IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengolahan yang melibatkan panas dapat mengakibatkan sejumlah perubahan baik karakteristik maupun komposisi kimia dan sifat gizi pangan. Pengaruh proses pemanasan dengan cara dioven atau digoreng terhadap mi jagung substitusi kering dan instan dapat mempengaruhi komposisi kimia, nilai biologis maupun indeks glikemik dibahas sebagai berikut. 4.1 Komposisi kimia Tepung Jagung, Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan serta Mi Komersial Analisis kimia tepung jagung, mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar air tepung jagung hasil penelitian adalah 12.79% atau lebih tinggi dari batas maksimum SNI tepung jagung yaitu 10%. Kadar air tepung jagung yang tinggi menyebabkan adonan mi jagung lebih rapuh/susah dibentuk adonan yang kuat. Alternatif proses yang dapat dilakukan adalah dengan mengeringkan tepung jagung sebelum digunakan dalam pembuatan mi jagung. Kadar abu tepung jagung adalah 0.43%, persyaratan kadar abu tepung jagung menurut SNI adalah maksimal 1.5%. Tabel 6. Hasil analisis kimia tepung jagung, mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial. Nilai (% bk) Komposisi Tepung Mi jagung Mi jagung Mi kimia jagung kering instan komersial* Air ± ± 1.61 a 4.91 ± 0.66 a 5.91 Abu 0.43 ± ± 0.58 a 1.50 ± 0.09 a 2.51 Protein 6.05 ± ± 0.40 a ± 0.66 a Lemak 0.81 ± ± 0.03 a ± 0.22 b Karbohidrat (by difference) ± ± 0.66 a ± 0.31 b Pati ± ± 0.47 a ± 1.37 a - Amilosa ± ± 0.64 a ± 0.37 a - Amilopektin ± ± 0.17 a ± 1.74 a - Keterangan: Huruf superscript menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji t (α = 0.05); * Indriani (2005). Kadar protein tepung jagung adalah 6.05%. Kadar protein hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitan Lestari (2009) yaitu 7.24%. Protein utama dalam jagung adalah glutelin yang juga dikenal dengan nama glutenin.

2 Glutelin merupakan protein yang berberat molekul tinggi yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein) (Johson 1991). Kadar lemak tepung jagung adalah 0.81%. Kandungan lemak tepung jagung terutama tersusun oleh asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, dengan proporsi asam lemak tidak jenuh yang tinggi (Suarni dan Widowati 2007). Komposisi terbesar tepung jagung adalah karbohidrat (by difference) yaitu 79.93%. Karbohidrat tepung jagung tersusun atas pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin, dimana amilopektin dihitung berdasarkan selisih kadar pati dengan amilosa. Kadar pati, amilosa dan amilopektin dari tepung jagung adalah 73.20%; 28.20% dan 45.00%. Pati merupakan komponen penting pada proses pembuatan mi, terutama mi dari bahan baku non gluten (jagung). Hal tersebut disebabkan oleh pati memiliki fungsi dalam membentuk tekstur pada produk mi. Kadar air mi jagung substitusi kering yaitu 8.58% atau lebih tinggi dibandingkan mi jagung substitusi instan yaitu 4.91%, sedangkan kadar air mi komersial adalah 5.91%. Hasil uji t menunjukkan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap kadar air mi jagung substitusi (Lampiran 4). Kadar air maksimal menurut SNI mi kering ( ) dan SNI mi instan ( ) masing-masing adalah 8 % dan 10%. Jika ditinjau dari persyaratan kadar air, mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial telah memehuni persyaratan SNI yang ditetapkan. Kadar air mi jagung substitusi kering yang tinggi disebabkan selama proses pengovenan kandungan air dalam produk cenderung dikonversi menjadi uap air akibat aliran udara panas dari oven ke permukaan produk. Air di bagian dalam mi berdifusi ke bagian tengah dan bergerak menuju ke permukaan. Kecepatan pengurangan kadar air mi sangat ditentukan oleh suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara panas selama pengovenan (Xiao-Fu 2008). Kadar air mi jagung substitusi instan yang rendah disebabkan selama penggorengan air digantikan oleh minyak yang masuk matriks produk. Permukaan produk yang banyak mengandung air ketika kontak dengan minyak, menyebabkan air cepat dikonversi menjadi uap. Suhu lapisan dalam produk tidak melebihi titik didih dari air sehingga hanya sedikit air yang hilang (Pokorny 1999). 39

3 Kadar abu mi jagung substitusi kering, mi jagung substitusi instan dan mi komersial adalah 2.15%; 1.50% dan 2.51%. Hasil uji t menunjukkan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap kadar abu mi jagung substitusi (Lampiran 5). Kadar protein mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial adalah 12.22%; 10.91% dan 12.78%. Jika ditinjau dari persyaratan kadar protein, mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial telah memehuni persyaratan SNI yaitu minimal 10%. Kadar protein menurut persyaratan SNI untuk mi kering adalah minimal 11% dan mi instan adalah minimal 10%. Hasil uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap kadar protein mi jagung substitusi (Lampiran 6). Menurut Pokorny (1999), proses penggorengan menyebabkan denaturasi protein yang berlangsung lebih cepat pada pada permukaan produk, sedangkan lapisan dalam produk cenderung berjalan lebih lambat. Kadar lemak mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial adalah 0.54%; 14.11% dan 18.02%. Hasil uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) memberikan pengaruh terhadap kadar lemak mi jagung substitusi (Lampiran 7). Kadar lemak mi jagung substitusi instan yang tinggi disebabkan pada proses penggorengan minyak goreng yang berfungsi sebagai medium penghantar panas masuk ke matriks bahan, menggantikan air yang keluar dari bahan (Pokorny 1999). Penyerapan minyak semakin tinggi terjadi pada saat penirisan mi. Kadar karbohidrat (by difference) mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial adalah 76.52%; 68.58% dan 60.78%. Hasil uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) memberikan pengaruh terhadap kadar karbohidrat mi jagung substitusi (Lampiran 8). Kandungan pati, amilosa dan amilopektin mi jagung substitusi kering adalah 42.52%; 30.99% dan 11.53%, sedangkan mi jagung substitusi instan adalah 43.90%; 28.85% dan 15.05%. Uji t menunjukkan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap kadar pati (Lampiran 9), amilosa (Lampiran 10) dan amilopektin (Lampiran 11) dari mi jagung substitusi. Selama proses pemasakan amilosa cenderung keluar dari 40

4 granula pati, sehingga mempengaruhi proporsi antara amilosa dan amilopektin dalam bahan pangan (Schweizer et al. 1986). Proses pemanasan menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga amilosa dan amilopektin keluar dari granula. Kerusakan granula menyebakan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati terpisah dan masuk kedalam media (Greenwood 1989). Penggorengan mi instan menyebabkan kandungan air bahan tereduksi sebelum gelatinisasi pati tercapai (Xiao-Fu 2008). Proses penggorengan mengakibatkan amilosa keluar dan larut pada media pemanas (minyak) lebih besar dibandingkan pengeringan dengan oven. 4.2 Evaluasi Nilai Biologis Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan. Nilai gizi suatu bahan pangan ditentukan tidak hanya oleh kandungan gizinya, tetapi juga dipengaruhi beberapa faktor. Pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan zat gizi. Pengolahan dengan menggunakan panas (suhu tinggi) dapat menyebabkan perubahan beberapa zat gizi, misalnya denaturasi protein yang menyebabkan peningkatan daya cerna protein. Pengaruh pengolahan mi jagung substitusi kering dan instan yang melibatkan proses panas terhadap evaluasi nilai biologis ditunjukkan dengan kadar pati resisten, daya cerna pati, kadar serat pangan dan daya cerna protein Pati Resisten Pati resisten didefinisikan sebagai jumlah dari pati dan produk degradasi pati yang tidak mampu diserap dalam sistem saluran pencernaan (usus kecil) pada individu sehat (EURESTA 1993). Bahan mentah dan makanan yang telah mengalami proses pengolahan mengandung sejumlah pati resisten yang dipengaruhi oleh jenis sumber bahan pangan dan tipe pengolahannya. Perbandingan amilosa dan amilopektin, perlakuan panas, bentuk fisik, derajat gelatinisasi, pendinginan dan penyimpanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan pati resisten dalam bahan pangan. Teknik pengolahan panas mampu menginisiasi pembentukan pati resisten melalui retrogradasi amilosa (Tovar 1992). Kandungan pati resisten dari mi jagung substitusi kering dan instan yang telah mengalami proses pemanasan (pengeringan dengan oven atau 41

5 penggorengan) ditampilkan pada Gambar 7. Kandungan pati resisten mi jagung substitusi kering dan instan adalah 14.80% dan 17.25%. Uji t menunjukkan proses pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap kadar pati resisten mi jagung substitusi (Lampiran 13). Pati Resisten (%) ±0.05 a 17.25±1.14 a 0 Mi jagung kering Mi jagung instan Gambar 7. Kadar pati resisten mi jagung substitusi kering dan instan. Keterangan: Huruf superscript menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji t (α = 0.05) Kandungan pati resisten mi jagung substitusi kering dan instan lebih tinggi dibandingkan pati resisten mi jagung kering (100% tepung jagung) hasil penelitian Lestari (2009) yaitu 3.5% ± Perbedaan prosedur analisis pati resisten dalam bahan pangan menyebabkan kadar pati resisten yang bervariasi (Sajilata et al. 2006). Analisis kadar pati resisten mi jagung substitusi kering dan instan dilakukan dengan metode Goni et al. (1996). Bahan atau produk pangan yang dianalisis dengan metode tersebut memiliki kadar pati resisten yang lebih tinggi dibandingkan analisis dengan metode lainnya. Hal ini disebabkan dalam analisis metode Goni et al. (1996), dilakukan periode inkubasi yang lama (16 jam) dibandingkan metode Englyst et al. (1996) atau Wepner et al. (1999) yang hanya 2 jam inkubasi. Periode inkubasi yang lama tersebut bertujuan untuk mensimulasikan bagaimana pati resisten dicerna dalam tubuh. Proses pengolahan pangan dengan menggunakan panas, kelembaban dan tekanan seperti pengeringan dan proses ekstrusi dapat meningkatkan pembentukan pati resisten (Asp dan Bjorck 1992). Proses pengolahan kacang-kacangan dengan steam-cooking menghasilkan pembentukan pati resisten yaitu 19-31% lebih tinggi 42

6 dibandingkan bahan mentah, sedangkan proses pemasakan dengan cara konvensional dan bertekanan tinggi (high-pressure) menghasilkan pembentukan pati resisten tiga sampai lima kali lebih besar dibandingkan kacang mentah (Tovar dan Mellito 1996). Pengolahan produk kentang dengan microwave dan deep frying signifikan meningkatkan pembentukan pati resisten sebesar 7.1% dan 9.3% (Thed dan Phillips 1995). Proses penggorengan mi jagung instan menghasilkan kadar pati resisten yang lebih tinggi dibandingkan mi jagung substitusi kering yang mendapat perlakuan pengeringan dengan oven. Proses pemanasan meningkatkan kadar pati resisten melalui retrogradasi amilosa bahan pangan (Osorio-Dı az et al. (2003); Tharanathan dan Mahadevamma (2003)). Retrogradasi amilosa mempengaruhi kinerja enzim pankreatik α-amilase untuk mencerna (Ring et al. 1988). Pembentukan pati resisten pada proses retrogradasi terjadi karena ikatan hidrogen amilosa bergabung dan membentuk ikatan silang membentuk polimer semi kristal. Kestabilan dan kuatnya ikatan hidrogen dari amilosa menyebabkan penurunan kemampuan enzim untuk mencerna pati (Tharanathan dan Mahadevamma 2003). Menurut Goni et al. (1997), selama proses penggorengan terjadi pembentukan pati resisten yang diinisiasi oleh kadar air rendah. Kemampuan enzim dalam menghidrolisis substrat terbatas atau menurun pada kadar air substrat yang rendah. Proses penggorengan yang menghasilkan produk yang kering dan kadar air yang rendah menyebabkan enzim mengalami kesulitan dalam mencerna pati sehingga pati menjadi resisten dicerna enzim. Keberadaan lemak yang tinggi pada mi jagung substitusi instan (14.11%) berpengaruh terhadap ketersediaan pati resisten. Lemak bahan pangan membentuk kompleks dengan amilosa yang mempengaruhi pembentukan pati resisten. Menurut Amadu (2001), pembentukan pati resisten pada pati jagung selama proses ekstrusi dipengaruhi oleh keberadaan lemak yang membentuk kompleks dengan amilosa. Dua jenis elmusifier yaitu SSL (sodium stearoyl lactylate) dan DATEM (diacetyl tartaric acid esters monoglycerides) meningkatkan pembentukan pati resisten dibandingkan dengan penambahan asam sitrat. Kajian oleh Szczodrak dan Pomeranz (1992), isolasi barley yang di autoclave dengan SSL dan DATEM pada suhu 158 o C mampu meningkatkan pembentukan pati 43

7 resisten melalui kompleks amilosa-lemak. Menurut Eerlingen et al. (1994), penghilangan lemak pada tepung terigu menyebabkan menurunnya kandungan pati resisten. Manfaat yang dapat diperoleh dari pati resisten adalah dapat dijadikan sebagai substrat bagi bakteri fermentasi. Bakteri fermentasi menggunakan pati resisten untuk menghasilkan beberapa produk metabolit seperti asam lemak rantai pendek (asam propionat dan butirat), karbon dioksida, hidrogen dan metan. Asam lemak rantai pendek berperan penting dalam kesehatan kolon manusia, terutama menurunkan ph kolon sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroflora maupun pembentukan senyawa toksik dalam tubuh. Adanya mikroflora menyebabkan terjadinya peningkatan fermentasi dalam kolon dan mempengaruhi peningkatan masa feses, pengasaman atau pengkondisian kolon pada ph rendah (Bird 1999) Daya Cerna Pati Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dihidrolisis oleh enzim menjadi unit-unit yang lebih kecil. Prinsip dari metode ini adalah menghidrolisis pati dengan penambahan enzim alfa amilase. Pengolahan bahan pangan mengakibatkan perubahan struktur dan mempengaruhi karakteristik pati termasuk daya cerna pati (Singh et al. 2010). Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan kemudahan pati untuk diubah menjadi glukosa yang mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah. Kenaikan kadar glukosa darah menyebabkan tingginya kebutuhan insulin untuk mengubah menjadi energi (Rimbawan dan Siagian 2004). Gambar 8 menunjukkan daya cerna pati mi jagung substitusi kering lebih tinggi yaitu 30.93% ± 0.73 dibandingkan dengan mi jagung substitusi instan yaitu 25.33% ± Hal ini menunjukkan pati mi jagung substitusi kering lebih mudah dikonversi menjadi glukosa yang mengakibatkan kenaikan kada glukosa darah. Hasil uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) berpengaruh signifikan (α = 0.05) terhadap daya cerna pati mi jagung substitusi (Lampiran 15). Rendahnya daya cerna pati mi jagung substitusi instan berkolerasi positif dengan tingginya kandungan pati resisten yaitu 17.25% dan kadar lemak %. Daya cerna pati mi jagung subsitusi instan relatif sama 44

8 dengan daya cerna pati mi jagung kering (100% tepung jagung) yaitu 25.76% (Lestari 2009). Daya Cerna Pati (%) ±0.73 a 25.33±0.57 b Mi jagung kering Mi jagung instan Gambar 8. Daya cerna pati mi jagung substitusi kering dan instan. Keterangan: Huruf superscript menunjukkan terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji t (α = 0.05). Penggunaan suhu tinggi pada proses pengeringan produk pasta mampu menurunkan daya cerna pati in vitro (Petitot et al. 2009). Proses pengolahan dengan cara pemasakan, autoclaving dan pengasapan yang dilanjutkan dengan pemasakan dengan tekanan menyebabkan peningkatan daya cerna pati yaitu 30%- 40% (Singh et al. 2010). Mi jagung substitusi instan yang mengalami proses penggorengan memiliki daya cerna pati yang rendah dibandingkan mi jagung substitusi kering. Proses penggorengan lebih cepat menurunkan daya cerna pati dibandingkan proses pengolahan lainnya yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya pati yang mudah dicerna (rapidly digestible starch/rds). Pemanasan dengan penggorengan menghasilkan daya cerna pati yang lebih rendah yaitu 11% dibandingkan pemanggangan dan pengasapan yang menghasilkan daya cerna pati yang lebih tinggi yaitu 37.2% dan 33.4% (Singh et al. 2010). Kandungan lemak mi jagung substitusi instan yang tinggi (14.11%) dibandingkan mi jagung kering (0.54%) mengontribusi penurunan daya cerna pati. Penurunan daya cerna pati tersebut berkaitan erat dengan pembentukan kompleks antara amilosa dan lemak. Konformasi heliks amilosa berikatan pada sisi hidrofobik asam lemak dan terikat satu sama lain. Kecepatan daya cerna pati 45

9 oleh enzim berlangsung lebih cepat pada amilosa, dibandingkan kompleks amilosa dan lemak (Singh et al. 2010). Kompleks amilosa dan lemak menyebabkan penurunan konversi pati menjadi glukosa menjadi 35%, dibandingkan tanpa terjadinya kompleks yaitu 60-90% (Seligman et al. 1998). Menurut Jaisut et al. (2007), penurunan daya cerna pati pada beras instan selama proses pengeringan disebabkan terjadinya kompleks amilosa dan lemak yang ditunjukkan dengan rendahnya pati yang dikonversi menjadi maltosa. Keberadaan molekul besar non pati seperti protein berpengaruh terhadap penurunan daya cerna pati. Tepung lentil yang memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan buncis menghasilkan daya cerna pati yang lebih rendah. Interaksi pati dan protein menyebabkan penurunan enzim dalam mencerna pati (Chung et al. 2008). Keberadaan protein yang tinggi pada mi jagung substitusi kering dan instan yaitu 12.22% dan 10.91% menghasilkan daya cerna pati yang rendah Serat Pangan Serat pangan merupakan komponen yang berbentuk karbohidrat kompleks baik itu oligosakarida maupun polisakarida dan banyak terdapat pada dinding sel tanaman. Serat pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu serat pangan larut dan tidak larut. Serat pangan larut yaitu serat pangan yang dapat larut dalam air dan dalam saluran pencernaan, contohnya pektin, gum, mucilages, karagenan, agar-agar dan alginat. Serat pangan tidak larut merupakan serat pangan tidak dapat larut dalam air dan saluran pencernaan, misalnya lignin, selulosa dan hemiselulosa (Alvarez dan Sanchez 2006) Berdasarkan Tabel 7 kandungan serat pangan tidak larut, larut dan total mi jagung substitusi instan lebih tinggi yaitu 5.62%, 0.68% dan 6.30% dibandingkan mi jagung kering yaitu 4.83%, 0.49% dan 5.33%. Hasil uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh terhadap serat pangan tidak larut (Lampiran 17), larut (Lampiran 18) dan serat pangan total (Lampiran 19) mi jagung substitusi. Kandungan serat pangan mi jagung substitusi kering dan instan tidak berbeda dibandingkan serat pangan mi jagung kering (100% tepung jagung), 46

10 dimana kandungan serat pangan larut, tidak larut dan total adalah 2.28% ± 0.06, 4.59% ± 0.06 dan 6.87% ± 0.00 (Lestari 2009). Tabel 7. Kandungan serat pangan mi jagung substitusi kering dan instan Sampel Kadar serat pangan (%) Tidak larut Larut Total Mi jagung kering 4.83 ± 0.14 a 0.49 ± 0.07 a 5.33 ± 0.07 a Mi jagung instan 5.62 ± 0.30 a 0.68 ± 0.07 a 6.30 ± 0.22 a Keterangan: Tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji t (α = 0.05). Perlakuan pemanasan berpengaruh terhadap peningkatan kadar serat pangan larut dan tidak larut melalui pemutusan ikatan serat pada bahan pangan yang diolah dibandingkan serat pangan bahan mentah (Asp 1996). Pemanasan meningkatkan serat pangan larut melalui pemutusan ikatan glikosidik pada polisakarida sehingga menyebabkan peningkatan kelarutan serat pangan pada air (Nyman et al. 1993). Sedangkan peningkatan serat pangan tidak larut terjadi karena depolimerisasi selulosa dari tepung kacang yang dimasak dibandingkan bahan mentah. Proses pengolahan produk kentang dengan microwave signifikan meningkatkan serat pangan tidak larut yaitu 5.50% dibandingkan kontrol 4.15% (Thed dan Phillips 1995). Serat pangan mengalami peningkatan pada proses penggorengan disebabkan oleh terbentuknya senyawa melanoidin atau produk tidak tercerna (Pokorny 1999). Penggorengan produk kentang menyebabkan terbentuknya senyawa melanoidin yang tidak dicerna oleh enzim amilase dan dalam analisis serat pangan terhitung sebagai serat pangan tidak larut (Thed dan Phillips 1995). Perubahan serat pangan pada proses penggorengan tidak hanya ditentukan oleh jenis bahan yang digoreng, tetapi juga suhu dan jenis penggorengan. Penggorengan deep frying signifikan meningkatkan serat pangan tak larut melalui pembentukan substansi seperti lignin (Ostergard 1989). Proses pengolahan produk kentang dengan deep frying meningkatkan serat pangan tidak larut yaitu 6.62% dibandingkan kontrol 4.15% (Thed dan Phillips 1995). Pembentukan pati resisten dari kompleks antara amilosa-lemak dan retrogradasi amilosa pada proses pemanasan merupakan faktor yang mengontribusi peningkatan serat pangan pada bahan, khususnya serat pangan 47

11 tidak larut (Su dan Chang 1995). Hal ini karena pati resisten merupakan bagian dari serat pangan yaitu memiliki efek fisiologis seperti serat pangan larut yang berperan dalam mengendalikan indeks glikemik dan dalam analisis terhitung sebagai serat pangan tidak larut (Haralampu 2000). Perbandingan antara serat pangan tidak larut dan larut pada bahan pangan adalah 3:1. Perbandingan tersebut sangat berhubungan terhadap struktur dan sensori serta sifat kesehatan (Jenkins et al. 1998). Fungsi dari serat pangan larut dan tidak larut berkaitan erat dengan kemampuannya dalam sifat fungsional dan fisiologis dalam tubuh (Escrig dan Muniz 2000). Serat pangan larut memiliki karakteristik mampu meningkatkan viskositas dan menurunkan respon glikemik dan kolesterol plasma. Serat pangan tidak larut memiliki kemampuan penyerapan, densitas rendah dan meningkatkan sifat bulky dari fecal dan menurunkan waktu transit dalam usus (Hamid dan Luan 2000). Efek fisiologis serat pangan larut terhadap kemampuan menurunkan respon glukosa darah disebabkan oleh (1) Adanya peningkatan viskositas di lambung maupun intestin menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat yang dapat dicerna (barier terhadap enzim) dan gula sederhana yang dapat diserap (akses nutrien terhadap mukosa usus), (2) Serat makanan menyebabkan perubahan level hormon di saluran pencernaan, seperti Gastric inhibitory polipetida (GIP), glukagon yang berpengaruh pada motilitas saluran pencernaan, penyerapan zat gizi dan sekresi insulin, (3) Serat makanan membantu meningkatkan sensitivitas insulin, menstabilkan level gula darah sehingga melindungi komplikasi akibat diabetik (Alvarez dan Sanchez 2006) Daya Cerna Protein Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah daya cerna protein. Protein yang mudah dicerna ditunjukkan dengan tingginya jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh dan sebaliknya. Asam amino yang penyerapannya rendah dibuang bersama feses. Pada penelitian ini pengukuran daya cernap protein dilakukan dengan metode teknik multienzim, dimana campuran enzim yang digunakan tripsin, kimotripsin dan peptidase. 48

12 Prinsip pengukuran ini didasarkan pada kecepatan pelepasan ion hidrogen terhadap perubahan ph, dimana semakin cepat suatu bahan melepaskan ion hidrogen maka nilai ph akan semakin rendah (Muchtadi et al. 1989). Daya cerna protein mi jagung substitusi kering dan instan (Gambar 9) adalah 81.87% ± 1.02 dan 80.26% ± Uji t menunjukkan perlakuan pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak berpengaruh signifikan (α = 0.05) terhadap daya cerna protein mi jagung substitusi (Lampiran 21). Daya cerna protein mi jagung substitusi kering dan instan tidak berbeda dengan daya cerna protein mi jagung kering (100% tepung jagung) hasil penelitian Lestari (2009) yaitu 79.21% ± Daya Cerna Protein (%) ±1.02 a 80.26±0.70 a Mi jagung kering Mi jagung instan Gambar 9. Daya cerna protein mi jagung substitusi kering dan instan. Keterangan: Huruf superscript menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji t (α = 0.05). Proses pemanasan mengakibatkan peningkatan daya cerna protein sebagai akibat dari denaturasi protein. Protein yang mengalami denaturasi lebih mudah dipecah oleh enzim proteolitik, karena struktur sekunder, tersier dan kuartener yang berbentuk gulungan dan tiga dimensi berubah menjadi fragmen-fragmen yang lebih sederhana (asam amino) yang mudah dicerna enzim proteolitik (Sathe et al. 1982). Mi jagung subsitusi kering dan instan yang mengalami proses pemanasan memiliki daya cerna protein yang tinggi disebabkan terjadinya denaturasi protein produk menjadi asam-asam amino yang mudah dicerna enzim. Perebusan dan pemasakan dengan tekanan pada beras menyebabkan peningkatan daya cerna protein yaitu 76.5%-80%. Peningkatan daya cerna protein 49

13 selain oleh terjadinya denaturasi protein pada bahan juga karena proses pemanasan menyebabkan penghilangan senyawa anti-nutrisi seperti polifenol (tanin, flavonoid, asam fitat dan fenol) (Sagum dan Arcot 2000). Proses pemanasan menyebabkan kerusakan kompleks protein dengan polifenol dengan merusak ikatan hidroksil senyawa polifenol yang mengikat protein sehingga protein terdenaturasi dan menjadi asam amino yang lebih mudah dicerna enzim (Duodu et al. 2003). Selain perebusan dan pemasakan bertekanan, proses pemanasan dengan autoclaving juga meningkatkan daya cerna protein. Autoclaving produk kacang merah pada suhu 121 o C selama 30 meningkatkan daya cerna protein sebesar 4-22% dibandingkan kontrol. Proses pemanasan dengan autoclaving menyebabkan rusaknya inhibitor enzim proteolitik, inaktivasi inhibitor tripsin dan terbukanya struktur protein menjadi asam amino yang mudah dicerna enzim (Shimelis dan Rakshit 2007). Pengaruh peningkatan daya cerna protein juga ditunjukkan proses pengeringan atau ekstrusi. Pengeringan tepung kacang pada suhu 76 o C selama 6 jam signifikan meningkatkan daya cerna protein sebesar 12-15% (Cabrejas et al. 2009). 4.3 Indeks dan Beban Glikemik Mi Jagung Substitusi Kering dan Instan serta Mi Komersial Pengukuran indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan 11 sukarelawan yang telah memenuhi syarat-syarat pengukuran indeks glikemik seperti sehat, non-diabetes, dan memiliki nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) dalam kisaran normal atau Kg/m 2. Sukarelawan yang telah memenuhi persyaratan tersebut, selanjutnya dilakukan screening gula darahnya yang bertujuan untuk mengetahui respon gula terhadap konsumsi glukosa dari masingmasing sukarelawan. Sukarelawan yang dinyatakan lolos screening adalah yang mempunyai respon gula darah yang stabil setelah 2 jam pengujian. Sukarelawan terpilih kemudian diminta untuk mengonsumsi mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial setara dengan 50 g karbohidrat atau 200 kalori. Jumlah mi mentah yang ditimbang setara dengan 50 g karbohidrat adalah mi jagung substitusi kering dan instan yaitu g dan g, sedangkan mi komersial adalah g. Mi yang telah ditimbang kemudian di 50

14 rehidrasi yaitu mi jagung substitusi kering (lima menit), mi jagung substitusi instan (tiga menit tiga puluh detik) dan mi komersial (tiga menit) dan disajikan dengan menambahkan bumbu. Jumlah mi yang disajikan dalam pengukuran indeks glikemik melebihi takaran saji mi yang umum dipasaran yaitu g. Penyajian mi yang terlalu banyak dalam pengukuran indeks glikemik dapat menyebabkan efek fisiologis misalnya sukarelawan merasa mual karena terlalu kenyang. Data indeks glikemik yang disajikan adalah data indeks glikemik rata-rata terhadap 6 sukarelawan dari 11 sukarelawan yang berpartisipasi. Penyajian data 6 sukarelawan dari 11 sukarelawan ini dikarenakan tiga sukarelawan yang menghasilkan data glukosa darah sampel yang tidak stabil pada rentang waktu pengujian. Misalnya pada rentang 30 menit dan 60 menit pasca konsumsi terjadi kenaikan kadar glukosa darah yang stabil, tetapi pada menit ke 90 dan 120 terjadi penurunan kadar glukosa darah dibawah glukosa darah puasa. Sedangkan dua sukarelawan menghasilkan nilai indeks glikemik yang terlalu besar dibandingkan nilai indeks glikemik sukarelawan lainnya (data pencilan/outlier). Menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal sukarelawan dalam pengukuran indeks glikemik adalah 6 orang. Atas dasar tersebut maka data indeks glikemik rata-rata yang disajikan adalah data 6 sukarelawan. Berdasarkan Tabel 8, indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial berturut-turut yaitu 54.18% ± 11.02; 51.33% ± dan 48.65% ± serta termasuk kategori rendah. Uji Duncan terhadap ketiga jenis sampel mi menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (α = 0.05) (Lampiran 25) atau proses pemanasan (pengeringan dengan oven atau penggorengan) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap indeks mi jagung substitusi. Nilai indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan lebih rendah dibandingkan indeks glikemik mi jagung kering (100% tepung jagung) hasil penelitian Lestari (2009) yaitu 56.73% dan tergolong kategori sedang. Beban glikemik mi jagung substitusi kering dan instan yaitu dan serta termasuk kategori tinggi. Beban glikemik tersebut menunjukkan bahwa konsumsi mi jagung substitusi kering dan instan pada takaran saji 63 g 51

15 dengan jumlah karbohidrat per saji sebesar g dan g cepat meningkatkan kadar glukosa darah walaupun memiliki indeks glikemik yang rendah. Beban glikemik mi komersial yaitu dan termasuk kategori sedang, hal ini menunjukkan konsumsi mi komersial pada takaran saji yang sama dengan mi jagung subsitusi dengan jumlah karbohidrat per saji sebesar g lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah dibandingkan konsumsi mi jagung substitusi kering dan instan. Menurut Powell et al. (2002), indeks dan beban glikemik mi instan (gandum) adalah 47% dan 19. Hasil penelitian tersebut sama dengan indeks dan beban glikemik mi komersial hasil penelitian ini. Tabel 8. Indeks dan beban glikemik mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial. Sampel Indeks Kategori Karbohidrat/saji Beban glikemik (%) IG (g) Glikemik Mi jagung kering a ± Rendah Mi jagung instan a ± Rendah Mi komersial a ± Rendah Keterangan: Huruf superscript menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada uji Duncan (α = 0.05). Karakteristik kimia mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial mempengaruhi indeks glikemik pangan. Kadar amilosa mi jagung substitusi kering dan instan yang tinggi yaitu (30.99%) dan (28.85%) berkontribusi terhadap penurunan indeks glikemik mi. Karakteristik amilosa yang mempunyai struktur lurus, terikat lebih kuat oleh ikatan hidrogen dan ukuran granula yang lebih kecil (10 5 ) mengakibatkan amilosa sulit dicerna enzim dibandingkan amilopektin (Singh et al. 2010). Kadar lemak mi jagung substitusi instan dan mi komersial yang tinggi yaitu 14.11% dan 18.02% berkontribusi terhadap penurunan indeks glikemik. Kandungan lemak yang tinggi pada bahan pangan berpengaruh terhadap penurunan indeks glikemik melalui mekanisme memperlambat pengosongan lambung. Produk yang mengandung lemak tinggi seperti kentang goreng memiliki indeks glikemik rendah yaitu 54% dibandingkan indeks glikemik kentang bakar yang mengandung rendah lemak yaitu 85%. Kadar protein mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial yang tinggi yaitu masing-masing 12.22%; 52

16 10.91% dan 12.78% berkontribusi terhadap penurunan indeks glikemik melalui mekanisme memperlambat pengosongan lambung (Wolever 2006). Parameter evaluasi nilai biologis yaitu daya cerna pati berkontribusi terhadap indeks glikemik mi jagung substitusi kering dan instan. Daya cerna pati mi jagung substitusi kering yang sedikit lebih tinggi dibandingkan mi jagung substitusi instan mempengaruhi indeks glikemik. Semakin tinggi daya cerna pati menunjukkan kemudahan pati untuk diubah menjadi glukosa yang mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah (Tharanathan dan Mahadevamma 2003). Kenaikan kadar glukosa darah responden mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial pada selang waktu dua jam ditampilkan pada Gambar 10. Pada menit ke-30 mi jagung substitusi kering memiliki kadar glukosa yang lebih tinggi dibandingkan mi jagung substitusi instan dan mi komersial, kemudian pada menit selanjutnya terjadi penurunan kadar glukosa mi jagung substitusi kering relatif lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa mi jagung substitusi instan dan mi komersial memberikan pengaruh pelepasan glukosa yang lebih lama dibandingkan mi jagung kering. Kadar glukosa darah (mg/dl) glukosa mi jagung kering mi jagung instan mi komersial Waktu (menit) Gambar 10. Pengaruh konsumsi mi jagung substitusi kering dan instan serta mi komersial selama dua jam terhadap kadar glukosa darah. Karakteristik biologis mi jagung instan yaitu kandungan pati resisten yang tinggi (17.25%) dan daya cerna pati yang rendah (25.33%) berpengaruh terhadap peningkatan pelepasan glukosa yang lambat. Menurut Haliza et al. (2006), 53

17 tingginya kandungan pati resisten menyebabkan rendahnya indeks glikemik mi sagu. Bahan pangan memiliki kandungan pati resisten yang tinggi mampu menurunkan glukosa darah dan memainkan peran penting dalam menjaga peningkatan kontrol metabolisme gula pada pasien diabetes tipe II. Pati resisten dalam tubuh dimetabolisme pada selang waktu yang lama yaitu 5-7 jam. 54

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,

PENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung, 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, perubahan gaya hidup terutama

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, perubahan gaya hidup terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, perubahan gaya hidup terutama perubahan pola makan serta berkurangnya kegiatan jasmani menjadi penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل

اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل 39 اغتنم خمسا قبل خمس شبابل قبل ھرمل وصحتل قبل سقمل وغناك قبل فقرك وحياتل قبل موتل وفراغل قبل شغلل Artinya : manfaatkan sebaik-baiknya lima kesempatan, sebelum (datang) yang lima, masa muda sebelum datang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO

PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DAN PENGUKURAN DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO Dosen: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi dan Ir. Sutrisno Koswara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah

BAB I PENDAHULUAN. 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita diabetes mellitus diseluruh dunia telah mencapai angka 230 juta. Angka ini akan mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah 7 juta setiap tahunnya. Diabetes

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001). II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JAGUNG Jagung (Zea mays L) adalah jenis rerumputan/graminae dan termasuk tanaman semusim. Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp yang menyatu dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan sekitar 3,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar

II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Pokok Bahasan : Karbohidrat Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian karbohidrat : hasil dari fotosintesis CO 2 dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat 2.1.1 Definisi Serat Pangan Definisi fisiologis serat pangan adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Hal ini termasuk materi dinding sel

Lebih terperinci

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian

DISERTASI. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Doktor di Program Doktor Ilmu Pertanian KARAKTERISASI SIFAT FUNGSIONAL DAN IDENTIFIKASI NILAI INDEKS GLIKEMIK SERTA SIFAT HIPOGLIKEMIK BERAS ANALOG BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon spp.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris) DISERTASI Disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Ganyong Tahapan pembuatan tepung ganyong meliputi pemilihan bahan, pengupasan bahan, pembersihan dan pencucian ganyong, serta proses pengeringan dengan drum dryer.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat

I. PENDAHULUAN. Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan fungsional adalah pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dewasa ini telah memandang pentingnya menjaga kesehatan sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang baik tetapi juga yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori 4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polimer glukosa yang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang disebut granula. Granula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati 1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes melitus (diabetesi) di dunia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan sejak tahun 1990, diabetes melitus termasuk 29 penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu dapat diolah menjadi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam mengajarkan kita untuk merenungkan ciptaan Allah yang ada di bumi. Karena dengan memahami ciptaan-nya, keimanan kita akan senantiasa bertambah. Salah satu tanda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa dengan bakteri asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nangka merupakan salah satu buah tropis yang keberadaannya tidak mengenal musim. Di Indonesia, pohon nangka dapat tumbuh hampir di setiap daerah. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati

KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN. Oleh : Astuti Setyowati KOMPONEN KIMIA BAHAN PANGAN dan PERUBAHANNYA AKIBAT PENGOLAHAN Oleh : Astuti Setyowati KARBOHIDRAT Terdapat dalam : 1. Tumbuhan : monosakarida, oligo sakarida, pati, selulosa, gum 2. Hewan : glukosa, glikogen,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia adalah peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan tidak seimbang dengan penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Soygurt Sari Tempe Medium susu tempe yang dipergunakan mempunyai ph awal 6, setelah diinokulasi dengan bakteri L. plantarum, 10 jam kemudian ph turun menjadi 4. Penurunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci