Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan pada penelitian ini diolah menggunakan pupuk NPK dengan luas lahan tanam 64 x 27 cm. Lokasi tanam di kebun jagung Cikarawang. Tanaman Jagung dipanen pada umur 60, 70, 80 dan 90 hari. Pemanenan ke empat umur panen jatuh pada bulan Desember. Tabel 4 memperlihatkan data iklim lokasi tempat tanaman jagung ditanam dari bulan di mana tanaman di tanam hingga bulan panen. Temperatur rata-rata memperlihatkan besaran yang normal yaitu pada kisaran C dengan nilai besaran rata-rata kelembaban yang relatif optimal. Temperatur optimal untuk jagung dalam proses perkembangannya adalah pada kisaran C dan besaran kelembaban rata-rata 80% (Departemen Pertanian, 2011). Tanaman jagung ditanam dan dipanen pada saat musim hujan, hal ini dapat dilihat dari besaran curah hujan yang dialami pada bulan Oktober hingga Desember. Curah hujan optimal pada pertumbuhan biji jagung adalah mm, angka ini jauh lebih rendah dari besaran curah hujan yang dialami. Jagung merupakan tanaman yang mudah beradaptasi pada kondisi tropis maupun subtropis akan tetapi tanaman ini sangat membutuhkan sinar matahari. Sinar matahari yang kurang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan biji pada tanaman jagung penelitian (Departemen Pertanian, 2011). Tanaman jagung lebih optimal ditanam pada akhir musim hujan menjelang musim kemarau. Tabel 4. Data Iklim Lokasi Tanam Tanaman Jagung Temperatur Kelembaban Curah Hujan Bulan Tahun Rata-Rata ( C) Rata-rata (%) (mm) Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34 Keterangan : Data diambil dari BMKG, Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. 26

2 Kondisi Awal Bahan Silase tanaman jagung yang digunakan pada penelitian ini memanfaatkan seluruh bagian tanaman. Bagian-bagian tersebut meliputi daun, jagung, batang, klobot dan tongkol. Data pada Tabel 5 memperlihatkan proporsi bagian-bagian dari tanaman jagung. Data menunjukkan hasil yang bervariasi untuk masing-masing umur. Proporsi daun tertinggi dihasilkan pada SJ60 yaitu 21,66% sedangkan untuk biji, data menunjukkan pola bahwa semakin tua umur panen, produksi biji jagung semakin tinggi di mana jumlah tertinggi terdapat pada SJ90 sebesar 14,22%. Proporsi batang terbanyak terdapat pada SJ60 sebesar 54,25% sedangkan klobot dan tongkol tertinggi dihasilkan pada SJ70. Hasil pengamatan sejalan dengan pernyataan McCutcheon dan Samples (2002) di mana batang merupakan proporsi terbanyak pada tanaman jagung. Tabel 5. Hasil Perhitungan Proporsi Botani Tanaman Jagung Umur Proporsi Botani (% BS)* Tanaman Daun Biji Batang Klobot Tongkol 60 hari 21,66-54,25 18,22 5,87 70 hari 18,03 4,92 30,33 27,38 19,34 80 hari 19,31 7,23 39,52 20,46 13,48 90 hari 18,74 14,22 36,57 18,08 12,39 Keterangan : (*) berdasarkan perhitungan. Data selanjutnya yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran kadar bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan karbohidrat larut air (WSC) bahan sebelum ensilasi. Hasil pengukuran BK awal memperlihatkan bahwa semakin tua kadar BK tanaman semakin tinggi. Bal et al. (2000) dan Darby dan lauer (2002) menyatakan bahwa BK hijauan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatknya umur tanaman tersebut. Kandungan BK tanaman jagung yang digunakan pada penelitian tergolong rendah. Rendahnya kandungan BK dapat dihubungkan dengan umur dan tingkat kematangan tanaman. Umur jagung yang digunakan pada penelitian ini merupakan tanaman jagung pada fase belum masak (Silking/ R1 dan Blister/ R2) (Weiss, 2012) di mana kadar air mencapai >80% (Johnson dan McClure, 1968; Chase, 2011) 27

3 Hasil pengukuran kadar protein kasar (PK) menunjukkan SJ60 memiliki kadar protein paling tinggi dibandingkan SJ70, SJ80 dan SJ90 yaitu sebesar 16,75% ± 1,19%. Besaran kadar PK pada tanaman jagung berhubungan dengan fase pertumbuhan tanaman. Tanaman jagung umur 60 hari merupakan akhir fase vegetatif di mana produksi hijauan maksimal dan merupakan awal fase reproduksi di mana kandungan protein kasar lebih tinggi untuk pertumbuhan bagian vegetatif dan belum terakumulasinya pati akibat belum munculnya biji jagung. Tabel 6. Hasil Pengukuran Komposisi Kimia Sebelum Ensilasi BK (%)* PK (%)* WSC (%)* SRK 45,28 ± 0,06 a 19,52 ± 1,69 a 18,31 ± 0,29 a SJ60 14,30 ± 0,05 e 16,75 ± 1,19 b 11,85 ± 0,13 c SJ70 17,99 ± 0,15 d 13,72 ± 0,89 c 16,46 ± 0,63 b SJ80 21,09 ± 0,04 c 14,74 ± 0,01 bc 12,11 ± 0,88 c SJ90 25,41 ± 0,04 b 10,71 ± 0,64 d 15,65 ± 0,00 b umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Hasil pengukuran menunjukkan SJ60 dan SJ80 menghasilkan WSC lebih rendah dibandingkan SJ70 dan SJ90. Nilai kandungan WSC bertolak belakang dengan kandungan PK. Hasil pengukuran kadar WSC tanaman jagung berkisar pada 11%-16%. Kadar WSC tanaman jagung yang digunakan lebih tinggi dari nilai kandungan WSC hijauan yang berkualitas baik untuk pembuatan silase yaitu 3-5% (McDonald et al., 1991) sehingga diharapkan dapat mempercepat proses fermentasi aerob dan penurunan ph sehingga bahan cepat terawetkan. Karakteristik Fisik Silase Karakteristik fisik silase yang dihasilkan pada semua perlakuan secara umum tidak menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 7). Aroma yang teramati setelah kelima silase dibuka adalah asam segar. Silase beraroma asam menunjukkan proses fermentasi berjalan dengan baik (Elfrink et al., 2000). Tekstur silase dari semua silase menunjukkan tekstur yang lepas tidak menggumpal. 28

4 Pengamatan warna pada silase menghasilkan warna yang terbentuk yaitu warna hijau yang lebih gelap dari warna asal. Saun dan Heinrichs (2008) menyatakan bahwa warna pada silase menggambarkan hasil fermentasi selama proses ensilasi dan silase yang berkualitas baik adalah silase yang berwarna hampir sama dengan warna bahan sebelum ensilasi. Warna gelap pada silase menunjukkan ciri kualitas silase yang rendah (Despal et al., 2011). Tabel 7. Hasil Pengamatan Deskriptif karakteristik Fisik Silase Aroma Tekstur Warna Bagian Berjamur (%BS)* SRK Asam Lepas Hijau 1,1 SJ60 Asam Lepas Hijau gelap 3,27 SJ70 Asam Lepas Hijau gelap 6,97 SJ80 Asam Lepas Hijau gelap 14,44 SJ90 Asam Lepas Hijau gelap 12,74 umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Berdasarkan pada perhitungan. Perhitungan persentase bagian yang berjamur menunjukkan silase jagung pada umur panen lebih tua berjamur lebih banyak dibandingkan umur panen muda dan kontrol. Persentase optimum bagian berjamur pada silase berkualitas baik adalah 10% (Davies, 2007). Penyebab paling utama silase terkontaminasi jamur adalah suplai oksigen yang maksimal. Jamur tersebut akan tumbuh pada kondisi aerob dan tumbuh dipermukaan silase (McDonald et al., 2002). Pembatasan oksigen yang kurang optimal dipicu oleh ukuran partikel dari bahan. Tanaman jagung pada umur panen tua lebih keras dibandingkan panen muda sehingga ukuran partikel yang terlampau besar akan menyulitkan dalam pengepakan dan pencacahan. Pencacahan pada bahan dapat mengubah pola fermentasi. Pencacahan mengubah laju kerusakan jaringan tanaman sekaligus memperbaiki proses fermentasi melalui pengepakan yang lebih mudah dan teratur, sehingga lebih mudah dipadatkan. Pemadatan optimal akan memperluas permukaan area kontak antara substrat dan 29

