Risk Factors of Gonorrhoea Among Female Indirect Sex Workers

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Risk Factors of Gonorrhoea Among Female Indirect Sex Workers"

Transkripsi

1 Risk Factors of Gonorrhoea Among Female Indirect Sex Workers Anita Nugrahaeni 1), Muchlis AU Sofro 2), Zahroh Shaluhiyah 3) Antono Suryosaputro 3) Bagoes Widjanarko 3) 1) Masters Program in Epidemiology, Diponegoro University 2) Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, Diponegoro University 3) Department of Health Promotion, Faculty of Public Health, Diponegoro University ABSTRACT Background: Gonorrhoea is one of sexually transmitted infections (STI) with high incidence, besides chlamydia, syphilis, and trichomoniasis. STIs are spread predominantly by sexual context including vaginal, anal, and oral. STIs have a profound impact on sexual and reproductive health worldwide. STIs can increase the risk of HIV acquisition three fold or more. This study aimed to determine the risk factors of gonorrhoea among female indirect sex workers. Subjects and Method: This was a case control study carried out in Wonosobo district, Central Java, from April to May A sample of 84 female indirect sex workers were selected for this study consisting of 42 cases of gonorrhea and 42 control. The dependent variable was gonorrhoea. The independent variables were sex combination and condom use. Data on gonorrhoea was collected from STI clinic. The other data were collected by questionnaire. The data were analyzed using logistic regression. Results: The risk of gonorrhoea among female indirect sex workers increased with sex combination practice (OR=3.17; p=0.027; 95% CI= 1.14 to 8.82) and absence of condom use (OR= 8.04; 95% CI= 2.30 to 28.12; p=0.001). Conclusion: The risk of gonorrhoea among female indirect sex workers increases with sex combination practice and absence of condom use. Keywords : gonorrhoea, sex combination, condom use, female, indirect sex workers Correspondence: Anita Nugrahaeni. Masters Program in Epidemiology, Diponegoro University, Jl. Imam Bardjo SH No. 5, Semarang, Central Java. nitaozora@gmail.com. Mobile: LATAR BELAKANG Gonore adalah salah satu jenis IMS yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah servisitis, uretritis, proktitis, dan konjungtivitis. Infeksi gonore pada wanita menyebabkan permasalahan khusus karena menimbulkan gangguan perkembangan reproduksi seperti penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, jaringan parut tuba dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita gonore dapat menyebabkan infeksi mata hingga kebutaan (Daili, 2015; Mayor et al., 2012). Fenomena peningkatan dan penyebaran kasus IMS termasuk gonore yang terjadi pada kelompok risiko tinggi demikian cepat. Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung (WPSTL) merupakan kelompok risiko tinggi terkena IMS. WPSTL adalah WPS yang mendapatkan klien dari jalan atau ketika bekerja di tempat-tempat hiburan seperti klab malam, panti pijat, diskotik, cafe, tempat karaoke atau bar dan menjual seks sebagai penghasilan tambahan (Widodo, 2009). Kelompok ini melakukan aktivitas seksual dengan pasangan yang tidak tetap dan dengan tingkat mobilitas 216 e-issn: (online)

2 Nugrahaeni et al./ Risk Factors of Gonorrhoea Among Female yang sangat tinggi. Selain itu, kelompok ini berisiko tinggi menularkan IMS kepada masyarakat melalui kliennya (Thuong et al., 2008). Lebih dari 150 juta kasus gonore di dunia ditemukan setiap tahunnya. Insiden gonore lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju. Peningkatan kasus gonore setiap tahun berkisar 3.9% yaitu dari per 100,000 penduduk menjadi per 100,000 penduduk (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Prevalensi gonore di negara berkembang dilaporkan tinggi pada WPS dengan sosial ekonomi rendah. Prevalensi gonore di Asia pada WPS bervariasi tiap negara, berkisar antara 11-38% dan prevalensi tertinggi terjadi di China dan yang kedua adalah di Indonesia (Blanchard & Moses, 2008). Data prevalensi gonore di Indonesia yang diambil dari beberapa RS bervariasi, di RSU Mataram dilaporkan 52.8% dari seluruh kasus IMS, di RS dr Pringadi Medan 16% dari seluruh kasus IMS, di RS Dr. Soetomo 25.22% dari seluruh kasus IMS, di RS Kariadi Semarang sebesar 17.56% dari seluruh seluruh kasus IMS (Hakim, 2011). Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2015 diketahui bahwa prevalensi gonore pada populasi kunci berturut-turut adalah sebesar 21.12% pada WPSL, 12.71% pada LSL, 12.12% pada waria dan 9.67% pada WPSTL (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Tahun 2014 di Jawa Tengah tercatat 28,472 kasus positif IMS, 14,295 kasus IMS ditemukan pada kelompok WPS. Tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi kasus positif IMS, kasus ditemukan pada kelompok WPS. Kasus gonore yang ditemukan sebesar 7.8% merupakan urutan kelima setelah bakterial vaginosis sebesar 32.33%, servisitis sebesar 25.80%, kandidiasis vaginalis sebesar 19.15% dan uretiris non gonore sebesar 9.40% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015). Jumlah kasus IMS yang ditemukan dan diobati di Kabupaten Wonosobo pada pada tahun 2014 sebesar 1682 kasus, tahun 2015 sebesar 1261 kasus dan tahun 2016 sebesar 844 kasus, gonore menduduki peringkat ketiga yaitu sebesar 19,3%. Distribusi gonore pada berbagai kelompok risiko terbesar adalah pada kelompok WPS yaitu sebesar 29.4%, sisanya ditemukan pada pasangan risiko tinggi sebesar 19.1%, pelanggan pekerja seks sebesar 14.1 %, LSL sebesar 9.8%, waria sebesar 6.1%, pria penjaja seks sebesar 0.6% dan masyarakat umum sebesar 20.8%. Kabupaten Wonosobo tidak mempunyai lokalisasi. WPS yang ada di Kabupaten Wonosobo masuk ke dalam kategori WPSTL yang sebagian besar bekerja sebagai pemandu lagu di kafe atau karaoke (Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, 2016). Gonore diketahui mempermudah penularan HIV yang dapat berkembang menjadi AIDS dengan tingkat kematian yang tinggi. Kejadian gonore dipengaruhi oleh perilaku seks. Tingginya angka gonore pada WPSTL dipengaruhi oleh rendahnya konsistensi penggunaan kondom (Budiman et al., 2015; Budiono, 2012). Faktor- faktor lain yang juga mempengaruhi kejadian gonore adalah bentuk aktivitas seks yang dilakukan WPS meliputi aktivitas seks vaginal, seks anal, seks oral maupun seks kombinasi. Aktivitas vaginal seks, oral seks dan anal seks berhubungan dengan kejadian IMS seperti gonore. (Zhao et al., 2015). Jumlah partner seks berhubungan dengan kejadian gonore (Alexander et al., 2014). Berdasarkan penjelasan dan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor karakteristik dan aktivitas seks yang terkait dengan kejadian 217 e-issn: (online)

3 gonore pada WPSTL di Kabupaten Wonosobo yang bertujuan membuktikan faktor yang berisiko terhadap kejadian gonore pada WPSTL. SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan yaitu analitik obervasional, dengan pendekatan case control. Pengambilan data dilakukan di Klinik IMS puskemas wonosobo I, puskesmas selomerto I dan puskemas leksono I pada April-Mei Populasi dan Teknik Sampling Populasi studi dalam penelitian ini adalah WPSTL yang berprofesi sebagai pemandu lagu karaoke di Kabupaten Wonosobo yang telah menjalani pemeriksaan IMS oleh klinik IMS. Kriteria inklusi sampel adalah WPSTL yang berprofesi sebagai pemandu karaoke dibawah binaan LSM Wonosobo Youth Center minimal 1 bulan dan telah menjalani pemeriksaan IMS oleh klinik IMS berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Kasus adalah pemandu karaoke yang hasil pemeriksaan IMS berdasarkan pendekatan laboratorium positif gonore sedangkan kontrol dinyatakan negatif gonore maupun IMS jenis lain. Teknik pengambilan sampel secara non probability sampling dengan consecutive sampling yang diambil berdasarkan urutan data sekunder terbaru dari register klinik IMS sebagai data awal hingga jumlah sampel terpenuhi. 3. Variabel Penelitian Variabel independen yang diteliti adalah karakteristik dan aktivitas seks. Karakteristik meliputi usia, tingkat pendidikan, status perkawinan dan lama kerja menjadi WPS. Aktivitas seks meliputi riwayat aktivitas seks vaginal, riwayat aktivitas seks anal, riwayat aktivitas seks oral, riwayat aktivitas seks kombinasi, jumlah mitra seks, frekuensi hubungan seks dan konsistensi penggunaan kondom. 4. Definisi Operasional Variabel Usia didefinisikan sebagai umur subjek penelitian yang dihitung dari tanggal lahir sampai dengan tanggal dilakukan wawancara diukur dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh subjek penelitian. Status perkawinan didefinisikan sebagai status perkawinan sah yang disandang subjek penelitian. Lama kerja menjadi WPS adalah waktu subjek penelitian dari awal menjadi WPS samapi waktu pemeriksaan IMS diukur dalam satuan bulan. Riwayat aktivitas seks vaginal didefinisikan sebagai riwayat subjek penelitian melakukan hubungan seks dengan pelanggan dalam sebulan terakhir dengan cara penetrasi penis mitra seks ke dalam liang vagina subjek penelitian. Riwayat aktivitas seks anal didefinisikan sebagai riwayat subjek penelitian melakukan hubungan seks dengan pelanggan dalam sebulan terakhir dengan cara penetrasi penis mitra seks ke dalam dubur subjek penelitian. Riwayat aktivitas seks oral didefinisikan sebagai riwayat subjek penelitian dalam 1 bulan terakhir pernah diberi rangsangan seks oral pada vagina terutama daerah clitoris oleh pelanggan dengan menggunakan bibir atau lidah. Riwayat aktivitas seks kombinasi didefinisikan sebagai riwayat subjek penelitian melakukan hubungan seks dengan pelanggan dalam sebulan terakhir dengan cara kombinasi vaginal-oral, oral-anal, vaginal-anal, anal-vaginal-oral. Jumlah mitra seks adalah jumlah pelanggan subjek penelitian dalam 1 minggu terakhir. Frekuensi hubungan seks didefinisikan sebagai jumlah hubungan seks yang dilakukan dalam 1 malam dengan pelanggan. Penggunaan kondom didefinisikan sebagai perilaku pelanggan memakai 218 e-issn: (online)

4 Nugrahaeni et al./ Risk Factors of Gonorrhoea Among Female kondom ketika melakukan hubungan seksual. Kejadian gonore didefinisikan sebagai subjek penelitian yang hasil pemeriksaan sediaan apus duh tubuh vagina ditemukan 1 diplokokus intraseluler. 5. Uji Validitas & Realibilitas Uji validitas dan realibilitas dilaksanakan pada pemandu lagu karaoke di Kabupaten Banjarnegara. Hasil uji validitas pada variabel aktivitas seks mempunyai nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga semua butir pertanyaan dinyatakan valid. Uji reliabilitas dengan menggunakan alpha Cronbach menunjukkan bahwa semua variabel 0.50 sehingga butir pertanyaan dinyatakan realibel. 6. Analisis Data Analisis data kuantitatif univariat dilakukan untuk menampilkan data karakteristik dan deskriptif variabel penelitian, analisis bivariat untuk menganalisis hubungan variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan uji Chi- Square. Analisis multivariat dengan analisis regresi logistik digunakan untuk memprediksi variabel dependen dari beberapa variabel independen HASIL 1. Hasil analisis univariat Penelitian dilakukan di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah pada 84 WPSTL yang berprofesi sebagai pemandu lagu pada 12 karaoke dibawah binaan LSM Wonosobo Youth Center. Sampel kasus terdiri dari 42 orang berstatus positif gonore dan sampel kontrol terdiri dari 42 orang berstatus negatif gonore maupun IMS jenis lain. Sebagian besar WPSTL yang berprofesi sebagai pemandu lagu karaoke berusia <25 tahun (62.3%), berpendidikan SLTP (53.5%), berstatus cerai hidup (40.5%) dan lama kerja menjadi WPS 6 bulan (73.8%). Berdasarkan aktivitas seks, diketahui bahwa sebagian besar WPSTL mempunyai riwayat aktivitas seks vaginal (96.4%), tidak mempunyai riwayat aktivitas seks anal (91.7%), tidak mempunyai riwayat aktivitas seks oral (92.9%), mempunyai riwayat seks kombinasi (60.7%) mempunyai jumlah mitra seks > 2 orang per minggu (80.9%), mempunyai frekuensi hubungan seks <3 kali per malam (82.2%) dan tidak konsisten menggunakan kondom (71.4%). 2. Hasil analisis bivariat Hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa usia 25 tahun (OR= 1.87; CI 95%= 0.76 hingga 4.64; p= 0.172), tingkat pendidikan <SMP (OR= 1.25; CI 95%= 0.49 hingga 3.16; p= 0.637), belum menikah (OR= 1.83; CI 95%= 0.69 hingga 4.87; p= 0.221), lama menjadi WPSTL 6 bulan (OR= 2.12; CI 95%= 0.78 hingga 5.79; p= 0.136), melakukan aktivitas seks oral (OR= 2.10; CI 95%= 0.36 hingga 12.17; p= 0.397), dan frekuensi berhubungan seksual 2 kali per malam (OR= 1.21; CI 95%= 0.51 hingga 2.86; p= 0.661) berpengaruh terhadap peningkatan risiko terkena gonore pada WPSTL meskipun secara statistik signifikan. Faktor jumlah mitra seksual 2 per minggu (OR= 3.80; CI 95%= 1.11 hingga 12.98; p= 0.026), melakukan aktivitas seks kombinasi (OR= 3.10; CI 95%= 1.24 hingga 7.71; p= 0.014), dan penggunaan kondom yang tidak konsisten (OR= 8.64; CI 95%= 2.16 hingga 28.53; p<0.001) berpengaruh terhadap peningkatan risiko terkena gonore pada WPSTL dan secara statistik signifikan. 3. Hasil analisis multivariat Hasil analisis multivariat regresi logistik diketahui melalui Tabel 3 bahwa faktor risiko kejadian gonore pada WPSTL adalah riwayat aktivitas seks kombinasi (OR=3.17; CI 95%=1.14 hingga 8.82; p= 0.027) dan 219 e-issn: (online)

5 konsistensi penggunaan kondom (OR= 8.04; CI 95%=2.31 hingga 28.12; p= 0.001). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa bentuk model untuk menduga kejadian gonore pada WPSTL berdasarkan nilai 2 variabel prediktor adalah: 1 p x100% 1x1 2x2... kxk 1 e Keterangan : p = Probabilitas individu mengalami kejadian; e=bilangan natural (nilai e = ); α= konstanta; β= koefisien regresi; x= Tabel 1. Hasil analisis univariat karakteristik subjek penelitian variabel prediktor (riwayat aktivitas seks kombinasi, konsistesi penggunaan kondom). Berdasarkan bentuk model tersebut diketahui bahwa WPSTL dengan riwayat aktivitas seks kombinasi dan tidak konsisten menggunakan kondom memiliki probabilitas atau risiko kejadian gonore sebesar 49.5%, dan 50.5% disebabkan oleh faktor yang lain. Variabel Kategori Frekuensi % Usia Usia < 25 tahun Usia > 25 tahun Tingkat Pendidikan SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Status perkawinan Belum menikah Menikah Cerai hidup Cerai mati Lama kerja menjadi WPS 6 bulan <6 bulan Riwayat aktivitas seks Seks vaginal vaginal Tidak seks vaginal Riwayat aktivitas seks Seks anal anal Tidak seks anal Riwayat aktivitas seks Seks oral oral Tidak seks oral Riwayat aktivitas seks Seks kombinasi kombinasi Tidak seks kombinasi Jumlah mitra seks Berisiko (>2 per minggu) Tidak berisiko (1 per minggu) Frekuensi hubungan Berisiko (>2 kali per malam) seks Tidak berisiko (1 kali per malam) Konsistensi penggunaan Tidak konsisten kondom Konsisten Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda ditunjukkan pada Tabel 3 memberikan informasi bahwa riwayat aktivitas seks kombinasi (OR= 3.17; CI 95%= 1.14 hingga 8.82; p= 0.027) dan konsistensi penggunaan kondom (OR=8.04; CI 95%= 2.30 hingga 28.12; p<0.001) berpengaruh meningkatkan kejadian gonore pada WPSTL. 220 e-issn: (online)

6 Nugrahaeni et al./ Risk Factors of Gonorrhoea Among Female Tabel 2. Hasil analisis bivariat variabel independen terhadap kejadian gonore pada WPSTL Gonore Tidak Gonore 95 % CI Variabel Kategori OR p n % n % Bawah Atas Usia < 25 tahun tahun Tingkat <SMP pendidikan SMP Belum Status menikah perkawinan Menikah Lama kerja 6 bulan menjadi WPS <6 bulan Aktivitas seks vaginal Aktivitas seks anal Riwayat aktivitas seks oral Riwayat aktivitas seks kombinasi Jumlah mitra seks Frekuensi hubungan seks Konsistensi penggunaan kondom Seks vaginal , Tidak Seks anal Tidak Seks oral Tidak Seks kombinasi Tidak /minggu /minggu kali per malam kali per 18 42, malam Tidak konsisten <0.001 Konsisten Tabel 3. Hasil analisis multivariat faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian gonore pada WPSTL No Variabel OR CI 95 % p 1. Riwayat aktivitas seks kombinasi hingga Konsistensi penggunaan kondom hingga Constant 0.04 <0.001 PEMBAHASAN 1. Hubungan riwayat aktivitas seks kombinasi dengan kejadian gonore pada WPSTL Hasil analisis multivariat menyatakan bahwa WPSTL yang mempunyai riwayat aktivitas seks kombinasi mempunyai risiko 3.17 kali lebih besar mengalami kejadian gonore dibandingkan WPSTL yang tidak mempunyai riwayat aktivitas seks kombinasi (OR=3.17; CI 95%= 1.14 hingga 8.82; p= 0.027). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Velicko (2016) dengan metode kohort yang menyatakan bahwa riwayat aktivitas seks kombinasi berhubungan dengan IMS (ARR= 1.84; CI 95%= 1.09 hingga 3.10; p= 0.019). 221 e-issn: (online)

7 Murtono (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas seks kombinasi memiliki risiko 4.32 kali untuk menderita HIV/AIDS pada populasi kunci termasuk WPS (OR= 4.32; CI 95%= 1.74 hingga 10.75; p= 0.002). Hubungan seksual secara vaginal, oral dan anal berperan dalam meningkatkan kemungkinan invasi mikroorganisme penyebab IMS. Hubungan seksual anal juga berisiko karena dapat menimbulkan luka pada jaringan anus sehingga mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui jaringan yang luka (Daili, 2015). Aktivitas seks vaginal, oral dan anal merupakan perilaku seks berisiko sehingga memudahkan penularan HIV dan IMS (Rahardjo, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar subjek penelitian melakukan aktivitas seks kombinasi oral-vaginal baik pada kelompok kasus (57.1%) maupun kelompok kontrol (40.5%). Terdapat subjek penelitian yang melakukan aktivitas seks kombinasi oralvaginal-anal kelompok kasus (9.5%) dan kelompok kontrol (7.1%). Hasil penelitian tidak ditemukan subjek penelitian yang melakukan aktivitas seks kombinasi oralanal. WPSTL melakukan berbagai hal untuk mendapatkan uang tambahan termasuk melakukan aktivitas seks kombinasi. Mitra seks dalam hal ini pelanggan WPS akan mencoba berbagai variasi bentuk seksual karena adanya rasa penasaran dan ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih dari pada seks yang seperti biasa. Seks kombinasi berisiko lebih besar terpapar IMS termasuk gonore (Rahardjo, 2008). 2. Hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan kejadian gonore pada WPSTL WPSTL yang tidak konsisten menggunakan kondom mempunyai risiko 5.78 lebih besar mengalami kejadian gonore dibandingkan WPSTL yang konsisten menggunakan kondom (OR= 5.78; CI 95%= 1.55 hingga 21.49; p= 0.009). Penelitian ini sejalan dengan Budiman (2015) yang menyatakan bahwa penggunaan kondom tidak konsisten dengan pasangan yang tidak tetap merupakan faktor risiko infeksi gonore (OR= 3.99; CI 95%= 1.18 hingga 13.49; p= 0.045). Jung (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan frekuensi penggunaan kondom dengan kejadian IMS pada WPS. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa semua responden mengetahui kondom, namun hanya 27.38% subjek penelitian yang menyatakan memiliki kondom dan 20.32% subjek penelitian yang menawarkan kondom kepada pelanggannya. Subjek penelitian yang menyatakan konsisten menggunakan kondom hanya sebesar 27.8%. Hasil STBP 2015 menunjukkan konsistensi penggunaan kondom pada WPSTL (40.19%) lebih rendah dibandingkan pada WPSL (43.43%). Rendahnya penggunaan kondom di kalangan WPSTL disebabkan rendahnya kemampuan negosiasi dengan pelanggan karena hampir semua pelanggan tidak mau menggunakan kondom dengan alasan mengurangi kenikmatan saat melakukan hubungan seks. Rendahnya kemampuan negosiasi pada WPSTL disebabkan karena WPSTL tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan meyakinkan pentingnya pemakaian kondom kepada pelanggan. Meskipun WPSTL telah mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan secara rutin, tetapi tidak konsistensi dalam penggunaan kondom maka akan memudahkan terjadinya IMS termasuk gonore. Kondom pria berfungsi sebagai pencegah lewatnya jasad renik pembawa penyakit (dan mani) dari seorang pria 222 e-issn: (online)

8 Nugrahaeni et al./ Risk Factors of Gonorrhoea Among Female kepada pasangan seksnya. Kondom juga mencegah masuknya cairan vagina (dan kuman di dalamnya) memasuki saluran kencing pria melalui liang uretra atau melalui luka-luka kecil pada permukaan penis (Hutapea, 2014). Pemakaian kondom pada hubungan seksual berisiko merupakan salah satu strategi pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan IMS pada kelompok berisiko termasuk kepada WPSTL dan pelanggannya. WPS seharusnya menggunakan kondom secara konsisten baik untuk melindungi dirinya sendiri maupun mitra seksnya. (Budiono, 2012). REFERENCE Alexander M, Mainkar M, Deshpande S, Chidrawar S, Sane S, Mehendale S (2014). Heterosexual Anal Sex among Female Sex Workers in High HIV Prevalence States of India: Need for Comprehensive Intervention. PLoS One, 9(1):1 11. Blanchard JF, Moses S (2008). Female Sex Worker and Their Client in the Epidemiology and Control of Sexually Transmitted Disease. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, editors. Sexually Transmitted Disease. Fourth Edition. New York: Mc Graw Hill. Budiman, Ruhyandi, Pratiwi A (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gonore di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adji Kota Bandung. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan. Budiono I (2012). Konsistensi Penggunaan Kondom oleh Wanita Pekerja Seks/ Pelanggannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2): Centers for Disease Control and Prevention (2010). Fact Sheet: The Role of STD Prevention and Treatment in HIV Prevention. Diakses: 20 September Available from: cdc.gov/std/hiv/stds-and-hiv-factsheet-press.pdf. Daili SF (2011). Gonore. In: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, editors. Infeksi Menular Seksual. Edisi 4. Jakarta: Badan Penebit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Daili SF (2015). Tinjauan Penyakit Menular Seksual. In: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penebit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2015). Rekap Sistem Informasi HIV/ AIDS dan IMS Semarang. Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo (2016). Rekap Sistem Infomasi HIV/ AIDS dan IMS Wonosobo. Hakim L (2011). Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, editors. Infeksi Menular Seksual. Edisi 4. Jakarta: Badan Penebit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hutapea R (2014). AIDS, IMS dan Perkosaan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Jung M (2012). Sexual, Behavioral and Social Characteristic of Female Sex Workers and Their Sexually Transmitted Infection : in South Korea. Sex Disabil, 30: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015). Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun Jakarta. Mayor MT, Roett MA, Uduhiri KA (2012). Diagnosis and Management of Gonococcal Infections. American Family Physicia, 86(10): Murtono D (2016). Faktor Host dan Ling- 223 e-issn: (online)

9 kungan yang Berpengaruh terhadap Kejadian HIV/AIDS pada Populasi Kunci di Kabupaten Pati [Thesis]. Universitas Diponegoro. Rahardjo W (2008). Konsumsi Alkohol, Obat obatan Terlarang dan Perilaku Seks Berisiko: Suatu Studi Meta- Analisis. Jurnal Psikologi, 35(1): Thuong NV, Long NT, Hung ND, Truc NTT, Nhung VTT, Van CTB, et al (2008). Sexually Transmitted Infections and Risk Factors for Gonorrhea and Chlamydia in Female Sex Workers in Soc Trang, Vietnam. Sexually Transmitted Disease, 35(11): Veliccko I, Ploner A, Sparen P, Marions L, Herrmann B, Kuhlmann-Berenzon S (2016). Sexual and Testing Behaviour Associated with Chlamydia Trachomatis Infection: A Cohort Study in An STI Clinic in Sweden. BMJ Open, 6(8):1 10. Widodo E (2009). Wanita Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/ AIDS di Lokalisasi Koplak, Kabupaten Grobogan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 4(4): Zhao Y, Luo T, Tucker JD, Wong WCW (2015). Risk Factors of HIV and Other Sexually Transmitted Infections in China: A Systematic Review of Reviews. PLoS One, 10(10): e-issn: (online)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang dikenal sebagai transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit dan penyebab kematian. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 FAKT-FAKT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG 1 Budiman, 2 Ruhyandi, 3 Anissa Pratiwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual. (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual. (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae). Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah servisitis,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA PONTIANAK DISKA ASTARINI I11109083 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelamin (veneral diseases) merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal seperti sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin lama semakin mengkhawatirkan, baik dari sisi kuantitatif maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma Akuminata, HIV/ Acquired Immuno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

Artikel Asli. Hanny Nilasari. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK

Artikel Asli. Hanny Nilasari. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK Artikel Asli PREVALENSI INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN ASPEK SOSIAL PADA WPS DALAM REHABILITASI DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA MULYA JAYA DEPARTEMEN SOSIAL PASAR REBO JAKARTA Hanny Nilasari Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL Ekawati, Dyah Candra Purbaningrum Stikes Jendral Ahmad Yani Yogyakarta, Jl.Ringroad Barat, Gamping Sleman Yogyakarta email: ekawati_1412@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan seks merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yang telah mencapai kematangan fisik dan psikis baik pada wanita maupun laki-laki terutama

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009) FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009) Nur Lina 1 1. Staf Pengajaf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin ( veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat popular di Indonesia yaitu sifilis dan gonorhea. Semakin majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negatif,

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri

BAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al. 2013). Organisme ini dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) (Studi Pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pantai Pangandaran Kabupaten Pangandaran Tahun 2014) Herna Dwiatna Nurlina dan Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DAN PERILAKU LAKI-LAKI SEKS DENGAN LAKI-LAKI MENGENAI GONORE DI YAYASAN X BANDUNG

ABSTRAK KORELASI ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DAN PERILAKU LAKI-LAKI SEKS DENGAN LAKI-LAKI MENGENAI GONORE DI YAYASAN X BANDUNG ABSTRAK KORELASI ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DAN PERILAKU LAKI-LAKI SEKS DENGAN LAKI-LAKI MENGENAI GONORE DI YAYASAN X BANDUNG Maria Pyrhadistya, 2016; Pembimbing I: Dr. Oeij Anindita Adhika, dr.,

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015 HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015 Mustafidatun Najah Bagian Biostatistika dan Kependudukan,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. AIDS, Sifilis, Gonorrhea dan Klamydia adalah merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sering terjadi di kalangan masyarakat. Antara sadar dan tidak,

Lebih terperinci

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers Pencegahan IMS, HIV/AIDS dengan Modul Role Play terhadap Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana peneliti menyajikan suatu fakta untuk menggambarkan secara keseluruhan peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 Mia Maya Ulpha, 2014. Pembimbing I : Penny S. Martioso, dr., SpPK, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak seperti genitor genital, oro genita lmaupun anogenital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman dan keadaan. Keberadaan pelacuran tidak pernah selesai dikupas,

Lebih terperinci

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG Female Sexual Workers (FSWs) Behavior Screening in Doing Sexually

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS. FACTORS INFLUENCING THE EXLPLOITATION OF SEXUAL TRANSMITTED

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU

SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK PASIEN, JENIS PEMBIAYAAN, STATUS AKREDITASI PUSKESMAS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS DI KOTA SURAKARTA TESIS

PENGARUH KARAKTERISTIK PASIEN, JENIS PEMBIAYAAN, STATUS AKREDITASI PUSKESMAS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS DI KOTA SURAKARTA TESIS PENGARUH KARAKTERISTIK PASIEN, JENIS PEMBIAYAAN, STATUS AKREDITASI PUSKESMAS TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS DI KOTA SURAKARTA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

Kata kunci : Infeksi Menular Seksual, Resosialisasi Argorejo Pustaka : 28 buah ( )

Kata kunci : Infeksi Menular Seksual, Resosialisasi Argorejo Pustaka : 28 buah ( ) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) USIA 20-24 TAHUN DI RESOSIALISASI ARGOREJO SEMARANG Choiriyah Febiyantin*), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Chin, J. (2000) Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Penterjemah Kandun I.N, Jakarta: Depkes R.I.

DAFTAR PUSTAKA. Chin, J. (2000) Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Penterjemah Kandun I.N, Jakarta: Depkes R.I. 64 DAFTAR PUSTAKA Anderson, R.M. (2008) Transmission Dynamics of Sexually Transmitted Infections. In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S., Watts,

Lebih terperinci

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung ARTIKEL PENELITIAN Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunan Kondom pada Wanita Pekerja Seksual (WPS) Untuk Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Klinik Mentari Puskesmas Panjang Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pola Hubungan Seksual Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian seksologi tentang jejaring seksual. Pola hubungan seksual dikelompokkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

TESIS. Oleh YULIA MARYANI /IKM

TESIS. Oleh YULIA MARYANI /IKM DETERMINAN PENYAKIT SIFILIS PADA KELOMPOK LELAKI SUKA LELAKI (LSL) DI KLINIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL-VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (IMS-VCT) VETERAN KOTA MEDAN TESIS Oleh YULIA MARYANI 127032216/IKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakterial vaginosis (BV) adalah sindrom klinik akibat pergantian laktobasillus Spp penghasil H 2 O 2 (Hidrogen Peroksida) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoserviks yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoserviks yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis gonore didefinisikan sebagai infeksi menular seksual (IMS) pada endoserviks yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae).

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER

KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2013 Gonore merupakan salah satu infeksi menular seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN HUBUNGAN PELAYANAN KLINIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN IMS PADA WANITA USIA SUBUR BERESIKO DI PUSKESMAS KUTA ALAM BANDA ACEH TAHUN 2013 TESIS Oleh AGUSTINA 117032181

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2005) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang (2005) menyebutkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Anak jalanan menurut Departemen Sosial RI merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat

Lebih terperinci

FAKTOR DETERMINAN KELUHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI KECAMATAN TABANAN TAHUN 2012

FAKTOR DETERMINAN KELUHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI KECAMATAN TABANAN TAHUN 2012 Arc. Com. Health Desember 2012 ISSN: 9772302139009 Vol. 1 No. 2 : 69-76 FAKTOR DETERMINAN KELUHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI KECAMATAN TABANAN TAHUN 2012 Ni Made Alit Prabawati

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Meike N. R. Toding*, Budi T. Ratag*, Odi R. Pinontoan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Menular Seksual

Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Menular Seksual Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Tentang Infeksi Menular Seksual Santa Maria Pangaribuan 1, Wiwi Mardiah 2 1,2 Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran Email : 2 wimar09@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kejadian HIV dan AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak 15.589 kasus untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PREDISPOSISI DENGAN PERILAKU MEMAKAI KONDOM UNTUK MENCEGAH IMS DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL Nurlaili Irintana Dewi, 2012. Pembimbing I : Dr. Savitri Restu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Infectious Disease. Vol. 7, No. 2, Maret - April Neissera gonorrhoeae Secara In Vitro. Semarang: Fakultas Kedokteran

DAFTAR PUSTAKA. Infectious Disease. Vol. 7, No. 2, Maret - April Neissera gonorrhoeae Secara In Vitro. Semarang: Fakultas Kedokteran 41 DAFTAR PUSTAKA 1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual [Internet]. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;

Lebih terperinci

Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA KELOMPOK WPSTL DI 9 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA (Analisis data sekunder STBP tahun 2013) Meita Ilyana, Yovsyah Departemen

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA PEMANFAATAN MODEL REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS FAKTOR DETERMINAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI

UNIVERSITAS UDAYANA PEMANFAATAN MODEL REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS FAKTOR DETERMINAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI UNIVERSITAS UDAYANA PEMANFAATAN MODEL REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS FAKTOR DETERMINAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA PEKERJA SEKS PEREMPUAN DI KECAMATAN TABANAN TAHUN 2012 Oleh : Ni Made Alit Prabawati

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARBARU KECAMATAN SIBOLANGIT TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARBARU KECAMATAN SIBOLANGIT TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARBARU KECAMATAN SIBOLANGIT TAHUN 2014 Dewi R. Bancin ABSTRAK Upaya penyebaran IMS dan

Lebih terperinci

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serviks merupakan bagian penghubung vagina uterus. Kelenjar serviks berfungsi sebagai pelindung terhadap masuknya organisme lain yang bersifat parasit pada saluran vagina

Lebih terperinci

Nurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia

Nurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia LAPORAN HASIL PENELITIAN PREVALENSI INFEKSI SALURAN REPRODUKSI PADA WANITA PENJAJA SEKS DI MEDAN, TANJUNG PINANG, PALEMBANG, JAKARTA BARAT, BANDUNG, SEMARANG, BANYUWANGI, SURABAYA, BITUNG, JAYAPURA, INDONESIA,

Lebih terperinci

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta KES MAS ISSN : 1978-0575 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS EKONOMI DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUAN-TUAN KABUPATEN KETAPANG

Lebih terperinci

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam VCT Ulang di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam VCT Ulang di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam VCT Ulang di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang Gunawan Widiyanto *), Bagoes Widjanarko **), Antono Suryoputro **) *) Dinas

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR MINAHASA Trifena Manaroinsong*, Woodford B. S Joseph*,Dina V Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : 2302-8254 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: ) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN KONDOM PADA KLIEN WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DALAM UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KELURAHAN BANDUNGAN Yuni Sri Utami, Kusyogo

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN SERVISITIS PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DI LOKALISASI SUNAN KUNING KOTA SEMARANG TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN SERVISITIS PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DI LOKALISASI SUNAN KUNING KOTA SEMARANG TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN SERVISITIS PADA WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DI LOKALISASI SUNAN KUNING KOTA SEMARANG TAHUN 2016 MERISKA DAYANTI D11.2012.01514 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Servisitis adalah sindrom peradangan serviks dan merupakan manifestasi umum dari Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adler, M., Cowan, F., French, P., Mitchell, H., & Richens, J ABC of

DAFTAR PUSTAKA. Adler, M., Cowan, F., French, P., Mitchell, H., & Richens, J ABC of DAFTAR PUSTAKA Adler, M., Cowan, F., French, P., Mitchell, H., & Richens, J. 2004. ABC of Sexually Transmitted Infections (5th ed.). London: BMJ Publishing Group. Arianto. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARIA DENGAN TINDAKAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA MEDAN TAHUN 2010 No. Responden: I. IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

Oleh Yulia Yekti Subekti S

Oleh Yulia Yekti Subekti S PENGARUH JENIS KELAMIN, PAJANAN MEDIA, PERAN TEMAN SEBAYA, PENGETAHUAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL, KEDEKATAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU BERISIKO PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA ANAK JALANAN TESIS Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri X Indramayu Yanuar Janatun

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI KONDOM PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI SUKOSARI KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG.

GAMBARAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI KONDOM PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI SUKOSARI KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG. GAMBARAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI KONDOM PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI SUKOSARI KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG. Aya Soffiya, Surjani, Eko Mardiyaningsih ABSTRAK Latar Belakang : Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV-AIDS PADA PSK El Rahmayati*, Ririn Sri Handayani* Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan kumpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV-AIDS pada Waria di Kota Padang Tahun 2013

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV-AIDS pada Waria di Kota Padang Tahun 2013 238 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV-AIDS pada Waria di Kota Padang Tahun 2013 Vicca Rahmayani, Akmal M.Hanif, Susila Sastri Abstrak Kasus HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN SEKSUAL DAN RIWAYAT IMS PADA GAY DI BALI

POLA HUBUNGAN SEKSUAL DAN RIWAYAT IMS PADA GAY DI BALI Cempaka & Kardiwinata Vol. No. 2 : 84-89 POLA HUBUNGAN SEKSUAL DAN RIWAYAT IMS PADA GAY DI BALI Pande Putu Ayu Rissa Cempaka P, Made Pasek Kardiwinata 2,2 School of Public Health Udayana University, Denpasar-Bali

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: male female sex, sexual networks, sexually transmitted infections, risk behaviors

ABSTRACT. Keywords: male female sex, sexual networks, sexually transmitted infections, risk behaviors ABSTRAK LSL merupakan populasi kunci yang memiliki prevalensi kasus IMS dan HIV yang cukup tinggi dibandingkan kelompok populasi kunci lainnya (WPS, penasun dan waria). Penyebaran infeksi IMS dan HIV khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci