LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN"

Transkripsi

1 LINGKUNGAN PENGENDAPAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BATUBARA DAERAH MUARA UYA KABUPATEN TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Hendra Takalamingan Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta SARI Batubara merupakan batuan organik yang terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu, dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan waktu, secara umum batubara terbentuk pada lingkungan rawa namun tidak semua rawa terdapat endapan batubara. Secara administratif lokasi penelitian terletak pada daerah Muara Uya dan sekitarnya, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak pada titik koordinat ,36 LS ,7 LS dan ,12 BT ,04 BT. Satuan batuan di daerah penelitian terdapat 3 satuan batuan, yaitu Satuan Batupasir Tanjung, Satuan Tanjung dan Satuan Aluvial. Satuan Batupasir Tanjung ini berumur Eosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan termasuk upper delta plain-fluvial. Satuan Tanjung ini berumur Eosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan termasuk transitional lower delta plain. Satuan Aluvial merupakan satuan termuda yang berumur Holosen. PENDAHULUAN Batubara merupakan pengganti minyak bumi, sebagai sumber daya energi alternatif, perkembangannya sangat pesat dan tidak kalah dibandingkan dengan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya energi yang utama. Batubara mampu bernilai ekononis tinggi dan pemanfaatannya tidak kalah dibandingkan dengan minyak bumi, apabila kualitas batubaranya baik dapat bernilai ekonomis tinggi dan masalah lingkungan yang ditimbulkan relatif kecil, sehingga dalam penentuan kualitas batubara dibutuhkan teknik yang tepat dan tidak ditentukan dengan melihatnya secara megaskopis dari sifat fisik luarnya saja, maka karakteristik lapisan batubara menjadi perlu dipelajari dan dipahami secara baik karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha mengembangkan kegiatan penambangan batubara yang merupakan fungsi dari keekonomian. Karakteristik kualitas batubara menjadi perlu dipelajari dan dipahami secara baik karena merupakan salah satu aspek penting di dalam usaha mengembangkan industri pertambangan batubara. Dalam penggunaan batubara, kualitas batubara dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Masalah lingkungan sering timbul karena kandungan batubara sangat kompleks yaitu diantaranya kandungan abu dan sulfur. Pembentukan batubara sangat dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya, dimana batubara akan memiliki perbedaan pada satu tempat dengan tempat lain, baik dalam sifat fisik maupun kimia batubara (Horne, 1978). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai lingkungan pengendapan dan kualitas batubara pada daerah penelitian.

2 Metode Penelitian, alat dan Tahapan Eksplorasi Penelitian yang dilakukan adalah pemetaan dengan membuat lintasan melalui jalan setapak, sungai maupun alur sungai untuk menentukan lokasi pengamatan singkapan batuan, lokasi pengamatan serta penentuan lokasi untuk pembuatan test pit. Akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas batubara terhadap kendali geologinya. Dalam usaha penyelesaian berbagai masalah yang timbul di daerah penelitian, berbagai tahapan dan metode penelitian, meliputi : Studi Pustaka Pengumpulan Data Sekunder Persiapan alat Pemetaan Geologi Pengambilan Data Profil Singkapan Pengambilan Sampel Batubara Tahap Laboratorium Tahap Pembuatan Peta Tahap Penyusunan Laporan Penyusunan laporan penelitian merupakan tahap akhir yang harus dilakukan setelah semua data terkumpul. Hasil analisis yang telah didapatkan disajikan dalam bentuk laporan penelitian. GEOMORFOLOGI DAERAH TELITIAN Daerah penelitian mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dengan rata-rata % dan curah hujan yang tinggi menyebabkan intensitas pelapukan sangat tinggi. Daerah penelitian terdiri oleh perbukitan yang telah tererosi kuat sehingga memiliki morfologi yang landai. Pembagian bentuk lahan daerah penelitian mengacu pada klasifikasi Van Zuidam (1983) Berdasarkan klasifikasi di atas, maka di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan bentukan lahan, yaitu : 1. Satuan bentuklahan perbukitan bergelombang kuat (D1) Daerah yang memiliki topografi ketinggian dpl dengan kelerengan agak curam ( 14-20% ), memiliki beda tinggi m dengan kontur rapat, menempati 45 % dari daerah penelitian dan memiliki kemiringan lereng miring, bentukan lahan ini disebabkan oleh pelapukan dan erosional, disusun oleh litologi batupasir, sisipan batulanau dan batulempung serta konglomerat di satuan batupasir Tanjung. (Gambar 1) 2. Satuan bentuklahan perbukitan bergelombang sedang (D2) Daerah yang memiliki topografi ketinggian dpl dengan kelerengan miring ( 8-13% ), memiliki beda tinggi 5-15 m dengan kontur renggang, menempati 45 % dari daerah penelitian dan memiliki arah lapisan batuan timur laut barat daya, menempati satuan batulempung Tanjung yang tersusun oleh litologi batulempung bersisipan dengan batupasir, batulanau dan batubara, bentukan lahan ini disebabkan oleh pelapukan dan erosional.