5 mikroorganisme (Church, 1991) sehingga bakteri asam laktat dapat lebih aktif dalam memproduksi asam laktat dan konsentrasi asam laktat meningkat (McDonald et al., 1991). Akhirnya penurunan ph optimal dan pengawetan pakan lebih cepat tercapai. Nilai ph silase Karakteristik Fermentatif Silase Hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan silase yang dipanen pada umur tua (SJ80 dan SJ90) lebih asam dibandingkan perlakuan lainnya. Kisaran nilai ph yang dihasilkan pada silase tanaman jagung penelitian berada dalam kisaran yaitu 3,7-3,9. Silase tanaman jagung yang berkualitas baik memiliki kisaran ph 3,8-4,2 (Haustein, 2003; Saun dan Heinrich, 2008) Perbedaan ph yang terjadi pada tiap perlakuan berhubungan dengan ketersediaan karbohidrat larut air pada bahan. Cherney et al. (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antar karbohidrat larut air dan ph. Karbohidrat larut air dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sebagai substrat dalam memproduksi asam hingga menyebabkan penurunan ph sampai 3,5 (Muck, 2011). Tabel 8. Hasil Pengukuran ph, BK, VFA, dan Kehilangan BK ph* BK (%)* VFA (mm)* Kehilangan BK (%) SRK 4,53 ± 0,09 a 44,46 ± 0,01 a 57,94 ± 5,90 a 3,22 ± 0,03 a SJ60 3,86 ± 0,03 b 13,77 ± 0,58 e 34,08 ± 5,90 b 1,47 ± 0,42 b SJ70 3,79 ± 0,03 bc 16,31 ± 0,70 d 30,67 ± 10,22 b 1,72 ± 0,68 b SJ80 3,75 ± 0,04 c 19,83 ± 0,75 c 30,67 ± 10,22 b 1,49 ± 0,33 b SJ90 3,76 ± 0,01 c 23,76 ± 0,25 b 34,08 ± 11,81 b 1,65 ± 0,25 b umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Derajat keasaman atau ph yang rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan dan juga menghentikan aktivitas enzim tanaman yang menyebabkan perombakan protein. Saat kondisi asam, asam laktat dan asam asetat lebih mampu membatasi pertumbuhan mikroorganisme pembentuk jamur (Muck, 30

6 2011). Silase berkadar air tinggi apabila tidak dikontrol dengan penurunan ph yang optimal maka akan mengalami perombakan protein yang cukup besar akibat tingginya aktivitas enzim proteolisis dan tingginya kontaminasi jamur hingga menyebabkan kebusukan (Saun dan Heinrichs, 2008; Muck, 2011) Kandungan BK, VFA, dan Kehilangan BK Kandungan bahan kering merupakan aspek penting penentuan kualitas silase. Hasil pengukuran kadar BK pada Tabel 8 menunjukkan tanaman jagung yang dipanen pada umur tua lebih tinggi dibandingkan dengan umur panen muda. Pola data kandungan bahan kering setelah esilasi serupa dengan kadar bahan kering sebelum ensilasi. Kandungan bahan kering silase tanaman jagung penelitian tergolong sangat rendah dibandingkan kisaran optimum (Ohmomo et al., 2002). Rendahnya nilai kandungan bahan kering berkaitan dengan kandungan bahan kering awal, tingkat kematangan tanaman, dan kehilangan yang terjadi pada saat ensilasi maupun pada saat pengeringan bahan. Umur panen tanaman jagung penelitian merupakan diduga masih dalam fase reproduksi awal di mana kandungan bahan kering silase <20% (Johnson dan McClure, 1968). Keterlambatan pertumbuhan tanaman dapat diakibatkan oleh varietas benih, pengolahan, keadaan tanah dan iklim. Pengeringan silase pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ovendrying yang banyak menyebabkan penguapan senyawa-senyawa volatil (Hood et al., 1971) akibatnya kehilangan BK meningkat dan akhirnya mempengaruhi kadar BK (Despal et al., 2011). Silase identik dengan terjadinya kehilangan kandungan nutrisi salah satunya adalah kehilangan BK dan energi. Kehilangan ini dapat terjadi dari mulai pemanenan hingga pemberian silase pada ternak. Asam lemak terbang (VFA) merupakan hasil dari penguraian bahan organik selama ensilasi. Konsentrasi VFA silase yang dihasilkan berdasarkan analisis statistik menunjukkan silase kontrol nyata lebih tinggi dibandingkan ke empat silase tanaman jagung (P<0,05) sedangkan ke empat silase tanaman jagung tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Variasi konsentrasi total VFA silase secara umum dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis tanaman, kadar bahan kering pada saat panen, populasi bakteri, kehilangan selama panen maupun saat proses ensilasi, cuaca pada saat panen, kandungan karbohidrat bahan (Saun dan Heinrichs, 31

7 2008). Silase yang berkualitas baik adalah silase dengan dominasi asam laktat (>60%) pada komposisi total asam lemak terbang (VFA) silase. Besarnya kehilangan bahan kering akan menurunkan nilai nutrisi dari silase tersebut. Silase tanaman jagung pada penelitian ini mengalami kehilangan bahan kering pada kisaran 1,0%-1,8%, angka ini lebih rendah dari silase tanaman jagung Kim dan Adesogan (2005) yang mengalami kehilangan BK lebih tinggi (13%). Despal et al. (2011) menyatakan bahwa kehilangan BK masih dapat dikatakan normal pada kisaran <6%. Silase berkadar air tinggi akan lebih berpotensi mengalami kehilangan bahan kering yang tinggi dalam bentuk gas. Kondisi ini menurunkan kualitas dan meningkatkan aktivitas fermentasi yang tidak diinginkan akibat meningkatnya aktivitas Clostridium dan bakteri heterolaktat memproduksi CO 2, etanol dan panas (Nussio, 2005) dan juga menyebabkan tingginya kehilangan energi (McDonald et al., 1991). Kondisi aerob menyebabkan bakteri lebih banyak memproduksi CO 2, etanol dan panas dibandingkan memfermentasikan asam. Kondisi aerob juga terjadi sebagai akibat dari penanganan terhadap silase pada saat pemasukan bahan yang buruk di mana silase terpapar oksigen terlalu banyak dalam jangka waktu yang cukup lama (Muck, 2011) Bahan pakan yang mengalami proses fermentasi akan mengalami banyak kehilangan senyawa volatil yang mengandung energi. Peristiwa ini yang menyebabkan pengukuran bahan kering pakan fermentasi sebaiknya menggunakan faktor koreksi untuk akurasi nilai kandungan bahan kering silase (Weissbach et al., 2008). Hasil perhitungan bahan kering setelah ensilasi menggunakan faktor koreksi sebesar 1,056 untuk silase tanaman jagung dan 1,063 untuk silase ransum komplit (Fox dan Fenderson, 1978) disajikan pada Tabel 9. Kandungan bahan kering koreksi yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan BK tidak terkoreksi namun angka yang dihasilkan lebih besar. Hasil perhitungan kehilangan bahan kering setelah koreksi menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). 32

8 Tabel 9. Hasil Perhitungan Kandungan dan Kehilangan BK Koreksi BK Koreksi (%) Kehilangan BK Koreksi (%) SRK 1 44,70 ± 0,04 a 0,57 ± 0,04 SJ ,55 ± 0,45 e 0,74 ± 0,45 SJ ,19 ± 0,72 d 0,81 ± 0,72 SJ ,70 ± 1,41 c 0,39 ± 0,34 SJ ,09 ± 0,27 b 0,32 ± 0,27 umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. 1 faktor koreksi 1,063; 2 Faktor koreksi 1,056. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Kandungan PK, N-NH 3, dan Perombakan PK Hasil pengukuran kadar protein kasar (N 6,25) pada perlakuan silase tanaman jagung beda umur menunjukkan pola yang sama dengan kandungan protein kasar tanaman jagung sebelum ensilasi (Tabel 10). Berdasarkan analisis sidak ragam silase tanaman jagung umur 60, 70 dan 80 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dan nyata lebih tinggi dibandingkan umur 90 hari (P<0,05). Besarnya kandungan protein silase dipengaruhi oleh besarnya kandungan protein bahan dan juga perombakan protein kasar. Protein bahan akan mengalami penguraian pada saat ensilasi di mana protein akan dirombak menjadi asam amino dan polipeptida, yang kemudian diurai lebih lanjut menjadi ammonia nitrogen, VFA dan CO 2. Kondisi ini akan terjadi secara intensif apabila suplai oksigen mencukupi. Perombakan protein menjadi ammonia nitrogen (N-NH 3 ) pada silase tanaman jagung penelitian ini berkisar antara 1,3-1,7 mm. Silase yang berkualitas baik adalah silase yang menghasilkan ammonia nitrogen sebesar <50 g/kg total N (Zamudio et al., 2008) atau perombakan protein sebesar <4,1% (Despal et al., 2011). Silase tanaman jagung pada penelitian ini menghasilkan ammonia nitrogen yang rendah yaitu <2 mm mengindikasikan silase berkualitas baik namun karena kandungan PK awal yang rendah, perombakan protein yang dialami jagung tersebut menjadi lebih tinggi secara proporsi yaitu berkisar antara 4,8%-6,0% dari kadar protein bahan. 33

9 Tabel 10. Hasil Pengukuran PK, N-NH 3, dan Perombakan PK PK (%)* N-NH₃ (mm)* Perombakan PK (%) SRK 19,23 ± 0,24 a 2,99 ± 0,12 a 3,01 ± 0,17 b SJ60 14,78 ± 1,20 b 1,41 ± 0,12 b 5,90 ± 0,74 a SJ70 13,10 ± 1,08 b 1,55 ± 0,21 b 5,67 ± 1,24 a SJ80 13,66 ± 1,41 b 1,59 ± 0,05 b 4,89 ± 0,61 a SJ90 10,61 ± 0,11 c 1,58 ± 0,09 b 5,75 ± 0,31 a umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji Duncan. Water Soluble Carbohydrate (WSC) Karbohidrat terlarut air (WSC) merupakan substrat bagi BAL selama ensilasi untuk meningkatkan proses pengawetan (Davies et al., 2005). Data hasil pengukuran kandungan karbohidrat terlarut air disajikan pada Tabel 11. Residual WSC yang dihasilkan pada silase tanaman jagung penelitian secara numerik memperlihatkan kecenderungan pola semakin menurun pada umur panen yang meningkat. Residual WSC pada silase tanaman jagung umur panen 60 hari cenderung lebih tinggi dibandingkan silase pada umur panen lainnya dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan SRK. Residual WSC SRK lebih tinggi dibandingkan dengan SJ70, SJ80 dan SJ90. Didasarkan pada besarnya nilai kandungan WSC awal bahan dan setelah ensilasi, maka banyaknya kehilangan WSC dapat dihitung. Hasil perhitungan menunjukkan silase tanaman jagung SJ70 dan SJ90 dengan besar kehilangan berturut-turut yaitu 11,87% ± 0,28% dan 11,76% ± 0,85% mengalami kehilangan lebih besar dari umur lainnya. Berdasarkan besarnya nilai kehilangan WSC dapat diduga BAL memanfaatkan karbohidrat terlarut lebih optimal dibandingkan umur lainnya. Silase tanaman jagung umur 80 hari meskipun mengalami kehilangan WSC lebih sedikit, namun hasil pengukuran menunjukkan kualitas fermentatif yang dihasilkan cukup optimal. 34

10 Tabel 11. Hasil Pengukuran Residual & Kehilangan WSC dan NF Residual WSC (%BK)* Kehilangan WSC (%BK) Nilai Fleigh SRK 6,11 ± 1,31 a 11,78 ± 0,29 a 109,68 ± 7,03 a SJ60 4,98 ± 0,29 ab 6,81 ± 0,07 b 74,66 ± 0,40 c SJ70 4,68 ± 0,07 b 11,87 ± 0,28 a 80,72 ± 0,50 c SJ80 4,23 ± 0,28 b 7,88 ± 0,29 b 90,09 ± 2,56 b SJ90 3,91 ± 0,85 b 11,76 ± 0,85 a 95,13 ± 1,20 b umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji lanjut Duncan. Nilai ph, kehilangan BK dan perombakan protein kasar SJ80 cenderung sama dengan SJ70 dan SJ90. Kondisi ini diduga bahwa kehilangan WSC tidak hanya karena pemanfaatannya yang optimal oleh BAL (Chen dan Weinberg, 2008) namun juga karena kehilangan akibat fermentasi aerob. Kehilangan WSC selama ensilasi disebabkan tidak hanya akibat aktivitas bakteri namun juga akibat respirasi oleh enzim tanaman. Aksi respirasi dari enzim tanaman ini didukung dengan ketersediaan oksigen yang akan memperpanjang proses fermentasi aerob sehingga menyebabkan banyak kehilangan akibatnya kualitas fermentasi menurun. Kehilangan WSC pada SRK meskipun cukup tinggi, namun tidak mampu menurunkan ph ke arah optimal. Kondisi tersebut diduga oleh tingginya PK ransum yang menyebabkan kapasitas penyangga silase menjadi tinggi. Kualitas Silase Berdasarkan Nilai Fleigh Nilai Fleigh merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengukur kualitas fermentasi silase berdasarkan nilai kandungan bahan kering dan ph silase. Nilai Fleigh yang dihasilkan pada silase penelitian ini menunjukkan SRK, SJ80, dan SJ90 menghasilkan nilai Fleigh >85 sehingga dikategorikan sebagai silase yang berkualitas sangat baik sedangkan SJ60 dan SJ70 menghasilkan nilai Fleigh yang masuk pada kisaran sehingga dikategorikan sebagai silase berkualitas baik (Ozturk, 2005). 35

11 Karakteristik Utilitas Silase Fermentabilitas Pakan di dalam Rumen NH 3 Rumen. Amonia (NH 3 ) merupakan hasil fermentasi protein di dalam rumen yang akan digunakan mikroba rumen sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein mikroba (McDonald et al., 2002) yang akan menentukan status nutrisi pada ternak (Uhi et al., 2006). Protein pakan akan dihidrolisis oleh enzim proteolisis menjadi asam amino dan peptid. Asam amino kemudian akan diurai menjadi ammonia, asam organik (VFA) dan CO 2. Penguraian protein didalam rumen dibutuhkan dalam jumlah terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan bakteri akan nitrogen. Kadar NH 3 rumen yang dihasilkan silase tanaman jagung pada Tabel 12 menunjukkan secara statistik SJ60 dan SJ70 menghasilkan ammonia yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan SJ80 dan SJ90 dan tidak berbeda nyata dengan silase kontrol (P>0,05). Konsentrasi ammonia di dalam rumen harus optimal untuk memaksimalkan sintesis protein mikroba, memasok sebagian sumber N mikroba dan mempengaruhi fermentasi asam organik. Tinggi atau rendahnya konsentrasi NH 3 didalam rumen disebabkan oleh besarnya kandungan protein pakan (Despal et al., 2011), tingkat perombakan protein dan lamanya pakan difermentasi di dalam rumen (Uhi et al., 2006). Besarnya NH 3 rumen yang dihasilkan silase tanaman jagung penelitian berada pada kisaran ammonia optimum dalam rumen menurut Sutardi (1977) yaitu 4-12 mm dan McDonald et al. (2002) yaitu 6-21 mm. VFA rumen. Volatile fatty acid (VFA) atau asam lemak terbang merupakan hasil fermentabilitas bahan organik untuk digunakan mikroba rumen sebagai sumber energi (Orskov dan Ryle, 1990). Konsentrasi VFA rumen yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara mm berada pada kisaran optimum silase berkualitas baik menurut Suryapratama (1999) yaitu mm. Tingginya kadar VFA yang dihasilkan menggambarkan sedikitnya bahan yang mudah larut difermentasi oleh BAL selama ensilasi dan mudahnya pakan difermentasi dalam rumen. Konsentrasi VFA rumen silase yang dihasilkan lebih tinggi dari silase daun rami beraditif sumber karbohidrat yang dilaporkan Despal et al. (2011) dan Wang et 36

12 al. (2005) yaitu mm dan 93,4-99,6 mm. Berdasarkan analisis sidik ragam, konsentrasi VFA dalam rumen tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik Kecernaan merupakan salah satu indikator dalam evaluasi bahan pakan dan mengindikasikan ketersediaan nutrien yang terkandung bagi ternak yang mengkonsumsinya. Analisis sidik ragam pada pengukuran kecernaan silase tanaman jagung pada penelitian (Tabel 12) menunjukkan kecernaan BK silase tanaman jagung umur 90 hari nyata lebih tinggi dibandingkan umur yang lebih muda (P<0,05) namun nyata lebih rendah dibandingkan kontrol. Nilai kecernaan bahan kering silase tanaman jagung yang dihasilkan menunjukkan pola yang positif antara umur panen dan kecernaan bahan kering di mana semakin meningkatnya umur panen kecernaan semakin tinggi. Kondisi tersebut diduga berhubungan dengan meningkatnya proporsi biji jagung dan menurunnya proporsi serat (batang, tongkol, klobot dan daun). Kecernaan bahan kering yang dihasilkan pada silase tanaman jagung penelitian berkisar pada 58%-73%. Tabel 12. Hasil Pengukuran NH 3, VFA rumen dan KCBK, KCBO NH₃ (mm)* VFA (mm)* KCBK (%)* KCBO (%)* SRK 10,09 ± 2,64 a 168,38 ± 48,59 77,79 ± 2,79 a 79,37 ± 3,59 a SJ60 10,18 ± 3,36 a 168,45 ± 62,19 62,32 ± 4,73 c 63,86 ± 5,54 c SJ70 9,32 ± 2,37 a 161,01 ± 10,43 62,24 ± 1,59 c 64,86 ± 2,15 c SJ80 7,81 ± 1,94 b 155,11 ± 27,00 63,08 ± 3,72 c 63,30 ± 4,99 c SJ90 6,20 ± 2,82 c 154,63 ± 52,80 68,75 ± 3,88 b 69,80 ± 4,47 b umur 70 hari; SJ80= silase jagung umur 80 hari; SJ90 = silase jagung 90 hari. (*) Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, INTP. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji lanjut Duncan. Weinberg et al. (2007) melaporkan nilai cerna silase tanaman jagung selama 48 jam inkubasi menghasilkan koefisien cerna sebesar 66,6% lebih tinggi dari silase gandum sebesar 61,7%. Aksu et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian silase tanaman jagung secara in vivo pada domba menghasilkan koefisien cerna yang 37

13 berkisar antara 57%-61% dan Dann et al. (2008) sebesar 84%-86% pada sapi perah FH. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi, 2008). Pola nilai kecernaan bahan organik akan mengikuti pola kecernaan bahan kering (Puastuti et al., 2004). Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan (Sutardi, 1977). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan bahan organik ransum. Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengukuran kecernaan BK silase perlakuan. Silase tanaman jagung umur panen 90 hari secara statistik juga menghasilkan koefisien cerna BO yang nyata lebih tinggi (P<0,05) diantara silase tanaman jagung lainnya. Aksu et al. (2003) melaporkan nilai koefisien cerna BO secara in vivo pada domba sebesar 68,39%. Nilai kecernaan bahan organik silase jagung pada penelitian ini lebih rendah dari pada silase daun rami dengan penambahan 20% jagung yaitu 73,60% (Despal et al., 2011) dan lebih tinggi dari silase sorghum sebesar 54% (Marco et al., 2009). Kecernaan bahan organik menggambarkan senyawa protein, karbohidrat dan lemak yang dapat dicerna oleh ternak. Pengukuran kecernaan bahan organik digunakan untuk mengestimasi kandungan net energi dari bahan pakan. Besarnya nilai kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh kandungan serat bahan pakan dan aktivitas bakteri selulolitik akibat perubahan ph (Fabio et al., 2007). Pengukuran kandungan serat bahan meskipun tidak dilakukan selama penelitian namun efek serat terhadap kecernaan dapat diduga dari tingginya fraksi daun, batang, klobot dan tongkol. Bagian-bagian tersebut mengandung lebih banyak serat yang sulit dicerna seperti lignin. Menurut McCtucheon dan Samples (2002) batang jagung memiliki kecernaan bahan kering in vitro sebesar 51%, daun 58%, tongkol 60% dan klobot 68%. 38

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Awal Bahan Proses ensilase atau fermentasi akan menyebabkan perubahan nutrisi. Kondisi bahan setelah ensilase baik secara fisik maupun nutrisi, terlihat pada Tabel 4. Pada

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

KUALITAS SILASE TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN SKRIPSI

KUALITAS SILASE TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN SKRIPSI KUALITAS SILASE TANAMAN JAGUNG PADA BERBAGAI UMUR PEMANENAN SKRIPSI PUTRI HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN PUTRI HIDAYAH.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed) TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 5 bulan (November 2011-Maret 2012). Lokasi pengamatan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen INTP, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen utama dalam usaha peternakan hewan ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Singkong Villa Indah Mustika Ratu Ciawi-Bogor untuk penanaman tanaman singkong, sedangkan pembuatan silase dan pengujian kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut dibudidayakan untuk diambil seratnya. Adapun sistematika botani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna

Lebih terperinci

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

I. PENDAHULUAN. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkatlima kali lipat (Fatimah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan utama dalam segala bidang usaha ternak, termasuk dalam hal ternak ruminansia. Pemberian pakan dimaksudkan agar ternak ruminansia dapat memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Sagu di Riau Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylonsecara garis besar digolongkan menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro) Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro) The Effects of Nitrogen And Sulfur Addition Corn Straw Ensilage on NH3 And VFA Consentration

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ampas Sagu di Riau Sagu ( Metroxylon spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah satu tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan ( Graminaceae) yang sudah popular di

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ketersediaan bahan pakan yang diberikan. Namun akhir-akhir ini lahan untuk pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Panjang Tongkol Berkelobot Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur panen memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tongkol berkelobot. Berikut

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al., I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi yang menurun dan meningkatnya impor daging di Indonesia yang dikarenakan alih fungsi lahan yang digunakan untuk pembuatan perumahan dan perkebunan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci