BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoserviks yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis gonore didefinisikan sebagai infeksi menular seksual (IMS) pada endoserviks yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae). Lebih dari 150 juta kasus gonore dilaporkan setiap tahun. Jumlahnya cenderung menurun di beberapa negara, namun cenderung meningkat di negara lainnya (Hakim, 2011). Di negara-negara di Eropa kasus gonore mulai menurun sejak tahun 1970 hingga awal tahun 1990 dan meningkat pada akhir tahun 1990 (Aral et al., 2008). Jumlah kasus gonore di Amerika menurun 74% dari tahun 1975 hingga 1997 kemudian stabil (Center for Disease Control and Prevention, 2006). Prevalensi gonore di kalangan wanita pekerja seks (WPS) di Malaysia adalah 20% (Hakim, 2011), sedangkan di Provinsi Guangdong, Cina adalah sebesar 9,5% (Li et al., 2010). Penelitian pada 798 WPS di Meksiko menunjukkan prevalensi infeksi gonore adalah sebesar 6,4% (Loza et al., 2010). Penelitian mengenai IMS pada WPS di 7 kota di Indonesia yaitu Jayapura, Banyuwangi, Semarang, Medan, Palembang, Tanjung pinang dan Bitung menunjukkan prevalensi gonore yang berkisar antara 9% hingga 50 %. Wanita pekerja seks di lokalisasi menderita gonore sebanyak 16% hingga 43%, WPS tempat hiburan menderita gonore sebesar 9% hingga 31% dan WPS jalanan menderita gonore sebanyak 28% hingga 50% (Jazan et al., 2004).

2 Prevalensi gonore pada WPS di Kupang, Indonesia dilaporkan sebanyak 31 % pada tahun 2003 (Nguyen et al., 2003). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas pada tahun 2013, pada program klinik IMS mobile kejadian gonore pada WPS sebanyak 96 kasus (16%). Dinas Kesehatan Banyumas memiliki sistem kesehatan yang bagus dan terpadu dalam pencegahan IMS, salah satunya adalah dengan adanya program rutin IMS mobile yang diselenggarakan setiap tahun. Dalam program ini, seluruh WPS dan populasi yang rentan terkena IMS di Kabupaten Banyumas dikumpulkan dalam satu waktu sehingga pemeriksaan, pendataan, serta penatalaksanaan kasus IMS menjadi lebih mudah. Keberadaan infeksi gonore meningkatkan kerentanan seseorang untuk terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) (Hook dan Handsfield, 2008). Penyakit peradangan genital, gonore, klamidia dan infeksi penyebab duh tubuh lainnya dapat meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi HIV sebanyak 1-9 kali lipat, oleh sebab itu upaya pengendalian infeksi HIV dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian IMS (Hakim, 2011). Gonore merupakan IMS yang sangat mudah ditularkan. Risiko transmisi dari pria ke wanita selama satu kali hubungan seksual tanpa proteksi adalah 50-70%, dan risiko transmisi dari wanita ke pria adalah 20%. Hal ini disebabkan karena adanya retensi ejakulat yang terinfeksi di dalam vagina (Golden dan Handsfield, 2012). Faktor risiko infeksi gonore antara lain memiliki parter seks baru atau multipel, frekuensi berhubungan seksual tinggi, usia muda, serviks ektopi, WPS, jarang menggunakan kondom dan penggunaan kontrasepsi

3 hormonal (Rosen, 2012; Kita et al., 1985; Hook dan Handsfield, 2008; Eschenbach et al., 2000). Penelitian oleh Kita (1985) menunjukkan bahwa kadar estradiol yang tinggi pada mencit betina meningkatkan kerentanan terinfeksi gonore. Estradiol berperan sebagai anti inflamasi yang akan mengganggu fungsi netrofil dimana estradiol akan merusak aktivitas bakterisidal myeloperoksidase pada netrofil sehingga menurunkan fungsi pembunuhan intraseluler gonokokus dalam netrofil. Kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung estradiol meningkatkan kejadian serviks ektopi. Serviks ektopi dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV, gonore dan klamidia (Bright et al.,2011). Estrogen utama yang disekresi oleh ovarium adalah 17 B-estradiol, sedangkan estron dan estriol disekresi dalam jumlah yang sangat kecil. Estradiol dalam darah akan berikatan dengan albumin plasma dan globulin khusus, kemudian akan ditranspor ke berbagai jaringan melalui aliran darah (Heldring et al., 2007). Ras dan etnis telah diketahui bermakna terhadap kadar estradiol dalam darah. Penelitian oleh Rohrmann (2007) menyebutkan bahwa kadar estradiol serum berbeda secara bermakna dimana etnis kulit hitam memiliki kadar yang lebih tinggi dibanding etnis kulit putih dan etnis campuran Amerika-Meksiko. Penelitian lain menyebutkan bahwa wanita Jepang dan Tiongkok memiliki kadar serum estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita Kaukasia dan Amerika (Randolph et al., 2004). Sejauh ini, penelitian tentang kadar estradiol dalam serum pada WPS yang dikaitkan dengan kejadian servisitis gonore belum pernah dilakukan.

4 B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah kadar estradiol yang tinggi dalam serum merupakan faktor risiko terjadinya servisitis gonore? 2. Berapakah nilai titik potong kadar estradiol dalam serum yang berisiko terjadi servisitis gonore? C. Tujuan penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah kadar estradiol yang tinggi dalam serum merupakan faktor risiko terjadinya servisitis gonore dan untuk menentukan nilai titik potong kadar estradiol dalam serum yang berisiko terjadi servisitis gonore. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi dokter dan petugas kesehatan dapat meningkatkan pemahaman mengenai peran kadar estradiol dalam serum terhadap kejadian servisitis gonore serta dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada WPS mengenai berhubungan seksual pada saat ovulasi berisiko meningkatkan kejadian servisitis gonore.

5 2. Bagi wanita pekerja seks dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam berhubungan seksual pada waktu ovulasi yang kemungkinan berisiko terjadi servisitis gonore. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran melalui dengan kata kunci gonorrhea, gonore dan estradiol diperoleh beberapa kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini (tabel 1). Hasil penelusuran melalui dengan kata kunci gonorrhea, gonore dan estradiol tidak ditemukan artikel. Sepengetahuan penulis sampai sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan kadar estradiol dalam serum terhadap kejadian servisitis gonore pada WPS di Kabupaten Banyumas. Tabel 1. Penelitian mengenai hubungan antara estradiol dan servisitis gonore Peneliti, tahun Judul penelitian Metode dan subjek penelitian Perbedaan (Wu et al., 2011) (McCorm ack dan Reynolds, 1982) The relationship between the symptoms of female gonococcal infections and serum progesterone level and the genotypes of Neisseria gonorrhoeae multiantigen sequence type (NG-MAST) in Wuhan, China Effect of menstrual cycle and method of contraception on recovery of Studi potong lintang. 975 wanita berusia tahun yang mengunjungi klinik IMS di Wuhan, Cina. Studi potong lintang wanita yang pernah melakukan membandingkan hubungan gejala gonore (simptomatik/asimpto matik) dengan Ngo GGI genotype dan dengan kadar estradiol -progesteron serum pada pasien IMS. membahas hasil kultur gonore yang positif pada beberapa siklus

6 (Gursahan ey et al., 2010) Neiserria gonorrhoeae Combined hormonal contaception may be protective against Neisseria gonorrhoeae Infection kontak seksual dengan pria penderita uretritis gonore. Studi potong lintang. 107 wanita berusia tahun yang pernah berhubungan seksual dengan pria penderita gonore menstruasi (hari 1-5, 8-10, 11-15, 16-20, 21-25, >25) dan beberapa metode kontrasepsi tanpa mengukur kadar estradiol darah. hanya membandingkan jenis kontrasepsi yang digunakan dengan kejadian infeksi gonore tanpa mengukur kadar estradiol darah. (Kita et al., 1985) (Bhattacha rya dan Jephcott, 1976) Effect of estrogen (17-estradiol)on the susceptibilityof mice to disseminated gonococcal infection Diagnosis of gonorrhea in women- influence of the contraceptive pill Studi eksperimental. Mencit betina usia 7-10 minggu yang diberi hormon estrogen dan diinokulasi intraperitoneal dengan suspensi gonococcal Kasus kontrol. 150 wanita kontak dengan pria gonore, separuhnya konsumsi pil kontrasepsi. membahas efek estradiol terhadap aktivitas PMN pada mencit yang diinjeksi gonococccal intraperitoneal. membandingkan kejadian gonore dengan penggunaan kontrasepsi oral tanpa mengukur kadar estradiol darah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol pertama yang mencari nilai titik potong kadar estradiol serum pada fase ovulasi yang berpengaruh terhadap kejadian servisitis gonore pada WPS di Indonesia.