3 Gambar 1. Satuan bentuk lahan perbukitan bergelombang kuat 3. Satuan bentuklahan dataran aluvial (F1) Daerah yang memiliki topografi ketinggian dpl dengan kelerengan landai ( 3-7% ), memiliki beda tinggi 1-5 m dengan kontur renggang, menempati 10 % dari daerah penelitian dan memiliki arah lapisan batuan timur laut barat daya, menempati satuan Aluvial yang tersusun oleh endapan sungai berupa kerikil dan kerakal. Bentuk lahan ini terjadi karena pelapukan dan erosional STRATIGRAFI DAERAH TELITIAN Berdasarkan penelitian dan analisis serta dasar penamaan yang mengacu pada Sandi Stratigrafi Indonesia ( 1996, pasal 5 ), penulis menjumpai 3 satuan batuan yang tersingkap, berturut turut dari tua ke muda adalah satuan batupasir Tanjung, satuan batulempung Tanjung dan satuan Aluvial. Satuan Batupasir Tanjung I.1 a. Ciri litologi Satuan batupasir ini tersusun oleh batupasir bersisipan batulempung, batulanau, dan konglomerat. Batupasir sebagai litologi yang paling dominan menyusun satuan batuan ini. Batupasir, abu-abu kecoklatan (lapuk ; coklat kemerahan), pasir halus pasir kasar, membundar baik, memilah baik, tertutup, yang terdiri dari fragmen kuarsa, sedangkan matriksnya : kuarsa, silika, struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi sejajar, perlapisan dan cross bedding. I.2 b. Umur dan Lingkungan Pengendapan Sampel batuan tidak mengandung fosil foraminifera, maka untuk menentukan umur satuan batuan tersebut mengacu pada hasil penelitian P3G, Bandung (1994), yang melakukan penelitian Formasi Tanjung di Missim yang berada di sebelah barat daerah penelitian. Fosil yang diambil dari batulanau berfosil foram plankton : Globigerina tripartita KOCH, Globigerina ochitaensis HOWE dan WALLACE,

4 Globigerina spp. dan Globorotalia spp. diketahui bahwa umurnya Eosen Oligosen (P16 N3), sedang foram besar, antara lain Operculina sp., Discocyclina sp. dan Biplanispira, yang berumur Eosen Akhir, maka umur satuan batuan batupasir ini adalah Eosen Akhir. Penentuan lingkungan pengendapan menggunakan analisis singkapan yang berdasarkan pada litologi, struktur sedimen, mineralogi. Di beberapa tempat terdapat batupasir dengan struktur laminasi sejajar dan perlapisan. Batupasir mengandung kuarsa. Tebal batupasir ini berkisar dari 0,14 1,57 m, ini mencirikan adanya suplai material yang melimpah dari sungai secara mendadak, mengakibatkan jebolnya tanggul alam. Atas dasar itu maka fasiesnya adalah crevasse splay. Konglomerat sisipan batupasir halus, dengan struktur sedimen graded bedding, terendapkan di fasies channel. Fasies channel dan crevasse splay berdasarkan klasifikasi (Horne,1978) termasuk di dalam lingkungan pengendapan upper delta plain-fluvial. Satuan Tanjung I.3 a. Ciri litologi Satuan batulempung ini tersusun oleh batulempung bersisipan batupasir, batulanau, lempung karbonan, dan batubara. sebagai litologi yang paling dominan menyusun satuan batuan ini. berwarna abu-abu kecoklatan dan abu-abu gelap. Umumnya mengandung kandungan karbon yang tinggi didekat batubara dan berwarna abu-abu kehitaman, apabila terkena air batulempung tersebut akan bersifat lengket. Batupasir, putih kecoklatan putih cerah ( lapuk : berwarna coklat kemerahan), perlapisan dan laminasi sejajar, pasir sangat halus pasir halus, membulat baik, memilah baik, tertutup, kuarsa, pirit, silika. Batulanau, abu-abu kecoklatan, laminasi sejajar dan masif, lanau, kuarsa, silika. Batubara, dijumpai 2 lapisan batubara yaitu lapisan batubara A dan B, dengan cirriciri sebagai berikut: 1. Lapisan batubara A: warna hitam, kilap perselingan cemerlang dan kusam (dominasi kusam), banded, gores hitam kecoklatan, pecahan uneven, pengotor lempung, cleat 1-5 cm. 2. Lapisan batubara B: warna hitam, kilap perselingan cemerlang dan kusam (dominasi kusam), banded, gores hitam kecoklatan, pecahan uneven, mengandung pirit menyebar setempat-setempat, cleat 1-5 cm. I.4 b. Umur dan Lingkungan Pengendapan Sampel batuan tidak mengandung fosil foraminifera, maka untuk menentukan umur satuan batuan tersebut mengacu pada hasil penelitian P3G, Bandung (1994), yang melakukan penelitian Formasi Tanjung di Missim yang berada di sebelah barat daerah penelitian. Fosil yang diambil dari batulanau berfosil foram plankton : Globigerina tripartita KOCH, Globigerina ochitaensis HOWE dan WALLACE, Globigerina spp. dan Globorotalia spp. diketahui bahwa umurnya Eosen Oligosen (P16 N3), sedang foram besar, antara lain Operculina sp., Discocyclina sp. dan Biplanispira, yang berumur Eosen Akhir, maka umur satuan batuan batupasir ini adalah Eosen Akhir. Lingkungan pengendapan dapat ditentukan dengan analisis singkapan yang ditekankan pada litologi, struktur sedimen, mineralogi dan

5 karakteristik batubara. Batubara pada satuan ini mempunyai struktur banded dan adanya lempung karbonan. Sedangkan batuan yang menyusun satuan batuan ini umumnya berbutir halus, berwarna gelap, dan di beberapa tempat mengandung karbon yang tinggi. Struktur laminasi sejajar dan masif berkembang di satuan batuan ini. umumnya berwarna abu-abu kecoklatan dan abu-abu gelap, batulanau dengan struktur laminasi, dan adanya batupasir sedang-halus dengan struktur perlapisan, laminasi sejajar yang mengandung kuarsa. Berdasarkan dengan asosiasi di atas maka fasiesnya adalah crevasse splay. Fasies tersebut berdasarkan klasifikasi (Horne,1978) terendapkan di lingkungan pengendapan transitional lower delta plain. Satuan Aluvial I.5 a. Ciri litologi Satuan aluvial ini tersusun oleh kerikil, kerakal, pasir, lanau, dan lempung. Kerikil dan kerakal merupakan litologi yang paling dominan menyusun satuan batuan ini. I.6 b. Umur Satuan ini merupakan satuan termuda dari daerah penelitian. Satuan ini berumur Holosen karena proses pengendapan masih terjadi hingga sekarang. KARAKTERISTIK BATUBARA Karakteristik Fisik Lapisan Batubara A Berdasarkan hasil pengamatan lapangan lapisan batubara A (LP1, LP24, dan LP36) menunjukkan batubara relatif tipis dibandingkan lapisan batubara B. Lapisan batubara A ini tidak dijumpai adanya parting yang memisahkan batubara tersebut. Berdasarkan hasil analisis karateristik dapat dilihat pada Tabel 1

6 II Tabel 1. Karakteristik lapisan batubara A Karakteristik Fisik Batubara LP 1 LP 24 LP 36 Warna Hitam Gores Hitam Kecoklatan Kilap Mengkilap dan kusam, banded Kekerasan Mudah pecah Pecahan uneven Berat Jenis Ringan Cleat 1-3 cm 1-5 cm 2-5 cm Cleat terisi Cleat terisi Cleat terisi Pengotor batulempung batulempung batulempung Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis (Tabel 1), menunjukkan variasi karakteristik fisik batubara. Lapisan batubara A menunjukkan batubara dengan kilap perselingan mengkilap dan kusam. Menurut Zierke dan Tailor dalam Statch (1982) menyebutkan struktur banded menunjukkan adanya perselingan vitrain dan clarain yang dicirikan batubara cemerlang dan adanya durain dan fusain yang dicirikan batubara kusam. Pengotor pada Lapisan batubara A ditunjukkan hadirnya batulempung yang menempel pada permukaan batubara selain abu bawaan batubara itu sendiri, sehingga dapat meningkatkan kandungan abu dalam analisis kimia, hal ini sesuai dengan Braunstein (1981) yang menyatakan material asing pembentuk abu meliputi mineral asing dan abu dalam batubara itu sendiri (inherent ash). Analisis Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara A Berdasarkan perolehan data pengamatan singkapan diperoleh ciri-ciri litologi seperti pada LP 1, LP 24 dan LP 36 (Lihat Tabel 1, 2). Berdasarkan litologi dan struktur sedimen menunjukan litologi yang diendapkan berukuran halus, hal ini ditunjukan oleh hadirnya batulempung karbonan sebagai roof dan floor. Batubara dengan sisipan batulempung karbonan menunjukan terbentuk pada lingkungan reduksi. Struktur banded pada batubara menunjukan adanya penumpukan material pembentuk batubara yang berbeda-beda dalam suatu pengendapan. Berdasarkan kondisi roof dan floor batubara menunjukkan dominasi litologi halus dan karbonan. Hal ini mengindikasikan sedimentasi yang terjadi berlangsung lambat. Berdasarkan penjabaran diatas, terbentuk pada fasies swamp dicirikan adanya plant remain (analisa biologi) dan batubara dengan struktur banded. Stach (1982) menjelaskan adanya struktur banded merupakan hasil dari pengendapan material yang berbeda-beda di lingkungan swamp. Dengan menggunakan pendekatan model lingkungan pengendapan Horne (1978) dan berdasarkan hasil analisis daerah penelitian menunjukkan lingkungan transitional lower delta plain.

7 Tabel 2 Analisis lingkungan pengendapan lapisan batubara A LP Ciri Litologi Struktur Sedimen Fasies Lingkungan Pengendapan karbonan 1 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain karbonan 24 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain karbonan 36 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain

8 Karakteristik Fisik Lapisan Batubara B Berdasarkan perolehan data pengamatan singkapan yang diwujudkan pada di LP 39, LP 51 dan LP 66. Berdasarkan hasil analisis karateristik dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis (Tabel 3) menunjukan variasi karakteristik fisik batubara, lapisan batubara B menunjukan batubara cemerlang sampai kusam, relatif tebal. Menurut Zierke & Tailor dalam Stach (1982) menyebutkan struktur banded menunjukan adanya perselingan vitrain & clarain yang dicirikan batubara cemerlang dan adanya durain dan fusain yang dicirikan batubara kusam. Pengotor pada lapisan batubara B ditunjukan oleh hadirnya mineral pirit dan lempung yang keterdapatannya setempat-setempat pada lapisan batubara B ini, kehadiran mineral pirit akan mempengaruhi besarnya kandungan sulfur total dalam analisis kimia. Menurut Ward (1984) menyebutkan sulfur dalam batubara meliputi organic sulfur, sulphida sulfur, sulphate sulphur yang merupakan penjumlahan dalam sulphur total dalam analisis proksimat. Tabel 3. Karakteristik lapisan batubara B Karakteristik Fisik Batubara LP 39 LP 51 LP 66 Warna Hitam Gores Hitam Kecoklatan Kilap Mengkilap dan kusam, banded Kekerasan Mudah pecah Pecahan uneven Berat Jenis Ringan Cleat 2-5 cm 1-3 cm 1-5 cm Cleat terisi Cleat terisi Cleat terisi Pengotor batulempung dan mineral pirit batulempung dan mineral pirit batulempung dan mineral pirit Analisis Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara B Berdasarkan perolehan data pengamatan singkapan diperoleh ciri-ciri litologi yang diperoleh pada LP 39, LP 51 dan LP 66 (Lihat tabel 3 dan 4 ). Berdasarkan litologi dan struktur sedimen menunjukan litologi yang diendapkan berukuran halus, hal ini ditunjukan oleh hadirnya batulempung karbonan sebagai roof dan floor. Batubara dengan sisipan batulempung karbonan menunjukan terbentuk pada lingkungan reduksi. Pada lapisan batubara ini dijumpai adanya struktur banded (perselingan antara kilap cemerlang dan kusam). Struktur banded dan hadirnya plant remain (analisa biologi) ini merupakan salah satu ciri batubara yang diendapakan pada fasies swamp. Berdasarkan ciri litologi diatas maka dengan menggunakan pendekatan model lingkungan pengendapan Horne (1978) dan hasil analisis daerah penelitian menunjukan lingkungan Transitional Lower Delta Plain.

9 LP Tabel 4 Analisis lingkungan pengendapan lapisan batubara B Ciri Litologi Struktur Sedimen Fasies Lingkungan Pengendapan karbonan 39 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain karbonan 51 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain karbonan 66 Batubara Swamp Transitional Lower Delta karbonan Plain Kualitas Lapisan Batubara A Berdasarkan hasil analisis kimia batubara diperoleh data sebagai berikut: Tabel 5. Hasil analisis kimia lapisan batubara A LOKASI PENGAMATAN LP 1 LP 24 LP 36 Total sulfur % adb 0,46 1,12 0,49 Kandungan abu % adb 2,2 1,9 2,8 Nilai kalori (Kcal/kg) Kandungan Abu Kandungan abu paling tinggi terdapat pada LP 36 dengan kandungan abu sebesar 2,8% dibandingkan dengan lapisan batubara yang sama pada LP 1 dan LP 24. Hal ini dikarenakan pada LP 36 terdapat adanya material pengotor. Pengotor pada lapisan batubara A ditunjukkan batulempung yang menempel pada permukaan batubara, sehingga dapat meningkatkan kandungan abu dalam analisis kimia. Kandungan Total sulfur Berdasarkan nilai total sulfur terlihat paling tinggi pada LP 24 sebesar 1,12 % dibandingkan dengan nilai total sulfur pada lapisan batubara yang sama. Dimana di LP 24 berdasarkan pengamatan terhadap karakteristik lapisan batubara ini nilai total sulfur lebih dipengaruhi oleh adanya plant remain yang terdapat pada bagian roof batubara.

10 Nilai kalori Berdasarkan karakteristik fisik batubara warna hitam, kilapnya cemerlang-kusam (dominasi kusam), gores hitam kecoklatan, pecahannya uneven, ringan, hal ini menunjukan bahwa pada lapisan batubara ini mempunyai nilai kalori tinggi, yaitu berkisar kcal/kg. Dari hasil analisa laboratorium lapisan batubara daerah penelitian dapat diklasifikasikan sebagai batubara kategori Bituminous (Klasifikasi ASTM). Kualitas Lapisan Batubara B Berdasarkan hasil analisis kimia batubara diperoleh data sebagai berikut: Tabel 6. Hasil analisis kimia lapisan batubara B LOKASI PENGAMATAN LP 39 LP 51 LP 66 Total sulfur % adb 1,64 0,87 1,59 Kandungan abu % adb 1,8 2,6 2 Nilai kalori (Kcal/kg) Kandungan abu Pada lapisan batubara B ini terlihat kandungan abu tertinggi terdapat di LP 51 sebesar 2,6 %. Hal ini dikarenakan pada LP 51 terdapat adanya material pengotor menempel pada permukaan batubara. Total sulfur Pada lapisan batubara ini mempunyai nilai total sulfur lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapisan batubara A. Pada lapisan batubara ini nilai total sulfur paling tinggi di LP 39 sebesar 1,64%, ini dikarenakan yang berpengaruh besar pada total sulfur di LP 39 yaitu terdapatnya plant remain di dekat lapisan batubara, selain itu juga berdasarkan pengamatan pada lapisan batubara ini terdapat pirit yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan lapisan yang lain. Nilai kalori Berdasarkan karakteristik fisik batubara warna hitam, kilapnya cemerlang-kusam (dominasi cemerlang), gores hitam kecoklatan, pecahannya uneven, ringan, hal ini menunjukan bahwa pada lapisan batubara ini mempunyai nilai kalori tinggi, yaitu berkisar kcal/kg. Dari hasil analisa laboratorium lapisan batubara daerah penelitian dapat diklasifikasikan sebagai batubara kategori Bituminous (Klasifikasi ASTM).

11 HUBUNGAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP HASIL ANALISIS KIMIA Kandungan Sulfur Dari data singkapan (Out Crops) dan analisis kimia menunjukkan adanya perbedaan kualitas sulfur pada tiap-tiap lapisan batubara. Pada lapisan batubara B menunjukkan sulfur relatif lebih tinggi dibandingkan pada lapisan batubara A. Pembentukan sulfur dalam batubara pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu material tumbuhan pembentuk batubara dan lingkungan pembentukan batubara. Sulfur dapat hadir dalam batubara sebagai sulfur organik, sulfur sulfida (pirit), dan sulfur sulfat. Pirit hadir secara setempat-setempat dan menempel pada batubara. Menurut Stach (1982) menyebutkan kemungkinan hadirnya pirit sebagai hasil reduksi bakteri dalam air gambut yang kaya akan sulfat. Keberadaaan sulfur organik merupakan sulfur yang terbentuk dalam batubara berasal dari litotype, yang mana litotipe merupakan pita-pita tipis pada batubara yang terlihat secara megaskopis. Menurut Buckman (1982) menjelaskan tanah mengandung sulfur yang dapat dilepaskan untuk tumbuhan, seperti sulfida besi terutama pada tanah dengan air terbatas, sulfida tersebut terdapat di rawa dan kebanyakan tanah permukaan lembab sebagai sulfur dalam bentuk organik. Sulfur daerah penelitian cenderung dipengaruhi oleh kehadiran pirit. Analisis total sulphur tidak dapat menerangkan secara detail pembentukan sulfur pada daerah penelitian. Nilai Kalori Nilai kalori batubara sangat tergantung pada jenis material gambut yang terendapkan. Material berupa alang-alang akan berbeda nilai kalorinya apabila dibandingkan dengan kayu dan material penyusun lainnya. Kehadiran cleat yang terisi oleh pengotor menyebabkan berkurangnya nilai kalori. Semakin banyak kandungan abu, nilai kalori yang ada akan berkurang untuk pembakaran abu tersebut. Kandungan Abu Kehadiran cleat yang terisi oleh mineral pengotor merupakan salah satu faktor bertambahnya nilai abu. Abu dalam analisis batubara menerangkan sisa pembakaran batubara. Mineral pembentuk abu dalam batubara banyak berasal dari lempung, pirit, dan komponen minor seperti sulfur organik. Tingginya kadar abu di sebabkan pengrusakan terhadap bahan-bahan organik dan banyaknya materialmaterial anorganik. Dari hasil analisis kimia dari sample yang diambil di lapangan menunjukkan hubungan linier antar nilai kalori dan nilai abu. Semakin tinggi nilai kalori maka nilai abu akan semakin rendah. KESIMPULAN Setelah malakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data analisa kimia batubara, karakteristik fisik batubara tiap-tiap lapisan dapat disimpulkan : 1. Satuan batuan di daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan batuan yaitu : Satuan Batupasir Tanjung, Satuan Tanjung dan Satuan Aluvial. Satuan Batupasir Tanjung ini berumur Eosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan termasuk upper delta plain-fluvial. Satuan Tanjung ini berumur Eosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan termasuk transitional

12 lower delta plain. Satuan Aluvial merupakan satuan termuda pada daerah penelitian yang berumur Holosen. 2. Hasil analisis profil menunjukkan asosiasi litologi batuan berbutir halus, dan mencirikan karbonan berupa batulempung, lempung karbonan sebagai roof dan floor batubara, dan batubara banded yang menunjukkan adanya penumpukan variasi material pembentuk gambut dan mengasosiasikan daerah swamp. Dari fasies tersebut menunjukkan asosiasi transitional lower delta plain. 3. Nilai kandungan sulfur pada batubara di daerah penelitian dipengaruhi oleh kehadiran mineral pirit akibat reduksi bakteri dalam air gambut yang kaya akan sulfat. 4. Hasil analisis kimia dari sample yang diambil di lapangan menunjukkan hubungan linier antar nilai kalori dan nilai abu. Semakin tinggi nilai kalori maka nilai abu akan semakin rendah DAFTAR PUSTAKA Braunstein, H.M., 1981, Environmental, Health and Control Aspects of Coal Conversion An information Overview Vol 1 p: , Arbor Science Publishers. Cook, A.C., 1999, Coal Geology and Coal Properties, Keiraville Konsultants, Australia, p:68-78 and Horne, J.C., Ferm, J.C., Caruccio, F.T., Baganz, B.P., 1978, Depositional Models in Coal Exploration and Mining Planning in Appalachian Regioan, AAPG Bulletin 62 p: , America. Koesoemadinata, R.P., 2000, Tectono stratigraphic of Tertiary Coal deposite of Indonesia, Proceding Southeast asian Coal Geology. Masri, R., 1999, Kualitas (Mutu) Batubara, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Puslitbang Teknologi Mineral, Bandung. Supriatna, S., Soetrisno, Rustandi, E., Sanyoto, P., Hasan, K., 1994, Peta Geologi Lembar Buntok, Kalimantan, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung. Stach, E., Teichmuller, M.,1982, Coal petrology, Gebruder Borntraeger-Berlin. Sukandarrumidi., 1995, Batubara dan gambut, Gadjah Mada University Press, 153. Van Zuidam, R.A., 1983, Guide to Geomorphic Aerial Photography Interpretation and Mapping, Enschede 325 p. Ward, C.R., 1984, Coal Geologi and Coal Technology, University of New South Wales, Australia, 345.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN Nabila Amanda 1*, Yuyun Yuniardi 1, Undang Mardiana 1, Febriwan Mohammad 1, Freddy Jul Pribadi 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB 1. PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kuarsa, batulempung, batulanau dan batubara dibagian atas, dan bersisipan dengan serpih pasiran dan

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT Oleh : Mulyana dan Untung Triono Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 18 Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1. Geomorfologi Daerah Penelitian merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang berkisar antara 40-90 meter di atas

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori

Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Geologi Regional Bab III Dasar Teori Daftar Isi Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Sari... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... ix Daftar Tabel... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SARI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG Potensi bahan galian pasir kuarsa di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung (Agung Mulyo) POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Givandi Aditama*, Henarno Pudjihardjo, Ahmad Syauqi Hidayatillah. Departemen Teknik Geologi UNDIP, Jl. Prof Soedharto, SH.

Givandi Aditama*, Henarno Pudjihardjo, Ahmad Syauqi Hidayatillah. Departemen Teknik Geologi UNDIP, Jl. Prof Soedharto, SH. 34 Relasi Kualitas Batubara dengan Lingkungan Pengendapan pada Pit South Pinang dan Sekitarnya, PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta Utara, Kutai Timur, Kalimantan Timur Givandi Aditama*, Henarno Pudjihardjo,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN 2.1 Tinjauan Umum Daerah penelitian secara regional terletak pada Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan cekungan sedimentasi berumur Tersier yang terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menunjang pembangunan di Indonesia, dibutuhkan sumber energi yang memadai, hal ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang cukup. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH Didi Kusnadi dan Eska P Dwitama Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

Stev. Nalendra Jati Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta. Keywords: geology, distribution pattern, continuities, research location

Stev. Nalendra Jati Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta. Keywords: geology, distribution pattern, continuities, research location TIPE POLA SEBARAN DAN KEMENERUSAN LAPISAN BATUBARA DI LOKASI PENELITIAN, SEKITAR LOKASI, DAN REGIONAL KASUS WILAYAH SAYAP BARAT ANTIKLIN PALARAN YANG MENUNJAM Stev. Nalendra Jati Mahasiswa Magister Teknik

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 LOKASI DAERAH PENELITIAN Daerah penelitian berada dalam kawasan pertambangan milik PT. Tanjung Alam Jaya (TAJ) yang beroperasi dengan metode tambang terbuka

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE DAERAH KONSENSI PT. SSDK, DESA BUKIT MULIAH, KINTAP, TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Gangsar

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP KUALITAS BATUBARA DAERAH BINDERANG, LOKPAIKAT,TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP KUALITAS BATUBARA DAERAH BINDERANG, LOKPAIKAT,TAPIN, KALIMANTAN SELATAN PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP KUALITAS BATUBARA DAERAH BINDERANG, LOKPAIKAT,TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Herry Riswandi Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas. dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas. III.2.1.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci