KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN
|
|
- Utami Dewi Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF ILMU KEDOKTERAN Kematian menjadi suatu fenomena yang selalu menarik untuk dibicarakan karena setiap manusia pasti akan mengalaminya. Kematian merupakan bagian mutlak dalam sejarah manusia. Meskipun fenomena kematian telah akrab dengan manusia, namun bukan hal yang mudah untuk menentukan kapan kematian itu benar-benar terjadi sehingga memunculkan banyak keraguan tentangnya. Di sisi lain juga memunculkan pertanyaan apakah kematian itu datang secara tibatiba atau ada tahapan-tahapan tersendiri yang dialami seseorang yang secara umum dapat dipahami sebagai suatu proses menjelang kematian? Untuk menjelaskan persoalan ini ada baiknya akan penulis kemukakan hasil observasi yang dilakukan oleh Elisabeth Kubler-Ross atas orang-orang yang berada dalam proses menjelang kematian mereka dalam bukunya On Death and Dying (1998). Menurut Elisabeth Kubler-Ross (1998 : ) terdapat lima tahapan yang dialami seseorang ketika menjelang kematiannya. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tahap Pertama : Penyangkalan dan Pengasingan Diri Reaksi pertama dari mereka yang menyadari bahwa penyakit mereka benar-benar akan membawa pada kematian adalah suatu shock (keterkejutan) yang hebat. Setelah perlahan-lahan mengatasi keterkejutan itu, biasanya mereka menyangkal, Tidak, bukan aku, itu tidak mungkin benar! Penyangkalan awal ini berlaku, baik bagi mereka yang langsung diberitahu pada permulaan sakit maupun bagi mereka yang menyimpulkannya sendiri. Penyangkalan, sekurangkurangnya penyangkalan parsial, dilakukan hampir oleh semua pasien, tidak hanya selama tahaptahap pertama menderita sakit atau setelah konfrontasi, tetapi sikap ini setiap kali muncul kembali pada tahap-tahap berikutnya. Sebagaimana kita tidak dapat menatap matahari sepanjang waktu, kita pun tidak dapat menghadapi kematian sepanjang waktu dengan hati yang pasrah. Untuk sementara waktu pasien dapat mempertimbangkan kemungkinan kematiannya dengan nalar, tetapi pada kesempatan lain dia menyingkirkan pertimbangan tersebut dan menggantikannya dengan perjuangan untuk mempertahankan kehidupannya. Penyangkalan biasanya menjadi pertahanan sementara dan akan segera disusul dengan sikap menerima, meskipun tidak sepenuhnya. Fungsi penyangkalan sebagai suatu penahan setelah mengetahui berita tak tersangka-sangka yang sangat mengejutkan itu. Penyangkalan ini membantu pasien
2 untuk menyadari diri atau menguasai diri sepenuhnya dan sesuai dengan perkembangan waktu memunculkan sikap lain untuk mempertahankan diri secara tidak terlalu radikal. Tahap Kedua : Marah Kalau tahap pertama yang berupa penyangkalan tidak dapat dipertahankan lagi, maka biasanya diganti dengan perasaan marah, gusar, cemburu dan benci. Pada tahap kemarahan ini, pasien menjadi sulit diatasi, baik oleh keluarga maupun oleh tenaga medis. Sebab kemarahan ini terjadi di segala penjuru dan diproyeksikan kepada lingkungannya yang seringkali dengan cara sembarangan tanpa alasan yang memadai pada saat-saat yang tidak terduga. Para dokter dianggap tidak becus, mereka dicap tidak tahu pemeriksaan dan usaha mana yang diperlukan, serta diet mana untuk diterapkan. Sering kali para perawat menjadi sasaran kemarahan pasien. Mereka dianggap menahan pasien terlalu lama di rumah sakit atau tidak menghormati berbagai keinginan pasien sesuai dengan kedudukan khususnya. Pendek kata, pada tahapan ini, apa pun yang dilihat pasien akan menimbulkan keluhan dan kemarahan. Tahap Ketiga: Tawar-Menawar Tahap ketiga ini tidak terlalu dikenal namun sebenarnya sangat menolong pasien. Mungkin pasien tidak terlalu menyadari apa yang dilakukannya, tetapi tahap ini sangat membantu pasien, meskipun hanya untuk sementara waktu. Bila pasien menyadari bahwa dia tidak mampu lagi menghadapi kenyataan yang sangat menyedihkan pada awal periode dan mengambil sikap marah terhadap orang lain serta memberontak kepada Tuhan pada tahap kedua, boleh jadi dia kemudian mencoba mengupayakan jalan damai dengan membuat suatu jenis perjanjian yang dirasa dapat menunda kejadian yang tidak diharapkan. Keinginan pasien ini hampir selalu merupakan upaya untuk memperpanjang hidup. Kemudian keinginan ini diperlembek dengan memohon berkurangnya hari-hari yang penuh penderitaan atau dirasa tidak enak. Tawar-menawar merupakan usaha untuk menunda kematian dan dalam tawar-menawar ini si pasien menjanjikan imbalan hidup dengan lebih baik, bahkan memberi batas waktu bagi dirinya sendiri. Tawar-menawar biasanya dilakukan secara rahasia di hadapan Tuhan, atau di sela-sela pembicaraan, atau di ruang imam, atau orang yang dipercaya dalam hidup rohaninya. Tahap Keempat: Depresi Bila pasien tidak mampu lagi menghindari penyakitnya, bila dia terpaksa menjalani pembedahan atau masuk rumah sakit untuk perawatan, bila dia mulai mempunyai symptom lain atau menjadi lemah dan kurus, maka dia tidak dapat tersenyum lagi. Muncullah pada saat itu suatu perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan ini mungkin berhubungan langsung dengan penyakitnya. Mungkin pula perasaan kehilangan ini berhubungan
3 dengan akibat sakitnya. Tetapi yang paling terasa sebagai suatu kesedihan adalah kedukaan yang mendalam karena dia harus bersiap-siap untuk berpisah dengan dunia seluruhnya untuk selamalamanya. Dia bersedih karena harus berpisah dengan orang-orang yang dicintainya, yang menjadi pusat perjuangan hidupnya, dengan peran yang dimainkan di dalam kehidupan keluarga maupun di masyarakatnya. Pada tahap ini, kalau dia diberi kesempatan untuk mengungkapkan kesedihannya, akan lebih mudah bagi dia untuk menerima nasibnya dengan pasrah. Dia akan berterima kasih kepada orang-orang yang dengan setia mendampinginya tanpa memberikan nasehat untuk tidak bersedih. Pada tahapan ini, umumnya pasien lebih banyak berdiam diri. Tahap Kelima: Menerima dan Pasrah Kalau seorang pasien sudah mempunyai cukup waktu misalnya tidak mengalami kematian mendadak dan telah dibantu di dalam mengolah langkah-langkah sebelumnya, dia akan sampai kepada tahap ketika dia tidak lagi merasa depresi maupun marah terhadap nasib nya. Dia akan selalu dapat mengekspresikan perasaan yang sebelumnya, kecemburuannya terhadap mereka yang masih sehat, kemarahannya terhadap mereka yang tidak harus menghadapi akhir hidupnya dengan segera. Dia akan mulai belajar untuk menerima segala kehilangan orang-orang dan tempat yang berarti baginya yang segera datang. Pada tahap ini si pasien merasa capek dan lemah. Dia sering tertidur. Namun tidurnya tersebut berbeda dengan kebutuhan tidur selama waktu depresi dan duka. Tidur ini bukan dimaksudkan untuk menghindari, atau sebagai kesempatan untuk istirahat dari rasa sakit, rasa tidak enak atau rasa terganggu. Kegiatan tidur ini bukanlah suatu keputusasaan atau sikap menyerah yang tanpa harapan atau sikap aku sudah tidak bisa melawan lagi, meskipun kadangkadang ungkapan macam itu terucap pula. Saat penerimaan ini tidak selalu berarti bahagia pula. Tahap ini hampir kosong dari perasaan. Seolah-olah rasa sakit telah tiada, perjuangan sudah selesai, dan tiba saatnya untuk istirahat terakhir sebelum perjalanan panjang yang segera dimulai. Apa yang telah dikemukakan oleh Elisabeth Kubler-Ross tersebut sebagaimana yang diakuinya sendiri bukanlah sesuatu yang mutlak terjadi pada setiap orang. Namun secara umum seseorang yang akan mengalami kematian sebagai akhir dari proses penderitaan akibat penyakit yang menjangkitinya akan mengalami tahapan-tahapan semacam itu. Hal ini memang lebih bersifat psikologis. Tetapi kondisi psikologis seseorang ketika dia mengetahui bahwa suatu penyakit telah menjangkitinya akan sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya kesembuhan
4 yang akan dia dapatkan. Sehingga hal ini juga akan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses kematian yang akan dia alami. Penjelasan di atas memberikan jawaban atas persoalan seputar tahapan-tahapan yang dialami seseorang menjelang kematian. Berkaitan dengan kematian itu sendiri, Tabrani Rab (1985 : 1-2) mengatakan terdapat empat penyebab terjadinya kematian pada diri manusia yaitu : berhentinya pernapasan, matinya jaringan otak, tidak berdenyutnya jantung, serta adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri. Selanjutnya muncul persoalan lebih jauh yakni tentang kapan saatnya dinyatakan bahwa seseorang telah mengalami kematian. Meskipun kematian merupakan hal yang fenomenal di tengah kehidupan manusia, namun bukan hal yang mudah untuk memutuskan bahwa seseorang telah mengalami kematian. Pada masa lampau menurut ahli sejarah berkebangsaan Perancis, Philippe Aries orang yang akan meninggal dunia secara resmi pamit kepada orang-orang yang dicintainya. Tetapi di sisi lain saat kematian itu sering kali tidak pasti, sehingga bila seseorang sedang mengalami kondisi tertentu yang secara umum dianggap mati, muncul keraguan apakah dia benar-benar telah mengalami kematian. Maka sering kali peti jenazah dilengkapi dengan berbagai peralatan teknis seperti selang untuk bernapas atau bel, sehingga orang yang dengan tidak sengaja dikubur hidup-hidup dapat memberi tanda kepada orang lain (Shannon, 1995 : 56). Hal ini menunjukkan betapa pada masa itu sangat sulit untuk menentukan kondisi kematian bagi seseorang, sehingga menimbulkan keragu-raguan apakah seseorang itu telah benar-benar mati atau belum. Lalu, di masa sekarang mudahkah untuk menentukan bahwa kematian telah dialami seseorang? Ternyata tidak. Kemajuan ilmu dan teknologi telah menghasilkan berbagai peralatan canggih dalam dunia kedokteran. Pengandaian yang sudah cukup lama dianut oleh banyak orang bahwa, kematian dapat ditetapkan ketika jantung berhenti berdenyut dan pernafasan sudah tidak ada lagi, pada masa sekarang ini sudah tidak bisa dijadikan tolok ukur. Dengan bantuan life support system, orang yang pada masa lampau dianggap telah mati, bisa diyakinkan masih hidup, atau setidaknya diperpanjang masa kehidupannya. Namun benarkah dia hidup atau hanya ilusif belaka yang ditimbulkan oleh life support system itu. Boleh jadi, orang yang bernapas di hadapan kita dengan bantuan life support system itu hanyalah mayat, yakni mayat yang bernapas. Tentu hal ini akan menimbulkan persoalan tersendiri, apa tindakan yang harus diambil terhadap mayat yang seperti itu? Maka terasa perlu adanya definisi yang bisa diterima secara universal
5 sebagai tolok ukur untuk menentukan bilakah seseorang dinyatakan telah mati. Robert M. Veatch dalam bukunya Death, Dying and the Biological Revolution, sebagaimana yang dikutip oleh Shannon (1995 :58-60), mengemukakan empat pendekatan untuk mendefinisikan kematian. Empat pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : Pertama, berkaitan dengan jantung dan paru. Definisi ini mencerminkan pengertian tradisional tentang kehidupan dan kematian. Karena napas dan darah merupakan bahan yang menandakan kehidupan. Maka bila pernapasan dan aliran darah tidak terjadi lagi berarti kematian telah menjadi kenyataan. Tetapi hal ini akan menjadi kabur karena pemakaian respirator. Kedua, berkenaan dengan pemisahan tubuh dan jiwa. Definisi ini dilatarbelakangi oleh perspektif filosofis dan religius. Manusia dipahami sebagai kesatuan tubuh dengan jiwa.atau kesatuan tubuh dan bentuk. Jiwa atau bentuk menjiwai tubuh atau materi. Dari kondisi itu maka tersusunlah makhluk unik yang disebut manusia. Kematian berlangsung bila dua unsur ini dipisahkan. Kematian diartikan sebagai terputusnya kesatuan tubuh dengan jiwa. Definisi ini pun menimbulkan persoalan, yakni kapan saat terputusnya kesatuan itu. Ketiga, kematian otak. Definisi ketiga berasal dari kriteria untuk koma ireversibel yang ditetapkan oleh sebuah panitia ad hoc pada Harvard Medical School tahun Kriteria ini adalah tidak sanggup menerima rangsangan dari luar dan tidak ada reaksi atas rangsangan, tidak ada gerak spontan atau pernapasan, tidak ada refleks; dan situasi ini diteguhkan oleh electroencephalogram (EEG). Menurut pandangan ini, otak adalah tempat terjadinya kematian, karena otak adalah organ yang mengatur semua sistem organ lain dan merupakan dasar bagi kehadiran sosial seseorang di dunia. Dengan kematian otak atau ketidaksanggupannya yang ireversibel untuk berfungsi, maka prasyarat biologis bagi keberadaan seseorang sudah tersingkir. Kematian seluruh otak (batang otak, cortex dan neocortex) berarti kematian manusia, karena tanpa organ ini bagi manusia tidak mungkin mempertahankan integrasi biologisnya dan karena itu juga integrasi sosialnya. Keempat, kematian neocortex. Bisa terjadi, khususnya dalam kasus koma ireversibel, bahwa hanya batang otak seseorang yang masih aktif. Karena batang otak ini menjalankan sistem saraf kita yang spontan, bisa saja orang itu masih spontan bernapas dan jantungnya masih berdenyut. Menurut definisi ketiga tadi orang itu belum mati. Definisi keempat mencari jalan keluar dari situasi ini dengan hanya menganggap neocortex sebagi dasar bagi definisi kematian. Neocortex
6 dipilih karena tampaknya merupakan prasyarat biologis bagi kesadaran dan kesadaran diri, yang menandai manusia sebagai ciri khasnya. Ilmu kedokteran modern telah mengembangkan cara yang lebih baik untuk menentukan saat kematian, di antaranya dengan merekam kegiatan otak dengan menggunakan alat yang disebut electroencephalogram (EEG). Bila gambar EEG kelihatan datar, berarti semua aktivitas otak dianggap telah berhenti, maka orang yang bersangkutan dinyatakan mati. Tetapi, seringkali orang dalam keadaan demikian masih bisa dihidupkan lagi, misalnya dalam kasus hypothermia atau overdosis obat. Reanimation dan resuscitation dewasa ini sering dilakukan. Dalam dunia kedokteran dikenal adanya kematian klinis, yakni keadaan yang di situ kegiatan pernafasan, jantung dan reaksi otak kelihatan berhenti, tetapi resuscitation tidak dikesampingkan. Waktu untuk resuscitation umumnya lima menit, dan di dalam kasus istimewa seperti hypothermia diberi waktu tiga puluh menit. Tetapi lewat dari waktu itu akan terjadi kerusakan otak secara total dan diikuti dengan kematian bilologis, yakni saat ketika sekurang-kurangnya otak sudah kehilangan fungsinya secara permanen dan tidak dapat dihidupkan kembali. Kematian biologis bersifat definitif: kehilangan fungsi vital dan rusaknya semua organ dan jaringan yang tidak dapat direparasi lagi. Dalam konteks Indonesia, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) telah mengeluarkan pernyataan tentang mati. Dalam pernyataan tersebut dikemukakan antara lain bahwa dalam tubuh manusia ada tiga organ penting yang selalu dilihat dalam penentuan kematian seseorang yaitu jantung, paru-paru, dan otak khususnya batang otak (Kabanga, 2002 : 160). Jantung merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan kematian seseorang. Bila jantung berhenti maka akan mengakibatkan berhentinya pernapasan. Bila jantung berhenti bekerja maka pengedaran darah ke seluruh tubuh tidak akan berjalan dan pada gilirannya seluruh organ manusia menjadi kaku. Kemudian paru-paru, oksigen dan anoksemia bagian inilah yang menerimanya. Maka bila paru-paru ini berhenti bekerja, tidak ada lagi yang menarik oksigen masuk ke dalam tubuh manusia, sementara oksigen merupakan kebutuhan vital manusia untuk dapat bernapas. Otak dan segala syarafnya menurut Soemiatno (1986 : 467) sangat peka terhadap kekurangan oksigen dan anoksemia. Di sinilah terdapat hubungan yang erat antara otak dan paru-paru. Bila otak/batang otak mati, maka segala
7 syarafnya tidak dapat lagi bekerja secara otomatis, dan dengan demikian secara total tidak lagi dapat berfungsi. Gunawan dalam bukunya Memahami Etika Kedokteran (1992 : 46), mengutip PP No. 18 Tahun 1981, Bab 1 Pasal 1g yang menyebutkan bahwa meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Sunatrio menegaskan bahwa seseorang dinyatakan mati bila fungsi spontan pernapasan (paru-paru) dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak (Sunatrio, 1987 : 132). Menurut Pontifical Academy of Sciences 1995, seseorang dinyatakan mati bila secara ireversibel (berhentinya fungsi spontan secara total) dan dia kehilangan semua kemampuan untuk memadukan dan mengkoordinasikan fungsi fisis dan mental tubuh (Sunatrio, 1987 : 140). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa dalam perspektif ilmu kedokteran, kematian terjadi bilamana fungsi spontan pernapasan (paru-paru) dan jantung telah berhenti secara pasti (ireversibel) atau otak, termasuk di dalamnya batang otak, telah berhenti secara total. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu makhluk.namun demikian, selama proses meninggal dunia tetap berlangsung dalam konteks teknologis, berbagai definisi ini akan tetap diperdebatkan. Banyaknya definisi tentang mati memunculkan kesan yang tak terelakkan, yakni seolah-olah mati dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Sementara di pihak lain, proses kematian sejak manusia pertama hingga kini tidak pernah berubah sampai berakhirnya sejarah manusia. Maka sudah sewajarnya definisi mati juga tidak berubah-ubah.
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).
PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan
Lebih terperinciDying & Bereavement. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi
Dying & Bereavement Unita Werdi Rahajeng, M.Psi www.unita.lecture.ub.ac.id Kematian Berakhirnya fungsi-fungsi biologis tertentu, seperti pernafasan dan tekanan darah, serta kekakuan tubuh dianggap sebagai
Lebih terperinciSelamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II
Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II KEMATIAN oleh : Triana Noor Edwina DS Fakultas Psikologi Univ Mercu Buana Yogyakarta Persepsi mengenai kematian Persepsi yang berbeda-beda
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Kematian terlihat sebagai konsep sederhana untuk dijelaskan yaitu waktu
Lebih terperinciSelamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II
Selamat Membaca dan Memahami Materi Rentang Perkembangan Manusia II KEMATIAN oleh : Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si, Psikolog Fakultas Psikologi Univ Mercu Buana Yogyakarta Persepsi mengenai kematian Persepsi
Lebih terperinciKEHILANGAN DAN BERDUKA. Adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika
KEHILANGAN DAN BERDUKA A. KEHILANGAN ( LOSS ) Adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT DAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pengembangan usaha
Lebih terperinciTINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN
TINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN 1 Eklesia A. Senduk 2 Johannis F. Mallo 2 Djemi Ch. Tomuka 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Bagian Ilmu Kedokteran
Lebih terperinciPENYAKIT TERMINAL PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN, 1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian
PENYAKIT TERMINAL PENGERTIAN Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara
Lebih terperinciKEPUTUSAN MEDIS TENTANG AKHIR KEHIDUPAN. dr. Soetedjo, SpS(K) Bagian Neurologi/Histologi FK UNDIP
KEPUTUSAN MEDIS TENTANG AKHIR KEHIDUPAN dr. Soetedjo, SpS(K) Bagian Neurologi/Histologi FK UNDIP PENDAHULUAN Bagi manusia ternyata tidak enak : Diingatkan akan kematian Berpikir akan kematian Membicarakan
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM
BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tanggal 16 Juni 1981) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda
Lebih terperinciKONSEP MATI MENURUT HUKUM
KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi
Lebih terperinciDisusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciPenyakit terminal. Tidak dapat disembuhkan Berakhir dengan kematian
Pendahuluan Semua yang bernyawa pasti akan mati. Kematian : diketahui / tidak diketahui Diberi tahu / tidak diberi tahu Dalam waktu dekat / waktu jauh Dengan persiapan / tanpa persiapan Tujuan akhir :
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan
Lebih terperinciMENJADI TUA DAN BAHAGIA
1 MENJADI TUA DAN BAHAGIA Rohani, November 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Hepiana sudah berumur 80 tahun. Ia tinggal di rumah orang tua. Ia dikenal sebagai suster lansia yang gembira dan bahagia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA TAHUN YANG AKAN MENJALANI KHITAN MASSAL DI PENDAPA AGUNG TAMANSISWA YOGYAKARTA
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA 10-13 TAHUN YANG AKAN MENJALANI KHITAN MASSAL DI PENDAPA AGUNG TAMANSISWA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Meika Nur Sudiyanto 0502R00295
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian sejatinya adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh manusia. Kematian merupakan akhir dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian sejatinya adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh manusia. Kematian merupakan akhir dari keseluruhan proses kehidupan yang dijalani oleh manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural.
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural. Ini menjadi prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang
Lebih terperinciPSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Death and Dying
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Death and Dying DISUSUN OLEH : STRUKTUR KELOMPOK VIII: Anggota: AMANDA UTARI ANNISA PUTRI MALTA RIVO SYAPUTRA YOHANA GEVITA PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES ALIFAH PADANG 2012/2013 KATA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP. kesimpulan penelitian sebagai berikut: menjelang kematian menurut Elizabeth Kübler-Ross adalah sebagai. dan penerimaan.
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP A. KESIMPULAN Dengan menggunakan teori pengalaman menjelang kematian Elizabeth Kübler-Ross sebagai kerangka berpikir, penulis mengambil kesimpulan penelitian sebagai berikut:
Lebih terperinciI S D I Y A N T O NIM : C
TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM MELAKUKAN OPERASI BEDAH JANTUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA
ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahannya,
Lebih terperinciBAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA
Modul ke: BAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id 1 A. PENDAHULUAN Moral : perbuatan/tindakan yang baik atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang sering kita dengar dalam dunia kesehatan. Hal ini berarti setiap pasien yang dirawat di
Lebih terperinciTUJUAN WAWANCARA MEDIS
WAWANCARA MEDIS Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pasien mengenai keadaan penyakitnya (awal dan riwayat) Bagian terpenting dalam proses diagnosa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya
Lebih terperinciI Love My Job and My Family:
I Love My Job and My Family: My Job is My Life & My Family is My Breath Jadilah emas, bukan anak emas Anonymous Mungkin beliau bukanlah seseorang yang telah lama bekerja di Eka Hospital, namun ia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Aries & Midford dalam Corr 2012). Setiap individu memiliki respon yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian merupakan suatu kebenaran atau fakta yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Setiap individu, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, kelak akan menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya. Studi Framingham memberikan gambaran yang jelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi
Lebih terperinciBantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan
Lebih terperinciKELAHIRAN Kelahiran: - Suatu kerahasiaan hidup yang menimbulkan kekaguman dan perhatian periode memberikan harapan baik - Menjaga kontinuitas manusia
KELAHIRAN, USIA TUA DAN KEMATIAN DIVISI BHP FK USU KELAHIRAN Kelahiran: - Suatu kerahasiaan hidup yang menimbulkan kekaguman dan perhatian periode memberikan harapan baik - Menjaga kontinuitas manusia
Lebih terperinciKalender Doa Januari 2016
Kalender Doa Januari 2016 Berdoa Bagi Wanita Cacat Berabad abad beberapa masyarakat percaya bahwa wanita cacat karena kutukan. Bahkan yang lain percaya bahwa bayi yang lahir cacat bukanlah manusia. Para
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human Imunno deficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan
Lebih terperinciStrategi dan kiat-kiat untuk menuju kesuksesan!
Membangun : & Strategi dan kiat-kiat untuk menuju kesuksesan! Bagian I Teori Kesuksesan dan Kekayaan Percaya Bahwa Anda Akan Kaya dan Sukses Percaya Anda akan sukses, maka sukseslah Anda. Berpikir positif
Lebih terperinciJURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG
JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi masa kini terus menuju perubahan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal mengenai umat manusia sudah dikenal adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu manusia penyembuh dan penderita yang ingin disembuhkan. Dalam zaman
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara maju dan negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup penduduk negara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciBERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari
BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.
Lebih terperinciMENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*
MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara
Lebih terperincispiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan
spiritual Firdawsyi nuzula, S.Kp.,M.Kes Akademi kesehatan rustida prodi diii keperawatan Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara
12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP KEDOKTERAN. dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (CM-FM), MPd.Ked.
PRINSIP-PRINSIP KEDOKTERAN KELUARGA dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (CM-FM), MPd.Ked. Area Kompetensi (Area of competence) - 4 Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi keperawatan dewasa ini adalah memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini, keperawatan telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termaksud juga di indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemofilia merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini termaksud juga di indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara oleh Departemen Kesehatan sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai
Lebih terperinciSURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE )
Jl.K.H. ZainalMustofa No. 310 Tasikmalaya Telp. ( 0265 ) 322333, Fax. ( 0265 ) 326767, E-Mail : rumahsakit.tmc@gmail.com www.rstmc.co.id SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. xiv
xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan walaupun minor/mayor merupakan pengalaman yang sulit dan bisa menimbulkan kecemasan bagi hampir semua pasien dan keluarganya. Kecemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Insomnia merupakan gangguan tidur yang terjadi pada jutaan orang di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insomnia merupakan gangguan tidur yang terjadi pada jutaan orang di seluruh dunia. Individu dengan insomnia merasa sulit untuk tidur atau tetap tidur. Insomnia
Lebih terperinciDitetapkan Tanggal Terbit
ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupannya, manusia
Lebih terperinciSkizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?
Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala
Lebih terperinciMATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG
MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,
Lebih terperinciMenghilangkan Kecemasan Berlebihan Itu Mudah.. Begini Caranya..
Kecemasan Berlebihan Kecemasan berlebihan atau dalam bahasa psikologi di kenal dengan nama Anxiety merupakan suatu gangguan yang muncul karena kekhawatiran atau ketakutan yang berlebihan terhadap suatu
Lebih terperinciAmatilah citta kita. Jika kita benar-benar percaya
Amatilah citta kita. Jika kita benar-benar percaya bahwa semua kebahagiaan yang kita alami berasal dari objek materi dan kita mencurahkan seluruh hidup kita untuk mengejarnya, maka kita dikendalikan oleh
Lebih terperinciBAB I DEFINISI A. PENGERTIAN
BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM
BAB IV ANALISIS PROBLEM PSIKOLOGIS PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM BAGI PASIEN PRA DAN PASCA MELAHIRKAN DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Fisik dan psikis adalah satu
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciotaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada
KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan
Lebih terperinciBANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk
Lebih terperinciEUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM OLEH : RAMADHAN SYAHMEDI SIREGAR, S.Ag, MA Dosen FK USU Dosen Tetap Fak. Syari`ahah Intitut Agama Islam Negeri (IAIN-SU) Medan Euthanasia berasal dari kata Yunani, eu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila
Lebih terperinciASPEK HUKUM EUTHANASIA. By L. Ratna Kartika Wulan
ASPEK HUKUM EUTHANASIA By L. Ratna Kartika Wulan POKOK BAHASAN DEFINISI PERMASALAHAN EUTHANASIA HAK UNTUK MATI PANDANGAN HKM THD EUTHANASIA JENIS EUTHANASIA PRO & KONTRA EUTHANASIA DEFINISI SECARA HARAFIAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman yang sering kali disebut pengalaman dekat dengan kematian atau Near-Death Experience (NDE) dialami oleh sebagian individu. Para peneliti menggunakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)
PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan lupus merupakan penyakit kronis yang kurang populer di masyarakat Indonesia dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga
1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal oleh setiap orang. Orang yang sehat akan hidup dengan teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, berolah raga, bersosialisasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI ii A. Pengertian...1 B. Bentuk Perjanjian Kerja...2 C. Perjanjian Perburuhan.4 D. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 6 a. Pemutusan Hubungan Kelja Oleh Majikan...6
Lebih terperinciDr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga
Dr. H. Lilian B Koord. Blok Kedokteran Keluarga Pendahuluan Pusat perhatian pelayanan kesehatan : - Core : Pasien - Cure : Pengobatan - Care : Perawatan Pada kondisi dimana pasien telah berada pada stadium
Lebih terperinciKalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi
Kalender Doa Oktober 2017 Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi Dengan adanya 56 juta aborsi di seluruh dunia, maka tak terbilang jumlah wanita yang menghadapi penderitaan, rasa bersalah, kemarahan
Lebih terperinciLepas Dari Jerat Rokok
Image not found http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/620x350_lepas dari Jerat Rokok.jpg Lepas Dari Jerat Rokok Banyak faktor yang membuat seseorang mempunyai kebiasaan dan ketergantungan pada
Lebih terperinciPengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d
KEHILANGAN & BERDUKA Oleh Mfm Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab Pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran proses grief pada ayah yang anaknya meninggal dunia secara mendadak, serta
Lebih terperinciPRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA BY: BASYARIAH LUBIS, AMKeb, sst, mkes Makhluk Yang Utuh atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial & Spiritual. Makhluk Biologis : Sistem organ tubuh Lahir, tumbang,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang
Lebih terperinci