8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8. PEMBAHASAN UMUM Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan"

Transkripsi

1 99 8. PEMBAHASAN UMUM Telah dilakukan upaya untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang yaitu dengan meningkatkan kandungan pati resisten (RS) tepung pisang melalui kombinasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan (retrogradasi). Selama fermentasi spontan pisang, BAL tumbuh mendominasi hingga jam ke-24. Dalam rangka optimasi proses modifikasi yang berkaitan dengan jenis starter BAL yang spesifik dan lama fermentasi maka dilakukan isolasi dan identifikasi BAL yang berperan selama fermentasi spontan. Setelah mendapatkan isolat BAL, selanjutnya diaplikasikan sebagai starter dalam proses fermentasi secara terkendali dan ditetapkan lama fermentasi optimal untuk pembuatan tepung pisang kaya RS. Sifat prebiotik RS tepung pisang dievaluasi, begitu juga dengan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang yang dievaluasi secara in vivo menggunakan relawan. Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Modifikasi proses pembuatan tepung kaya RS yang telah dikembangkan oleh Jenie et al. (2009) ditingkatkan dengan menerapkan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan pada irisan pisang baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan. Proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kandungan RS tepung pisang hingga empat kali lipat ( %) dari tepung pisang kontrol (7.24%). Satu siklus pemanasan bertekananpendinginan hanya dapat meningkatkan kandungan RS tepung pisang sekitar dua sampai tiga kali lipat ( %). Pemanasan bertekanan dengan menggunakan otoklaf merupakan sistem pemanasan basah (hidrotermal) sehingga mampu menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati akibat pemanasan suhu tinggi oleh uap air. Gelatinisasi pati menyebabkan struktur granula pati menjadi rusak sehingga tidak terlihat adanya granula pati pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop serta tidak

2 100 memiliki sifat birefringence atau tidak mampu memendarkan cahaya pada saat pengamatan dengan menggunakan mikroskop polarisasi (Zang et al. 2002; Santiago et al. 2004). Kerusakan granula pati ditandai dengan hilangnya sifat birefringence dan menurunnya tingkat kristalinitas tepung pisang akibat proses pemanasan bertekanan-pendinginan baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan. Hizukuri (1961) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kristalinitas adalah struktur kristalin granula pati. Tepung pisang yang dihasilkan dari modifikasi fermentasi spontan memiliki tingkat kristalinitas yang lebih rendah daripada tepung pisang kontrol. Hal ini menunjukkan telah terjadi degradasi pada granula pati selama fermentasi spontan 24 jam yang di antaranya diindikasikan dengan meningkatnya kandungan amilosa pada tepung yang dihasilkan. Proses pemanasan pada suhu 121 o C selama 15 menit mendestruksi mikroba yang ada sehingga mencegah degradasi lebih lanjut oleh mikroba. Setelah pemanasan bertekanan, dilanjutkan dengan proses pendinginan (suhu 4 o C, 24 jam) dengan tujuan agar terjadi restrukturisasi pati yang optimal terutama komponen amilosa untuk membentuk ikatan ganda yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Penyimpanan suhu rendah dapat membantu dalam menghambat pertumbuhan mikroba terutama bakteri meskipun penyimpanan dilakukan selama 24 jam. Proses penyimpanan pada suhu 4 o C sebelumnya telah diaplikasikan oleh Frie et al (2003) dalam memproduksi nasi teretrogradasi yang memiliki daya cerna dan nilai indeks glikemik rendah. Proses pemanasan bertekanan-pendinginan juga telah digunakan untuk melakukan modifikasi pati pisang sehingga kandungan RS meningkat. Siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan. Beberapa penelitian seperti Soto et al. (2004), Saguilan et al. (2005) dan Soto et al. (2007) mengaplikasikan proses pemanasan bertekananpendinginan pada pati pisang sebanyak tiga siklus. Selain pada pati pisang, tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan juga telah diaplikasikan untuk memodifikasi pati lain seperti pati jagung (Shamai et al. 2003; Zang & Jin 2011), pati kentang (Leeman et al. 2006), pati singkong (Mutungi et al. 2009), dan pati

3 101 garut (Faridah et al. 2010) dengan lama proses pemanasan bertekanan (otoklaf) yang lebih lama yaitu 30 hingga 60 menit per siklusnya. Proses pemanasanan bertekanan-pendinginan pada pembuatan tepung pisang kaya RS hanya memerlukan dua siklus dengan lama proses yang lebih pendek yaitu 15 menit. Aplikasi tiga siklus pemanasanan bertekanan menghasilkan keragaan produk tepung pisang yang kurang baik dari mutu sensori terutama warna dan rasa (Jenie et al. 2009). Oleh karena itu tiga siklus pemanasanan bertekanan tidak direkomendasikan dalam proses modifikasi pembuatan tepung pisang. Proses modifikasi yang dilakukan pada irisan pisang memerlukan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan untuk menghasilkan kadar RS lebih tinggi daripada satu siklus. Modifikasi pada pati pisang memerlukan tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dengan proses pemanasan bertekanan yang lebih lama (30 menit) untuk dapat meningkatkan kadar RS hingga mencapai sepuluh kali (Saguilan et al. 2005). Akan tetapi modifikasi di tingkat pati tentu lebih sulit aplikasinya karena harus mengisolasi pati pisang terlebih dahulu, sedangkan tiga siklus proses pemanasan bertekanan-pendinginan membutuhkan waktu yang lebih lama dan energi yang lebih banyak seperti energi listrik serta membutuhkan alat pengering yang lebih mahal untuk mengeringkan bubur (slurry) pati seperti drum drying atau freeze drying. Penelitian ini mengaplikasikan proses otoklaf selama 15 menit yang berarti proses modifikasi lebih efesien yaitu dapat mereduksi waktu, energi dan biaya jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang mengaplikasikan proses otoklaf selama 30 menit hingga 1 jam (Saguilan et al. 2005; Soto et al. 2006). Setelah dilakukan pemanasan bertekanan, proses dilanjutkan dengan pendinginan. Suhu pendinginan juga mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan. Semakin rendah suhu pendinginan maka dapat mempercepat dan meningkatkan pembentukan RS3. Seperti yang dilaporkan Soto et al. (2007) bahwa untuk meningkatkan kadar RS pati pisang hingga empat kali melalui tiga siklus retrogradasi membutuhkan waktu 24 jam pada 4 o C atau 36 jam pada 32 o C, sedangkan pendinginan pada suhu lebih tinggi (60 o C) selama 48 jam hanya mampu meningkatkan kadar RS pati kurang dari tiga kali.

4 102 Selama proses pendinginan terjadi pembentukan ikatan ganda (double helix) rantai polimer yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Semakin banyak kandungan amilosa pada pati maka jumlah polimer berikatan ganda juga semakin banyak sehingga jumlah amilosa teretrogradasi juga meningkat yang berarti meningkatkan pula kandungan pati resisten tipe III (RS). Pati resisten tersebut merupakan pati resisten yang terbentuk akibat amilosa yang mengalami retrogradasi berulang sehingga bersifat resisten terhadap enzim pencernaan (Sajilata et al. 2006). Optimasi Proses Fermentasi Identifikasi BAL Indigenus dalam Fermentasi Pisang Fermentasi spontan memberikan peran penting dalam meningkatkan kadar RS tepung pisang. Fermentasi spontan pisang selama 24 jam didominasi oleh BAL hingga mencapai 6 log CFU/ml. Abdillah (2010) melaporkan bahwa fermentasi spontan pisang tanduk didominasi oleh BAL hingga mencapai 8 log CFU/ml pada jam ke-100. Fermentasi spontan umumnya kurang dapat terkendali dan sulit mendapatkan kualitas produk yang konsisten sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi BAL indigenus yang berperan dalam fermentasi spontan pisang selama 24 jam untuk selanjutnya digunakan sebagai starter. Hasil identifikasi fenotip menunjukkan isolat BAL yang tumbuh dominan (BAL FSnh1) merupakan BAL homofermentatif, sedangkan isolat BAL yang tumbuh kurang dominan (BAL FSnhA) merupakan BAL heterofermentatif yang semuanya memiliki suhu pertumbuhan optimal pada suhu 35 o C. Uji biokimiawi menunjukkan kedua isolat memiliki kemampuan yang berbeda dalam memfermentasi sumber karbon. Identifikasi lebih lanjut di tingkat molekuler juga dilakukan karena identifikasi dengan menggunakan API 50CHL dan karakteristik biologi belum cukup untuk mengidentifikasi di tingkat strain (Tamang et al. 2008). Hasil identifikasi genotip menunjukkan bahwa isolat BAL FSnh1 dan FSnhA merupakan famili Lactobacillaceae dengan genus Lactobacillus. Beberapa

5 103 hasil penelitian melaporkan bahwa strain Lactobacillus banyak ditemukan pada fermentasi bahan berpati seperti singkong (Sanni et al. 2002; Lacerda et al. 2005; Huch et al. 2008), dan gandum (Robert et al. 2009). BAL tersebut merupakan BAL amilolitik yang mampu menghasilkan enzim amilase. Pisang mentah merupakan bahan pangan berpati dengan kandungan pati lebih dari 60% (Tribess et al. 2009) sehingga strain Lactobacillus bisa tumbuh. Hasil visualisasi pada pohon filogenetik NJplot menunjukkan isolat BAL FSnh1 memiliki homologi dengan L. salivarius sedangkan isolat BAL FSnhA memiliki homologi dengan L. fructivorans. L. salivarius merupakan BAL homofermentatif yang dilaporkan mampu menghasilkan senyawa antimikroba seperti bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada karkas ayam seperti Campylobacter jejuni (Stern et al. 2006). Strain tertentu dari L. salivarius juga merupakan probiotik yang sudah dikomersialkan seperti L. salivarius ATCC SD5208 dengan merk dagang Lactobacillus salivarius Ls-33 TM (Danisco 2011). L. fructivorans banyak ditemukan pada buah dan sayur serta produk olahan, beberapa produk salad dan saus tomat (Bjorkroth & Korkeala 1997). L. fructivorans dapat tumbuh dengan baik pada suhu 45 o C (Dicks & Endo, 2009). Selama 24 jam fermentasi spontan pisang diketahui pertumbuhan L. fructivorans lebih sedikit daripada L. salivarius. Tersedianya pati dan fruktosa pada pisang memungkinkan kedua spesies BAL tersebut mampu tumbuh secara sinergis. L. salivarius memiliki kemampuan menghidrolisis ikatan glikosida seperti manosa, rhamnosa dan seliobiosa sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya (Rogosa et al. 1955), sedangkan L. fructivorans dapat menggunakan fruktosa buah sebagai sumber energi (Bjorkroth & Korkeala 1997). Isolat BAL indigenus L. salivarius FSnh1 yang diisolasi juga dapat dikaji lebih lanjut potensi BAL tersebut sebagai kandidat probiotik. Beberapa hasil penelitian melaporkan strain lain dari L. salivarius merupakan probiotik yang diisolasi dari feses bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibunya (Martin et al. 2006). Jika telah diketahui potensi probiotik dari isolat L. salivarius FSnh1 maka

6 104 dapat dikembangkan lebih lanjut untuk diformulasikan sebagai produk sinbiotik bersama dengan tepung pisang modifikasi kaya RS. Optimasi Lama Fermentasi Terkendali pada Pembuatan Tepung Pisang Kaya RS Fermentasi terkendali irisan pisang dengan menggunakan L. salivarius FSnh1 sebagai starter dilakukan selama 12 dan 24 jam. Fermentasi pisang selama 12 jam mampu meningkatkan kadar amilosa, sedangkan hasil penelitian Abdillah (2010) menunjukkan bahwa fermentasi spontan pada pisang hingga jam ke-12 tidak meningkatkan kadar amilosa tepung pisang. Kadar amilosa baru mengalami peningkatan setelah fermentasi selama 24 jam. Kandungan amilosa yang tinggi berperan dalam pembentukan RS3 selama proses retrogradasi. Fermentasi terkendali selama 24 menurunkan kadar amilosa tepung pisang. Hal ini diduga karena terjadi degradasi amilopektin menjadi amilosa hingga fermentasi jam ke-12, selanjutnya amilosa didegradasi lebih lanjut menjadi glukosa sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan BAL tersebut sehingga kadar amilosa menurun pada fermentasi lebih dari 12 jam (analisis jam ke-24). Selain mempersingkat waktu fermentasi pisang menjadi 12 jam, penggunaan starter L. salivarius FSnh1 juga mampu meningkatkan produksi asam laktat sehingga memberikan manfaat lebih, tidak hanya bersifat antimikroba akan tetapi juga diduga berperan dalam meningkatkan kadar pati resisten. Gong et al. (2006) menjelaskan bahwa asam laktat dapat membentuk kopolimer pati-asam laktat yang bersifat resisten terhadap enzim pencernaan. Proses fermentasi 12 jam yang dikombinasi dengan dua siklus retrogradasi menghasilkan kadar RS tepung pisang yang tinggi sekitar empat hingga lima kali lipat dibandingkan tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol).

7 105 Penggunaan kultur starter indigenus dari bahan asalnya memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Antara (2010). Konsentrasi L. salivarius FSnh1 yang digunakan mencapai10 6 CFU/ml dan berhasil mencapai target kadar RS tepung pisang yang hampir setara dengan fermentasi spontan 24 jam, bahkan waktu fermentasi dapat dipersingkat menjadi 12 jam. Isolat BAL L. salivarius FSnh1 memiliki sifat homofermentatif. Penggunaan BAL homofermentatif sebagai starter lebih menguntungkan dalam prosesnya karena tidak menghasilkan gas berlebih sehingga tidak mengganggu proses fermentasi akibat meluapnya (wash out) starter. Selain itu BAL homofermentatif menghasilkan asam laktat lebih banyak daripada BAL heterofermentasif. Reddy et al. (2008) menjelaskan bahwa BAL homofermentatif mampu menghasilkan sekitar 80% asam laktat dari jumlah glukosa yang dikonsumsinya. Asam laktat berperan dalam meningkatkan kadar RS dari hasil kopolimer pati-asam laktat sehingga pati menjadi lebih resisten terhadap enzim pencernaan karena mengurangi reaktivitas grup hidroksil pada unit glukopiranosa pati yaitu pada C6, C3 dan C2 (Gong et al. 2006). Sajilata et al. (2006) menjelaskan bahwa pati resisten yang terbentuk akibat interaksi pati dengan komponen kimia dikenal sebagai pati resisten tipe IV (RS4). Jenie et al. (2009) melaporkan bahwa modifikasi tepung pisang dengan fermentasi terkendali oleh BAL homofermentatif L. plantarum kik selama 48 jam dan kombinasinya dengan pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar RS yang lebih tinggi daripada modifikasi dengan fermentasi terkendali oleh BAL heterofermentatif L. fermentum 2B4. Kombinasi kedua BAL tersebut sebagai starter juga menghasilkan RS lebih tinggi pada perbandingan jumlah BAL homofermentatif lebih banyak yaitu rasio 2:1 (2 bagian L. plantarum kik dengan 1 bagian L. fermentum 2B4) dengan waktu yang lama (72 jam) dibandingkan fermentasi spontan 24 jam. Oleh karena itu penambahan strain kultur starter BAL yang berperan selama fermentasi spontan pisang (BAL indigenus) adalah penting untuk memperoleh kondisi fermentasi yang optimum dengan hasil yang konsisten.

8 106 Evaluasi Sifat Prebiotik dan Indeks Glikemik Tepung Pisang Modifikasi Penelitian ini mengevaluasi sifat fungsional tepung pisang berdasarkan sifat-sifat prebiotik RS yang dihasilkan dan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang modifikasi. Tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol) mengandung pati resisten tipe II (RS2), sedangkan tepung pisang hasil modifikasi dengan retrogradasi mengandung pati resisten tipe III (RS3) yang bersifat lebih stabil selama pengolahan daripada RS2 sehingga memiliki retensi yang lebih baik jika digunakan sebagai tepung substitusi pada produk pangan. Jenie et al. (2010) melaporkan retensi RS tepung pisang modifikasi lebih tinggi jika digunakan pada produk pangan yang diolah tanpa penambahan air serta dilakukan pemanggangan seperti pengolahan menjadi cookies. Pengolahan tepung pisang modifikasi menjadi brownies kukus dan roti menghasilkan retensi RS yang lebih rendah karena selama pembuatan brownies, adonan dikukus dan terjadi proses hidrotermal yang memungkinkan uap air ditransfer ke dalam produk, sedangkan adanya proses fermentasi pada adonan roti juga menghasilkan air sebagai hasil metabolisme khamir/yeast sehingga dapat meningkatkan kadar air bahan dan menurunkan retensi RS. RS yang dihasilkan oleh proses retrogradasi merupakan RS tipe III (RS3) yang terbukti dapat memenuhi beberapa persyaratan sebagai kandidat prebiotik yaitu di antaranya meliputi ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung, mampu menstimulasi pertumbuhan laktobasili dan bifidobakteria, menurunkan pertumbuhan bakteri patogen seperti EPEC dan Salmonella Typhimurium, menghasilkan asam lemak rantai pendek terutama asam butirat dan memiliki indeks prebiotik lebih tinggi daripada RS2 tepung pisang kontrol. Kestabilan RS terhadap hidrolisis asam lambung artifisial dimaksudkan agar RS tidak terhidrolisis selama berinteraksi dengan asam lambung dan dapat mencapai kolon sehingga menjadi satu-satunya sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroflora terutama probiotik seperti yang disyaratkan FAO (2007). RS3 tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan yang dikombinasikan dengan dua siklus retrogradasi relatif lebih stabil terhadap hidrolisis asam lambung (sekitar

9 107 96%) sehingga dapat dikategorikan sebagai kandidat prebiotik berdasarkan ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung. Beberapa polisakarida lain yang dilaporkan sebagai kandidat prebiotik juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap hidrolisis asam lambung artifisial seperti glukooligosakarida yang dihasilkan oleh Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 sebesar 98.4% (Wichienchot et al. 2006) dan oligosakarida pitaya (buah naga) sebesar 96% (Wichienchot et al. 2010). RS3 tepung pisang modifikasi melalui fermentasi spontan dengan dua siklus retrogradasi juga bersifat selektif bagi pertumbuhan Lactobacillus acidophilus. Hal ini dibuktikan dengan persentase pertumbuhan L. acidophilus yang lebih tinggi dibandingkan persentase pertumbuhan EPEC dan S. Typhimurium. Persentase pertumbuhan yang tinggi dalam waktu inkubasi yang sama menunjukkan pertumbuhan bakteri tersebut lebih cepat yang berarti memiliki waktu generasi lebih singkat. Salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan mikroba lebih cepat di antaranya adalah ketersediaan nutrisi yang cocok bagi pertumbuhan sel. Hal ini menunjukkan RS3 lebih selektif hanya dapat digunakan oleh L. acidophilus daripada EPEC dan S. Typhimurium. Sifat selektif terhadap pertumbuhan mikroba juga menjadi salah satu kriteria dari suatu kandidat prebiotik (Salminen et al. 2004; Roberfroid 2007; FAO 2007). Kemampuan RS3 dalam memodulasi mikroflora yang menguntungkan ditunjukkan dengan nilai IP yang positif yang berarti RS pisang mampu menstimulasi pertumbuhan probiotik (bifidobakteria dan laktobasili) daripada pertumbuhan bakteri klostridia maupun bakteroides. Hal ini juga dapat mempengaruhi produksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/scfa) yang dihasilkan selama fermentasi kultur fekal pada media yang mengandung RS3. Bullock dan Norton (1999) melaporkan bahwa feses tikus percobaan mengandung asam lemak rantai pendek dua kali lebih banyak pada tikus yang diberi konsumsi 20% RS3 daripada tikus yang diberi konsumsi glukosa 20% pada pakannya. RS3 tepung pisang modifikasi mampu menghasilkan asam butirat, sedangkan RS2 tepung pisang kontrol tidak mampu menghasilkan asam tersebut.

10 108 Asam butirat merupakan salah satu senyawa aktif yang diperlukan tidak hanya sebagai sumber energi bagi sel-sel mukosa gastrointestinal, akan tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan fungsi sel (pro-diferensiasi), mencegah pertumbuhan sel abnormal (anti-proliferasi) dan menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru (anti-angiogenik) (Hovhannisyan et al. 2009). Oleh karena itu dengan mengkonsumsi RS3 diharapkan dapat meningkatkan produksi asam butirat dalam usus besar sehingga dapat mencegah kanker terutama kanker kolon. Selain kandungan RS lebih tinggi dan sifat prebiotik lebih baik, modifikasi proses dengan dua siklus retrogradasi mampu menurunkan daya cerna tepung pisang. Daya cerna lebih rendah dihasilkan oleh dua siklus retrogradasi (Tabel 4.3). Evaluasi indeks glikemik secara in vivo dengan menggunakan relawan menunjukkan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang menurun akibat dua siklus retrogradasi dari IG sedang (61 66) menjadi IG rendah (52) dan kombinasinya dengan fermentasi spontan mampu menurunkan nilai IG yaitu menjadi 46 meskipun masih masuk kategori IG rendah. Nilai IG yang rendah disebabkan oleh meningkatnya kandungan RS sehingga lebih banyak pati yang tidak dapat dicerna dan tidak terjadi peningkatan glukosa darah secara drastis setelah 2 jam mengonsumsi tepung pisang tersebut. Proses dua siklus retrogradasi berperan dalam meningkatkan RS. Di samping itu proses pendinginan yang dilakukan pada suhu rendah 4 o C juga mempercepat pembentukan RS. Frie et al. (2003) melaporkan penyimpanan suhu rendah 4 o C selama 24 jam dapat menurunkan IG nasi Bagoean dari IG tinggi (93.2) menjadi IG sedang (65.7). Ayodele & Erema (2010) melaporkan tepung pisang jenis plantain memiliki IG sedang (65) dan menurun menjadi 57 akibat penyangraian. Nilai IG yang rendah pada suatu bahan pangan dapat direkomendasikan sebagai asupan karbohidrat bagi penderita diabetes atau diet gula. Pangan yang memiliki nilai IG sedang maupun tinggi dapat direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh individu normal yang masih memerlukan tumbuh-kembang (misalnya anak-anak), sedangkan olahragawan yang akan bertanding memerlukan konsumsi pangan yang memiliki IG tinggi (Widowati 2007; Astawan & Widowati 2011). Hal ini menunjukkan proses pengolahan dapat mempengaruhi ketersediaan pati yang

11 109 dapat dicerna serta IG suatu bahan pangan sehingga pemilihan proses pengolahan menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam konstribusinya sebagai penyedia energi atau sifat fungsional tertentu bagi tubuh. Tepung modifikasi yang dihasilkan memiliki kandungan RS yang cukup tinggi dan memiliki IG rendah. Oleh karena itu tepung pisang tersebut dapat dikembangkan menjadi pangan fungsional. Hasil penelitian Jenie et al. (2010) menunjukkan bahwa tepung pisang modifikasi yang dihasilkan dari fermentasi spontan 24 jam dengan satu siklus retrogradasi dapat diaplikasikan sebagai tepung komposit pada pembuatan produk pangan seperti roti, brownies dan cookies. Aplikasi tepung tersebut dapat mencapai 20 % pada roti, 40% pada brownies dan 60% pada cookies dengan tingkat kesukaan panelis yang cukup tinggi. 9. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Modifikasi proses pembuatan tepung pisang melalui fermentasi spontan 24 jam dan pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi komposisi kimia tepung pisang dan sifat birefringence granula pati. Fermentasi mampu meningkatkan kadar amilosa yang selanjutnya melalui proses pemanasan bertekanan-pendinginan menjadi amilosa teretrogradasi membentuk pati resisten tipe III (RS3). Siklus pemanasan bertekanan-pendinginan berperan dalam meningkatkan kadar RS. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat meningkatkan kadar RS lebih tinggi daripada yang satu siklus. Fermentasi spontan 24 jam didominasi oleh pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Hasil identifikasi menunjukkan BAL yang tumbuh dominan (isolat BAL FSnh1) dan BAL yang tumbuh kurang dominan (isolat BAL FSnhA) merupakan famili Lactobacillaceae genus Lactobacillus. Visualisasi kedua isolat pada pohon filogenetik menunjukkan isolat BAL FSnh1 memiliki similaritas dengan L. salivarius sedangkan isolat BAL FSnhA memiliki similaritas dengan L. fructivorans. Proses fermentasi pisang secara terkendali menggunakan BAL

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional

Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II TAHUN 2009 Pengembangan Produk Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik sebagai Bahan Pangan Fungsional Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2.

1 Kontrol (S0K) 50, , , ,285 93, , Inokulum (S1I) 21, , , , ,752 2. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Asam Lemak Bebas Rantai Pendek 3.1.1. Profil Asam Lemak Rantai Pendek (Short-Chain Fatty Acid/SCFA) Tabel 2. Profil analisis kandungan asam lemak rantai pendek/short chain

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung, 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dewasa ini telah memandang pentingnya menjaga kesehatan sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang baik tetapi juga yang dapat

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersial. Data statistik menunjukkan bahwa perkembangan produksi jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan saluran pencernaan (FAO/WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Menurut data yang dikeluarkan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian KARAKTERISASI SIFAT FUNGSIONAL DAN IDENTIFIKASI NILAI INDEKS GLIKEMIK SERTA SIFAT HIPOGLIKEMIK BERAS ANALOG BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon spp.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris) DISERTASI Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah pengembangan santan menjadi minuman susu kelapa. Santan kelapa sebagai bahan baku

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang salah satunya disebabkan

Lebih terperinci

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL SELEKSI ISOLAT INDIGENUS BAKTERI PROBIOTIK UNTUK IMUNOMODULATOR DAN APLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN YOGURT SINBIOTIK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL ANTIDIARE

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bersifat komplek dan kronis. Terjadinya infeksi atau inflamasi pada penderita DM

BAB I. PENDAHULUAN. bersifat komplek dan kronis. Terjadinya infeksi atau inflamasi pada penderita DM BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik yang bersifat komplek dan kronis. Terjadinya infeksi atau inflamasi pada penderita DM merupakan penyebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Durian Lay (Durio kutejensis) atau dikenal juga dengan sebutan Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. Buah durian lay tergolong

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari segala ciptaannya. Sekecilkecilnya makhluk ciptaannya

Lebih terperinci

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK

MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK MODIFIKASI TEPUNG PISANG TANDUK (Musa paradisiaca Formatypica) MELALUI PROSES FERMENTASI SPONTAN DAN PEMANASAN OTOKLAF UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATI RESISTEN FATIMAH ABDILLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan minuman terhadap kesehatan, sehingga memicu berkembangnya produk-produk pangan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan sekitar 3,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل

اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل 39 اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل Artinya : manfaatkan sebaik-baiknya lima kesempatan, sebelum (datang) yang lima, masa muda sebelum datang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa

BAB I PENDAHULUAN. glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inulin merupakan polimer unit-unit fruktosa dengan gugus terminal glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa (Roberfroid,

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup PENDAHULUAN Latar Belakang Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup dikenal dan disukai masyarakat Indonesia dari anak-anak sampai orang dewasa pada umumnya. Sosis adalah jenis makanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pangan yang tercermin dalam ketahanan pangan. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat di dalam tubuh. Gangguan metabolisme karbohidrat

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat di dalam tubuh. Gangguan metabolisme karbohidrat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hiperglikemia merupakan suatu tanda terjadinya gangguan pada metabolisme karbohidrat di dalam tubuh. Gangguan metabolisme karbohidrat terjadi karena ketidakmampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

6. PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG PISANG MELALUI FERMENTASI OLEH Lactobacillus salivarius FSnh1 DENGAN DUA SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN- PENDINGINAN

6. PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG PISANG MELALUI FERMENTASI OLEH Lactobacillus salivarius FSnh1 DENGAN DUA SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN- PENDINGINAN 6. PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG PISANG MELALUI FERMENTASI OLEH Lactobacillus salivarius FSnh1 DENGAN DUA SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN- PENDINGINAN [Improving of banana flour resistant starch by using

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar 2.366.410 ton dari luas lahan 166.332 Ha (BPS, 2013). Ubi jalar ungu ( Ipomea batatas)

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Pengembangan Tepung Berprebiotik sebagai Pangan Fungsional dari Pisang (Musa sp) Beberapa Varietas Unggulan Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur

Pengembangan Tepung Berprebiotik sebagai Pangan Fungsional dari Pisang (Musa sp) Beberapa Varietas Unggulan Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur Pengembangan Tepung Berprebiotik sebagai Pangan Fungsional dari Pisang (Musa sp) Beberapa Varietas Unggulan Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur Peneliti : Nurhayati 1, Eka Ruriani 1, Jayus 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak abad II sebelum Masehi susu kedelai sudah dibuat di negara Cina, dan kemudian berkembang ke Jepang. Setelah Perang Dunia II baru berkembang ke Asia Tenggara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kombinasi antara probiotik dan prebiotik dapat disebut sebagai sinbiotik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kombinasi antara probiotik dan prebiotik dapat disebut sebagai sinbiotik 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minuman Sinbiotik Kombinasi antara probiotik dan prebiotik dapat disebut sebagai sinbiotik atau eubiotik (Gourbeyre et al., 2010). Sinbiotik atau eubiotik adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan siap saji saat ini banyak dikonsumsi masyarakat. Efek negatif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan siap saji saat ini banyak dikonsumsi masyarakat. Efek negatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan siap saji saat ini banyak dikonsumsi masyarakat. Efek negatif yang ditimbulkan adalah tidak lancarnya proses pencernaan yang diantaranya karena kurangnya serat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI

PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI PENGARUH KONSUMSI TEPUNG PRA MASAK PISANG TANDUK DAN PISANG RAJA NANGKA PADA SIFAT FISIK DAN KIMIA DIGESTA TIKUS PERCOBAAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliput fisik, mental,dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan yang semakin meningkat dan menyempitnya lahan pertanian mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena ketersediaannya yang tidak mengenal musim serta

Lebih terperinci

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pangan fungsional yang banyak dikembangkan saat ini adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan probiotik merupakan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Kita mengenal tempe, oncom, kecap, tahu, yang dibuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

di Indonesia, misalnya pisang. Buah adalah tanaman buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pisang mengandung pati cukup tinggi (20-30%)

di Indonesia, misalnya pisang. Buah adalah tanaman buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pisang mengandung pati cukup tinggi (20-30%) BAB I PENDAHULUAN Masalah kesehatan yang akhir-akhir ini dialami masyarakat modern dengan tingkat ekonomi yang cukup adalah kegemukan, konstipasi (susah buang air besar), kanker kolon dan masalah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony, BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka 1.Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan sumber pemanis yang paling populer di dunia. Selain itu tanaman tebu juga diketahui mempunyai tingkat produksi gula yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam mengajarkan kita untuk merenungkan ciptaan Allah yang ada di bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa bertambah. Salah satu tanda

Lebih terperinci

PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG TALAS MELALUI FERMENTASI DAN PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN SERTA EVALUASI SIFAT PREBIOTIKNYA

PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG TALAS MELALUI FERMENTASI DAN PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN SERTA EVALUASI SIFAT PREBIOTIKNYA PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG TALAS MELALUI FERMENTASI DAN PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN SERTA EVALUASI SIFAT PREBIOTIKNYA R. HARYO BIMO SETIARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita diabetes mellitus diseluruh dunia telah mencapai angka 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah 7 juta setiap tahunnya. Diabetes

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh: LAPORAN AKHIR PKM-P Formulasi dan Daya Terima Susu Fermentasi yang Ditambahkan Ganyong (Canna edulis. Kerr) sebagai Minuman Sinbiotik Serta Daya Hambatnya Terhadap Pertumbuhan E.coli. Oleh: Babang Yusup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan fungsional merupakan makanan produk segar ataupun makanan olahan yang tidak hanya memberikan rasa kenyang namun juga memberikan keuntungan bagi kesehatan serta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah tropis yang paling banyak ditemukan dan dikonsumsi di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Mendesain Pangan untuk Atlit Berdasarkan Indek Glikemik. Oleh : Arif Hartoyo HP :

Mendesain Pangan untuk Atlit Berdasarkan Indek Glikemik. Oleh : Arif Hartoyo HP : Mendesain Pangan untuk Atlit Berdasarkan Indek Glikemik Oleh : Arif Hartoyo HP : 08128814781 Pengetahuan tentang Indek Glikemik sekarang telah berkembang dan dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Awalnya,

Lebih terperinci