V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3"

Transkripsi

1 V. PILIHAN PENGGUNAAN MATA UANG SETIAP NEGARA DI ASEAN+3 Berawal dari kesuksesan Uni Eropa dan dalam rangka menanggulangi krisis di masa yang akan datang, mendorong negara-negara ASEAN untuk menciptakan suatu single market. Pada KTT ASEAN ke-9 di Bali Tahun 2003 yang silam, para pemimpin ASEAN tersebut menyepakati sebuah penyatuan perekonomian yang dikenal dengan ASEAN Economic Community (AEC) yang ditargetkan akan diimplementasikan pada Tahun 2015 mendatang. Adanya rencana tersebut, bukan hanya untuk kalangan negara-negara ASEAN saja, melainkan diperluas ke Asia Timur yang melibatkan Negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea. Perluasan kerjasama tersebut dikenal dengan nama ASEAN+3. Pembentukan AEC akan bermuara pada pembentukan Asian Currency Unit (ACU) atau satuan mata uang ASEAN, yang akan menjadi alat transaksi tunggal di kawasan ASEAN+3. Tetapi apakah kawasan ASEAN+3 sudah dapat menerapkan common currency area? Ada beberapa hasil penelitian yang dapat menjawab hal tersebut. Moon, Yoo dan Rhee (2000) menyimpulkan bahwa kondisi di Asia Tenggara dan Asia Timur tidak dapat mencapai hal tersebut berdasarkan kriteria OCA. Pendapat yang sama pun dikemukakan oleh Lee, Park, dan Sin (2002) yang meneliti bahwa kawasan tersebut untuk saat ini tidak tepat mengimplementasikan currency union. Sementara itu, Chow dan Kim (2000) serta Wyploz (2001) berpendapat bahwa kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara tidak dapat memenuhi prakondisi untuk menerapkan suatu monetary union dalam waktu dekat. Semua penelitian terkait tersebut menggunakan kriteria OCA dalam menyimpulkan kesiapan ASEAN+3 menjadi sebuah uni moneter regional. Dalam penelitian ini pun telah dibahas bagaimana kesiapan Negara-negara ASEAN+3 membentuk suatu uni moneter regional. Walaupun berbeda dengan beberapa penelitian yang menggunakan OCA, hasil dari penelitian ini mempunyai kesimpulan yang sama dengan menggunakan kriteria konvergensi Maastricht. Secara garis besar, benang merah yang dapat diambil dari hasil pembahasan sebelumnya bahwa kawasan ASEAN+3 belum layak untuk menjadi suatu uni 99

2 moneter regional karena belum terjadi integrasi secara menyeluruh pada kondisi saat ini. Sehingga untuk mencapai uni moneter regional dengan menerbitkan mata uang tunggal dalam kawasan masih memerlukan waktu yang panjang. Namun, proses pencapaian keaarah tersebut sudah mulai menunjukan beberapa kemajuan. Hal ini tercermin dari beberapa kesepakatan dalam melakukan berbagai upaya kerja sama untuk menuju komunitas ekonomi yang terintegrasi. Salah satu hasil kesepakatan yang terjalin antara lain keinginan menerapkan nilai tukar regional ACU dalam beberapa waktu mendatang. Proses konstruksi maupun implementasi ACU di kawasan ASEAN+3 pun sudah dikaji pada penelitian ini di Bab sebelumnya. Dengan mengadopsi mekanisme penerapan nilai tukar Eropa pada masa lampau, memberikan berbagai informasi menarik seputar pemberlakuan ACU di Kawasan ASEAN+3. Secara ekonomi tentu saja harus ada nilai tambah yang diberikan dari nilai tukar ACU dibandingkan dengan penggunaan nilai tukar domestik terhadap USD masing-masing negara anggota. Oleh sebab itu, fokus pembahasan bab ini adalah bagaimana suatu negara menentukan pilihan penggunaan mata uangnya, apakah menggunakan nilai tukar ACU atau tetap menggunakan mata uang domestiknya. Penentuan pilihan tersebut akan disimulasikan dengan menggunakan model VAR. Kesimpulan yang diperoleh adalah berdasarkan pergerakan indikator inflasi jika nilai tukar ACU dan mata uang domestik setiap negara di shock secara bersamaan Nilai Tukar (Exchange Rate) Nilai tukar mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar ini didefinisikan sebagai satuan mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). 100

3 Bentuk Kerja sama Nilai Tukar Regional Negara-negara di kawasan ASEAN+3 saat ini menerapkan sistem nilai tukar yang bervariasi. Mulai dari sistem nilai tukar tetap (termasuk currency board), nilai tukar mengambang terkendali, hingga nilai tukar mengambang bebas. Untuk melihat sistem nilai tukar yang digunakan Negara-negara di ASEAN+3 disajikan pada Tabel 26. Negara Brunei Kamboja China Indonesia Jepang Korea Selatan Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Tabel 26. Sistem Nilai Tukar Negara ASEAN+3 Sistem Nilai Tukar Currency Board (pegged terhadap dollar Singapura) Mengambang Bebas Mengambang Bebas (terhadap SDR) Mengambang Bebas Sumber : IMF, Annual Report on Exchange Restrictions and Exchange Arrangements, 2007 dan ASEAN capital account 2007 Saat ini telah berkembang berbagai wacana dan studi mengenai kemungkinan pembentukan mata uang regional ASEAN+3 dengan mencari sistem nilai tukar bersama yang dapat memfasilitasi dan mempercepat integrasi moneter di kawasan ASEAN+3. Dalam hal ini, pengalaman Eropa dengan Sistem Moneter Eropa (European Monetary System-EMS) dengan menggunakan parallel currency ECU banyak digunakan sebagai referensi. Dalam masa transisi ke arah pencapaian common currency area yang diperkirakan akan memakan waktu yang panjang, terdapat tiga alternatif sistem 101

4 nilai tukar yang dapat dipertimbangkan untuk diadopsi, yaitu (i) sistem peg terhadap satu mata uang asing (single currency peg); (ii) sistem mata uang parallel (parallel currency) dan (iii) sistem peg terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang (currency basket). 1. Single currency peg Single currency peg adalah sistem nilai tukar dengan mengkaitkan masingmasing mata uang negara anggota kawasan dengan satu mata uang negara lain yang ditetapkan sebagai mata uang jangkar (anchor currency) pada nilai yang tetap (fixed parity). Dalam konteks kerja sama nilai tukar ini, negara peserta kerjasama telah mencapai kata sepakat dan memutuskan bersama mengenai penetapan mata uang jangkar, apakah bersasal dari salah satu mata uang utama dunia (misalnya dollar AS, yen, atau euro) atau salah satu mata uang kawasan (misalnya : rupiah Indonesia atau dollar Singapura). Penentuan mata uang jangkar dalam rezim nilai tukar peg ini tergantung pada dua kriteria, yaitu : pertama, mata uang jangkar mendominasi perdagangan dan investasi di kawasan. Kedua, pesaing ekspor berlokasi di kawasan yang sama Parallel Currency Dalam sistem nilai tukar paralel terhadap penciptaan mata uang sintesis, di mana mata uang sintesis tersebut digunakan bersamaan dengan mata uang domestik masing-masing negara anggota. Mata uang sintesis tersebut dibentuk dari sekerangjang mata uang yang terdiri dari mata uang negara-negara di kawasan yang berpartisipasi dalam pembentukan sistem tersebut. Mata uang domestik masing-masing negara anggota kemudian dikaitkan kepada mata uang sintesis yang dijadikan mata uang bersama. Contoh populer penerapan parallel currency adalah ECU dalam EMS dan Special Drawing Rights (SDR) dari International Monetary Fund (IMF) Kurniati, Y Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur. Peluang dan Tantangan bagi Indonesia. (Eds). S. Arifin, R. Winantyo, dan Y. Kurniati. Kerjasama Perdagangan Internasionl. Bank Indonesia, Jakarta. 18 Ibid. 102

5 3. Currency Basket Sistem nilai tukar regional lainnya adalah Currency Basket Arrangement yang merupakan suatu sistem nilai tukar bersama di kawasan tempat masingmasing mata uang lokal negara anggota dalam kawasan dikaitkan terhadap sekeranjang mata uang yang terdiri dari mata uang mitra dagang utama (Kurniati, 2007). Sistem ini dirancang untuk menjamin kestabilan nilai tukar secara langsung terhadap mata uang mitra dagang utama, dan secara langsung terhadap mata uang negara anggota kerjasama nilai tukar Kerjasama Nilai Tukar di ASEAN+3 Kerja sama sepuluh negara ASEAN dengan China, Jepang, dan Korea yang selanjutnya disebut sebagai kelompok negara ASEAN+3, diawali dengan dideklarasikannya Pernyataan Bersama Kerja sama Asia Timur pada tahun Adapun isi dari deklarasi tersebut berisi kesepakatan untuk meningkatkan dialog dan kerja sama di berbagai bidang, yang diawali dengan kerja sama proses surveillance ASEAN+3 yaitu Proses Review Ekonomi dan Dialog Kebijakan. Pada KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam bulan November 2001, para pemimpin ASEAN menyepakati perlunya penyusunan Roadmap untuk Integrasi ASEAN (RIA). Roadmap tersebut disusun secara sektoral yang menjabarkan tahapan-tahapan kegiatan yang jelas dengan indikator dan jangka waktu dari program tersebut, dengan tujuan akhir memperluas integrasi ekonomi ASEAN pada tahun Di bidang keuangan, RIA-financial disepakati dalam pertemuan ASEAN tingkat menteri keuangan (ASEAN Finance ministers- AFMM) ke-7 di Makati City, Filipina, pada bulan Agustus RIA-financial meliputi empat sektor yang salah satunya adalah kerja sama nilai tukar (Currency Cooperation). Adapun Roadmap di bidang kerja sama nilai tukar bertujuan untuk mewujudkan kerja sama mata uang yang lebih erat untuk meningkatkan perdagangan intra kawasan dan memperdalam integrasi ekonomi regional. Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk merealisasikan tujuan tersebut, hingga saat ini masih sebatas pada kajian atau studi untuk melihat bagaimana 103

6 kemungkinan interim currency arrangement. Hasil kajian yang telah dilakukan oleh ASEAN pada tahun 2002 menghasilkan beberapa kesimpulan. Hasil studi yang dimaksud menunjukkan kondisi negara-negara ASEAN saat ini belum siap untuk membentuk common currency, karena belum dapat memenuhi beberapa prasyarat pembentukannya. Hal ini disebabkan antara lain karena masih lemahnya konvergensi makroekonomi, celum memadainya regional institutional framework dan relatif masih rendahnya perdagangan intra kawasan ASEAN, serta tingginya kekhawatiran akan hilangnya sovereignty atas kebijakan nasional. Pergerakan ke arah single currency akan melalui banyak tahapan bila tujuan monetary union yang sustainable ingin dicapai. Khususnya terdapat kebutuhan untuk trust building dan penciptaan komitmen politik yang tinggi. Studi berikutnya yang dilakukan oleh ASEAN adalah pada tahun untuk mencari peluang terbentuknya currrency arrangement yang dapat memfasilitasi dan mempromosikan perdagangan intra-kawasan dan memperdalam integrasi ekonomi regional. Hasil studi yang dimaksud, menyimpulkan bahwa adanya kerja sama nilai tukar di kawasan ASEAN memang sangat diperlukan terutama untuk mencapai stabilitas keuangan regional. Namun demikian, berbagai arrangement nilai tukar saat ini masih belum dilaksanakan Nilai Tukar dan Inflasi Dalam penelitian ini, pilihan penentuan mata uang yang tepat bagi setiap negara ASEAN+3 adalah berdasarkan simulasi yang menggunakan Model VAR. Nilai tukar ACU dan mata uang domestik setiap negara anggota ASEAN+3 akan di schok secara bersamaan dan dilihat bagaimana prilaku inflasi setiap negara anggota ASEAN+3 dengan adanya shock tersebut. Landasan menggunakan variabel inflasi sebagai tolah ukurnya karena inflasi merupakan empat indikator makroekonomi penting, selain pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan balance of payment (Blanchard, 2007). Nilai tukar mempunyai pengaruh terhadap variabel inflasi. Suatu negara yang menyerahkan nilai tukarnya kepada pasar, berarti keleluasaan aliran modal dan perdagangan internasional sehingga nilai tukar dan harga-harga akan bergerak dengan keterkaitan yang erat. Nilai tukar dapat mempengaruhi harga-harga 104

7 konsumen domestik secara langsung melalui pengaruhnya terhadap permintaan domestik dan permintaan eksternal bersih atau ekspor (Simorangkir dkk, 2004). Mekanisme transmisi tersebut secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 4. Mekanisme transmisi permintaan domestik dapat terjadi melalui perubahan harga relatif antara harga barang domestik dengan harga barang impor. Kenaikkan harga barang impor terjadap harga barang di dalam negeri akibat depresiasi mengakibatkan masyarakat cenderung untuk membeli lebih banyak barang di dalam negeri. Kenaikkan permintaan tersebut mendorong kenaikkan harga barang-barang di dalam negeri. Transmisi tidak langsung terjadi melalui permintaan luar negeri (ekspor) berawal dari perubahan harga barang impor dan ekspor. Nilai Tukar Tidak Langsung Permintaan Domestik Permintaan LN Permintaan Total Inflasi Langsung Harga Impor Gambar 4. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi Sumber : Sumorangkir (2004) Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor lebih murah. Kenaikkan harga barang impor ini dapat menekan jumlah barang impor, sedangkan penurunan harga barang ekspor dapat meningkatkan ekspor. Kedua faktor ini secara simultan akan meningkatkan permintaan luar negeri yang selanjutnya meningkatkan total permintaan agregat dan akhirnya meningkatkan laju inflasi. 105

8 5.2. Pilihan Penggunaan Mata Uang ASEAN+3 Seluruh negara dalam kawasan ASEAN+3 perlu diidentifikasi apakah cukup layak untuk menggati mata uangnya menjadi mata uang ACU ASEAN+3 atau tetap menggunakan mata uang domestiknya. Oleh karena itu, dengan analisis VAR atau VECM ini dapat diketahui bahwa suatu negara sudah siap untuk mengganti mata uangnya dengan ACU ASEAN+3 atau belum siap dalam waktu dekat. Peubah yang digunakan dalam analisis ini adalah nilai tukar mata uang dari ASEAN+3 terhadap Dollar, mata uang ACU ASEAN+3 yang telah dibentuk dengan metode weighted average, dan variabel inflasi. Adapun alasan penggunaan ketiga variabel ini adalah untuk memperoleh nilai tukar kuat jika terjadi guncangan pada kondisi lingkungan ekonomi. Oleh karena itu pemilihan terhadap dua variabel, yaitu ACU ASEAN+3 dan nilai tukar mata uang lokal terhadap dollar (USD) tersebut diuji dengan memberikan shock terhadap kedua variabel tersebut dan dilihat dampaknya terhadap pergerakan inflasi. Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi target dan pengawasan terhadap perkembangan kondisi makro setiap negara. Inflasi juga erat kaitannya dengan daya beli suatu negara serta volatilitas nilai tukar suatu negara. Sebelum melakukan estimasi VAR atau VECM, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut antara lain uji stationeritas data, uji kointegrasi variabel non stasioner, dan penentuan lag optimal. Beberapa pengujian tersebut dimaksudkan untuk memperoleh model yang tepat dan dapat dijadikan acuan pemilihan model Uji Stasioneritas Data Langkah awal yang harus dilakukan adalah memeriksa kestasioneritasan semua peubah. Untuk melihat kestationeritasan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 27. Berdasarkan Tabel 27, untuk mata uang ACU ASEAN+3 yang stasioner pada taraf 5 persen adalah negara Korea, Indonesia, dan Thailand. Pada variabel Inflasi negara Indonesia, Thailand, dan Vietnam stasioner pada taraf 5 persen. Sementara untuk peubah mata uang lokal terhadap USD yang stasioner pada taraf 5 persen hanya negara Thailand dan Vietnam saja. 106

9 Tabel 27. Hasil Pengujian Unit Root, dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Negara ACU ASEAN+3 Inflasi Mata Uang Lokal China Jepang Korea * Indonesia * * Malaysia Singapura Thailand * * * Filipina Vietnam * * Brunei Myanmar Kamboja Laos Keterangan : Uji stationeritas data pada tingkat level (*) Stasioner pada taraf 5 % Uji Kointegrasi Variabel Non-Stationer Uji kointegrasi dilakukan karena peubah yang ada dalam model tidak stationer pada tingkat level. Hal ini mengakibatkan, besarnya kemungkinan akan terjadi kointegrasi, yang berarti terdapat hubungan jangka panjang diantara kedua peubah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kointegrasi Johansen. Hasil uji pada ranknya tertera pada Lampiran 1. Namun, pada Tabel 28 dapat dilihat hasil uji kointegrasi Johansen, menurut setiap negara. 107

10 Tabel 28. Hasil Uji Kointegrasi Johanssen Negara Rank Cointegration Kesimpulan China 1 (satu) Ada Kointegrasi Jepang 1 (satu) Ada Kointegrasi Korea 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Indonesia 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Malaysia 1 (nol) Ada Kointegrasi Singapura 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Thailand 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Filipina 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Vietnam 0 (nol) Tidak Ada Kointegrasi Brunei 1 (satu) Ada Kointegrasi Myanmar 1 (satu) Ada Kointegrasi Kamboja 0 (satu) Tidak Ada Kointegrasi Laos 1 (nol) Ada Kointegrasi Berdasarkan Tabel 28, hasil uji kointegrasi tersebut menunjukkan bahwa terjadi kointegrasi pada peubah negara China, Jepang, Malaysia, Brunei, Myanmar, dan Laos. Hal ini ditunjukkan dengan λ trace yang lebih besar dari nilai kritisnya pada taraf 5 persen dalam rank nol, sehingga harus digunakan model VEC. Sementara negara-negara seperti Korea, Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Kamboja tidak mempunyai kointegrasi dalam peubahnya menggunakan model VAR dengan ordo satu Penentuan Lag Optimal Langkah selanjutnya adalah menentukan lag optimal yang akan digunakan dalam estimasi. Dengan memeriksa stabilitas model, maka diperoleh panjang lag maksimum yang akan digunakan. Pada penelitian ini, setiap negara mempunyai panjang lag yang berbeda sehingga terbentuk masing-masing model yang berbeda. Oleh karena itu perlu diperiksa AIC, Adjusted R 2, dan SIC untuk memperoleh model terbaik setiap negara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara untuk model yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel

11 Tabel 29. Model VAR yang Terbentuk Negara Peubah Model China ACU_CNY INF_CNY USD_CNY VECM (1) Rank-2 Jepang ACU_JPY INF_JPY USD_JPY VECM (2) Rank-2 Korea ACU_KRW INF_KRW USD_KRW VAR (1) 1 st Difference Indonesia ACU_IDR INF_IDR USD_IDR VAR(2) 1 st Difference Malaysia ACU_MYR INF_MYR USD_MYR VECM (2) Rank 1 Singapura ACU_SGD INF_SGD USD_SGD VAR (1) 1 st Difference Thailand ACU_THB INF_THB USD_THB VAR (1) 1 st Difference Filipina ACU_PHP INF_PHP USD_PHP VAR (1) 1 st Difference Vietnam ACU_VND INF_VND USD_VND VAR(1) 1 st Difference Brunei ACU_BRD INF_BRD USD_BRD VECM(1) Rank 1 Myanmar ACU_MYK INF_MYK USD_MYK VECM(2) Rank 1 Kamboja ACU_KHR INF_KHR USD_KHR VAR(1) 1 st Difference Laos ACU_LAK INF_LAK USD_LAK VECM(2) Rank 1 Berdasarkan Tabel 29, setiap negara mempunyai model terbaik yang berbeda. Negara China, Jepang, Malaysia, Brunei, Myanmar dan Laos menggunakan VECM. Sementara Negara Korea, Indonesia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja menggunakan Model VAR. Penggunaan model setiap negara ASEAN+3 ini mempunyai lag yang berbeda, hal ini dikarenakan lag yang terbentuk dipilih berdasarkan pemilihan model yang optimal/terbaik Impulse Response Functions Informasi yang dapat diperoleh dari tiap-tiap nilai tukar negara-negara ASEAN+3 dalam keterkaitannya dengan mata uang ACU ASEAN+3 maupun nilai tukar mata uang domestik terhadap USD, adalah dengan melakukan penelusuran pola, seperti yang dilakukan dengan IRF. Guncangan terhadap suatu peubah tidak hanya secara langsung mempengaruhi peubah tersebut tetapi juga ditansmisikan kepada semua peubah yang ada melalui struktur dinamis pada model. 109

12 IRF dapat melacak efek perubahan suatu peubah suatu waktu, terhadap peubah lainnya pada waktu sekarang dan waktu mendatang. P3njelasan ini dapat dilihat dalam bentuk grafik respons impulse pada Grafik Response of INF_CNY to Cholesky Response of INF_JPY to Cholesky ACU_CNY USD_CNY ACU_JPY USD_JPY.5 Response of INF_KRW to Cholesky 5 Response of INF_IDR to Cholesky USD_KRW ACU_KRW ACU_IDR USD_IDR.0020 Res pons e of I N F _MY R to C hol es ky One S. D. Inno v at ions.10 Response of INF_SGD to Cholesky AC U_MY R USD _M YR ACU_SGD USD_SGD 110

13 .005 Res ponse of IN F _THB t o C h ol es k y On e S.D. Inn ov a t ions.5 Response of INF_PHP to Cholesky ACU_TH B U S D_TH B ACU_PHP USD_PHP.0015 Response of INF_VND to Cholesky.0014 Response of INF_BRD to Cholesky ACU_VND USD_VND ACU_BRD USD_BRD.08 Response of INF_MYK to Cholesky.006 Response of INF_KHR to Cholesky ACU_MYK USD_MYK ACU_KHR USD_KHR 111

14 .20 Response of INF_LAK to Cholesky ACU_LAK USD_LAK Grafik 32. Grafik Impulse Response Function terhadap Inflasi setiap Negara ASEAN+3 Berdasarkan Grafik 32 di atas, semua negara ASEAN+3 mempunyai pengaruh guncangan yang berbeda untuk mata uang ACU ASEAN+3 dan mata uang domestik terhadap variabel inflasi. Dari keterangan pada gambar tersebut ada beberapa negara yang sudah layak untuk mengganti mata uangnya dengan mata uang ACU ASEAN+3 dan ada beberapa negara yang lebih baik menggunakan mata uang domestiknya sendiri. Hal ini didasarkan bahwa jika terjadi guncangan pada salah satu mata uang tersebut maka mata uang mana yang dapat meminimalisir terjadinya inflasi yang semakin buruk. Oleh karena itu, kelayakan penentuan mata uang untuk setiap negara ASEAN+3 berdasarkan pergerakan inflasi terendah dalam jangka panjang akan disimpulkan pada pembahasan ini. Secara ringkas penentuan tersebut dapat dilihat pada Tabel

15 Tabel 30. Pilihan Mata Uang Masing-Masing Negara ASEAN+3 No. Negara Mata Uang 1 China Domestik (Yuan) 2 Jepang ACU 3 Korea ACU 4 Indonesia ACU 5 Malaysia ACU 6 Singapura Domestik (Dollar) 7 Thailand ACU 8 Filipina ACU 9 Vietnam ACU 10 Brunei Domestik (Dollar) 11 Myanmar ACU 12 Kamboja ACU 13 Laos ACU Berdasarkan Tabel 30, terdapat tiga negara yang lebih baik menggunakan nilai tukar mata uang domestiknya terhadap USD daripada menggunakan mata uang ACU, yakni Cina, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sementara Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Laos lebih layak menggunakan mata uang ACU ASEAN+3. Hasil ini menjawab permasalahan bahwa dengan adanya koordinasi penggunaan mata uang di suatu kawasan dapat meminimalisir kondisi buruk perekonomian suatu negara. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa ketika terjadi Krisis Ekonomi dan Moneter yang melanda Asia pada tahun 1998 menyebabkan kondisi perekonomian beberapa negara Asean dan Asia Timur memburuk. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembagian resiko dari dampak krisis tersebut. Indikator perekonomian seperti inflasi dan nilai tukar mengalami pelemahan selama periode krisis. Namun dengan adanya integrasi perekonomian melalui penerapan ACU, penggunaan nilai tukar bersama ini dapat meminimalisir dampak buruk krisis melalui suatu pengujian, seperti pada penelitian ini. 113

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE SISTEM MONETER INTERNASIONAL Oleh : Dr. Chairul Anam, SE PENGERTIAN KURS VALAS VALUTA ASING (FOREX) Valas atau Forex (Foreign Currency) adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA. Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis ekonomi di Thailand.

V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA. Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis ekonomi di Thailand. 74 V. PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Awal Krisis Asia Krisis yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari krisis yang terjadi di Asia Tenggara, yang pemicunya adalah krisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Kestasioneritasan Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sehingga keadaan suatu negara dalam dunia perdagangan internasional menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 56 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Stasioneritas Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji VECM, maka perlu terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas. Uji stationaritas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1 Sumber Data, Periode dari Data, dan Software yang Digunakan IV.1.1 Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari IMF. Data perdagangan bersumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Pra Estimasi 4.1.1. Kestasioneran Data Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pembangunan ekonomi internasional yang semakin terkait dan adanya interdependensi antar negara, arus perdagangan barang juga mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian negaranya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rezim Nilai Tukar Suatu negara memiliki beberapa pilihan rezim nilai tukar yang dapat dianutnya. Secara garis besar, pilihan-pilihan tersebut dibagi menjadi dua, yakni flexible

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Nilai Tukar Mata Uang Negara OKI. 1978), sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978-Juli 1997), dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Nilai Tukar Mata Uang Negara OKI. 1978), sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978-Juli 1997), dan digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Nilai Tukar Mata Uang Negara OKI 1. Indonesia Nilai tukar Rupiah yang stabil merupakan salah satu tujuan otoritas moneter Indonesia. Dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek 53 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini akan menganalisis kinerja kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 i ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii RINGKASAN RUSNIAR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini, obyek yang diamati yaitu inflasi sebagai variabel dependen, dan variabel independen JUB, kurs, BI rate dan PDB sebagai variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Stasioneritas Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan didasarkan pada langkahlangkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab III. Langkah pertama merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Stasioneritas Dalam meneliti data time series, yang pertama harus dilakukan adalah dengan menggunakan uji stasioneritas. Uji stasioneritas yang digunakan

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base 130 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat terkait dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hasil

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kausalitas dan Instrumen Data 1. Uji Stasioneritas Dalam mendapatkan estimasi model VECM, tahap pertama yang harus dilakukan pada pengujian data adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, khususnya anggota ASEAN 5, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, khususnya anggota ASEAN 5, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki inflasi yang berfluktuasi dan cenderung lebih tinggi dibandingkan negara lain, khususnya anggota ASEAN 5, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN.... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 9 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4. Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius

Lebih terperinci

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. JURUSAN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL Veteran JAWA TIMUR

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. JURUSAN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL Veteran JAWA TIMUR SISTEM MONETER INTERNASIONAL JURUSAN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL Veteran JAWA TIMUR PENGERTIAN KURS VALAS VALUTA ASING (FOREX) Valas atau Forex (Foreign Currency) adalah mata uang asing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lesunya perekonomian global, khususnya negara-negara dunia yang dilanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki pertengahan tahun 2015, dianggap sebagai periode yang cukup kelam bagi sebagian pelaku pasar yang merasakan dampaknya secara langsung terhadap lesunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar bebas. Salah satu karakteristik dari nilai tukar paska era Bretton-Woods adalah

BAB I PENDAHULUAN. tukar bebas. Salah satu karakteristik dari nilai tukar paska era Bretton-Woods adalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak runtuhnya sistem Bretton Woods di awal tahun 1970an, berbagai negara industri telah melakukan reformasi rezim nilai tukar nominal tetap mereka menjadi nilai tukar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Perbankan Syariah di Indonesia yang mempunyai laporan keuangan yang transparan dan di publikasikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1% BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Stasioneritas Data Data yang akan digunakan untuk estimasi VAR perlu dilakukan uji stasioneritasnya terlebih dahulu. Suatu data dikatakan stasioner jika nilai rata-rata

Lebih terperinci

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12) Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005:01 2015:12) DISUSUN OLEH : SITI FATIMAH 27212052 LATAR BELAKANG Kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Estimasi VAR 4.1.1 Uji Stasioneritas Uji kestasioneran data pada seluruh variabel sangat penting dilakukan untuk data yang bersifat runtut waktu guna mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang III. METODE PENELITIAN A. Deskripsi Data Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cadangan Devisa di Indonesia Periode 2000-2014 adalah cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan suatu tujuan utama. Hal ini juga merupakan tujuan utama negara kita, Indonesia. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam negeri biasa sering dikenal sebagai kurs atau nilai tukar. Menurut Bergen, nilai tukar mata uang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda 1, Chenny Seftarita 2* Abstract

KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda 1, Chenny Seftarita 2* Abstract KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda 1, Chenny Seftarita 2* 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Email: Mirza.winanda38@gmail.com 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas dan Instrumen Data 1. Uji Stasioneritas Tahap pertama yang harus dilalui untuk mendapatkan estimasi VECM adalah pengujian stasioneritas data masing-masing

Lebih terperinci