KUALITAS FERMENTASI DAN KANDUNGAN NUTRIEN SILASE BEBERAPA JENIS RUMPUT YANG DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA SKRIPSI RUDY YANA
|
|
- Sucianty Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KUALITAS FERMENTASI DAN KANDUNGAN NUTRIEN SILASE BEBERAPA JENIS RUMPUT YANG DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA SKRIPSI RUDY YANA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2 RINGKASAN RUDY YANA. D Kualitas Fermentasi dan Kandungan Nutrien Silase Beberapa Jenis Rumput yang Dipanen pada Waktu Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc. : Ir. Lidy Herawaty, MS. Silase dapat dibuat dari berbagai jenis tanaman seperti rumput, legum, sereal dan hasil ikutan tananam lainnya. Syarat rumput yang baik untuk dijadikan silase salah satunya adalah harus mempunyai substrat mudah terfermentasi dalam bentuk Water Soluble Carbohydrate (WSC) yang cukup. Konsentrasi WSC secara umum lebih tinggi pada sore atau malam hari, menurun pada malam hari melalui proses respirasi dalam tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas fermentasi dan kandungan nutrien silase beberapa jenis rumput yang dipotong pada waktu pagi, siang dan malam hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial (5x3) masing-masing dengan 4 ulangan. Faktor A adalah jenis rumput (Pennisetum purpureum, Pennisetum purputhypoides, Brachiaria humidicola, Panicum maximum dan Paspalum notatum) dan Faktor B adalah waktu panen (pagi, siang dan malam hari). Data yang diperoleh dianalisis ragam, dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata diuji dengan uji jarak Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis rumput dan waktu panen tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan bahan kering silase. Derajat keasaman (ph) silase nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh jenis rumput dan waktu panen. Terdapat interaksi antara jenis rumput dan waktu panen terhadap ph. Jenis rumput raja (Pennisetum purputhypoides) yang dipanen pada malam hari menghasilkan ph paling rendah yaitu sebesar 4,84. Jumlah koloni bakteri asam laktat yang dihasilkan rumput gajah yang dipanen pada pagi hari (6,91 log 10 cfu/ml) lebih tinggi daripada perlakuan lain. Jumlah bakteri asam laktat yang paling rendah terdapat pada silase rumput Brachiaria humidicola yang dipanen pada pagi hari (5,64 log 10 cfu/ml). Kelarutan silase nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh jenis rumput tetapi tidak dipengaruhi waktu panen. Silase rumput raja (Pennisetum purputhypoides) memiliki kelarutan tertinggi dibandingkan jenis rumput yang lainnya (79,08%), sedangkan jenis rumput gajah (Pennisetum purpureum) memiliki pengaruh kelarutan terendah dibandingkan dengan jenis rumput lainnya (69,78%). Total gula silase nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh jenis rumput, waktu panen dan interaksi keduanya. Total gula yang tertinggi adalah rumput raja (Pennisetum purputhypoides) yang dipanen pada malam hari (20,54%), sedangkan total gula terendah adalah rumput Paspalum notatum yang dipanen pada pagi hari (1,94%). Dapat disimpulkan bahwa jenis rumput dan waktu panen mempengaruhi nilai ph, total gula, dan kelarutan silase tetapi tidak mempengaruhi kehilangan bahan kering silase dan jumlah bakteri asam laktat. Kata-kata kunci : rumput, silase, waktu panen, nutrien silase
3 ABSTRACT Fermentation Quality and Nutrient Content of Silage from Several Kinds of Grasses Harvested in Different Time R.Yana, Nahrowi, L. Herawaty The aims of the research were to analyze fermentation quality. The research used randomized factorial design (5x3) with factor A was grass sources (Pennisetum purpureum, Pennisetum purputhypoides, Panicum maximum, Brachiaria humidicola, and Paspalum notatum) and factor B was the harvest time (morning, noon, and night). The results showed that grass sources and harvest time significantly (P<0.05) influenced ph, solubility and Water Soluble Carbohydrate (WSC). Solubility, those of ph and WSC from Pennisetum purputhypoides were higher than those of the others, and ph and WSC lost from grass harvested at night were higher than the others silage. There were interaction between grass Pennisetum purputhypoides and time of harvesting. It is concluded that kind and harvesting time of the grass influenced ph, WSC and silage solubility but it did not affect sillage dry matter lost and number of lactic acid bacteria. Keywords: silage, grasses, harvest time, nutrient content
4 KUALITAS FERMENTASI DAN KANDUNGAN NUTRIEN SILASE BEBERAPA JENIS RUMPUT YANG DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA Oleh RUDY YANA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
5 Judul Skripsi : Kualitas Fermentasi dan Kandungan Nutrien Silase Beberapa Jenis Rumput yang Dipanen pada Waktu Berbeda Nama NIM : Rudy Yana : D Menyetujui : Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.) NIP (Ir. Lidy Herawaty, MS.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Nutrisi Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP Tanggal Ujian : 8 Desember 2011 Tanggal Lulus :
6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Januari 1986 dari Bapak Dayat Hidayat dan Ibu Rukaimah. Penulis merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar tahun 1998 di SD Negeri Kebayoran Lama Selatan 11 Pagi dan pendidikan menengah tahun 2001 di SLTP Negeri 161 Jakarta. Tahun 2004 Penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Penulis aktif menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) periode 2004/2005, kemudian Ketua Umum BEM Fakultas Peternakan periode 2006/2007, Ketua Departemen Kebijakan Pertanian BEM KM IPB periode 2006/2007, dan Koordinator Majelis Pekerja Nasional ISMAPETI (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia).
7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Kualitas Fermentasi dan Kandugan Nutrien Silase Beberapa Jenis Rumput yang Dipanen pada Waktu Berbeda ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai September Penelitian ini mempelajari pengaruh waktu pemotongan dan jenis rumput terhadap kehilangan bahan kering, derajat keasaman (ph), populasi bakteri asam laktat, kelarutan, dan total gula. Keberhasilan dalam proses silase salah satunya ditentukan oleh kandungan Water Soluble Carbohydrate (WSC) yang ada pada bahan baku silase. Kandungan WSC pada rumput berkaitan dengan penerimaan cahaya matahari. Tanaman merubah energi dari matahari menjadi gula sehingga konsentrasi gula secara umum lebih tinggi pada sore atau menjelang malam hari. Konsentrasi gula mulai menurun pada malam hari melalui proses respirasi dalam tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari. Sehingga kajian kualitas silase rumput yang dipanen pada waktu berbeda sangat diperlukan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi untuk menggugah kreativitas pihak-pihak yang terkait khususnya mahasiswa Fakultas Peternakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh daripada kesempurnaan, namun Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca umumnya. Bogor, Maret 2011 Penulis
8 DAFTAR ISI RINGKASAN.... ABSTRACT.... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Silase Brachiaria humidicola Pennisetum purpureum (Rumput Gajah) Panicum maximum... 5 Paspalum notatum... 6 Pennisetum purputhypoides (Rumput Raja)... 6 Pengaruh Waktu Pemotongan... 7 Bakteri Asam Laktat... 8 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Materi Metode Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput Karakteristik Fisik Silase Karakteristik Kimia dan Mikrobial Silase Kehilangan Bahan Kering Derajat Keasaman (ph) Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Kelarutan Total Gula (WSC) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran i ii iii iv v vi vii v
9 Halaman UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi
10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi Kimia Silase Beberapa Jenis Rumput Komposisi Kimia Rumput Gajah pada Umur Pemanenan yang Berbeda Komposisi dan Nilai Gizi Panicum maximum (% BK) Kandungan Nutrien Paspalum notatum Karakteristik Fisik Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Kehilangan Bahan Kering Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Derajat Keasaman (ph) Silase Beerapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda (Log 10 cfu/gram) Kelarutan Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Total gula Silase (%BK) Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda
11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Annova Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap Kehilangan Bahan Kering Annova Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap ph Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap ph Silase Annova Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap Kelarutan Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap Kelarutan Annova Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap Total Gula Uji Lanjut Duncan Annova Interaksi antara Bahan dan Waktu terhadap Total Gula
12 PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu bagi berkembangnya suatu usaha peternakan. Pada ternak ruminansia, ketersediaan pakan terutama hijauan masih menjadi kendala dan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan, ketersediaan hijuan berupa rumput atau hijauan lainnya berlimpah, namun sebaliknya pada musim kemarau ketersediaan hijauan sangat terbatas. Salah satu cara mengatasi kekurangan hijauan pada musim kemarau adalah dengan pengawetan. Ada dua cara pengawetan hijauan yang dapat dilakukan, yaitu dengan pengeringan (hay) dan silase. Pengawetan dengan teknik pengeringan memiliki beberapa kekurangan, yaitu bergantung cuaca dan kurang tahan simpan, sebaliknya pengawetan dengan teknik silase dapat dilakukan setiap saat tanpa dipengaruhi musim dan cuaca. Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam kondisi anaerob dengan kandungan air yang tinggi. Silase dapat dibuat dari berbagai jenis tanaman seperti rumput, legum, sereal dan hasil ikutan tananam lainnya. Bahan yang baik dijadikan silase harus mempunyai substrat mudah terfermentasi dalam bentuk Water Soluble Carbohydrate (WSC) yang cukup, buffering capacity yang relatif rendah dan kandungan bahan kering diatas 200 g/kg (McDonald et al., 1991). Water Soluble Carbohydrate (WSC) tanaman umumnya dipengaruhi oleh spesies, fase pertumbuhan, budidaya dan iklim. Waktu panen berkaitan dengan penerimaan cahaya matahari terhadap tumbuhan. Tanaman pada umumnya melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis ini biasanya terjadi pada siang hari atau ketika ada cahaya matahari. Tanaman merubah energi dari matahari menjadi gula sehingga konsentrasi gula secara umum lebih tinggi pada sore atau malam hari. Konsentrasi gula menurun pada malam hari melalui proses respirasi dalam tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari, sehingga dengan adanya gula dari hasil fotosintesis tersebut, memungkinkan adanya pengaruh waktu pemanenan terhadap kualitas silase. 1
13 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh jenis hijauan dan waktu panen terhadap kualitas silase yang dihasilkan termasuk diantaranya sifat organoleptik, ph, populasi bakteri asam laktat (BAL), kehilangan bahan kering, kelarutan dan kandungan Water Soluble Carbohydrate (WSC). 2
14 TINJAUAN PUSTAKA Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Johnson dan Harrison, 2001; McDonald et al., 1991; Woolford, 1984). Keadaan anaerob ini harus tetap dipertahankan, sebab udara adalah musuh besar silase (Schroeder, 2004; Moran, 2005). Proses kimiawi atau fermentasi yang terjadi selama penyimpanan silase disebut ensilase, sedangkan tempatnya disebut silo (Woolford, 1984; McDonald et al., 1991). Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada musim kemarau (Sapienza dan Bolsen, 1993; Schroeder 2004; Jones et al., 2004). Memacu terciptanya kondisi anaerob dan asam dalam waktu singkat merupakan prinsip dasar pembuatan silase. Menurut Coblentz (2003) ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan ph, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Pembuatan silase tidak tergantung dengan musim (Sapienza dan Bolsen, 1993; Schroeder, 2004). Hijauan yang dibuat silase dengan kandungan air 65% termasuk dalam kategori ini, sedangakan bila kandungan air lebih rendah dari 40 50% proses fermentasi berlangsung sangat lambat. Fermentasi normal dengan kandungan air 55 60% masa fermentasi aktif akan berakhir antara 1 5 minggu. Fermentasi akan terhenti disebabkan kehabisan substrat gula untuk proses fermentasi dan dapat terus bertahan selama beberapa tahun sepanjang silase tidak kontak dengan udara (Bolsen et al., 2000). Secara umum kualitas silase dipengaruhi oleh tingkat kematangan hijauan, kadar air, ukuran partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Schroeder, 2004; Moran, 2005). Komposisi kimia silase beberapa jenis rumput terdapat pada Tabel 1. 3
15 Tabel 1. Komposisi Kimia Silase Beberapa Jenis Rumput Jenis Rumput BK (%) WSC (%) ph BAL Brachiaria humidicola 1) 20,85 2,35 5,32 1,26 Penisetum purpureum 1) 15,77 9,88 3,96 2,53 Panicum maximum 2) 19,35 3,03 4,71 1,84 Pennisetum purputhypoides 1) 16,0 7,56 5,90 2,00 Sumber : 1) Aminah (2000) dan 2) Santoso (2009) Keterangan : WSC (Water Soluble Carbohydrate), BK (Bahan Kering), BAL (Bakteri Asam Laktat) Brachiaria humidicola Merupakan tanaman asli dari Afrika Selatan, kemmudian menyebar ke Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama Koronivia Grass. Merupakan tanaman parennial, perkembangan vegetatif dengan stolon begitu cepat sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan (Mannetje dan Jones, 1992). Batang yang dapat berbunga mencapai tinggi cm, helai daun berwarna hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang cm. Panjang inflorenscence 7-12 terdiri dari 2-4 spikelet, hal ini sesuai untuk daerah tropika basah dengan toleransi cukup luas di berbagai daerah. Rumput jenis ini mampu menghasilkan 20 ton bahan kering per hektar pada daerah tropika basah, dan dapat ditanam dengan pols dan stolon atau biji (Bogdan, 1977). Pennisetum purpureum (Rumput Gajah) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta disukai oleh ternak ruminansia. Rumput gajah mempunyai produksi bahan kering 40 sampai 63 ton/ha/tahun (Siregar, 1989), dengan rata-rata kandungan zat-zat gizi yaitu : protein kasar 9,66%, BETN 41,34%, serat kasar 30,86%, lemak 2,24%, abu 15,96%, dan TDN 51% (Lubis, 1992) Nilai gizi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Nilai gizi rumput gajah dipengaruhi oleh fase pertumbuhan pada saat pemotongan atau penggembalaan. Rumput gajah sebaiknya dipotong pada fase vegetatif, untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang sehat dan kandungan zat-zat gizi yang optimal. (McIlroy, 1976). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman 4
16 yang akan dibuat silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga (Reksohadiprodjo, 1998). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pembuatan silase besar pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase (Harrison et al., 1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput gajah yang hilang dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman (Spitaleri et al., 1995). Komposisi kimia dalam rumput gajah pada umur pemanenan yang berbeda-beda terdapat pada Tabel 2. Umur Rumput Tabel 2. Komposisi Kimia Rumput Gajah pada Umur Pemanenan yang Berbeda Bahan Serat Protein TDN Ca P Kering Kasar % hari 15,7 11,4 53,1 29,5 0,70 0, hari 17,5 9,3 50,4 32,9 0,52 0, hari 20,6 8,4 52,9 33,3 0,52 0,31 Sumber : Tillman et al. (1991) Panicum maximum Nama Indonesia rumput ini adalah rumput benggala. Tanaman ini merupakan tanman tahunan, berumpun-rumpun dan tingginya dapat mencapai tiga meter. Rumput ini berasal dari Afrika tropika dan subtropika, tidak membentuk hamparan, tetapi tetap berumpun-rumpun dan dapat tumbuh baik bersama leguminosa tropika serta tahan kering. Pada umur muda bernilai gizi tinggi dan disukai ternak. Produksi hijauan segar sebanyak 115 ton/ha/tahun. Rumput ini dapat dikembangkan dengan biji atau sobekan rumpun (McIlroy, 1976). Komposisi dan nilai gizi Panicum maximum dalam bahan kering terdapat dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi dan Nilai Gizi Panicum maximum (% BK) Tinggi PK SK Protein dapat dicerna Pati Fase tumbuh Sedang (30-46 cm) 9,15 31,19 5,7 42,81 Belum berbunga Panjang (76-91 cm) Tinggi (Daun 122 cm, batang 183 cm) 9,31 5,61 Sumber: McIlroy (1976) 34,46 41,76 3,83 2,74 35,42 29,21 Belum berbunga Mulai berbunga 5
17 Paspalum notatum Paspalum notatum merupakan tanaman tahunan berizhoma dan berakar dalam. Tingginya dapat mencapai 60 cm atau lebih. Berasal dari Amerika Tengah dan Selatan dan beradaptasi di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini termasuk ke dalam rumput penggembalaan yang berguna dan tahan terhadap penggembalaan dan kekeringan, tetapi di Nigeria Utara jenis rumput ini mati pada musim kering dan palatabilitasnya umumnya dianggap rendah. Tanaman ini merupakan rumput yang paling baik untuk pengawetan tanah, dapat ditanamam dengan menggunakan stek atau biji, mudah membentuk hamparan rumput yang rapat dan dapat digembalai tiga bulan sesudah penanaman. (McIlroy, 1976). Kandungan nutrien Paspalum notataum terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Paspalum notatum Zat Makanan (%) Bahan Kering 0,29 Abu 10 Protein Kasar 10 Mg 3 Ca 0,7 Energi Bruto (kkal/g) 17 Sumber: Tillman et al. (1991) Pennisetum purputhypoides (Rumput Raja) Rumput raja (Pennisetum purputhypoides) merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan Pennisetum thypoides (Siregar, 1988). Rumput raja merupakan rumput berumur panjang, tumbuh tegak membentuk rumpun, tinggnya mencapai 4,5 m, perakarannya cukup dalam dan luas, batang tebal dan keras apabila sudah tua, tipe bunga spike/tandan, serta helai dan pelepah daun berbulu agak kasar (Balai Informasi Pertanian Lembang, 1988). Jayadi (1991) menyatakan bahwa rumput raja dapat tumbuh pada dataran rendah hingga tinggi dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun, sebaiknya di daerah dengan curah hujan di atas 1000 mm. Toleransinya terhadap berbagai tanah cukup luas, terutama tanah-tanah yang berstruktur remah, demikian pula pada tanah latosol, andosol dan tanah basa. Produksinya akan meningkat dengan meningkatnya kebasaan tanah. Rumput ini mudah mudah ditanam dengan menggunakan stek batang atau sobekan rumpun. Penggunaan stek batang sebaiknya batang yang sudah cukup tua yaitu diambil dari rumput yang telah 6
18 berumur delapan bulan, panjang setiap stek kurang lebih cm dan memiliki dua mata tunas atau lebih (Balai Penelitian Ternak Ciawi, 1988). Kandungan protein kasar rumput ini sekitar 4,2-13,5 %, 31,4 % serat kasar dengan 68,2 % serat kasar tercerna, 0,37 % Ca dan asam oksalat 2,2 %. Pemotongan pertama rumput raja dapat dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan dan interval pemotongan berikutnya 5-6 minggu sekali, apabila musim kemarau maka waktu pemotongan dapat diperpanjang. Dengan pemeliharaan yang baik maka selain dapat panen 8-9 kali/tahun, rumput raja akan terus berproduksi selama 10 tahun. Pengaruh Waktu Pemotongan Energi matahari merupakan sumber energi utama bagi makhluk hidup terutama tumbuhan. Jika intensitas cahaya rendah maka pertumbuhan akan terhambat. Penghambatan terjadi melalui berkurangnya aktivitas fotosintesis. Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya penyinaran (perioditas), dan arah cahaya. Energi cahaya bertanggung jawab terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan nitrogen melalui reaksi kimia (Supardi, 2000). Pertumbuhan yang ditentukan oleh pertambahan dalam berat kering bergantung kepada sejumlah hasil fotosintesis dikurangi bagian yang terpakai dalam proses respirasi, oleh sebab itu, cahaya mempunyai efek yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Fotosintesis maksimum terjadi pada cahaya penuh, namun selama tengah hari intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan meningkatnya suhu daun, hal ini menyebabkan menutupnya stomata dan menurunnya fotosintesis (Soekotjo, 1987) Waktu panen berkaitan dengan penerimaan cahaya matahari terhadap tumbuhan. Cahaya memiliki efek yang sangat nyata terhadap pertunbuhan dikarenakan pengaruhnya terhadap proses fotosintesis, pembukaan dan penutupan stomata, respirasi, permeabilitas dinding sel, absorbsi air dan unsur hara, aktivitas enzim, koagulasi protein, dan sintesa klorofil (Prawiranata et al., 1999) Energi matahari merupakan sumber energi utama bagi makhluk hidup terutama tumbuhan. Jika intensitas cahaya rendah maka pertumbuhan akan terhambat. Penghambatan terjadi melalui berkurangnya aktivitas fotosintesis. 7
19 Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya penyinaran (perioditas), dan arah cahaya. Energi cahaya berperan penting terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan nitrogen melalui reaksi kimia (Supardi, 2000). Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) termasuk bakteri fakultatif anaerobik yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen. Bakteri ini tidak membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya meskipun mungkin menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi (Pelczar dan Chan, 1986). Bakteri asam laktat umumnya tidak membentuk spora dan selnya berbentuk bulat atau batang. Bakteri asam laktat terdiri dari beberapa genus antara lain Streptococcus, Lactobacillus dan Levconostoc (Pelczar dan Chan, 1986). Gilliland (1993) menyatakan bahwa Lactobacillus mampu mendegradasi gula, protein dan peptida menjadi asam amino. Pendegradasian protein oleh bakteri tersebut terjadi pada ph 5,2-5,8 dan suhu C. Menurut Gilliland (1993), bakteri asam laktat berdasarkan sifat fermentasinya dibagi menjadi dua golongan yaitu heterofermentatif dan homofermentatif. Perbedaan dari kedua golongan tersebut adalah terletak pada produk akhir yang dihasilkan dan efisiensi fermentasi. Bakteri homofermentatif lebih efisien dalam memproduksi asam-asam organik bila dibandingkan dengan tipe heterofermentatif. Menurut McDonald et al. (1991), bakteri tipe homofermentatif akan menghasilkan dua mol asam laktat untuk setiap mol glukosa, sedangkan bakteri tipe heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat, juga menghasilkan etanol dan CO 2 masing-masing satu mol untuk setiap mol glukosa. Menurut Rahayu dan Cristiani (1992), bakteri asam laktat homofermentatif dapat mengubah 95% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat dengan jumlah kecil karbondioksida dan asam-asam volatil (asam butirat). Termasuk kelompok bakteri homofermentatif antara lain Lactobacillus bulgaricus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus dan L. delbruechii, sedangkan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif menurut Pelczar dan Chan (1986) dan McDonald et al. (1991) antara lain Streptococcus sp., Leuconostoc sp., Leuconostoc fermentum dan Leuconostoc brevis. Beberapa 8
20 faktor yang ikut berperan untuk menghambat mikroba oleh bakteri asam laktat antara lain ph yang rendah, asam organik, bakteriosin, hidrogen peroksida, ethanol dan potensial redoks yang rendah (Adam dan Moss, 1995). 9
21 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2009, di Laboratorium Agrostologi dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Materi Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1) Pennisetum purpureum (rumput gajah), 2) Pennisetum purputhypoides (rumput raja), 3) Panicum maximum, 4) Brachiaria humidicola dan 5) Paspalum notatum masingmasing rumput berumur hari dan dipanen pada waktu pemotongan yang berbeda yaitu pagi, siang dan malam hari. Bahan tambahan lain adalah aquades, inokulan Bakteri Asam Laktat (BAL) yang berasal dari silase jagung, Mann Rogose shape (MRS) Agar dan NaCl 0,85%, MRS Broth, alkohol 70%, dan NaCl 0,85%. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah plastik, cawan petri, laminar plo, tabung reaksi, mikro pipet, vortex, autoclaff, bunsen, kompor listrik, dan penyerap oksigen (vacum). Metode Pembuatan Silase Rumput yang telah dipanen, dicacah menggunakan alat pemotong dengan ukuran panjang 3-5 cm, kemudian ditimbang, masing-masing sebanyak 500 gram. Rumput cacahan diinokulasi menggunakan bakteri asam laktat (BAL) sebanyak 10 5 cfu/ml dengan cara disemprot. Rumput yang telah diberikan BAL kemudian dimasukkan ke dalam plastik ukuran dua kilogram, dipadatkan lalu dihisap menggunakan mesin vacum agar tidak terdapat udara di dalam plastik sebelum diikat dengan tali. Plastik berisi rumput yang telah diikat, ditimbang kemudian disimpan selama 21 hari. Setiap minggu rumput ditimbang untuk mengetahui kehilangan bahan kering, dan pada minggu terakhir (21 hari) plastik dibuka, kemudian dievaluasi warna, bau, tekstur dan adanya jamur serta analisis kualitas silase. 10
22 Rancangan Percobaan Perlakuan Perlakuan yang diberikan adalah jenis rumput dan waktu pemotongan rumput tersebut (pagi, siang dan malam hari). Jenis rumput yang digunakan yaitu rumput gajah, rumput raja, Brachiaria humidicola, Panicum maximum, dan Paspalum notatum. Model Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap berpola faktorial 5 x 3 masing-masing dengan 4 ulangan, yang terdiri : Faktor Jenis Rumput : PP : Pennisetum purpureum PPt : Pennisetum purputhypoides BH : Brachiaria humidicola PM : Panicum maximum PN : Paspalum notatum Faktor Waktu pemotongan : Pagi : Waktu pemotongan pagi hari (pukul WIB) Siang : Waktu pemotongan siang hari (pukul WIB) Malam : Waktu pemotongan malam hari (pukul WIB) Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yijn = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijn Keterangan : Yijn = Nilai pengamatan uji fisik pada faktor X taraf ke-i faktor Y taraf ke-j dan ulangan ke-n µ = Rataan umum jenis rumput terhadap waktu pemotongan αi = Pengaruh jenis rumput (rumput gajah, rumput raja, Panicum maximum, Brachiaria humidicola dan Paspalum notatum) ke-i βj = Pengaruh waktu pemotongan (pagi, siang, malam) ke-j αβij = Pengaruh interaksi jenis tanaman dengan waktu pemotongan. εijn = Galat akibat pengaruh jenis tanaman dengan waktu pemotongan. 11
23 i : Perlakuan jenis tanaman (rumput gajah, rumput raja, rumput Panicum maximum, rumput Brachiaria humidicola dan rumput Paspalum notatum) j : waktu pemotongan (pagi, siamg, malam) n : Ulangan; n = 1, 2, 3, dan 4 Data yang diperoleh dianalisa menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1991), dan apabila hasilnya menunjukkan sangat berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Pengukuran Parameter Warna, Bau dan Tekstur Silase Warna, bau, tekstur silase dilakukan melalui pengamatan secara organoleptik produk silase setelah tiga minggu ensilase. Sampling dilakukan dengan mengambil bagian tengah silo. Penilaian organoleptik silase dilakukan dengan metode skoring yang diisi oleh 10 orang panelis. Kehilangan Bahan Kering Penentuan kehilangan bahan kering melalui analisa proksimat (AOAC 1999). Bahan kering diukur sebelum dan setelah ensilase. Sebanyak 3 gr sampel kering dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105 o C selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit. Penghitungan kehilangan bahan kering merupakan selisih pengalian bobot sebelum ensilase dan bahan kering sebelum ensilase dengan pengalian bobot setelah ensilase. Selanjutnya dibandingkan dengan pengalian bobot sebelum ensilase dan bahan kering sebelum ensilase dan bahan kering setelah ensilase dikali seratus persen. Perhitungan kehilangan bahan kering adalah sebagai berikut: (Bobot BK ) - (Bobot BK ) (Bobot BK ) awal awal akhir akhir % Kehilangan BK = 100% Derajat Keasaman (ph) Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan metode Naumann dan Bassler (1997). Sebanyak 20 gram sampel silase ditambahkan dengan 40 ml aquades (1:2), kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu disaring airnya awal awal 12
24 dan simpan dalam tabung film. Selanjutnya ph diukur dengan menggunakan ph meter. Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Jumlah koloni bakteri asam laktat dihitung dengan menggunakan Metode Total Plate Count (TPC) menurut Fardiaz (1992). Sampel silase ditambah aquades dengan perbandingan 1 : 9. Sebanyak 0,5 ml cairan silase dimasukkan ke dalam 4,5 ml aquades, lalu diencerkan dengan mengambil 0,5 ml dimasukkan ke 4,5 ml aquades sampai pengenceran lima kali. Lalu sebanyak 0,5 ml dari pengenceran 3, 4 dan 5 kali ditanam pada cawan petri berisi media MRS agar. Media agar yang ditanam dengan sampel silase diinkubasi pada suhu ruang selama dua hari. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat miring bewarna agak kekuningan. Jumlah koloni yang diperoleh ditranformasi dalam log untuk memudahkan penghitungan. Kelarutan Populasi BAL (cfu/g) = Jumah Koloni Pengenceran Analisa kelarutan dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode Muchtadi (1998). Silase dikeringkan pada suhu 60 0 C, lalu dibuat tepung. kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu C. Setelah kering, bahan diambil sebanyak x gram, bahan tersebut dilarutkan dengan 100 ml aquadest kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex selama 15 menit. Kemudian disentrifugasi hingga endapan dan supernatan terpisah. Endapan tersebut kemudian dioven kembali pada suhu C dan ditimbang beratnya (y gram). Perhitungan analisa kelarutan adalah sebagai berikut : x gram - y gram % Kelarutan = 100% x gram Kandungan Total Gula Kandungan total gula diukur menggunakan supernatan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi lalu ditambahkan dengan asam sulfat pekat (H 2 SO 4 ) dan fenol 5% kemudian diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer (Shimadzu UV VIS 1201) pada panjang gelombang 490 nm dengan D-glukosa sebagai standar seperti yang dijelaskan oleh Dubois et al. (1956). 13
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini adalah warna, bau dan tekstur berbagi jenis rumput setelah enam minggu ensilase pada waktu pemotongan pagi, siang dan malam hari. Karakter fisik beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan berbeda terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Fisik Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Silase Peubah Waktu panen Pagi Siang Malam Warna Coklat Hijau kekuningan Hijau kekuningan BH Bau Busuk Agak masam Agak masam Tekstur Remah Remah Lembut Warna Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan PP Bau Busuk Agak masam Agak masam Tekstur Lembut Kasar Remah Warna Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan PM Bau Busuk Busuk Busuk Tekstur Remah Kasar Remah PPt Warna Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Hijau kekuningan Bau Tengik Busuk Agak masam Tekstur Kasar Remah Remah PN Warna Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Coklat Bau Masam Agak masam Agak masam Tekstur Lembut Lembut Lembut Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum. Warna silase dapat mengindikasikan permasalahan yang mungkin terjadi selama fermentasi. Silase yang terlalu banyak mengandung asam asetat akan berwarna kekuningan, sementara jika kelebihan asam butirat akan berlendir dan berwarna hijau kebiruan. Silase yang baik akan berwarna normal, artinya tidak terjadi perubahan dari warna sebelum ensilase (Saun dan Heinrich, 2008). Hasil pengamatan silase beberapa jenis rumput setelah tiga minggu ensilase menunjukkan warna hijau kekuningan sampai coklat. Secara umum silase Pennisetum purpureum, Panicum maximum, Pennisetum purputhypoides, dan 1
26 Paspalum notatum memperlihatkan warna yang hampir sama yaitu hijau kecoklatan, sementara silase rumput Brachiaria humidicola memperlihatkan warna yang lebih cerah yaitu hijau kekuningan. Namun secara umum kelima jenis rumput mempunyai kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Macaulay (2004) bahwa silase yang berkualitas baik akan berwarna hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase. Hasil pengamatan bau pada silase beberapa jenis rumput setelah tiga minggu ensilase memiliki tingkat bau yang berbeda. Perlakuan silase Brachiaria humidicola dan Pennisetum purpureum yang dipotong pada siang dan malam hari mempunyai bau agak masam, sedangkan yang dipotong pada pagi hari memiliki bau busuk, berbeda dengan silase Panicum maximum yang memiliki bau busuk pada ketiga waktu pemotongan (pagi, siang dan malam). Kualitas silase yang baik adalah pada pemotongan malam hari yakni memiliki bau agak masam, dan pada Paspalum notatum secara umum memiliki kualitas yang lebih baik daripada perlakuan lainnya. Diduga fermentasi yang terjadi pada semua perlakuan bersifat heterofermentatif, sehingga tidak hanya memproduksi asam laktat sebagai produk akhir fermentasi, tetapi juga menghasilkan asam asetat, propionat, butirat dan alkohol. Perlakuan Panicum maximum dan Pennisetum purputhypoides diduga menghasilkan asam propionat yang tinggi sehingga menghasilkan bau yang lebih menyengat. Hasil ini didukung oleh Saun dan Heinrichs (2008) yang menyatakan bahwa silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena mengandung asam laktat, bukan bau yang menyengat. Lebih lanjut dijelaskan jika produksi asam asetat tinggi, maka akan berbau cuka. Kandungan etanol tinggi yang berasal dari fermentasi jamur akan menimbulkan bau alkohol, sementara fermentasi asam propionat akan menimbulkan bau wangi yang tajam. Sedangkan fermentasi Clostridia akan menghasilkan bau seperti mentega tengik, dan silase yang mengalami kerusakan panas akan berbau karamel dan tembakau. Hasil pengamatan tekstur silase beberapa jenis rumput setelah tiga minggu ensilase, menunjukkan tekstur yang lembut sampai kasar. Secara umum semua perlakuan menunjukkan silase dengan kualitas yang baik, hal ini sesuai dengan yang direkomendasikan Macaulay (2004), bahwa silase dengan kualitas baik akan 2
27 memperlihatkan tekstur yang kompak, materi yang lembut dan komponen seratnya tidak mudah dipisahkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tekstur silase dipengaruhi oleh kadar air bahan pada awal ensilase, silase dengan kadar air yang tinggi (>80%) akan memperlihatkan tekstur yang berlendir, lunak dan berjamur, sedangkan silase berkadar air rendah (<30%) akan mempunyai tekstur yang kering, mudah disobek dan ditumbuhi jamur. Tingkat kerusakan pada permukaan silase merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada proses silase. Idealnya silase yang baik akan mempunyai permukaan yang lembut dan tidak berjamur. Hasil pengamatan pada permukaan silo setelah tiga minggu ensilase, jamur ditemukan pada perlakuan Brachiaria humidicola yang dipotong malam hari, Panicum maximum yang dipotong siang dan malam hari, Pennisetum purputhypoides yang dipotong malam hari, dan Paspalum notatum yang dipotong pagi dan siang hari. Karakteristik Kimia dan Mikrobial Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Penelitian ini mengamati karakteristik kimia dan mikrobial silase beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan pagi, siang dan malam hari. Karakteristik yang diamati adalah kehilangan bahan kering, derajat keasaman (ph), jumlah koloni bakteri asam laktat, kelarutan silase, dan Water Soluble Carbohydrate (WSC). Kehilangan Bahan Kering Kehilangan bahan kering pada produk silase disebabkan oleh proses pendegradasian Water Soluble Carbohydrate (WSC) atau gula-gula mudah tercerna menjadi poduk akhir yang lebih sederhana (asam asetat, asam laktat dan asam butirat). Produk akhir paling menguntungkan adalah asam asetat dan asam laktat (Lendrawati, 2009). Davies (2007) menyatakan bahwa kehilangan bahan kering silase terjadi pada saat pengisian (5%), menjadi cairan silase (3%), selama proses fermentasi (5%), kerusakan karena udara (10%), dan kehilangan di lapangan (4%). Proses ensilase menyebabkan terjadinya penurunan kadar bahan kering silase, hal ini disebabkan terjadinya proses fermentasi yang merupakan aktivitas biologis bakteri asam laktat mengkonversi gula-gula sederhana menjadi asam 3
28 laktat. Bakteri asam laktat akan memanfaatkan gula-gula sederhana terlebih dahulu untuk pertumbuhan dan perkembangannya sebelum dikonversi menjadi asam laktat. Kehilangan bahan kering ini tidak hanya disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat saja, tetapi juga dapat disebabkan adanya reaksi respirasi dan proteolisis yang terjadi pada awal fase ensilase, serta adanya kehilangan melalui cairan (effluent), akibatnya kadar air akan meningkat dan bahan kering akan turun (Lendrawati, 2008). Kehilangan bahan kering silase beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan berbeda terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Kehilangan Bahan Kering Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Jenis Rumput Waktu pemotongan Pagi Siang Malam Rataan BH 23,88±1,66 7,30±0,75 10,55± ,91± 8.78 PP 20,13±8,94 15,38±7,51 16,05±6,87 17,18± 2,57 PM 4,03±0,67 10,70±1,49 18,25±1,45 10,99± 7,11 PPt 22,33±3,25 30,23±4,19 32,50±3,96 28,35± 5,34 PN 9,88±2,33 19,53±3,06 10,80±3,84 13,40±5,32 Rataan 16,05±8,66 16,63±8,90 17,63± 8,96 Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum. Kehilangan bahan kering terbesar adalah pada Pennisetum purputhypoides yang dipotong pada malam hari yaitu sebesar 32,50±3,96%, sedangkan kehilangan bahan kering terkecil adalah pada Panicum maximum yang dipotong pada pagi hari yaitu sebesar 4,03±0,67%. Rata-rata kehilangan bahan kering terbesar adalah pada Pennisetum purputhypoides yaitu sebesar 28,35±5,34%. Hasil analisis ragam menunujukkan jenis rumput, waktu panen dan interaksi antara jenis rumput dengan waktu panen tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan bahan kering silase. Kehilangan bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 7,30-30,23%. Hasil ini sesuai dengan rekomendasi McDonald et al. (1991) yaitu berkisar 7-40%. Derajat Keasaman (ph) Silase yang baik salah satu cirinya adalah mempunyai ph rendah (Kung dan Nylon, 2001). ph merupakan indikator utama untuk mengetahui keberhasilan ensilase, sementara Kung dan Shaver (2001) menyatakan bahwa ph silase 4
29 berhubungan dengan produksi asam pada proses ensilase, ph yang rendah mencerminkan produksi asam laktat yang tinggi. ph silase beberapa jenis rumput yang berbeda waktu pemotongan terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Derajat Keasaman (ph) Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Jenis Rumput Waktu Pemotongan Pagi Siang Malam BH 5,08±0,09 ab 5,17±0,09 abc 5,06±0,01 ab PP 6,21±0,87 d 5,43±0,91 bc 5,22±0,79 abc PM 5,15±0,02 abc 5,30±0,07 abc 5,28±0,07 abc PPt 5,07±0,04 ab 5,61±0,49 c 4,84±0,47 a PN 5,18±0,07 abc 5,42±0,15 bc 5,14±0,12 abc Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum; Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan jenis rumput, waktu panen, dan interaksi anatra jenis rumput dengan waktu panen nyata (p<0,05) mempengaruhi nilai ph silase. Jenis rumput mempengaruhi nilai ph silase kemungkinan disebabkan berbedanya kandungan Water Soluble Carbohydrate (WSC) dan populasi bakteri asam laktat pada rumput tersebut. Waktu panen mempengaruhi nilai ph silase, hal ini diduga karena kandungan Water Soluble Carbohydrate (WSC) dari rumput pada malam hari merupakan hasil fotosintesis pada siang harinya. Lakitan (2008) menyatakan proses fotosintesis terjadi pada siang hari atau ketika ada cahaya matahari. Tanaman merubah energi dari matahari menjadi gula sehingga konsentrasi gula secara umum lebih tinggi pada sore hari atau malam hari dan lebih rendah lagi pada pagi hari melalui proses respirasi (pelepasan CO 2 ). Interaksi yang terjadi pada penelitian ini adalah dengan memilih bahan baku silase yang memiliki kandungan WSC yang tinggi dan memilih waktu panen yang tepat, maka dapat menurunkan ph silase dengan optimal. Perlakuan yang menghasilkan ph yang paling besar (6,21) adalah bahan rumput gajah (Pennisetum purpureum) pada waktu pagi hari, sedangkan yang menghasilkan ph paling kecil (4,84) adalah bahan rumput raja (Pennisetum purputhypoides) di malam hari. ph yang dihasilkan berbeda berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuat silase, hal ini sejalan dengan Kizilsimsek et al. 5
30 (2005) yang menyatakan bahwa bahan baku dan tipe silo akan mempengaruhi kualitas silase secara fisik dan kimia. Silase yang berkualitas baik sekali adalah silase dengan ph 3,2-4,2 (McCullough, 1978). Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Jumlah bakteri asam laktat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses silase selain kadar air dan kandungan gula bahan silase. Bakteri asam laktat yang terdapat pada penelitian ini merupakan bakteri alami yang terdapat pada hijauan tanpa inokulasi dari luar. Penghitungan jumlah koloni bakteri asam laktat dilakukan pada awal dan akhir ensilase. Jumlah koloni bakteri asam laktat silase beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan berbeda terdapat pada Tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri asam laktat pada Pennisetum purputhypoides yang dipanen pada pagi hari menunjukkan jumlah koloni paling banyak, yaitu 6,91 dan koloni bakteri asam laktat yang paling sedikit jumlahnya adalah rumput Brachiaria humidicola yang dipanen pada pagi hari. Tabel 8. Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda (Log 10 cfu/gram) Jenis Rumput Waktu Pemotongan Pagi Siang Malam Rataan BH 5,64 6,45 6,56 6,22 PP 6,91 6,51 6,39 6,60 PM 6,24 6,24 6,69 6,39 PPt 5,76 5,70 6,01 5,82 PN 6,66 5,96 6,43 6,35 Rataan 6,24 6,17 6,41 Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum. Populasi BAL yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan Bolsen et al. (2000) yang menemukan populasi BAL pada silase sekitar 10 6 cfu/ml. Selain itu McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat bertahan hidup mulai dari ph 4,0 sampai 6,8, bahkan Pediococcus damnasus (cerevisae) dapat bertahan pada ph 3,5, sementara Streptococcus umumnya bertahan pada ph sekitar 4,5 sampai 5,0, sedangkan spesies Lactobacillus akan tumbuh subur pada ph 4,5 sampai 6,4. 6
31 Kelarutan Kelarutan silase berhubungan erat dengan nutrient yang digunakan dalam ensilase tersebut. Nutrien akan dimanfaatkan untuk produksi asam-asam organik (Schroeder, 2004). Kelarutan merupakan salah satu indikator kualitas kimia dari silase. Hasil analisis ragam menunjukkan jenis rumput nyata (p<0,05) mempengaruhi kelarutan silase, sedangkan waktu panen dan interaksi antara jenis rumput dan waktu panen tidak nyata mempengaruhi tingkat kecernaan, karena kelarutan dan kecernaan memiliki korelasi yang positif. Schroeder (2004) menyatakan bahwa kelarutan akan berkorelasi positif dengan kecernaan, jika kelarutan tinggi maka kecernaan bahan pakan tinggi. Kelarutan silase beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan berbeda terdapat pada Tabel 9. Tabel 9. Kelarutan Silase Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Jenis Rumput Waktu Pemotongan Pagi Siang Malam Rataan BH 78,71± 1,02 79,07± 1,03 76,59± 1,54 78,12±1,34 c PP 73,59± 1,89 66,68± 3,70 69,08± 4,45 69,78±3,51 a PM 73,12± 2,11 72,03± 2,27 72,31±2,29 72,49± 0,57 ab PPt 73,31± 16,93 81,32± 14,81 82,62±15,28 79,09± 5,04 c PN 74,88± 2,52 74,48±15,28 77,05±1,94 75,47±1,38 bc Rataan 74,72± 2,33 74,71± 5,79 75,53± 5,14 Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum; Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Rumput raja (Pennisetum purputhypoides) memiliki kelarutan tertinggi dibandingkan bahan yang lainnya (79,09%), sedangkan bahan rumput gajah (Pennisetum purpureum) kelarutannya terendah dibandingkan dengan bahan lainnya (69,78%). Hal ini terjadi karena banyak nutrien yang digunakan untuk produksi asam-asam organik sesuai pernyataan Schroeder (2004), bahwa kelarutan akan berkorelasi positif dengan kecernaan, jika kelarutan tinggi maka kecernaan bahan pakan tinggi. 7
32 Total Gula atau Water Soluble Carbohydrate (WSC) Water Soluble Carbohydrate (WSC) merupakan substrat primer bakteri penghasil asam laktat untuk menurunkan ph pada silase.wsc tanaman umumnya dipengaruhi oleh spesies, fase pertumbuhan, budidaya, iklim, umur dan waktu panen tanaman (Downing et al.,2008) Gula merupakan substrat yang sangat diperlukan dalam proses ensilase untuk menghasilkan asam organik yang dapat menurunkan ph sebagai awal dari pengawetan silase. Jika kandungan WSC yang rendah pada bahan, maka ensilase tidak akan berjalan baik karena produksi asam laktat atau asam organik akan terganggu (Jones et al.,2004). Hasil analisis ragam menunjukkan jenis rumput, waktu panen dan interaksi antara jenis rumput dan waktu panen nyata (p<0,05) mempengaruhi total gula silase (Tabel 10). Hasil analisis menunujukkan bahwa total gula yang tertinggi adalah pada rumput raja (Pennisetum purputhypoides) yang dipanen pada malam hari (20,54%), sedangkan total gula terendah adalah pada Panicum maximum yang dipanen pada pagi hari (1,95%). Total gula beberapa jenis rumput pada waktu pemotongan berbeda terdapat pada Tabel 10. Tabel 10. Total Gula Silase (%BK) Beberapa Jenis Rumput pada Waktu Pemotongan Berbeda Jenis Rumput Waktu Pemotongan Pagi Siang Malam BH 7,11±0,84 abc 9,29±0,6 bcd 13,86±2,74 de PP 9,01±4,10 bcd 17,06±3,97 ef 13,35±0,55 cde PM 1,95±0,49 a 4,54±1,38 ab 4,76±2,81 ab PPt 6,56±3,77 ab 14,28± 0,68 de 20,54±8,91 f PN 8,72±1,71 ab 15,10± 0,36 def 9,29±3,01 bcd Keterangan:BH=Brachiaria humidicola, PP=Pennisetum purpureum, PM=Panicum maximum, PPt=Pennisetum purputhypoides, PN=Paspalum notatum; Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Tingginya kandungan WSC dari bahan rumput raja (Pennisetum Purputhypoides) yang dipanen pada malam hari membuat proses fermentasi berjalan optimal. Selama proses fermentasi, WSC ini akan dirombak oleh mikroorganisme menjadi asam laktat. Jones et al. (2004) menyatakan bahwa proses fermentasi merupakan aktivitas biologis bakteri asam laktat mengkonversi gula-gula sederhana menjadi asam organik terutama asam laktat. Terbentuknya 8
33 asam laktat pada proses silase ini mempercepat penurunan ph, hal ini didukung oleh rendahnya nilai ph pada silase dengan bahan rumput raja (Pennisetum purputhypoides) yang dipanen pada malam hari. Waktu panen mempengaruhi total gula silase, hal ini kemungkinan disebabkan karena penerimaan cahaya matahari yang berbeda oleh rumput tersebut. Cahaya matahari akan digunakan oleh hijauan untuk melakukan proses fotosintesis. Hasil dari fotosisntesis ini adalah karbohidrat yang sangat diperlukan dalam proses silase. Karbohidrat yang dihasilkan tergantung dari penerimaan cahaya matahari oleh hijauan, semakin tinggi cahaya yang dihasilkan maka karbohidrat (WSC) yang dihasilkan akan tinggi. Lakitan (2008) menyatakan konsentrasi WSC secara umum lebih tinggi pada sore hari. Konsentrasi WSC mulai menurun pada malam hari melalui proses respirasi (pelepasan CO 2 ) dalam tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari. Tabel 10 menunjukkan kandungan WSC pada kelima bahan tertinggi pada malam hari dan terendah pada pagi hari. Tingginya WSC pada malam hari disebabkan masih terkumpulnya WSC pada rumput hasil dari fotositesis pada siang sampai sore hari, sedangkan rendahnya WSC pada pagi hari disebabkan rumput melakukan proses respirasi pada malam hari. Tingginya WSC pada rumput yang dipanen malam hari jika dibandingkan dengan pagi dan siang hari membuat proses fermentasi berjalan optimal pada malam hari. 9
34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jenis rumput dan waktu panen mepengaruhi nilai ph, jumlah bakteri asam laktat, total gula, dan kelarutan silase tetapi tidak mempengaruhi bahan kering silase. Silase rumput raja (Pennisetum purputhypoides) yang dipanen pada malam hari memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan silase rumput yang lainnya. Saran Berdasarkan penelitian disarankan untuk melakukan pemotongan rumput pada sore atau malam hari karena akan mendapatkan kualitas silase yang lebih baik, selain itu perlu diakukan penelitian lebih lanjut seperti aplikasi pada ternak khususnya ruminansia untuk mengetahui palatabilitas, konsumsi maupun kecernaan in vivo pada ternak. 1
35 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan rahmat Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Selama penelitian dan menyelesaikan tugas akhir ini Penulis banyak dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc selaku pembimbing utama dan Ir. Lidy Herawati, MS selaku pembimbing anggota dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada Penulis selama melaksanakan penelitian dan tugas akhir, serta Ir. Sri Harini selaku penguji seminar, juga kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H Siagian, M.S dan Nurokhmah Kumala Sari, S.Pt, M.Si selaku penguji sidang atas saran dan masukannya, Ir. Dwi Margi Suci, M.S, Ir. Widya Hermana, M.Si, Ir. Lilis Khotijah, M.Si atas sarannya kepada Penulis, seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Ucapan terima kasih kepada orangtua tercinta, Ayahanda Dayat Hidayat dan Ibunda Rukaimah, Kakak-kakak : Wahyu, Sofyan, Rahyadi, adik tersayang Hari dan Erna atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayang yang telah diberikan. Istri tercinta, Tika yang telah mendukung dan membantu Penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada teman sepenelitian Dede Husban Rijali atas kerjasama dan bantuannya, teman seperjuangan dan keluarga besar Lab ITP atas bantuan, nasehat dan ilmu yang diberikan kepada Penulis. Teman-teman INTP 41, Pondok Al Ihsan, BEM KM IPB Kabinet Totalitas Perjuangan atas persahabatan, doa dan dukungan selama ini. Keluarga besar Pesantren Pertanian Darul Fallah atas doa dan dukungannya. Terakhir terima kasih Penulis ucapkan kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Maret 2011 Penulis 24
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Silase
TINJAUAN PUSTAKA Silase Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob (Moran, 2005; Johnson
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)
TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan
Lebih terperinciKUALITAS SILASE DAUN SINGKONG, DAUN UBI JALAR, DAN DAUN LAMTORO YANG DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA SKRIPSI DEDE HUSBAN RIJALI
KUALITAS SILASE DAUN SINGKONG, DAUN UBI JALAR, DAN DAUN LAMTORO YANG DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA SKRIPSI DEDE HUSBAN RIJALI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Lebih terperinciKomparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas
Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.
Lebih terperinciKAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG
KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Bahan dan Alat
36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciOkt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34
HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,
Lebih terperinciRaden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK
Uji Karakteristik Kandungan VFA Dan ph Hasil Fermentasi Aaerob (Ensilase) Batang Pisang (Musa paradisiaca Val.) Dengan Penambahan Molases Sebagai Bahan Aditif Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September
14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkatlima kali lipat (Fatimah,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ampas Sagu di Riau Sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari
32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya
TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut dibudidayakan untuk diambil seratnya. Adapun sistematika botani
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada
10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA
PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciEFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)
EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI RUTH CAROLINA PANJAITAN 060306015 DEPARTEMEN PETERNAKAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian
14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciAD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.
26 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Sampel daun nenas diperoleh dari PT. Great Giant Pineapple,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciKANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM
KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang
Lebih terperinciGambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6
12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup
PENDAHULUAN Latar Belakang Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup berat bagi peternak. Hal tersebut dikarenakan sulitnya memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang berkualitas untuk ternak,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode laktasi 2 dengan bulan ke-2 sampai bulan ke-5 sebanyak
Lebih terperinciKELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA
KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN
Lebih terperinciPENGARUH BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI STARTER PADA PROSES ENSILASE THE EFFECT OF LACTIC ACID BACTERIA AS STARTER ON ENSILAGE PROCESSED
PENGARUH BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI STARTER PADA PROSES ENSILASE THE EFFECT OF LACTIC ACID BACTERIA AS STARTER ON ENSILAGE PROCESSED Sri Sumarsih Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Pengeringan Matahari Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor, Dramaga. Keadaan cuaca pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPengaruh Penambahan EM4 dan Gula Merah terhadap Kualitas Gizi Silase Rumput Gajah (Pennesetum purpereum)
Pengaruh Penambahan EM4 dan Gula Merah terhadap Kualitas Gizi Silase Rumput Gajah (Pennesetum purpereum) The Effect of Adding EM4 and Palm Sugar on The Nutrition Quality of Elephant Grass (Pennisetum purpereum)
Lebih terperinciMETODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa
17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian
Lebih terperinciMETODE. Lokasi dan Waktu. Materi
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember
13 BAB III MATERI DAN METODE Pelaksanaan penelitian ini meliputi penanaman di rumah kaca (green house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember 2014. Penanaman kedelai dilaksanakan
Lebih terperinciTyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc
Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguat, dan pakan tambahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pakan Pakan merupakan bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung nutrisi dan layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang diolah maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat
Lebih terperinciCara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.
Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciPERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI
PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus
Lebih terperinciPola produksi dan nutrisi rumput Kume (Shorgum plumosum var. Timorense) pada lingkungan alamiahnya
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 31-40 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pola produksi dan nutrisi rumput Kume (Shorgum plumosum var. Timorense) pada lingkungan alamiahnya
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan
14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Analisis sampel dilaksanakan
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi,
Lebih terperinci