Verifikasi HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Verifikasi HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional"

Transkripsi

1 21 Verifikasi Design Expert 7 akan memberikan solusi kombinasi formula dan kondisi proses yang optimum, selanjutnya dilakukan pembuatan formula dengan kondisi proses sesuai dengan yang disarankan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai aktual setiap respon dari kombinasi formula dan kondisi proses yang disarankan. Pengujian yang dilakukan untuk melihat kesesuaian respon aktual dan prediksi nilai respon yang didapatkan disebut verifikasi. Uji yang dilakukan dalam tahapan verifikasi adalah uji aktivitas antioksidan, aktivitas antihiperglikemik, analisis warna (nilai L dan Hue), uji rating hedonik terhadap tiga atribut sampel (warna, aroma, rasa, dan keseluruhan) dengan 70 panelis tidak terlatih. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ekstraksi Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Proses ekstraksi bahan baku penyusun minuman fungsional dilakukan secara terpisah, mengingat setiap bahan baku memiliki karakteristik yang khas. Kondisi ekstraksi setiap bahan baku telah dilakukan oleh Herold (2007), namun belum didapatkan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak. Oleh karena itu, modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan oleh Mardhiyyah (2012). Modifikasi kondisi ekstraksi dilakukan pada daun kumis kucing, secang, jahe gajah, dan temulawak. Pada penelitian ini, kondisi ekstraksi daun kumis kucing (Lampiran 1), kayu secang (Lampiran 3), jahe gajah (Lampiran 2), dan temulawak (Lampiran 4) didasarkan pada hasil penelitian Mardhiyyah (2012). Kondisi ekstraksi jeruk lemon didasarkan pada hasil penelitian (Herold 2007), jeruk purut (Kordial 2009), dan jeruk nipis (Affandi 2011). Modifikasi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012) telah dilakukan pada skala pilot plant. Penetapan kondisi ekstraksi didasarkan pada respon yang dianggap penting yaitu, aktivitas antioksidan dan total fenol. Mengingat daun kumis kucing dan kayu secang merupakan bahan penyusun minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, sehingga aktivitas antioksidan dan total fenol bahan baku merupakan salah satu parameter yang penting. Penetapan kondisi ekstraksi yang dilakukan belum dibuktikan pada tahap verifikasi, sehingga untuk memastikan kestabilan mutu dan rendemen ekstrak perlu dilakukan proses verifikasi terlebih dahulu. Tahap verifikasi ini bertujuan untuk melakukan pembuktian terhadap prediksi dari nilai respon solusi kondisi optimum yang telah ditetapkan oleh Mardhiyyah (2012) pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Mardhiyyah (2012) kondisi optimum ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang yang tepat yaitu pada suhu 80 0 C selama 30 menit, kondisi ekstraksi inilah yang akan diverifikasi. Hasil verifikasi dan prediksi kondisi ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil verifikasi menunjukkan kondisi ekstraksi daun kumis kucing selama 30 menit didapatkan aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 2840 ppm

2 AEAC dan ppm GAE. Ekstraksi kayu secang dengan lama ekstraksi 30 menit didapatkan hasil verifikasi aktivitas antioksidan dan total fenol sebesar 1692 ppm AEAC dan ppm GAE. Seluruh respon yang didapatkan saat verifikasi memenuhi persyaratan rentang 100% PI Low dan 100% PI High. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian antara prediksi dengan hasil verifikasi, sehingga kondisi ekstraksi yang telah ditetapkan dapat digunakan. Lama ekstraksi kumis kucing dan kayu kecang secang selama 30 menit pada suhu 80 0 C, terbukti dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan total fenol. Apabila dibandingkan dengan kondisi ekstraksi yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu Indariani (2011) maka aktivitas antioksidan dan total fenol yang didapatkan meningkat secara signifikan. Indariani (2011) melakukan ekstraksi daun kumis kucing dan kayu secang selama 15 menit pada suhu 80 0 C, didapatkan antioksidan daun kumis kucing dan kayu secang sebesar ppm AEAC dan ppm AEAC. Sedangkan total fenol daun kumis kucing dan kayu secang sebesar ppm GAE/g dan ppm GAE/g. Tabel 4 Hasil prediksi dan verifikasi kondisi optimum ekstaksi daun kumis kucing dan kayu secang Sampel Respon Prediksi* Verifikasi 100% PI Low* 100% PI High* Daun kumis Antioksidan kucing Total fenol Kayu secang Antioksidan Total fenol Keterangan*: data didapatkan dari hasil optimasi yang dilakukan oleh Mardhiyyah (2012) Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa lama ekstraksi berpengaruh terhadap komponen fitokimia yang terekstrak. Menurut Michiels et al. (2012) terdapat beberapa parameter yang penting untuk diperhatikan pada saat melakukan ekstraksi bioaktif, yaitu pelarut yang digunakan, suhu dan waktu ekstraksi. Waktu ekstraksi memiliki peranan penting dikarenakan kecukupan waktu kontak antara pelarut dengan matrik bahan akan menentukan banyaknya komponen bioaktif yang dapat terekstrak. Modifikasi kondisi ekstraksi jahe gajah dan temulawak yang dilakukan Mardhiyyah (2012) terletak pada penghilangan tahap perebusan jahe gajah dan temulawak. Jahe gajah diekstraksi pada kondisi setelah dilakukan penyiraman air mendidih (suhu ± 95 0 C) selama 5 menit kemudian diparut. Temulawak dilakukan proses pemarutan pada kondisi segar. Modifikasi proses ekstraksi tersebut menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi ekstraksi Herold (2007). Rendemen ekstak jahe gajah dan temulawak dapat dilihat pada Tabel 5. 22

3 Karakterisasi Ekstrak Bahan Baku Penyusun Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Karakterisasi ekstrak bahan baku penyusun minuman fungsional bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan total fenol setiap bahan baku. Sehingga diharapkan minuman fungsional yang didapatkan memiliki kualitas yang optimal. Selain itu, rendemen ekstrak juga merupakan parameter yang dikarakterisasi, mengingat rendemen ekstrak sangat penting untuk menentukan kebutuhan bahan saat pembuatan minuman fungsional. Karakteristik aktivitas antioksidan, total fenol, dan rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5, ekstrak kayu secang memiliki kadar antioksidan tertinggi yaitu sebesar 3306 ppm AEAC. Sedangkan kadar total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak temulawak, sebesar ppm GAE. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas antioksidan tidak berbanding lurus dengan kadar total fenol ekstrak. Terdapat beberapa pendapat mengenai korelasi antara aktivitas antioksidan dengan total fenol. Menurut Sun et al. (2002) terdapat korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan, korelasi antara keduanya ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 0,9788 dengan p<0.01. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Pourmorad et al.(2006) dan Menichini et al (2011) bahwa terdapat korelasi positif antara total fenol dengan aktivitas antioksidan. Tabel 5 Karakteristik ekstrak bahan baku minuman fungsional Jenis ekstrak Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC) Total Fenol (ppm GAE) 23 Rendemen Ekstrak (%) Daun kumis kucing 3090± ±2,100 30±1.8 Kayu secang 3306± ± 0, ±1.72 Temulawak ±1, ± 2,100 41,5±1.32 Jahe gajah ±1, ±0, ±1.50 Jeruk purut 909.5±0, ±0, ±1.12 Jeruk nipis 915.5±1, ±0, ±0.40 Jeruk lemon 538± ±0 38.1±0.35 Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Hinneburg et al. (2006) bahwa tidak ada korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman herbal yang ditelitinya. Hal tersebut dimungkinkan karena perbedaan varietas tanaman herbal yang diteliti ataupun perbedaan metode uji yang dilakukan pada referensi yang diacu. Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Skala Pilot Plant Perbedaan kondisi antara skala laboratorium dengan skala pilot plant terletak pada volume produksi dan peralatan yang digunakan. volume produksi maksimal minuman fungsional pada skala laboratorium sebesar 500ml, sedangkan pada skala pilot plant akan diperbesar sampai 20 kali lipat yaitu sebesar 10L. Volume perbesaran pilot plant dapat berbeda-beda pada setiap penelitian,

4 tergantung karakteristik produk dan kapasitas peralatan yang digunakan. menurut Sa`id (1987), perbesaran 20 kali lipat telah dapat dikatakan sebagai pilot plant, kapasitas pilot plant dapat berkisar pada 10 sampai 400 kali lipat, bahkan lebih dari 400 kali lipat tergantung pada kebutuhan. Peralatan pada skala laboratorium juga masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana dengan kapasitas kecil seperti beaker glass, pipet mohr, rotary vacuum evaporator, saringan manual, ataupun parutan manual. Pada skala pilot plant peralatan yang digunakan sudah selangkah lebih baik, artinya peralatan yang digunakan memiliki kapasitas yang lebih besar dan cara pengoperasiaanya tidak sepenuhnya dilakukan secara manual. Peralatan yang digunakan pada skala pilot plant yaitu vacuum evaporator skala 30L, tangki pencampur kapasitas 20L, ataupun tangki untuk pasteurisasi skala 20L. Perbedaan kondisi yang mencolok antara skala laboratorium dengan skala pilot plant adalah proses pemarutan jahe dan temulawak. pemarutan jahe dan temulawak pada skala laboratorium dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia, sedangkan pada skala pilot plant dilakukan menggunakan mesin pemarut otomatis kapasitas 3kg/jam. Gambar 3 menunjukkan ilustrasi mengenai perbedaan kondisi tersebut. 24 (a) Gambar 5. Perbedaan pemarut yang digunakan pada skala laboratorium dan skala pilot plant. (a) pemarut skala laboratorium, (b) pemarut skala pilot plant. Perbedaan kondisi yang terjadi pada skala laboratorium dengan skala pilot plant, seringkali mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan mutu. Oleh karen itu, diperlukan beberapa penyesuain kondisi proses pembuatan minuman fungsional pada skala pilot plant. Penetapan paramater kritis merupakan salah satu solusi yang dapat dilakan untuk mendapatkan karakteristik produk minuman fungsional yang optimal pada skala pilot plant. (b)

5 25 Penetapan Batas atas dan Bawah serta Kombinasi Perlakuan Penetapan batas atas dan bawah untuk setiap variabel bebas penting untuk dilakukan, dikarenakan nilai ini akan digunakan untuk menentukan banyaknya perlakuan beserta kombinasi setiap perlakuan yang akan dilakukan oleh program Design Expert 7. Penetapan batas atas dan bawah dilakukan pada penelitian pendahuluan dengan cara mengkombinasikan nilai minimum ataupun nilai maksimum setiap variabel yang didasarkan pada penelitian Febriani (2012). Febriani (2012) melakukan proses optimasi terhadap tiga komponen jeruk pada skala laboratorium, dengan kisaran nilai konsentrasi yang berbeda untuk setiap jenis jeruk. Konsentrasi jeruk nipis berkisar pada x-x i %, jeruk purut y-y i %, dan jeruk lemon z-z i %, sedangkan suhu air yang ditambahkan tidak ditetapkan sebagai variabel bebas. Berdasarkan kisaran konsentrasi tersebut maka dilakukan trial error terhadap dua perlakukan yaitu minimum dan maksimum. Kombinasi perlakuan minimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D 0 C. Kombinasi perlakuan maksimum yaitu konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air yang ditambahkan D 0 C. Minuman fungsional yang didapatkan berdasarkan dua kombinasi tersebut, dilakukan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh peneliti, peneliti terdahulu minuman fungsional, dan dosen pembimbing. Pengujian yang dilakukan pada uji trial error ini hanya sebatas pada pengujian organoleptik. Hal tersebut didasarkan klaim minuman ini merupakan minuman fungsional, yang artinya dapat diminum dalam diet sehari-hari selayaknya bahan makanan lainnya. sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan konsumen dari sisi cita rasa merupakan hal yang sangat penting. Hasil pengujian menetapkan bahwa minuman fungsional dengan kombinasi maksimum lebih disukai dibandingkan kombinasi minimum. Minuman fungsional kombinasi maksimum memiliki cita rasa yang lebih dominan rasa jeruk, bahkan kesan ataupun cita rasa jamu minuman fungsional dapat tertutupi, sedangkan pada kombinasi minimum rasa minuman fungsional cenderung hambar. Oleh karena itu, disepakati untuk meningkatkan kisaran konsentrasi jeruk nipis dan jeruk lemon, yaitu konsentrasi jeruk nipis x-x i %, jeruk lemon z-z i %. Hal tersebut dilakukan agar kisaran nilai serta titik-titik yang diteliti merupakan daerah yang tepat untuk mendapatkan kondisi optimum. Setelah didapatkan batas atas dan bawah setiap variabel, selanjutnya nilai tersebut dimasukkan ke dalam program Design Expert 7 untuk dilakukan perhitungan banyaknya perlakukan dan kombinasi setiap perlakuan. Nilai yang dimasukkan untuk setiap variabel yaitu, konsentrasi jeruk nipis x-x i %, jeruk purut y-y i %, jeruk lemon z-z i %, suhu air yang ditambahkan D-D 0 i C. Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert 7 dapat dilihat pada Tabel 6. Banyaknya perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama sebanyak 28 perlakuan dengan kombinasi nilai variabel yang berbeda untuk setiap perlakuan. Pada penelitian utama akan diproduksi minuman fungsional sebanyak 10L untuk setiap perlakuan.

6 Tabel 6 Rancangan percobaan hasil olahan program Design Expert 7 Perlakuan Suhu air ( 0 C) Jeruk Purut (%) Jeruk Nipis (%) Jeruk lemon (%) 1 * * * * 2 * * * * 3 * * * * 4 * * * * 5 * * * * 6 * * * * 7 * * * * 8 * * * * 9 * * * * 10 * * * * 11 * * * * 12 * * * * 13 * * * * 14 * * * * 15 * * * * 16 * * * * 17 * * * * 18 * * * * 19 * * * * 20 * * * * 21 * * * * 22 * * * * 23 * * * * 24 * * * * 25 * * * * 26 * * * * 27 * * * * 28 * * * * *Keterangan: data disamarkan 26 Hasil Pengukuran dan Analisis Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil pengukuran respon pada pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditampilkan pada Tabel 7. Seluruh respon dari setiap perlakuan dimasukkan pada program Design Expert 7. Respon yang dimasukkan kemudian dianalisis menggunakan program Design Expert 7. Pada tahap awal analisis, program akan menentukan model yang tepat pada setiap respon. Model yang didapatkan merupakan model yang menunjukkan hubungan antara masing-masing respon dengan faktor penelitian. Program akan memberikan pilihan jenis model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berupa model mean, linear, quadratic, cubic, atau special cubic. Seluruh model polinomial dari masingmasing respon digunakan dalam penentuan optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant. Program akan memberikan rekomendasi model polinomial yang menggambarkan hubungan tersebut berdasarkan signifikansi model. Model yang baik digambarkan dalam nilai p pada uji sequential model sum of squares dan nilai F pada uji ANOVA dari model, kedekatan nilai perkiraan koefisien regresi hasil penelitian aktual (R 2 ) dan prediksi dari model (pred-r 2 ), nilai adequate

7 precission lebih dari 4, serta tidak ditemukannya lack of fit dari model yang dihasilkan. Selain parameter tersebut, analisis lebih lanjut dapat dilakukan terhadap plot kenormalan dari data yang dihasilkan (normal plot residual) serta prediksi dari model dibandingkan dengan data aktual hasil penelitian (predicted vs actual). Model yang baik akan memberikan kenormalan data yang linear dan mendekati garis kenormalan serta memiliki nilai aktual mendekati garis yang menunjukkan prediksi dari model. 27 Analisis Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Skala Pilot Plant Hasil uji ANOVA dan model matematika untuk masing-masing respon optimasi pembuatan minuman fungsional skala pilot plant ditunjukkan pada Tabel 7. Salah satu syarat model untuk dapat digunakan dalam proses optimasi adalah hasil uji signifikansi model dinyatakan signifikan dan hasil uji lack of fit dinyatakan tidak signifikan. Uji signifikansi model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan dan total fenol) memberikan hasil signifikan yaitu memiliki nilai p<0.05. Hasil uji lack of fit (ketidaktepatan model) seluruh model tersebut memberikan hasil tidak signifikan yaitu memiliki nilai p>0.05, sehingga dapat diartikan model tepat. Terpenuhinya persyaratan tersebut menunjukkan bahwa model yang dihasilkan oleh program dapat memperkirakan hubungan antar variabel bebas dengan respon penelitian. Persyaratan lain yang harus terpenuhi adalah adequate precision model lebih dari 4 dan nilai adjusted-r 2 berada pada kisaran ± 0.20 dengan nilai predicted-r 2. Nilai adjusted-r 2 dari model respon fisik (L dan Hue), respon organoleptik (warna, rasa, aroma, dan keseluruhan) dan respon kimia (aktivitas antioksidan) berada pada kisaran ± Pada analisis total fenol nilai predicted- R 2 -nya tidak didapatkan, hanya didapatkan keterangan N/A (Not Available). Analisis Respon Warna Secara Fisik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Analisis warna minuman fungsional hasil yang diproduksi pada skala pilot plant dilakukan dengan melakukan analisis L, a, b CIE dari sampel menggunakan chromameter serta menghitung Hue dari sampel tersebut. Nilai L menunjukkan kecerahan dari minuman fungsional dimana nilai 0 berarti hitam dan nilai 100 berarti putih. Nilai a menggambarkan warna kromatik campuran merah-hijau dimana nilai +a (positif) menggambarkan warna merah sedangkan nilai a (negatif) menggambarkan warna hijau. Sementara nilai b menggambarkan warna kromatik campuran dari biru-kuning dimana nilai b (negatif) menggambarkan warna biru sementara nilai +b (positif) menggambarkan warna kuning. Nilai Hue menggambarkan kisaran warna sampel berdasarkan perbandingan nilai a dan nilai b. Nilai Hue sendiri dapat dihitung menggunakan rumus Hue = tan -1 b a.

8 28 Tabel 7 Hasil pengukuran respon pembuatan minuman fungsional skala pilot plant Suhu Jeruk Jeruk Jeruk L Hue warna rasa aroma Keseluruhan Antioksidan Total Fenol ( 0 C) Nipis (%) Purut (%) Lemon(%) (ppm AEAC) ppm GAE * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

9 29 Tabel 8 Hasil uji ANOVA seluruh respon pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing skala pilot plant Respon Penelitian L Model Matematika Parameter Signifikansi Model (p< 0,05) Lack of fit (p>0,05) Adj R 2 model Pred R 2 Model Standar Deviasi 60.85A B C AB AC BC Hue D D Warna D D Rasa 4.30A B C AB AC AD BC BD CD ABD ACD BCD Aroma 4.66A B C AB AC AD BC BD CD ABD ACD Keseluruhan A B C AD CD AD CD Aktivitas antioksidan A B C AD CD AD CD Total fenol A B C AB AC AD BC BD CD ABC ABD N/A ACD BCD AD BD CD ABCD ABD ACD BCD ABCD 2 Rataan

10 30 Analisis Respon Nilai L Analisis respon L yang menunjukkan tingkat kecerahan warna minuman fungsional, nilai L yang didapatkan berkisar antara sampai Nilai L terendah sebesar 51.16, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D 0 C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 66.92, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D 0 C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai L didapatkan model quadratic untuk variabel formula dan mean untuk variabel proses. Adapun persamaan respon nilai L yaitu: L = 60.85A B C AB 17.07AC BC Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan tersebut menunjukkan, bahwa yang berperan terhadap tingkat kecerahan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi ketiganya. Peningkatan nilai L sangat dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa minuman fungsional dengan konsentrasi jeruk purut yang tinggi maka tingkat kecerahannya juga akan semakin tinggi. Kondisi ini dimungkinkan karena jeruk purut dan jeruk nipis berinteraksi dalam menentukan tingkat keasaman minuman fungsional, dengan tingkat keasamaan yang lebih tinggi daripada jeruk lemon. Tingkat keasaaman berkaitan dengan tingkat kecerahan, dikarenakan pada suasana asam maka ekstrak secang akan berwarna kuning cerah. Mengingat ekstrak secang yang awalnya berwarna merah pada suasana basa akan berubah warna menjadi kuning pada suasasa asam. Ekstrak kayu secang juga dapat digunakan sebgai indikator asam basa, karena pada suasana asam brazilin berwarna kuning dan berwarna merah pada suasana basa. Selain itu terbentuknya warna kuning cerah juga didukung oleh warna ekstrak temulawak yang juga berwarna kuning. Gambar 4 merupakan grafik hubungan kombinasi variabel perlakuan pada penentuan respon nilai L. Pada Gambar 3 terlihat bahwa suhu air yang ditambahkan saat pemasakan tidak berpengaruh terhadap nilai L dan semakin tinggi konsentrasi jeruk purut ataupun jeruk nipis maka nilai L juga semakin besar, atau dapat dikatakan nilai kecerahannya semakin tinggi.

11 L 31 Design-Expert Software L X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut Gambar 4. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai L minuman fungsional. Analisis Respon Nilai Hue Analisis respon nilai Hue menunjukkan kisaran warna sampel yang didapatkan dari hasil perhitungan nilai a dan nilai b. Nilai Hue minuman fungsional berkisar antara sampai 89.96, maka dapat dikatakan warna minuman ini adalah kuning kemerahan. Mengingat nilai Hue 54 sampai 90 dikategorikan sebagai warna yellow red (yr). Nilai Hue terendah sebesar 79.67, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D 0 C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Sedangkan nilai tertinggi sebesar 89.96, terdapat pada kombinasi perlakuan suhu air D 0 C, konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, dan jeruk lemon z%. Berdasarkan analisis permodelan yang dilakukan program, maka untuk nilai Hue didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon nilai Hue yaitu: Hue = D 3.54D 2 Keterangan: D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan yang didapatkan menunjukkan bahwa respon nilai Hue hanya dipengaruhi oleh suhu air, oleh karena itu suhu air mempunyai model quadratic. Model quadratic menunjukkan nilai Hue akan naik secara logaritmik, kemudian pada titik tertentu akan turun. Berdasarkan Gambar 5 terlihat nilai Hue mulai naik pada suhu air D 0 C, mencapai puncak pada suhu D 0 C kemudian mengalami penurunan. Besarnya suhu air yang ditambahkan, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap waktu pemasakan minuman. Semakin tinggi suhu air, maka waktu pemasakan juga akan semakin singkat. Pada suhu air sebesar D 0 C, akan terjadi penurunan suhu akibat proses kesetimbangan menjadi D 0 C saat ditambahkan bahan baku penyusun minuman fungsional. Lama waktu pemanasan

12 Hue untuk mencapai suhu 80 0 C, yaitu berkisar pada a menit. Adanya perbedaaan suhu air dan suhu bahan baku penyusun minuman fungsional, serta lamanya waktu pemasakan inilah yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Menurut Cortez et al. (2006), jus jeruk yang mengalami pasteurisasi akan mengalami peningkatan nilai b dan menurunkan nilai a, hal ini akan mengakibatkan meningkatnya nilai Hue. Pada Gambar 5 dapat dilihat grafik kombinasi perlakuan terhadap respon nilai Hue. Gambar 5 menunjukkan bahwa variabel kombinasi formula tidak berpengaruh terhadap nilai Hue. Variabel proses merupakan variabel yang berpengaruh terhadap nilai Hue. Gambar grafik yang melengkung menunjukkan adanya pengaruh secara quadratic. Perbedaan warna grafik, memberikan gambaran bahwa respon nilai Hue tertinggi terletak pada grafik warna merah. 32 Design-Expert Software Hue X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut Gambar 5. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap nilai Hue minuman fungsional Analisis Respon Organoleptik pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Konsep pangan fungsional, berbeda dengan obat ataupun supplement, yaitu mampu memberikan nilai fungsionalitas bagi tubuh namun tetap memiliki karakteristik sensori yang mampu diterima konsumen. Pangan fungsional diharapkan dapat dikonsumsi sebagai bagian dari menu makan sehari-hari. Oleh karena itu, selain sisi fungsionalitasnya diperhatikan, penerimaan konsumen dari sisi organoleptik juga perlu diperhatikan. Analisis organoleptik didasarkan kesukaan panelis terhadap karakteristik sensori berupa warna, rasa, aroma,dan penerimaan secara keseluruhan. Analisis Respon Warna Kesukaan panelis terhadap karakteristik warna minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon warna secara organoleptik

13 warna didapatkan model quadratic untuk variabel proses dan mean untuk variabel formula. Adapun persamaan model untuk respon warna yaitu: Warna = D D 2 Keterangan: D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi penerimaan respon warna secara organoleptik adalah suhu air. Pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu air, maka warna grafik semakin merah yang menunjukkan respon warna semakin tinggi. Secara tidak langsung terdapat hubungan antara penggunaan ekstrak jeruk pada minuman fungsional dengan suhu air, meskipun konsentrasi jeruk tidak berpengaruh. Menurut Cortez et al. (2006) pada saat jus jeruk mengalami pasteurisasi maka akan terjadi peningkatan nilai Hue yang menjadikan warna produk lebih menuju arah kuning daripada merah. Selain itu nilai L juga akan lebih meningkat akibat berkurangnya efek cloudy. Kemungkinan warna kuning cerah inilah yang disukai oleh konsumen. Selain penggunaan ekstrak jeruk, juga terdapat komponen ekstrak bahan baku yang juga mendukung terbentuknya warna kuning, yaitu ekstrak temulawak dan ekstrak secang. 33 Design-Expert Software warna 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut Gambar 6. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon warna secara organoleptik pada minuman fungsional Analisis Respon Rasa Kesukaan panelis terhadap karakteristik rasa minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon rasa secara organoleptik didapatkan model linear untuk variabel proses dan quadratic untuk variabel formula. Ilustrasi model tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 grafik yang menunjukkan warna merah menandakan penerimaan rasa oleh konsumen yang semakin meningkat. Adapun persamaan model untuk respon rasa yaitu:

14 rasa = 4.30A B C 9.13AB AC AD 10.12BC BD 3.70CD 49.13ABD ACD 37.19BCD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Konsentrasi jeruk dan interaksi konsentrasi jeruk dengan suhu air terlihat memegang peranan penting terhadap respon rasa. Hal ini sudah sewajarnya terjadi, mengingat rasa akhir minuman fungsional ini lebih ke arah rasa jeruk. Rasa minuman fungsional dominan rasa asam jeruk, meskipun masih ada rasa pahit yang dimungkinkan juga berasal dari komponen jeruk. Rasa pahit dari bahan baku yang lain, seperti ekstrak temulawak dan jahe, tertutupi oleh rasa jeruk. Selain itu juga dimungkinkan terjadi efek supresi atau masking akibat penambahan flavor enhancer. Penambahan flavor enhancer pada suatu produk dapat berfungsi untuk meningkatkan rasa yang disukai dan menekan rasa pahit. Rasa asam dan pahit yang berasal dari jeruk dikarenakan adanya komponen naringenin dan limonin. Menurut Ladaniya (2008) naringin memberikan rasa asam pada jeruk, naringenin dan limonin berasa pahit, sedangkan hesperidin tidak memberikan rasa. Keberadaan komponen tersebut juga tergantung tingkat kematangan buah, semakin matang buah tersebut maka kandungan gulanya meningkat yang diikuti penurunan kandungan asam dan limonin. Tentunya jumlahnya juga tergantung jenis jeruk, pada jeruk asam maka penurunan kandungan asam tidak sedrastis pada jeruk manis. Proses ekstraksi sari jeruk juga mempengaruhi, berdasarkan penelitian Marin et al. (2002) proses ekstraksi manual akan menurunkan kandungan asam askorbat dibandingkan proses in line design ataupun penghancuran yang dikombinasi dengan pengepresan. Proses ekstraksi sari jeruk pada penelitian dilakukan secara semi manual terhadap ketiga jenis jeruk, dimungkinkan terjadi beberapa perubahan seperti penurunan asam askorbat serta terjadinya pembentukan rasa pahit. Mengingat adanya waktu tunggu setelah sari jeruk didapatkan dengan proses pembuatan minuman fungsional. Rasa pahit dari sari jeruk meningkat setelah didiamkan selama beberapa jam ataupun setelah proses pemanasan. Setelah ekstraksi pada kondisi asam maka pembentukan kompenen pahit yaitu limonin semakin intensif. Komponen pahit monolactone berubah menjadi dilactone yang pahit yaitu limonin (Ladaniya, 2008). 34

15 rasa 35 Design-Expert Software rasa 6 3 rasa = 3 Std # 17 Run # 1 X1 = A: jeruk nipis = 2 X2 = B: jeruk purut = 2 X3 = D: suhu air = Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut 3 1 Gambar 7. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon rasa secara organoleptik pada minuman fungsional Analisis Respon Aroma Kesukaan panelis terhadap karakteristik aroma minuman fungsional bervariasi dari 4 (netral) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon aroma secara organoleptik didapatkan model mean untuk variabel proses dan cubic untuk variabel formula. Grafik ilustrasi dari respon aroma dapat dilihat pada Gambar 7 Adapun persamaan model untuk respon aroma yaitu: aroma = 4.66A B C 25.42AB 5.18AC AD 36.06BC BD 4.12CD 11.29ABD ACD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan yang didapatkan, respon aroma dipengaruhi oleh konsentrasi jeruk dan interaksi antara konsentrasi jeruk dan suhu air. Aroma akhir dari minuman fungsional adalah jeruk, sedangkan aroma dari ekstrak lainnya tertutupi oleh aroma jeruk. Aroma jeruk didominasi oleh komponen monoterpene hidrokarbon (-)-limonene (d-limonene) sebanyak % dan oxygenated terpenes sebanyak 5% (Ladaniya 2008). Sementara, suhu air berpengaruh terhadap degradasi aroma minuman fungsional, menurut Syarif dan Halid (1993) menyatakan suhu merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertahanan aroma produk.

16 aroma 36 Design-Expert Software aroma 6 4 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut Gambar 8. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aroma secara organoleptik pada minuman fungsional Analisis Respon Penerimaan secara Keseluruhan Kesukaan panelis terhadap karakteristik keseluruhan minuman fungsional bervariasi dari 3 (agak tidak suka) sampai 6 (suka) pada skala kesukaan 7. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh program untuk respon keseluruhan secara organoleptik didapatkan model modified untuk variabel proses dan modified untuk variabel formula. Model modified didapatkan apabila model yang disarankan program, seperti mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic belum mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R 2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward, forward, ataupun stepwise. Adapun persamaan model untuk respon penerimaan secara keseluruhan yaitu: Penerimaan keseluruhan = 4.66A B C 25.42AB 5.18AC AD 36.06BC BD 4.12CD 11.29ABD ACD Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Penerimaan secara keseluruhan pada penelitian ini didominasi oleh penerimaan konsumen terhadap rasa, warna, dan aroma suatu produk secara utuh. Sehingga interaksi antara variabel sangatlah berpengaruh. Pada Gambar 8 terlihat pada suhu yang semakin tinggi penerimaan konsumen juga semakin tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan warna grafik yang cenderung merah. Selain itu pada konsentrasi jeruk juga terjadi kondisi yang sama.

17 overall 37 Design-Expert Software overall 6 3 X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = D: suhu air A: jeruk nipis B: jeruk purut Gambar 9. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon keseluruhan secara organoleptik pada minuman fungsional Analisis Respon Komponen Bioaktif pada Minuman Fungsional Hasil Produksi Skala Pilot Plant Suatu produk pangan dikatakan memiliki nilai fungsional apabila mampu memberikan efek fungsional bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsinya. Efek fungsional suatu bahan pangan identik dengan komponen fitokimia yang terkandung didalamnya. Pada minuman fungsional ini diharapkan terjadi sinergisme aktivitas antioksidan dari beberapa ekstrak herbal dan rempah-rempah yang digunakan. Selain itu juga memiliki aktivitas antihiperglikemik yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya total fenol pada minuman fungsional. Oleh karena itu, respon aktivitas antioksidan dan total fenol merupakan salah satu respon yang penting untuk dianalisis pada penelitian ini. Analisis Respon Aktivitas Antioksidan Aktivitas antioksidan yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot plant bervariasi antara 510 sampai 801 ppm AEAC. Aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 801 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D 0 C. Aktivitas antioksidan terendah sebesar 510 ppm AEAC, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D 0 C. Pengukuran aktivitas antioksidan diukur dengan metode penangkapan radikal bebas stabil DPPH. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen

18 (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPP Hidrazin) yang stabil (Molyneux 2004). Prinsip pengukurannya menggunakan prinsip spektrofotometri, senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua (deep violet) terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPP Hidrazin, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat). Apabila diketahui bahwa AH adalah donor molekul hidrogen dan A* merupakan radikal bebas, ilustrasi reaksinya dapat dilihat pada Gambar DPPH (ungu) DPP-H tereduksi (kuning pucat) + AH + + A* Gambar 10. Reaksi penangkapan radikal bebas stabil oleh antioksidan (Molyneux 2004) Asam askorbat (Vitamin C) digunakan sebagai standar pengukuran aktivitas antioksidan dalam penelitian ini. Kemampuan aktivitas asam askorbat dalam berbagai konsentrasi untuk menangkap radikal bebas stabil DPPH dipetakan dalam kurva standar asam askorbat. Persamaan regresi kemudian didapat dari kurva standar tersebut. Persamaan regersi ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel (ekstrak rempah dan produk minuman) yang disetarakan dengan aktivitas asam askorbat (donor atom hidrogen) dalam menangkap radikal bebas stabil DPPH. Oleh karena itu, hasil akhir pengukuran aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Model polinomial respon aktivitas antioksidan yang didapatkan dari hasil analisis program yaitu modified, baik untuk variabel proses ataupun formula. Model modified didapatkan apabila model yang disarankan program, seperti mean, linear, quadratic, cubic, maupun special cubic belum mampu memberikan hasil yang sesuai harapan. Kondisi yang dimaksudkan yaitu, model yang didapatkan tidak signifikan, lack of fit signifikan, ataupun adjusted R 2 bernilai negatif. Modifikasi model dapat dilakukan, dengan cara mengeliminasi interaksi yang dimungkinkan tidak berpengaruh secara backward, forward, ataupun stepwise. Adapun persamaan yang didapatkan untuk respon aktivitas antioksidan, yaitu: aktivitas antioksidan = A B C 49.84AD 42.81CD AD CD 2

19 Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Berdasarkan persamaan yang didapatkan, dapat dikatakan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional adalah konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut, jeruk lemon, dan interaksi konsentasi jeruk dengan suhu air. Konsentrasi jeruk lemon mempunyai pengaruh yang paling tinggi, terlihat dari tingginya nilai konstantanya. Hal ini terbukti perlakuan dengan konsentrasi jeruk lemon tertinggi, yaitu sebesar z% mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi. Sedangkan perlakuan yang tidak ditambahkan jeruk lemon, memiliki aktivitas antioksidan terendah. Aktivitas antioksidan ekstrak jeruk lemon sebesar 538 ppm AEAC, nilai ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan jeruk purut dan jeruk nipis. Aktivitas antioksidan jeruk purut sebesar ppm AEAC dan jeruk nipis sebesar ppm AEAC. Menurut Ghafar et al. (2009) jeruk purut memiliki kandungan flavonoid, total fenol, serta aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan jeruk lainnya. Namun, pada saat diformulasikan menjadi minuman fungsional, jeruk lemon memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan aktivitas antioksidan minuman fungsional. Hal ini dimungkinkan karena telah terjadi efek sinergis aktivitas antioksidan dari semua formula yang dicampurkan. Mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis ekstrak herbal dan rempah-rempah yang semuanya memiliki karakteristik aktivitas antioksidan yang spesifik. Sinergisme aktivitas antioksidan pada produk pangan yang terdiri lebih dari tiga formula telah diteliti oleh Hyardin et al. (2012). Hyardin et al. (2012) menyatakan aktivitas antioksidan dari produk pangan yang kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan aktivitas antioksidan setiap bahan baku tunggal penyusunnya. Aktivitas antioksidan produk pangan komplek cenderung lebih rendah daripada aktivitas antioksidan bahan baku penyusunnya, dimungkinkan karena adanya efek sinergi dari setiap bahan baku yang digunakan. Hal tersebut didukung oleh Pinelo et al. (2004) bahwa aktivitas antioksidan didasarkan pada kemampuan suatu molekul untuk mendonorkan gugus hidrogennya. Ketersediaan gugus hidroksil tergantung pada struktur kimia dan spatial dari molekul tersebut. Matrik suatu bahan pangan dapat merubah kemampuan penetrasi gugus aktif dan kemampuan reaksi suatu molekul. Hal inilah yang menjadikan aktivitas antioksidan produk pangan kompleks tidak dapat diprediksikan berdasarkan bahan baku penyusunnya. Selain konsentrasi jeruk, interaksi antara konsentrasi jeruk dengan suhu air juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan minuman fungsional. Aktivitas antioksidan minuman fungsional tertinggi, didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D 0 C. Aktivitas antioksidan terendah didapatkan pada minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu D 0 C. Suhu air yang ditambahkan secara tidak langsung akan menentukan lama waktu pemanasan minuman fungsional, semakin tinggi suhu air maka waktu pemanasannya semakin singkat. Lama waktu pemanasan pada akibat perbedaan suhu air yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat pada 39

20 penambahan suhu air sebesar D 0 C, maka lama pemasakannya hanya mebutuhkan waktu a menit. Pada suhu air D 0 C, lama waktu pemasakannya relatif lama yaitu selama a menit. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan penampakan grafik 3- dimensi pada Gambar 10, terlihat bahwa semakin rendah suhu air, warna pada grafik cenderung semakin berwarna kuning sampai merah. Simbol warna tersebut menunjukkan bahwa respon aktivitas antioksidan yang semakin tinggi, yaitu pada suhu air 30 0 C. Tabel 9 Lama waktu pemasakan akibat suhu air yang ditambahkan Suhu air ( 0 C) Kesetimbangan suhu saat Lama pemasakan (menit) pencampuran ( 0 C) * * D D a a * * D D a a * D a Keterangan: data disamarkan Pada awalnya diasumsikan bahwa minuman fungsional yang ditambahkan air dengan suhu tinggi akan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pula. Harapannya dengan waktu pemasakan yang relatif singkat minuman fungsional mampu mempertahankan aktivitas antioksidannya akibat efek pemanasan. Namun, kondisi tersebut tidak dapat diamati dengan jelas pada penelitian ini, karena hasil yang didapatkan merupakan interaksi dari beberapa variabel yang digunakan. Herreros et al. (2010) mengatakan bahwa efek pemanasan terhadap potensial aktivitas antioksidan pada tanaman rempah dan sayuran tergantung beberapa faktor yaitu jenis bahan baku dan kondisi proses pengolahan. Analisis efek pemanasan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak jamur shitake dilakukan oleh Choi et al. (2006), ditemukan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemanasan, maka aktivitas antioksidannya semakin meningkat. Hal serupa juga dikatakan oleh Dewanto et al. (2002) proses pemanasan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan tomat. Kondisi yang berbeda dikatakan oleh Gebczyn dan Kmiecik (2007) bahwa proses blansing dan pemasakan dapat menurunkan aktivitas antioksidan brokoli. Hal ini didukung oleh Zhang dan Hamazu (2004) aktivitas antioksidan brokoli menurun selama proses blansing dan pemasakan menggunakan microwave. Perbedaan pendapat mengenai pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antioksidan diteliti oleh Roy et al. (2007) kondisi pemanasan normal yaitu pada suhu C selama menit dapat menurunkan aktivitas antioksidan dari ekstrak jus sayuran ataupun rempah. Pemanasan pada suhu yang lebih rendah, yaitu 50 0 C selama menit mampu mempertahankan komponen fenol sebesar %. Berdasarkan beberapa literatur tersebut dapat dikatakan bahwa suhu air memang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan, meskipun pada penelitian ini pengaruhnya tidak dapat dilihat secara jelas dikarenakan adanya interaksi antar variabel. 40

21 antioksidan 41 Design-Expert Software antioksidan X1 = A: jeruk nipis X2 = B: jeruk purut X3 = D: suhu air Actual Component C: jeruk lemon = A: jeruk nipis B: jeruk purut D: suhu air Gambar 11. Grafik 3 dimensi hubungan konsentrasi jeruk nipis, jeruk purut dan suhu air pada konsentrasi jeruk lemon 1% terhadap respon aktivitas antioksidan minuman fungsional Analisis Respon Total Fenol Total fenol yang terukur pada minuman fungsional hasil produksi skala pilot plant bervariasi antara 290 sampai ppm GAE. Total fenol tertinggi sebesar ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D 0 C. Sedangkan total fenol terendah sebesar 290 ppm GAE, didapatkan pada kombinasi perlakuan konsentrasi jeruk nipis x%, jeruk purut y%, jeruk lemon z%, dan suhu air sebesar D 0 C. Analisis total fenol yang dilakukan menggunakan metode folin-ciocalteu dengan melihat kemampuan reduksi dari komponen fenol. Prinsip dari metode ini adalah reduksi dari reagen asam fosfomolibdat (MoO 4 2- ) dan asam fosfotungstat (WO 4 2- ) sehingga terbentuk kompleks warna biru yang dapat terdeteksi dengan spektrofotometri sinar tampak (Vermerris dan Nicholson 2006). Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu kelompok asam askorbat, asam organik, gula, amina aromatik dapat bereaksi dengan reagent Folin-ciocalteu (Meda et al. 2005). Meski demikian, metode ini merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis total fenol karena mudah, cepat, dan murah. Berdasarkan analisis program, maka didapatkan model polinomial untuk respon total fenol adalah quadratic untuk varibel proses dan special cubic untuk variabel formula. Model special cubic akan memberikan grafik yang menanjak kemudian mendatar dan setelah beberapa saat akan menanjak kembali. Adapun persamaan respon total fenol yang didapatkan yaitu: total fenol = A B C AB 45.00AC AD BC BD CD ABC ABD ACD BCD 74.61AD BD 2 -

22 CD ABCD ABD ACD BCD ABCD 2 Keterangan: A = Konsentrasi jeruk nipis B = Konsentrasi jeruk purut C = Konsentrasi jeruk lemon D = Suhu air yang ditambahkan Persamaan yang didapatkan memberikan gambaran bahwa semua variabel perlakuan baik proses maupun formula, memberikan pengaruh terhadap total fenol minuman fungsional yang diproduksi pada skala pilot plant. Selain itu terdapat beberapa interaksi antar variabel yang cukup kompleks. Adanya interaksi yang terlalu kompleks inilah yang menjadi penyebab tidak didapatkan nilai prediction R-squared. Menurut Susanti (2008) kadar total fenol lebih sesuai didekati dengan persamaan polinomial derajat 2 (quadratic), yaitu pola yang menunjukkan pola naik sampai mencapai titik maksimum kemudian menurun kembali. Pola ini telah sesuai dengan pola yang didapatkan oleh program yaitu model quadratic dengan puncak yang terbuka ke atas. Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada suhu air terendah (D 0 C) dan tertinggi (D i 0 C), warna grafik semakin merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai total fenol yang semakin tinggi, suhu secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap lama waktu pemasakan. Penurunan kadar total fenol terjadi pada suhu D 0 C. Hal ini menunjukkan bahwa total fenol relatif sensitif terhadap suhu dan lama waktu pemasakan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses pemanasan dapat meningkatkan kadar total fenol. Lee et al. (2006) melaporkan bahwa lamanya waktu pemanasan pada kulit kacang dapat meningkatkan total fenol, hal yang sama juga terjadi pada jus dan kulit jeruk (Jeong et al. 2004) dan ekstrak biji anggur (Kim et al. 2006). Menurut Susanti (2008), fenomena tersebut terjadi karena lama pemanasan akan memudahkan keluarnya fenol dari matrik bahan. Selain itu tingginya suhu pemanasan juga berpengaruh terhadap inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim semakin rendah, akibatnya kerusakan fenol semakin kecil. Akan tetapi stabilitas fenol juga akan terganggu oleh semakin meningkatnya suhu pemanasan sehingga jumlah total fenol terdeteksi akan mencapai puncak maksimum kemudian konstan dan cenderung menurun. Komponen fenolik pada jeruk didominasi oleh kelompok flavonones terutama hesperidine dan naringenin. Menurut Ghafar et al.(2009) jeruk nipis memiliki kandungan hesperidine tertinggi yaitu sebesar 16.67±2.57 mg/100 ml jus jeruk. Berdasarkan Ladaniya (2008) kelompok hesperidine merupakan kelompok flavonone utama pada jeruk. Namun, mengingat minuman fungsional ini terdiri dari tujuh jenis herbal dan rempah, maka nilai total fenol yang didapatkan bukan hanya berasal dari formula jeruk yang digunakan. 42

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah rimpang kunyit, asam jawa tanpa biji cap Cabe, dan rimpang jahe yang dibeli di Pasar Induk Tangerang, air minum dalam kemasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Waktu dan Kecepatan Optimum Flavor C blended dibuat dengan mencampurkan flavor C Concentrat dan solvent pada perbandingan 1:9 menggunakan waktu dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe 4.1. Hasil Kerja Ekstraksi Jahe BAB 4 PEMBAHASAN Bahan jahe merupakan jenis varietas putih besar yang diapat dari pasar bahan organik Bogor. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah dengan melarutkan senyawa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama, bahan penunjang, dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan baku utama terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asam Malat dan Vitamin C terhadap Penerimaan Sensori Minuman sari buah jeruk memiliki karakteristik rasa asam dan apabila ditambahkan vitamin C dalam produk akan meningkatkan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan gaya hidup saat ini, masyarakat menginginkan suatu produk pangan yang bersifat praktis, mudah dibawa, mudah dikonsumsi, memiliki cita rasa

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Buah Mengkudu Untuk ekstraksi, buah mengkudu sebanyak kurang lebih 500 g dipilih yang matang dan segar serta tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Selanjutnya bahan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi Tomat Bahan tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat dari varietas tomat apel (Lycopersicum esculentum var. pyriforme) yang diperoleh dari sebuah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Produksi Mie Instan Proses pembuatan semua jenis mie sama mulai dari pengadukan hingga pembentukan untaian mie. Proses yang membedakan jenis mie terletak pada proses

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG

IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG A. ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian magang adalah base kacang oven yang diperoleh dari pabrik pada 23 Mei 2011, seasoning tanpa bahan pengisi,

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minuman saat ini mengutamakan tiga hal yaitu: manfaat untuk kesehatan, back to

I. PENDAHULUAN. minuman saat ini mengutamakan tiga hal yaitu: manfaat untuk kesehatan, back to I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kecenderungan konsumen dalam mengonsumsi suatu makanan atau minuman saat ini mengutamakan tiga hal yaitu: manfaat untuk kesehatan, back to nature dan minimally processing.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULASI SANTAN Minuman santan yang dibuat di dalam penelitian ini adalah minuman santan yang mendekati sampel produk komersil dengan menggunakan parameter kadar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di Indonesia. Teh juga merupakan salah satu bahan penyegar yang penggunaannya populer di Indonesia selain kopi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI Penelitian tentang umbi bawang dayak ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk umbi segarnya (Gambar 2) yang mengandung berbagai macam komponen bioaktif,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

Analisis Kelayakan Finansial METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 12 Analisis Kelayakan Finansial Studi kelayakan merupakan suatu perencanaan sistematis dan terpadu pada pendirian suatu proyek bisnis sehingga resiko kegagalannya dapat dikurangi. Menurut Umar (2000),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging sapi

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian serta Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian A. Penentuan Tingkat Ekstraksi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian A. Penentuan Tingkat Ekstraksi 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli sampai Desember 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Gizi, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, serta Laboratorium Pengujian Mutu Hasil

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA A. Deskripsi Data 1. Preparasi Sampel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) varietas kangkung yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan konsumsi yang berbeda-beda, antara lain untuk kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan konsumsi yang berbeda-beda, antara lain untuk kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman favorit yang banyak disukai dan dikonsumsi oleh masyarakat. Berbagai kalangan usia menggemari minuman teh dengan tujuan konsumsi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan, beberapa

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan, beberapa I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK...

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bubuk rimpang kunyit kering cap semar, asam jawa cap cabe, jeruk nipis, bubuk kayumanis, bubuk pala, gula pasir, dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Pilot plant

Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Pilot plant akibat proses modifikasi gula, yaitu gula sukrosa menjadi gula non sukrosa. Oleh karena itu ketiga jenis jeruk ditetapkan sebagai parameter kritis dari sisi formula. Parameter kritis dari sisi kondisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan Penelitian pendahuluan bertujuan mengidentifikasi bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan minuman santan. Sebagai produk pembanding digunakan

Lebih terperinci

OLEH: CHRISTIAN LIGUORI

OLEH: CHRISTIAN LIGUORI PERUBAHAN KADAR SENYAWA BIOAKTIF DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEPUNG BERAS ORGANIK PUTIH VARIETAS JASMINE, MERAH VARIETAS SAODAH, DAN HITAM VARIETAS JAWA DENGAN PENGEMAS POLIETILEN SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE TEH HIJAU DAN KONSENTRASI GULA STEVIA (Stevia rebaudiana bertoni M.) TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP TEH HIJAU (GREEN TEA)

PENGARUH GRADE TEH HIJAU DAN KONSENTRASI GULA STEVIA (Stevia rebaudiana bertoni M.) TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP TEH HIJAU (GREEN TEA) PENGARUH GRADE TEH HIJAU DAN KONSENTRASI GULA STEVIA (Stevia rebaudiana bertoni M.) TERHADAP KARAKTERISTIK SIRUP TEH HIJAU (GREEN TEA) Fryda Amalia 12.302.0008 Pembimbing Utama: Pembimbing Pendamping:

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah tumbuhan yang bermula dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) selain daging buahnya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI TEH HIJAU Pada penelitian ini, proses ekstraksi teh hijau dilakukan dengan cara penyeduhan. Menurut Astill et al. (2001), perbedaan cara penyeduhan teh dapat memengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan memiliki fungsi utama sebagai penyedia nutrien untuk kebutuhan metabolisme tubuh. Seiring dengan perkembangan ilmu, diketahui bahwa makanan juga dapat membantu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU SAWO (HELIXANTHERE SP) HASIL EKSTRAKSI SOXHLETASI DAN PERKOLASI 1 Mauizatul Hasanah, 2 Febi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci