IDENTIFIKASI SIFAT EKSTRAK KULIT KAYU MEDANG HITAM (CINNAMOMUM PORRECTUM ROXB.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI SIFAT EKSTRAK KULIT KAYU MEDANG HITAM (CINNAMOMUM PORRECTUM ROXB.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI SIFAT EKSTRAK KULIT KAYU MEDANG HITAM (CINNAMOMUM PORRECTUM ROXB.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU Ridwanti Batubara 1, Enih Rosamah dan Edy Budiarso 1 Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan. Laboratorium Kimia Kayu Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Identification of Bark Extract of Medang Hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) Properties as Wood Preservatives. The objectives of this research were to identify extractive compounds of Medang Hitam bark and to see their application possibilities as wood preservatives by measuring their retentions in cold soaking treatment of wood of Acacia mangium Willd. and to assay their bioactivity properties against wood destroying fungus Schizophyllum commune Fr. modified with pesticide assay. This research resulted that in the bark of Medang Hitam was contained alkaloid, flavonoid, triterpenoid and tannin compounds. The retention of bark extract of Medang Hitam ranged between. and 1.9 kg/m 3. The differences of solvents as well as concentrations caused highly significant different in retention values. The results of bioassay of bark extract against S. commune shown that average growth suppression of the fungus on each solvent material were: Acetone 5.15% (medium suppression), nhexane % (severe suppression), Ethyl ether % (highly severe suppression), Ethyl acetate 17.65% (low suppression) and residue 7.688% (low suppression). It was expected that in the third fractions (Acetone, nhexane and Ethyl ether) contained antibiotic compound against the fungus, they were alkaloid, flavonoid, triterpenoid and tannin compounds. Kata kunci: kulit kayu, ekstraktif, fitokimia, retensi, Schizophyllum commune. Kayu memiliki nilai guna dan nilai ekonomis yang tinggi. Kayu bisa diolah dan digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan keunggulan sifatsifat yang dimilikinya. Walaupun demikian kayu memiliki kekurangan dalam beberapa hal, yaitu mudah didegradasi oleh organisme perusak kayu seperti jamur dan rayap, terdegradasi oleh kondisi fisik dan kimia lingkungan. Salah satu upaya untuk melindungi kayu dari degradasi organisme perusak adalah dengan pengawetan kayu. Namun sebagian besar bahan pengawet kayu yang digunakan pada saat ini merupakan bahan kimia sintetis. Ditinjau dari aspek ekologis, penggunaan bahan kimia sintetis mempunyai dampak yang kurang menguntungkan terutama disebabkan bahan kimia tersebut tidak dapat terurai secara biologis (non biodegradable). Upaya untuk mengurangi dampak negatif tersebut dilakukan dengan pencarian bahan pengawet alternatif dari alam melalui berbagai penelitian. Pemanfaatan komponen kimia berupa zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu merupakan salah satu alternatif sumber bahan pengawet kayu alami. Z at ekstraktif berbagai jenis kayu memang telah terbukti mengandung senyawa bioaktif yang dapat menghambat serangan organisme perusak kayu seperti jamur dan rayap. Di antaranya adalah zat ekstraktif kayu damar laut menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam menghambat perkembangan rayap Cryptotermes cynochephalus 7

2 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 8 75 (Syafii, ), begitu juga zat ekstraktif kulit kayu jati menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam menghambat perkembangan rayap Coptotermes curvignathus (Sari dan Syafii, 1). Kulit kayu medang di antaranya jenis Medang Hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) yang banyak dieksploitasi masyarakat sekitar hutan di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi berdasarkan informasi merupakan bahan baku anti nyamuk bakar dan gaharu (hio), sementara getah yang menempel pada kulitnya bisa digunakan menjadi bahan baku lem. Sifat racun kulit kayu Medang Hitam bagi nyamuk ini diduga juga mengandung ekstraktif yang bersifat anti rayap dan anti jamur. Maraknya eksploitasi kulit kayu Medang Hitam sangat mengancam kelestarian jenis kayu ini. Pada sisi lain meskipun sudah dieksploitasi namun data kegunaan lain dan sifat dasarnya terutama senyawa kimia yang dikandungnya belum banyak diketahui dan diteliti. Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk meneliti mengenai kulit kayu Medang Hitam, baik berupa senyawa kimia yang dikandungnya dan aplikasi penggunaannya sebagai bahan pengawet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia yang dikandung kulit kayu Medang Hitam dan menguji aplikasinya sebagai bahan pengawet kayu dengan melihat besarnya nilai retensi serta menguji sifat anti jamur kulit kayu Medang Hitam. METODE PENELITIAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa kulit kayu Medang Hitam yang berasal dari Sumatera Utara. Setelah dijadikan serbuk dan mencapai kadar air kering udara, 3 gr serbuk diekstrak dengan pelarut Aseton sebanyak 5 l selama 8 jam. Selanjutnya hasil ekstrak Aseton ini difraksinasi dengan pelarut n Heksana, Etil eter dan Etil asetat. Hasil ekstraksi dan fraksinasi ini selanjutnya diuji senyawa yang dikandungnya dengan uji fitokimia. Aplikasinya sebagai bahan pengawet dilihat dari pengukuran besarnya retensi tiap ekstrak dengan konsentrasi masingmasing,,, 6 dan 8% pada kayu Akasia (Acacia mangium Willd.) berumur 1 tahun berukuran sample x 5 x 6 mm dengan metode pengawetan rendaman dingin selama 8 jam. Uji bioaktif pada jamur Schizophyllum commune Fries. mengacu pada metode pengujian pestisida yang dimodifikasi, yaitu dengan membandingkan luas pertumbuhan kontrol dengan perlakuan pada media PDA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Kayu, Laboratorium Sifat Fisika dan Mekanika Kayu, Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan serta di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Mulawarman. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 3 gr serbuk kulit kayu Medang bagian

3 76 Batubara dkk. (8). Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam tengah dengan kadar air ratarata 15,65% dapat menghasilkan 3 gr zat ekstraktif. Hasil ekstrak Aseton berupa padatan, hasil fraksi nheksana, Etil eter, dan Etil asetat berupa minyak serta hasil residu fraksi berupa padatan. Berat masingmasing ekstrak tersebut disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Zat Ekstraktif yang Dihasilkan dari Tiap Ekstraksi Tahap ekstraksi Berat ekstrak yang diperoleh (gr) % ekstrak thd berat kulit kayu kering udara Aseton 3 7,67 nheksana 1,67 Etil eter 1,33 Etil asetat 3 1, Residu,67 Sebagian besar ekstrak Aceton terlarut dalam fraksi nheksana (,67%) dan yang terkecil pada fraksi residu (tidak terlarut). Diduga kandungan zat ekstraktif kulit kayu Medang Hitam ini akan lebih besar dari 7,67%, hal ini karena dalam penelitian proses ekstraksi tidak dilakukan secara sempurna (sampai hasil ekstrak bening), yang mana pada tahap ini ekstraksi yang dilakukan hanya kali. Begitu juga proses fraksinasinya tidak dilakukan sampai bening, melainkan hanya kali saja, seandainya sampai bening, maka ada kemungkinan semua terlarut dalam tahapan fraksi yang dilakukan sehingga residunya %. Banyaknya zat ekstraktif yang terlarut tergantung berbagai faktor, di antaranya jenis kayu, jenis pelarut, proses ekstraksi dan ukuran serbuk. Jenis kayu yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis Cinnamomum porrectum yang termasuk dalam suku Lauraceae. Marga ini adalah penghasil minyak, maka sangat wajar jika hasil sebagian fraksinya adalah berupa minyak. Banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut tidak lepas dari faktor pemilihan pelarut. Guenther (1987) menyatakan, bahwa pelarut yang ideal digunakan untuk proses ekstraksi harus memenuhi syarat antara lain: a. Dapat melarutkan zat ekstraktif. b. Mempunyai titik didih yang seragam. c. Pelarut harus bersifat inert (tidak bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi). d. Mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi, namun titik didih pelarut tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena hal ini akan mengakibatkan hilangnya sebagian pelarut akibat penguapan. Banyaknya zat ekstraktif yang dapat diekstrak juga tidak lepas dari cara atau proses ekstraksi tersebut berlangsung. Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dengan cara rendaman dalam pelarut Aseton pada suhu kamar dan diletakkan pada shaker (digoyanggoyang terus) selama 8 jam. Namun karena bahan yang diekstrak banyak, maka serbuk yang berada pada \bagian atas kurang goyangannya, sehingga kemungkinan serbuk terurai pada bagian ini kurang baik dan berpengaruh pada hasil ekstrak yang rendah. Faktor lain yang cukup berpengaruh pada proses ekstraksi adalah suhu, yang mana adanya pemanasan akan membantu proses ekstraksi berjalan dengan baik dan penguraian akan lebih seragam. Keberhasilan

4 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 8 77 proses ekstraksi juga dipengaruhi oleh keadaan bahan (serbuk) yang diekstrak. Browning (1963) menyatakan, bahwa besarnya kadar ekstraktif yang diperoleh tergantung pada faktor pengeringan sebelum proses ekstraksi. Banyaknya bahan yang dapat larut dalam pelarut non polar biasanya lebih sedikit, meskipun demikian adanya pengeringan serbuk sebelum proses ekstraksi akan membantu membuka retakan kecil pada serbuk sehingga jumlah yang terlarut meningkat. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia/penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap semua fraksi dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Data Penapisan Fitokimia Tiap Fraksi yang Didapat dari Proses Ekstraksi dan Fraksinasi Kulit Kayu Medang Hitam (C. porrectum) Fraksi Alkaloid Flavonoid Saponin Triterpenoid Steroid Tanin Aseton + ++ nhexana Etil eter Etil asetat Residu Keterangan: + = relatif sedikit. ++ = relatif sedang. +++ = relatif banyak. = tidak ada Uji alkaloid yang dilakukan memberikan hasil hampir semua fraksi mengandung senyawa alkaloid, kecuali pada fraksi nheksana tidak terdapat. Senyawa alkaloid relatif sedikit ditemukan pada fraksi Aceton dan Etil asetat. Fraksi yang lain mengandung alkaloid relatif sedang. Hasil pengujian kandungan senyawa flavonoid menunjukkan, bahwa pada semua fraksi ditemukan senyawa ini kecuali pada fraksi Aseton. Fraksi residu kandungan flavonoid relatif sedang, sedangkan fraksifraksi lainnya kandungannya relatif banyak. Warna yang dihasilkan dari uji flavonoid adalah warna kuning muda untuk fraksi nheksana, warna coklat untuk fraksi Etil eter, namun sebagian besar menguap, warna coklat muda untuk fraksi Etil asetat dan warna coklat untuk residu. Pada pengujian saponin terhadap semua fraksi menunjukkan, bahwa hampir pada semua fraksi tidak mengandung saponin kecuali residu dan kandungan saponin fraksi tersebut relatif sedikit. Pengujian triterpenoid dan steroid menunjukkan, bahwa pada semua fraksi tidak ditemukan steroid, senyawa triterpenoid ditemukan pada fraksi nheksana dan Etil eter dengan kandungan senyawa triterpenoid relatif sedang. Uji warna yang dilakukan menunjukkan, bahwa senyawa tanin ditemukan pada semua fraksi kecuali residu, kandungannya relatif sedang. Retensi Bahan Pengawet Berdasarkan penelitian beberapa peneliti di bidang pengawetan kayu dapat dibuktikan bahwa melalui pengawetan kayu akan memperpanjang usia pakainya,

5 78 Batubara dkk. (8). Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam karena terlindung dari organisme yang akan menyerangnya. Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan besarnya retensi dan dalamnya penembusan bahan aktif (penetrasi) pengawet di dalam kayu yang diawetkan. Besarnya retensi bahan pengawet ekstraktif kulit kayu Medang Hitam pada konsentrasi 8% berkisar antara, 1,9 kg/m 3 (Tabel 3). Tabel 3. Retensi Bahan Pengawet Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam (kg/m 3 ) pada Kayu Akasia (A. mangium) Pelarut ekstrak Konsentrasi (%) Retensi pada ulangan ke.. (kg/m 3 ) Ratarata 1 3 Aseton 6 8,63 1,17,3 6,7,69,83 5,17 3,7,5,1 5,1,58,61 1,37,91 5,1 nheksan 6 8 Etil eter 6 8 Etil asetat 6 8 Residu 6 8,33,1,96,7,53 1,7 3,37 5,73,36,83 1,35, 1,8 3,36 3,1 7,5,6,53 1,7 1,3,6 1,51,7 1,8,,71,9 1,,1,31 3,38 1,9,31,3,95 1,33,58 1,8 3,15 9,75,1,63 1,19,86 1,81,86 3,53 8,1,3,,11 1,3,5 1,59 3,8 5,77,3,7 1,16 1,5 1,77,8 3,57 8,58 Mudah tidaknya kayu diawetkan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Barly dkk. (1995), paling tidak ada faktor yang sangat berpengaruh terhadap mudah tidaknya kayu diawetkan atau yang lebih dikenal dengan keterawetan kayu, yaitu: a) jenis kayu yang ditandai dengan sifat yang melekat pada kayu seperti struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan dan sebagainya; b) keadaan kayu pada waktu diawetkan seperti bentuk kayu, gubal/teras dan kadar air; c) metode pengawetan yang diterapkan dan d) sifat bahan pengawet yang digunakan. Pada penelitian ini jenis kayu yang digunakan adalah jenis Akasia (A. mangium), termasuk jenis kayu yang mudah diawetkan. Hasil penelitian Djarwanto dan Abdurrahim () menunjukkan, bahwa pengawetan kayu Akasia secara rendaman dingin dengan senyawa boron pada konsentrasi 5, 1 dan 15% dengan kadar air 15% menghasilkan ratarata retensi berturutturut: 5,, 9,1 dan 9,5 kg/m 3. Nilai retensi ini dengan penelitian ini tidak berbeda jauh, walaupun jenis bahan pengawet yang diaplikasikan berbeda dan waktu rendaman yang berbeda (waktu rendaman dengan senyawa boron 3 7 hari). Ukuran contoh uji yang digunakan pada penelitian ini relatif kecil yaitu

6 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 8 79 x5x6 mm. Perbedaan ukuran ini mempengaruhi perbandingan luas permukaan terhadap volume kayu (Hunt dan Garrat, 199). Metode pengawetan yang digunakan adalah rendaman dingin selama dua hari, yang mana metode ini adalah paling sederhana dan hasilnya tidak maksimal. Semua faktor inilah yang mempengaruhi besarnya nilai retensi yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman (Tabel ) menunjukkan, bahwa perbedaan jenis pelarut ekstrak dan konsentrasi berpengaruh signifikan pada nilai retensi, baik pada tingkat kepercayaan 95 maupun 99%. Tabel. Analisis Keragaman untuk Retensi Bahan Pengawet Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Ftabel 5% Ratarata Pelarut Konsentrasi Galat , 1,1 1,85,3 3,,5,1,1 3,38** 11,**,61 1,9 Jumlah 6 6,53 Keterangan: ** = berpengaruh sangat signifikan Uji terhadap Pertumbuhan Jamur Efektivitas beberapa pelarut ekstrak pada beberapa tingkat konsentrasi dapat menekan pertumbuhan jamur pelapuk kayu. Hasil pengukuran pertumbuhan myselium jamur S. commune yang dicatat pada hari ke1, yaitu setelah jamur pada perlakuan kontrol memenuhi cawan petri dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pertumbuhan Myselium Jamur S. commune Pelarut ekstrak Konsentrasi (%) Ulangan Luas pertumbuhan (mm ) Penekanan pertumbuhan (%) Kondisi pertumbuhan Kontrol S S S Aseton ,31 TS , TS ,11 TS ,75 TS 899 5,3 TB ,17 TB ,8 TS 7 55,59 TB ,79 TB ,55 TB 58 57,57 TB ,7 TS nheksana ,31 TSB 33 5,61 TB ,78 TS ,79 TSB 87 53,5 TB , TSB

7 8 Batubara dkk. (8). Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam Tabel 5 (lanjutan) Pelarut ekstrak Konsentrasi (%) Ulangan Luas pertumbuhan (mm ) Penekanan pertumbuhan (%) Kondisi pertumbuhan nheksana ,77 TS 1 66,3 TB ,83 TB ,91 TB 185 8,15 TSB ,77 TSB Etil eter ,1 TSB ,1 TB ,73 TSB ,97 TSB 67,11 TB ,76 TSB ,9 TSB 17 79,11 TSB ,6 TSB ,66 TSB 18 7,39 TB ,37 TSB Etil asetat ,8 TR 55 1,77 TR ,37 TS ,93 TR 8,99 TR ,71 TR ,6 TR 619,3 TR ,39 TR ,69 TR ,6 TS ,75 TR Residu ,66 TR 568 7,3 TR , TR , TR ,66 TR ,59 TR ,75 TR 59 16,5 TR , TR ,3 TR ,7 TR ,5 TR Keterangan: S = sehat. TR = tertekan ringan. TS = tertekan sedang. TB = tertekan berat. TSB = tertekan sangat berat Hasil penekanan pertumbuhan jamur menunjukkan, bahwa pada beberapa pelarut tersebut terlarut senyawa yang memiliki sifat bioaktif terhadap pertumbuhan jamur S. commune. Ratarata penekanan pertumbuhan tersebut pada tiap bahan pelarut adalah: Aseton 5,15% (tertekan sedang), nheksana 67,691% (tertekan berat), Etil eter 78,668% (tertekan sangat berat), Etil asetat 17,65% (tertekan ringan) dan residu 7,688% (tertekan ringan).

8 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 8 81 Hasil analisis keragaman menunjukkan, bahwa perbedaan pelarut ekstrak berpengaruh signifikan terhadap penekanan pertumbuhan jamur pada tingkat kepercayaan 95 dan 99%. Hal ini menunjukkan, bahwa zat ekstraktif yang terlarut pada beberapa pelarut tersebut bersifat racun pada jamur S. commune (Tabel 6). Tabel 6. Analisis Keragaman untuk Penekanan Pertumbuhan Jamur Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung Ftabel 5% Ratarata Pelarut Konsentrasi Galat ,7 5.35,3.187, , , ,6 15,81 15,8 5,7**,68 ns,61 1,9 Jumlah , Keterangan: ** = berpengaruh sangat signifikan. ns = tidak berpengaruh signifikan Berbeda halnya dengan tingkat konsentrasi, hasil analisis keragaman menunjukkan nilai yang non signifikan. Hal ini bukan berarti tidak memiliki sifat racun, tapi baik konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi pada pelarut yang memiliki sifat bioaktif sangat mempengaruhi dalam menekan pertumbuhan jamur, hal ini dapat dilihat dari kondisi pertumbuhan jamur dari tertekan ringan sampai tertekan sangat berat. Hasil uji jamur menunjukkan sifat bioaktif pada tiga pelarut (Aseton, nheksana dan Etil eter). Hasil tersebut didukung oleh uji fitokimia. Secara umum pada ekstrak Aceton mengandung alkaloid dan tanin. Pada fraksi nheksana dan Etil eter mengandung alkaloid, tanin dan triterpenoid. Vikery dan Vikery (1981) dalam Br Sitepu (5) mengemukakan, bahwa triterpenoid dan turunannya termasuk saponin dan steroid, pada tumbuhan berfungsi sebagai racun serangga, bakteri dan jamur. Adanya triterpenoid inilah salah satu penyebab ekstrak nheksana dan Etil eter dapat menekan pertumbuhan miselium jamur S. commune. Menurut Supriana dan Jasni (), tanin yang terdapat dalam kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai penghambat kerusakan akibat serangan serangga dan jamur karena memiliki sifat antiseptik. Di samping itu tanin mengandung senyawa ekstraktif seperti fenol yang memiliki sifat racun dalam jumlah yang cukup dapat mencegah kerusakan kayu oleh organisme perusak kayu. Achmadi (199) menyatakan, bahwa tanin merupakan senyawa fenolik yang dapat digunakan sebagai fungisida. Menurut Harborne (1987), fungsi utama tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Adanya tanin pada tiga fraksi di atas juga menjadi penyebab penekanan pertumbuhan miselium jamur S. commune. Dengan demikian kulit kayu Medang Hitam memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet kayu. Keawetan alami kayu salah satunya ditentukan oleh jenis dan banyaknya ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu seperti tanin, alkaloid, saponin, fenol, quinon dan damar (Tsoumis, 1968). Keawetan alami beberapa jenis kayu terhadap pelapukan adalah sebagai tanda adanya defosit dalam kayu yang menghambat dan bersifat racun terhadap kayu (Browning, 1963). Bahan tersebut banyak mengandung senyawa fenolik, sebagian besar senyawa tersebut

9 8 Batubara dkk. (8). Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam terlarut dalam air dan pelarut organik atau dalam senyawa yang mudah diuapkan, sehingga dikelompokkan ke dalam zat ekstraktif. Pembahasan di atas dapat menjawab mengapa fraksi Etil eter paling tinggi penekanannya terhadap pertumbuhan miselium jamur, karena mengandung hampir semua senyawa yang memiliki potensi sebagai bioaktif yaitu alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan tanin. Hal lain yang mendukungnya adalah karena kepolaran larutan Etil eter lebih tinggi dari nheksana, sehingga senyawa yang terlarut dalam Etil eter lebih banyak. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kandungan ekstrak Aseton kulit kayu Medang Hitam adalah 7,67%, terdiri dari komponen yang larut dalam nheksana,67%, larut dalam Etil eter 1,33%, larut dalam Etil asetat 1,% dan sisanya tidak larut (residu),67%. Retensi lima jenis ekstrak kulit kayu Medang Hitam yang diaplikasikan dengan metode rendaman dingin pada kayu akasia (Acacia mangium) berkisar antara, 1,9 kg/m 3. Baik perbedaan pelarut maupun perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Hasil uji bioaktif ekstrak kulit kayu Medang Hitam terhadap jamur Schizophyllum commune menunjukkan, bahwa ratarata penekanan pertumbuhan jamur pada tiap bahan pelarut adalah: Aseton 5,15% (tertekan sedang), nheksana 67,691% (tertekan berat), Etil eter 78,668% (tertekan sangat berat), Etil asetat 17,65% (tertekan ringan) dan residu 7,688% (tertekan ringan). Diduga pada tiga fraksi (Aseton, nheksana dan Etil eter) tersebut terdapat senyawa yang bersifat bioaktif terhadap jamur, yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan tanin. Saran Sebaiknya dalam melihat kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Medang Hitam harus bebas getah yang menempel pada kulitnya dengan cara menyadap getah tersebut terlebih dahulu sehingga prosedur ekstraksinya berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S.S Diktat Kuliah Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barly; S. Abdurrahim dan P. Permadi Penerapan Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung. Ekspose Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Br Sitepu, S.E. 5. Uji Toksitas Zat Ekstraktif Kulit Batang Raru (Shorea faguetiana Heim.) Menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BLST). Skripsi Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Browning, B.L Method of Wood Chemistry. John Wiley and Sons, New York. Djarwanto dan S. Abdurrahim.. Pengawetan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) Secara Rendaman Dingin dengan Senyawa Boron. Bul. Penelitian Hasil Hutan 18 (1). Guenther, E Minyak Atsiri. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Harborne, J.B Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung.

10 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 8 83 Hunt, G.M. dan G.A. Garrat Pengawetan Kayu (Terjemahan). Edisi Pertama. Akademika Pressindo, Jakarta. Sari, R.K. dan W. Syafii. 1. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Jati (Tectona grandis, L.f.). Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB XIV (1): 1 9. Supriana, N. dan Jasni.. Mencari Bahan Pengawet dan Pestisida Produk Alami Satu Perjalanan Sangat Panjang. Makalah pada Seminar Masyarakat Peneliti Kayu (MAPEKI) VII. Makassar 5 6 Agustus. Syafii, W.. Zat Ekstraktif Kayu Damar Laut (Hopea. spp.) dan Pengaruhnya terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB XIII (): 1 8. Tsoumis Science and Technology of Wood: Structures, Properties, Utilization. Van Nonstrand Reinhold, New York.

11

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu yang dihasilkan dari pengolahan hutan, contohnya produk ekstraktif. Produk ekstraktif merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune

PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune HASIL PENELITIAN Oleh : FITRI HAYANI 031203012/TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

TANIN. IWAN RISNASARI Shut Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

TANIN. IWAN RISNASARI Shut Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN TANIN IWAN RISNASARI Shut Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Pemanfaatan kayu yang dipergunakan untuk mencukupi berbagai kebutuhan, mulai dari kayu bakar

Lebih terperinci

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK Ganis Lukmandaru Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada E-mail : ganisarema@lycos.com ABSTRAK Getah kopal dari pohon Agathis (damar) termasuk klasifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus) SAWDUST OF TEAK WOOD (Tectona grandis) AS WOOD PRESERVATIVE FOR DURIAN WOOD (Durio zibethinus) Sulaiman

Lebih terperinci

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FRAKSINASI BERTINGKAT

FRAKSINASI BERTINGKAT Metode Ekstraksi Maserasi Proses maserasi (macerare= mengairi, melunakkan) merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada temperatur ruangan. Pada psoses maserasi, bahan kandungan

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN

PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN SKRIPSI Oleh : JANUARDO PUTRA SIREGAR 081203015 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan sehari-hari kayu digunakan untuk kebutuhan konstruksi, meubel dan perabotan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Laila Sari dan Sutjipto A. Hadikusumo

Laila Sari dan Sutjipto A. Hadikusumo Daya Racun Ekstraktif Kulit Kayu Pucung terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light. Toxicity of Pucung-wood Bark Extractives to Dry Wood Termite Cryptotermes cynocephalus Light. Laila Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Secondary metabolites, antibacterial activity, Pithecellobium jiringa (Jack) Prain. ABSTRAK

ABSTRACT. Keywords: Secondary metabolites, antibacterial activity, Pithecellobium jiringa (Jack) Prain. ABSTRAK METABOLIT SEKUNDER DAN AKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT BUAH JENGKOL (PITHECELLOBIUM JIRINGA (JACK) PRAIN.) TERHADAP BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA DAN BACILLUS SUBTILIS Adam M. Ramadhan*, Ririn Pangaribuan,

Lebih terperinci

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO (Manihot utilissima Pohl) DENGAN BRINE SHRIMP LETHALITY TEST Susan Retnowati, 2011 Pembimbing : (I) Sajekti Palupi, (II) Elisawati Wonohadi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN KETAHANAN PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU MAHONI DAN SENGON DENGAN PERLAKUAN PENGAWETAN ASAP CAIR TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING Cryptotermes cynocephalus Light. Agus Ngadianto 1, Ragil Widyorini 2 dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN

SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN Absorption Property of Preservative on Several Building Woods Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016 KADAR AIR, RENDEMEN DAN KARAKTERISTISK FISIK EKSTRAK LAMUN Halodule sp. Ace Baehaki*, Herpandi, Indah Widiastuti dan Gressty Sari Sitepu Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU

STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU STUDI FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI KAYU MANIS (CINNAMOMUM SP.) DENGAN METODE PERKOLASI YOANITA EUSTAKIA NAWU 2443012090 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) Bioactivity of Ethanol Extract Noni Fruit (Morinda citrifolia L.) Against Subterranean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora. Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae DAN JAMUR Saprolegnia sp.

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora. Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae DAN JAMUR Saprolegnia sp. UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KULIT BATANG Rhizophora mucronata TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae DAN JAMUR Saprolegnia sp. SECARA IN VITRO DEDI PRADANA 090302007 PROGRAM

Lebih terperinci

KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk

KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SKRIPSI Oleh: Odi Lorano Sitepu 041203025/ Teknologi Hasil Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH) Islamudin Ahmad dan Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Merry Dwi Afsari

SKRIPSI. Oleh : Merry Dwi Afsari PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA PERSEMAIAN TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tobaccum L. ) DENGAN PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) SKRIPSI Oleh : Merry Dwi Afsari 051203020

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT KAYU GERUNGGANG

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT KAYU GERUNGGANG PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT KAYU GERUNGGANG (Cratoxylon arborescens BI) UNTUK PENGAWETAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis) DARI SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Utilization Wood Bark

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI

PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI PENENTUAN KOMPONEN SENYAWA/MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-heksana, ETIL ASETAT dan METANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) SKRIPSI RICKI 070802024 PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. Mira Susanti*, Hadi Kuncoro, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI INFUSA KULIT BATANG KASTURI (Mangifera casturi Kosterm) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli SECARA IN VITRO

UJI ANTIBAKTERI INFUSA KULIT BATANG KASTURI (Mangifera casturi Kosterm) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli SECARA IN VITRO UJI ANTIBAKTERI INFUSA KULIT BATANG KASTURI (Mangifera casturi Kosterm) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli SECARA IN VITRO Oleh: Nuzulia Santi 1, Aminuddin Prahatamaputra 2, Aulia Ajizah 3 Program Studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman (Andlauer dan Frust,1998),

Lebih terperinci

BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth) BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth) SKRIPSI Oleh: Miduk Sihombing 061203001/ Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP

LAPORAN AKHIR PKMP. PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP LAPORAN AKHIR PKMP PEMANFAATAN EKSTRAK LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI BIO-ANTI RAYAP Oleh : Reza Ramadhan Anita Dewanti Nia Widyastuti Singgih Mukti Wibowo Yennova Sari E24070084

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

SIFAT ANTIBAKTERI ZAT EKSTRAKTIF KAYU SIWAK (Salvadora persica Wall.) TERHADAP Streptococcus sp. ARI SUPRIYADI

SIFAT ANTIBAKTERI ZAT EKSTRAKTIF KAYU SIWAK (Salvadora persica Wall.) TERHADAP Streptococcus sp. ARI SUPRIYADI SIFAT ANTIBAKTERI ZAT EKSTRAKTIF KAYU SIWAK (Salvadora persica Wall.) TERHADAP Streptococcus sp. ARI SUPRIYADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SUMMARY ARI SUPRIYADI.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) Nazmy Maulidha*, Aditya Fridayanti, Muhammad Amir Masruhim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KERING DAUN Ocimum americanum L. SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KERING DAUN Ocimum americanum L. SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans 1 UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KERING DAUN Ocimum americanum L. SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans Effectivity Test of Dry Extract from Leaves Ocimum americanum L. as Antifungal Candida albicans Niar Abdillah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM SECARA IN VITRO

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM SECARA IN VITRO Extended Abstract SEMINAR NASIONAL SAINSTEK 2016 Bukit Jimbaran, Bali 19 November 2016 IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS Ayu Ulfa Sari* Nurul Annisa, Arsyik Ibrahim, Laode Rijai Laboratorium penelitian

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes sp) PADA KAYU DURIAN (Durio zibethinus) Eka Mariana 1, Ariyanti 2, Erniwati 2 JurusanKehutanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan, tumbuhtumbuhan dalam persekutuan alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungisida adalah jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk mengendalikan (membunuh, menghambat dan mencegah) jamur atau cendawan patogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati 6 konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva udang. Ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dai 1000 μg/ml.

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN PKM Penelitian Diusulkan oleh : Ketua kelompok : Jauhar

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BATANG KERSEN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BATANG KERSEN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BATANG KERSEN (Muntingia calabura L.) Fathiah Olpah Siara, Arsyik Ibrahim, Hanggara Arifian, Rolan Rusli* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat

I. PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Keanekaragaman hayati yang ada meliputi semua organisme tingkat tinggi maupun rendah, yang berada

Lebih terperinci

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS

PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS PERBEDAAN JENIS PELARUT TERHADAP KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less.) DALAM MENGHAMBAT OKSIDASI GULA DENGAN METODE DNS (asam 3,5-dinitrosalisilat) SKRIPSI OLEH: RIBKA STEFANIE WONGSO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN I. PENDAHULUAN Bambu merupakan tanaman serbaguna. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah batang. Pemanfaatan bagian daun belum maksimal, hanya sebagai pembungkus makana tradisional. Di Cina (1998), daun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan khususnya produk pangan asalternak seperti daging, susu, dan telur serta produk olahannya memiliki nilai gizi yang tinggi (Irzamiyati, 2014). Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Ekstrak Kayu dan Kulit Jati (Tectona grandis L.f) Ekstraktif kayu terdiri dari banyak senyawa dengan sifat kimia yang berbeda, mulai dari yang bersifat polar sampai

Lebih terperinci

ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Ariyanti¹ Edi Budiarso² Agus Sulistyo Budi² Irawan W. Kusuma² 1) Program Pascasarjana Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan, Universitas Mulawarman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren)

PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 29 36 ISSN 2407-9049 PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit, mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Warna Alami Kayu. Evalina Herawati. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Warna Alami Kayu Evalina Herawati Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak zaman dahulu. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci