BAB IV ENDAPAN BATUBARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ENDAPAN BATUBARA"

Transkripsi

1 BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia dan mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 dalam Anggayana, 2002). Pembentukan batubara secara umum terbagi atas dua proses utama. Pembentukan batubara diawali dengan proses penggambutan (peatification) dari sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi, kemudaian dilanjutkan dengan proses pembatubaraan (coalification) secara biologi, fisika dan kimia yang terjadi akibat pengaruh sedimen yang membebaninya (overburden), tekanan, temperatur dan waktu. Gambar 4.1 Proses terbentuknya batubara (Anggayana, 2002) Karakter batubara yang berbeda sangat bergantung terhadap jenis tumbuhan purba, lokasi tumbuh dan berkembang biak tumbuhan, lingkungan pengendapan tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta keadaan geologi daerah setempat. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (seam coal). 39

2 4.2 Pembentukan Batubara Proses pembentukan batubara secara umum terbagi atas dua bagian utama, yaitu: a. Proses Penggambutan (Peatification) Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% massa dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Wolf, 1984 dalam Anggayana, 2000). Proses penggambutan ini merupakan proses awal pembentukan batubara. Pada proses ini terjadi proses microbial dan biochemical. Oleh karena itu, factor utama dalam proses ini adalah kandungan miktoorganisme / bakteri. Mikroorganisme yang berperan juga sangat khusus yaitu mikroorganisme anaerob. Saat tumpukan sisa tumbuhan berada pada kondisi basah (di bawah air, tidak seluruhnya berhubungan dengan udara), sehingga kondisi oksigen yang cukup rendah, bakteri aerob tidak dapat hidup. Oleh karena itu, bakteri anaerob yang berkembang dan menguraikan sisa tumbuhan tersebut menjadi gambut. b. Proses Pembatubaraan (Coalification) Proses pembatubaraan adalah proses pembentukan batubara dari gambut yang telah terbentuk. Dengan kata lain, proses ini merupakan proses perkembangan gambut melalui lignit, subbituminous dan bituminous menjadi antrasit serta meta-antrasit (Anggayana, 2002). Jika lapisan gambut yang terbentuk, kemudian ditutupi oleh sedimen di atasnya, maka bakteri anaerob akan mati. Lapisan gambut tersebut akan mendapat peningkatan tekanan, peningkatan temperatur. Faktor yang mempengaruhi peningatan temperature ini antara lain pertambahan kedalaman, kehadiran intrusi, proses vulkanisme dan aktivitas tektonik. Reaksi pembentukan batubara adalah: 5(C 6 H 10 O 5 ) C 20 H 22 O 4 + 3CH 4 + 8H 2 O + 6CO 2 + CO Cellulose Lignit Gas Metan 40

3 Keterangan: Cellulose : Zat organik yang merupakan zat pembentuk batubara Kenaikan tekanan dan temperatur pada lapisan gambut cenderung akan menghasilkan lignit atau batubara muda. Hasil dari reaksi di atas juga menggambarkan terjadinya pelepasan air (H 2 O) dan gas karbondioksida (CO 2 ), gas metan (CH 4 ) dan gas karbon monoksida (CO). Selain itu terjadi peningkatan kepadatan batubara, kekerasan batubara, serta peningkatan kalori. Klasifikasi batubara berdasarkan asal tumbuhan pembentuk gambut (Sudarsono, 2000), yaitu: 1. Batubara Autochtone, batubara yang berasal dari tumbuhan yang tumbang di tempat tumbuhnya. Setelah tumbuhan mati dan belum mengalami transportasi lalu segera ditutupi oleh lapisan sedimen dan selanjutnya mengalami proses pembatubaraan. Jenis batubara yang terbentuk memiliki penyebaran yang cukup luas dan merata, kulaitasnya lebih baik karena kadar abu sedikit. 2. Batubara Allochtone, batubara yang berasal dari tumbuhan yang tertransportasi serta terendapkan di hilir sungai. Saat terakumulasi di suatu tempat, kemudian sedimen menutup sisa tumbuhan lalu mengalami proses pembatubaraan. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini memiliki penyebaran yang tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat. Kualitas batubara yang terbentuk relative kurang baik, karena banyak mengandung material pengotor yang tertransportasi bersama dengan sisa tumbuhan dan diendapkan bersama-sama sewaktu pengendapan batubara. 4.3 Lingkungan Pengendapan Batubara Kualitas dan kuantitas batubara sangat bergantung pada lingkungan pengendapan batubara. Lingkungan pengendapan batuabara yang berbeda dapat mengakibatkan variasi ketebalan penyebaran lateral, komposisi dan kualitasnya. Horne (1978) membagi klasifikasi lingkungan pengendapan utama batubara di daerah pantai, yaitu: 1. Lingkungan back barrier: Lingkungan ini menghasilkan karakter endapan batubara seperti lapisan batubara yang tipis, pola penyebaran yang memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus lapisan, bentuk perlapisan berlembar karena 41

4 dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur tinggi, sehingga kurang ekonomis untuk ditambang. Urutan stratigrafi pada lingkungan ini dicirikan oleh batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya akan material organik, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang tidak menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin ke arah laut akan ditemukan batupasir kuarsitik, sedangkan ke arah daratan terdapat batupasir greywacke dari lingkungan fluvial-deltaik. 2. Lingkungan lower delta plain: lingkungan ini menghasilkan karakter batubara seperti lapisan batubara tipis, kandungan sulfur bervariasi, pola sebaran umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan creavase splay, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel bentuk lapisan batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan butiran mengkasar ke atas yang tebal. Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan struktur sedimen ripple mark. 3. Lingkungan transitional lower delta plain: Pada lingkungan ini ditandai dengan perkembangan rawa yang ekstensif. Karakter batubara pada lingkungan ini yaitu lapisan batubara yang tebal, kandungan silfur rendah, lapisan batuabra tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga berkembang akibat channel kontemporer dan washout oleh aktivitas channel subsekuen. Batuan sedimen berbutir halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis daripada di bagian lower delta plain. Pada zona ini terdapat fauna air payau dan laut dan banyak dijumpai burrowing. 4. Lingkungan upper delta plain-fluvial: Karakter batubara yang dihasilkan adalah lapisan batubara yang tebal, kandungan sulfur rendah, lapisan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh pod-shaped pada bagian bawah dari dataran limpah banjir yang berbatasan dengan channel sungai bermeander. Penyebarannya meluas cenderung mamanjang sejajar kemiringan pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel atau sedikit yang menerus, bentuk batubara ditandai hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen. 42

5 Urutan stratigrafinya didominasi oleh tubuh batupasir yang menerus untuk lingkungan backswamp, terdiri dari urutan batubara, batulempung dengan banyak fosil tumbuhan dan sedikit moluska air tawar, batulanau, batulempung serta batubara. Berdasarkan kontrol lingkungan pengendapannya, secara garis besar batubara yang tipis umumnya diendapkan pada lingkungan back barrier dan lower delta plain. Untuk endapan batubara yang tebal, umumnya diendapkan pada lingkungan transitional lower delta plain dan upper delta plain-fluvial. 4.4 Analisis Kualitas dan Klasifikasi Batubara Terdapat dua jenis analisis kualitas batubara yang utama, yaitu analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat umumnya dilakukan oleh perusahaan pertambangan dan pembeli batubara. Analisis proksimat digunakan untuk menentukan kelas (rank) batubara. Analisis proksimat terdiri atas empat parameter utama, yaitu kadar lengas (total moisture), kadar abu (ash content), zat terbang (volatile matter), dan karbon tertambat (fixed carbon). Lengas yang terdapat pada batubara dapat menempel di permukaan partikel batubara. Ada tiga jenis lengas, yaitu 1. Lengas bebas (free moisture), lengas yang menempel di permukaan batubara, berasal dari air hujan, air semprotan dan mudah menguap dalam kondisi laboratorium. 2. Lengas inheren (inheren moisture), lengas yang terdapat dalam kapiler dan dalam mineral. Lengas ini ini dapat terlepas bila dipanasi pada suhu 105 C C. 3. Lengas total (total moisture), jumlah lengas bebas ditambah dengan lengas inheren. Kadar abu didefiniskan sebagai residu anorganik yang terjadi setelah batubara dibakar pada suhu 815 o C dan dialirkannya udara secara lambat ke dalam tungku. Makin banyak mineral, makin tinggi kadar abunya. Zat terbang adalah bagian dari batubara yang menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa udara (dalam tungku tertutup) pada suhu 950±25 o C. Karbon tertambat (fixed carbon) diperoleh dari 100% dikurangi dengan jumlah kadar lengas, kadar abu, dan zat terbang. 43

6 Analisis ultimat merupakan cara sederhana untuk menunjukkan unsur pembentuk batubara dengan mengabaikan senyawa kompleks yang ada dan hanya dengan menentukan unsur kimia pembentuk yang penting. Ada lima unsur utama yang membentuk batubara yaitu karbon, hydrogen, sulfur, nitrogen, oksigen, dan fosfor. Kandungan sulfur sangat umum dijumpai dalam endapan batubara, yaitu: 1. Pirit (FeS 2 ), terjadi dalam bentuk makrodeposit (lensa, vein, joint). 2. Sulfur Organik, jumlahnya 20 % - 80 % dari sulfur total. Secara kimia terikat dalam batubara. 3. Sulfur Sulfat, umumnya berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah yang kecil. Rank (peringkat) digunakan untuk menyatakan tahapan yang telah dicapai oleh batubara dalam urutan proses pembatubaraan. Sebagai contoh, rank batubara di Amerika Serikat dan Indonesia menggunakan standarisasi dari ASTM (American Society for Testing Material). Tabel 4.1 Klasifikasi Rank Batubara (ASTM, 1981 dalam Wood et al., 1983) 44

7 4.5 Endapan Batubara daerah penelitian Pemetaan geologi yang dilakukan di Daerah Negeriagung, Lahat, Provinsi Sumatera Selatan memberikan hasil bahwa endapan batubara di daerah penelitian terdapat pada Satuan Batupasir. Satuan ini merupakan satuan pembawa batubara (coal bearing) dan berdasarkan kemiripan litologi, maka satuan ini disetarakan dengan Formasi Muara Enim (Pertamina-Beicip, 1992). Batubara yang ditemukan di daerah penelitian umumnya berupa sisipan, berwarna abu-abu kehitaman, kilap dull banded, gores abu-abu kehitaman, berat moderate, kekerasan moderate hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidalirregular, dengan pengotor berupa pirit dan sulfur. Rekonstruksi penampang geologi dapat memberikan penyebaran vertikal suatu lapisan batuan. Penyebaran batubara di daerah penelitian sangat terbatas, karena jumlah singkapan yang sangat minimum dan keterbatasan melintasi daerah penelitian karena daerah penelitian termasuk dalam Kuasa Pertambangan (KP) Batubara. Perusahaan batubara yang terdapat di daerah penelitian diantaranya yaitu PT. Bara Alam Utama, PT. Bara Alam Selaras. Ketebalan batubara di daerah penelitian relatif tebal mencapai 3 meter - 4,8 meter dengan kemiringan (landai-terjal). Pada daerah penelitian ditemukan empat titik singkapan batubara dengan pola jurus lapisan berarah relatif baratlaut-tenggara. Singkapan batubara dijumpai pada sungai Aek Serelo dan daerah Kuasa Pertambangan PT. Bara Alam Utama. Tabel 4.2 Data singkapan batubara daerah penelitian No. Seam Lokasi Pengamatan Kedudukan Lapisan Ketebalan 1 A SRL-7 N 108 E/18 4,5m 2 B SND-2 N 265 E /65 3,2m 3 B SNP-04 N269 E/71 3,1m 4 C SNP-04 N269 E/71 3m 5 C SNP-03 N273E/25 4,8m 45

8 Berdasarkan pola penyebaran singkapan batubara dan karakter lapisan batubara yang diamati di lapangan dan pemboran, disimpulkan bahwa di daerah penelitian ditemukan tiga lapisan (seam) batubara (Lampiran G-4) dengan variasi ketebalan antara 3, m 4,8m dengan urutan tua ke muda yaitu Seam A, Seam B dan Seam C. Semua seam batubara menjanjikan untuk dihitung jumlah sumberdayanya ditinjau dari segi ketebalan lapisannya (lebih dari 50 cm) Seam Batubara A Batubara pada seam A ditemukan pada pada lokasi pengamatan singkapan SRL- 7 (Foto 4.1). Ketebalan batubara pada seam ini mencapai 4,5 m dengan ciri-ciri yaitu berwarna hitam kecoklatan, kilap dull banded, gores coklat kehitaman, berat moderate, kekerasan moderate hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidal. Seam ini mempunyai kontak atas lapisan berupa batulempung, tetapi tidak ditemukan kontak dengan lapisan di bawahnya. Seam ini memiliki pengotor berupa sulfur dan pirit. Foto 4.1 Singkapan perlapisan batubara dengan batulempung pada lokasi SRL-7 (foto menghadap ke utara) Seam Batubara B Batubara pada seam B ditemukan pada pada lokasi pengamatan singkapan SND- 2 dan SNP-04. Ketebalan batubara pada seam ini mencapai 3,2 m dengan ciri-ciri berwarna hitam kecoklatan, kilap dull banded, gores coklat kehitaman, berat moderate, 46

9 kekerasan moderate hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidal-irregular. Seam ini mempunyai kontak atas dan kontak bawah lapisan berupa batupasir. Foto 4.2 Perlapisan batubara dengan batupasir pada lokasi SND-2 dekat daerah tambang PT. BAU (foto menghadap ke timur) Seam Batubara C Batubara pada seam C ditemukan pada pada lokasi pengamatan singkapan SNP- 03 dan SNP-03. Ketebalan batubara pada seam ini mencapai 4,8 m dengan ciri-ciri berwarna abu-abu kehitaman, kilap dull banded, gores abu-abu kehitaman, berat moderate, kekerasan moderate hard, struktur blocky banded, belahan subconchoidalirregular. Seam ini mempunyai kontak atas lapisan berupa batupasir dan kontak bawah lapisan berupa batupasir. Foto 4.3 Perlapisan batubara dengan batupasir pada lokasi SNP-03 dekat daerah PT. BAU (foto menghadap ke utara) 47

10 Gambar 4.2 Pengukuran Stratigrafi detail pada singkapan SNP-04 yang menunjukkan seam B dan seam C 48

11 Data penyebaran singkapan batubara dari ketiga seam batubara di atas dapat direkonstruksi dari peta persebaran batubara (Lampiran G-4). Seri seam yang tidak lengkap pada suatu sayap menjadi salah satu kesulitan dalam interpretasi jumlah seam batubara. Seam A hanya ditemukan di bagian baratdaya daerah peneliian, sedangkan seam B dan seam C hanya ditemukan di bagian timurlaut daerah penelitian. Acuan dalam penentuan seam batubara hanya ditentukan oleh kesamaan ciri-ciri litologi batuan yang berada pada top dan bottom lapisan batubara. Berikut ini merupakan posisi seam batubara pada satuan batupasir (Gambar 4.3). Gambar 4.3 Posisi seam batubara di daerah penelitian pada Satuan Batupasir (warna kuning) Dari pola penyebaran seam batubara pada beberapa singkapan, pengukuran penampang stratigrafi dan ketebalan umum relatif tebal yaitu 3 4,8 m dan kadar sulfur yang sedikit (0,22%), lingkungan pengendapan dari endapan batubara daerah penelitian 49

12 diinterpretasikan berada di lingkungan upper delta plain-fluvial hingga transitional lower delta plain. Gambar 4.4 Lingkungan pengendapan batubara berdasarkan model lingkungan batubara (Modifikasi Horne, 1978) Analisis proksimat untuk menentukan kualitas batubara dilakukan pada seluruh sampel dari masing-masing seam batubara di daerah penelitian. Hasil analisis yang dilakukan pada laboratorium berada dalam basis pelaporan air dried basis (adb). Untuk klasifikasi rank ASTM digunakan basis pelaporan dry mineral matter free (dmmf). Pada basis adb, sampel batubara ditempatkan di udara terbuka, kadar lengasnya secara perlahan akan mencapai kesetimbangan dengan kelembaban udara. Analisis basis dmmf dapat memberikan gambaran mengenai komposisi organik murni. Rumus untuk mengubah basis adb menjadi basis dmmf yaitu: {(, ) } FC (dmmf) = [ (,, )] VM (dmmf) = FC (dmmf) 50

13 CV (dmmf) = Keterangan: {( ) } [ (,, )] FC VM M A S BTU = Fixed Carbon (Karbon tertambat) % (adb) = Volatile Matter (Zat Terbang) % (adb) = Moisture (Kadar Lengas) % (adb) = Ash (Abu) % (adb) = Sulphur (Sulfur) % (adb) = British Thermal Unit ; per pound = 1,8185 CV (adb) Hasil analisis proksimat tercantum dalam Lampiran E, dapat disimpulkan bahwa rank batubara daerah penelitian menurut klasifikasi ASTM termasuk dalam Sub Bituminous A. 4.6 Sumberdaya Batubara daerah penelitian Sumberdaya merupakan kekayaan alam yang diharapkan dapat dimanfaatkan dan dengan menggunakan parameter geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan apabila memenuhi kriteria layak tambang. Cadangan batubara merupakan sumberdaya yang telah diakui bentuk ukuran, penyebarannya, kuantitas, kualitas, dan ekonomis untuk ditambang. Dalam menghitung sumberdaya batubara ada empat metode yang umum digunakan, yaitu: 1. Metode Penampang 2. Metode Circular USGS 3. Metode Blok 4. Metode Poligon Pemakaian metode di atas disesuaikan dengan kualitas data, jenis data yang diperoleh dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut penambangan). Karena minimnya data yang diperoleh pada daerah penelitian, yakni data yang digunakan dalam perhitungan hanya berupa data singkapan, dan kemudahan 51

14 perhitungan maka metode yang digunakan untuk perhitungan sumberdaya penelitian adalah metode circular USGS. Selain itu digunakan faktor koreksi 30% sebagai faktor pengontrol hasil perhitungan sumberdaya batubara sehingga hasil perhitungan menjadi lebih realistis. Secara umum, langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung sumberdaya batubara dengan menggunakan metode circular USGS (Wood et. al., 1983) adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Peta Sebaran Batubara 2. Pembuatan lingkaran di setiap titik singkapan batubara (Gambar 4.4) dimana: a. Daerah yang berada pada jarak datar radius m merupakan sumberdaya terukur (measured resources) b. Daerah yang berada pada jarak datar radius m merupakan sumberdaya tertunjuk (indicated resources) c. Daerah yang berada pada jarak datar radius m merupakan sumberdaya terkira (inferred resources) 3. Berdasarkan radius lingkaran yang telah dibuat berdasarkan metode circular USGS (Wood et al., 1983) sebelumnya, maka akan didapat titik perpotongan pada tiap lingkaran, dimana hasil dari titik perpotongan tersebut akan menghasilkan luas daerah yang akan dihitung jumlah sumberdayanya. Gambar 4.5 Pembagian daerah sumberdaya dengan metode circular USGS (Wood et. al, 1983) 52

15 4. Rumus perhitungan jumlah sumberdaya batubara daerah penelitian mengacu pada metode circular USGS (Wood et al., 1983) dimana aturan perhitungan di atas berlaku untuk kemiringan lapisn batubara lebih kecil atau sama dengan 30 0, sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lapisan lebih dari 30 0 aturannya adalah harga proyeksi radius lingkaran tersebut ke permukaan (Gambar 4.5) 5. Adapun rumus perhitungan adalah: a. Untuk dip (α) < 30 0 Sumberdaya = Luas area (m 2 ) x Tebal (m) x Berat Jenis (Ton/m 3 ) b. Untuk dip (α) > 30 0 Sumberdaya = Luas area (m 2 ) x Tebal (m) x cos α x Berat Jenis (Ton/m 3 ) Gambar 4.6 Pengaruh kemiringan lapisan batubara pada perhitungan sumberdaya (Wood et. al, 1983) Dengan menggunakan metode circular USGS tersebut, perhitungan sumberdaya dari daerah penelitian hanya dilakukan hingga perhitungan sumberdaya tertunjuk 53

16 dikarenakan struktur geologi daerah penelitian yang meliputi sesar mendatar dan luas daerah penelitian yang tidak terlalu luas, sehingga jika dilakukan perhitungan sumberdaya terkira akan menghasilkan jumlah yang tidak valid. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap tiga seam yang terdapat di daerah penelitian (Lampiran G), diperoleh sumberdaya batubara terukur sebesar ,3 ton dan sumberdaya batubara tertunjuk sebesar ,1 ton. 4.7 Prospek dan Pengembangan Batubara Dari hasil penyelidikan pada daerah penelitian, ditemukan 4 singkapan batubara Dari data tersebut, lapisan batubara daerah penelitian dibagi dalam 3 lapisan, yaitu Seam A, Seam B, Seam C dengan ketebalan berkisar 3 4,8 m. Batubara tersebut hadir sebagai sisipan pada Satuan Batupasir yang disetarakan dengan Formasi Muara Enim. Prospek pengembangan batubara daerah penelitian masih harus dipertimbangkan. Seam A yang memiliki dip sebesar 18 dengan ketebalan 4,5m sangat ekonomis karena overburden yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan Seam B dan Seam C yang kemiringan lapisannya cukup besar. Nilai kalori batubara seam A juga cukup baik yaitu sebesar Cal/gr (adb). Batubara dengan nilai kalori tersebut dapat digunakan untuk keperluan pembangkit listrik. Pertimbangan lain yang dapat dijadikan nilai ekonomis untuk eksploitasi yaitu untuk infrastruktur ke daerah penelitian. Seam A memiliki akses yang sulit karena berada dekat dengan sungai, sementara untuk seam B dan seam C telah dibangun jalan logging. 54

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara merupakan batuan sedimen berupa padatan yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA BAB IV EKSPLORASI BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA 4.1. Stratigrafi Batubara Lapisan batubara yang tersebar wilayah Banko Tengah Blok Niru memiliki 3 group lapisan batubara utama yaitu : lapisan batubara A, lapisan batubara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

BAB III ENDAPAN BATUBARA

BAB III ENDAPAN BATUBARA BAB III ENDAPAN BATUBARA 3.1 DASAR TEORI BATUBARA 3.1.1 Pengertian Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank) PERINGKAT BATUBARA (Coal rank) Peringkat batubara (coal rank) Coalification; Rank (Peringkat) berarti posisi batubara tertentu dalam garis peningkatan trasformasi dari gambut melalui batubrara muda dan

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Pemodelan Geologi Endapan Batubara Di Daerah Desa Bentayan, Tungkal Ilir, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan Geological Modeling Of Coal Deposits

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

By : Kohyar de Sonearth 2009

By : Kohyar de Sonearth 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan atau energi habis pakai seperti yang kita gunakan pada saat ini yakni minyak dan gas bumi. Karenanya dengan peningkatan

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH PASUANG-LUNAI DAN SEKITARNYA KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH PASUANG-LUNAI DAN SEKITARNYA KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA DAERAH PASUANG-LUNAI DAN SEKITARNYA KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan BAB III TEORI DASAR 11 3.1 Batubara Peringkat Rendah Batubara termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara BAB VII ANALISA TOTAL MOISTURE 7.1. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum analisa total moisture adalah untuk mengerti, mampu melaksanakan, menganalisa serta membandingkan cara kerja total moisture batubara

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB 1. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN EKSPLORASI BATUBARA DAERAH ASAM-ASAM, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

GEOLOGI DAN EKSPLORASI BATUBARA DAERAH ASAM-ASAM, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN GEOLOGI DAN EKSPLORASI BATUBARA DAERAH ASAM-ASAM, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat menyelesaikan studi tahap Sarjana Strata Satu Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

PENGANTAR GENESA BATUBARA

PENGANTAR GENESA BATUBARA PENGANTAR GENESA BATUBARA Skema Pembentukan Batubara Udara Air Tanah MATERIAL ASAL Autochton RAWA GAMBUT Dibedakan berdasarkan lingkungan pengendapan (Facies) Allochthon Material yang tertransport Air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi dimana salah satunya berupa batubara. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE DAERAH KONSENSI PT. SSDK, DESA BUKIT MULIAH, KINTAP, TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Gangsar

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI Dede I. Suhada, Untung Triono, Priyono, M. Rizki R. Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor tumbuhan pembentuk dan lingkungan pengendapan akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA TEREKA CV. KOPERASI PEGAWAI NEGERI BUMI LESTARI KECAMATAN SEBULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Tri Budi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA TAHUN 2014, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA Oleh: Sigit A. Wibisono, Dede I. Suhada dan Asep Suryana KP Energi Fosil SARI Daerah

Lebih terperinci

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH SUNGAI APAN, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SARI Oleh: M. Abdurachman Ibrahim, S.T. Penyelidikan batubara daerah Sungai Apan dilakukan dalam rangka menyediakan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA Oleh: Iudhi Oki Prahesthi, Fitro Zamani Sub Bidang Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi SARI Penentuan proksimat merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Sukardi & Asep Suryana Sub Dit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Penyelidikan

Lebih terperinci

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Soleh Basuki Rahmat KELOMPOK PROGRAM PENELITIAN ENERGI FOSIL S A R I Inventarisasi endapan batubara di

Lebih terperinci

Gambar Batubara Jenis Bituminous

Gambar Batubara Jenis Bituminous KUALITAS BATUBARA A. Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan

Lebih terperinci

Studi Kualitas Batubara Secara Umum

Studi Kualitas Batubara Secara Umum Rencana Pengolahan Studi Kualitas Batubara Secara Umum Hasil analisis batubara PT JFL-X dengan menitik beratkan pada parameter nilai panas dan carbon tertambat didaerah Kungkilan (Blok 1) memiliki nilai

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Hendra Takalamingan Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta SARI

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BANKO TENGAH, BLOK NIRU, KABUPATEN MUARA ENIM, PROPINSI SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU Oleh : A. D. Soebakty Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM SARI Daerah Lubuk Jambi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ( Lembar Peta : 1916-11 ) Oleh : Nanan S. Kartasumantri dkk Sub.Direktorat Batubara

Lebih terperinci

SURVEI TINJAU ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH TALANG KARANGAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUARA ENIM PROPINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI TINJAU ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH TALANG KARANGAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUARA ENIM PROPINSI SUMATERA SELATAN SURVEI TINJAU ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH TALANG KARANGAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUARA ENIM PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Agus Subarnas Sub Direktorat Batubara, DISM SARI Dalam Tatanan Stratigrafi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN 2.1 Tinjauan Umum Daerah penelitian secara regional terletak pada Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan cekungan sedimentasi berumur Tersier yang terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 skala 1: 50.000) oleh: TARSIS A.D. Subdit Batubara,

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENYELIDIKAN BATUBARA DI DAERAH NUNUKAN TIMUR, KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Sigit A. Wibisono dan Wawang S.P. Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di CV. Amindo Pratama Untuk mengetahui peyebaran, tebal

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA Data dasar yang akan diinput ke dalam Software Minescape Versi 4.115c adalah data topografi, rekapitulasi data lubang bor, patahan, dan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endapan batubara di Indonesia umumnya berkaitan erat dengan pembentukan cekungan sedimentasi Tersier (Paleogen-Neogen), yang diakibatkan proses tumbukan

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi merupakan suatu bentuk bentang alam, morfologi, serta bentuk permukaan bumi akibat dari proses geomorfik. Proses geomorfik

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 18 Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1. Geomorfologi Daerah Penelitian merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang berkisar antara 40-90 meter di atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci