POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG ALOYSIUS RUSAE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG ALOYSIUS RUSAE"

Transkripsi

1 POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG ALOYSIUS RUSAE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara: Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Aloysius Rusae NIM A

4 RINGKASAN ALOYSIUS RUSAE. Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara : Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang. Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan EFI TODING TONDOK Gandum (Triticum spp.) adalah tanaman serealia, memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan gandum di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun sejalan dengan peningkatan populasi penduduk Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tepung gandum yang ada di Indonesia berasal dari negara lain, menyebabkan Indonesia dikenal sebagai pengimpor gandum kedua terbesar di dunia. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri dengan memproduksi gandum sendiri mendorong peneliti dan pemerintah untuk mengembangkan gandum tropik di Indonesia. Timor Tengah Utara adalah daerah yang potensial untuk pengembangan gandum di Indonesia. Kondisi lingkungan yang mendukung berupa kelembapan udara dan suhu yang rendah di daerah yang lebih tinggi, juga tipe tanah Litosol dan Grumosol menjadikan wilayah ini sebagai tempat yang sangat cocok untuk mengembangkan tanaman gandum. Penyakit tumbuhan merupakan salah satu faktor pembatas yang perlu diperhatikan bila akan mengintroduksi gandum ke suatu wilayah baru, termasuk Timor Tengah Utara. Informasi tentang penyakit tanaman gandum belum ada di Timor Tengah Utara karena belum pernah dilakukan penanaman gandum di daerah tersebut. Pengetahuan tentang keberadaan patogen sangat penting untuk menentukan peta sebaran patogen, juga untuk menentukan langkah pengelolaan patogen tersebut lebih lanjut apabila dilakukan penanaman dalam areal yang luas sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi gandum. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Metode yang digunakan adalah penanaman gandum di Kelurahan Oenak, Timor Tengah Utara, pengamatan penyakit dan identifikasi penyakit utama. Varietas gandum yang ditanam adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Penanaman dilakukan pada bulan Maret sampai Juni Setiap varietas (sebagai perlakuan) ditanam pada petak dengan luas 3 x 4 m, dengan jarak tanam 25 x 10 cm dan diulang 4 kali. Pengamatan terhadap kejadian dan keparahan penyakit dilakukan setiap 4 minggu. Pembuktian patogen utama dilakukan dengan mengikuti Postulat Koch. Identifikasi patogen dilakukan dengan karakterisasi morfologi dengan bantuan kunci identifikasi. Penelitian laboratorium untuk identifikasi penyakit dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Helminthosporium gramineum merupakan patogen hawar daun tanaman gandum yang ditemukan di Timor Tengah Utara, dibuktikan dengan Postulat Koch. Penyakit hawar daun merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman gandum di Timor Tengah Utara. Kejadian penyakit hawar daun sangat tinggi untuk ketiga varietas yang diuji, berkisar %. Respon varietas terhadap

5 patogen hawar daun berbeda, penelitian lapangan menunjukkan bahwa varietas Dewata paling tahan dibandingkan dengan varietas Selayar dan Nias. Pembuktian dengan Postulat Koch menunjukkan bahwa penyakit busuk batang pada penelitian ini disebabkan oleh Rhizoctonia sp., yang memiliki sifat morfologi mirip dengan Rhizoctonia zeae. Penyakit busuk batang ini juga merupakan penyakit penting pada tanaman gandum di Timor Tengah Utara, dengan kejadian penyakit antara %. Walaupun kejadian penyakit tersebut tidak tinggi tetapi dapat menyebabkan kematian pada semua fase pertumbuhan gandum. Berdasarkan pengetahuan penulis, penyakit busuk batang pada gandum yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. untuk pertama kalinya dilaporkan di Indonesia. Penyakit lain yang menginfeksi tanaman gandum adalah busuk pucuk Fusarium, hawar malai Curvularia dan Helminthosporium, dan daun terpilin. Persentase kejadian ketiga penyakit tersebut sangat rendah. Dari ketiga varietas yang diuji, varietas Dewata memperlihatkan tingkat kejadian dan keparahan penyakit paling rendah terhadap hawar daun, busuk batang dan penyakit lainnya. Varietas Dewata memiliki tingkat ketahanan tertinggi terhadap berbagai serangan patogen selama pertumbuhannya. Varietas Dewata juga memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan lingkungan dibandingkan dengan varietas yang lain, ditunjukkan oleh pertumbuhan fase vegetatif dan generatif yang lebih baik. Kata kunci: Postulat Koch, karakter morfologi, Helminthosporium, Rhizoctonia

6 SUMMARY ALOYSIUS RUSAE. Potential Risk of Wheat Introduction to Timor Tengah Utara : Leaf Blight and Root Rot Disease. Supervised by SURYO WIYONO and EFI TODING TONDOK. Wheat (Triticum spp.) is cereal plant that has high nutritional contents. Demand of wheat consumption in Indonesia is increase every year, in line with the growth of Indonesian population. To fulfill this demand, until now all of wheat flour in Indonesia are imported from other countries, causing Indonesia is noted as the second highest wheat importer country in the world. Willing to meet the needs of wheat flour by cultivated wheat in domestic region encourage many researchers and government to develop tropical wheat in Indonesia. Timor Tengah Utara is potential area for wheat cultivation in Indonesia. With lower relative humidiy and temperature, some areas of Timor Tengah Utara, especially on highland are an appropriate place for developing tropical wheat. Furthermore, soil type of Lytosol and Grumosol in Timor Tengah Utara is another factor that support wheat cultivation in this areas. Diseases are main risk in introduction of wheat into a new area, including Timor Tengah Utara. There is no information yet about wheat disease(s) in Timor Tengah Utara, because of wheat never cultivate in that area before. Knowledge about potential pathogen to wheat is so important to determine pathogen distribution and disease management, before wheat is introduced and planted on wider potential land in Timor Tengah Utara. It is expected that wheat production can be increased. The main aim of this research was to examine disease risk potential of wheat introduction to Timor Tengah Utara. The methods used in this study were wheat cultivation in the field, observation and identification of the main diseases on wheat. Wheat cv. Dewata, Selayar and Nias was grown in the field of Oneak area, Timor Tengah Utara in March to June Each cultivars (regarded as treatment) sown in a 3 x 4 m plots, with spacing of 25 x 10 cm, and 4 times replicated. Observation on growth and diseases was done every 4 week. Koch s Postulated followed by morphological identification were performed for two main diseases. Laboratory research for identification of diseases was done in Laboratory of Plant Mycology, Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. The causal agent of leaf blight disease is Helminthosporium gramineum and stem rot is Rhizoctonia which similar to R. zeae. The two diseases were the two most important diseases of wheat cultivated in Timor Tengah Utara and considered as the main disease risk. Leaf blight disease occurred in vegetative and generative growth stages with high disease incidence ( %) in the field. Even though disease incidence of root rot was not very high ( %), the disease cause death in all wheat growth stages. Another disease of wheat were tip rot Fusarium, leaf and panicle blight caused by Helminthosporium and Curvularia, and leaf twisted. The percentage incidence of the three diseases is very low.

7 Wheat cultivar of Dewata showed lowest disease incidence of leaf blight, stem rot and other diseases. Dewata variety was the highest resistance to such pathogen compared to Nias and Selayar. This variety had the highest adaptation response, that showed in vegetative and generative growth phase. Keywords: Koch s Postulate, morphology characterization, Helminthosporium, Rhizoctonia

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG ALOYSIUS RUSAE Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Bonny PW. Soekarno, MSi

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-nya sehingga tesis berjudul Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara : Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang, berhasil diselesaikan. Penyusunan tesis ini atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof Dr Ir Sri Hendrastuti H, MSc sebagai Ketua Program Studi Fitopatologi telah memberi saran dan bimbingan selama perkuliahan di IPB. 2. Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr dan Dr Efi Toding Tondok, SP MScAgr selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan tulisan ilmiah ini. 3. Dr Ir Bonny Poernomo Wahyu Soekarno, MSi selaku penguji atas segala saran dalam penyelesaian tesis ini. 4. Ayah, Ibu, Istri dan anak-anakku, atas doa dan kasih sayangnya memampukan saya menyelesaikan studi ini. 5. Teman-teman seangkatan atas segala dukungan dan kerja sama selama menjalani studi. 6. Pimpinan Universitas Timor yang memberikan kesempatan bagi saya untuk melanjutkan pendidikan di IPB. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Aloysius Rusae

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 Manfaat 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Pertumbuhan Gandum 4 Penyakit pada Tanaman Gandum. 5 Potensi Pertumbuhan Gandum di Timor Tengah Utara 7 3 METODE PENELITIAN 8 Tempat dan Waktu Penelitian 8 Bahan dan Metode 8 4 HASIL 12 Pertumbuhan Gandum 12 Penyakit Hawar Daun 15 Penyakit Bercak Daun 17 Penyakit Busuk Batang 17 Penyakit Hawar Malai 19 Penyakit Busuk Pucuk 20 Penyakit Terpilin 21 5 PEMBAHASAN 22 6 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 29 RIWAYAT HIDUP 32 vi vi viii

14 DAFTAR TABEL 1 Skoring penyakit yang digunakan 9 2 Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum di Timor Tengah Utara 12 3 Perbandingan jenis penyakit gandum pada penelitian ini dengan penyakit gandum di daerah tropik dan subtropik lain 13 4 Inventarisasi penyakit pada stadia pertumbuhan gandum 14 5 Kejadian dan keparahan penyakit tanaman gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara 14 6 Karakteristik Helminthosporium sp. asal gandum di Timor Tengah Utara dan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya 16 7 Karakteristik Rhizoctonia sp. hasil isolasi dan Rhizoctonia yang telah diketahui spesiesnya 19 DAFTAR GAMBAR 1 Gejala penyakit hawar daun dan inokulasi Helminthosporium sp. (A) gejala hawar daun di lapangan, (B) inokulasi, (C) gejala hawar daun hari ke-1 hasil inokulasi, (D) gejala hawar daun hari ke-2 setelah inokulasi dan (E) daun menguning dan nekrotik hari ke-3 setelah inokulasi 15 2 Bentuk koloni dan morfologi Helminthosporium gramineum. (A) koloni H. Gramineum pada media PDA, (B) konidiofor, (C) konidia dan (D) perkecambahan konidia 16 3 Gejala penyakit bercak daun di lapangan (A), dan konidia Curvularia (B) 17 4 Perkembangan gejala busuk batang di lapangan dan dengan inokulasi. (A) hawar daun, (B) tanaman kerdil, (C) busuk pangkal batang, (D) hawar pada pelepah hasil inokulasi, (E) hawar daun hasil inokulasi, (F) busuk pangkal batang hasil inokulasi 18 5 Bentuk koloni dan morfologi Rhizoctonia sp. (A) koloni, (B) sklerotia dan, (C) hifa Rhizoctonia sp Gejala hawar malai di lapangan (A), konidia Curvularia sp. (B) dan konidia Helminthosporium sp. (C) 20 7 Perkembangan gejala penyakit busuk pucuk dan konidia. (A) gejala pada pucuk, (B) layu pada batang dan daun tanaman, (C) konidia Fusarium sp Perkembangan gejala penyakit terpilin. (A) gejala terpilin pada daun, (B) malai pendek, dan (C) rebah malai 21

15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout penanaman gandum di Timor Tengah Utara 1 2 Pertumbuhan tanaman gandum 2 3 Cuaca bulan April, Mei dan Juni di Timor Tengah Utara 3 4 Rata-rata kecepatan tumbuh Helminthosporium sp. 4 5 Rata-rata kecepatan tumbuh Rhizoctonia sp. 5

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gandum (Triticum spp.) adalah tanaman serealia (Poaceae) yang berasal dari daerah subtropis. Gandum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi di antaranya karbohidrat sebesar 70% dan protein sebesar 13% (Porter 2005), selain itu gandum mengandung gluten yang mencapai 80%. Gluten adalah protein yang mengandung kohesif dan liat yang digunakan untuk membuat roti, tepung, produk bahan baku (cake, cookies, crackers, pretzel), semolina, bulgar dan sereal (Porter 2005). Kandungan gizi dari gandum tidak jauh berbeda dengan tanaman serealia lainnya. Bahan pangan dari gandum dikenal dengan tepung terigu yaitu untuk pembuatan mie instan dan roti. Manfaat lain dari gandum adalah bahan pakan ternak seperti gabah, dedak, bungkil dan juga untuk industri dalam pembuatan kerajinan, hiasan, lem dan pembuatan kertas. Kebutuhan gandum Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini terjadi karena perubahan pola makan masyarakat yang telah bergeser ke makanan yang berbasis tepung terigu seperti mie instan dan roti. Perubahan ini merata bagi seluruh penduduk Indonesia yang di kota maupun di desa. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahun yang diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang turut berpengaruh dalam tingginya konsumsi gandum. Untuk mencukupi kebutuhan gandum dalam negeri, Indonesia mengimpor gandum dari berbagai negara. Pada tahun 2009 impor gandum Indonesia mencapai 4.3 juta ton dan mengalami penigkatan 4.5 juta ton pada tahun 2010 dan tahun 2011 terus meningkat mencapai 4.8 juta ton (BPS 2012). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun (2013), impor gandum tahun 2012 semakin meningkat mencapai 6.3 juta ton. Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia. Bila konsumsi gandum terus meningkat dengan terus meningkatnya harga di pasaran dunia diperkirakan terjadi kelangkaan terigu di pasar dalam negeri. Hal ini menjadi kendala bagi industri pangan di Indonesia yang harus mencari solusi pemecahannya. Pemerintah perlu melakukan upaya memproduksi gandum dalam negeri, untuk menekan impor gandum. Indonesia mempunyai potensi lahan untuk mengembangkan gandum seluas hektar yang tersebar di 15 propinsi. Sehingga peluang untuk mengembangkan gandum cukup terbuka (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Upaya mengembangkan tanaman gandum di Indonesia telah dilakukan Badan Litbang Pertanian dengan mengintroduksi galur atau varietas gandum dari negara lain. Pengembangan gandum subtropis Indonesia terkonsentrasi di dataran tinggi yang luasnya juga terbatas kurang bersaing dengan tanaman hortikultura yang dibudidayakan daerah tersebut (Farid 2006). Oleh karena itu, program pemuliaan gandum di Indonesia di arahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu beradaptasi di beberapa ketinggian tempat (Aqil et al. 2011). Azwar et al. (1988) menyatakan tanaman gandum tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang untuk pengembangannya, namun perlu diperhatikan pengaruh suhu, curah hujan yang menyebabkan naiknya intensitas penyakit terutama menjelang panen. Hujan yang terlalu banyak pada

18 2 waktu pembungaan, mengakibatkan banyak hampa dan mudah terserang penyakit. Timor Tengah Utara adalah kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang beberapa kecamatannya memiliki ketinggian m dpl dan di atas 1000 m dpl, suhu udara o C, kelembapan udara o C dan penyinaran matahari 50-98% (BPS Timor Tengah Utara 2013). Berdasarkan kondisi ini maka beberapa kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara berpotensi untuk budidaya gandum. Oleh karena itu introduksi gandum perlu dilakukan di Timor Tengah Utara. Salah satu resiko introduksi tanaman di suatu daerah adalah serangan penyakit. Hal ini sesuai dengan Untung (2007) bahwa penanaman tanaman baru disuatu daerah dapat menimbulkan serangan OPT yang baru, karena tidak terdapat musuh alami OPT tersebut di daerah itu. Identifikasi penyakit secara umum adalah membuat kepastian terhadap suatu penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau suatu proses untuk mengenali suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas termasuk faktor-faktor lain yang berhubungan dengan proses penyakit tersebut (Nurhayati 2011). Identifikasi memberikan informasi mengenai jenis-jenis penyakit tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan budidaya terutama menentukan teknik pengendalian yang tepat. Kabupaten Timor Tengah Utara, merupakan daerah yang potensi untuk pengembangan gandum. Akan tetapi informasi tentang penyakit tanaman gandum belum ada di daerah tersebut. Keberadaan patogen pada pertanaman gandum belum diamati dan diidentifikasi karena belum pernah dilakukan penanaman gandum di daerah tersebut. Pengetahuan tentang keberadaan patogen sangat penting untuk menentukan peta sebaran patogen, juga untuk menentukan langkah pengelolaan patogen tersebut lebih lanjut sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi gandum. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perumusan Masalah Informasi tentang penyakit penting pada tanaman gandum sangat diperlukan untuk mengembangkan gandum skala luas. Penelitian ini akan menghasilkan informasi jenis-jenis penyakit gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hipotesis Terdapat serangan penyakit pada gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara. Kejadian dan keparahan penyakit berbeda antar varietas yang ditanam.

19 3 Manfaat Manfaat dalam pelaksanaan penilitian ini adalah mendapatkan informasi tentang berbagai penyakit yang menyerang tanaman gandum serta sebagai acuan untuk mengambil tindakan pengendalian penyakit bagi berbagai pihak yang ingin membudidayakan tanaman gandum di Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

20 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Gandum Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah penyebaran cukup luas dari daerah tropik sampai daerah lintang tinggi (Handoko 2007). Tanaman rumput-rumputan setahun ini dapat tumbuh optimal pada suhu 4-31 o C dengan suhu optimum 20 o C di daerah subtropis (Aqil et al. 2011). Brooking (1996) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh baik pada suhu di bawah 28 o C pada kelembapan relatif 40%, sedangkan pada kelembapan relatif 80% tanaman gandum hanya dapat bertahan pada suhu di bawah 23 o C. Suhu dingin diperlukan pada awal penanaman dan pada awal pertumbuhan gandum. Suhu yang tinggi menyebabkan penurunan pengisian biji yang disebabkan oleh viabilitas polen yang rendah, sehingga penyerbukan bunga rendah (Thuzar et al. 2010). Suharti (2001) menyatakan gandum di Indonesia mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut. Gandum juga dapat ditanam di dataran tinggi tropis atau dataran rendah, jika tingkat kelembapan rendah. Curah hujan sangat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Menurut Musa (2002), curah hujan efektif yang dibutuhkan tanaman gandum 825 mm/tahun dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Gandum juga dapat tumbuh dengan bantuan irigasi apabila curah hujan sangat minim. Gandum yang ditanam di daerah panas dan kekurangan air produksinya akan lebih rendah walaupun kualitasnya lebih baik dari pada daerah lembap dan beririgasi karena penyakit gandum dapat berkembang cepat di daerah panas dan lembap. Gandum merupakan salah satu tanaman yang secara relatif sedikit membutuhkan air. Kekurangan air pada fase pertumbuhan gandum dapat mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Menurut Tobing (1987), pengaruh kekurangan air pada masa reproduktif tanaman dalam tiga tahap yaitu: tahap pembungaan, tahap perkembangan buah dan tahap pematangan buah. Pada tahap pembungaan tidak terdapat pengaruh khusus, tetapi dengan berkurangnya air dapat mengurangi produksi bunga. Pada tahap perkembangan buah, kekurangan air dapat dilihat pada ukuran buah yang mengecil. Sedangkan kekurangan air pada tahap pematangan buah akan mempengaruhi kemasakan dan kualitas buah yang dihasilkan. Periode pertumbuhan yang sangat sensitif terhadap kekurangan air terjadi selama fase pembungaan organ reproduksi dan pembungaan (Hariandi 2012). Tanaman yang termasuk dalam Famili Poaceae ini membutuhkan lama penyinaran selama 9-12 jam/hari dengan intensitas penyinaran lebih dari 60% untuk dapat berfotosintesis (Direktorat Budidaya Serealia 2008). Produk asimilasi ini terjadi pada waktu pengisian bulir ditranslokasikan dari daun bendera ke dalam bulir. Tekstur tanah yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki jalur fotosintesis bersiklus C3 ini adalah lempung berdebu dan lempung liat. Namun gandum juga dapat tumbuh pada tanah bertekstur pasir hingga liat dengan sistim drainase yang baik dan solum tanah yang dalam (Tobing 1987). Ketersediaan hara pada awal pertumbuhan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan secara optimal. Nasir (1987) menyatakan bahwa

21 gandum memerlukan hara nitrogen dalam jumlah yang banyak pada awal dan pertengahan pertunasan untuk memperbanyak jumlah malai per rumpun dan pengisian bulir pada fase generatif. Ketersediaan hara nitrogen yang cukup dapat menigkatkan kadar protein butiran gandum. Keasaman (ph) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena ph sangat berhubungan dengan ketersedian unsur hara. Kisaran ph yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah 6-8 (Samekto 2008). Pada kondisi ph 6-7 mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan membantu cepat ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Faktor keasaman (ph) tidak menjadi faktor pembatas penting pada pertumbuhan gandum. Kelembapan udara berpengaruh terhadap berjangkitnya penyakit dan juga terhadap evapotranspirasi. Musim tanam di Indonesia yang potensial yaitu menjelang musim kemarau, sehingga fase pematangan pada musim kemarau. Pada bulan pertama dan kedua diperlukan distribusi air yang merata dan cukup jumlahnya, karena pada saat ini tanaman gandum sedang membentuk pertunasan dan primordia, pada bulan ketiga fase pematangan, fase ini tidak membutuhkan banyak air. Penyakit pada Tanaman Gandum di Daerah Tropis dan Subtropis Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama, disebabkan oleh mikroorganisme: virus, bakteri, protozoa, cendawan, nematoda dan faktor lingkungan. Patogen yang menyerang tanaman gandum yang disebabkan oleh cendawan adalah: karat, hangus, kudis, bercak hitam. Karat pada tanaman gandum disebabkan oleh Puccinia spp. (Mohanan 2010). Penyakit ini menurunkan hasil panen 20%. Spora-spora cendawan terbawa angin. Cuaca yang cocok untuk perkembangan cendawan ini adalah cuaca panas dan lembap. Tanaman inang Puccinia adalah gandum, barley, oat, rye dan rumput liar famili gramineae. Pada gandum terdapat tiga macam penyakit karat yaitu karat batang, karat daun, karat bergaris. Karat batang disebabkan oleh Puccinia graminis (karat hitam), menyerang batang, malai dan pangkal batang, pelepah daun, helai daun, gabah (butir gandum berkerut). Gejala serangan karat merah kecokelat-cokelatan. Urediospora berbentuk jorong atau bulat telur berduri, berwarna merah gelap. Karat daun disebabkan oleh P. recondita (karat cokelat), menyerang daun dan mengakibatkan berkurangnya jumlah dan ukuran butir gandum sehingga hasilnya menurun. Gejala serangan karat berwarna cokelat pada daun. Karat bergaris penyebabnya P. striifomis (karat kuning), menyerang semua bagian tanaman yaitu daun, pelepah daun, gabah, lemma, ekor gabah, butir gandum dan batang. Gejala serangan memperlihatkan karat yang memanjang seperti garis dan berwarna kuning (Abbasi et al. 2005). Ada tiga macam penyakit hangus yang menginfeksi tanaman gandum. Penyakit hangus tak beratur (loose smut) disebabkan oleh Ustilago tritici. Penyakit ini sangat merugikan. Spora menempel pada butir gandum, sekam gandum dan malai gandum, berupa titik yang hitam. Spora terbawa angin, hujan, insekta dan terbawa benih, sifat serangan sporadis dan lambat. Pengendalian dapat 5

22 6 melalui perlakuan benih dengan fungisida sistemik atau direndam dalam air panas. Penyakit hangus memanjang oleh cendawan Urocystis agropyri, meyebabkan bintik hitam memanjang pada helai daun, pelepah daun, batang dan tanaman menjadi kerdil. Serangan dapat berasal dari benih dan dari dalam tanah (soil borne desease). Penyakit busuk atau bercak hitam membusuk, sporanya tahan dalam tanah kemudian menginfeksi benih (bila keadaan lembap dan dingin). Spora berkembang dan menyerang kecambah atau tanaman muda. Jika menyerang tanaman dewasa membentuk bercak hitam di antara butir-butir gandum. Bercakbercak hitam pada butir gandum (scab), oleh cendawan Gibberella zeae yang menyerang kecambah sehingga menjadi lemah dan mati, juga menyerang malai. Gejala serangan pada malai menyebabkan satu atau lebih butir gandum rontok, bagian yang terinfeksi memberikan bekas memutih hingga bulir atau malai mati. Sporanya berwarna merah muda dan hitam pada pangkal gabah. Butir gandum yang terserang akan mengkerut, hampir putih dan bernoda yang disebut scab. Butir gandum yang terserang bila dimakan oleh manusia dan hewan akan sakit. Cendawan scab berasal dari gandum yang dirotasikan dengan jagung atau barley. (Curtis et al. 2002). Embun tepung disebabkan oleh Erysiphe graminis (Oberhaensli 2011). menyerang daun, pelepah daun dan kadang-kadang malai. Sporanya terbawa angin dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Tanaman menjadi kerdil dan tidak menghasilkan malai. Pemupukan nitrogen yang tidak terlalu banyak membantu mengurangi serangan cendawan ini. Septoria tritici menyerang daun, gabah dan ruas-ruas batang, menyebabkan butir gandum mengkerut. Rotasi tanaman dan pengolahan tanah dapat mencegah berkembangnya spora cendawan ini. Bercak hitam (black point) disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. dan Altenaria sp. (Sharma 2003). Mula-mula pada daun timbul bintik-bintik jorong, berwarna cokelat tua atau hitam. Bintik-bintik meluas menjadi bercakbercak memanjang, bentuknya tidak teratur. Pada serangan berat seluruh daun menjadi kering dan dapat patah. Pada malai, timbul bintik-bintik hitam pada sekam dan ekor gabah gandum (Mahto 1999). Kudis (scab) yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum (Sudjono 1986). Pada sekam-sekam bunga terjadi bercak cokelat yang meluas dengan cepat dan berwarna kekuningan. Pangkal bagian bunga yang terserang terdapat lapisan beludu berwarna merah. Penyakit busuk batang disebabkan oleh Rhizoctonia sp., cendawan ini menginfeksi akar dan menampakkan gejala berupa busuk pangkal batang, hawar daun dan pertumbuhan tanaman kerdil. Pada kondisi alami, serangan patogen ini terjadi pada fase sebelum pembungaan tanaman. Infeksi biasanya dimulai dari pelepah daun terbawah dan seterusnya menginfeksi daun berikutnya (Pascual et al. 2000). Serangan patogen tersebut menyebabkan gagal panen (Smith 2003). Penyakit tanaman gandum yang disebabkan oleh bakteri adalah Black chaff (bercak hitam pada sekam) disebabkan oleh Bacterium translucens var. undulosum (Pan 1940). Patogen tersebut menginfeksi bagian sekam dan ekor gabah. Gejala yang timbul berupa bercak kecil yang memanjang ke bagian ekor gabah dan kemudian membusuk (nekrosis). Bakteri ini cepat berkembang dalam kondisi cuaca kering atau subhumid. Bakteri lain yang menginfeksi tanaman gandum adalah Basal glume rote (Pseudomonas atrofaciens) memberikan gejala yang khas yaitu pangkal sekam berwarna kecokelat-cokelatan, infeksi lebih parah akan sampai ke butir gandum. Bakteri dalam kultur, berwarna putih kekuning-

23 kuningan. Bacterial spike blight (hawar malai) di sebabkan oleh Corynebacterium tritici. Bakteri yang kecil dan tipis berwarna kuning, berkembang pada malai. Nematoda yang menyerang tanaman gandum adalah Anguina tritici menyebabkan kerugian ringan sampai berat lebih dari 70%. Nematoda ini menyerang malai dan jaringan tanaman selama pertumbuhan. Patogen ini terbawa benih atau infeksi dari tanah. Nematoda dapat menyerang akar, memutuskan akar pada tanaman yang masih muda (berumur 2-4 minggu), bahkan menyerang akar gandum yang sudah bermalai sampai rebah. Tanaman yang sakit mempelihatkan daun yang berwarna kekuning-kuningan, menjadi layu dan mati. Penyakit sista disebabkan oleh Heteredora avenae. Nematoda ini menyebabkan penyakit pada gandum dan barley, pertumbuhan tanaman terhambat dan klorosis muncul ketika tanaman berumur 1-2 bulan, anakan sangat berkurang. Infeksi sangat parah menyebabkan pertumbuhan malai tidak sempurna dan bulir tidak berisi (Azwar et al. 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas penyakit meningkat jika banyak turun hujan pada masa sebelum panen. Gandum memerlukan dua bulan kering sebelum panen. Potensi Pertumbuhan Gandum di Timor Tengah Utara Wilayah Timor Tengah Utara mempunyai prospek bagi pengembangan gandum, dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki suhu rendah pada periode tertentu. Luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat m dpl seluas Ha, ketinggian m dpl seluas Ha dan ketinggian di atas 1000 m dpl seluas Ha. Jenis tanah yang terdapat di Timor Tengah Utara adalah tanah litosol, tanah grumosol dan kompleks. Tanah litosol meliputi areal seluas km 2 atau 62.4%, tanah kompleks seluas km 2 atau 18.0% dan tanah grumosal km 2 atau 19.6% dari luas wilayah Timor Tengah Utara (BPS Timor Tengah Utara 2013). Jenis tanah tersebut sesuai dengan tanah yang menjadi media tumbuh gandum. Berdasarkan klasifikasi Koppen, tipe iklim Kabupaten Timor Tengah Utara tergolong tipe A atau termasuk iklim equator. Kondisi iklim di Timor Tengah Utara: suhu udara o C, kelembapan udara 69%-87% serta penyinaran matahari 50%-98%. Pada bulan Desember-April curah hujan relatif cukup memadai, sedangkan bulan Mei-Nopember sangat tidak terjadi hujan, kalaupun terjadi hujan biasanya curah hujan di bawah 50 mm. Rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten Timor Tengah Utara sebanyak 58 hari dengan curah hujan sebesar 1633 mm (BPS Timor Tengah Utara 2013). Klimatologis daerah Timor Tengah Utara dapat mempercepat proses pembungaan karena tingginya intensitas fotosintesis. Kelurahan Oenak, kecamatan Noemuti memiliki ketinggian 500 m dpl, suhu rata-rata bulan Maret-May o C dan pada bulan tersebut intensitas air hujan cukup untuk pertumbuhan gandum, musim kemarau menggunakan air irigasi. Untuk membudidayakan tanaman gandum di Kelurahan Oenak disesuaikan dengan kondisi iklim, penanaman pada bulan Maret dan memasuki fase genaratif pada bulan May. Wilayah Oenak menjadi daerah yang potensial untuk pertumbuhan gandum. 7

24 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penanaman gandum dilaksanakan di Kelurahan Oenak, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan Maret 2014 sampai Maret Bahan dan Metode Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tiga varietas gandum yakni varietas Dewata, varietas Nias dan varietas Selayar, alkohol 70%, media PDA (Potato Dextrose Agar), WA (Water Agar) dan buku identifikasi Putterill (1954), Parmeter (1970), Robert (1999), Toda (2007) dan Manamgoda et al. (2014). Percobaan Lapangan Persiapan areal penanaman. Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan lahan. Tanah dicangkul sedalam cm, diikuti dengan penggemburan tanah agar bongkahan tanah menjadi butiran yang lebih halus. Setelah digembur dibuat bedengan atau petak dengan luas 3 x 4 m, di antara bedengan atau petak dibuat selokan selebar 50 cm dan sedalam 25 cm. Lahan penelitian dibagi menjadi 4 blok dan setiap blok terdiri dari 3 petak, jumlah keseluruhan petak dalam penelitian ini adalah 12 petak. Jarak antar petak 0.5 m dan jarak antar blok 2 m. Penanaman. Penanaman dilakukan secara langsung, benih yang terseleksi ditempatkan pada lubang tanam secara tugal, jumlah 2 butir benih per lubang tanam. Jarak tanam 25 x 10 cm, setiap petak terdapat 12 larikan dan juga terdapat 480 lubang tanam. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 varietas yang tersedia yakni varietas Dewata, Nias dan varietas Selayar, merupakan varietas yang terseleksi dan beradaptasi di daerah tropis. Pemeliharaan. Pemupukan dilakukan dengan cara dialur antar barisan tanaman (5-7 cm). Pupuk pertama diberikan saat 10 hari setelah tanam (hst) dengan dosis 50% N/ha, 100% P 2 O 5 /ha. Pemupukan ke-2 diberikan saat 30 hst dengan dosis 50% N/ha. Penyiangan dilakukan secara manual untuk menghindari perebutan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan disesuaikan dengan kondisi lahan. Pengamatan Penyakit dan Identifikasi Patogen Kejadian dan keparahan penyakit. Pengamatan terhadap kejadian penyakit dilakukan dengan cara setiap petak perlakuan dibuat 3 petak kecil berukuran 1 x 0.5 m. Seluruh tanaman yang terdapat pada petak tersebut menjadi tanaman sampel. Pengamatan kejadian penyakit yakni menghitung jumlah tanaman sampel yang terserang patogen.

25 Menurut Zadoks dan Schein (1979) menghitung persentase kejadian penyakit (KP) digunakan rumus sebagai berikut: 9 Kp = Kejadian Penyakit n = Jumlah tanaman yang terserang patogen N = Jumlah tanaman yang diamati dalam setiap perlakuan Pengamatan keparahan penyakit dilakukan pada 3 petak kecil berukuran 1 x 0.5 m yang dibuat pada setiap petak perlakuan. Pada petak-petak tersebut dilakukan pengacakan untuk menentukan 5 rumpun gandum sebagai tanaman sampel yang ditandai dengan pengajiran pada tanaman atau rumpun tersebut, pada awal pertumbuhan gandum. Pengamatan terhadap keparahan penyakit dilakukan dengan cara mengamati tanaman sampel yang terserang penyakit dan diberikan skor sesuai dengan skoring penyakit yang sudah ditentukan (Tabel 1). Untuk menghitung keparahan penyakit digunakan rumus (Horsfall dan Barratt 1945) sebagai berikut. ni = jumlah tanaman dengan skor ke-1 vi = Nilai skor penyakit N = Jumlah tanaman yang diamati. V = skor tertinggi Tabel 1 Skoring penyakit yang digunakan sebagai berikut: Skor Kategori serangan (%) X X X 40 4 >40 Analisis Data. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 taraf perlakuan varietas gandum: Nias, Selayar dan Dewata diulang 4 kali. Pengamatan penyakit dilakukan pada fase kecambah, fase vegetatif dan fase generatif. Data kejadian dan keparahan penyakit yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), dan faktor perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan (DMRT). Postulat Koch Penelitian ini untuk menentukan cendawan patogen penyebab penyakit pada tanaman gandum. Asosiasi patogen. Pada tahapan ini melihat patogen yang diduga berasosiasi dengan tanaman gandum, diteliti pada bagian tanaman yang sakit. Gejala dan

26 10 tanda dideskripsikan, untuk itu dilakukan pemeriksaan gejala dan struktur patogen yang terdapat pada permukaan tanaman. Isolasi Patogen. Daun dengan gejala hawar dibersihkan dengan air kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 3 cm. Potongan-potongan tersebut dicelupkan dalam bahan aktif natrium hipoklorit 1% dan alkohol 70% masingmasing selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali dan selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring. Potongan-potongan tersebut ditanam dalam media PDA yang sebelumnya sudah diberikan khloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Kemudian biakan diinkubasikan dalam suhu kamar selama ± 2 hari. Cendawan yang tumbuh dalam cawan petri kemudian dimurnikan untuk mendapatkan biakan murni. Patogen diisolasi dari tanaman gandum yang bergejala busuk pangkal batang. Pangkal batang bergejala dibersihkan dengan air kemudian dipotongpotong dengan ukuran ± 3 cm. Potongan-potongan tersebut dicelupkan dalam bahan aktif natrium hipoklorit 1% dan alkohol 70% masing-masing selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali dan selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring. Potongan-potongan tersebut ditanam dalam media PDA yang sebelumnya sudah diberikan khloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Kemudian biakan diinkubasikan dalam suhu kamar selama ± 2 hari. Cendawan yang tumbuh dalam cawan petri kemudian dimurnikan untuk mendapatkan biakan murni. Cendawan yang diperoleh dalam biakan murni selanjutnya diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat morfologi di bawah mikroskop dengan menggunakan kunci identifikasi. Inokulasi. Biakan murni cendawan yang diisolasi dari tanaman gandum bergejala hawar daun diinokulasikan pada daun tanaman gandum sehat yang berumur 3 minggu. Daun disemprot dengan air steril, dibersihkan menggunakan natrium hipoklorit 3%, dan dibilas dengan air steril. Potongan biakan murni patogen berumur 10 hari ditempelkan pada bagian daun, kemudian ditutup dengan kapas yang dibasahi air steril dan diselotip. Tanaman tersebut disungkup untuk menghindari infeksi dari patogen lain. Pengamatan perkembangan penyakit pada tanaman gandum dilakukan setiap hari sampai menampakkan gejala. Gejala yang muncul dicatat, dideskripsikan dan dibandingkan dengan gejala awal di lapangan. Tanaman gandum sehat yang berumur tiga minggu, diinokulasikan biakan murni cendawan hasil isolasi dari tanaman gandum bergejala busuk pangkal batang. Pangkal batang disemprot dengan air steril, dibersihkan menggunakan natrium hipoklorit 3%, dan dibilas dengan air steril. Potongan biakan murni patogen berumur 10 hari ditempelkan pada bagian daun, kemudian ditutup dengan kapas yang dibasahi air steril dan diselotip. Tanaman tersebut disungkup untuk menghindari infeksi dari patogen lain. Pengamatan perkembangan penyakit pada tanaman gandum dilakukan setiap hari sampai menampakkan gejala. Gejala yang muncul dicatat, dideskripsikan dan dibandingkan dengan gejala awal di lapangan. Reisolasi. Hasil dari bagian tanaman yang menunjukkan gejala direisolasi. Hasil reisolasi dibandingkan dengan hasil isolasi. Karakterisasi dan Identifikasi Patogen Hawar Daun dan Busuk Batang Karakterisasi cendawan patogen dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis yaitu pengamatan secara langsung melihat

27 ciri khas koloni seperti warna, bentuk dan tepi koloni. Secara mikroskopis yaitu pengamatan terhadap karakteristik cendawan berupa: (1) hifa: warna, bersekat atau tidak, pola dan ukuran percabangan. (2) konidia: bentuk, warna dan ukuran. (3) konidiofor: warna, bersekat atau tidak, bercabang atau tidak dan ukuran konidiofor. Pengamatan pertumbuhan harian bertujuan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan dari cendawan patogen, yaitu dengan cara mengukur diameter koloni cendawan. Pengukuran dilakukan setiap hari dan dihentikan pada saat koloni cendawan telah mencapai tepi cawan petri. Identifikasi menggunakan buku identifikasi Putterill (1954), Manamgoda et al. (2014), Parmeter (1970), Robert (1999) dan Toda (2007). 11

28 12 4 HASIL Pertumbuhan Gandum Benih gandum yang ditanam di lapangan pada awal bulan Maret, mendapat curah hujan yang baik sebagai akibatnya pada 4 hari setelah tanam (hst), tiga varietas yang ditanam di lapangan mulai tumbuh kecambah dan 6 hst semua benih berkecambah. Pertumbuhan awal dengan pembentukan batang, daun yang subur. Pada 14 hst curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan tingginya serangan patogen pada pertanaman gandum. Hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman gandum. Pertumbuhan vegetatif varietas Dewata memiliki ratarata tinggi tanaman cm lebih tinggi dari varietas Nias (61.36 cm) dan varietas Selayar (49.01 cm). Jumlah daun pada varietas Dewata 7 helai, varietas Nias 6 helai dan Selayar 6 helai (Tabel 2). Berdasarkan pengamatan di lapangan, varietas Dewata lebih cepat berbunga ( 32 hst) dibandingkan dengan varietas Nias (34 hst) dan varietas Selayar (35 hst). Varietas Dewata dan Nias memiliki 4 anakan, varietas Selayar memiliki 3 anakan, hasil tersebut lebih rendah bila budidaya pada bulan Juli, jumlah anakan 8-9 anakan. Pada umur hst pemanenan untuk ketiga varietas tanaman gandum. Umur panen varietas Dewata lebih cepat (82 hst) bila dibandingkan dengan varietas Selayar (84 hst) dan varietas Nias (85 hst). Varietas Dewata memiliki panjang malai lebih panjang yang ditunjukkan oleh jumlah spikelet per malai yang lebih banyak. Varietas Dewata memiliki 29 biji, yang terdiri dari 10 spikelet hampa dan 19 bernas, varietas Nias 23 biji terdapat 8 spikelet hampa dan persentase terendah varietas Selayar 20 biji, mempunyai 9 spikelet hampa. Tanaman gandum varietas Dewata memberikan hasil lebih tinggi (26.64 g/1000 biji) dibandingkan varietas Nias (23.69 g/1000 biji) dan varietas Selayar (24.68 g/1000 biji) (Tabel 2). Berat biji ketiga varietas yang ditanam di lapangan tidak optimum disebabkan oleh tingginya serangan patogen pada pertumbuhan vegetatif tanaman gandum tersebut yang mempengaruhi proses fotosintesis. Berdasarkan karakter pertumbuhan dan hasil tanaman gandum, varietas Dewata memiliki umur berbunga, umur panen yang lebih genjah dan diikuti oleh penampilan karakter yang lain dibandingkan dengan kedua varietas tersebut. Pertumbuhan dan produksi gandum di lapangan tidak optimum disebabkan infeksi penyakit yang sangat tinggi akibat intensitas curah hujan yang sangat tinggi pada tanaman gandum di lapangan. Tabel 2 Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum di Timor Tengah Utara Varietas Dewata Selayar Nias Tinggi tanaman Vegetatif (cm) Generatif (cm) Jumlah daun Jumlah anakan Panjang malai (cm) Bulir Bernas Bulir hampa Bobot 1000 biji (g)

29 13 Tabel 3 Perbandingan jenis penyakit gandum pada penelitian ini dengan penyakit gandum di daerah tropik dan subtropik lain Penyakit Patogen Boyolali (Patola 2008) Daerah (sumber rujukan) NTT Iran Bogor (Widodo 2014) India (Ahlawat 2007) (Reis et al. 1998) Antraknosa Glomerella v graminicola Bercak daun Ascochyta tritici v Busuk pucuk Fusarium sp. v Busuk pangkal Rhizoctonia sp. v batang Busuk Sclerotium sp. v Busuk akar Fusarium culmorum v v Bercak daun Septoria tritici v Black point Altenaria spp. v Common bunt Tilletia caries v v Daun terpilin Belum diteliti v Downy mildew Sclerospora v macrospora Embun Erysiphe graminis v tepung tritici Flag smut Urocystis tritici v Hawar daun Alternaria triticina v v v Hawar daun Helminthosporium sp. v v v Hawar daun Curvularia sp. v Hawar malai Helminthosporium sp. v v Hawar malai Curvularia sp. v Hawar malai Fusarium v v v v graminearum Hawar malai Phoma sp. v Karnal bunt Tiletia indica v v Karat kuning Puccinia striiformis v v tritici Karat daun Puccinia recondita v Karat bergaris Puccinia striiformis v v Karat batang Puccinia graminis v v f.sp. tritici Layu Sclerotium rolfsii v Loose smut Ustilago segetum v v Tan spot (Bercak cendawan) Pyrenophora tritici v

30 14 Hasil identifikasi dan pengamatan di lapangan ditemukan beberapa penyakit utama pada tanaman gandum. Tabel 4 Inventarisasi penyakit pada stadia pertumbuhan gandum Varietas Penyakit Fase Fase vegetatif kecambah Nias Tidak ada Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin Selayar Tidak ada Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin Dewata Tidak ada Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin Fasa generatif Hawar malai Helminthosporium, Hawar malai Curvularia, Hawar malai Helminthosporium Hawar malai Curvularia, Hawar malai Helminthosporium. Hawar malai Curvularia, Tabel 5 Kejadian dan keparahan penyakit tanaman gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara Penyakit Hawar daun Helminthosporium Hawar malai Helminthosporium dan Curvularia Busuk batang Rhizoctonia Varietas Kejadian penyakit (%) Keparahan Penyakit (%) 4 mst 8 mst 12 mst 4 mst 8 mst 12 mst Nias 10.65a 43.54a 76.76a 21.86a 62.33a 84.81b Selayar 15.46b 47.68a 87.93b 22.64a 63.96a 92.69c Dewata 11.15a 42.51a 73.45a 21.22a 61.66a 81.89a Nias a 33.77a Selayar b 59.37b Dewata ab 40.37a Nias 3.89a 5.93a 11.30a Selayar 7.54a 12.54a 21.76b Dewata 5.87a 9.79a 16.84ab Busuk pucuk Nias 1.77b 2.80a 4.87a Fusarium Selayar 2.30c 4.49b 7.08b Dewata 1.06a 2.31a 4.56a Daun terpilin Nias 0.19a 1.49a 2.80a Selayar 0.67b 2.66a 5.30a Dewata 0.12a 0.49a 0.71a Nilai pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.

31 15 Penyakit Hawar Daun Identifikasi Penyakit Hawar Daun Postulat Koch yang dilakukan menunjukkan bahwa patogen tersebut merupakan penyebab hawar daun. Cendawan yang diinokulasikan pada daun tanaman gandum menunjukkan gejala awal berupa bercak kuning pada tepi titik inokulasi terbentuk pada 1 hari setelah inokulasi dan pada hari ke-3, pada titik inokulasi mengalami nekrosis, nekrosis tersebut meluas menjadi hawar yang berwarna cokelat dan kering. Gejala tersebut memiliki kesamaan dengan gejala di lapangan. Gejala penyakit hawar daun mulai nampak pada fase vegetatif yakni 14 hst. Patogen ini menyerang dari daun pertama, berupa bercak kecil yang dikelilingi warna kekuningan, selanjutnya bercak-bercak membesar membentuk lesi yang memanjang berwarna cokelat, menyatu pada seluruh permukaan daun tanaman, kemudian daun menjadi kering dan rapuh (Gambar 1). Identifikasi terhadap patogen hawar daun yang diuji menunjukkan bahwa cendawan patogen tersebut adalah genus Helminthosporium. Koloni cendawan berwarna putih kehijauan sampai kehitaman, mulai hari ke-4 terbentuk zona konsentris dan terdapat miselium aerial. Pada hari 5-7 koloni memenuhi cawan petri (Gambar 2). Secara umum pertumbuhan Helminthosporium sp. sangat cepat pada medium PDA. Hifa cendawan ini bersekat, hialin dan menjadi kuning kecokelatan sejalan dengan pertambahan umur. Rata-rata kecepatan pertumbuhan koloni 1.29 cm/hari. Konidiofor Helminthosporium sp. bersekat dan tidak bercabang, dengan panjang µm, rerata µm dan lebar µm, rerata 4.66 µm. Pembentukan konidia mulai pada hari ke-5 dan semakin banyak pada hari ke-15. Konidium muda berwarna hialin, konidium matang berwarna kuning kecokelatan sampai kehitaman, memiliki 1-7 sekat. Konidium berbentuk oval panjang, bagian tengahnya membesar dan kedua ujungnya mengecil dan tumpul (Gambar 2). Ukuran konidium bervariasi dengan panjang µm dan lebar µm, rerata panjang konidia µm dan lebar µm. Perbandingan karakter morfologi Helminthosporium hasil isolasi dengan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya (Putterill 1954). Berdasarkan karakter morfologi dan pertumbuhan koloni, isolat dari gandum lebih mirip dengan H. gramineum (Tabel 6). A B C D E Gambar 1 Gejala penyakit hawar daun dan inokulasi Helminthosporium sp. (A) gejala hawar daun di lapangan, (B) inokulasi, (C) gejala hawar daun hari ke-2 hasil inokulasi, (D) daun menguning dan nekrotik hari ke-3

32 16 A B C D Gambar 2 Bentuk koloni dan morfologi Helminthosporium gramineum. (A) koloni H. gramineum pada media PDA, (B) konidiofor, (C) konidia dan (D) perkecambahan konidia Tabel 6 Karakteristik Helminthosporium sp. asal gandum di Timor Tengah Utara dan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya Karakter Helminthosporium hasil isolasi H. sorokiniana Sacc. (Shoemaker 1959) H. gramineum Rabenh. ex Schltdl (Putterill. 1954) H. sativum Pammel. King & Bakke. (Putterill.1954) Warna koloni putih-kehijauan beludru abu-abu abu-abu Tekstur permukaan berserabut koloni Bentuk tepi koloni rata tidak teratur. beraturan Konidiofor bersekat bersekat bersekat bersekat bersekat/tidak Konidiofor bercabang/tidak tidak tunggal kadang bercabang tidak tunggal kadang bercabang Ukuran konidiofor (panjang x lebar) µm x µm µm x 6-8 µm µm x 5-9 µm µm x 6-8 µm rerata µm Konidia tunggal tunggal tunggal Tunggal Warna konidia kuning kuning kuning kuning kecokelatan kecokelatan kecokelatan kecokelatan Bentuk konidia lonjong dan lurus dan lurus dan silinder lonjong elips sedikit bengkok melengkung dan sedikit Ukuran konidia (panjang x lebar) µm x µm rerata µm µm x µm µm x µm melengkung µm x µm Jumlah sekat (8) 3-10 konidia Perkecambahan polar bipolar polar Bipolar Kejadian dan Keparahan Penyakit Hawar Daun Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kejadian dan keparahan penyakit hawar daun antar tiga varietas yang diuji. Secara umum varietas Dewata memiliki kejadian penyakit hawar daun paling rendah dan berbeda nyata dengan varietas Selayar. Keparahan penyakit hawar daun pada varietas Dewata paling rendah dan berbeda nyata dengan varietas Nias dan Selayar.

33 17 Penyakit Bercak Daun Bercak daun pada tanaman gandum bergejala pada 20 hst, infeksi terjadi pada daun pertama berupa bintik-bintik kecil yang berwarna putih kemudian menjadi kuning kepucatan, selanjutnya berkembang ke daun bagian atas. Berdasarkan pengamatan pada 12 mst, bercak-bercak berkembang menyatu pada seluruh permukaan daun menjadi klorosis, kemudian membentuk nekrosis, menyebabkan daun menjadi kering dari tepi daun. Patogen ini menyerang daun, batang dan malai. Infeksi pada batang tanaman berupa bercak-bercak kecil berwarna kuning, gejala selanjutnya berwarna cokelat kehitaman (Gambar 3). Penyebab bercak daun pada tanaman gandum adalah Curvularia sp. Saat pengamatan di bawah mikroskop, konidia berbentuk huruf C, bagian tengah membesar dan semakin kecil tumpul pada kedua ujung konidia. Konidia memiliki 3-4 sekat, serta memliki dinding yang tebal yang berwarna cokelat kehitaman. Menurut Michel et al.(2013) Konidianya berwarna cokelat yang terdiri dari 3-4 sekat bentuknya tidak beraturan dengan ukuran konidia um x 8-12 um. Curvularia sp. merupakan cendawan airborne. Infeksi melalui bagian epidermis daun atau masuk melalui stomata kemudian menyebar ke jaringan tanaman. A Gambar 3 Gejala penyakit bercak daun di lapangan (A), konidia Curvularia (B) B Penyakit Busuk Batang Identifikasi Penyakit Busuk Batang Pengujian dengan Postulat Koch membuktikan bahwa cendawan yang diuji tersebut adalah patogen busuk batang pada gandum. Gejala yang nampak pada tanaman gandum yang diinokulasi patogen tersebut adalah tumbuh bercak pada pelepah daun dan daun pada 16 hari setelah inokulasi. Daun yang terinfeksi awalnya terdapat bintik-bintik kuning, berkembang menjadi bercak cokelat, kemudian nekrotik pada seluruh daun dan menjadi kering. Infeksi pada pelapah daun berupa bercak-bercak cokelat yang membentuk jorong dengan tepian yang tidak teratur semakin besar seiring pertambahan waktu. Pada pangkal batang terdapat bercak cokelat yang semakin berkembang pada seluruh pangkal batang dan akar menjadi busuk berwarana cokelat kehitaman. Hal ini sesuai dngan gejala yang terdapat di lapangan. Penyakit busuk batang Rhizoctonia sp. nampak jelas pada fase vegetatif yakni 30 hst. Gejala awal berupa bercak kecil berwarna kuning pada daun pertama yakni pada ujung atau tepi daun, kemudian menginfeksi seluruh permukaan daun menjadi klorosis pada akhirnya kering yang berawal dari

34 18 tepi atau ujung daun, bahkan mati. Gejala yang tampak pada pangkal batang ditandai dengan timbulnya bercak-bercak cokelat berbentuk jorong dengan tepian yang tidak teratur, akar membusuk, berwarna cokelat kehitaman dan berkurang jumlahnya. Pertumbuhan tanaman semakin kerdil, tidak subur dan pada umumnya tidak menghasilkan malai (Gambar 4). Rhizoctonia sp. penyebab penyakit busuk batang memiliki koloni berwarna putih, dengan tepian rata. Miselia cendawan tersebut bercabang membentuk jala halus dan bersekat, tidak terbentuk hifa aerial. Hifa mempunyai percabangan yang tegak lurus. Rata-rata kecepatan tumbuh koloni Rhizoctonia sp. adalah 2.25 cm/hari. Pada hari ke-26 terbentuk sklerotia berwarna putih berubah menjadi cokelat hingga kehitaman yang tidak beraturan (Gambar 5). Diameter hifa Rhizoctonia sp µm dan kisarannya µm, awalnya berwarna hialin berkembang menjadi cokelat seiring dengan bertambahnya waktu. Rhizoctonia sp. hasil isolasi memiliki diameter hifa dan sklerotia yang kecil bila dibandingkan dngan Rhizoctonia solani, Rhizoctonia oryzae dan lebih mendekati dengan Rhizoctoni zeae (Tabel 7). A B C D E F Gambar 4 Perkembangan gejala busuk batang di lapangan dan dengan inokulasi. (A) hawar daun, (B) tanaman kerdil, (C) busuk pangkal batang, (D) hawar pada pelepah hasil inokulasi, (E) hawar daun hasil inokulasi, (F) busuk pangkal batang hasil inokulasi A B C Gambar 5 Bentuk koloni dan morfologi Rhizoctonia sp. (A) koloni, (B) sklerotia dan, (C) hifa Rhizoctonia sp.

35 Tabel 7 Karakteristik Rhizoctonia sp. hasil isolasi dan Rhizoctonia yang telah diketahui spesiesnya Karakter Rhizoctonia sp. hasil isolasi R. solani (Parmeter 1970). Warna koloni putih putih-putih kekuningan Tekstur sedikit permukaan berserabut koloni R. oryzae (Toda 2007) putihcokelat R. zeae (Roberts 1999) Putih Bentuk tepi rata koloni Hifa bersekat bersekat bersekat bersekat bersekat/tidak Diameter hifa µm 4-15 µm µm µm rerata 2.79 µm Ukuran 0.21 x 0.16 mm 1-3 mm 1-3 mm mm sklerotia Bentuk sklerotia bulat/lonjong tidak beraturan tidak beraturan bulat tidak beraturan tidak beraturan Warna sklerotia putih -cokelathitam putih-cokelat kehitaman merah muda kekuningkuningan 19 merah muda kecokelatan Kejadian Penyakit Busuk Batang Pengamatan kejadian penyakit busuk batang menunjukkan bahwa, varietas Dewata memiliki kejadian penyakit yang rendah dan berbeda nyata dengan varietas Selayar. Varietas Selayar memiliki kejadian penyakit busuk batang yang tinggi di antara varietas yang lain (Tabel 5). Penyakit Hawar malai Penyakit hawar malai nampak pada fase generatif 45 hst yakni pada 8 mst pertumbuhan tanaman gandum. Gejala pada malai yakni bulir yang terinfeksi berubah menjadi cokelat kepucatan berbeda dengan bulir yang lain, kemudian menjadi titik hitam berkembang menjadi hitam pekat karena ada konidiofor dan konidia cendawan tersebut. Pada akhirnya menginfeksi semua bulir pada malai tersebut. Penyakit hawar malai disebabkan oleh Helminthosporium sp. dan Curvularia sp. Secara kasat mata, penyakit ini sulit dibedakan antara kedua patogen, perlu dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Konidium Helminthosporium sp. berwarna kuning kecokelatan sampai kehitaman, memiliki 1-7 sekat. Konidium berbentuk oval panjang, bagian tengahnya membesar dan kedua ujungnya mengecil dan tumpul. Konidia Curvularia sp berbentuk huruf C

36 20 memiliki 3-4 sekat, serta memiliki dinding yang tebal yang berwarna cokelat kehitaman (gambar 6). A B C Gambar 6 Gejala hawar malai di lapangan (A), konidia Curvularia sp. (B), dan konidia Helminthosporium sp. (C) Kejadian Penyakit Hawar Malai Kejadian penyakit hawar malai pada varietas Selayar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias. Hawar malai pada varietas Dewata memiliki persentase yang terendah di antara varietas yang lain (Tabel 5). Penyakit Busuk Pucuk Berdasarkan pengamatan, gejala penyakit busuk pucuk nampak pada umur 28 hst atau pada akhir fase vegetatif. Tanaman yang terserang patogen ini dimulai dari pucuk daun berwarna pucat berkembang menjadi klorosis, menggulung, akhirnya layu dan kering. Gejala selanjutnya berkembang pada seluruh bagian tanaman. Batang dan daun tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 7). Penyebab penyakit busuk pucuk pada tanaman gandum adalah Fusarium sp., ciri konidia berbentuk oval, terdiri dari 7 septa berwarna hialin bagian tengahnya membesar, kedua ujung konidia meruncing (Gambar 7). A B C Gambar 7 Perkembangan gejala penyakit busuk pucuk dan konidia. (A) gejala pada pucuk, (B) layu pada batang dan daun tanaman, (C) konidia Fusarium sp.

37 Kejadian Penyakit Busuk Pucuk Berdasarkan hasil uji lanjut, kejadian penyakit busuk pucuk tertinggi pada varietas Selayar dan berbeda nyata dengan kedua varietas yang lain. Varietas Dewata mempunyai persentase kejadian penyakit busuk pucuk fusarium yang terendah selama pertumbuhan tanaman gandum (Tabel 5). 21 Penyakit Daun Terpilin Tanaman gandum terpilin nampak pada akhir fase vegetatif (30 hst). Daun terpilin berawal dari pelepah daun dan berkembang ke ujung daun menyebabkan seluruh daun terpilin. Gejala selanjutnya, daun menguning dari tepi daun, kering, rapuh dan mempercepat proses gugurnya daun. Pada malai, tumbuh tidak sempurna, keluar malai terhambat, terbungkus oleh pelepah daun dan pendek. Pertumbuhan malai tidak tegak, bulir gandum berwarna putih kepucatan berawal dari pangkal malai berkembang ke ujung malai dan menjadi hampa. Pada tanaman tersebut batangnya terpilin pada bagian dekat pelapah daun. Berdasarkan pengamatan, tanaman yang terpilin terdapat pada petak yang dekat pada tanaman padi (Gambar 8). A B C Gambar 8 Perkembangan gejala penyakit terpilin.(a) gejala terpilin pada daun, (B) malai pendek, dan (C) rebah malai Kejadian Penyakit Daun Terpilin Berdasarkan pengamatan di lapangan pada 4 mst, varietas Selayar terserang penyakit terpilin lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas Nias dan Dewata. Varietas Dewata memperoleh persentase kejadian penyakit paling rendah di antara varietas yang lain (Tabel 5).

Risiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara: Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang

Risiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara: Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 5, Oktober 2015 Halaman 166 174 DOI: 10.14692/jfi.11.5.166 Risiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara: Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang Risk of Wheat Introduction

Lebih terperinci

GANDUM. Keunggulan Gandum

GANDUM. Keunggulan Gandum GANDUM Pengembangan gandum ditujukan untuk memantapkan daerahdaerah yang sudah biasa menanam gandum, sedang daerah bukaan baru lebih di fokuskan kepada sosialisasi dan demplot demplot agar petani yang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR

KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR Gejaladan Tanda Penyakit Definisi Penyakit Tumbuhan Kondisi dimana sel & jaringan tanaman tidak berfungsi secara normal, yang ditimbulkan karena gangguan secara terus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., 13 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut sejarahnya berasal dari Amerika. Orang-orang Eropa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk fase vegetatif dan paruh kedua untuk fase generatif. Jagung memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk fase vegetatif dan paruh kedua untuk fase generatif. Jagung memiliki 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menghabiskan paruh waktu pertama untuk fase vegetatif dan paruh kedua untuk fase generatif. Jagung memiliki kandungan gizi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA 8 AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA (THE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB 3. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di desa Batur, kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara, provinsi Jawa Tengah. Lokasi memiliki ketinggian ±1600 m dpl. Penelitian

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Rahmawati 1)*, Achmad Jailanis 2), Nurul Huda 1) 1) Program

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi BAB I PENDAHULUAN Pentingnya padi sebagai sumber utama makanan pokok dan dalam perekonomian bangsa indonesia tidak seorangpun yang menyangsikannya. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi tingkat

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Skema Penelitian. Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan. Tahap 2. Pembuatan Pelet. Pengeringan ampas tahu.

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Skema Penelitian. Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan. Tahap 2. Pembuatan Pelet. Pengeringan ampas tahu. LAMPIRAN-LAMPIRAN 1 Skema Penelitian Tahap 1 Persiapan Alat dan Bahan Pengeringan ampas tahu Tahap 2 Pembuatan Pelet Pembuatan tepung darah sapi Pembuatan arang sabut Pengukuran Kadar Lengas Pelet NPK

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut (Hambali, dkk.,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM Soenartiningsih dan A. Haris Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros ABSTRAK Penyakit antraknosa yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae termasuk penyakit utama yang menyerang tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua sesudah padi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain dikonsumsi, jagung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sejauh ini, budidaya gandum di Indonesia terbatasi oleh musim hujan karena tanaman tersebut tidak tahan terhadap genangan air (Simanjuntak, 2002). Untuk mengetahui genotip gandum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci