HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN Taslim Maulana 1 Ferian Anggara 2* 1 Program Studi S-1 Departemen Teknik Geologi,Universitas Gadjah Mada 2 Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *Corresponding author; ferian@ugm.ac.id SARI Penelitian dilakukan di Formasi Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan yang merupakan salah satu target eksplorasi Gas Metana Batubara (GMB) di Indonesia. Salah satu aspek yang mempengaruhi keekonomian suatu lapangan GMB adalah nilai permeabilitas batubara. Permeabilitas akan sangat dikontrol oleh sistem cleat yang berkembang pada lapisan batubara tersebut. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik batubara, sistem cleat yang berkembang dan nilai permeabilitasnya. Metode yang digunakan meliputi pengukuran atribut cleat di lapangan dan analisis laboratorium. Pengukuran atribut cleat dilakukan menggunakan metode window scan pada 16 lokasi pengukuran yang tersebar pada 3 lapisan batubara, yaitu A1, A2, dan B1. Atribut cleat yang diukur adalah orientasi, panjang, apertur, dan cleat spacing. Analisis laboratorium terdiri dari analisis proksimat, analisis petrografi, analisis Scanning Electron Microscope (SEM), dan nilai calorific value. Perhitungan nilai permeabilitas berdasarkan atribut cleat menggunakan rumus Robertson dan Christiansen (2006) dan Lucia (1983). Karakteristik batubara pada daerah penelitian menunjukkan kandungan kadar lengas berkisar 26 30,5 % (ar), abu 1,1 2,5 % (adb), zat terbang 40 43,5 % (adb), karbon tertambat 41,3 47 % (adb) dan nilai calorific value cal/gr (adb). Peringkat batubara adalah Subbituminus A. Orientasi cleat berarah timur laut barat daya dengan rata-rata panjang cleat 23,89 cm 46,87 cm, apertur 0,0343 0,067 cm dan spacing 2,48 4,57 cm. Nilai permeabilitas berdasarkan formula Robertson dan Christiansen (2006) berkisar 90, Darcy. sedangkan berdasarkan formula Lucia (1983) berkisar 2,069 45,8192 Darcy. Hasil perhitungan menunjukkan lapisan batubara A2 memiliki nilai permeabilitas tertinggi dan B1 memiliki permeabilitas terendah. Nilai permeabilitas akan berbanding lurus dengan nilai apertur, panjang dan densitas cleat namun berbanding terbalik dengan cleat spacing. Material pengisi cleat terdiri dari silika, amber, dan pirit. Kata kunci : cleat, permeabilitas, batubara, GMB I. PENDAHULUAN Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang memiliki cadangan batubara terbesar di Indonesia, khususnya pada Cekungan Sumatera Selatan (PSDG, 2015). 95 % dari cadangan total batubara di Indonesia merupakan batubara peringkat rendah. Batubara peringkat rendah merupakan batubara yang memiliki kalori <7000 Cal/gr (Taylor dkk., 1998). Karena keterdapatan batubara peringkat rendah yang melimpah dan tidak ekonomis untuk dilakukan penambangan terbuka, untuk itu perlu dilakukan pemanfaatan lain, salah satunya 227 dengan memproduksi gas metana yang ada di batubara secara insitu. Gas Metana Batubara (GMB) merupakan terminologi yang digunakan untuk menyatakan gas yang dikandung di batubara (Moore, 2012). Keberadaan batubara di Indonesia cukup melimpah, namun ekplorasi dan produksi GMB belum dilakukan secara intensif karena terbatasnya informasi dan studi mengenai GMB. Salah satu aspek yang mempengaruhi keekonomian suatu lapangan GMB adalah nilai permeabilitas. Permeabilitas batubara akan sangat dikontrol oleh sistem cleat yang

2 berkembang pada lapisan batubara tersebut. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai sistem cleat pada batubara di daerah penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik batubara, sistem cleat yang berkembang dan nilai permeabilitasnya. II. LOKASI PENELITIAN DAN GEOLOGI REGIONAL III. Daerah penelitian secara administratif termasuk daerah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Bukit Asam, Tambang Banko Barat Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia (Gambar 1). Daerah penelitan secara fisiografi termasuk Cekungan Sumatera Selatan yang merupakan cekuan belakang busur, serta termasuk Sub- Cekungan Palembang Selatan. Secara stratigrafi, daerah penelitian termasuk Formasi Muara Enim yang terendapkan pada Akhir Miosen, formasi ini didominasi oleh sedimen fluvial-deltaik dan swamp (Ginger dan Fielding, 2005). Formasi Muara Enim memiliki 4 anggota formasi yaitu dari yang tertua M1, M2, M3 dan M4 (Shell Mijnbouw, 1978 dalam Rudiyanto, 2014). Daerah penelitian termasuk Anggota Formasi M2. Anggota M2 terdiri dari 3 seam batubara utama yaitu petai (seam C), suban (seam B), dan mangus (seam A), selain itu Anggota M2 terdiri dari perulangan batulempung dan batulempung pasiran. Fokus penelitian pada Seam Mangus (A1 dan A2) serta Seam Suban (B1). Geologi regional didaerah penelitian dapat dilihat di Gambar 2. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pengambilan data lapangan, analisis laboratorium, dan perhitungan permeabilitas berdasarkan sistem cleat. Tahap pengambilan data lapangan terdiri dari, pengukuran stratigrafi terukur, pengukuran cleat, dan pengambilan sampel. Pengukuran cleat dilakukan menggunakan metode window scan, pada metode ini dilakukan 228 pengukuran terhadap orientasi cleat, spacing cleat, apertur dan intensitas cleat (Gambar 3) dalam dimensi 1X1 meter, pengukuran menggunakan window scan mengikuti penelitian yang dilakukan Apriyani dkk (2014). Pengukuran window scan dilakukan jika ketebalan batubara lebih atau sama dengan satu meter. Pengukuran data cleat dilakukan pada 16 lokasi dengan rincian 4 lokasi dilakukan pada seam B1, 7 lokasi dilakukan pada seam A2, dan 5 lokasi dilakukan pada seam A1. Analisis laboratorium yang dilakukan meliputi analisis proksimat, analisis calorific value dan analisis petrografi sayatan poles. Analisis proksimat dan calorific value dilakukan pada 6 sampel yang tersebar pada masing-masing seam, dengan rincian 2 sampel pada seam B1, 2 sampel pada seam A2, dan 2 sampel pada seam A1. Analisis petrografi sayatan poles dilakukan pada 3 sampel material pengisi cleat yang terdapat di lokasi penelitian. Perhitungan permeabilitas berdasarkan sistem cleat dilakukan menggunakan rumus Robertson dan Christiansen (2006) dan Lucia (1983) pada persamaan 1 dan 2 k = b 3 /12a (1) dengan k = permeabilitas (cm 2 ) b = lebar rekahan / aperture (cm) a = fracture spacing (cm) k = 84,4 x 10 5 W 3 /Z (2) dimana k atau ks = permeabilitas (darcy) W = apertur cleat (cm) Z = cleat spacing (cm) Menurut Apriyani (2014) formula Lucia (1983) dapat dimodifikasi untuk cubes dan match stick seperti yang dituliskan pada persamaan 3, 4 dan 5 dibawah ini. k f = 8,35 x 10 6 W 2 (3) cubes, k 2 = 2/3 (k f W 2 /Z) (4) matc sticks, k 2 = 1/2 (k f W 2 /Z) (5) dimana kf = konstanta permeabilitas (cm 2 ) k2 = permeabilitas (Darcy)

3 IV. DATA a. Stratigrafi daerah penelitian Pengukuran stratigrafi dilakukan mulai beberapa meter dari bagian floor seam B1 hingga bagian top dari seam A1. Litologi yang mendominasi pada bagian bawah dan atas dari seam B1 adalah batulempung dengan sisipan batulempung karbonan. Selain itu terdapat juga lapisan batupasir tuffan, batupasir, batulanau, serta serpih karbonan pada interbed antara seam A2 dan seam A1 (Gambar 4). b. Orientasi cleat Orientasi face cleat pada daerah penelitian memiliki arah jurus N 30 E atau berkisar timur laut barat daya, sedangkan butt cleat memiliki arah jurus sekitar N120 E atau barat laut - tenggara. Persebaran orientasi dari face cleat dan butt cleat pada setiap lokasi pengukuran dapat dilihat pada gambar 5a dan gambar 5b c. Atribut cleat Atribut cleat pada penelitian ini terdiri atas panjang cleat, apertur cleat, spacing cleat, densitas cleat, dan intensitas cleat Panjang cleat Berdasarkan pengukuran, panjang face cleat rata-rata berkisar 34,3 cm hingga 85,5 cm dan butt cleat berkisar 2,4 cm hingga 9 cm (lihat pada Gambar 6a) Apertur cleat Apertur cleat batubara berkisar 0,03 cm hingga 0,4 cm. Lokasi cleat 4 memiliki rata-rata apertur face cleat terbesar dengan nilai 0,08 cm, sedangkan rata-rata apertur butt cleat terbesar dimiliki lokasi cleat 2 dengan rata-rata apertur butt cleat 0,047 cm. Persebaran rata-rata face dan butt cleat pada setiap lokasi pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6b. Gambar 10a menampilkan persebaran jumlah cleat yang memiliki besaran tertentu. Cleat yang memiliki apertur berkisar cm memiliki kuantitas terbanyak dengan jumlah 792, dan kisaran 0,05-0,099 cm dengan jumlah 253. Spacing cleat Rata-rata spacing face cleat berkisar 2,13 cm hingga 3,34 cm, sedangkan rata-rata spacing butt cleat berkisar antara 2,6 hingg 6,4 cm. Persebaran rata-rata face dan butt cleat pada setiap lokasi pengukuran ditampilkan pada Gambar 6d. Gambar 10b menunjukan kisaran spacing dengan jumlahnya, cleat dengan kisaran 2 2,99 cm memiliki jumlah terbanyak dengan 299, kemudian cleat dengan kisaran 3-3,99 cm dengan jumlah 199. Densitas cleat Densitas adalah nilai perhitungan antara jumlah panjang cleat pada suatu lokasi pengukuran dibagi dengan luas wilayah pengukuran. Densitas face cleat berkisar 0,13 cm/cm 2 hingga 0,26 cm/cm 2. Sedangkan densitas butt cleat berkisar 0,006 cm/cm 2 hingga 0,017 cm/cm 2. Persebaran nilai rata-rata densitas pada setiap lokasi pengukuran ditampilkan pada Gambar 6c. Intensitas cleat Intensitas merupkan jumlah cleat yang terdapat dalam dimensi pengukuran pada (Apriyani dkk., 2014). Intensitas face cleat berkisar 27-52, sedangkan intensitas butt cleat berkisar Persebaran nilai Intensitas pada setiap lokasi pengukuran ditampilkan pada Gambar 6e. d. Analisis proksimat Kadar lengas tertinggi dimiliki oleh seam A1 dengan nilai total moisture 30,5 % dan inherent moisture 14,7 %. Sedangkan kandungan abu tertinggi dimiliki oleh seam B1 dengan nilai 2,5 % (adb), dan terendah dimiliki seam A2 dengan nilai 1,1 % (adb). Kandungan zat terbang tertinggi dimiliki oleh seam A2 dengan nilai 43,5 % (adb), sedangkan yang terendah dimiliki seam A1 dengan nilai 40 % (adb). Kandungan karbon tertambat tertinggi dimiliki oleh seam A1 dengan nilai 47 % (adb), dan yang terendah dimiliki oleh seam A2 dengtan nilai 41,3 % (adb). Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel

4 e. Cleat petrologi Cleat petrologi merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan mengenai mineral/material yang mengisi cleat batubara (Laubach dkk., 1998). Pada lokasi penelitian ditemukan tiga jenis pengisi cleat yaitu silika, amber dan pirit dengan deskripsi sebagai berikut: 1. Silika ditemukan pada seam A2, tepatnya sekitar satu meter di bawah roof dari batubara. Keterdapatan silika tidak terlalu banyak, hanya pada daerah yang dekat dengan batubara silikaan (Gambar 7.3a dan 7.3c). 2. Amber adalah material getah dari tumbuhan yang mengalami pengerasan. Pada lokasi penelitian amber ditemukan pada seam A1, sekitar 1,5 meter di atas base. Keterdapatan amber sebagai pengisi cleat cukup melimpah (Gambar 7.2a dan 7.2b) 3. Pirit merupakan mineral logam yang memiliki warna kuning pucat dengan kilap logam dan berbentuk kubus. Pirit ditemukan pada seam B1, beberapa sentimeter di bawah top. Keterdapatan pirit sebagai pengisi cleat cukup melimpah (Gambar 7.1a dan 7.1b). f. Analisis permeabilitas Perhitungan permeabilitas secara umum menggunakan 2 rumus yaitu Robertson dan Christiansen (2006) dan Lucia (1983). Namun pada rumus Robertson dan Christiansen (2006) dilakukan konversi terhadap satuan permeabilitas yang awalnya cm 2 menjadi Darcy. Sedangkan pada rumus Lucia (1983) dilakukan pengembangan dengan menggabungkan dengan hukum darcy (Tabel 1). V. PEMBAHASAN a. Peringkat batubara Penentuan peringkat batubara dilakukan berdasarkan nilai kadar lengas, kandungan zat terbang, kandungan karbon tertambat, dan calorific value. Kandungan zat terbang dan 230 karbon tertambat hasil analisis proksimat memiliki basis air dried basis (adb), sedangkan klasifikasi Teichmuller (1987) menggunakan basis dry, ash free (daf), sehingga perlu dilakukan konversi. Penentuan peringkat batubara dapat dilihat pada Tabel 3. Parameter pertama adalah kadar lengas, Kadar lengas yang digunakan untuk menentukan peringkat batubara pada klasifikasi Teichmuller (1987) adalah bed moisture. Bed moisture merupakan kadar lengas batubara yang masih tersisa setelah kadar lengas permukaan (surface moisture) dihilangkan (Speight, 2005). Berdasarkan tabel 3a diketahui bahwa peringkat batubara adalah Subbituminus A, karena memiliki nilai inherent moisture berkisar %. Parameter kedua adalah calorific value. Berdasarkan calorific value diketahui bahwa peringkat batubara adalah Subbituminus B, karena memiliki nilai kalori Cal/gr (Tabel 3b). Parameter selanjutnya yang digunakan untuk penentuan peringkat batubara memerlukan konversi basis dari air dried basis (adb) ke dry, ash free (daf). Berikut cara menghitung faktor konversi (Mad + Aad) Dengan Mad = kadar lengas pada air dried basis (%) Aad = kandungan abu pada air dried basis (%) Selanjutnya faktor konversi yang didapat dikalikan dengan parameter yang ingin diubah basisnya. Parameter selanjutnya adalah kandungan zat terbang. Peringkat batubara yang didapat memiliki variasi pada setiap seam. Pada seam B1 memiliki peringkat Subbituminus B, sedangkan pada seam A2 pada sampel pertama memiliki peringkat Subbituminus B dan sampel kedua Subbituminus C. Pada seam A1 pada sampel pertama memiliki peringkat Subbituminus B dan sampel kedua Subbituminus A (Tabel 3c).

5 Berdasarkan seluruh analisis yang dilakukan, peringkat batubara di lokasi penitian adalah subbituminous B. b. Hubungan atribut cleat dengan permeabilitas. Secara umum hubungan antara atribut cleat dengan permeabilitas di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1. Panjang cleat memiliki kecenderungan berbanding lurus dengan permeabilitas, semakin tinggi densitas cleat maka permeabilitas batubara akan semakin besar (Gambar 8a). 2. Apertur akan berbanding lurus dengan permeabilitas, semakin besar apertur batubara maka permeabilitas batubara akan semakin besar (Gambar 8b). 3. Spacing memiliki kecenderungan berbandingan terbalik dengan permeabilitas, semakin besar nilai spacing cleat maka semakin kecil nilai permeabilitas (Gambar 8c). 4. Densitas dengan permeabilitas memiliki kecenderungan berbanding lurus. Semakin tinggi densitas cleat maka nilai permeabilitas batubara akan semakin besar (Gambar 8d). 5. Intensitas cleat tersebar cukup beragam diberbagai nilai permeabilitas, sehingga apabila ditarik garis trend maka akan menunjukan garis yang lurus (Gambar 8e). c. Hubungan karakteristik batubara dengan permeabilitas. Permeabilitas yang akan dibandingkan dengan karakteristik batubara, merupakan permeabilitas menggunakan formula Robertson dan Christiansen (2006) yang telah dikonversi ke satuan darcy. Pertama, hubungan kadar lengas dengan permeabilitas adalah berbanding lurus (Gambar 9a). Hubungan kandungan abu dengan permeabilitas memiliki kecenderungan berbanding terbalik (Gambar 9c), sedangkan hubungan zat terbang dengan permeabilitas memiliki kecenderungan yang 231 berbanding terbalik jika ditarik garis trend, walaupun dalam plottingnya terdapat anomali (Gambar 9b) Selanjutnya, hubungan kandungan karbon tertambat dengan permeabilitas memiliki kecenderungan berbanding terbalik. Semakin besar nilai kandungan karbon tertambat maka permeabilitas semakin kecil, terdapat anomali pada A1, dimana kandungan karbon tertambat lebih besar dari B1, namun memiliki nilai permeabilitas lebih besar dari B1. (Gambar 9d). Yang terakhir adalah hubungan calorific value dengan permeabilitas. Pada Gambar 9e diperlihatkan hubungan calorific value dengan permeabilitas berbanding terbalik. d. Perbandingan nilai permeabilitas cleat dengan permeabilitas pada sumur pemboran Berdasarkan Sosrowidjojo (2006) diketahui bahwa permeabilitas batubara pada sumur pemboran berkisar 2,60 9,66 md. Sedangkan permeabilitas berdasarkan pengukuran cleat berkisar 1, D. Dari nilai permeabilitas dapat dilihat terdapat peningkatan nilai permeabilitas mencapai kali dari nilai permeabilitas insitu. Penelitian Weniger dkk (2016) memperlihatkan perbandingan nilai permeabilitas berdasarkan perhitungan sistem cleat dan perhitungan permeabilitas insitu. Berdasarkan penelitain tersebut nilai permeabilitas cleat memiliki median 3,7 x10-11 m 2, sedangkan permeabilitas insitu memiliki nilai 5,8 x10-16 m 2, rentan antara dua nilai permeabilitas juga berkisar kali. Data permeabilitas berdasarkan pengukuran cleat dan berdasarkan pada sumur pemboran didapatkan hasil yang cukup jauh, hal ini disebabkan pada saat pengukuran cleat, kondisi batubara yang diukur telah tersingkap di permukaan dengan kondisi tekanan overburden yang hampir nol, sehingga apertur cleat akan mengalami pelebaran. e. Genesa cleat batubara Apriyani (2014) menyatakan cleat terdiri dari cleat endogenik dan cleat eksogenik, cleat

6 VI. endogenik merupakan cleat yang terbentuk selama proses pembatubaraan, dan cleat eksogenik adalah cleat yang terbentuk akibat tekanan dari luar termasuk tekanan tektonik. Cleat endogenik dan eksogenik dapat dibedakan berdasarkan trend cleat terhadap bidang perlapisan, dimana cleat endogenik akan memiliki sudut sekitar terhadap bidang perlapisan, sedangkan cleat eksogenik akan memiliki sudut yang kurang dari 70 0 terhadap perlapisan. Pada lokasi penelitian sendiri diketahui bahwa sebanyak 12 lokasi pengukuran cleat didominasi endogenik dan 4 lokasi didominasi eksogenik cleat. lokasi yang termasuk cleat eksogenik yaitu cleat 3, cleat 5, clat 15 dan cleat 16, dengan sudut antara trend cleat dengan bidang perlapisan sekitar KESIMPULAN Karakteristik batubara pada daerah penelitian yaitu kandungan kadar lengas berkisar 26 30,5 % (ar), kandungan abu 1,1 2,5 % (adb), kandungan zat terbang 40 43,5 % (adb), kandungan karbon tertambat 41,3 47 % (adb) dan calorific value cal/gr (adb) Peringkat batubara pada lokasi penelitian adalah Subbituminus B. VII. Orientasi cleat pada daerah penelitian berkisar timur laut barat daya. Rata-rata panjang cleat berkisar 23,89 cm 46,87 cm. Rata-rata apertur pada daerah penelitian 0,0343 0,067 cm. Rata-rata spacing mulai dari 2,48 4,57 cm. Ratarata densitas cleat pada daerah penelitian mulai dari 0,163 0,272 cm/cm 2. Intensitas cleat pada daerah penelitian berkisar cleat. Nilai permeabilitas pada lokasi penelitian berdasarkan formula Robertson dan Christiansen (2006) berkisar 90, Darcy. Nilai permeabilitas menggunakan formula Lucia (1983) yang cubes berkisar 2,069 45,8192 Darcy. nilai permeabilitas cleat pada penelitian weniger dkk (2016) memiliki median 3,7 x10-11 m 2, sedangkan permeabilitas insitu memiliki nilai 5,8 x10-16 m 2, rentan antara dua nilai permeabilitas juga berkisar kali. ACKNOWLEDGEMENT Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada PT Bukit Asam Tbk yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian, dan juga kepada Universitas Gadjah Mada yang telah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Apriyani, N., Suharmono., Muhammad, M., Setiabudi, D., Arifin, S., Andrean, S., Anom, S.M., 2014, Integrated Cleat Analysis and Coal Quality on CBM Exploration at Sangatta II PSC, Kutai Basin, Indonesia: AAPG International Convention and Exhibition. Ginger, D., Kevin, F., 2005, The Petroleum Systems and Future Potential of The South Sumatra Basin: Proceeding Indonesian Petroleum Association, p Laubach, S.E., R.A.Marett., J.E.Olson., A.R.Scott., 1998, Characteristics And Origins of Coal Cleat : A Review: Elsevier International Journal of Coal Geology, p Moore, T.A., 2012, Coalbed methane : A review: Elsevier International Journal of Coal Geology, p Pusat Sumber Daya Geologi., 2015, Executive Summary Pemutakhiran Data dan Neraca Sumber Daya Energi Tahun 2015 : Bandung, psdg.bgl.esdm.go.id, 20p Robertson, E.P., Richard, L.C., A Permeability Model For Coal and Other Fractured, Sorptive- Elastic Media: Society of Petroleum Engineers Eastern Regional Meeting. 232

7 Rudiyanto, I.R., 2014, Intergrasi Karakteristik Cleat dan Pengaruh Cleat Terhadap Potensi CBM Daerah Muara Tiga Besar, Kecamatan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, Laporan tugas akhir di PT. Bukit Asam, Unpublished Satuan Kerja Eksplorasi Rinci., 2014, Welcome to Bukit Asam: Tanjung Enim, Unpublished 12p Sosrowidjojo, I.B., 2006, Coalbed Methane Potential In The South Palembang basin: Proceedings Jakarta International Geoscience Conference Exhibition, 5p. Taylor, G.H., 1998, Organic petrology: a new handbook incorporation some revised part of stach s textbook of coal petrology: gebruder borntraeger, 704p. Weniger, S., Weniger, P., Littke, R., 2016, Characterizing Coal Cleats From Optical Measurement for CBM Evaluation: Elsevier International Journal of Coal Geology, p TABEL Tabel 1. Perhitungan permeabilitas berdasarkan sistem cleat Lokasi pengukuran Cleat Seam average spacing average aperture Robertson and Christiansen (cm2) Robertson and Christiansen (Darcy) Lucia (carbonat) (Darcy) Lucia (cubes) (Darcy) Lucia (match sticks) (Darcy) cleat 1 A2 3,593 0,0536 3,572E , , ,79 9,5922 cleat 2 A2 2,484 0,0672 1,02E , ,137 45,82 34,364 cleat 3 A2 2,565 0,051 4,32E , , ,73 11,045 cleat 4 A1 2,65 0,062 7,51E , ,633 31,13 23,344 cleat 5 A2 3,724 0,0343 9,033E-07 90, , ,07 1,5525 cleat 6 A2 3,197 0,0434 2,126E , ,3679 6,161 4,6207 cleat 7 A1 3,809 0,0413 1,544E , ,3479 4,261 3,1958 cleat 8 A1 2,624 0,0394 1,942E , ,7216 5,112 3,8339 cleat 9 B1 2,673 0,0423 2,362E , ,2413 6,677 5,008 cleat 10 B1 4,577 0,0417 1,32E , ,6651 3,676 2,7569 cleat 11 A1 2,943 0,0344 1,156E , ,0574 2,658 1,9937 cleat 12 A1 3,655 0,0403 1,495E , ,4098 4,027 3,0201 cleat 13 B1 3,327 0,0353 1,098E , ,1562 2,585 1,9385 cleat 14 B1 3,208 0,0348 1,094E , ,8364 2,544 1,9077 cleat 15 A2 2,885 0,0395 1,775E , ,7662 4,679 3,5089 cleat 16 A2 3,277 0,0359 1,173E , ,8363 2,811 2,

8 Tabel 2. Hasil analisis proksimat No. LAPISAN HASIL PENGUJIAN Urut TM*) IM*) Ash *) VM *) FC TS *) GCV(Cal/gr)*) % % % % % % % % % % (ar) (ar) (adb) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb) 1 A1 30,50 14,70 1,60 1,30 41,40 33,70 42,30 34,50 0,22 0, A1 26,40 11,50 1,50 1,30 40,00 33,30 47,00 39,10 0,27 0, A2 27,40 13,70 2,00 1,70 41,40 34,80 42,90 36,10 0,12 0, A2 29,40 14,00 1,10 0,90 43,50 35,70 41,30 33,90 0,11 0, B1 26,60 10,70 2,50 2,00 42,50 34,90 44,50 36,50 0,88 0, B1 26,00 12,10 3,10 2,60 42,30 35,60 42,30 35,50 0,25 0, TM total moisture, IM inherent moisture, VM volatile matter, FC fixed carbon, TS total sulphur, GCV gross calorific Value Tabel 3. Penentuan peringkat batubara 234

9 GAMBAR PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 Gambar 1. Lokasi Penelitian Gambar 2. Geologi regional daerah penelitian (PT. Bukit Asam, 2014 dengan modifikasi) 235

10 Gambar 3. Atribut cleat, (s) cleat spacing, (A) Apertur, (P) panjang cleat, (F) face cleat, (B) butt cleat Gambar 4. Stratigrafi daerah penelitian 236

11 Gambar 5. Peta orientasi face cleat (a) dan butt cleat (b) Gambar 6. Persebaran atribut cleat disetiap lokasi pengukuran, (a) panjang cleat, (b) rata-rata apertur cleat, (c) densitas cleat, (d) rata-rata spacing cleat, (e) intensitas cleat 237

12 (1a) (2a) (3a) 0,5 mm 0,5 mm 0,5 mm (1b) (2b) (3b) Gambar 7. Cleat petrologi, (1a)pirit, sayatan poles pirit PPL(1b), (2a)amber, (2b)sayatan poles amber PPL, (3a)silika, (3b)sayatan poles silika PPL. 238

13 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 8. Hubungan permeabilitas dengan (a) rata-rata panjang, (b) rata-rata apertur, (c) rata-rata spacing, (d) densitas cleat, (e) Intensitas cleat 239

14 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 9. Hubungan permeabilitas dengan karakteristik batubara, (a) kadar lengas, (b) kandungan zat terbang, (c) kandungan abu, (d) kandungan karbon tertambat, (e)clorific value Gambar 10. Persebaran jumlah apertur (a), Persebaran jumlah spacing (b) 240

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI Dede I. Suhada, Untung Triono, Priyono, M. Rizki R. Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA PADA LAPISAN BATUBARA B DAN C YANG DITEMBUS PEMBORAN DI LOKASI AD-01 DAERAH OMBILIN, KOTA SAWAHLUNTO, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Sigit Arso

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CLEAT BATUBARA TERHADAP INTENSITAS STRUKTUR PADA DESA MERAPI TIMUR, KABUPATEN LAHAT DI FORMASI MUARA ENIM, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

KARAKTERISTIK CLEAT BATUBARA TERHADAP INTENSITAS STRUKTUR PADA DESA MERAPI TIMUR, KABUPATEN LAHAT DI FORMASI MUARA ENIM, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN KARAKTERISTIK CLEAT BATUBARA TERHADAP INTENSITAS STRUKTUR PADA DESA MERAPI TIMUR, KABUPATEN LAHAT DI FORMASI MUARA ENIM, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Avi Krestanu * Muhammad Iqbal R Edo Fernando Herawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA 4.1. Stratigrafi Batubara Lapisan batubara yang tersebar wilayah Banko Tengah Blok Niru memiliki 3 group lapisan batubara utama yaitu : lapisan batubara A, lapisan batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor tumbuhan pembentuk dan lingkungan pengendapan akan menyebabkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. KATA PENGANTAR... iv. ABSTRAK...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. KATA PENGANTAR... iv. ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... iii KATA PENGANTAR.... iv ABSTRAK.... vi ABSTRACT.... vii DAFTAR ISI.... viii DAFTAR GAMBAR.... xi DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Sukardi & Asep Suryana Sub Dit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BATUBARA BERSISTEM DALAM CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DI DAERAH LUBUKMAHANG, KEC. BAYUNGLINCIR, KAB. MUSIBANYUASIN, PROP.

PENGKAJIAN BATUBARA BERSISTEM DALAM CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DI DAERAH LUBUKMAHANG, KEC. BAYUNGLINCIR, KAB. MUSIBANYUASIN, PROP. PENGKAJIAN BATUBARA BERSISTEM DALAM CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DI DAERAH LUBUKMAHANG, KEC. BAYUNGLINCIR, KAB. MUSIBANYUASIN, PROP. SUMATERA SELATAN Oleh : Sukardi dan A.Suryana Sub Dit. Eksplorasi Batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA BERSISTEM DAERAH TANJUNG LANJUT KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI. Oleh : Wawang Sri Purnomo, Didi Kusnadi dan Asep Suryana

PENYELIDIKAN BATUBARA BERSISTEM DAERAH TANJUNG LANJUT KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI. Oleh : Wawang Sri Purnomo, Didi Kusnadi dan Asep Suryana PENYELIDIKAN BATUBARA BERSISTEM DAERAH TANJUNG LANJUT KABUPATEN MUARO JAMBI PROVINSI JAMBI Oleh : Wawang Sri Purnomo, Didi Kusnadi dan Asep Suryana SARI Daerah Tanjung Lanjut dan sekitarnya termasuk daerah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KUANTITATIF CLEAT SEBAGAI INDIKATOR GAS METANA BATUBARA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA, BENGKULU

KARAKTERISTIK KUANTITATIF CLEAT SEBAGAI INDIKATOR GAS METANA BATUBARA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA, BENGKULU KARAKTERISTIK KUANTITATIF CLEAT SEBAGAI INDIKATOR GAS METANA BATUBARA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA, BENGKULU Ray Diwatra Linggadipura * Muhammad Hafiz Prasetyo Ektorik Dimas Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endapan batubara di Indonesia umumnya berkaitan erat dengan pembentukan cekungan sedimentasi Tersier (Paleogen-Neogen), yang diakibatkan proses tumbukan

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN SARI

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN SARI PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh Robert L. Tobing, Priyono, Asep Suryana KP Energi Fosil SARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA DAERAH NIBUNG, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN. Oleh: Sigit Arso W.

KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA DAERAH NIBUNG, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN. Oleh: Sigit Arso W. KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA DAERAH NIBUNG, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh: Sigit Arso W. Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta No. Bandung SARI Gas metana(ch) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertambangan, khususnya batubara merupakan salah satu komoditas yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Batubara saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses

Lebih terperinci

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DI DAERAH PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DI DAERAH PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DI DAERAH PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Dede Ibnu S. *, Rahmat Hidayat *, Sigit Arso. W. *, Khoirun Nahar ** * KP Energi Fosil, ** Sub-Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci

MINERALOGI DAN GEOKIMIA INTRUSI DI TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, SUMATRA SELATAN, INDONESIA

MINERALOGI DAN GEOKIMIA INTRUSI DI TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, SUMATRA SELATAN, INDONESIA MINERALOGI DAN GEOKIMIA INTRUSI DI TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM, SUMATRA SELATAN, INDONESIA Elsa D. Utami Retnadi D. Raharja Ferian Anggara * Agung Harijoko Geological Engineering Department, Faculty of

Lebih terperinci

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN Nabila Amanda 1*, Yuyun Yuniardi 1, Undang Mardiana 1, Febriwan Mohammad 1, Freddy Jul Pribadi 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN PENGARUH INTRUSI VULKANIK TERHADAP DERAJAT KEMATANGAN BATUBARA KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Oleh : Sjafra Dwipa, Irianto, Arif Munandar, Edi Suhanto (Dit. Vulkanologi) SARI Intrusi andesit di bukit

Lebih terperinci

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH MUARA LAKITAN, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH MUARA LAKITAN, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH MUARA LAKITAN, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Agus Pujobroto Sub Dit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah penyelidikan termasuk

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Sigit A. Wibisono dan Wawang S.P. Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ( Lembar Peta : 1916-11 ) Oleh : Nanan S. Kartasumantri dkk Sub.Direktorat Batubara

Lebih terperinci

EKSPLORASI BATUBARA DI DAERAH BABAT KAB. MUSI BANYUASIN DALAM RANGKA PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI BATUBARA DI DAERAH BABAT KAB. MUSI BANYUASIN DALAM RANGKA PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA SUMATERA SELATAN EKSPLORASI BATUBARA DI DAERAH BABAT KAB. MUSI BANYUASIN DALAM RANGKA PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA SUMATERA SELATAN Oleh : Deddy Amarullah Sub Dit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Dalam rangka

Lebih terperinci

By : Kohyar de Sonearth 2009

By : Kohyar de Sonearth 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan atau energi habis pakai seperti yang kita gunakan pada saat ini yakni minyak dan gas bumi. Karenanya dengan peningkatan

Lebih terperinci

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI. Eddy R. Sumaatmadja

PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI. Eddy R. Sumaatmadja KAJJIIAN PPOTENSSII GASS METHAN DALAM BATUBARA DII CEKUNGAN BARIITO PPROVIINSSII KALIIMANTAN SSELATAN Eddy R. Sumaatmadja Kelompok Program Penelitian Energi Fosil S A R I Indonesia memiliki potensi kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Daerah Penyelidikan Daerah penyelidikan secara administratif termasuk dalam Kampung Pandan Sari, Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan sumberdaya batubara yang melimpah. Di sisi lain tingginya harga bahan bakar minyak menuntut adanya pengalihan ke energi lain termasuk

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU Oleh : A. D. Soebakty Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM SARI Daerah Lubuk Jambi

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Pengaruh Hubungan antara Kandungan Gas Metana dengan Karakteristik Batubara dan Kedalaman pada Lapisan Batubara di Cekungan Barito dan Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara disingkat Puslitbang tekmira, lahir dari penggabungan Balai Penelitian

Lebih terperinci

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH SUNGAI APAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SARI Oleh: M. Abdurachman Ibrahim, S.T. Penyelidikan batubara daerah Sungai Apan dilakukan dalam rangka menyediakan

Lebih terperinci

Bab III Gas Metana Batubara

Bab III Gas Metana Batubara BAB III GAS METANA BATUBARA 3.1. Gas Metana Batubara Gas metana batubara adalah gas metana (CH 4 ) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai

Lebih terperinci

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Soleh Basuki Rahmat KELOMPOK PROGRAM PENELITIAN ENERGI FOSIL S A R I Inventarisasi endapan batubara di

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam

Lebih terperinci

S A R I. Oleh : Asep Suryana dkk Sub Direktorat Batubara, DIM

S A R I. Oleh : Asep Suryana dkk Sub Direktorat Batubara, DIM PENGKAJIAN BATUBARA BERSISTEM DALAM CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DI DAERAH SUNGAI PINANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS DAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Asep Suryana dkk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi dimana salah satunya berupa batubara. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterbatasan akan bahan galian tambang, membuat pola pikir baru untuk mencari lebih jauh akan manfaat terhadap satu bahan galian yang sama. Batubara, dahulu pemanfaatannya

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH Didi Kusnadi dan Eska P Dwitama Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REKAHAN BATUBARA PADA EKSPLORASI GAS METANA BATUBARA DI CEKUNGAN OMBILIN, PROVINSI SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK REKAHAN BATUBARA PADA EKSPLORASI GAS METANA BATUBARA DI CEKUNGAN OMBILIN, PROVINSI SUMATERA BARAT ABSTRAK KARAKTERISTIK REKAHAN BATUBARA PADA EKSPLORASI GAS METANA BATUBARA DI CEKUNGAN OMBILIN, PROVINSI SUMATERA BARAT CLEAT CHARACTERISTIC ON COALBED METHANE EXPLORATION IN OMBILIN BASIN, WEST SUMATRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA. Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono

POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA. Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono POTENSI DEEP SEATED COAL DI INDONESIA Fatimah, Asep Suryana dan Sigit Arso Wibisono Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi Asep_suryana01@yahoo.com S A R I Indonesia memiliki potensi batubara bawah

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

Robert L. Tobing, David P. Simatupang, M. A. Ibrahim, Dede I. Suhada Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi

Robert L. Tobing, David P. Simatupang, M. A. Ibrahim, Dede I. Suhada Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi PENGEBORAN DALAM UNTUK EVALUASI POTENSI CBM DAN BATUBARA BAWAH PERMUKAAN DI DAERAH UPAU, KABUPATEN TABALONG DAN KABUPATEN BALANGAN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Robert L. Tobing, David P. Simatupang, M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian.

), bikarbonat (HCO 3- ), dan boron (B). Hal ini dapat mempengaruhi penurunan pertumbuhan dan perkembangan pada sektor pertanian. 1. Apa yang dimaksud dengan gas metana batubara (Coal Bed Methane) Gas metana batubara (Coal Bed Methane) adalah suatu gas alam yang terperangkap di dalam lapisan batubara (coal seam). Gas metana ini bisa

Lebih terperinci

PENGARUH TEKTONIK DALAM PERKEMBANGAN CLEAT PADA LAPISAN BATUBARA FORMASI MUARA ENIM, KEC. MERAPI TIMUR, KAB. LAHAT, SUMATERA SELATAN

PENGARUH TEKTONIK DALAM PERKEMBANGAN CLEAT PADA LAPISAN BATUBARA FORMASI MUARA ENIM, KEC. MERAPI TIMUR, KAB. LAHAT, SUMATERA SELATAN PENGARUH TEKTONIK DALAM PERKEMBANGAN CLEAT PADA LAPISAN BATUBARA FORMASI MUARA ENIM, KEC. MERAPI TIMUR, KAB. LAHAT, SUMATERA SELATAN Hazred Umar Fathan 1*, Muhammad Hafiz Prasetyo 1, Ray Diwatra Linggadipura

Lebih terperinci

LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Hendra Takalamingan Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta SARI

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

Pengaruh struktur geologi terhadap kualitas batubara lapisan d formasi muara enim

Pengaruh struktur geologi terhadap kualitas batubara lapisan d formasi muara enim Pengaruh Jurnal Struktur Teknologi Geologi Mineral terhadap dan Kualitas Batubara Batubara Volume Lapisan 10, Nomor D... 2, Silti Mei Salinita 2014 : dan 91 Asep 104 Bahtiar Pengaruh struktur geologi terhadap

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 skala 1: 50.000) oleh: TARSIS A.D. Subdit Batubara,

Lebih terperinci

PEMBORAN CBM DAERAH JANGKANG, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. Soleh Basuki Rahmat Kelompok program penelitian energi fosil S A R I

PEMBORAN CBM DAERAH JANGKANG, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. Soleh Basuki Rahmat Kelompok program penelitian energi fosil S A R I PEMBORAN CBM DAERAH JANGKANG, KABUPATEN KAPUAS, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Soleh Basuki Rahmat Kelompok program penelitian energi fosil S A R I Sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sumberdaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH PAINAN, KABUPATEN PAINAN PROPINSI SUMATERA BARAT

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH PAINAN, KABUPATEN PAINAN PROPINSI SUMATERA BARAT EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH PAINAN, KABUPATEN PAINAN PROPINSI SUMATERA BARAT Oleh : Eddy R. Sumaatmadja Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM SARI Daerah yang diselidiki secara administrasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SAMPEL

BAB IV ANALISIS SAMPEL BAB IV ANALISIS SAMPEL 4.1 PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING) Pengambilan sampel batubara untuk penelitian dilakukan pada 2 daerah yang berbeda yaitu daerah Busui yang mewakili Formasi Warukin pada Cekungan

Lebih terperinci

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 Mata Uji : Coal Bed Methane (CBM) Jurusan : Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU Oleh : Deddy Amarullah dan Dede Ibnu Suhada Kelompok Program Penelitian Energi Fosil ABSTRAK Sesuai dengan kebijakan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PT. HASWI KENCANA INDAH TAMBANG SEMAMBU, KECAMATAN SUMAY, KABUPATEN TEBO, PROVINSI JAMBI

SEBARAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PT. HASWI KENCANA INDAH TAMBANG SEMAMBU, KECAMATAN SUMAY, KABUPATEN TEBO, PROVINSI JAMBI SEBARAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PT. HASWI KENCANA INDAH TAMBANG SEMAMBU, KECAMATAN SUMAY, KABUPATEN TEBO, PROVINSI JAMBI Oleh : Tamara Ismiqha Deyana* Ir. Nurdrajat, M.T.* Adi Hardiyono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku Lampiran I Data Pengamatan 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku No. Parameter Bahan Baku Sekam Padi Batubara 1. Moisture (%) 10,16 17,54 2. Kadar abu (%) 21,68 9,12 3.

Lebih terperinci

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas rakhmatfakh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAMBANG AGUS W., DKK. VOL. 44. NO. 2, AGUSTUS 2010 :

BAMBANG AGUS W., DKK. VOL. 44. NO. 2, AGUSTUS 2010 : Modifikasi Persamaan Proximate Log Standard sebagai Hasil Studi Lapangan CBM Rambutan - Sumatra Selatan Oleh: Bambang Agus W. 1), Kosasih 1), dan Ken Sawitri 2) Pengkaji Teknologi 1), Perekayasa Muda 2),

Lebih terperinci

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA Tahapan Eksplorasi Kegiatan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur Neogen yang menyusun cekungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

Studi Kualitas Batubara Secara Umum

Studi Kualitas Batubara Secara Umum Rencana Pengolahan Studi Kualitas Batubara Secara Umum Hasil analisis batubara PT JFL-X dengan menitik beratkan pada parameter nilai panas dan carbon tertambat didaerah Kungkilan (Blok 1) memiliki nilai

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 BAB I KEADAAN GEOLOGI I.1 Morfologi Daerah penyelidikan merupakan wilayah dengan bentuk morfologi

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

Prosiding SNRT (Seminar Nasional Riset Terapan)

Prosiding SNRT (Seminar Nasional Riset Terapan) PENGENDALIAN KUALITAS BATUBARA PT. KUANSING INTI MAKMUR (KIM) JOB SITE TANJUNG BELIT KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI M. Andriansyah 1, Pangestu Nugeraha 2, Muhammad Bahtiyar Rosyadi 3, Doli Jumat Rianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci