ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS"

Transkripsi

1 ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Penerapan Asian Currency Unit (ACU) di Kawasan ASEAN+3 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2010 Bayu Darussalam H

3 ABSTRACT BAYU DARUSSALAM. The Analyze of ACU Implementation in ASEAN plus Three Economic. Under Supervision of NOER AZAM ACHSANI and NUNUNG NURYARTONO. As financial crisis hit Asian countries in 1997, following international trade and globalization, there were global awareness toward maintaining regional stability. Since then, ASEAN+3 countries have made a lot of efforts to enhance economic coordination among regions, aiming at full economic integration. Along with greater ASEAN+3 economic integration, concerns on currency stabilization are raising. This research examines the readiness of the ASEAN+3 countries in the efforts of forming single currency unit, as a main representation of full economic integration. This research analyze regional cooperation on currency stabilization by way of adopting Asian Currency Unit (ACU) as parallel currency in ASEAN+3 countries, before the full implementation of common currency area, which will take longer time. The ACU implementation takes a similar model of establishing European Currency Unit (ECU), right before the Europe released the Euro single currency in The finding shows that, based on Maastricht Treaty, ASEAN+3 countries currently have no adequate capacity to be a fully, economically integrated. The reason is that not all ASEAN+3 economic meet the Maastricht convergence requirements. It shows that if ACU is implemented by now. Furthermore, as ACU and each individual domestic currencies are shocked at once against inflation, Vector Autoregressive (VAR) Model shows that ten countries are better off using ACU instead of their domestic currencies. Key words: Economic integration, Maastricht Treaty convergence criteria, Asian Currency Unit (ACU), Vector Autoregressive (VAR). JEL Classification : E 42, F15, F42

4 RINGKASAN BAYU DARUSSALAM. Analisis Penerapan Nilai Tukar Asian Currency Unit (ACU) di Kawasan ASEAN+3. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI dan NUNUNG NURYARTONO Sejak terjadi krisis ekonomi di Thailand yang menyebar menjadi Krisis Asia tahun 1997 sebagai dampak dari globalisasi dan integrasi ekonomi serta keuangan dunia, semakin meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya memelihara stabilitas suatu kawasan. Dari krisis tersebut, ada inisiasi untuk memulai kerjasama regional dalam memelihara stabilitas kawasan ASEAN+3. Kerjasama tersebut melahirkan suatu kesepakatan bernama Chiang Mai Initiative (CMI). CMI merupakan hasil kesepakatan pertemuan Menteri Keuangan ASEAN+3 pada Mei CMI bertujuan untuk menyediakan bantuan keuangan regional sebagai bantuan pendamping yang diberikan oleh lembaga internasional, melalui jejaring swap bilateral di antara negara-negara ASEAN+3. Kerjasama dalam kawasan ini pun terus berlangsung dalam rangka membentuk integrasi ekonomi secara penuh. Pembentukan integrasi ekonomi di kawasan ini dilandasi karena manfaat yang akan diperoleh dari integrasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin dihadapi oleh masing-masing negara dalam kawasan tersebut (Sholihah dan Saichu, 2007). Faktor lainnya yang mempengaruhi perlunya integrasi di kawasan ASEAN+3 didasari dari kesuksesan Uni Eropa membentuk suatu single market dengan mata uang tunggal Euro, dimana perdagangan dilakukan secara bebas, tanpa dibebankan adanya pajak. Hal ini mendorong tumbuh pesatnya perekonomian di wilayah Uni Eropa. Berawal dari kesuksesan Eropa juga, maka negara-negara ASEAN terdorong untuk menciptakan suatu single market. Pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003, para pemimpin ASEANmenyepakati sebuah penyatuan perekonomian yang dikenal dengan ASEAN Economic Community (AEC) yang ditargetkan akan beroperasi pada tahun Pembentukan AEC bermuara pada pembentukan Asian Currency Unit (ACU) atau satuan mata uang ASEAN, yang akan menjadi satu-satunya alat transaksi diantara negara-negara tersebut. Oleh sebab itu, maka menjadi penting bagi kawasan ASEAN+3 mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan peluang terciptanya sebuah integrasi ekonomi kawasan secara penuh. Menurut tahapan integrasi Balassa, usaha-usaha untuk menuju integrasi ekonomi haruslah melalui berbagai tahapan yang dibagi dalam lima tahap antara lain : (i) Free Trade Area, (ii) Custom Union, (iii) Common Market, (iv) Economic union, dan (v) Total Economic. Namun, kondisi aktual tahapan integrasi ekonomi yang dilakukan oleh ASEAN+3 baru pada tahapan Free Trade Area (FTA). Artinya masih banyak tahapan dan persiapan yang perlu dilakukan oleh kawasan ini dalam mencapai integrasi ekonomi secara penuh. Integrasi total economic ditandai dengan penyatuan moneter berupa penerbitan mata uang tunggal kawasan yang digunakan dalam bertransaksi, baik antar negara kawasan maupun dengan negara di luar kawasan. Dalam konteks ASEAN+3, kawasan ini

5 sedang melakukan penelitian mengenai kemungkinan penerapan mata uang tunggal kawasan. Menurut Kim (2007), terdapat pendekatan tiga tahap untuk menuju mata uang tunggal Asia. Ketiga tahapan ini meliputi : (i) Koordinasi kebijakan nilai tukar, (ii) membuat mata uang tunggal regional, (iii) membuat mata uang tunggal Asia. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pembentukan mata uang parallel ACU sebagai mata uang kawasan ASEAN+3, selanjutnya adalah kegunaan dan keuntungan menggunakan ACU, serta bagaimana kesiapan negara-negara di ASEAN+3 membentuk sebuah uni moneter regional di kawasan tersebut. Pembahasan pada penelitian ini pun dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode krisis ekonomi ( ), dan periode pasca krisis ekonomi ( ). Selain tujuan tersebut, penelitian ini mencoba merumuskan berbagai implikasi kebijakan berdasarkan hasil analisis tujuan penelitian ini. Pada penelitian ini dibahas bagaimana kesiapan kawasan ASEAN+3 menuju integrasi ekonomi secara penuh dengan menggunakan kriteria konvergensi Maastricht Treaty seperti yang dilakukan oleh Eropa. Selanjutnya penelitian ini menganalisis pembentukan ACU di kawasan ASEAN+3 meliputi konstruksi model ACU, kriteria pembobotan (variabel yang digunakan maupun pembagian bobot), serta mekanisme nilai tukar yang dilakukan. Kemudian dalam penelitian ini pun dianalisis mengenai pilihan penggunaan mata uang bagi setiap negara di kawasan ASEAN+3 dengan menggunakan model VAR. Keputusan pemilihan model tersebut berdasarkan kebutuhan penelitian untuk melihat negaranegara anggota ASEAN+3 mana saja yang layak menggunakan mata uang ACU sebagai mata uang kawasan. Kriteria pemilihan tersebut didasarkan jika fluktuasi inflasi suatu negara lebih kecil jika menggunakan ACU daripada negara tersebut menggunakan mata uang domestiknya. Berdasarkan kriteria konvergensi Maastricht Treaty untuk menuju suatu uni moneter regional seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa, hasil yang diperoleh antara lain : (i) pada periode krisis ekonomi ( ) hanya negara China yang yang memenuhi empat kriteria konvergensi, dan (ii) pada periode pasca krisis ekonomi ( ) kembali hanya China yang memenuhi empat kriteria konvergensi. Hal ini tentu saja mengindikasikan bahwa kondisi saat ini bukanlah saat yang tepat bagi negara-negara di kawasan ASEAN+3 membentuk sebuah uni moneter regional kawasan. Untuk pembobotan nilai tukar ACU diperoleh bahwa pada periode krisis ekonomi ( ), bobot pembentukan mata uang ACU ASEAN+3 dikuasi oleh tiga negara plus three sebesar 68 persen dari total keseluruhan bobot mata uang, antara lain Jepang (30.4 persen), China (30.1 persen), dan Korea (8.3 persen). Sementara periode pasca krisis ekonomi ( ), bobot pembentukan mata uang ACU ASEAN+3 tidak lagi dikuasi oleh negara-negara plus three. Pada periode ini komposisi bobot terbesar secara berturut-turut dikuasai oleh China (38.1 persen), Jepang (25.0 persen), dan Singapura (7.2 persen). Dalam penelitian ini juga diperoleh bahwa pada periode tidak dapat ditentukan benchmark rate sebesar 2.25 persen, 6 persen, maupun 15 persen seperti yang dilakukan oleh Eropa karena pergerakan seluruh mata uang anggota bergerak melebihi koridor fluktuasi tersebut. Sementara pada periode

6 kembali tidak ada negara yang benchmark rate-nya berada pada koridor 2.25 persen. Namun, pada periode ini dapat diberlakukan koridor fluktuasi sebesar 25 persen. Hasil estimasi dari penelitian ini pun menunjukkan bahwa ada tiga negara yang tepat menggunakan mata uang ACU ASEAN+3 karena dapat meminimalisir fluktuasi inflasi jika terjadi shock pada nilai tukar ACU dan mata uang domestiknya. Ketiga negara tersebut antara lain, China, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sementara itu untuk negara-negara seperti Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Brunei, Myanmar, Kamboja dan Laos lebih tepat menggunakan mata uang domestiknya daripada menggunakan nilai tukar ACU. Secara keseluruhan, penelitian ini memberi gambaran bahwa kondisi hari ini bukanlah waktu yang tepat bagi negara-negara di kawasan ASEAN+3 membentuk integrasi ekonomi secara penuh. Namun, kemungkinan kawasan ASEAN+3 ini untuk dapat memenuhi kriteria konvergensi makroekonomi sangatlah terbuka, setidaknya dalam periode jangka panjang. Hal ini didukung oleh perkembangan yang terjadi pada kawasan ini, dengan cakupan kerja sama yang semakin luas, orientasi ekspor yang kuat, human capital yang solid, serta didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam beberapa dekade terakhir, mencerminkan optimisme tersebut. Kata kunci : Integrasi ekonomi, Kriteria konvergensi Maatricht Treaty, Asian Currency Unit (ACU), Vector Autoregressive (VAR). Klasifikasi JEL : E42, F15, F42

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau menyeluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB

8 ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

9

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MS

11 PRAKATA Puji serta syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, karunia derta hidayah yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih pada tesis ini adalah Analisis Penerapan Nilai Tukar Asian Currency Unit (ACU) di Kawasan ASEAN+3. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1997 merupakan guncangan dari adanya globalisasi ekonomi. Besarnya dampak krisis terhadap kesejahteraan masyarakat dalam sekejap menghapus keuntungan globalisasi serta ketidakberdayaan suatu negara melindungi perekonomiannya. Sejak terjadi krisis tersebut, negara di Asia melakukan berbagai upaya untuk mengedepankan koordinasi ekonomi regional. Hal ini dilandasi bahwa dengan adanya koordinasi dalam wilayah dapat memberikan manfaat yang lebih besar daripada tidak adanya koordinasi dalam wilayah. Fakta tersebut menilik dari kesuksesan Eropa membentuk sebuah uni moneter regional dengan peluncuran mata uang Euro pada tahun Bukan suatu perkara yang mudah mencapai integrasi ekonomi seperti yang telah dilakukan oleh Uni Eropa. Namun berbagai cara telah dilakukan dalam bentuk kerja sama yang mengarah pada integrasi ekonomi, keuangan, dan moneter. Dalam proses menuju integrasi tersebut terdapat peluang bagi kawasan ASEAN+3 mencapai suatu integrasi ekonomi secara penuh. Salah satu dari peluang tersebut adalah mengoptimalkan potensi manfaat dari proses integrasi ekonomi untuk memelihara stabilitas ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar. Dengan tujuan untuk stabilitas nilai tukar dalam kawasan ASEAN+3 diperlukan sistem nilai tukar bersama sebelum mencapai mata uang tunggal kawasan seperti yang dilakukan Eropa. Sistem nilai tukar yang dimaksud adalah sistem nilai tukar parallel yang dibentuk sesuai dengan pola pembentukan European Currency Unit (ECU) di kawasan Eropa. Hal tersebut dapat direalisasikan melalui pembentukan Asian Currency Unit (ACU) dengan mengikuti pola pembentukan ECU pada masa lampau. Hasil analisis menjelaskan bahwa pada kondisi saat ini, kawasan ASEAN+3 masih belum dapat membentuk integrasi ekonomi secara penuh berdasarkan kriteria konvergensi Maastricht Treaty. Hal ini pun didukung fakta bahwa proses integrasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 baru pada tahapan Free Trade Area (FTA) dan membutuhkan beberapa tahapan integrasi untuk mencapai total economic integration. Dalam stabilitas nilai tukar dengan menggunakan sistem nilai tukar ACU terlihat bahwa negara-negara plus three (Cina, Jepang, Korea) relatif mendominasi penguasaan bobot ACU dibandingkan negara-negara ASEAN. Walaupun demikian, dengan adanya negara-negara plus three setidaknya memberikan pangsa perekonomian yang besar di dunia yang diharapkan dapat menjadi kutub perekonomian baru setelah Amerika dan Uni Eropa bagi ASEAN+3. Berdasarkan Deklarasi ASEAN Concord II, disepakati bahwa Visi ASEAN 2020 adalah menuju masyarakat ekonomi ASEAN, yang kemudian dipercepat menjadi tahun Mengingat pentingnya kesepakatan regional

12 tersebut, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi persiapan negara-negara di kawasan ASEAN+3 menyongsong integrasi ekonomi yang dimaksud. Selain sebagai referensi, penelitian ini mutlak dibutuhkan sebagai landasan kebijakan yang sinergis untuk mencapai Visi ASEAN 2015 dengan kondisi yang ada pada saat ini. Kebijakan ini sejatinya tidak hanya menjadi wacana yang terabaikan di kawasan ASEAN, namun layak juga untuk diimplementasikan. Berbagai pihak telah memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi penyelesaian maupun penyempurnaan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibunda Lily Arlina dan Ayahanda Khairil Anwar Notodiputro atas doa dan kasih sayang-nya. 2. Pembimbing Dr. Noer Azam Achsani dan Dr. Nunug Nuryartono yang dengan sabar serta ikhlas menuntun penulis menyelesaikan tesis ini dari segi ide, saran, dan kritik yang membangun. 3. Dr. Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji luar komisi yang telah menyempatkan waktunya untuk menguji penulis dalam mempertahankan hasil penelitiannya. 4. Dr. Wiwiek Rindayanti selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB dalam ujian tesis. 5. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi (2010-sekarang) Dr. Nunung Nuryartono dan Dr. D. S. Priyarsono yang telah menjadi Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi pada periode Semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. 7. Kakanda Nusron Wahid (calon) MSi yang telah melakukan proses perkaderan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang akademik ini secara baik dan memuaskan. 8. Sandi, Ilham, Ridwan, Yusuf, dan Ica sebagai saudara kandung penulis yang telah memberikan kasih sayang serta kehangatan dalam keluarga besar Khairil Anwar. 9. Genta Sari Luwina, yang selalu menjaga dan menambah ghiroh, semangat, serta daya juang kepada penulis, hingga akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. 10. Special Thanks untuk Syarif Syahrial, Fathurrahman, Indra, dan Ade Kholis yang bersedia menunjang Sumberdaya data serta keilmuan dalam menyempurnakan tulisan ini. 11. Rekan-rekan IReS, DPRRI (Tenaga Ahli, Staf Ahli, Asisten dan Sekretaris Pribadi Anggota) serta Yayasan MataAir atas support maupun sebagai forum diskusi, yang melahirkan ide-ide brilian dalam menempuh studi.

13 Akhirnya penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak lain yang telah membantu namun namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Kiranya hanya Allah SWT yang Maha Kuasa yang akan memberi balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Bogor, Februari 2010 Bayu Darussalam

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada Tanggal 24 April 1984 dari pasangan Khairil Anwar Notodiputro dan Lily Arlina. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di Kent Road Public School Sydney Australia pada tahun Selanjutnya Sekolah Dasar dilanjutkan di SDN Polisi 4 Bogor dan lulus tahun 1996, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 4 Bogor dan lulus tahun 1999, serta dilanjutkan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus tahun Ketika sampai di jenjang perguruan tinggi, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan lulus tahun Setelah lulus menjadi sarjana, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister Ilmu Ekonomi IPB pada tahun Saat ini penulis bekerja sebagai asisten pribadi Anggota DPR RI terhitung sejak tahun Namun, selain sebagai asisten pribadi Anggota DPR RI, penulis juga belajar menjadi seorang peneliti di Lembaga kajian IReS (Institute for Rural and Economic Studies).

15 DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Tabel.. Daftar Grafik. Daftar Gambar.. Halaman xv xvii xviii xix Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup, Keluaran, dan Manfaat Penelitian Bab II. Tinjauan Pustaka Pentahapan Proses Integrasi Integrasi Sektor Riil menuju Integrasi Ekonomi Teori Integrasi Ekonomi Cerita Sukses Eropa Pengalaman Uni Eropa untuk ASEAN Kondisi Kerjasama ASEAN Integrasi Regional ASEAN Latar Belakang Integrasi Moneter ASEAN Parallel Currency ACU Vector Autoregresive (VAR) Optimum Currency Area (OCA) Maastricht Treaty Convergence Criteria Penelitian Empiris Terkait Kerangka Pemikiran Bab III. Data dan Metodologi Penelitian Jenis dan Sumber Data Hipotesis Penelitian Model Teoritis Weighted Average Model Vector Autoregressive (VAR) Spesifikasi Model Penelitian Model Asian Currency Unit (ACU) Model VAR untuk ACU, Mata Uang Domestik dan Inflasi Prosedur Analisis Penelitian Bab IV. Asian Currency Unit (ACU) sebagai Mata Uang Regional ASEAN Konstruksi ACU... 63

16 4.2. Pengalaman Eropa ECU Kesiapan ASEAN+3 Membentuk Uni Moneter Regional Komposisi dan Penentuan Bobot ACU ACU pada Periode Krisis Ekonomi ( ) Perhitungan Nilai ACU dalam Mata Uang Lokal Mekanisme Nilai Tukar Periode Periode Pasca Krisis Ekonomi ( ) Perhitungan Nilai ACU dalam Mata Uang Lokal Mekanisme Nilai Tukar Periode Bab V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN Nilai Tukar (Exchange Rate) Bentuk Kerja sama Nilai Tukar Regional Kerjasama Nilai Tukar di ASEAN Nilai Tukar dan Inflasi Pilihan Penggunaan Mata Uang ASEAN Uji Stasioneritas Data Uji Kointegrasi Variabel Non-Stationer Penentuan Lag Optimal Impulse Response Functions VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Saran Penelitian Lebih Lanjut DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

17 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tahapan Integrasi Ekonomi Bela Balassa Tabel 2. Penelitian Empiris Terkait Tabel 3.Variabel-variabel Ekonomi dalam Penelitian Tabel 4. Tahapan Prosedur Analisis Penelitian Tabel 5 Komposisi Awal ECU Tabel 6. Revisi Pertama dari Komposisi ECU Tabel 7. Revisi Kedua dari Komposisi ECU Tabel 8. Konvergensi ASEAN+3, Kriteria Maastricht, Periode Tabel 9. Konvergensi ASEAN+3, Kriteria Maastricht, Periode Tabel Konvergensi ASEAN+3, Kriteria Maastricht, Periode Tabel 11. Mata Uang Negara ASEAN Tebel 12. Pangsa Masing-masing Anggota ASEAN Tabel 13. Bobot Masing-masing Anggota ASEAN Tabel 14. Perhitungan ASEAN+3 ACU Tabel 15. USD/ACU dengan Memperhitungkan Bobot Mata Uang Lokal Masing-masing Negara Tabel 16. Perhitungan Nilai ACU dalam Mata Uang Won dan Rupiah Tabel 17. Pergerakan Nilai ACU dalam Mata Uang Nasional Tabel Koridor Pergerakan Mata Uang Domestik terhadap ASEAN+3 ACU Tabel 19. Pangsa Masing-masing Anggota ASEAN+3, Tabel 20. Bobot Masing-masing Anggota ASEAN Tabel 21. Perhitungan ASEAN+3 ACU Tabel 22. USD/ACU dengan Memperhitungkan Bobot Mata Uang Lokal Masing-masing Negara Tabel 23. Perhitungan Nilai ACU dalam Mata Uang Peso dan Kyat Tabel 24. Pergerakan Nilai ACU dalam Mata Uang Nasional Tabel 25. Koridor Pergerakan Mata Uang Domestik Terhadap ASEAN+3 ACU Tabel 26. Sistem Nilai Tukar Negara ASEAN Tabel 27. Hasil Pengujian Unit Root, dengan Augmented Dickey- Fuller (ADF). 107 Tabel 28. Hasil Uji Kointegrasi Johanssen Tabel 29. Model VAR yang Terbentuk Tabel 30. Pilihan Mata Uang Masing-Masing Negara ASEAN

18 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Laju Fluktuasi Nilai Tukar Negara Eropa... 8 Grafik 2. Laju Fluktuasi Nilai Tukar Negara ASEAN Grafik 3. Laju Inflasi Negara ASEAN Grafik 4. Pergerakan ASEAN+3 ACU Terhadap USD Grafik 5. Nilai Tukar JPY/ASEAN+3 ACU ( ).. 84 Grafik 6. Nilai Tukar CNY/ASEAN+3 ACU ( ) 84 Grafik 7. Nilai Tukar KRW/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 8. Nilai Tukar IDR/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 9. Nilai Tukar MYR/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 10. Nilai Tukar SGD/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 11. Nilai Tukar THB/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 12. Nilai Tukar PHP/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 13. Nilai Tukar VND/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 14. Nilai Tukar BRD/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 15. Nilai Tukar MMK/ASEAN+3 ACU ( ).. 85 Grafik 16. Nilai Tukar KHR/ASEAN+3 ACU ( ) 85 Grafik 17. Nilai Tukar LAK/ASEAN+3 ACU ( ) 85 Grafik 18. Pergerakan ASEAN+3 ACU Terhadap USD Grafik 19. Nilai Tukar CNY/ASEAN+3 ACU ( ) 96 Grafik 20. Nilai Tukar JPY/ASEAN+3 ACU ( ). 96 Grafik 21. Nilai Tukar KRW/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 22. Nilai Tukar IDR/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 23. Nilai Tukar MYR/ASEAN+ACU ( ) Grafik 24. Nilai Tukar SGD/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 25. Nilai Tukar THB/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 26. Nilai Tukar PHP/ASEAN+3 ACU ( ). 96 Grafik 27. Nilai Tukar VND/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 28. Nilai Tukar BRD/ASEAN+3 ACU ( ) Grafik 29. Nilai Tukar MMK/ASEAN+3 ACU ( ) 97 Grafik 30. Nilai Tukar KHR/ASEAN+3 ACU ( ) 97 Grafik 31. Nilai Tukar LAK/ASEAN+3 ACU ( ) 97 Grafik 32. Grafik Impulse Response Function terhadap Inflasi setiap Negara ASEAN

19 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tingkatan Integrasi Ekonomi menurut Griffin dan Pustay Gambar 2. Pembentukan Asian Currency Unit Gambar 3. Kerangka Pemikiran Gambar 4. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi

20 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Globalisasi menyebabkan aliran barang, jasa dan modal di dunia dapat bergerak dengan bebas. Hal ini terjadi sejak diberlakukannya secara global suatu mekanisme perdagangan melalui penciptaan kebijakan free trade. Globalisasi perdagangan bebas, secara langsung berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, yang menimbulkan persaingan global. Era globalisasi ini sendiri merupakan sesuatu yang positif, dalam pengertian sebagai proses dimana ekonomi setiap negara berinteraksi secara timbal balik satu dengan yang lainnya, yang dengan demikian memberikan peluang bagi setiap negara untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya, sehingga diharapkan dapat membuat perekonomian menjadi efisien. Dalam era globalisasi, dunia menjadi seolah tanpa batas (boundaryless) yang ditandai dengan munculnya perdagangan bebas antar pelaku ekonomi. Menurut Damanhuri (2008), sisi positif dari globalisasi adalah meningkatkan secara besar-besaran potensi produksi suatu negara dan menciptakan peluang baru dalam perdagangan internasional dan investasi. Berbagai upaya kerjasama antar negara juga menghasilkan negosiasi pengurangan hambatan-hambatan perdagangan dan investasi. Perdagangan dan investasi yang dikelola dengan baik mempunyai potensi untuk mengangkat jutaan orang keluar dari jalur kemiskinan. Terlepas dari berbagai manfaat yang diberikan oleh globalisasi perdagangan bebas, ekspansi perdagangan dunia melalui globalisasi memberikan hasil yang mengecewakan dalam indikator makroekonomi, salah satunya adalah memberantas kemiskinan. Menurut Sen (2002), kemiskinan yang mengakar dan kesenjangan yang semakin lebar adalah ciri-ciri yang menonjol dari globalisasi. Hal ini didukung oleh data dari Bank Dunia (2003), yang menunjukan bahwa meningkatnya kemakmuran yang dihasilkan dari perdagangan, terdapat 1.1 milyar manusia yang berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 1 US Dollar per hari.

21 Di sisi lain, kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu upaya meningkatkan daya saing ekonomi (Soesastro, 2007). Berbagai kajian menunjukkan bahwa bagi negara berkembang, kunci utama untuk melakukan penetrasi pasar adalah daya saing harga. 1 Maka upaya nasional maupun internasional untuk meningkatkan daya saing, sedikitnya pada tahap permulaan hingga kehadiran di suatu pasar menjadi cukup mapan, adalah dengan mempertajam daya saing harga produk. Soesastro pun berpendapat bahwa negaranegara ASEAN bersepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas, AFTA (ASEAN Free Trade Area), dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia. Langkah ini merupakan jawaban kawasan terhadap tantangan globalisasi. Di kawasan Asia Tenggara, globalisasi ekonomi juga memicu terbentuknya integrasi ekonomi regional. Integrasi dan keuangan regional dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi kecenderungan di berbagai belahan dunia. Negara-negara yang berada dalam satu kawasan membentuk persekutuan regional (regionalisme) seperti pembentukan Pasar Tunggal Eropa (PTE) dan NAFTA (Dwisaputra, 2007). Alasan utama dalam pembentukan integrasi ekonomi dan keuangan regional salah satunya dikemukakan oleh Kurniati (2007) karena adanya kedekatan geografis dan historis serta hubungan ekonomi antar negara di suatu kawasan. 2 Berbagai fakta yang menunjukkan perekonomian negara-negara di seluruh dunia semakin terintegrasi akibat adanya globalisasi ekonomi dikemukakan oleh Jeffrey Sachs (2005). Menurut Sachs, terdapat empat dimensi yang dapat menjadi rujukan tersebut. Pertama, berkembangnya perdagangan internasional. Kedua, krisis mata uang di Asia Tenggara pada tahun Ketiga, sistem produksi yang semakin terintegrasi secara internasional, dimana sepertiga perdagangan dunia dilakukan oleh perusahaan multinasional. Keempat, adanya regulasi internasional dalam kehidupan kekinian. 1 Tirthayatra, Made Resensi Buku Dangerous Market, Managing in Financial Crisis. Pengarang Buku : Dominic Barton, Roberto Newell dan Gregory Willson. Diterbitkan oleh John Willey & Sons, Inc. 2 Kuniati, Yati Buku Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur. Biro hubungan dan Studi Internasional Direktorat Internasional, Bank Indonesia. Jakarta. 2

22 Kecenderungan peningkatan proses integrasi ekonomi dan keuangan regional di berbagai belahan dunia pada dasarnya dilandasi oleh pemikiran bahwa manfaat yang akan diperoleh dari integrasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin dihadapi oleh masing-masing negara anggota dalam kawasan tersebut (Sholihah dan Saichu, 2007). Integrasi ekonomi akan menyebabkan adanya pasar yang besar, mobilitas faktor produksi, yang akan menjadikan bahan baku murah, economics of scale, kenaikan produktifitas, yang berujung pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Kurniati, 2007). Namun, dalam kajian Satria (2008) dikatakan bahwa integrasi ekonomi (dalam hal ini perdagangan) telah memaksa terjadinya konflik dalam distribusi pendapatan. Persoalan gap pendapatan ini disimpulkan dalam model Hecksher- Ohlin yang berbunyi A country will be better off with trade, but owners of abundant factors gain and owners of scarce factors lose; with trade, owners of scarce factors will be worse off without compensation. Secara umum, teori ini menjelaskan bahwa sebagian masyarakat yang tidak mampu memanfaatkan perdagangan internasional dari adanya integrasi ekonomi, akan mengalami kerugian akibat hal tersebut. Di sisi lain, dalam perkembangannya, berbagai konsep terkait dengan integrasi keuangan dan moneter ini pun terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan untuk dapat meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan bersama yaitu menciptakan stabilitas keuangan regional. 3 Hal ini yang mendorong negara-negara di kawasan ASEAN, Jepang, Cina, dan Korea Selatan, atau yang lebih dikenal dengan nama ASEAN+3 untuk mencapai kerjasama yang lebih dalam berupa integrasi keuangan dan moneter. Peningkatan intensitas kerjasama keuangan dan moneter di kawasan ini pada dasarnya dilatarbelakangi beberapa faktor, 4 antara lain krisis keuangan dan moneter di kawasan Asia. Sebelum krisis pada tahun 1997, hanya sedikit pihak di 3 Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional. 2000, Triwulan II. Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. Bank Indonesia. 4 Falianty, T. A Optimum Currency Area : Studi Kasus di Negara ASEAN-5. Dalam Desertasinya penulis menuliskan bahwa peningkatan intensitas kerjasama keuangan dan moneter di kawasan ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh tiga faktor, yaitu : pertama, krisis keuangan dan moneter di kawasan Asia. Kedua, Aliran modal ASEAN yang semakin terbuka. Ketiga, kesuksesan Eropa menjadi sebuah Uni Moneter Regional dengan meluncurkan mata uang euro pada Tahun

23 Asia Timur dan ASEAN yang memikirkan kerjasama moneter. Adanya permusuhan, persaingan, dan distribusi kekuasaan yang tidak merata di kawasan ini menyebabkan tidak adanya dorongan untuk melakukan integrasi regional lebih lanjut, walaupun integrasi perdagangan telah mulai berlangsung sejak tahun 1992 dengan perjanjian kerjasama AFTA (ASEAN Free Trade Area). Namun, dengan terjadinya krisis mata uang di Asia, mengingatkan pentingnya stabilitas mata uang untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial (Falianty, 2006). Krisis yang berdampak luar biasa terhadap perekonomian negara-negara ASEAN+3 telah memberikan kesadaran bahwa terdapat efek tular dari krisis ekonomi di suatu kawasan. 5 Sementara itu, menurut Baharumshah dan Habibullah (2006), krisis di Asia pada tahun mengungkap dua jenis resiko stabilitas keuangan Asia, yaitu : 1. Resiko yang muncul dari sifat mudah diserang/rentan pada bank dan neraca perusahaan. Khususnya, ketidakseimbangan severe currency dalam neraca yang akan membuat ekonomi secara keseluruhan rentan menuju twin crises Resiko pengaruh buruk yang harus diterima akibat tidak adanya koordinasi kebijakan secara efektif di regional. Kasus untuk kerjasama regional sangat kuat di Asia Timur, dimana ekonomi terintegrasi satu dengan lainnya dan ketidakstabilan finansial dapat menyebar dengan cepat antar wilayah. Krisis keuangan dan moneter di Asia pada tahun 1997 merupakan salah satu faktor dalam pembentukan Regional Monetary Unit (RMU) di kawasan ini (Mittal, 2004). Terdapat dua keuntungan besar untuk menciptakan dan menggunakan uni moneter regional (Moon dan Rhee, 2006), yaitu: 1. RMU tepat sebagai benchmark yang berguna bagi otoritas moneter Asia untuk perkembangan pasar nilai tukar. Sebagai contoh, RMU dapat digunakan sebagai indikator untuk memonitor pergerakan mata uang 5 Kuniati, Yati Buku Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur. Biro hubungan dan Studi Internasional Direktorat Internasional, Bank Indonesia. Jakarta. 6 Pengertian dari krisis ganda adalah krisis nilai tukar yang datangnya bersamaan dengan krisis perbankan dikarenakan dari sistem keuangan yang liberal, atau umumnya disebut dengan krisis finansial. 4

24 negara-negara Asia berhadap-hadapan (vis-a-vis) dengan mata uang penting lainnya seperti Dollar Amerika dan Euro, dan juga untuk memonitor pergerakan individu setiap mata uang negara-negara Asia terhadap rata-rata regional yang ditampilkan oleh RMU. 2. Untuk partisipan pasar sektor swasta, rancangan terbaik indeks RMU akan dibuktikan dapat berguna sebagai denominasi transaksi pasar, seperti penerbitan obligasi, dan juga berkontribusi terhadap aktivitas Asian Bond Market Initiative (ABMI). Sebaran luas dan penggunaan RMU dapat menunjukkan transaksi perdagangan dan instrumen finansial guna membantu mengurangi ketidakseimbangan mata uang dalam neraca dan hal tersebut meringankan resiko dari krisis yang pernah terjadi di Asia pada tahun Sejak krisis yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1997, negara di Asia melakukan upaya untuk mewacanakan adanya koordinasi finansial dan moneter regional. Namun, Moon dan Rhee (2007) berpendapat bahwa tidak ada kemajuan signifikan dalam perkembangan wacana integrasi moneter dan ekonomi yang dimaksud, akan tetapi masih ada harapan dan sedikit kemajuan dalam hal pengaturan moneter dan nilai tukar. Perkembangan wacana dimulai terhitung sejak krisis ekonomi Sejak krisis tersebut telah terjadi banyak pembaharuan di negara-negara ASEAN. Pada bulan Mei tahun 2000, sebuah persetujuan ditandatangani di Chiang Mai, Thailand, dimana ASEAN+3 menerapkan suatu jaringan kerjasama bagi perjanjian tukar menukar untuk membantu negara anggota ASEAN pada masa krisis. Dalam perjanjian tersebut negara ASEAN+3 setuju untuk mengembangkan jaringan perjanjian swap yang sudah ada untuk menghadapi krisis keuangan di masa mendatang. Dalam Chiang Mai Initiative (CMI) juga mencakup adanya Billateral Swap Arragement (BSA) antara negara ASEAN dan tiga negara donor Jepang, China, dan Korea Selatan. Rencana dari CMI merupakan langkah maju untuk memperkuat kerjasama keuangan antar negara di Asia Timur. 7 Adapun pertemuan lanjutan ASEAN+3, antara lain untuk membentuk suatu kesatuan moneter regional, yakni adanya pertemuan ADB di Hyderabad, 7 Falianty, T.A Optimum Currency Area : Studi Kasus di Negara ASEAN-5 [Desertasi]. Fakultas Ilmu Ekonomi: Universitas Indonesia, Jakarta. 5

25 India, pada tanggal 3 Mei Menteri Keuangan Korea Selatan, Cina, dan Jepang mengumumkan bahwa negara mereka akan mengambil langkah dalam pengaturan mata uangnya sebagai bentuk menciptakan mata uang regional yang serupa dengan Euro. Negara-negara tersebut pun melakukan studi terhadap beberapa wacana yang berkembang, termasuk menciptakan Regional Curreny Unit (RCU), yang kerap kali disebut sebagai Asian Currency Unit (ACU). Meskipun tujuan akhirnya adalah sebuah kesatuan moneter, ide dari RCU merupakan sesuatu yang penting sebelum tercapainya kesatuan moneter. Pengenalan awal RCU akan membantu mengadopsi integrasi moneter dan keuangan di Asia, mengkatalisasi pasar obligasi Asia, dan tepat sebagai pengaturan nilai tukar Asia yang serupa dengan sistem nilai tukar Eropa. Kecenderungan bahwa belum adanya suatu kemajuan berarti dalam integrasi moneter Asia, RCU akan secara tepat menjadi instrumen yang efektif untuk mematahkan current standstill. Pengenalan awal RCU, bagimanapun, mempunyai pertanyaan teknis yang penting, seperti mata uang apa saja yang dapat digabungkan dalam satu basket, dan bobot apa yang menjadi atribut dalam setiap komponen mata uang. Hal tersebut juga menimbulkan pertanyaan kebijakan yang seperti apa agar RCU dapat digunakan untuk memperkuat integrasi moneter di Asia Perumusan Masalah Kesuksesan Euro merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kerja sama maupun integrasi keuangan dan moneter. Alasannya adalah keberhasilan penyatuan ekonomi dan peluncuran mata uang tunggal di Eropa (euro) yang telah diluncurkan pada Januari Peluncuran mata uang tunggal di 11 negara Uni Eropa yang dapat melindungi mata uang mereka terhadap serangan spekulasi pasar keuangan telah menyita perhatian negaranegara di seluruh dunia, termasuk negara-negara di kawasan ASEAN+3. Dalam dekade ini, euro telah berkembang menjadi sarana hubungan moneter internasional yang sangat signifikan, sehingga berhasil menjadi mata uang nomor dua di dunia, dan menjadi alternatif dari mata uang US Dollar. Keberadaan euro 8 Moon, W. dan Y. Rhee Regional Currency Unit and Exchange Rate Coordination in East Asia. The Kyoto Economic Review 76(1): (June 2007). 6

26 diprediksi akan menjadi nilai tukar yang paling penting dalam perekonomian dunia. Keberadaan euro juga diprediksi akan mengubah konfigurasi kekuasaan dari sistem moneter internasional dengan mengurangi peran monopolistik US Dollar yang terjadi selama ini. 9 Tujuan maupun kepentingan yang diinginkan oleh negara-negara Eropa dengan meluncurkan mata uang tunggal Euro adalah mengendalikan fluktuasi nilai tukar di antara negara Eropa, yang mendorong adanya kerjasama moneter. Nilai tukar yang berfluktuatif rentan bagi mata uang negara-negara di Eropa untuk mengalami depresiasi/pelemahan nilai tukar yang terlalu dalam ketika diguncang krisis ekonomi dan moneter. Untuk melihat bagaimana laju fluktuasi nilai tukar negara-negara di Eropa yang menyetujui penggunaan mata uang euro sebelum adanya integrasi moneter maupun sesudah terjadinya integrasi moneter dengan peluncuran mata uang Euro disajikan pada Grafik 1. Rencana mata uang tunggal Eropa dimulai pada 1970 atau lebih dikenal dengan periode pertumbuhan anggota (Kosotali dan Saichu, 2008). Pada waktu tersebut, untuk menjaga stabilitas moneter, keenam negara anggota (Jerman, Perancis, Italia, Belanda, Belgia, dan Luksemburg) memutuskan agar mata uang mereka saling berfluktuasi hanya dalam batasan yang sempit. Dua tahun kemudian, yakni Tahun 1972, dilakukan mekanisme nilai tukar (Exchange Rate Mechanism, ERM) yang merupakan langkah awal menuju pembentukan mata uang Euro. Namun, pada periode pasca 1973 (pasca terjadinya krisis minyak bumi) Eropa menganut sistem Monetary Snake, yaitu mengatur tingkat margin fluktuasi di antara mata uang anggota Masyarakat Eropa, yang pada saat itu tidak tercapai. Hal ini terlihat di Grafik 1, bahwa keenam negara mengalami pelemahan nilai tukar. 9 Falianty, T.A Optimum Currency Area : Studi Kasus di Negara ASEAN-5 [Desertasi]. Fakultas Ilmu Ekonomi: Universitas Indonesia, Jakarta. 7

27 Percent Austria Belgia Finlandia Perancis Jerman Irlandia Spanyol Potugal Italia Sumber : IMF Economic Outlook, 2008 (diolah) Grafik 1. Laju Fluktuasi Nilai Tukar Mata Uang Negara-negara Eropa terhadap USD Memasuki dekade 1980-an dengan didirikannya European Monetary System (EMS) yang merupakan tahapan perkembangan integrasi moneter di Eropa, diluncurkanlah sebuah mata uang paralel (parralel currency) yang diberi nama European Currency Unit (ECU), yang merupakan langkah maju dalam mengkoordinasikan mata uang negara-negara di Eropa. Pada periode tersebut, dalam Grafik 1, dapat dilihat bahwa negara-negara di Eropa mengalami masa penyesuaian (adjusment) ditandai dengan pelemahan nilai tukar hingga tahun Setelah proses itu kemudian terjadi apresiasi terhadap mata uang jangkar (dollar AS), yang diidentifikasi dari penguatan mata uang setiap negara anggota Uni Eropa, yang dalam hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan nilai tukar yang negatif. Dalam perjalanannya, Eropa menetapkan indikator konvergensi nominal berdasarkan Maastricht Treaty (1993). Pada saat itu pula kriteria konvergensi diterapkan dengan indikator laju inflasi, suku bunga jangka pendek, defisit anggaran, dan pinjaman pemerintah, sebelum akhirnya negara eropa bergerak menuju penggunaan mata uang tunggal euro pada tahun Pada konteks kawasan ASEAN+3, rencana integrasi ekonomi dan moneter dikemukakan pasca terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang melanda wilayah 8

28 Asia khususnya Asia tenggara pada tahun Bermula dari krisis keuangan Bath-Thailand, kemudian secara perlahan merambat ke negara-negara Asia lainnya. Krisis keuangan ini menandakan bahwa perekonomian di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia lainnya. Dampak dari krisis ini adalah pelemahan nilai tukar negara-negara di kawasan ASEAN+3, seperti yang dapat dilihat di Grafik 2 sebagai berikut : CIN JPG KOR IND SING THAI MAL FIL BRU Sumber : IMF Economic Outlook, 2008 (diolah) Grafik 2. Laju Fluktuasi Nilai Tukar Negara ASEAN+3 terhadap USD Periode Krisis yang melanda Asia pada Tahun 1997 dikarenakan kemungkinan dua krisis keuangan : (i) pembayaran utang luar negeri yang berat (debt crisis) atau (ii) krisis nilai tukar (Tambunan, 1997). Redelet (1995) berpendapat bahwa krisis ini terjadi karena krisis nilai tukar. Di sisi lain, McLoad (1995) cenderung memilih alasan krisis karena beratnya utang luar negeri. Redelet beranggapan bahwa krisis hutang luar negeri dan perubahan nilai tukar sebagai masalah yang saling berkaitan. Berbagai pandangan tentang penyebab krisis antara lain dikemukakan oleh Nasution (2004) bahwa besarnya defisit neraca berjalan dan hutang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistem perbankan nasional merupakan akar dari terjadinya krisis finansial. 9

29 Salah satu dampak dari krisis yang melanda Asia adalah penurunan nilai tukar yang cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap seluruh elemen dan pelaku ekonomi. Secara teoritis, dampak utama dari penurunan nilai tukar secara efektif akan menyebabkan inflasi yang tidak terkendali sehingga mengurangi daya beli (permintaan) konsumen, terutama masyarakat berpendapatan menengah dan rendah. Inflasi yang terjadi pada saat krisis ekonomi dan moneter dapat dilihat pada Grafik CIN JPG KOR IND SING THA BRU Laos MAL Sumber : IMF Economic Outlook, 2008 (diolah) Grafik 3. Laju Inflasi Negara ASEAN+3 Dampak dari penurunan permintaan akibat inflasi akan mendorong berkurangnya produksi barang dan jasa. Apabila daya beli menurun sementara harga barang dan jasa terus meningkat, jika dilihat dari sisi produsen maka produsen kemungkinan besar akan melakukan pemotongan produksi untuk barang dan jasa. Dampak dari hal tersebut adalah pengurangan tenaga kerja yang mendorong tumbuhnya tingkat pengangguran. Negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Korea mengalami pelemahan nilai tukar yang cukup dalam ketika krisis ekonomi dan moneter melanda. Indonesia mengalami pelemahan nilai tukar rupiahnya hingga 244 persen, dan ini merupakan pelemahan 10

30 nilai tukar terdalam yang dialami negara-negara di Kawasan Asia. Namun, krisis ekonomi dan moneter tahun 1997 ternyata tidak terlalu mempengaruhi perekonomian Amerika dan Eropa. Alasan tersebut dimungkinkan karena kondisi aktual saat ini menggambarkan bahwa kutub perekonomian di dunia terbagi atas dua kutub, yakni Eropa dan Amerika (Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko). Hal ini tentu saja membuat perekonomian dunia menjadi tidak seimbang karena hanya terkonsentrasi di kedua kutub itu saja. Pernyataan tersebut berdasarkan kontribusi perekonomian Eropa dan perekonomian Amerika terhadap GDP dunia. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2007, ekonomi Eropa mempunyai sumbangsih 22 persen terhadap GDP Dunia, dan ekonomi Amerika besarnya adalah 30 persen dari total GDP dunia. Jika di akumulasikan, maka kedua perekonomian tersebut menguasai lebih dari 50 persen total GDP di dunia. Artinya, jika kedua perekonomian itu terkena shock dan tidak kuat menghadapi krisis, maka dapat dipastikan perekonomian di seluruh dunia pun akan mengalami dampak yang tidak baik. Sementara menurut laporan IMF (2009), GDP dunia tahun 2008 adalah sebesar 60 trilyun US Dollar, dan diprediksi akan tumbuh tiap tahunnya sebesar 6 persen. Ternyata dari jumlah tersebut, 80 persennya dihasilkan oleh hanya dua puluh negara saja dan Indonesia berada di peringkat dua puluh tersebut. Selanjutnya data tersebut memberi informasi bahwa hanya empat negara saja yang menyumbang lebih dari 5 persen GDP dunia, antara lain Amerika serikat (23 persen), Jepang (8 persen), Cina (7 persen), dan Jerman (6 persen), sementara Indonesia yang berada diperingkat dua puluh menyumbang sekitar 0.9 persen. Dari perkembangan data IMF tersebut, dapat dilihat bahwa sangat memungkinkan membentuk kutub perekonomian baru di Asia karena Cina dan Jepang menyumbang lebih dari 15 persen GDP dunia. Oleh sebab itu, dibutuhkan kutub perekonomian baru, dalam hal ini ASEAN+3, yang dapat menciptakan keseimbangan konstalasi perekonomian dunia, dan secara khusus meminimunkan dampak jika adanya krisis yang melanda negara-negara di Asia. Namun, kawasan ASEAN+3 belum menjadi suatu original economic community yang terstruktur, yang mempunyai aturan, dan belum 11

31 menjadi ekonomi yang efektif. Alangkah lebih baik, jika harapannya ke depan ASEAN+3 menjadi sebuah original economic community seperti yang telah dilakukan oleh Eropa dan Amerika saat ini. Hal tersebut tentu saja mendorong diperlukannya sebuah bentuk integrasi moneter menjadi Asian Monetary Unit (AMU) dengan mengikuti tahapan-tahapan yang pernah dilakukan oleh Eropa. Langkah awal yang perlu disepakati dari sebuah kesatuan uni moeter adalah kepentingan bersama dalam mengendalikan fluktuasi nilai tukar anggota dalam kawasan ASEAN+3. Tahapan ini pernah dilakukan oleh Eropa pada tahun 1973 dengan sebuah mekanisme pengelolaan batas fluktuasi antar mata uang negara-negara di Eropa dalam sistem snake in the tunnel. Namun, hal tersebut tidak mencapai sasaran yang diinginkan oleh Eropa dan menyempurnakannya pada tahun 1979 dengan membentuk European Monetary System (EMS). Sejak diberlakukannya EMS di Eropa, terdapat suatu alat transaksi yang disebut dengan nilai tukar paralel European Currency Unit (ECU). Jika diimplementasikan di ASEAN+3, maka pembentukan Asian Currency Unit (ACU) ASEAN+3 harus melalui pembentukan sistem moneter kawasan. Pembentukan ECU yang dilakukan oleh Eropa pada masa itu berdasarkan bobot pangsa perekonomian GDP, perdagangan (trade), dan short-term support facility (Girardin dan Alfred, 2008). Untuk konteks ASEAN+3, AMU diharapkan dapat mengikuti tahapan-tahapan yang pernah dilakukan oleh eropa baik dari sisi sistem (EMS) maupun dalam hal mengkoordinasi mata uang negara-negara Eropa melalui ECU, agar dampak krisis yang terjadi dapat dikendalikan bersama sehingga resiko dampak krisis yang diterima negara-negara anggota menjadi lebih kecil. Namun, sebelum mencapai suatu unit moneter regional, ada pra syarat yang harus diikuti oleh setiap anggota negara dalam kawasan tersebut. Menurut Becker (2008), suatu kawasan dapat membentuk sebuah uni moneter regional jika memenuhi kriteria Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA bertujuan untuk melihat guncangan supply dan demand yang simetrik dalam suatu kawasan. Kesimpulan teori ini adalah suatu kawasan yang perekonomiannya terkait erat 12

32 karena faktor perdagangan dan mobilitas faktor produksi mempunyai guncangan supply dan demand yang simetrik (Mundell, 1961). Untuk keadaan di Eropa saat itu, prasyarat ini tidak dapat diberlakukan dengan alasan kesulitan pergerakan ekonomi setiap negara anggota, yang dikarenakan setiap negara anggota Uni Eropa mempunyai latar belakang ekonomi yang berbeda. Oleh sebab itu, kawasan di Eropa membuat sebuah peraturan baru pada tahun 1993 yang diberi nama Maastricht Treaty Convergence Criteria untuk mengganti pra syarat OCA yang tidak dapat diimplementasikan. Berdasarkan kriteria ini, beberapa kriteria divergen mulai diberlakukan, yaitu laju inflasi, suku bunga jangka pendek, defisit anggaran dan pinjaman pemerintah. Melihat hal tersebut, peluncuran ACU sebenarnya bertujuan untuk memonitor pergerakan divergen (divergence movement) dari mata uang negaranegara yang tergabung dalam ASEAN ditambah negara Cina, Korea Selatan, dan Jepang (ASEAN+3) dalam menghadapi pergerakan kawasan perekonominya sendiri. ACU pun bertujuan untuk menggelompokan mata uangnya dalam suatu obligasi regional dengan jumlah tertentu (Kawai dan Takagi, 2005). Oleh karena itu, diperlukan analisis terhadap beberapa aspek teknis, guna mengidentifikasi kriteria yang tepat dalam membentuk ACU. Proses pembentukan ACU ini dapat mengikuti tahapan yang pernah dilakukan oleh Eropa pada saat itu. Setelah nanti nilai tukar ACU ASEAN+3 ini terbentuk, harus di analisis apakah ACU memang mampu memberikan nilai tambah bagi para negara anggota ASEAN+3 dibandingkan jika mereka tetap menggunakan mata uang domestiknya. Pada kondisi ini, ACU harus mempunyai peranan yang besar sebagai indikator monitor pergerakan mata uang negaranegara ASEAN+3, maupun untuk menjawab permasalahan dampak indikator ekonomi (inflasi) yang buruk apabila terjadi shock di kehidupan ekonomi yang akan datang. Selanjutnya, untuk mencapai suatu uni moneter regional ASEAN+3, semua negara-negara anggota kawasan ASEAN+3 harus memenuhi pra syarat yang telah dilakukan oleh eropa. Pra syarat yang dimaksud adalah Maastricht Treaty Convergence Criteria untuk menggantikan pra syarat OCA seperti yang tidak dapat dilakukan oleh Eropa. Oleh sebab itu, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan 13

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Globalisasi menyebabkan aliran barang, jasa dan modal di dunia dapat bergerak dengan bebas. Hal ini terjadi sejak diberlakukannya secara global suatu mekanisme perdagangan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN INFLASI INDONESIA PERIODE MUHAMMAD ILHAM RIYADH

ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN INFLASI INDONESIA PERIODE MUHAMMAD ILHAM RIYADH ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN INFLASI INDONESIA PERIODE 1999-2006 MUHAMMAD ILHAM RIYADH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK MUHAMMAD ILHAM RIYADH. Analisis Fluktuasi

Lebih terperinci

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H14051325 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 i ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii RINGKASAN RUSNIAR.

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H14053246 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SURYARISMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sehingga keadaan suatu negara dalam dunia perdagangan internasional menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pentahapan Proses Integrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pentahapan Proses Integrasi II. TINJAUAN PUSTAKA Kecenderungan peningkatan proses integrasi ekonomi dan moneter regional di berbagai belahan dunia pada dasarnya dilandasi oleh suatu konsep dasar, yakni bahwa manfaat yang akan diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan khususnya sebagai

Lebih terperinci

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H14102125 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pembangunan ekonomi internasional yang semakin terkait dan adanya interdependensi antar negara, arus perdagangan barang juga mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH 1 INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat. Hal ini diharapkan mampu menjadi basis kestabilan ekonomi bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat. Hal ini diharapkan mampu menjadi basis kestabilan ekonomi bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perekonomian Indonesia sedang mengalami pertumbuhan industri yang pesat. Hal ini diharapkan mampu menjadi basis kestabilan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin berkembangnya globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H14102119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MARDI

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3

V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3 V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3 Berawal dari kesuksesan Uni Eropa dan dalam rangka menanggulangi krisis di masa yang akan datang, mendorong negara-negara ASEAN untuk menciptakan

Lebih terperinci

Pilihan Sistem Nilai Tukar dan Pengendalian Arus Modal

Pilihan Sistem Nilai Tukar dan Pengendalian Arus Modal Pilihan Sistem Nilai Tukar dan Pengendalian Arus Modal Bobby Hamzar Rafinus Pendahuluan Kegundahan akan terjadinya krisis kedua sempat timbul dalam beberapa bulan terakhir setelah ada kecenderungan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci