Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor"

Transkripsi

1 Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor ANDRIAN RIYADI PUTRA E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN ANDRIAN RIYADI PUTRA. Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI. Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH- KPWN) merupakan unit usaha binaan Departemen Kehutanan yang bergerak di bidang usahatani Jati Unggul Nusantara (JUN). UBH-KPWN menerapkan konsep kemitraan Bagi hasil dalam kegiatan usahataninya. Sistem kemitraan ini merupakan struktur yang khusus dibuat oleh UBH-KPWN dengan tujuan untuk menjaga kontinuitas usahatani JUN tersebut. Mitra UBH-KPWN diantaranya adalah petani, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa. Untuk mengetahui bentuk kemitraan yang diselenggarakan antara UBH-KPWN dengan mitranya (petani, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa), maka perlu dilakukan penelitian kelayakan dan tingkat hubungan kemitraan tersebut, apakah bermanfaat bagi kedua belah pihak. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2011 di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan menggunakan metode wawancara dan survei. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode stratified purposive sampling berdasarkan luas lahan yang digarap. Adapun jumlah responden adalah sebanyak 60 orang. Analisis kelayakan usaha hutan rakyat pola kemitraan dilakukan dalam dua tahap yaitu: (1) analisis cost sharing, dan (2) analisis tingkat hubungan kemitraan dengan menggunakan metode skoring. Hutan rakyat pola kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir layak untuk dilakukan baik untuk petani, UBH-KPWN, investor, pemilik lahan maupun pemerintah desa. Petani merupakan pihak yang lebih diuntungkan daripada mitra UBH-KPWN lainnya dengan nilai laba (benefit) sebesar 25%, dan total biaya (cost) sebesar 1%. Hubungan kemitraan antara petani, UBH-KPWN, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa termasuk dalam kategori Kemitraan Prima Madya. Kata kunci: Analisis Cost Sharing, Kemitraan, Hutan Rakyat

3 SUMMARY ANDRIAN RIYADI PUTRA. The Pattern of Partnership between Farmers with UBH-KPWN in the Business of People s National Superior Teak Forest in the Ciaruteun Ilir Village, Bogor Regency. Supervised by LETI SUNDAWATI. Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH- KPWN) is a business unit developed by the Forestry Department engaged in the farming of National Superior Teak (JUN). UBH-KPWN applies the concept of profit sharing partnership in farming activities. This partnership system is specifically made by UBH-KPWN in order to maintain the farming continuity of national superior teak (JUN). The partners of UBH-KPWN include farmers, investors, landowners and the village government. To determine the forms of partnership between UBH-KPWN and its partners (farmers, investors, landowners and the village government), it is necessary to study the feasibility and the extent of partnership, whether it is beneficial to both parties. This research was conducted from April through June 2011 in the village of Ciaruteun Ilir, Cibungbulang District, Bogor Regency. The data in this study were collected using interviews and a survey. The respondents were selected by a stratified purposive sampling method based on the land area under cultivation. The number of respondents was 60 people. The analysis of the feasibility of community forests in terms of partnership was done in two phases: (1) analysis of cost sharing and (2) partnership-level analysis by a scoring method. The partnership pattern of the community forest in Ciaruteun Ilir village is feasible for the farmers, UBH-KPWN, investors, landowners and the village government. Farmers are more advantaged than the other partners of UBH - KPWN with the profit value of 25% and the total cost of 1%. The partnership between farmers, UBH-KPWN, investors, landowners and the village government is in the category of Kemitraan Prima Madya (Middle Prime Partnership). Key words: Analysis of Cost Sharing, Partnership, Community Forest

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Andrian Riyadi Putra NRP. E

5 Judul Skripsi : Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. Nama : Andrian Riyadi Putra NRP : E Menyetujui : Dosen Pembimbing ( Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc ) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB ( Dr. Ir. Didik Suharjito, MS ) NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 April 1989 dari Ayahanda Supriyadi dan Ibunda Rini Hariyati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh diantaranya adalah SDN Sukamaju 6 Depok pada tahun , SLTP Negeri 4 Cimanggis pada tahun , SMA BINTARA Depok pada tahun , pada tahun 2006 penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru IPB) dan menempuh pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2006/2007), sebelum akhirnya diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2008 di daerah Sancang Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH Tanggeung, Cianjur Selatan, Jawa Barat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HTI PT. Arara Abadi, Pekanbaru selama 2 bulan terhitung dari Maret sampai Mei Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.

7 Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor ANDRIAN RIYADI PUTRA E Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

8 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Supriyadi, Ibu Rini Hariyati, Akbar Dwi Putra, Cita Ayu, serta keluarga besar Harmani yang telah memberikan doa, inspirasi, dukungan, dan semangatnya. 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingannya. 3. Kepala Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, serta keluarga Bapak Irfan atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung. 4. Nurmina Marwah yang telah memberi semangat dan motivasi serta atas waktu dan perhatian selama ini. 5. Teman seperjuangan Iyis Puji Lestari, Lana Puspita Sari, Martinus Ardi Rubiyanto, Fredinal, Abdul Aris, Ade Kurnia Rahman, Novriadi Zulfida, Putu Ananta, I Putu Indra, Anom Kalbuadi, Apit Faris, Dicky Kristia, Radityo Hanurjoyo, Raditya Rahman, Rangga Wisanggara, Nichi Valentino, Randy Wisanggara, Amri Saadudin, Resang Yudistira, Fadly, Bambang Prasetyo dan Haqqi Daulay atas bantuan, semangat dan kebersamaannya. 6. Terima kasih kepada pihak UBH-KPWN yang telah memberikan tempat dan pengarahan selama penelitian. 7. Staf Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB lainnya yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi kemahasiswaan. 8. Seluruh pihak yang terkait baik secara langsung atau tidak dalam penelitian dan pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

9 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor. pada Bulan April sampai dengan Juni UBH-KPWN selaku unit usaha binaan Departemen Kehutanan adalah suatu wadah kegiatan yang bergerak di bidang usahatani Jati Unggul Nusantara dengan sistem kemitraan. Sistem kemitraan yang dilakukan UBH-KPWN merupakan bagian dari proses berlangsungnya usahatani tersebut. Selain itu, UBH-KPWN juga menerapkan pola bagi hasil kepada para mitra usahanya (pemilik lahan, petani penggarap, investor dan pemerintah desa). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan dunia pendidikan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat. Bogor, Desember 2011 Penulis

10 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI.... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat Definisi Hutan Rakyat Manfaat dan peranan Hutan Rakyat Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pendapatan Rumah Tangga Petani Konsep Kemitraan Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat Pola kemitraan Karakteristik kemitraan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Azas kemitraan Kendala-kendala kemitraan BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Objek Penelitian dan Alat Sumber Data Jenis Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengolahan Data Definisi Operasional BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir... 26

11 iii 4.2. UBH-KPWN Sejarah Singkat UBH-KPWN Profil UBH-KPWN Kegiatan Pokok UBH-KPWN Pihak yang terlibat dalam sarana produksi usahatani JUN UBH- KPWN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden Umur Tingkat pendidikan Jumlah anggota keluarga Luas kepemilikan lahan Pekerjaan Sistem Usaha Bagi Hasil Usahatani JUN di Desa Ciaruteun Ilir Teknik Budidaya JUN di Desa Ciaruteun Ilir Persiapan Penanaman Perawatan Aspek Penerimaan UBH-KPWN (Inflow) Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Penerimaan Penjualan JUN Siap Panen Aspek Pengeluaran Biaya (Outflow) UBH-KPWN Investor Petani Pemilik Lahan Pemerintah Desa Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan Analisis benefit dan cost sharing Analisis Net Present Value (NPV) Analisis Kemitraan Tahapan pola kemitraan Analisis hubungan kemitraan Proses manajemen kemitraan BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 68

12 iv DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Rincian faktor yang dinilai dan nilai tingkat hubungan kemitraan Jenis dan luas penggunaan lahan Desa Ciaruteun Ilir Distribusi respondesn berdasarkan umur Distribusi responden berdasarkan pendidikan Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama Distribusi responden berdasarkan pekerjaan sampingan Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN UBH-KPWN di Desa Ciaruteun Ilir Bagian hasil dan beban risiko para pihak yang terlibat dalam usaha JUN Jenis pupuk dan dosis pada pemupukan lanjutan Penerimaan penjualan jasa investasi Penerimaan penjualan tanaman JUN Hasil analisis Net Present Value (NPV) terhadap aspek penerimaan Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak Biaya investasi perlengkapan kantor di Bogor Biaya investasi peralatan produksi Biaya pengadaan bibit Biaya reinvestasi pada tahun ketiga Biaya manajemen kantor Biaya input (pupuk) penanaman dan perawatan tanaman JUN dalam lima tahun (per pohon) Biaya upah tenaga kerja penanaman, perawatan dan pengawasan JUN Dalam lima tahun (per pohon) Pembelian jasa investasi Biaya peralatan lapang Biaya pengawasan lahan Biaya sewa lahan Tabel analisis benefit sharing dan cost sharing Hasil analisis NPV berdasarkan biaya dan pendapatan masing-masing pihak Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat petani, UBH- KPWN, pemilik lahan, pemerintah desa, investor... 57

13 v DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Kerangka pemikiran Tegakan JUN umur 3 tahun di Desa Ciaruteun Ilir Bibit Jati Unggul Nusantara Perakaran Jati Unggul Nusantara Bagan kontribusi dan bagian hasil pihak-pihak yang terlibat dala usaha JUN di Desa Ciaruteun Ilir Kantor pemerintah desa dan tokoh masyarakat Tumpangsari JUN dengan cabai... 55

14 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Identitas responden petani (strata I) Identitas responden petani (strata II) Identitas responden petani (strata III) Kegiatan pemasangan ajir, pembuatan lubang, pemupukan awal dan penanaman (petani strata I) Kegiatan pemasangan ajir, pembuatan lubang, pemupukan awal dan penanaman (petani strata II) Kegiatan pemasangan ajir, pembuatan lubang, pemupukan awal dan penanaman (petani strata III) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 1 (petani strata I) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 1 (petani strata II) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 1 (petani strata III) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 2 (petani strata I) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 2 (petani strata II) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 2 (petani strata III) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 3 (petani strata I) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 3 (petani strata II) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 3 (petani strata III) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 4 (petani strata I) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 4 (petani strata II) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 4 (petani strata III) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 5 (petani strata I) Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 5 (petani strata II)... 88

15 21. Kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan tahun 5 (petani strata III) Perkiraan penerimaan usahatani JUN Perkiraan analisis laba rugi JUN di Desa Ciaruteun Ilir Analisis finansial UBH-KPWN Analisis finansial investor Analisis finansial petani Analisis finansial pemilik lahan Analisis finansial pemerintah desa Analisis finansial Desa Ciaruteun Ilir Nilai tingkat hubungan kemitraan vii

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan nasional secara berkesinambungan. Keadaan hutan alam yang sudah sangat memprihatinkan, membuat hutan alam tersebut tidak dapat terus menerus dieksploitasi. Namun di pihak lain tuntutan pasar akan kebutuhan kayu semakin meningkat setiap tahunnya. Industri kayu di Indonesia saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku, karena pasokan bahan baku terutama dari hutan alam terus menurun. Kebutuhan bahan baku berupa kayu pada tahun 2010 sekitar 40 juta m 3 (Nurrochmat 2010). Namun berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor SK. 235/IV-BPHA/2009, tentang Penetapan Jatah Produksi Kayu Bulat Nasional Periode Tahun 2010 yang berasal dari hutan alam sebesar 9,1 juta m 3. Kesulitan yang dialami industri dalam memenuhi bahan baku menjadi salah satu pemicu maraknya penebangan dan perdagangan kayu secara illegal (tidak memiliki ijin) di Indonesia. Dampak negatif dari kondisi ini antara lain tutupnya perusahaan-perusahaan pengolahan kayu, rusaknya hutan beserta ekosistem di dalamnya dan makin besarnya tekanan dunia internasional terhadap manajemen hutan dan produk hasil hutan dari Indonesia. Usaha untuk menanggulangi atau paling tidak mengurangi berbagai permasalahan mengenai kekurangan pasokan bahan baku industri ini, salah satunya adalah dengan pemanfaatan kayu dari sumber-sumber lainnya seperti dari hutan rakyat. Keberadaan hutan rakyat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat. Pembangunan hutan dan peningkatan kembali peran ekonomi dari hutan dapat diusahakan dalam peningkatan hutan rakyat baik secara mandiri atau dibantu pihak luar khususnya pemerintah. Pembangunan ini dapat dilakukan secara mandiri apabila masyarakat sendiri yang merasakan dan menganggap kegiatan tersebut bermanfaat. Pembangunan hutan rakyat sudah semakin menampakkan perannya dalam menghasilkan pasokan bahan baku dalam

17 2 memenuhi kebutuhan industri perkayuan bangsa. Semakin bermanfaat sesuatu maka semakin giat dan semakin masyarakat bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pemeliharaan dan mempertahankannya. Manfaat tersebut diantaranya dapat dilihat dari dua faktor yaitu kelayakan usaha yang berkaitan dengan harga produk atau harga pasar produknya serta kesesuaian sebagai sumber penghasilan dengan kebutuhan dana dari keluarga yang bersangkutan. Jati merupakan tanaman yang banyak ditanam dihutan rakyat Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang. Hal ini disebabkan kayu jati merupakan kayu komersial yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Penghasilan yang diperoleh dari hasil hutan rakyat dapat dianggap penting walaupun jumlahnya tidak besar apabila dapat memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang bersangkutan baik dari segi waktu dan jumlah. Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) selaku unit usaha dibawah binaan Departemen Kehutanan, yang bergerak di bidang usahatani Jati Unggul Nusantara dengan sistem kemitraan. Sistem kemitraan yang dilakukan UBH- KPWN merupakan bagian dari proses berlangsungnya usahatani tersebut. Selain itu, UBH-KPWN juga menerapkan pola bagi hasil kepada para mitra usahanya (pemilik lahan, petani penggarap, investor dan pemerintah desa) Perumusan Masalah Kayu jati (Tectona grandis) merupakan salah satu komoditas hasil hutan yang memiliki nilai ekonomis yang bernilai tinggi namun memiliki kelemahan yaitu umur tanam yang relatif lama, bahkan dapat mencapai delapan puluh tahun. Disisi lain, kayu jati merupakan salah satu bahan baku industri perkayuan yang populer karena berbagai keunggulannya. Kayu jati memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan baku pembuat rumah dan mebel. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari kayu jati. Selain itu, berbagai konstruksi pun terbuat dari kayu jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, jati digunakan sebagai vinir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Pada industri perkapalan, kayu jati sangat cocok dipakai

18 3 untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis. Namun, beberapa tahun belakangan ini, kayu jati lebih banyak digunakan untuk bahan baku perumahan dan mebel. Meskipun pada akhir-akhir ini trend penggunaan kayu lain sebagai bahan baku perumahan dan mebel mulai meningkat, namun jati masih tetap menjadi pilihan utama. Beberapa jenis kayu lain yang banyak digunakan sebagai bahan baku perumahan dan mebel adalah kayu sengon laut dan kayu kamper. Kedua jenis kayu ini memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding dengan jati. Namun, jika dilihat dari kualitas dan keawetan, kedua jenis kayu ini masih kalah dibandingkan dengan jati. Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Jati Plus Perhutani ini diinduksi perakarannya menjadi akar tunggang majemuk, sehingga perakarannya menjadi kokoh dan batang cepat besar namun tidak mudah roboh (UBH-KPWN 2009). Salah satu hal yang menjadi pembeda antara JUN dengan jati unggul lainnya, seperti Jati Emas adalah pelaku budidayanya. Jati Emas dikembangkan oleh Thailand, sehingga jika dilihat dari kesesuaian dengan agroklimat atau tempat tumbuh dengan iklim di Indonesia perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu. Sedangkan JUN merupakan hasil seleksi yang dilakukan di Indonesia, sehingga secara agroklimat sudah sesuai dengan kondisi di Indonesia. Meskipun dikembangkan oleh pihak yang berbeda, namun pengembangan bibit jati unggul ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menghasilkan jati dalam umur yang tidak terlalu lama. Penggunaan teknik budidaya jati unggul ini dapat memperpendek umur panen, sehingga masa panen dapat lebih cepat. Masa panen yang relatif cepat ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan kayu jati saja, tetapi juga dapat menarik pemilik modal untuk berinvestasi pada sektor kehutanan khususnya tanaman jati. Dalam rangka menunjang pengembangan budidaya jati unggul, maka diperlukan sistem usaha yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan agar dapat memenuhi permintaan jati secara berkesinambungan. Salah satu pelaku

19 4 usaha budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN. Tanaman Jati Unggul Nusantara yang dibudidayakan oleh Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) dapat dipanen pada tahun ke lima dengan kualitas hasil yang baik pula. Selain itu, UBH- KPWN menerapkan pola bagi hasil kepada para mitra usahanya (pemilik lahan, petani penggarap, investor, pemerintah desa). Adapun peran masing-masing mitra usaha dan persentase bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN kepada mitra usahanya tersebut yaitu: 1. Peran UBH-KPWN dalam investasi JUN yaitu UBH-KPWN selaku fasilitator, bertanggungjawab mencari lokasi tanaman, kerjasama dengan pemilik lahan, petani penggarap, dan pemerintah desa, mencari investor, menempatkan tenaga pendamping untuk melakukan pendampingan kepada petani penggarap agar mempunyai kemauan dan kemampuan melaksanakan usahatani JUN pola bagi hasil secara baik dan benar. Disamping itu UBH-KPWN juga bertanggungjawab memasarkan hasil panen dengan harga yang layak dipasaran, serta melakukan pembagian hasil panen sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian dengan investor, pemilik lahan, petani penggarap, dan pemerintah desa. Adapun persentase bagi hasil yang diperoleh UBH-KPWN yaitu sebesar 15%. 2. Peran pemilik lahan dalam investasi JUN yaitu kontribusi pemilik lahan sebatas mengijinkan lahannya untuk ditanami jati JUN dengan jarak tanam 2 m x 5 m, dalam jangka waktu kerjasama 5 tahun. Dengan jarak tanam tersebut, pemilik lahan masih punya peluang untuk menanam tanaman tumpangsari diantara tanaman jati JUN. Apabila pengerjaan lahan oleh orang lain (petani penggarap), maka bagian hasil dari tumpangsari masih dapat diperoleh pemilik lahan dari petani penggarap. Berdasarkan pengalaman, para pemilik lahan pada umumnya juga petani penggarap. Tetapi ada juga pemilik lahan bukan merangkap sebagai petani penggarap melainkan merangkap sebagai investor. Adapun persentase bagi hasil yang diperoleh pemilik lahan yaitu sebesar 10%.

20 5 3. Peran petani dalam investasi JUN adalah sebagai ujung tombak yang paling menentukan keberhasilan usahatani JUN pola bagi hasil. Penanaman, pemupukan tepat waktu dan ukuran, serta perawatan intensif terhadap JUN, sangat tergantung pada kinerja petani. Agar para petani mempunyai kemampuan yang handal dalam mengurus tanaman JUN, maka pihak UBH-KPWN menempatkan tenaga pendamping di pedesaan. Tugas utama para tenaga pendamping adalah untuk memberikan bimbingan, pelatihan, dan pembinaan kepada petani agar mau dan mampu melaksanakan usahatani JUN secara baik dan benar. Adapun persentase bagi hasil yang diperoleh petani yaitu sebesar 25%. 4. Peran investor dalam investasi JUN yaitu menanamkan investasinya ke UBH-KPWN sebesar Rp ,- (enam puluh ribu rupiah) per pohon untuk pembiayaan selama 5 (lima) tahun. Minimal investasi jati 100 pohon atau senilai Rp ,- Pembayaran langsung ke rekening UBH- KPWN dilakukan setelah tanaman berumur 4 empat bulan, sehingga para investor dapat mengetahui lokasi tanaman, petani penggarap, dan tenaga pendamping yang berada di lapangan. Bagian hasil panen yang didapat investor sebesar 40 % (empat puluh persen) dari jumlah pohon yang ditanam. 5. Peran desa dalam hal ini pamong desa atau perangkat desa adalah untuk membuktikan keabsahan pemilikan lahan yang akan ditanami JUN. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengakuan kepemilikan lahan oleh orang yang tidak berhak, karena pemilik yang sebenarnya bertempat tinggal jauh dari lahan tersebut. Disamping itu pamong desa juga berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta, mengawasi jalannya kerjasama tersebut, dan turut serta mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, kebakaran atau gangguan ternak dan manusia. Adapun persentase bagi hasil yang diperoleh pemerintah desa yaitu sebesar 10%. Kemitraan yang dilakukan UBH-KPWN dengan berbagai pihak merupakan bentuk kemitraan jangka menengah dengan perjanjian tertulis. Sistem kemitraan antara UBH-KPWN, pemilik lahan, petani penggarap, investor dan

21 6 pemerintah desa menarik untuk dikaji, karena usaha ini baru dilaksanakan selama tiga tahun, terutama terhadap kelayakan usahanya. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa hal yang menarik untuk di analisis secara lebih jelas, yaitu: 1. Bagaimana analisis usaha hutan rakyat dalam pola bagi hasil? 2. Bagaimana berbagi biaya (cost sharing) dari masing-masing mitra (UBH- KPWN, pemilik lahan, investor, pemerintah desa dan petani)? 3. Bagaimana tingkat hubungan kemitraan yang dilakukan UBH-KPWN, pemilik lahan, investor uang, pemerintah desa dengan petani? 1.3. Kerangka Pemikiran Jati Unggul Nusantara (JUN) dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi mutakhir. Tanaman ini memiliki keunggulan masa panen yang relatif singkat 5-20 tahun namun tetap menghasilkan kayu dengan kualitas yang sama dengan kayu jati konvensional. Dalam rangka menunjang pengembangan usaha budidaya JUN, maka diperlukan sistem usaha yang dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan agar dapat memenuhi permintaan jati secara berkesinambungan. Salah satu lembaga yang melakukan usaha budidaya JUN secara terpadu adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN (UBH-KPWN). Usaha ini telah berdiri selama tiga tahun, namun rencana usaha jangka menengah telah dipersiapkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan usaha adalah kontinuitas. Upaya untuk menjaga kontinuitas usaha dapat dilakukan dengan menjalin kemitraan, baik kemitraan dengan pemilik lahan, investor, pemerintah desa maupun petani. Oleh karena itu, identifikasi kemitraan antar subsistem agribisnis JUN yang dilaksanakan oleh UBH-KPWN menjadi salah satu hal yang menarik untuk di kaji. Identifikasi ini dilakukan secara deskriptif berdasarkan kondisi di lapang serta informasi melalui data sekunder. Sistem bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN menjadi salah satu keunikan sistem usaha yang dilaksanakan. Namun, karena usaha ini baru berjalan tiga tahun, maka kelayakan dari usaha ini masih memerlukan pengkajian. Kelayakan yang dilihat tidak hanya secara hubungan/pola kemitraan melainkan juga kelayakan cost sharing. Bila usaha tersebut layak, maka usaha tersebut dapat terus dilaksanakan dan dikembangkan, namun bila sebaliknya, usaha tersebut

22 7 membutuhkan pengefisiensian biaya. Kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1. Usahatani Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN Pemilik lahan Investor Pemerintah desa Petani Lahan Modal Fasilitasi Status, Mengawasi, Keamanan Tenaga Pola Kemitraan dan Analisis Cost Sharing Keterangan : = Lingkup Penelitian = Peran Mitra Usaha Gambar 1 Kerangka pemikiran

23 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan sistem pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan di lokasi penelitian. 2. Menganalisis tingkat hubungan kemitraan antara petani penggarap dengan UBH-KPWN. 3. Menganalisis cost sharing dari pola bagi hasil usahatani Jati Unggul Nusantara (JUN) Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat memberikan informasi ataupun gambaran tentang pola kemitraan di suatu daerah sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan terkait kebijakan kehutanan. 2. Dapat memberikan dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun penelitian serupa lainnya. 3. Dapat memberikan solusi atau kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah kemitraan.

24 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan Negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah Negara. Dalam pengertian ini, tanah Negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuanketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (Suharjito 2000). Definisi hutan rakyat menurut Hardjanto (2000) adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik dengan luas minimal 0,25 hektar. Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan rakyat. Hal tersebut karena rata-rata pemilikan lahan di jawa sangat sempit. Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuknya didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 pohon Manfaat dan Peranan Hutan Rakyat Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan adalah kayu yang digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka yang dulunya terbuat dari bambu. Selain itu petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat dalam bentuk berdiri maupun dalam bentuk kayu bakar. Penjualan kayu hasil hutan rakyat ini biasanya

25 10 dilakukan apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak dan keuangan yang ada kurang mencukupi (Suharjito 2000). Peranan hutan rakyat dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa cukup penting mengingat ± 70% konsumsi kayu dipenuhi oleh kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat. Kayu rakyat merupakan komoditi penting yang belum dianggap komersial karena kurang terlihatnya perilaku sediaan dan permintaan secara mudah, baik oleh produsen maupun konsumen yang terlibat dalam pemasaran produk-produk yang berasal dari hutan rakyat (Lembaga Penelitian IPB dengan Proyek Pengembangan Hutan Rakyat Jawa Barat 1990). Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadi eksploitasi yang berlebih sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal bahkan sebaliknya menyebabkan kerusakan dan menurunkan produktivitas sumberdaya hutan. Salah satu alternatif pemecahan masalah tekanan terhadap sumberdaya hutan adalah pembangunan hutan rakyat diluar kawasan hutan yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa (Suharjito 2000) Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan rakyat di satu sisi memang menunjukkan potensi hasil hutan kayu dan non kayu yang besar, peningkatan nilai ekologis kawasan, dan peningkatan pendapatan masyarakat pengelola hutan. Akan tetapi di sisi lain masih ditemui beberapa permasalahan, misalnya keterbatasan akses dan pengetahuan pasar oleh masyarakat, penebangan yang masih dilakukan dengan sistem tebang butuh, kualitas kayu hutan rakyat yang belum optimal akibat kurangnya pengetahuan tentang teknik silvikultur (Hardjanto 1990). Pola usahatani hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang paling menguntungkan (Hardjanto 1990). Pemilik hutan rakyat umumnya belum menggantungkan penghidupannya pada hutan-hutan yang dimilikinya. Mereka mengusahakan hutan rakyat hanya sebagai sampingan. Faktor penyebab para petani tidak menggantungkan penghidupannya pada hutan (Hardjanto 1990) yaitu: 1. Belum adanya persatuan antar pemilik hutan rakyat 2. Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna.

26 11 3. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat 4. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya adalah merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus menerus selama daur (Hardjanto 1990). Keberhasilan pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) sangat tergantung pada : 1. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas 2. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat 3. Pemilihan jenis yang di tanam 4. Sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengelolaan 5. Produksi tahunan yang terencana 6. Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu. Sistem pendanaan yang dilaksanakan dalam pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) dapat ditempuh melalui: 1. Swadaya masyarakat baik perorangan, kelompok, maupun mitra usaha 2. Program bantuan inpres penghijauan dan reboisasi/apbd. 3. Kredit, berupa pinjaman lunak kepada petani/kelompok tani dengan pola acuan P3KUK-DAS melalui bank penyalur. 4. Kredit usaha perhutanan rakyat, berupa pinjaman lunak kepada petani melalui mitra usaha yang pelaksanaannya diatur oleh Departemen Kehutanan dan BRI selaku bank penyalur Pendapatan Rumah Tangga Petani Pendapatan rumah tangga adalah kumpulan dari pendapatan anggotaanggota rumah tangga dari masing-masing kegiatannya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan, konsumsi keluarga akan komoditi yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan

27 12 untuk menghasilkan komoditi tersebut. Pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain (BPS 1993). Bahkan kadang penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya dari pertanian. Kartasubrata (1986) menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan non kehutanan. Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan dan pendapatan non kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari hasil kegiatan di luar kehutanan Konsep Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan. Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah 2000). Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995 pasal 1 ayat 8 yang menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat atas dasar kontrak kesepakatan dan kerjasama mampu menyediakan pendekatan-pendekatan efektif yang mampu menjamin ketersediaan bahan pasokan kayu disamping berbagi manfaat, keuntungan dan juga resiko dengan masyarakat lokal sekitarnya (Mayers 2000). Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa istilah yang sering digunakan dalam pelaksanaan kemitraan adalah sebagai berikut :

28 13 1. Perusahaan, mencakup badan hukum berskala besar, dapat berupa perusahaan swasta yang dikelola dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan. 2. Masyarakat, termasuk didalamnya petani, masyarakat lokal yang berada pada tingkat-tingkat sosial yang berada pada organisasi-organisasi sosial seperti kelompok-kelompok tani dan kelompok-kelompok pengguna produk yang pada suatu saat tertentu melakukan kegiatan dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan saja. 3. Kehutanan, merupakan seni menanam, memelihara serta mengelola hutan dan tegakan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa. 4. Kemitraan, hubungan atau kerjasama yang secara aktif dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan ekspektasi penerimaan manfaat. 5. Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat, mencakup tempat bekerjasama, bentuk dari sisi kehutanannya, serta tipe-tipe hubungan antara dua atau lebih pihak. Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa gambaran mengenai konsep kemitraan yang kuat adalah sebagai berikut : 1. Adanya dialog. Pihak-pihak yang terlibat setuju dan bersedia untuk saling berkonsultasi dan berinteraksi selama dalam tahap persiapan rencana. 2. Kesepakatan bersama. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk tidak bertindak tanpa persetujuan dari pihak lain. Dengan kata lain, adanya suatu sikap saling pengertian yang tinggi antar pihak terhadap tindakan yang akan dilakukan. 3. Adanya kontrak kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat paham bahwa salah satu pihak memberikan pelayanan atas dasar kontrak terhadap pihak lain. 4. Berbagi rencana kerja. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk membahas serta mengimplementasikan rencana kerja yang telah dibuat secara bersama-sama menuju pada suatu tujuan yang telah direncanakan. 5. Berbagi tanggung jawab dan juga resiko. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk sama-sama bertanggung jawab secara penuh terhadap rencana yang telah dibuat.

29 Pola kemitraan Terdapat beberapa pola yang dapat diterapkan dalam pelaksanan kerjasama kemitraan. Pemilihan bentuk kerjasama dapat disesuaikan dengan melihat kondisi masing-masing pelaku kerjasama. Jangka waktu kemitraan dibedakan menjadi tiga Deptan (1997), yaitu : 1. Kemitraan Insidental Bentuk kemitraan ini didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dihentikan jika kegiatan tersebut telah selesai, dengan atau tanpa kesepakatan tertulis atau kontrak kerja. Bentuk kemitraan seperti ini biasanya ditemui dalam pengadaan input dan pemasaran usaha tani. 2. Kemitraan Jangka Menengah Bentuk kemitraan ini didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis. 3. Kemitraan Jangka Panjang Kemitraan ini dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terusmenerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis. Misalnya adalah kepemilikan perusahaan oleh petani atau koperasi. Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan usaha pertanian di Indonesia (Deptan 2002) meliputi: 1. Inti-Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini, perusahaan mitra mempunyai kewajiban : (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, sarana produksi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, dan (7) menyediakan lahan. Sementara kewajiban kelompok mitra : (1) berperan sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola ini adalah : (1) kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama memperoleh

30 15 keuntungan, (2) terciptanya peningkatan usaha, dan (3) dapat mendorong perkembangan ekonomi. Namun, dikarenakan belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga komoditi plasma. 2. Subkontrak Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Kelompok mitra dalam hal ini memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak, meliputi : (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku / modal kerja, dan (3) melakukan kontrol kualitas produksi. Sementara tugas kelompok mitra adalah : (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, dan (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola subkontrak ini sangat kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun sisi kelemahannya tampak dari hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni. 3. Dagang Umum Salah satu pola kemitraan dimana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produknya sampai ke konsumen. Sementara kelemahannya terletak pada harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra. 4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk. Keuntungan pola ini bagi kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan

31 16 perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun di sisi lain pola ini memiliki kelemahan dikarenakan kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak. Selain itu kelompok mitra tidak dapat memenuhi target dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada beberapa mitra usaha saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian, sedangkan kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil. 6. Waralaba Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. Sebaliknya perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan. 7. Pola Kemitraan (penyertaan) Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20% dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak Karakteristik kemitraan Karakteristik umum kemitraan cenderung untuk menggabungkan kedekatan hubungan antar taraf, dimana para partner dapat bekerjasama dan

32 17 mencapai kesamaan dari hubungan itu, sehingga dapat diketahui seberapa kuat keseimbangan hubungan mereka. Sebagai contoh, dimana salah satu definisi kemitraan adalah sebagai suatu persekutuan individu-individu masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasi/lembaga yang sepakat untuk bekerjasama dalam menjalankan suatu kegiatan, berbagi resiko, dan berbagi manfaat/keuntungan serta menilai kembali hubungan tersebut secara periodik dan merevisi kesepakatan apabila diperlukan (Tennyson 1998 dalam Mayers & Vermeulen 2002). Menurut Nawir et al. (2003), proses kemitraan merupakan proses berkelanjutan yang dinamis dalam rangka menuju suatu keadaan yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu alasan ekonomi dari hubungan kerjasama kemitraan adalah akan tercipta perusahaan yang berskala besar, sehingga perusahaan akan lebih efisien dan lebih kompetitif daripada skala kecil (Oktaviani & Daryanto 2001). Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja, dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional (Hafsah 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang terjadi dalam kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang dilandasi saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Di samping itu, kemitraan harus mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih pada semua elemen mulai dari pengadaan sarana produksi, usaha tani, pengolahan hasil, distribusi, dan pemasaran. Dengan kata lain, kemitraan seharusnya mengandung makna kerjasama sinergi yang menghasilkan nilai tambah (Hafsah 2000).

33 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan Unsur-unsur penting yang berkaitan dengan kemitraan, dapat diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat, yaitu: 1. Bargaining power suatu badan usaha, yang dicerminkan oleh kemampuan internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar. Kemampuan internal tampak pada kemampuan badan usaha di bidang manajemen, permodalan, aksebilitas terhadap pasar dan penguasaan teknologi usaha tersebut. Sedangkan kekuatan yang diperoleh dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan posisi suatu badan usaha. 2. Kebutuhan/kepentingan masing-masing pihak yang bekerjasama sehingga kerjasama berjalan secara efektif Azas kemitraan Kemitraan berdasarkan pada persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu hubungan yang: 1. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. 2. Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan kedudukan masingmasing dalam peningkatan daya usahanya 3. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Menurut Hermawan (1999) azas dalam kemitraan adalah adanya azas kesejajaran kedudukan mitra, azas saling membutuhkan dan azas saling menguntungkan, selain itu diperlukan pula adanya azas saling mematuhi etika bisnis kemitraan.

34 Kendala-kendala kemitraan Dalam pelaksanaan kemitraan sering menghadapi berbagai kendala. Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1995), hal-hal yang menjadi kendala tercapainya tujuan kemitraan antara lain: 1. Adanya struktur pasar monopolistic khususnya pada kerjasama agribisnis, yang mengharuskan petani untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan mitra usahanya, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan harga produk tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk organisasi petani dalam wadah koperasi. 2. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki petani sebagai pelaku usaha, dalam berbagai hal, seperti tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan manajerial, akses terhadap modal dan informasi yang rendah.

35 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juni Objek Penelitian dan Alat Objek penelitian ini adalah petani hutan rakyat yang melakukan kemitraan dengan unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH- KPWN). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pedoman wawancara berupa catatan pertanyaan tertulis mengenai pokok masalah penelitian yang digunakan untuk pedoman wawancara kepada informan kunci. 2. Kuesioner digunakan untuk media mengumpulkan data. 3. Dokumen tertulis berupa undang-undang, peraturan dan kebijakan, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 4. Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan dan alat perekam untuk merekam saat wawancara. 3.3 Sumber Data Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: 1. Petani mitra (responden), UBH-KPWN, Pemilik Lahan, Investor, dan Pemerintah Desa. 2. Literatur dan publikasi lainnya Jenis Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi keadaan umum responden yang diambil melalui wawancara dan kueisioner. Sedangkan data sekunder meliputi keadaan

36 21 lingkungan biofisik tempat penelitian dan data lain yang relevan dengan penelitian Metode Pengambilan Contoh Penentuan responden dilakukan dengan cara stratified purposive sampling yaitu tahap pertama dengan melakukan stratifikasi petani yang ada berdasarkan strata garapan lahan dan tahap kedua dengan menentukan jumlah responden pada setiap strata. Banyak responden yang diambil adalah 60 petani dari total 128 petani yang menggarap JUN umur 3 tahun di Desa Ciaruteun Ilir. Stratifikasi lahan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu strata I petani yang memiliki luas lahan < 0,1 ha, strata II petani yang memiliki luas lahan antara 0,1 0,3 ha dan petani strata III memiliki luas lahan > 0,3 ha. Total responden 60 orang dengan jumlah responden pada strata I 20 orang, strata II 20 orang dan strata III 20 orang. UBH-KPWN, investor, pemilik lahan, pemerintah desa merupakan informan dalam penelitian Metode Pengolahan Data 1. Analisis deskriptif Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan penguraian dan penjelasan mengenai aspek biaya dari pelaksanaan usahatani Jati Unggul Nusantara (JUN) di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang. Aspek biaya yang dikaji dalam penelitian ini meliputi biaya investasi dan biaya operasional yang terdiri dari biaya perencanaan, biaya sewa lahan, biaya pemupukan, biaya penanaman, biaya pembibitan, biaya pemeliharaan, biaya peralatan produksi, dan biaya lain-lain. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk mengetahui usahatani Jati Unggul Nusantara pola kemitraan yaitu: a. Menggunakan faktor diskonto/suku bunga bank yang berlaku pada tahun 2011 yaitu 12%. b. Kondisi perekonomian selama jangka waktu penelitian stabil. c. Pendapatan dan biaya pengeluaran mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan.

37 22 d. Umur tanaman JUN 3 tahun e. Siklus tebang tanaman JUN umur 5 tahun. f. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang berlaku. g. Semua harga input dan output yang digunakan dalam analisis berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung dengan asumsi harga konstan sampai selesainya penelitian. 2. Analisis cost sharing Analisis ini dilakukan untuk mengetahui persentase pengeluaran dari kegiatan usahatani Jati Unggul pola kemitraan terhadap total pengeluaran. Perhitungan analisis cost sharing dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Cost Sharing = ( Tbp / Tbsp ) 100% Dimana : Tbp = Total biaya masing-masing pihak Tbsp = Total biaya seluruh pihak 3. Analisis Net Present Value (NPV) Analisis ini dilakukan untuk menghitung besarnya jumlah uang pada permulaan periode atas dasar tingkat bunga tertentu dari suatu jumlah yang akan diterima beberapa waktu kemudian. Perhitungan analisis NPV dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1 V = P (1 + i) t Dimana : V = Jumlah akhir P = Jumlah uang pada permulaan periode atau modal pokok i = Suku/tingkat bunga t = Jangka waktu (tahun)

38 23 4. Analisis tingkat hubungan kemitraan Analisis ini didasarkan pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor 944/Kpts/OT.210/10/97, tanggal 13 Oktober 1997 mengenai pedoman penetapan tingkat hubungan kemitraan usaha pertanian. Analisis dilakukan terhadap petani, UBH-KPWN, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa sehingga dihasilkan rata-rata tingkat hubungan kemitraan dari masing-masing pihak. Perhitungan tingkat kemitraan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : x = ((a+b+c)/y) Dimana : x = Nilai rata-rata tingkat hubungan kemitraan tiap kategori a,b,c = Nilai skoring atas jawaban yang dipilih y = Nilai atas banyaknya jawaban yang dipilih Berdasarkan proses manajemen kemitraan dan manfaatnya, tingkat hubungan kemitraan usaha antara petani dengan UBH-KPWN, investor, pemilik lahan dan pemerintah desa dapat dibagi dalam empat kategori (Deptan 2002), yaitu : 1. Kategori kemitraan Pra Prima (pemula) nilai rata-ratanya kurang dari Kategori kemitraan Prima dengan nilai rata-rata Kategori kemitraan Prima Madya dengan nilai rata-rata Kategori kemitraan Prima Utama dengan nilai rata-rata diatas 750 Kategori kemitraan Pra Prima jarang dilakukan karena merugikan kedua belah pihak, kemitraan Prima sering dilakukan pada pelaksanaan kemitraan jangka pendek dan cenderung lebih menguntungkan pihak inti. Kemitraan Prima Madya merupakan kemitraan yang sering dilakukan dalam kemitraan jangka menengah dan jangka panjang, pihak inti berperan dalam penyediaan sarana. Kemitraan Prima Utama merupakan kemitraan yang dilakukan jangka panjang, pihak inti berperan dalam penyediaan sarana dan pemasaran (Tabel 1).

39 24 Tabel 1 Rincian faktor yang dinilai dan nilai tingkat hubungan kemitraan Nilai No Faktor yang dinilai Maksimum I. ASPEK PROSES MANAJEMEN 1. Perencanaan 150 a. Perencanaan Kemitraan 100 b. Kelengkapan Perencanaan Pengorganisasian 150 a. Bidang Khusus 25 b. Kontrak Kerjasama Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama 200 a. Pelaksanaan Kerjasama 50 b. Efektivitas Kerjasama 150 II. ASPEK MANFAAT 1. Ekonomi 300 a. Pendapatan 150 b. Harga 50 c. Produktivitas 50 d. Resiko Usaha Teknis 100 a. Mutu 50 b. Penguasaan Teknologi Sosial 100 a. Keinginan Kontinuitas Kerjasama 50 b. Pelestarian Lingkungan 50 Jumlah Aspek Manfaat 500 Jumlah Nilai Aspek Proses Manajemen + Jumlah aspek Manfaat 1000 Sumber : Departemen Pertanian RI Definisi Operasional Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. Tanaman ini memiliki keunggulan masa panen yang relatif singkat 5 hingga 20 tahun namun tetap menghasilkan kayu dengan kualitas yang sama dengan kayu jati konvensional. 2. Sistem bagi hasil adalah pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, pemerintah desa, dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak.

40 25 3. Produk pohon jati siap panen yang dihasilkan UBH-KPWN merupakan tanaman jati yang berusia lima tahun dengan diameter minimum 20 cm dan volume minimum 0,2 m 3 per pohon. 4. Manajemen pohon merupakan sistem pengelolaan dengan pendekatan batang demi batang (per batang pohon), bukan terhadap luas hamparan, sehingga perhitungan penerimaan dan pengeluaran di hitung per pohon. 5. Jasa Investasi merupakan satu paket (satu sistem) jasa yang ditawarkan oleh UBH-KPWN kepada investor untuk melaksanakan budidaya JUN dengan pola bagi hasil. 6. Pemasaran jasa investasi adalah pemasaran jasa investasi yang dilakukan pada saat umur tanaman JUN lebih kurang empat bulan.

41 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha, yang terbagi dalam 4 dusun, 10 Rukun Warga (RW), dan 35 Rukun Tetangga (RT). Desa ini berjarak 6 km dari kecamatan Cibungbulang, 17 km dari Ibukota Kabupaten Bogor dan 140 km dari Ibukota propinsi Jawa Barat. Secara geografis Desa Ciaruteun Ilir terletak di sebelah Barat Kabupaten Bogor pada ketinggian kurang lebih 460 meter dpl dan suhu rata-rata C dan curah hujan rata-rata per tahun sekitar 130 mm (Data Geografi Desa Ciaruteun Ilir 2011). Batas wilayah Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin. 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweng Kolot. 4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung. Wilayah Desa Ciaruteun Ilir sebagian besar dikelola untuk lahan persawahan, pemukiman dan pekarangan, hutan rakyat dan sisanya digunakan untuk lahan kuburan, perkantoran, lapangan olah raga serta bangunan pendidikan (Tabel 2). Tabel 2 Jenis dan luas penggunaan lahan Desa Ciaruteun Ilir Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persawahan 167 Pemukiman dan Pekarangan 160 Hutan Rakyat 25 Kuburan 3 Perkantoran 0,60 Lapangan olah raga 2 Bangunan pendidikan 1 Sumber : Data Monografi Desa Ciaruteun Ilir (2011)

42 27 Data yang diperoleh dari profil desa menunjukkan bahwa jumlah total penduduk Desa Ciaruteun Ilir pada tahun 2011 sebesar orang, yang terdiri dari orang penduduk laki-laki dan orang penduduk wanita. Jumlah kepala keluarga sebanyak kepala keluarga. Sebagian besar penduduk Desa Ciaruteun Ilir rata-rata bermata pencaharian sebagai buruh tani, yaitu sebanyak orang penduduk laki-laki dan orang penduduk perempuan bermata pencaharian sebagai buruh tani, orang petani, 50 orang pedagang keliling, 14 orang pegawai negeri sipil, 35 orang pembantu rumah tangga, 4 orang pengrajin industri rumah tangga, 4 orang TNI dan 6 orang sebagai dukun kampung terlatih. Secara umum tingkat pendidikan di Desa Ciaruteun Ilir rendah karena dari penduduk, 282 orang tidak pernah sekolah, 314 orang tidak tamat SD dan 672 orang tamat SD, 53 orang tidak tamat SLTP, 35 orang tidak tamat SLTA, 129 orang tamat SLTP, 109 orang tamat SLTA dan 12 orang penduduk tamat sarjana. Dilihat dari segi pendidikan ada beberapa orang yang berpendidikan tingkat sarjana dan mereka inilah selama ini bertindak sebagai motivator di dalam masyarakat. Agama yang dianut di Desa Ciaruteun Ilir mayoritas adalah Islam. 4.2 UBH-KPWN Sejarah Singkat UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Departemen Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989, dimana anggota koperasi meliputi direktur utama, kepala perwakilan, bagian perencanaan dan pengembangan, bagian pemasaran, bagian umum, bagian tanaman, bagian pengawasan serta bagian keuangan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan, KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan melalui Pola Bagi Hasil. Pola Bagi Hasil yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor atau mitra usaha, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak.

43 28 Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat menguntungkan baik dari aspek bisnis, sosial dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, KPWN membentuk Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Profil UBH-KPWN UBH-KPWN merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). Unit Usaha Bagi Hasil ini dibentuk oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak dibidang usaha budidaya jati unggul dengan pola bagi hasil. Selain menerapkan pola bagi hasil, UBH-KPWN juga menerapkan sistem manajemen pohon (trees management) agar mempermudah perhitungan dan pengontrolan dalam pelaksanaan usaha. Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN) No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah diperbaharui dengan keputusan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts- KPWN/V/2007 tanggal 10 Mei 2007 dan disahkan dengan Akta Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12 tanggal 24 Mei Adapun visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di bidang Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Misi UBH-KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan bisnis yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan mendorong pertumbuhan social ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan serta dalam perbaikan lingkungan hidup. Pelaksanaan usaha UBH-KPWN memiliki tujuan (a) Mewujudkan peran serta para karyawan Departemen Kehutanan dan masyarakat dalam mengembangkan usaha berbasis kemitraan yang berbentuk usahatani jati unggul pola bagi hasil maupun pola mandiri, (b) Terlaksanannya usaha jati unggul pola bagi hasil dalam rangka peningkatan pendapatan KPWN dan kesejahteraan karyawan Departemen Kehutanan maupun masyarakat (Gambar 2).

44 29 Gambar 2 Tegakan JUN umur 3 tahun di Desa Ciaruteun Ilir Kegiatan Pokok UBH-KPWN Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH- KPWN) adalah suatu lembaga fasilitator yang bergerak dalam bidang pengelolaan usaha Jati Unggul Nusantara dengan pola bagi hasil. Adapun kegiatan pokok UBH-KPWN antara lain: 1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta usaha budidaya JUN. 2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN. 3. Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap peserta usahabudidaya JUN. 4. Menarik calon investor peserta usaha budidaya JUN. 5. Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN. 6. Memasarkan pohon jati siap panen. 7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati Pihak yang terlibat dalam pengadaan sarana produksi usahatani JUN UBH-KPWN Perjanjian antara UBH-KPWN dengan PT. Setyamitra Bhaktipersada berupa kontrak jual beli bibit JUN. Pada kontrak antara kedua belah pihak disepakati spesifikasi bibit JUN yang diperjualbelikan. Spesifikasi tersebut meliputi tinggi, jumlah daun, dan batang. Tinggi yang dipersyaratkan adalah minimum mencapai

45 30 30 cm, jumlah daun sebanyak 2 pasang, dan batang berkayu, sehat, dan bebas dari penyakit (Gambar 3). Kontrak kerjasama dengan PT Setyamitra Bhaktipersada telah berlangsung mulai tahun Gambar 3 Bibit Jati Unggul Nusantara. PT. Setyamitra Bhaktipersada adalah sebuah lembaga yang memproduksi bibit Jati Unggul Nusantara (JUN). Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik seluruh Indonesia. Proses penelitian dan pengembangan genetik bibit jati unggul ini memerlukan lebih dari tujuh tahun agar sempurna. Persemaian JUN mampu menghasilkan 10 juta bibit per tahun dari sebuah areal persemaian seluas 12 hektar. Menggunakan teknologi yang tepat, pohon jati unggul dibuatkan kloningnya agar menghasilkan bibit jati unggul yang sama dengan indukannya. Perlakuan tambahan juga diterapkan untuk menghasilkan perakaran tunjang majemuk sehingga bibit jati dapat tumbuh dengan cepat (Gambar 4). Gambar 4 Perakaran tunjang majemuk Jati Unggul Nusantara.

46 31 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Umur Petani peserta kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir berjumlah 167 orang, dari jumlah tersebut diambil 60 orang responden berdasarkan luas lahan hutan yang digarap. Responden yang didapat memiliki umur berkisar antara tahun (Tabel 3). Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan umur Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Total Diketahui petani yang termuda berumur tahun berjumlah 3 orang dengan persentase 5%, sedangkan petani yang tertua hanya ada 3 orang yang berumur antara tahun dengan persentase 5% dari total responden. Petani terbanyak berumur tahun dengan persentase 37%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani yang bermitra masih muda dan memiliki cukup tenaga untuk mengolah usaha taninya serta memiliki cukup pengalaman dalam mengelola dan mengusahakan lahannya Tingkat pendidikan Umumnya masyarakat pedesaan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Mayoritas pendidikan responden adalah SD dengan persentase 62%, yang tidak tamat SD 5% dan yang tidak sekolah 25%. Sedangkan untuk responden yang melanjutkan sekolah hingga jenjang SMP 5% dan SMA hanya 3% dari total responden. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi masyarakat yang rendah serta kesadaran masyarakat pedesaan akan pentingnya pendidikan juga masih kurang. Tingkat pendidikan yang tergolong rendah ini juga turut mempengaruhi

47 32 pola pikir dan perilaku petani dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan (Hardjanto 1990). Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan di Desa Ciaruteun Ilir (Tabel 4). Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak Sekolah Tidak tamat SD 3 5 SD SMP 3 5 SMA 2 3 Total Jumlah anggota keluarga Secara umum, jumlah anggota keluarga turut mempengaruhi besarnya pengeluaran rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan petani tersebut. Hal ini berdampak pula pada perubahan pola pikir petani dalam mengolah hutan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga 3 orang sebesar 58% dan 37% responden memiliki jumlah anggota keluarga 4-6 orang. Sedangkan 5% responden memiliki jumlah anggota keluarga > 6 orang (Tabel 5). Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga Jumlah (KK) Persentase (%) > Total Luas kepemilikan lahan Luas tanah garapan turut mempengaruhi besar kecilnya pendapatan petani dalam usaha tani. Semakin luas tanah garapan, maka hasilnya juga akan semakin melimpah karena hasil panen akan semakin banyak (Tabel 6).

48 33 Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan Luas Lahan (ha) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) < 0, ,1 0, > 0, Total Responden yang memiliki luas lahan < 0,1 ha dengan rata-rata luas lahan 0,06 ha dan persentase sebesar 33% dari total seluruh responden. Sedangkan responden yang memiliki luas lahan 0,1 0,3 ha dengan rata-rata luas lahan 0,16 ha dengan persentase sebesar 34% dan yang memiliki luas lahan > 0,3 ha dengan rata-rata luas lahan 0,54 ha dengan persentase 33%. Responden yang memiliki luas lahan garapan sempit, berusaha mencari pekerjaan tambahan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Umumnya pekerjaan tambahan yang banyak dikerjakan adalah menjadi petani ke buruh batu Pekerjaan Mayoritas pekerjaan utama responden adalah bekerja sebagai petani dengan persentase sebesar 75%. Di samping sebagai petani, responden memiliki pekerjaan utama sebagai buruh pengambil batu kapur dengan persentase sebesar 20%. Pekerjaan ini menghasilkan penghasilan yang lebih besar dari usaha tani karena hasilnya bersifat mingguan. Sisanya sebanyak 3% bekerja sebagai wirausaha dan 2% sebagai pengrajin industri rumah tangga (Tabel 7). Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama Jenis Pekerjaan Utama Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Petani/buruh tani Peternak - - Pedagang - - Buruh Tukang ojek - - Wirausaha 2 3 Pengrajin industri rumah 1 2 Total Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari selain menjadi petani, responden pada umumnya memiliki pekerjaan tambahan yang usahanya lebih cepat

49 34 menghasilkan dari usahatani. Umumnya pekerjaan tambahan tersebut adalah menjadi buruh tani, buruh pengambil batu kapur, tukang ojek dan berdagang. Sebagian besar petani sebanyak 61% memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh tani, pedagang, buruh pengambil batu kapur dan tukang ojek. Sedangkan sebanyak 39% responden tidak mempunyai pekerjaan sampingan (Tabel 8). Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan sampingan Jenis Pekerjaan Sampingan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak memiliki pekerjaan sampingan Petani/buruh tani Pedagang 5 8 Buruh Tukang ojek 5 8 Wirausaha - - Peternak - - Pengrajin industri rumah - - Total Sistem Bagi Hasil Usahatani JUN di Desa Ciaruteun Ilir Sistem atau pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fisilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak. Penetapan bagian hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat dilihat pada Tabel 9. Sedangkan skema kontribusi dan bagian hasil masing-masing pihak yang terlibat dalam usaha JUN dapat dilihat pada Gambar 5.

50 35 Tabel 9 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN UBH-KPWN di Desa Ciaruteun Ilir Pihak Hak Kewajiban UBH- KPWN Investor Pemilik Lahan Petani Penggarap Pemerintah Desa 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari total jumlah pohon yang ditanam. 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 2. Tidak menanggung risiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan karena kelalaian. 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 2. Tidak menanggung risiko bila terdapat tanaman yang mati/hilang yang disebabkan kelalaian. 1. Memperoleh pendamping saat melaksanakan budidaya JUN. 2. Memperoleh bimbingan, pelatihan, dan pembinaan 3. Memperoleh upah dan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 1. Memperoleh bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN. 2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan usaha budidaya JUN. 3. Melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap 4. Menarik calon investor usaha JUN. 5. Mengelola dana dari investor untuk kegiatan usaha budidaya JUN. 6. Memasarkan pohon jati siap panen. 7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. 8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0,3 bagian dari jumlah yang mati/hilang. 1. Berkontribusi dengan menanamkan modal, dimana jumlah minimal investasi adalah 100 pohon. 1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN dalam jangka waktu kerjasama enam tahun. 2. Mengawasi dan mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran. 1. Melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. 2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian hasil petani dikurangi sebanyak 0,5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. _ Sumber : UBH-KPWN

51 36 Pemilik Lahan (Bagian Hasil 10%) Petani Penggarap (Bagian Hasil 25%) Lahan, Pengamanan, Pengawasan Tenaga Lembaga Fasilitator UBHKPWN (Bagian Hasil 15%) Usaha Jati Unggul Nusantara Pola Bagi Hasil Investor (Bagian Hasil 40%) Manajemen, pendamping, administrasi, upah, bibit, pupuk, dll Pemerintah Desa (Bagian Hasil 10%) Dana Gambar 5 Bagan kontribusi dan bagian hasil pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN di Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan bagan pada Gambar 5 dapat diuraikan bahwa: 1. Unit Usaha Bagi Hasil KPWN berperan melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya tersebut, UBH-KPWN akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0,3 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. 2. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk digunakan dalam pelaksanaan usaha. Dana tersebut digunakan untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. Bila terjadi kehilangan atau kematian pohon, investor tidak menanggung resiko. 3. Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN, memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi,

52 37 pengawasan dan pengamanan di lapangan. Hubungan pemilik lahan dan UBH- KPWN bukan sewa menyewa, melainkan kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang. 4. Petani Penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0,5 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. 5. Di Desa Ciaruteun Ilir perangkat desa tidak memiliki peran dalam rangka memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi, membantu melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan, karena peran tersebut sepenuhnya telah diserahkan kepada Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) sebagai pemilik lahan. Walaupun tidak memiliki peran penting dalam usahatani JUN di Desa Ciaruteun Ilir, pemerintah desa tetap mendapat bagian hasil panen untuk pembangunan desa sebesar 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0,2 bagian dari jumlah yang mati atau hilang. Bagian hasil panen masing-masing pihak dikaitkan dengan tingkat kematian atau kehilangan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Bagian hasil dan beban risiko para pihak yang terlibat dalam usaha JUN Para Pihak Beban Risiko (Mati/Hilang) Bagian Hasil Para Pihak Pada Tingkat Kematian/Hilang (M%) 0% 10% 20% 30% 40% 50% Investor 0% Pemilik lahan 0% Petani penggarap 0,5 M% Desa 0,2 M% UBH-KPWN 0,3 M% Jumlah Sumber: UBH-KPWN (2009)

53 38 Pada kemitraan ini, pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada petani. Sistem silvikultur yang digunakan dalam kemitraan ini adalah tebang habis pada akhir daur. Adapun tanaman pokok yang digunakan adalah jati (Tectona grandis) dengan daur 5 tahun. Dalam pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan, penggarap mengelola hutan secara tumpangsari pada saat tanaman pokok (jati) masih berumur 1-3 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, jenis tanaman tumpangsari yang diusahakan selama dua tahun pertama oleh petani adalah cabai, kacang panjang, kacang tanah, Jagung, pepaya, kangkung, bayem, tales, porang, sawi dan kentang. 5.3 Teknik Budidaya JUN di Desa Ciaruteun Ilir Pada dasarnya tanaman jati merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan alami. Hal tersebut dikarenakan jati tergolong tanaman yang memiliki daya tahan tinggi. Namun, tanpa adanya penanganan yang baik, tanaman jati akan tumbuh dalam waktu yang lama. Apabila ingin menghasilkan jati dengan umur panen yang relatif singkat maka dibutuhkan bibit khusus dan perawatan yang baik. Berdasarkan informasi dari UBH-KPWN (pengawas lapang), teknik budidaya JUN diawali dengan persiapan, baik persiapan lahan, persiapan pupuk dasar, juga persiapan bibit. Setelah itu dapat dilaksanakan proses penanaman. Perawatan dan penyiraman tanaman dilaksanakan secara intensif agar tanaman dapat tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Pemanenan dilaksanakan saat umur tanaman lima tahun, yaitu pada saat tanaman JUN mencapai volume 0,2 meter kubik Persiapan Kegiatan persiapan terdiri dari kegiatan persiapan lahan, persiapan pupuk dasar dan persiapan bibit. 1. Persiapan lahan Langkah awal dalam budidaya JUN dimulai dari pembersihan calon lokasi tanaman dari tumbuh-tumbuhan yang tidak diperlukan seperti serasah, sampah dan tumbuhan bawah. Serasah, sampah, dan tunggak-tunggak yang tidak dapat dimanfaatkan dikumpulkan ditempat tertentu dan dibakar. Pembakaran tersebut

54 39 diusahakan tidak menyebar diseluruh lokasi karena dapat mematikan organisme yang ada di dalam tanah. Abu hasil pembakaran dapat juga dipergunakan sebagai pupuk. Langkah selanjutnya adalah pengolahan tanah yang dilaksanakan pada awal musim kemarau. Pengolahan tanah bertujuan untuk menghilangkan alangalang rumput, mengurangi keasaman tanah, pemberantasan hama, memudahkan pertukaran udara dan peresapan air, agar bibit yang ditanam memperoleh media tumbuh yang baik sehingga memungkinkan pertumbuhan JUN dengan baik. Setelah pengolahan tanah selesai, kegiatan penyiapan lahan selanjutnya adalah pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanaman. Pemasangan ajir dilaksanakan 15 hingga 10 hari sebelum penanaman, hal ini bertujuan untuk mengatur tata letak, arah larikan dan jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 5 x 2 meter, hal ini bertujuan untuk memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman. Pembuatan lubang tanam dilakukan pada lahan yang sudah dipasang dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm. Pembuatan lubang tanam dilaksanakan pada 15 hingga 10 hari sebelum penanaman untuk memberi kesempatan kepada tanah membuang gas-gas beracun yang mungkin terkandung dalam lubang tanaman. Tanah galian dari tiap lubang setebal lebih kurang 20 cm teratas dan 20 cm terbawah dipisahkan. Gundukan tanah bagian atas digunakan sebagai campuran pupuk dasar. 2. Persiapan pupuk dasar Pupuk dasar adalah pupuk kandang yang diolah dengan formula tertentu. Penyiapan pupuk dasar dilakukan 30 hingga 25 hari sebelum penanaman dilakukan. Pupuk dasar terdiri dari campuran pupuk kandang, NPK, probiotik, gula pasir, dan kapur. Setiap lubang tanaman diberikan pupuk dasar sebanyak 3 hingga 5 kg per lubang. Pupuk dasar tersebut dicampur dengan tanah asal bagian atas dan diaduk secara merata lalu dimasukkan ke dalam lubang tanam. 3. Persiapan bibit Bibit JUN yang digunakan adalah bibit JUN yang diproduksi oleh PT. Setyamira Bhaktipersada. Usulan kebutuhan jumlah bibit dan pupuk serta waktu pengiriman harus sudah disampaikan ke Direksi pada dua minggu sebelum

55 40 pembuatan lubang, sedangkan jadwal penerimaan bibit harus ditentukan terlebih dahulu, minimal tiga hingga lima hari sebelum penanaman. Bibit yang diterima dari PT. Setyamitra Bhaktipersada diseleksi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jumlah sesuai dengan pesanan ditambah dengan lima persen cadangan. b. Kualitas sesuai dengan pesanan (spesifikasi) sebagai berikut: 1. Umur tiga hingga empat bulan 2. Tinggi 30 hingga 40 cm 3. Jumlah daun minimal dua pasang 4. Diameter batang 0,4 hingga 0,5 cm 5. Batang sehat, lurus dan berkayu 6. Akar belum menembus polibag 7. Bebas hama dan penyakit Bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut tidak diterima dan minta diganti Penanaman Penanaman JUN dilakukan pada awal musim hujan, untuk mengurangi terjadinya penguapan dan mengoptimalkan kerja akar. Sebelum ditanam bibit dicelupkan dalam larutan probiotik sampai jenuh, kemudian dilepas dan diletakkan di atas ajir sebagai kontrol atau tanda bahwa bibit yang ditanam sudah terlepas polybagnya. Sebelum penyobekkan polybag, media tanam dalam (tanah) polybag harus dipadatkan dahulu agar media tanam tidak lepas atau hancur ketika menyobek polybag, karena apabila hal tersebut terjadi akan mengakibatkan terputusnya akar. Sebelum ditanam bibit harus dalam keadaan segar, ditanam tidak terlalu dalam (sampai batas leher akar) untuk menghindari pembusukan batang, dan untuk mengurangi penguapan sebaiknya penanaman dilakukan pada sore hari. Tanamkan bibit secara tegak lurus, batang permukaan media bibit diusahakan rata dengan permukaan tanah awal. Lubang tanaman ditimbun sehingga membentuk gundukan untuk menghindari terjadinya genangan air, usahakan media di sekitar bibit padat. Gundukan ditutup dengan seresah secukupnya.

56 Perawatan Kegiatan perawatan terdiri dari penyiangan dan pendangiran, penyulaman, perlakuan khusus, serta pemupukan lanjutan. 1. Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan dilakukan agar tanaman JUN tidak terganggu oleh gulma yang merupakan pesaing dalam memperoleh unsur hara, cahaya dan air. Pendangiran dilakukan lebih ditujukan untuk penggemburan tanah sekitar tanaman yang bertujuan juga untuk menghilangkan gulma yang juga dapat berfungsi sebagai inang hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan pada musim hujan untuk menjaga kelembaban tanah dan untuk menghilangkan gangguan tumbuhan lain yang berpotensi menyaingi JUN dalam penyerapan nutrisi dari tanah, sebaliknya pada musim kemarau sebaiknya dilakukan penyiangan dan pendangiran, untuk menghindari penguapan yang berlebihan dan terputusnya bulu-bulu akar. 2. Penyulaman Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati dan dilaksanakan pada saat puncak musim hujan dan penyulaman berikutnya dilakukan sampai dengan tanaman berumur satu tahun. Setelah umur tanaman lebih dari satu tahun maka tidak dilakukan lagi penyulaman hingga panen. 3. Perlakuan Khusus Perlakuan khusus adalah tindakan perbaikan terhadap tanaman yang pertumbuhannya belum mencapai standar yang telah ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi. Tindakan atau langkah yang diambil salam melaksanakan perlakuan khusus disesuaikan dengan penyebab terjadinya kekurangan atau kelambatan pertumbuhan tanaman tersebut. 4. Pemupukan Lanjutan Pemupukan lanjutan dilakukan pada awal atau akhir musim hujan. Pemupukan lanjutan dilakukan beberapa kali pada tahun pertama hingga kelima. Berikut adalah jenis pupuk dan dosis yang diberikan pada pemeliharaan tanaman sesuai dengan umur tanaman JUN (Tabel 11).

57 42 Tabel 11 Jenis pupuk dan dosis pada pemupukan lanjutan Umur Tanaman Jenis Pupuk Dosis per Pohon Satuan Umur 0 bulan Pupuk dasar 4 kilogram Umur 4 bulan NPK 100 gram Nitrous 0,2 cc Umur 8 bulan NPK 100 gram Nitrous 0,2 cc Umur 12 bulan Pupuk dasar ulangan 2 kilogram Umur 16 dan 20 bulan NPK Nitrous ZA 200 0,2 50 gram cc gram Umur 24 bulan Pupuk dasar ulangan 2 kilogram Umur 30 bulan NPK 250 gram Nitrous 0,2 cc Umur 36 bulan NSP gram KCL 200 gram Umur 42 bulan Pupuk dasar ulangan 2 kilogram Umur 48 bulan NSP gram KCL 200 gram Umur 55 bulan NPK 250 gram Nitrous 0,2 cc Sumber: UBH-KPWN (2009) 5. Penyiraman Pada awal penentuan lokasi penanaman JUN, salah satu syarat dari lokasi tersebut adalah terdapatnya sumber air atau dekat dengan sumber air untuk penyiraman, karena tanaman sangat membutuhkan air untuk proses pertumbuhannya, Terutama pada musim kemarau dan umur tanaman kurang dari delapan bulan sangat diperlukan penyiraman yang intensif, minimal dua kali dalam satu minggu. Penyiraman dilakukan dengan mengunakan pompa air dan selang untuk mengalirkan air tersebut, apabila tidak terdapat sumber air di sekitar lokasi maka perlu dibuatkan sumur bor atau tempat penampungan air. 6. Pemanenan Pemanenan tanaman JUN dilakukan pada umur tanaman lima tahun. Penebangan ini dilakukan terhadap semua tanaman JUN, tetapi disisakan tonggak agar dapat tumbuh kembali. Tanaman JUN yang dipanen diharapkan memiliki diameter 20 cm dan volume 0,2 m3 per pohon.

58 Aspek Penerimaan UBH-KPWN (Inflow) Komponen inflow usaha JUN UBH-KPWN berasal dari penerimaan penjualan jasa investasi dan penerimaan penjualan pohon JUN siap panen. Penerimaan penjualan diperoleh dengan mengalikan harga jual dengan total penjualan Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang ditawarkan. Harga jasa investasi per pohon adalah Rp ,- sedangkan jumlah pohon yang ditanam berjumlah pohon dengan luas lahan sebesar 21,229 hektar, sehingga total dana yang diterima dari penjualan jasa investasi sebesar Rp ,- Dana investor ini digunakan untuk membiayai pohon selama umur tanam pohon. Rincian penerimaan penjualan jasa investasi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Penerimaan penjualan jasa investasi Jumlah Pohon Investasi per Pohon (Rp) Nilai Investasi (Rp) Penerimaan Penjualan JUN Siap Panen Pohon JUN baru dapat dipanen pada tahun kelima, yaitu saat umur JUN lima tahun. Harga jual pohon JUN di kebun pada saat panen diproyeksikan Rp ,- per pohon atau setara dengan Rp ,- per meter kubik. Jika diasumsikan tingkat kematian pohon JUN sebesar lima persen dan tanaman JUN yang hidup dapat seluruhnya diserap pasar, maka total penerimaan dari penjualan pohon JUN sebesar Rp ,- Total penerimaan dari penjualan tanaman JUN diperoleh dengan mengalikan jumlah pohon dengan harga jual tanaman JUN per pohon. Rincian penerimaan penjualan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Perkiraan penerimaan penjualan tanaman JUN pada akhir daur Tahun Jumlah Pohon Harga Jual per Pohon (Rp) Penerimaan (Rp)

59 44 Kriteria penilaian Net Present Value (NPV) terhadap kedua aspek penerimaan UBH-KPWN dalam usahatani JUN dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil analisis Net Present Value (NPV) terhadap aspek penerimaan Aspek Penerimaan Tahun Hasil Penerimaan (Rp) NPV (Rp) 1. Penerimaan penjualan jasa investasi 2. Penerimaan penjualan JUN siap panen Total Berdasarkan analisis NPV terhadap aspek penerimaan dapat dilihat bahwa usaha JUN dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN akan menghasilkan NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp ,- dengan total hasil penerimaan sebesar (Tabel 14). 5.5 Aspek Pengeluaran Biaya (Outflow) Arus pengeluaran biaya (outflow) dalam usaha JUN dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu berupa biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek yaitu pada tahun pertama. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama pelaksanaan usaha. Adapun jenis biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dalam usaha JUN dapat dilihat pada Tabel 15.

60 45 Tabel 15 Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak Pihak Jenis Biaya Yang Dikeluarkan 1. Investasi 1.1. Perlengkapan Kantor 1.2. Peralatan Produksi 1.3. Pengadaan Bibit 1.4. Reinvestasi perlengkapan kantor tahun ke tiga UBH-KPWN 2. Operasional 2.1. Manajemen Kantor (biaya tetap) 2.2. input (pupuk) penanaman dan perawatan tanaman JUN dalam lima tahun (per pohon) 2.3. Upah tenaga kerja penanaman, perawatan, pengawasan JUN 2.4. Pembelian jasa investasi per pohon Rp (biaya Investor investasi) Petani 2.5. Peralatan lapang (biaya investasi) Tenaga 2.6. Pengawasan JUN (biaya operasional) Sewa Lahan Pemilik lahan (biaya investasi) Pemerintah desa UBH-KPWN Arus pengeluaran biaya (outflow) dalam usaha JUN oleh UBH-KPWN dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu biaya investasi dan biaya operasional. A. Biaya investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek yaitu pada tahun pertama. Apabila terdapat aset yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur proyek, maka dilakukan reinvestasi. Pada kasus budidaya tanaman JUN ini biaya pengadaan bibit JUN termasuk pula ke dalam kategori biaya investasi, namun pengadaannya dilakukan secara bertahap dalam lima tahun, sesuai dengan kebutuhannya. Biaya investasi pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi perlengkapan kantor, biaya investasi peralatan produksi, biaya pengadaan bibit. Total biaya investasi yang diperlukan untuk perlengkapan kantor sebesar Rp ,- (Tabel 16).

61 46 Tabel 16 Biaya investasi perlengkapan kantor di Bogor Harga per Umur Nilai Uraian Satuan Jumlah Satuan Ekonomis (Rp) (Rp) (Tahun) Komputer unit Printer unit Modem unit Dispenser unit Lemari arsip unit Galon unit Kursi-Meja unit Mesin fax unit Pesawat telepon unit Tempat sampah unit Pompa air unit Stabiliser unit Total Biaya Investasi Perlengkapan Kantor Peralatan produksi yang dimiliki UBH-KPWN yaitu hand sprayer dan drum. Kedua peralatan tersebut digunakan untuk kegiatan pemeliharaan JUN. Sehingga, total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan produksi sebesar Rp ,- (Tabel 17). Tabel 17 Biaya investasi peralatan produksi Uraian Satuan Jumlah Harga per Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Hand sprayer unit Drum unit Total Biaya Investasi Peralatan Produksi Pengadaan bibit dilakukan sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu pemesanan bibit tidaklah sama dalam setiap tahunnya. Setiap pemesanan bibit jati di tambahkan lima persen sebagai antisipasi kematian. Pada Tabel 18 dapat dilihat total biaya pengadaan bibit tahun 2008 adalah sebesar Rp ,-

62 47 Tabel 18 Biaya pengadaan bibit tahun 2008 Biaya Pengadaan Bibit (Rp) Jumlah Bibit Harga per Bibit % = Keterangan : + 5% = Antisipasi Kematian Bibit Tanaman JUN Biaya reinvestasi dilakukan pada tahun ketiga, keenam dan kesebelas. Biaya reinvestasi pada tahun ketiga sebesar Rp ,- rincian biaya reinvestasi pada tahun ketiga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Biaya reinvestasi pada tahun ketiga Uraian Satuan Jumlah Harga per Satuan (Rp) Nilai (Rp) Galon unit Pesawat telepon unit Total Biaya Reinvestasi Tahun ke B. Biaya operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama pelaksanaan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 1. Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan usaha JUN UBH-KPWN yaitu menyangkut biaya manajemen kantor. Pada tahun pertama, usaha belum berjalan optimal, sehingga total biaya manajemen yang dikeluarkan hanya sebesar Rp ,- sedangkan pada tahun kedua hingga kelima usaha dinilai sudah berjalan optimal, sehingga total biaya yang dikeluarkan relatif konstan yaitu sebesar Rp ,- Rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Biaya manajemen kantor Uraian Tahun 1 2 s.d. 5 Nilai (Rp) Nilai (Rp) Listrik, air, telepon ATK dan keperluan kantor Sewa Kantor Total

63 48 2. Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya variabel pada usaha ini meliputi biaya pengadaan input untuk penanaman dan perawatan tanaman JUN serta biaya tenaga kerja. Biaya pengadaan input untuk penanaman dan perawatan dilakukan sampai pada tahun kelima, karena pada tahun keempat dan kelima tanaman JUN sudah cukup besar dan dirasa sudah kuat sehingga hanya memerlukan beberapa kali perawatan saja. Pada tahun keempat dan kelima KPWN lebih mengutamakan pengawasan dan pengamanan JUN. Pengeluaran biaya variabel ini dihitung berdasarkan sistem trees management (manajemen pohon), sehingga biaya atau pengeluaran ini dihitung atas pohon per pohon. Biaya pohon per pohon dapat diperoleh dengan mengkonversi harga per komponen bahan dengan komposisi yang dibutuhkan per pohon, sehingga diperoleh rincian biaya variabel JUN UBH-KPWN yang dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Total biaya input (pupuk) penanaman dan perawatan tanaman JUN untuk setiap pohon dalam waktu lima tahun sebesar Rp ,- Rincian tersebut dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Biaya input (pupuk) penanaman dan perawatan tanaman JUN dalam lima tahun (per pohon) Biaya tahun ke No Uraian 1 (Rp) 2 (Rp) 3 (Rp) 4 (Rp) 5 (Rp) 1 Pupuk dasar Pupuk lanjutan Perlakuan khusus (penomoran pohon, obatobatan, pengairan) Total Total biaya upah tenaga kerja penanaman dan perawatan untuk setiap pohon dalam lima tahun sebesar Rp ,- (Tabel 22).

64 49 Tabel 22 Biaya upah tenaga kerja penanaman dan perawatan JUN dalam lima tahun (per pohon) No 1 2 Uraian Pemasangan ajir, pembuatan lubang, pemupukan awal, dan penanaman Pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan 1 (Rp) (Rp) Biaya tahun ke 3 (Rp) 4 (Rp) 5 (Rp) Total Investor Arus pengeluaran biaya investor dalam usaha JUN yaitu berupa pembelian jasa investasi. Harga jasa investasi per pohon adalah Rp ,- sedangkan jumlah pohon yang ditanam berjumlah pohon, sehingga total dana yang dikeluarkan investor untuk membeli jasa investasi sebesar Rp ,- Rincian pembelian jasa investasi dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Pembelian jasa investasi Jumlah Pohon Investasi per Pohon (Rp) Nilai Investasi (Rp) Petani Arus pengeluaran biaya petani dalam usaha JUN yaitu berupa biaya investasi dan tenaga. Biaya investasi petani pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi peralatan lapang. Total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan lapang sebesar Rp ,- (Tabel 24). Tidak hanya mengeluarkan biaya investasi peralatan lapang, petani juga mengeluarkan tenaganya untuk menggarap lahan jati. Untuk menghitung tenaga yang telah dikeluarkan oleh petani diperlukan HOK (Hari Orang Kerja). Nilai HOK dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah tenaga kerja dengan lama pekerjaan. Sehingga besar kecilnya upah yang diberikan kepada petani yang telah mengeluarkan tenaganya untuk menggarap lahan jati tergantung pada besar kecilnya nilai HOK petani tersebut.

65 50 Kegiatan pemasangan ajir, pembuatan lubang, pemupukan awal dan penanaman dilakukan hanya sekali yaitu pada saat tahun pertama. Dilihat dari hasil kegiatan tersebut diperoleh rata-rata upah petani per hari dan biaya yang telah dikeluarkan petani. Pada petani strata I yaitu rata-rata upah sebesar Rp ,- /hari dengan biaya petani sebesar Rp ,- petani strata II rata-rata upah sebesar Rp ,- /hari dengan biaya petani sebesar Rp ,- dan pada petani strata III rata-rata upah sebesar Rp ,- /hari dengan biaya petani sebesar Rp ,- (Lampiran 4-6). Sedangkan pada kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan dilakukan yaitu pada saat tahun petama hingga tahun kelima. Untuk lebih detail mengenai kegiatan pemeliharaan, pemupukan lanjutan dan penyiangan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 24 Biaya peralatan lapang Jenis Nilai Total Umur Ekonomis Jumlah Harga (Rp/Unit) Peralatan (Rp) (Tahun) Cangkul Garpu Gergaji Parang Jumlah Pemilik Lahan Arus pengeluaran pemilik lahan dalam usaha JUN yaitu berupa biaya pengawasan lahan dan sewa lahan. Karena areal JUN yang cukup luas pemilik lahan memutuskan untuk memilih sepeda motor dalam kegiatan pengawasan lahan JUN, jika diasumsikan harga bahan bakar motor (bensin premium) selama lima tahun sebesar Rp 4.500,- maka total pengeluaran pemilik lahan selama lima tahun sebesar Rp ,- (Tabel 25). Tabel 25 Biaya pengawasan lahan Jenis Pengeluaran Pengawasan lahan: - Bensin Jumlah Biaya per Hari (Rp) Jumlah Biaya per 5 Tahun (Rp) Harga sewa lahan di Ciaruteun Ilir yaitu sebesar Rp ,- /ha/th. Sehingga, biaya sewa lahan selama lima tahun yaitu sebesar Rp ,- /ha.

66 51 Sedangkan total luas lahan yang dibutuhkan untuk usahatani JUN yaitu sebesar 21,229 ha. Maka, total biaya sewa lahan yaitu sebesar Rp ,- (Tabel 26). Tabel 26 Biaya sewa lahan Harga Sewa Lahan / Hektar / Tahun (Rp) Lama Menyewa (Tahun) Sewa (Rp) Luas Total Lahan (Ha) Total Biaya Sewa Lahan (Rp) , Pemerintah Desa Pemerintah desa atau perangkat desa sebagai ujung tombak pemerintahan. Pemerintah desa tidak dilibatkan secara langsung dalam pengembangan usaha budidaya JUN Pola Bagi Hasil di wilayah Desa Ciaruteun Ilir. Pemerintah desa hanya berperan dalam menggerakkan masyarakat calon peserta, mengawasi jalannya kerjasama tersebut, tetapi tidak turut serta mengamankan tanaman JUN dari gangguan, pencurian, kebakaran atau ganguan ternak dan manusia, karena dalam hal pengamanan tanaman JUN telah diambil alih oleh KOPASSUS selaku pemilik lahan. Sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah desa didalam kerjasama kemitraan ini, tetapi pemerintah desa memperoleh bagian hasil panen sebanyak 10 persen dari jumlah pohon yang ditanam. 5.6 Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan Analisis Benefit dan Cost Sharing Langkah penting yang dilakukan dalam pengelolaan bisnis adalah penyusunan laporan laba rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu daur produksi (Nurmalina et al. 2009). Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan dalam suatu bisnis. Adapaun keempat jenis kegiatan tersebut (Nurmalina et al. 2009) adalah: a. Pendapatan dari penjualan produk barang dan jasa. b. Beban produksi untuk mendapatkan barang dan jasa. c. Beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk.

67 52 d. Beban keuangan dalam menjalankan bisnis. Perkiraan analisis laba dan rugi usaha hutan rakyat pola kemitraan yang dikembangkan oleh UBH-KPWN desa Ciaruteun Ilir terdiri dari satu bentuk kemitraan berdasarkan besarnya hasil sharing (penerimaan dan biaya). Bentuk kemitraan di Ciaruteun Ilir terdiri dari lima pihak yaitu UBH-KPWN, investor, pemilik lahan, petani dan pemerintah desa. Tabel 27 Analisis benefit sharing dan cost sharing Para Pihak Benefit Sharing Cost sharing % Total Rp Rp/ha/daur % PV Biaya (Rp) % 1. Petani ,3 2. UBH-KPWN ,7 3. Investor ,0 4. Pemilik Lahan ,0 5. Pemerintah Desa Total Berdasarkan hasil perhitungan analisis benefit dan cost sharing pengusahaan Jati di Desa Ciaruteun Ilir, diketahui bahwa kemitraan ini mendapatkan total cost (biaya) sebesar Rp ,- Dilihat dari nilai benefit sharing dan cost sharing, petani merupakan pihak yang lebih diuntungkan daripada mitranya UBH-KPWN dengan nilai laba (benefit) sebesar 25% dan nilai biaya (cost) sebesar Rp ,- dengan nilai persentase cost sharing 1%. Cost (biaya) yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp ,- merupakan biaya total yang dikeluarkan dari 60 petani yang terdiri dari 20 petani strata I, 20 petani strata II dan 20 petani strata III. Sedangkan UBH-KPWN dikatakan kurang diuntungkan dalam hal ini dikarenakan nilai benefit (laba) yaitu sebesar 15% dengan nilai cost (biaya) sebesar Rp ,- dan nilai persentase sebesar 41% (Tabel 27). Berdasarkan hasil perhitungan analisis benefit dan cost sharing setelah dikonversi kedalam hektar, diketahui bahwa kemitraan ini mendapatkan total cost (biaya) sebesar Rp ,- (Tabel 27).

68 Analisis Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan salah satu metode perhitungan kelayakan investasi yang banyak digunakan karena mempertimbangkan nilai waktu uang (Arifin 2008). NPV yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekararng dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar 2005). Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis Net Present Value (NPV) yaitu: a. Menggunakan faktor diskonto/suku bunga bank yang berlaku pada tahun 2011 yaitu 12%. b. Kondisi perekonomian selama jangka waktu penelitian stabil. c. Pendapatan dan biaya pengeluaran mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan. d. Umur tanaman JUN 3 tahun e. Siklus tebang tanaman JUN umur 5 tahun. f. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang berlaku. g. Semua harga input dan output yang digunakan dalam analisis berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung dengan asumsi harga konstan sampai selesainya penelitian. Tabel 28 Hasil analisis NPV berdasarkan PV manfaat dan PV biaya masingmasing pihak Para Pihak PV Manfaat (Rp) PV Biaya (Rp) NPV (Rp) 1. Petani UBH-KPWN Investor Pemilik Lahan Pemerintah Desa Total

69 54 Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha JUN dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN akan menghasilkan NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp ,- (Tabel 28). Hal ini menunjukkan usaha ini akan memberikan manfaat bersih saat ini sebesar Rp ,- selama jangka waktu 5 tahun. Dengan demikian, berdasarkan kriteria NPV usaha JUN UBH-KPWN ini layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan PV manfaat investor paling diuntungkan karena memiliki nilai PV manfaat yang paling besar dan berdasarkan PV biaya pemerintah desa yang paling diuntungkan karena memiliki nilai PV biaya yang paling kecil dibandingkan mitra usaha yang lainnya. 5.7 Analisis Kemitraan Tahapan pola kemitraan Dalam pengelolaan kemitraan terdapat semangat kebersamaan yang mengandung arti berbagi, baik dalam peran, ruang, waktu maupun pendapatan. Terdapat tiga tahapan dalam pelaksanaan kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir. Tahapan-tahapan tersebut adalah: a. Sosialisasi Tahap sosialisasi merupakan tahap untuk mengetahui dan memahami sejelas mungkin, tentang apa dan bagaimana program kemitraan. Kunci keberhasilan program kemitraan adalah keberhasilan dalam melaksanakan sosialisasi ke masyarakat. Adapun sasaran dalam kegiatan ini adalah warga masyarakat yang ada di dalam atau di sekitar hutan, pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat (Gambar 6). Gambar 6 Kantor pemerintah desa dan tokoh masyarakat (ketua RW)

70 55 b. Penunjukan lokasi dan luas Lokasi yang digunakan dalam kegiatan kemitraan adalah milik Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS). Lokasi yang dijadikan program kemitraan di Desa Ciaruteun Ilir milik KOPASSUS yaitu seluas kurang lebih 21,229 ha. Kegiatan kemitraan ditempat ini dilakukan dengan sistem tumpangsari antara tanaman Jati (umur 2 tahun) dengan cabai (Gambar 7). Lamanya kontrak kemitraan adalah 5 tahun, dimulai pada tahun Gambar 7 Tumpangsari JUN dengan cabai c. Pembuatan perjanjian kerjasama dan pelaksanaan kerja Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Direktur Utama UBH-KPWN, Petani penggarap dan disaksikan oleh tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh petani penggarap, sedangkan biaya pengadaan bibit dan biaya angkut bibit ke lokasi penanaman dibiayai oleh UBH- KPWN. UBH-KPWN juga membiayai biaya persiapan dan menyiapkan lahan. Pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan perjanjian, termasuk hak dan kewajiban semua mitra yang terlibat dalam kemitraan ini. Nilai sharing ditetapkan sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak sesuai dengan perjanjian, yaitu 15% UBH-KPWN, 10% pemilik lahan, 25% petani penggarap dan 40% investor dan 10% pemerintah desa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kekayaan alam bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan aspek kelestarian

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO 1 KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA. PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA UNIT USAHA BAGI HASIL KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA DENGAN MITRA USAHA PESERTA USAHATANI JATI UNGGUL POLA BAGI HASIL TENTANG PENGEMBANGAN USAHATANI JATI UNGGUL POLA

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI

DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI ANALISIS POLA DAN KELAYAKAN KEMITRAAN ANTARA PETANI HUTAN RAKYAT DENGAN PT. BINA KAYU LESTARI GROUP DI KABUPATEN DAN KOTA TASIKMALAYA JAWA BARAT IYIS PUJI LESTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia, sehingga peranan sektor pertanian dalam pembangunan tidak perlu diragukan lagi. Pemerintah memberikan amanat

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah

Lebih terperinci

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi Penyuluh Pertanian Madya, Pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BAKORRLUH) Provinsi NTB Landasan kuat untuk membangun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Berbagai definisi dapat diberikan kepada kata risiko itu. Namun, secara sederhana artinya senantiasa mengena dengan kemungkinan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA L. BINTANG SETYADI B. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jati merupakan kayu yang memiliki banyak keunggulan, antara lain yaitu jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna (2005) yang menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG KEMITRAAN PADA BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebahagian besar penduduk bangsa Indonesia hidup dari sektor pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil guna meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis L.f) tumbuh secara alami di seluruh Asia Tenggara dan merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar internasional.

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri furniture dari Indonesia mencapai 70 juta m 3 per tahun dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN

Lebih terperinci

Learning Outcome (LO)

Learning Outcome (LO) KONTRAK PERKULIAHAN KONSEP DAN DEFINISI KEMITRAAN, TUJUAN DAN MANFAAT KEMITRAAN BENTUK-BENTUK POLA KEMITRAAN ASAS PERJANJIAN INTI PLASMA PELAKU KEMITRAAN KEMITRAN DALAM AGRIBISNIS STRATEGI KEMITRAAN Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah) 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si BAB. X. JARINGAN USAHA OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si SEBAGAI EKONOMI RAKYAT Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI Oleh: Ryandika Gilang Putra 121201153 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR KEMITRAAN ANTARA PETANI TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHATANI (TRKSU) DAN PETANI TEBU RAKYAT MANDIRI (TRM) DENGAN PABRIK GULA CANDI BARU DI KECAMATAN CANDI- SIDOARJO SKRIPSI Diajukan Oleh: RIANA DWIJAYANTI NPM

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pola Kemitraan Dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha mikro kecil dituntut untuk tetap dapat bersaing dengan pelaku usaha

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 940/Kpts/OT.210/10/97 TENTANG PEDOMAN KEMITRAAN USAHA PERTANIAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : 1. bahwa kemitraan usaha merupakan

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI

ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI OLEH: RIZLIANI APRIANITA HSB 060304019 AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT

POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT POLA KEMITRAAN PT SAYURAN SIAP SAJI DENGAN MITRA BELI BAWANG BOMBAY DI JAWA BARAT Oleh Garry Oglamando NPM 14751021 Laporan Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Sebutan Ahli Madya

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di lokasi penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil- Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature) membawa perubahan pada pola konsumsi obat dari yang berbahan kimiawi, ke obat-obatan yang terbuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang penduduk Indonesia bermata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana

Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana Pranatasari Dyah Susanti Adnan Ardhana Seminar Nasional Kesehatan Hutan & Kesehatan Pengusahaan Hutan Untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 langsung penghasil kayu non kayu Hutan pengendali iklim

Lebih terperinci