangan adalah 25 g per hari, atau sama dengan 12.5 g per 1000 Kal yang dikonsumsi. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh USDA (2000) rata-rata konsumsi serat pangan adalah g, oleh karena itulah diperlukan konsumsi serat pangan tinggi melalui produk-produk pangan yang tinggi serat pangan dan kandungan pati resisten. Rekomendasi konsumsi serat pangan pada umur tahun, adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 25g/hari untuk wanita (Institute of Medicine 2002).

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung, 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,

Lebih terperinci

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II TAHUN 2009 Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Menurut data yang dikeluarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman.

TINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman. 26 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta) Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah dengan suhu antara 25 o C-29 o C dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah tropis yang paling banyak ditemukan dan dikonsumsi di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dewasa ini telah memandang pentingnya menjaga kesehatan sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang baik tetapi juga yang dapat

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polimer glukosa yang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang disebut granula. Granula

Lebih terperinci

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian KARAKTERISASI SIFAT FUNGSIONAL DAN IDENTIFIKASI NILAI INDEKS GLIKEMIK SERTA SIFAT HIPOGLIKEMIK BERAS ANALOG BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon spp.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris) DISERTASI Disusun

Lebih terperinci

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2.

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Asam Lemak Bebas Rantai Pendek 3.1.1. Profil Asam Lemak Rantai Pendek (Short-Chain Fatty Acid/SCFA) Tabel 2. Profil analisis kandungan asam lemak rantai pendek/short chain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI PATI GARUT (Marantha arundinacea L.) Umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini berumur sekitar 10 bulan ketika dipanen. Kandungan pati maksimum adalah pada saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Anon (2005) menyatakan bahwa pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Anon (2005) menyatakan bahwa pisang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang adalah tanaman buah yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan sekitar 3,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

di Indonesia, misalnya pisang. Buah adalah tanaman buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pisang mengandung pati cukup tinggi (20-30%)

di Indonesia, misalnya pisang. Buah adalah tanaman buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pisang mengandung pati cukup tinggi (20-30%) BAB I PENDAHULUAN Masalah kesehatan yang akhir-akhir ini dialami masyarakat modern dengan tingkat ekonomi yang cukup adalah kegemukan, konstipasi (susah buang air besar), kanker kolon dan masalah yang

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang salah satunya disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi

BAB I PENDAHULUAN. makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia semakin terancam akibat pola makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi seperti mengkonsumsi karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Pokok Bahasan : Karbohidrat Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian karbohidrat : hasil dari fotosintesis CO 2 dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan

8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan 99 8. PEMBAHASAN UMUM Telah dilakukan upaya untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang yaitu dengan meningkatkan kandungan pati resisten (RS) tepung pisang melalui kombinasi fermentasi spontan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan sejak tahun 1990, diabetes melitus termasuk 29 penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI

PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia kian terancam. Dengan pola

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia kian terancam. Dengan pola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia kian terancam. Dengan pola makan yang melulu beras, penyakit degeneratif menjadi ancaman yang tak terhindarkan. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, konsumsi dari kelompok padi-padian masih dominan baik di kota maupun di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengolahan yang melibatkan panas dapat mengakibatkan sejumlah perubahan baik karakteristik maupun komposisi kimia dan sifat gizi pangan. Pengaruh proses pemanasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagian wilayah Asia. Khusus wilayah Asia, penghasil singkong terbesar adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu hasil pertanian tanaman pangan di daerah tropika yang meliputi Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena ketersediaannya yang tidak mengenal musim serta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersial. Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan produksi jagung

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita diabetes mellitus diseluruh dunia telah mencapai angka 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah 7 juta setiap tahunnya. Diabetes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan

I. PENDAHULUAN. oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan, terutama berhubungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

MUTU DAN POTENSI BROWNIES KUKUS SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG PISANG MODIFIKASI SKRIPSI ANNISA VANIA F

MUTU DAN POTENSI BROWNIES KUKUS SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG PISANG MODIFIKASI SKRIPSI ANNISA VANIA F MUTU DAN POTENSI BROWNIES KUKUS SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG PISANG MODIFIKASI SKRIPSI ANNISA VANIA F24061582 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 QUALITY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara

BAB I PENDAHULUAN. sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah yang sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara seperti di Negara-negara Afrika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Ketergantungan manusia terhadap pangan yang tinggi tidak diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci