II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan salah satu jenis unggas air (Waterfolws) dan dikenal dengan nama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan salah satu jenis unggas air (Waterfolws) dan dikenal dengan nama"

Transkripsi

1 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Itik Tegal Itik merupakan salah satu jenis unggas air (Waterfolws) dan dikenal dengan nama Duck serta dalam systematic zoonologi tersusun sebagai berikut Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Ordo : Anseriformes Family : Anatidae Genus : Anas Species : Anas plathyrynchos (Srigandono, 1996). Itik tegal merupakan bangsa itik asli Indonesia yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Itik tegal banyak dibudidayakan untuk dimanfaatkan telurnya, dan dagingnya dimanfaatkan jika itik telah afkir. Itik tegal mempunyai karakteristik hampir sama dengan itik lain, yaitu warna bulu kombinasi yang terdiri dari cokelat, hitam, putih, kuning, abu-abu, tubuh terlihat kecil dan tegak, paruh dan kaki berwarna hitam keputihan, bulu ekor terlihat mencuat ke atas, telur berwarna putih kehijauan (hijau muda), menghasilkan telur

2 9 sekitar butir per tahun, berat telur berkisar g per butir, dan bobot dewasa baik jantan maupun betina berkisar 1,4--1,5 kg (Srigandono, 1996). Telur itik memiliki zat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Kandungan nutrisi yang terkandung pada telur itik lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Tabel 1 menyajikan komposisi gizi telur itik yang dibandingkan dengan telur ayam. Tabel 1. Komposisi gizi per 100 g telur itik dan telur ayam Zat Gizi Telur itik Telur ayam Utuh Albumen Yolk Utuh Albumen Yolk Energi (kkal) 189,0 54,0 389,0 162,0 50,0 361,0 Protein (g) 13,1 11,0 17,0 12,8 10,8 19,3 Lemak (g) 14,3 0,0 35,0 11,5 0,0 31,9 Karbohidrat (g) 0,8 0,8 0,8 0,7 0,8 0,7 Kalsium (g) 56,0 21,0 150,0 54,0 6,0 147,0 Fosfor (mg) 175,0 20,0 400,0 180,0 17,0 586,0 Besi (mg) 2,8 0,1 7,0 2,7 0,2 7,2 Vitamin A (RE) 422,0 0,0 984,0 309,0 0,0 686,0 Vitamin B (mg) 0,1 0,0 0,6 0,1 0,0 0,3 Vitamin C (mg) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Air (g) 70,8 88,0 47,0 74,0 87,8 49,4 Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (2004) Itik tegal mengalami fase hidup setelah telur menetas yakni fase starter. Fase starter itik pada umur 0--2 minggu. Fase kedua (grower) adalah fase dimana terjadi perkembangan anatomi dan hormonal. Fase grower terbagi menjadi 2 fase yaitu grower I pada umur minggu dan fase grower II pada umur minggu. Fase ketiga adalah fase produksi (layer) yaitu pada saat itik mulai berproduksi pada umur 21 minggu hingga akhir produksi dan kemudian diafkir (Srigandono, 1986).

3 10 Pemberian pakan untuk itik petelur perlu diperhatikan rasio energi dan proteinnya (Srigandono, 1986). Pada pemeliharaan itik secara terkurung (intensif), hendaknya dalam keadaan basah. Pemberian pakan dilakukan 4--5 kali sehari pada itik muda dan 2--3 kali pada itik dewasa. Jumlah pemberian pakan tidak berlebihan namun mencukupi kebutuhan nutrisi harian itik (Suharno, 1992). Kebutuhan gizi itik petelur disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan gizi itik petelur Starter Grower Breeder Nutrien >20 Minggu Minggu Minggu Minggu Metabolizable energy kcal/ kg Protein % Calcium % 0,9 0,8 0,8 2,5 Phosphorus % 0,45 0,45 0,45 0,45 Sodium % 0,15 0,15 0,15 0,15 Cooper mg/kg Iodine mg/kg 0,6 0,6 0,6 0,6 Iron mg/kg Manganese mg/kg Zinc mg/kg Biotin mg/kg 0,1 0,1 0,1 0,2 Choline mg/kg Falic acid mg/kg ,5 Sumber: (NRC, 1984) Pemeliharaan itik secara intensif pada itik umur 5 minggu telah mampu hidup pada suasana suhu bebas sehingga pemanas tidak lagi diperlukan. Itik pada umur 5 minggu memerlukan 1--1,5m 2 untuk 10 ekor itik. Pada pemeliharaan itik dewasa secara intensif dipisahkan dalam flok. Setiap satu flok berisi ekor dan dibatasi menggunakan papan setinggi cm (Srigandono, 1986).

4 11 B. Penetasan Telur Itik Menurut Setioko (2004), telur itik dapat ditetaskan secara alami, sederhana, dan moderen. a. Mesin tetas alami Penetasan telur secara alami dapat dilakukan dengan bantuan entok sebagai pengganti indukan. Menurut Suharno (1992), keberhasilan penetasan menggunakan jasa entok sebagai mesin tetas alami berkisar antara %. Cara yang digunakan adalah dengan mengganti atau menambah telur yang dierami entok sebanyak 2--3 kali periode penetasan dan menyediakan makanan dan minuman yang cukup. b. Mesin tetas sederhana Menurut Soedjarwo (2007), mesin tetas sederhana adalah mesin tetas yang dibuat dengan bahan-bahan dan cara yang sederhana sehingga energi dapat menggunakan minyak tanah ataupun listrik sesuai dengan kondisi daerah. Mesin tetas tipe sederhana hanya memiliki ruang hatcher. Hatcher pada mesin tetas sederhana memerlukan bantuan tangan untuk membalik telur satu persatu. c. Mesin tetas moderen Mesin tetas moderen banyak digunakan oleh pembibit skala besar. Menurut Suharno (1992), mesin tetas moderen dilengkapi dengan termoregulator (pengatur suhu) otomatis. Menurut Abidin (2009), mesin tetas moderen memiliki ruang setter dan hatcher yang terpisah. Setter pada mesin tetas modern digunakan pada hari ke-4 hingga hari ke-24. Ruang setter adalah ruang mengeram yang dapat memutar telur secara otomatis. Ruang hatcher adalah ruang penetasan digunakan

5 12 saat telur pertama dimasukkan hingga hari ke-3 dan hari ke-25 hingga telur itik menetas. C. Manajemen Penetasan Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), manajemen dalam penetasan telur meliputi suhu, kelembapan, sirkulasi udara, pemutaran telur (turning), dan peneropongan telur (candling). a) Suhu Suhu dalam penetasan merupakan faktor yang penting dalam penentuan keberhasilan penetasan. Suhu dalam mesin tetas yang terlalu rendah akan mengakibatkan embrio tumbuh lambat selama proses penetasan, sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi akan berkembang sangat cepat sehingga dapat menetas lebih awal. Suhu dalam mesin tetas harus selalu konstan dan diperiksa setiap jam. Umumnya suhu pada mesin tetas berkisar ,5 o C. Suhu yang terlalu tinggi pada mesin tetas mengakibatkan kematian embrio pada hari ke 2 hingga ke- 4 (Kurtini dan Riyanti, 2011). Srigandono (1986) menyatakan bahwa suhu optimum untuk penetasan telur itik adalah 38,5--41 o C. b) Kelembapan (Rh) Kelembapan (Rh) sangat penting diberikan untuk mengontrol weight loss pada telur. Menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kelembapan di dalam mesin tetas adalah %, sedangkan menurut Nuryati et al. (2000), kelembapan ideal dalam penetasan telur ayam hari ke 1 hingga ke 18 adalah %.

6 13 Kelembapan ideal untuk penetasan telur itik pada umur hari adalah antara %, sedangkan pada hari ke-26 sampai menetas membutuhkan lebih tinggi yaitu % (Rasyaf, 1991). Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), untuk daerah tropik seperti Indonesia, umumnya digunakan % untuk mencapai weight loss ideal (12--14%). Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kecilnya rongga udara sehingga embrio susah keluar saat menetas, penyerapan albumen tidak optimal yang menyebabkan ayam menempel pada membran dinding telur. c) Sirkulasi udara Ventilasi pada mesin tetas penting untuk diperhatikan. Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO 2 di dalam ruang penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO 2 yang telalu banyak dapat menyebabkan DOC yang berhasil menetas menjadi lemas dan lemah. Ventilasi yang buruk bisa disebabkan oleh lubang ventilasi yang kotor atau jumlahnya yang kurang (Hartono, 2012). Sirkulasi udara dalam mesin tetas berfungsi untuk mempermudah pergerakan udara atau oksigen dalam mesin tetas dan mendistribusikan panas secara merata. Kebutuhan oksigen di dalam mesin tetas sekitar 21% dan setiap penurunan 1 % oksigen dapat menurunkan 5% daya tetas telur (Kurtini dan Riyanti, 2011). d) Pemutaran telur (turning) Pemutaran telur (turning) bertujuan agar embrio dapat memanfaatkan seluruh albumen protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel

7 14 membran khususnya pada minggu pertama. Pemutaran telur (turning) tidak dilakukan dengan pintu terbuka. Pemutaran telur (turning) yang baik akan mengoptimalkan pertumbuhan embrio (Kurtini dan Riyanti, 2011). Harianto (2002) menyatakan bahwa jangan membalik telur sama sekali pada 3 hari terakhir menjelang telur menetas. Pada saat itu, telur tidak boleh diusik karena embrio dalam telur yang akan menetas tersebut sedang bergerak pada posisi penetasannya. Pembalikan telur dilakukan setiap hari mulai hari ke-3 atau ke-4 sampai 2 hari sebelum telur menetas. Pemutaran telur sebaiknya dilakukan paling sedikitnya 3 kali atau lebih baik jika diputar sampai 5 atau 6 kali sehari dengan setengah putaran (Djanah,1984 yang disitasi Meliyanti 2012) e) Peneropongan telur (Candling) Peneropongan telur (candling) merupakan salah satu perlakuan yang menentukan keberhasilan penetasan. Peneropongan telur (candling) biasanya dilakukan sebanyak 3 kali selama penetasan berlangsung yaitu pada hari ke-4, ke-11 dan hari ke-25. Peneropongan telur (candling) dilakukan untuk mengetahui fertilitas telur dengan cara meneropong telur (Rasyaf, 1991). Selain manajemen mesin tetas, seleksi telur juga memengaruhi dalam keberhasilan penetasan. Menurut Sudaryani (2003), telur yang baik untuk ditetaskan adalah telur yang berasal dari induk yang dikawini, berbentuk oval, permukaan kulit telur harus halus dan bersih, telur yang akan ditetaskan harus dalam keadaan segar (<7 hari), bobot telur itik berkisar antara g. Telur itik tetas adalah telur yang dikoleksi dari sarang itik bertelur. Menurut Suprijatna, et al. (2008), keberhasilan dalam penetasan buatan tergantung dari

8 15 banyak faktor antara lain telur tetas, mesin tetas, dan tata laksana penetasan. Telur tetas yang baik memiliki fertilitas dan daya tetas yang tinggi. Srigandono (1986) menyatakan bahwa telur tetas yang baik didapat langsung dari sarang yang bersih dan kering sehingga tidak terjadi kontaminasi yang dapat membahayakan kualitas telur. Perbedaan nyata dalam tingkat persentase menetas dari telur yang berasal dari kandang dengan sarang dan kandang tanpa sarang yaitu 75,93% dan 63,76% (Supardjata, 1977). Ada beberapa tahapan dalam penetasan buatan, antara lain adalah pemilihan telur tetas, pembersihan telur tetas, fumigasi mesin tetas, pengaturan suhu dan kelembapan, peneropongan serta pemutaran posisi telur. Keberhasilan usaha penetasan telur itik salah satunya ditentukan oleh faktor-faktor seperti: kualitas telur, bobot telur, indeks telur, fertlitas dan daya tetas (Istiana, 1994; Wibowo et al. 2005). Pada proses penetasan suhu dan kelembapan harus diatur dan distabilkan selama 2x24 jam dan dipastikan tidak mengalami perubahan selama proses penetasan. Suhu dan kelembapan yang stabil ditujukan untuk mempertahankan kondisi telur agar tetap baik selama proses penetasan. Parkhus dan Moutney (1998) menyatakan bahwa telur akan banyak menetas jika berada pada suhu antara F ( C). Kelembapan mesin tetas sebaiknya diusahakan tetap pada kisaran %. Menurut hasil penelitian Maulidya (2013), kisaran daya tetas dari tiap perlakuan adalah suhu ºC (3,09 ±7,19%), suhu C (27,76 ± 19,41%), dan suhu C (62 ± 13,6%). Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa rataan daya tetas telur itik pada suhu C paling tinggi

9 16 dibandingkan dengan suhu C dan C. Hal tersebut disebabkan oleh suhu yang diberikan sangat optimum dan hampir mendekati suhu pada penetasan alami. Selain suhu dan kelembapan, pemutaran telur merupakan kegiatan yang penting dilakukan. Pemutaran dimulai pada hari ke Hal ini bertujuan meratakan panas yang diterima telur selama periode penetasan, dan mencegah kematian embrio karena lengket pada salah satu sisi kerabang. Selain itu, masa kritis pertumbuhan embrio adalah hari ke-4 dan pada hari ke-26 embrio mulai mengatur posisi untuk menetas, sehingga tidak dilakukan pemutaran (Roni, 2012). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), pembalikan posisi telur selama inkubasi sangatlah penting dilakukan untuk memperoleh daya tetas yang tinggi. Selama inkubasi posisi telur sebaiknya bagian tumpul diletakkan keatas. Telur sebaiknya diputar 45 o dengan total putaran 90 o. Pemutaran (turning) ini dimaksudkan agar permukaan yolk tidak melekat pada membran kulit telur. D. Pertumbuhan Embrio Perkembangan embrio unggas terjadi di luar tubuh induknya. Setelah telur fertil ditelurkan, perkembangan embrio akan berhasil bila temperatur lingkungan diatas 80 o F. Dua lapisan utama germ (ectoderm dan entoderm) biasanya di bentuk saat telur di telurkan. Lapisan ketiga (mesoderm) dibentuk setelah temperatur inkubator sesuai dengan pertumbuhan embrio. Setelah inkubasi dimulai, mesoderm dibedakan oleh pertumbuhan blastocoele diantara dua lapisan lainnya.

10 17 Kilit, bulu, paruh, kuku, sistem syaraf, mulut, lensa dan retina mata, serta vent berkembang dari lapisan ectoderm (Kurtini dan Riyanti, 2011). a. Periode perkembangan embrio Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), perkembangan embrio tidak dapat dilihat seluruhnya dengan mata telanjang, akan tetapi membutuhkan bantuan mikroskop atau kaca pembesar. Pada dasarnya pertumbuhan embrio setelah memasuki inkubator dapat digolongkan menjadi 3 periode, yaitu 1. pertumbuhan organ-organ dalam (umur 1--5 hari); 2. pertumbuhan jaringan luar (umur hari); 3. pertumbuhan membesarnya embrio (umur hari). b. Perkembangan embrio per harinya Menurut Rita (2010), yang disitasi Istiana (2012), awal ke 1--1,5 terjadi perkembangan awal, perkembangan warna membran embrio coklat dengan diameter 1cm. Hari ke 2,5--3 terjadi perkembangan warna membran embrio coklat muda dengan diameter 3. Menuju hari ke 4--5 terdapat cincin darah yang terlihat jelas dan awal pembentukan cairan sub-embrio. Pada hari ke 5,5--15 terbentuk mata hitam yaitu pigmen hitam pada mata embrio jelas terlihat, serta sayap dan kaki dapat terlihat juga. Memasuki hari ke bulu mulai ada meskipun bulu pertama mulai terlihat pada hari ke 11. Hari ke , embrio bergerak dari kepala diantara kaki ke posisi penetasan dan kuning telur tetap berada di luar badan embrio. Pada hari terjadi robek internal. Paruh dari embrio menembus membran dalam ruang udara. Menjelang hari ke terjadi

11 18 robek internal yaitu paruh dari embrio telah memecah cangkang. Pada hari ke 28 telur pun menetas sempurna. E. Fertilitas Fertilitas dapat diartikan sebagai presentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang dieramkan tanpa memperhatikan telur dapat atau tidak menetas. Telur tetas itik yang fertil dihasilkan melalui proses dari perkawinan antara itik jantan dengan itik betina dan memiliki benih embrio. Menurut Suryana (2011), rata-rata fertilitas telur tertinggi dengan sex ratio (1:10) menunjukkan nilai sebesar 97,88 % dibandingkan dengan sex ratio (1:28) dengan nilai 50,21%. Semakin tinggi angka yang diperoleh maka semakin baik pula kemungkinan daya tetasnya. Fertilitas dipengaruhi antara lain oleh asal telur (hasil dari perkawinan atau tidak), ransum induk, umur induk, kesehatan induk, umur telur, dan kebersihan telur (Septiwan, 2007). Menurut Sudaryanti (1990), fertilitas dapat mencapai 85,5% pada itik yang dipelihara intensif dan penetasannya menggunakan mesin tetas. Selanjutnya Setiadi et al. (1994) mengemukakan bahwa fertilitas telur pada itik yang dipelihara intensif berkisar %. Fertilitas dan daya tetas telur itik memegang peranan penting dalam memproduksi bibit anak itik (Wibowo et al., 2005; Suryana dan Tiro, 2007) sehingga dihasilkan jumlah bibit sesuai yang diharapkan (Suryana, 2011). Fertilitas telur itik juga dipengaruhi umur induk yang tepat. Induk jantan sebaiknya dikawinkan

12 19 pada umur bulan dan betina pada umur bulan (Kurtini dan Riyanti, 2011). F. Daya Tetas Daya tetas merupakan persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil. Daya tetas telur sangat ditentukan oleh berbagai faktor terutama nilai gizi dari induk. Nilai daya tetas ini baru dapat diketahui setelah anak ayam menetas (Wibowo dan Jafendi, 1994). Banyak faktor yang memengaruhi daya tetas telur antara lain berat telur, bentuk telur, warna telur, keutuhan telur, kualitas telur, dan kebersihan kulit telur. Berat telur yang ditetaskan sebaiknya berkisar g (Srigandono, 1986). Menurut Dewanti (2014), bobot telur tidak memengaruhi fertilitas dan daya tetas tetapi memengaruhi bobot tetas. Selain bobot telur, bentuk dan warna kulit telur juga harus oval dan seragam. Keseragaman bentuk telur ditujukan untuk mengefektifkan jumlah telur dalam mesin tetas. Warna kulit telur yang seragam juga memberikan dampak posif pada penetasan. Jika warna telur tidak seragam dikhawatirkan akan terjadi ketidakseragaman waktu menetas. Kurtini (1993) melaporkan bahwa telur itik yang memiliki warna hijau tua kebiruan menetas lebih lama dibandingkan dengan warna kulit telur hijau muda kebiruan (29 hari, 29 menit) dan ( 28 hari, 55 menit). Warna kulit telur hijau tua kebiruan juga memiliki daya tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan telur yang berwarna hijau muda hingga sedang kebiruan (46,6%) dan (78,35 dan 70,74%).

13 20 Faktor lain yang memengaruhi daya tetas ialah genetik, nutrisi, fertilitas, dan penyakit (Sinabutar, 2009). Faktor genetik diantaranya adalah dewasa kelamin, umur, dan bangsa itik yang dapat memengaruhi bobot telur. Protein dalam pakan dapat memengaruhi umur dewasa kelamin dan bobot induk (Solihat et al. 2003). Applegate et al. (1998) menyatakan bahwa bobot telur yang dihasilkan berkorelasi positif dengan bobot induk. Selain itu, menurut Wilson (1997), daya tetas sangat dipengaruhi oleh status nutrien pakan induk, sehingga keseimbangan kebutuhan nutrien untuk perkembangan embrio normal tidak terpenuhi dengan baik (Kortlang, 1985). Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh cara penyimpanan, lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas, dan pembalikan selama penetasan. Penyimpanan yang terlalu lama menyebabkan kualitas dan daya tetas menurun sehingga telur sebaiknya disimpan tidak lebih dari 7 hari (Raharjo, 2004). Darmanto (2014) menyatakan bahwa penyimpanan telur memiliki pengaruh sangat nyata terhadap daya tetas. Pada lama simpan 3--5 hari menunjukkan daya tetas lebih tinggi (76,67 + 1,04%) dan (76,67 + 0,29%) jika dibandingkan dengan dengan telur itik yang disimpan 7 hari (51,67 + 0,58%). Hal ini dapat terjadi karena pada telur yang disimpan 3 dan 5 hari memiliki calon embrio yang telah terbiasa dengan suhu lingkungan dan lebih siap untuk tumbuh. Pada lama simpan 7 hari daya tetas menjadi rendah karena semakin lama telur tetas disimpan maka kualitas telur akan menurun dan akan mudah tercemari oleh mikroba patogen yang beresiko menurunkan daya tetas.

14 21 G. Susut Tetas Susut tetas merupakan hilangnya bobot telur pada proses penetasan. Menurut North dan Bell (1990), penyusutan berat telur selama penetasan dipengaruhi oleh berat awal telur. Telur yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur yang lama disimpan. Telur yang memiliki pori-pori kerabang kecil memungkinkan penguapan gas-gas dari dalam telur juga kecil, sehingga susut tetas dari telur yang ditetaskan semakin kecil juga. Pori-pori kerabang telur yang lebih kecil tersebut dapat mencegah masuknya bakteri ke dalam telur, sehingga kualitas isi telur dapat dipertahankan. Seperti yang diungkapkan oleh Rasyaf (1991), semakin lama telur tetas disimpan maka pori-pori kulit telur akan semakin lebar, sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang mengakibatkan kualitas telur tetas semakin menurun. Kualitas telur segar yang baik hanya bertahan hingga 5--7 hari pada suhu ruang dan akan mengalami penurunan kesegaran selama penyimpanan terutama disebabkan oleh adanya kontaminasi mikrobia dari luar, masuk melalui pori-pori kerabang (Hadiwiyoto, 1983). Penyimpanan telur selama hari juga dapat menyebabkan penurunan berat telur dan tinggi putih telur, tetapi meningkatkan ph putih telur dan volume buih putih telur (Silversides dan Budgell, 2004). Menurut Imai et al.(1986) yang disitasi Meliyanti (2012), pada penyimpanan telur selama 0, 3, 7, 14, 21, dan 28 hari diperoleh penurunan bobot telur

15 22 berturut-turut 0; 0,94; 1,82; 2,99; 4,34; dan 5,90%. Penurunan bobot tersebut adalah berbeda nyata dan dinyatakan juga terjadi penurunan berat albumen, meningkatnya ruang udara telur, dan menurunnya haugh unit telur. Menurut Meliyanti (2012), rata-rata susut tetas telur itik mojosari pada perlakuan penyimpanan telur tetas 1, 4, dan 7 hari berpengaruh tidak nyata (P>0,05). Rata-rata susut tetas telur itik Mojosari pada hari ke- 1, 4, dan 7 berturut-turut 7,35; 7,84; dan 8,35. Susut tetas berpengaruh sangat nyata dapat disebabkan oleh tebal kerabang yang berbeda. Kerabang yang terlalu tebal menyebabkan telur kurang terpengaruh oleh suhu penetasan, sehingga penguapan air dan gas sangat kecil. Telur yang berkerabang tipis mengakibatkan telur mudah pecah sehingga tidak baik untuk ditetaskan (Rasyaf, 1991). Peebles dan Brake (1985) menyatakan bahwa penyusutan bobot telur tetas selama masa penetasan menunjukkan adanya perkembangan dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur. Susut tetas yang terlalu tinggi menyebabkan menurunnya daya tetas dan bobot tetas. Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), secara umum susut tetas yang dianjurkan adalah %. H. Kematian Embrio Unggas memiliki perbedaan dalam sistem perkembangan embrio dengan mamalia. Perkembangan embrio pada telur terjadi pada tiga tahapan waktu yang berbeda yaitu, sebelum telur dikeluarkan dari tubuh induk betina, waktu pengeluaran hingga masa inkubasi dan selama masa inkubasi berlangsung (Maulidya, 2013). Kematian embrio merupakan kematian yang terjadi pada

16 23 embrio saat didalam cangkang atau belum menatas. Hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penyimpanan telur lebih dari 7 hari, telur dalam kondisi kotor sehingga mudah terkontaminasi oleh bakteri yang masuk melaluli pori-pori (Rasyaf, 1990). Kematian embrio dapat terjadi karena pakan induk mengalami defisiensi zat gizi seperti vitamin dan mineral, sehingga metabolisme dan perkembangan embrio menjadi tidak optimal. Untuk mengatasi hal ini, pada ransum induk perlu ditambahkan suplemen vitamin dan mineral yang banyak dijual di pasaran (Supriyanto, 2004). Selain penambahan suplemen pada ransum, menurut Widyaningrum (2012), penyemprotan dengan larutan vitamin B kompleks sebanyak 5 butir per liter dapat mengoptimalkan perkembangan embrio selama proses penetasan sehingga nilai kematian embrio menjadi berkurang. Telur yang kotor juga merupakan salah satu faktor kematian embrio. Para ahli melaporkan bahwa sekitar 0,5-- 6% telur yang berasal dari ayam sehat mengandung Escherichia coli dan sekitar 1,75% dari embrio yang mati mengandung Escherichia coli serotype patogen. Sumber kematian embrio yang terpenting adalah akibat pencemaran feses pada telur. Telur tetas yang berasal dari lingkungan yang kotor dengan kualitas kerabang yang tipis akan mudah kemasukan Escherichia coli dan dapat mencapai yolk sac (Sayib, 2013). Faktor lingkungan antara lain suhu, kelembapan dan konsentrasi gas yang terdapat di dalam telur (Kortlang, 1985). Kelembapan berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya air dari dalam telur selama inkubasi (Setioko, 1998). Kehilangan air yang banyak menyebabkan keringnya chario-allantoic untuk kemudian

17 24 digantikan oleh gas-gas, sehingga sering terjadi kematian embrio dan telur membusuk (Baruah et al., 2001). Kematian embrio dapat juga terjadi karena prosedur penetasan yang tidak sesuai seperti, suhu inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan telur yang terlalu lama, telur tidak diputar. Akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati (Putri, 2009). Menurut Sudaryani (1999), beberapa penyebab kegagalan embrio saat penetasan: 1) Telur infertil, disebabkan oleh : a) perbandingan induk jantan dan betina tidak memenuhi persyaratan induk jantan/betina sudah terlalu tua; b) induk betina terlalu gemuk; c) kebersihan kerabang telur tetas; d) telur tetas disimpan terlalu lama pada kondisi yang tidak sesuai sebelum dimasukan ke dalam mesin tetas; e) pakan induk parent stock kekurangan vitamin A, B, C atau E dan; f) parent stock mengalami sakit/stres. 2) Embrio mati pada awal penetasan disebabkan oleh: a) suhu mesin tetas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah; b) faktor genetik parent stock; c) kesalahan dalam proses fumigasi (pengasapan); d) kesalahan pada pemutaran telur; e) stres/penyakit pada parent stock.

18 25 3) Embrio banyak yang mati di mesin penetasan pada umur hari disebabkan oleh: a) pemutaran telur yang tidak benar; b) suhu dan kelembapan mesin tetas yang tidak tepat; c) faktor genetik parent stock; d) peletakan telur pada egg tray yang tidak benar arahnya sebaiknya yang bulat diatas dan runcing dibawah; e) sirkulasi udara yang tidak baik. 4) Embrio banyak yang mati setelah kulit telur retak Bila embrio banyak yang mati sesudah kulit telur retak, penyebab utamanya adalah kelembapan di mesin hatcher (penetasan) terlalu rendah dan terjadi fluktuasi suhu di mesin setter. 5) Menetas terlalu cepat, disebabkan oleh suhu mesin setter/hatcher yang terlalu tinggi. 6) Menetas terlambat Kemungkinan disebabkan oleh suhu mesin setter terlalu rendah atau sebelum ditetaskan, telur tetas telah lama disimpan. 7) Menetas tidak serempak, disebabkan oleh: a) penyebaran panas di dalam mesin tetas tidak merata; b) telur tetas berasal dari induk/parent stock yang berbeda umur dan ukuran telur yang beragam. 8) Pusar final stock tidak menutup secara sempurna, disebabkan oleh: a) suhu di mesin hatcher terlalu tinggi; b) suhu di mesin setter terlalu berfluktuasi;

19 26 c) kesalahan teknik fumigasi pada saat telur berada di mesin hatcher; d) kelembapan di mesin hatcher terlalu rendah. 9) Final stock tertutup cairan disebabkan oleh: a) suhu di mesin tetas terlalu rendah; b) kelembapan di mesin tetas terlalu tinggi dan kandungan gizi pakan parent stock kurang tepat. 10) Final stock terlalu kecil, disebabkan oleh: a) berat telur tetas terlalu rendah; b) kelembapan di mesin tetas terlalu rendah dan suhu di mesin tetas terlalu tinggi. 11) Final stock lemah disebabkan oleh: a) suhu dan kelembapan di mesin hatcher terlalu tinggi atau terlalu rendah; b) kandungan gizi pakan parent stock kurang tepat; c) telur tetas berasal dari induk parent stock yang masih muda. I. Vitamin B kompleks Vitamin B kompleks adalah satu kelompok vitamin B yang terdiri dari: vitamin B1 (thiamine), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niacin), vitamin B5 (pantothenic acid/asam pantotenat), vitamin B6 (pyridoxamine), vitamin B9 (folic acid/asam folat), vitamin B12 (cyanocob), vitamin B7 (biotin), Kolin, dan inositol (Yuniastuti, 2007). Vitamin B bekerja dengan bersinergi, yaitu antara jenis yang satu dan jenis yang lain saling melengkapi. Kekurangan salah satu dari vitamin B kompleks dapat menyebabkan ketidakseimbangan sistem tubuh. Vitamin B

20 27 kompleks bersifat larut dalam air. Kelebihan mengonsumsi vitamin B akan di eskresikan melalui urin (Sulaksono, 2013). Lebih lanjut dikemukakan oleh Sulaksono (2013) bahwa vitamin B kompleks memiliki manfaat memproduksi energi, membantu kerja sistem saraf, mempertahankan kondisi tubuh yang sehat, menjaga sistem pencernaan, serta menjaga kesehatan rambut dan kuku. Vitamin B1, diperlukan untuk mengubah karbohidrat menjadi glukosa. Vitamin B1 (thiamine) berfungsi pada unsur sistem enzim jaringan terutama dalam dekarboksilasi asam piruvat dan ketoglutarat. Kekurangan vitamin-vitamin B ini dapat menyebabkan penurunan produksi energi, yang menyebabkan lesu dan mudah kelelahan (Yuniastuti, 2007). Vitamin B5, diperlukan agar kelenjar adrenal bekerja dengan baik untuk memproduksi beberapa hormon dan zat pengatur saraf. Kekurangan vitamin B5 (asam pantotenat) berupa kelelahan, rasa lemah, gangguan saluran cerna, dan gangguan otot berupa kejang (Departemen Gizi dan Kesahatan Masyarakat, 2011). Vitamin B6, membantu tubuh dalam membuat hormon-hormon tertentu, serta senyawa kimia khusus dalam otak yang disebut dengan neurotransmitter. Vitamin B6 (pyridoxine) membantu memproduksi sel darah merah, yang akan membantu mencegah anemia. Vitamin B6 berfungsi membantu pelepasan glikogen dari hati dan otot menjadi energi dan disimpan dalam otot (Achadi, 2007).

21 28 Vitamin B9 atau asam folat sangat berperan penting bagi ibu hamil untuk mencegah cacat tabung saraf pada janin selama pertumbuhan di dalam kandungan. Kekurangan salah satu dari vitamin B kompleks dapat menyebabkan perasaan mudah stres, cemas dan depresi. Vitamin B9 berperan dalam mentransfer dan pemakaian gugus karbon. Mempunyai peran spesifik dalam metabolisme histidin dan peran dalam hemopoesis (Yuniastuti, 2007). Vitamin B kompleks, sangat penting untuk menjaga pencernaan, yaitu membantu produksi HCl (asam klorida ), membantu pemecahan lemak, protein dan karbohidrat. Vitamin B sangat penting untuk RNA, DNA dan reproduksi sel tubuh. Kulit, rambut, dan kuku yang terus tumbuh membutuhkan vitamin B (Sulaksono, 2013). Vitamin B yang berfungsi menjaga pencernaan adalah vitamin B1, vitamin B2, Vitamin B3 dan Vitamin B6. Kekurangan dalam salah satu dapat menyebabkan pencernaan terganggu, akibatnya tubuh juga akan kekurangan nutrisi penting (Departemen Gizi dan Kesahatan Masyarakat, 2011). Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo ( 2010), fungsi B kompleks secara umum yaitu: 1) memengaruhi keseimbangan air dalam tubuh; 2) berguna dalam proses pertumbuhan dan perbanyakan sel; 3) berguna dalam pembuatan sel-sel darah; 4) berguna dalam proses pertumbuhan dan pekerjaan urat syaraf; 5) merangsang pembentukan eritrosit. Menurut Achadi (2007), kebutuhan B kompleks dalam sehari belum bisa ditentukan. Akan tetapi, vitamin B kompleks rata - rata terkandung dalam

22 29 makanan sehari hari sekitar mg. Penggunaan yang terbaik dan aman bagi tubuh manusia dewasa ialah mg. Kebutuhan vitamin B kompleks dalam tubuh sebaiknya tercukupi, jika tubuh mengalami kekurangan asupan B kompleks maka akan timbul gejala--gejala: 1) terjadi kelemahan pada otot; 2) badan menjadi kurus, gangguan syaraf dan kelumpuhan kaki; 3) sesak nafas dan ederma yang disebabkan oleh gagal fungsi jantung; 4) cepat lelah; 5) kulit kasar dan berminyak dan gangguan pertumbuhan. Menurut Sulaksono (2013), kelebihan mengonsumsi vitamin B kompleks juga dapat menyebabkan efek samping negatif. Efek samping ini termasuk asam urat, gula darah tinggi, dan masalah kulit. Selain itu, dosis yang tak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi jantung dan hati. Kelebihan vitamin B3 atau niasin dapat menyebabkan masalah penglihatan, mual, muntah, dan memperparah sakit maag. Kelebihan B9 atau asam folat dapat mengganggu kerja sistem lain. Kelebihan niacin ini juga dapat menimbulkan efek samping pada hati.

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai menguntungkan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Tegal Itik merupakan jenis unggas air (water fowls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae dan genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam kelas aves, ordo Anseriformes, Family Anatiade, Subfamily Anatinae, Tribus Anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis amoinensis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediteran, hasil persilangan ayam arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira tujuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Itik Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica. Proses domestikasi membentuk

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil. 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Daya tetas merupakan banyaknya telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil. Data daya tetas pada penelitian ini dihitung dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Mojosari Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Beberapa bangsa itik lokal antara lain: itik alabio (Anas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur Selama proses inkubasi, telur akan mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara dan ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam buras yang sangat potensial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa

1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, bergizi tinggi, dan harganya relatif murah sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang II. TINJAUN PUSTAKA A. Kalkun Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang didomestikasikan oleh suku bangsa Indian pada zaman pro-colombia. Kalkun memiliki tubuh besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal Indonesia merupakan hasil dometsikasi Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) dan Ayam Hutan Hijau (Gallus varius). Ayam Hutan Merah di Indonesia ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur Telur Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur dan komposisi telur 1.Kuning telur (yolk) 2.Putih telur (albumen) 3.Membrane shell 4.Kerabang telur Kuning Telur (31%): 1. Latebra : Pertautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia berjalan semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya permintaan telur konsumsi maupun

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, Family Anatidae, Sub family Anatinae, Tribus anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): , November 2015

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): , November 2015 PENGARUH DOSIS LARUTAN VITAMIN B KOMPLEKS SEBAGAI BAHAN PENYEMPROTAN TELUR ITIK TEGAL TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN KEMATIAN EMBRIO The Effect of The Dose of Vitamin B Complex As An

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, 23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton Desa Kamaruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa Teras Bendung di sebelah utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah,

I. PENDAHULUAN. unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu sentra pengembangan ternak unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah, Kec. Batipuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam, Pekon Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produkproduk peternakan akan semakin

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur ayam ras merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan pangan

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Effect of Age Mojosari Duck hatching Eggs with Hatching Combination on Fertility and Hatchability Neka

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas (Influence of age wiping Eggs for fertility and hatchability) oleh : Zasmeli Suhaemi 1), PN. Jefri 1) dan Ermansyah 2) 1) Prodi Peternakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI Comparison of Fertility And, Losses, Power, and Weight hatching Native Chicken Hatching Eggs on Combination

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Eksterior Telur Tetas Keberhasilan suatu usaha penetasan bergatung pada beberapa hal salah satunya adalah kualitas telur. Seleksi telur tetas menentukan tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (2001) adalah sebagai Kingdom Animalia, Subkingdom Metazoa, Phylum

TINJAUAN PUSTAKA. (2001) adalah sebagai Kingdom Animalia, Subkingdom Metazoa, Phylum II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (350 butir/ekor/tahun), efisien dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan peningkatan permintaan protein hewani seperti telur, susu, dan daging. Telur merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas terutama ayam merupakan salah satu sumber protein utama bagi manusia walaupun sekarang banyak sumber protein selain daging ayam, namun masyarakat lebih memilih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I TUGAS INDIVIDU RANSUM UNGGAS/NON RUMINANSIA KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING NAMA : SUPRIANTO NIM : I111 13 303 KELAS : A GANJIL FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di hasilkan dari unggas.telur merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok.

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok. 50 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2009. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas Semi Modern. Agromedia Pustaka. Depok. Achadi, E. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Radja Grafindo Persada. Applegate, T.J, D.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Ras Petelur Tipe Medium Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kualitiatif Pusar Penilaian menggunakan metode pasgar skor didasarkan pada kriteria morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat kualitas DOD

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Di Indonesia terdapat berbagai jenis ayam lokal, baik itu ayam asli maupun ayam hasil adaptasi yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ayam lokal yang tidak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci