TINJAUAN PUSTAKA. Potensi dan Karakteristik Tanah yang Mengandung Smektit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Potensi dan Karakteristik Tanah yang Mengandung Smektit"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Potensi dan Karakteristik Tanah yang Mengandung Smektit Tanah-tanah yang mengandung mineral liat smektit mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan jika dibarengi dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Di lingkungan dengan iklim yang memiliki bulan-bulan kering nyata, tanah ini memiliki sifat vertik (verto = membalik), yaitu tanah yang dapat mengembang (swelling) pada saat basah dan mengkerut (shrinking) saat kering. Proses mengembang dan mengkerut erat kaitannya dengan kandungan mineral liat tipe 2:1 (smektit) yang tinggi di dalam tanah (Borchardt, 1989). Sejumlah kation, seperti K +, NH + 4, Na +, Ca 2+, Mg 2+, dan lain-lain dapat masuk ke dalam ruang antar lapisan liat tipe 2:1 saat kadar air tinggi (tanah mengembang). Sebaliknya bila kadar air turun maka air yang terdapat di dalam ruang antar lapisan akan keluar sehingga ruangan yang sebelumnya terisi air digantikan oleh udara, akibatnya tanah mengkerut dan terjadi retakan-retakan. Dengan demikian ciri utama untuk menduga keberadaan smektit di lapangan secara visual adalah adanya retakan-retakan tanah yang lebar di saat tanah kering atau pada musim kemarau. Tanah yang mengandung mineral liat smektit umumnya terdapat pada order Vertisol dan order lain bersubgrup vertik. Tanah-tanah tersebut memiliki sifat vertik, yaitu diantaranya mempunyai bidang kilir atau ped berbentuk baji, kadar liat > 30% dalam fraksi tanah halusnya, dan terdapat rekahan terbuka dan tertutup secara periodik. Tanah dengan mineral liat smektit dominan tetapi berada di bawah iklim yang selalu lembab (musim kering tidak nyata) tidak selalu menunjukkan sifat vertik tersebut kecuali kadar liat. Di Indonesia, penyebaran tanah-tanah tersebut cukup luas, yaitu diperkirakan lebih dari 2.12 juta ha (Vertisol sekitar 2.12 juta ditambah sebagaian Inceptisol dan Alfisol) 8

2 yang tersebar di wilayah Jawa (Jabar, Jateng, dan Jatim), Sulawesi (Sulsel, Sulteng, dan Gorontalo), dan Nusa Tenggara (Lombok) (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000). Tanah ini termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dan umumnya dimanfaatkan untuk padi sawah irigasi dan tadah hujan, palawija, kebun campuran, tebu, tembakau, kapas, kelapa dan hortikultura lainnya seperti mangga (Subagyo et al., 2000). Karakteristik lain dari tanah tersebut diantaranya adalah reaksi tanah netral hingga alkalin (ph = 6,5 8,0). Karena kemasaman tanah rendah maka ketersediaan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, dan Mn) umumnya rendah. Kadar bahan organik rendah hingga sedang, kadar K potensial, basa-basa (Ca dan Mg), dan kapasitas tukar kation umumnya tinggi (Subagyo et al., 2000). Kadar K potensial tanah ini umumnya tinggi tapi K aktualnya sering rendah sehingga tanaman mengalami kekahatan. Hal ini disebabkan karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1, seperti dari golongan smektit (Borchardt, 1989) dan vermikulit (Douglas, 1989) yang dominan di tanah tersebut. Ghousikar dan Kendre (1987) mengemukakan bahwa tanah-tanah tersebut mempunyai kapasitas fiksasi K (K-fixing capacity) dan daya sangga terhadap K (PBC K ) yang sangat tinggi. Dengan demikian maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi fiksasi K tanah sehingga bentuk K cepat tersedia meningkat bagi tanaman. Jumlah dan jenis mineral liat memegang peranan yang sangat penting dalam mengendalikan perilaku K di dalam tanah. Selain bahan organik tanah, mineral liat smektit tentu saja berperan dalam mengontrol ketersediaan K di tanah-tanah yang mengandung mineral liat smektit. Bahkan bila kadar smektit dalam tanah tinggi maka pengaruh smektit terhadap perilaku K jauh lebih besar dibandingkan bahan organik. Selain terhadap K, smektit juga berpengaruh terhadap ciri tanah lainnya, baik karakteristik kimia maupun fisika tanah. 9

3 Mineral Liat Smektit Smektit adalah mineral liat tanah yang umum dijumpai di daerah temperate, iklim dingin, dan dijumpai pula di daerah tropik. Smektit terbentuk di tempat yang berdrainase buruk atau di area dengan tingkat pencucian terbatas karena rendahnya curah hujan, adanya lapisan kedap di dalam profil tanah, atau permukaan air tanah yang tinggi. Termasuk dalam grup smektit yang banyak dijumpai dalam tanah adalah montmorilonit, beidelit, dan nontronit (Allen dan Hajek, 1989). Di Indonesia mineral ini sangat dominan di tanah-tanah Vertisol dan Mollisol serta banyak pula dijumpai di tanah Inceptisol dan Alfisol. Sementara itu hektorit (kaya Li), saponit (Mg), saukonit (Zn) jarang dijumpai di dalam tanah. Sifat mengembang-mengkerut dan muatan negatif yang tinggi menyebabkan mineral ini reaktif dalam lingkungan tanah. Di daerah dengan perbedaan iklim basah dan kering yang signifikan, proses mengembang dan mengkerut tanah terjadi sangat kentara. Selain dapat menjerap K +, Ca 2+, Mg 2+, dan kation lainnya yang diperlukan tanaman, smektit juga dapat menjerap senyawa organik, herbisida, dan pestisida (Borchardt, 1989). Struktur smektit pertama kali dikemukakan oleh Hofmann et al., (1933) dalam Borchardt (1989). Smektit mirip dengan struktur mika dan vermikulit dimana satu unit kristal smektit terdiri dari satu lempeng Al-oktahedral yang diapit oleh 2 lempeng Sitetrahedral. Substitusi isomorfik dapat terjadi di kedua lempeng tersebut dan hal ini dapat berdampak terhadap karakteristik dan komposisi kimia sehingga dapat dijadikan dasar dalam klasifikasi mineral tersebut. Dioktahedral smektit (beidelit, montmorilonit, dan nantronit) terbentuk sebagai hasil hancuran dari mineral mika sedangkan trioktahedral smektit (hektorit, saponit, dan saukonit) muncul sebagai turunan (inheretance) dari bahan induk tanah (Allen dan Hajek, 1989). 10

4 Sifat mengembang dari smektit dipengaruhi oleh jerapan ion dan molekul di ruang antar lapisan smektit. Analisis dengan metode X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa puncak difraksi smektit muncul pada 1.5 nm pada perlakuan penjenuhan dengan Mg. Puncak difraksi meningkat menjadi 1.8 nm setelah perlakuan dengan Mg+gliserol. Puncak difraksi menurun hingga 1.25 nm setelah perlakuan penjenuhan dengan K dan menurun lagi hingga 1.0 nm setelah preparat dipanaskan hingga 110 o C. Kondisi smektit seperti yang dijelaskan di atas berpengaruh terhadap karakteristik kimia dan fisikanya yang akhirnya berpengaruh pula terhadap karakteristik tanah. Berikut ini karakteristik kimia dan fisika smektit dibahas seperti yang diuraikan oleh Borchardt (1989). Karakteristik Kimia Selain tanah yang banyak mengandung bahan organik, tanah yang banyak mengandung smektit juga memiliki kapasitas tukar kation yang cukup tinggi, yaitu sekitar 110 Cmol/kg atau berkisar antara Cmol/kg (Alexiades dan Jackson, 1966). Sumber muatan negatif smektit berasal dari substitusi isomormik Al 3+ terhadap Si 4+ pada lempeng tetrahedral atau Mg 2+ dan Fe 2+ terhadap Al 3+ atau Fe 3+ pada lempeng oktahedral. Posisi-e (edge) dari struktur smektit juga dapat memberikan kontribusi muatan negatif walaupun dalam jumlah sedikit, yaitu hanya berkisar 1 5 Cmol/kg. Substitusi isomorfik pada posisi-i (interlayer) merupakan sumber muatan permanen (permanent charge), sedangkan muatan dari posisi-e termasuk muatan tergantung ph, yaitu muatan negatif meningkat seiiring dengan meningkatnya ph (ph dependent charge) (Borchardt, 1989). Fiksasi K pada tanah-tanah yang mengandung mineral smektit termasuk tinggi (Ghousikar dan Kendre, 1987). Selain itu, fiksasi tanah ini terhadap kation lain juga tinggi, misal terhadap Al 3+, Mg 2+, dan Fe 3+ yang dapat membentuk formasi hidroksi interlayer. Tingkat fiksasi smektit terhadap kation tergantung valensi dan radius atom kation tersebut. 11

5 Semakin tinggi valensi kation dan semakin kecil radius atom maka fiksasi smektit terhadap kation semakin tinggi. Pertukaran anion pada smektit sangat rendah, yaitu < 5 Cmol/kg (Bingham et al., 1965). Anion yang memiliki ukuran yang sesuai dapat menggantikan ion OH - hanya pada posisi-e di struktur mineral. Hal inilah yang menyebabkan kapasitas tukar anion (KTA) smektit sangat rendah sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap jerapan anion. Tanahtanah dengan kapasitas tukar anion tinggi umumnya memiliki polimer hidroksi-al pada permukaan mineral, seperti mineral besi atau alumunium oksida. Kedua mineral tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap KTA yang signifikan. Reaksi kinetik sangat penting dalam mengontrol hancuran terutama pada reaksi yang melibatkan smektit. Tingkat reaksi pertukaran antara H 3 O + terjerap dengan kationkation yang berada pada lempeng oktahedral dipengaruhi oleh jumlah Al 3+ tetrahedral. Reaksi kinetik dari konversi Na montmorilonit ke arah Mg 2+ dan Al 3+ pada perlakuan pencucian dengan air bebas ion termasuk pertukaran yang cepat. Penggantion H 3 O + oleh Mg 2+ dan Al 3+ dapat lepas dari lempeng oktahedral melalui hancuran montmorilonit yang berlangsung perlahan-lahan. Reaksi kinetik ini tergantung temperatur, dimana pada suhu 35 o C, kecepatan reaksi 3 5 kali lipat daripada suhu 25 o C (Borchardt, 1989). Jerapan molekul pada smektit dapat bersifat kimia dan atau fisika. Muatan negatif smektit dapat berinteraksi secara polar dengan muatan positif dari molekul netral seperti senyawa hidro karbon. Luas permukaan internal smektit yang lebih dari 8 X 10 5 m 2 kg -1 menyediakan permukaan jerapan dalam tanah (Borchardt, 1989). Selain itu jumlah luas permukaan eksternal smektit umumnya lebih tinggi dibandingkan mineral lain karena ukuran partikel yang lebih kecil. 12

6 Karakteristik Fisika Meskipun mineral lain juga mempunyai sifat mengembang dan mengkerut dengan berubahnya kadar air, namun perubahan ini tidak seberapa dibandingkan dengan smektit. Smektit dapat menjerap H 2 O dalam jumlah yang banyak, yaitu beberapa kali bobotnya sendiri. Hal ini disebabkan karena smektit mempunyai ukuran partikel kecil, luas permukaan jerapan tinggi, dan struktur lapisan muatan negatif tinggi (Borchardt, 1989). Sifat mengembang dan mengkerut ini berimbas terhadap karakteristik fisika tanah lainnya, seperti: hidrasi dan dehidrasi, expansi pada tanah-tanah berbahan smektit, dan stabilitas tanah. Jerapan air diantara lapisan smektit berkaitan erat dengan jarak basal smektit yang dapat diukur dengan metode XRD. Hidrasi H 2 O oleh kation yang dapat dipertukarkan membentuk lapisan pertama dengan energi ikatan yang tinggi. Lapisan berikutnya dijerap dengan energi yang lebih rendah. Hendricks et al. (1940) dalam Borchardt (1989) menyatakan bahwa H 2 O yang diikat pada permukaan komplek jerapan smektit berbentuk heksagonal. Sifat kohesi dan adhesi smektit juga berbeda dengan mineral tanah lainnya. Sifat ini berkaitan erat dengan peristiwa longsor (landslide), pergerakan tanah (soil creep), dan erosi. Tanah-tanah yang mengandung smektit tinggi berpotensi untuk terjadinya longsor karena smektit dapat menjerap air dalam jumlah banyak (Borchardt, 1977). Smektit juga hampir selalu identik dengan peristiwa pergerakan tanah yang disebabkan oleh adanya ekspansi dan kontraksi akibat perubahan kadar air tanah. Selain itu erodibilitas tanah-tanah yang mengandung smektit tinggi dipengaruhi oleh kekuatan keregangan tanah. Kekuatan keregangan tanah tergantung dari kejenuhan kation dimana kekuatannya menurun menurut urutan: Fe 3+ > K + > Na + > Al 3+ > Ca

7 Bentuk-bentuk K Tanah Kalium di dalam tanah berada dalam empat bentuk dimana satu sama lain berada dalam keseimbangan yang dinamik, seperti yang tertera di Gambar 2. Berdasarkan tingkat ketersediaannya untuk tanaman dari yang paling sukar ke paling mudah tersedia berturutturut adalah bentuk K-struktural, K-terfiksasi, K-dapat dipertukarkan, dan K-larut (Sparks, 1987). Bentuk K pertama dan kedua sering disebut sebagai K-tidak dapat dipertukarkan sehingga sukar tersedia, sedangkan bentuk K lainnya disebut sebagai K mudah tersedia bagi tanaman. Berbagai teknik analisis kimia untuk memisahkan bentuk-bentuk K tersebut telah berkembang dengan baik, tapi di lapangan batas antara bentuk satu dengan yang lainnya tidak ada (Sharpley, 1990). Jumlah K yang berada dalam masing-masing bentuk tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor tanah, antara lain: jenis dan jumlah mineral liat, serapan hara tanaman, penggunaan pupuk, pencucian, dan efektivitas proses fiksasipelepasan yang berlangsung di dalam tanah. Gambar 2. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah (Kirkman et al., 1994) 14

8 K-Struktural K-struktural dikenal sebagai K mineral, K tidak hancur, K alamiah, K matrix, atau K inert. Bentuk K ini mendekati jumlah K total dalam tanah dimana jumlahnya tergantung komposisi bahan induk dan tingkat perkembangan tanah (Sparks dan Huang, 1985). K struktural umumnya terselimuti struktur kristal dari mineral yang mengandung K tinggi seperti mika (biotit dan muskovit), feldspar (ortoklas dan mikroklin), dan gelas volkan baik yang masam maupun alkalin (Metson, 1968). Mineral-mineral tersebut umumnya ditemukan dalam fraksi kasar dalam tanah dan mempunyai tingkat hancuran yang terbatas selama perkembangan tanah, dimana tingkat hancuran meningkat dengan menurunnya ukuran partikel. Hancuran umumnya menghasilkan formasi dari liat silikat sekunder yang mungkin masih mengandung K-struktural. Tingkat ketersediaan K relatif untuk tanaman dari tinggi ke rendah adalah biotit > muskovit > ortoklas dan mikroklin. Sementara itu gelas volkan alkalin lebih cepat hancur dibandingkan gelas volkan masam (Metson, 1968). Mineral primer yang memiliki cadangan K tinggi akan hancur menghasilkan sejumlah K tersedia bagi tanaman. Fase hancuran bukan hanya tergantung lingkungan, melainkan juga tergantung komposisi dan struktur mineral primer tersebut. Biotit dan gelas volkan alkalin melapuk lebih mudah, sedangkan feldspar dan gelas volkan masam melapuk lebih lambat. Tahapan hancuran mineral yang mengandung K dapat digambarkan seperti pada Gambar 3. Hancuran mika ditandai oleh pergantian posisi K + di ruang antar lapisan (interlayer space) oleh kation lain seperti Ca 2+, Mg 2+, Al 3+, Fe 3+, dan lain-lain yang menghasilkan formasi ilit, vermikulit, smektit, dan mineral interstratifikasi. Saat hancuran berlangsung ukuran partikel menurun, kadar K berkurang dari sekitar 10% (mika) menjadi < 1% (smektit), dan jarak basal meningkat dari 1 (mika) menjadi 1.8 (smektit). 15

9 Gambar 3. Hancuran Dinamik dari Mineral Primer (Kirkman et al., 1994) Formasi mineral liat tidak selalu mengikuti tahapan seperti yang disajikan di Gambar 3, tergantung kondisi tanah dimana mineral primer tersebut berada. Bila Ca 2+ dan Mg 2+ menggantikan posisi kation K dalam mika maka smektit sangat mungkin terbentuk. Sebaliknya bila kondisi reaksi tanah masam maka vermikulit memiliki peluang paling besar untuk terbentuk. K-Terfiksasi K terfiksasi berada diantara lapisan mineral liat mika dimana posisi tersebut tidak memungkinkan terjadinya pertukaran dengan kation lain yang berada dalam larutan tanah. Beberapa jenis tapak jerapan K + pada mineral liat silikat 2:1 disajikan pada Gambar 4. Posisi planar (posisi-p) mempunyai selektivitas terhadap K + rendah, edge (posisi-e) dan wedge (posisi-w) medium, sedangkan interlayer (posisi-i), crack (posisi-c), dan step 16

10 (posisi-s) tinggi. Pada mineral liat tipe 2:1, K + yang berada di posisi-w, e, s, dan c dapat disebut sebagai K-terfiksasi. Sementara itu pada mineral primer, K + yang berada di posisii disebut sebagai K-struktural dimana bentuk K ini terikat sangat kuat karena K berada di bagian dalam struktur mineral. K-struktural tersebut dapat bergerak ke pool K-terfiksasi dengan berlangsungnya proses hancuran, sehingga pada mineral sekunder seperti ilit, vermikulit, dan smektit, K + tersebut disebut sebagai K-terfiksasi. Gambar 4. Model Tempat Pertukaran K pada Mineral Liat Tipe 2:1, yaitu Posisi: planar (p), edge (e), interlayer (i), wedge (w), crack (c), dan step (s) (Goulding, 1987). Jumlah K-terfiksasi di dalam tanah tergantung kepada distribusi ukuran partikel, jenis dan jumlah mineral liat, dan penambahan atau pengurangan K dari mineral tersebut. Sementara itu penambahan K kedalam tanah yang banyak mengandung tapak antar lapisan K (vermikulit) menghasilkan jerapan K yang tinggi. Sebaliknya pengurangan K di dalam larutan tanah karena diserap oleh tanaman dan mikroba atau pencucian dapat menyebabkan K-terfiksasi lepas menjadi K-dapat dipertukarkan atau K-larut. Bentuk K- terfiksasi bersama-sama dengan K-struktural merupakan cadangan K utama di dalam 17

11 pedosphere atau sering disebut sebagai bentuk K-tidak dapat dipertukarkan. Bentuk lainnya adalah K-dapat dipertukarkan dan K-larut yang biasa disebut sebagai K-tersedia bagi tanaman. Perbedaan antara K-terfiksasi dengan K-struktural adalah pelepasan K dari K-terfiksasi dapat balik (reversible) sedangkan dari K-struktural tidak dapat balik (irreversible). Pelepasan K dari pool K-tidak dapat dipertukarkan terjadi bila K-dapat dipertukarkan dan K-larut berkurang karena diserap tanaman atau tercuci (Sparks et al., 1980). Selain kemampuan tanaman yang berbeda dalam menyerap K dari larutan, karakteristik tanah seperti tekstur, struktur, dan pemadatan tanah juga berpengaruh terhadap pencucian K. Semua faktor yang berpengaruh terhadap kadar K dalam larutan tanah akan berpengaruh pula terhadap K-tidak dapat dipertukarkan. Aktivitas bilologi tanah seperti cacing juga berpengaruh terhadap pelepasan K- tidak dapat dipertukarkan. Penelitian Basker et al. (1992) menunjukkan bahwa kadar K- dapat dipertukarkan meningkat akibat perlakuan cacing tanah. Hal ini berkaitan erat dengan proses ingesti (ingestion) tanah oleh cacing pada tanah yang diberi perlakuan cacing (Basker et al., 1994). Pelepasan K-tidak dapat dipertukarkan juga tergantung intensitas hancuran tanah. Menurut Metson (1960) laju maksimum pelepasan K terjadi saat fase terbentuknya ilit dimana saat itu jumlah K-terfiksasi tinggi sedangkan K-struktural rendah. Sebaliknya tanah-tanah yang mengandung feldspar dan gelas volkan tinggi dimana K terselimuti struktur mineral akan menyumbang K untuk tanaman hanya sedikit. K-Dapat Dipertukarkan Kalium dapat dipertukarkan didefinisikan sebagai K yang dijerap pada kompleks permukaan koloid tanah. Bentuk K dd ini dipegang oleh kekuatan ikatan yang berbeda pada tapak jerapan non-spesifik di posisi planar dan edge dari mineral liat. Selain itu K ini juga dijerap oleh muatan negatif grup karboksilat dan fenolat dari koloid humus yang 18

12 merupakan sumber muatan tergantung ph (Kirkman et al., 1994). Meskipun jumlah tapak pertukaran yang disebabkan oleh substitusi isomorfik relatif konstan, tapi muatan negatif pada koloid humus dan posisi edge pada mineral liat amorf meningkat dengan meningkatnya ph karena disosiasi H + dari grup asam lemah. Jumlah K + yang dijerap oleh mineral liat pada tapak pertukaran tergantung faktor kinetik dan termodinamik tanah. Selain itu juga tergantung afinitas tapak pertukaran terhadap K (kompleks permukaan koloid tanah) dan konsentrasi kation lain (terutama kation bervalensi dua seperti Ca 2+ ) (Barber, 1984). Pertukaran K oleh Ca sering terjadi terutama pada tanah-tanah yang dipupuk Ca tinggi baik dengan kapur maupun TSP/SP-36. Umumnya kadar K dd kurang dari 2% dari K total tanah atau berkisar antara ppm (Schroeder, 1974). Namun demikian tanah-tanah yang ditanami secara intensif mengandung K dd yang bervariasi sekitar 1-5% dari total K tanah. Kadar K-struktural dan terfiksasi sangat tergantung kepada tingkat hancuran mineral liat primer dan sekunder, sedangkan K dd berkaitan erat dengan jenis mineral liat dan jumlah muatan negatif. Sebagai contoh, tingkat K dd pada tanah-tanah yang banyak mengandung alofan relatif rendah, sedangkan pada tanah-tanah yang banyak mengandung vermikulit atau mika relatif tinggi (Parfitt, 1992). Hancuran mika menghasilkan partikel berukuran kecil, peningkatan luas permukaan pertukaran, dan peningkatan muatan negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah-tanah yang mengandung lebih banyak mineral liat smektit mempunyai K dd lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah yang mengandung mineral liat interstratifikasi. K-Larut Tanaman menyerap hara dalam bentuk K + yang terdapat dalam larutan tanah (Klarut). Kadar K dalam larutan berada dalam keseimbangan dengan K dd. Jika konsentrasi K dalam larutan tanah menurun maka K dd akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Jumlah K 19

13 dalam larutan relatif sangat kecil dibandingkan K-total tanah dan besarnya tergantung daya sangga K dalam tanah. Kalium yang dijerap tanah berbahan induk alofan yang memiliki daya sangga rendah tidak segera dapat mengganti K larut. Sebaliknya tanah berbahan induk mika dan vermikulit dapat mempertahankan level K dalam larutan tanah dalam waktu yang relatif lama (Parfitt, 1992). Ketersediaan dan Fiksasi K Tanah Ketersediaan K Tanah Diantara bentuk-bentuk K tanah, K-larut dan K-dapat dipertukarkan merupakan bentuk K yang cepat tersedia, sedangkan K-tidak dapat dipertukarkan sangat lambat tersedia bagi tanaman. Laju konversi bentuk K-struktural menjadi bentuk larut sangat lambat, bentuk K-terfiksasi memerlukan sekitar beberapa minggu, sedangkan K-dapat dipertukarkan berlangsung cepat atau hanya beberapa jam saja (Haby et al., 1990). Bila batasan K tersedia adalah K yang dapat dimanfaatkan tanaman, maka sesungguhnya seluruh bentuk K dapat tersedia untuk tanaman. Ketersediaan K menggambarkan situasi yang komplek dan kondisinya tergantung faktor-faktor tanah dan karakteristik tanaman (Grimme, 1985). Kemampuan tanah untuk melepaskan K merupakan suatu indeks potensi K tersedia di dalam tanah dan hal ini dapat diukur oleh prosedur analisis kimia yang tepat. Analisis tersebut dapat mengukur bukan hanya perubahan dari K-dapat dipertukarkan menjadi K- larut, melainkan juga pelepasan K dari K-tidak dapat dipertukarkan dan K-dapat dipertukarkan menjadi K-larut. Tergantung metode analisis dan pengekstrak yang digunakan, jumlah K yang lepas dari tapak tidak dapat dipertukarkan mungkin bervariasi. K yang dilepaskan mencerminkan total ketersediaan K yang terekstrak oleh pengekstrak 20

14 tertentu. Namun demikian K terekstrak mungkin berbeda dengan yang diserap tanaman karena ada faktor daya sangga tanah yang tidak tercerminkan dalam K yang terekstrak tersebut. Dengan memperhatikan performan tanaman, hal yang penting adalah bukan hanya jumlah total K yang dapat diserap tanaman, melainkan juga pelepasan K yang dapat mempertahankan konsentrasi K dalam larutan tanah. Pelepasan K ke dalam larutan dan pergerakan K + ke zone perakaran harus mempunyai kecepatan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah gejala kekahatan tanaman terhadap K (Kirkman et al., 1994). Tingkat pelepasan K ke dalam larutan tanah dipengaruhi oleh perubahan proses antara bentuk padat (mineral yang mengandung K) dan larut (fase larutan tanah). Difusi K + tergantung kepada gradien konsentrasi K dalam larutan sehingga ketersediaan K merupakan fungsi dari flux K + (aliran masa dan difusi) dimana larutan tanah dapat mempertahankan K untuk tanaman. Tingkat flux yang cukup tinggi dapat dicapai dan dipertahankan oleh kecukupan konsentrasi K dalam larutan yang berasal dari tingginya K- dapat dipertukarkan dan atau K-tidak dapat dipertukarkan atau oleh penambahan K dari pupuk. Tingkat pergantian K dalam larutan tergantung kepada jenis dan jumlah mineral liat. Tanah yang didominasi oleh mineral yang mengandung K rendah seperti kaolinit hanya dapat melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah sedikit. Sebaliknya tanah yang kaya akan mineral yang mengandung K tinggi (micaceous K-bearing minerals), tergantung tingkat hancurannya, dapat melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan tanaman. 21

15 Faktor-faktor Tanah yang Mempengaruhi Ketersediaan K Secara garis besar Havlin et al. (1999) mengemukakan bahwa faktor-faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan K adalah: jenis dan jumlah mineral liat, kapasitas tukar kation, jumlah K dapat dipertukarkan, kapasitas fiksasi K, kadar air tanah, temperatur tanah, aerasi tanah, dan ph tanah. Tanah-tanah yang didominasi oleh mineral yang mengandung K tinggi mempunyai potensi menyediakan K tinggi pula. Bahan tanah yang mengandung mineral liat vermikulit, monmorilonit, atau ilit dapat menyediakan K lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah yang mengandung kaolinit. Selain itu Haby et al. (1990) juga mengemukakan bahwa faktor pengendali difusi K + (suhu, kadar air, tortuosity, dan konsentrasi K larut) dan K dd (jumlah dan proporsi K terhadap kation lain, daya sangga K tanah, dan tingkat pelepasan K dari fase padatan ke dalam larutan) juga berpengaruh terhadap ketersediaan K. Demikian pula parameter larutan tanah dan penggunaan air tanaman yang berkaitan dengan aliran masa mempengaruhi ketersediaan K untuk tanaman. Tanah-tanah yang bertekstur halus umumnya mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang K tinggi. Namun demikian tingginya K dd di dalam tanah tidak selalu dapat mempertahankan K dalam larutan. Kenyataannya kadar K-larut dalam tanah yang bertekstur halus bisa lebih rendah dibandingkan dengan dalam tanah yang bertekstur lebih kasar (Kirkman et al., 1994). Kalium dapat dipertukarkan dapat menjadi ukuran ketersediaan K tanah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara uji K tanah dengan respons tanaman. Aplikasi pemupukan K dapat diduga berdasarkan tingkat kadar K dd tanah (Kirkman et al., 1994). Semakin tinggi kadar K dd tanah maka semakin sedikit jumlah pupuk yang perlu ditambahkan dan sebaliknya. 22

16 Secara umum jumlah K yang diperlukan untuk meningkatkan K-dapat dipertukarkan 1 ppm berkisar antara kg/ha tergantung jenis tanah (Havlin et al., 1999). Perbedaan yang cukup signifikan berkaitan dengan variasi kapasitas fiksasi K diantara tanah. Tentu saja sebagain K yang terfiksasi ini dapat lepas untuk tanaman, namun demikian pelepasannya terlalu lambat untuk mendukung produksi tanaman yang tinggi. Dengan kadar air tanah rendah maka selimut air di sekeliling partikel tanah tipis dan tidak kontinyu. Hal ini menyebabkan terhambatnya proses difusi K menuju akar tanaman. Peningkatan kadar air tanah akan mempercepat proses difusi K tersebut. Kadar air tanah berpengaruh signifikan terhadap transpor K di dalam tanah. Peningkatan kadar air tanah dari 10 menjadi 28% meningkatkan total transpor K lebih dari 175% (Havlin et al., 1999). Pengaruh temperatur tanah terhadap serapan K menyebabkan perubahan dalam ketersediaan K tanah dan aktivitas akar. Penurunan temperatur tanah menurunkan prosesproses tanaman seperti pertumbuhan dan serapan K tanaman. Misalnya influx K menuju akar jagung pada suhu 15 o C hanya sekitar setengah dari influx K pada suhu 29 o C. Pada saat yang sama, panjang akar meningkat 8 kali lebih tinggi pada suhu 29 o C dibandingkan pada suhu 15 o C selama 6 hari pertumbuhan. Sementara itu konsentrasi K di bagian atas tanaman 8.1% pada suhu 29 o C dan hanya 3.7% pada suhu 15 o C (Kirkman et al., 1994). Respirasi akar tanaman sangat tergantung kecukupan suplai oksigen di dalam tanah. Pada tanah yang jenuh air atau tanah padat, pertumbuhan akar terhambat karena suplai O 2 rendah sehingga serapan K dan hara lain juga lambat. Penurunan aktivitas serapan hara terutama K sangat kentara pada tanah-tanah yang mempunyai aerasi buruk (Havlin et al., 1999). 23

17 Pada tanah masam jumlah unsur beracun seperti Al dan Mn tinggi sehingga mengakibatkan serapan K dan hara lainnya oleh akar tanaman terhambat. Pengapuran dapat mengurangi sifat racun Al karena Al 3+ mengendap menjadi Al(OH) 3. Akibatnya komplek jerapan yang tadinya ditempati oleh Al 3+ dapat ditempati oleh K +. Namun demikian bila pengapuran berlebihan maka komplek jerapan akan dipenuhi oleh Ca 2+ dan Mg 2+ akibatnya K + terdepak sehingga pencucian K meningkat. Dengan demikian maka kondisi reaksi tanah terlalu rendah (masam) dan terlalu tinggi (alkalin) tidak menguntungkan bagi ketersediaan K untuk tanaman (Brady, 1984). Fiksasi K Tanah Apabila konsentrasi K + dalam larutan tanah meningkat akibat penambahan pupuk K, maka keseimbangan reaksi akan mengarah ke proses fiksasi K pada tapak spesifik dari mineral liat. Fiksasi K pada tapak spesifik ini dimungkinkan karena faktor geometris dan ukuran ion K +. Kalium terjebak di dalam lubang ditrigonal antar lapisan oksigen pada unit sel mineral liat silikat tipe 2:1 (Arifin et al., 1973) atau pada tapak jerapan spesifik yang berada diantara saluran gels. Fiksasi K ini dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya posisi-w pada mineral kelompok mika yang hancur. Fiksasi ini akan lebih efektif bila posisi w berada di bagian dalam dari partikel liat dibandingkan dengan posisi-e. Namun demikian fiksasi ini tidak selalu berada di bagian dalam mineral tapi ada sebagian K + yang bisa diendapkan sebagai senyawa tidak larut seperti potassium aluminosilikat (Shaviv et al., 1985). Fiksasi K dapat menyebabkan kekahatan K bagi tanaman, namun demikian secara umum fiksasi ini juga berguna karena ia membantu proses retensi dan siklus K melalui sistem organik dan inorganik (Metson, 1980). Dengan demikian maka dapat dikatakan 24

18 bahwa fiksasi K merugikan dalam jangka pendek tapi bermanfaat dalam jangka panjang karena K-terfiksasi merupakan K cadangan bagi tanaman. Jenis mineral liat merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap fiksasi K. Umumnya tanah-tanah yang mengandung mika, hidrous mika, vermikulit, dan smektit mempunyai fiksasi K tinggi sedangkan tanah yang mengandung kaolinit kapasitas fiksasinya rendah (Arifin et al., 1973). Tanah-tanah Vertisol di Indonesia mengandung mineral smektit yang tinggi sehingga berpeluang untuk mempunyai fiksasi K tinggi pula. Sementara itu tanah Ultisol, Oxisol, dan Andisol yang banyak mengandung mineral kaolinit, oksida, dan alofan umumnya memiliki kapasitas fiksasi rendah. Sumber dan Pengelolaan K Tanah Sumber K Tanah Sumber K tanah dapat berasal dari bahan organik ataupun bahan inorganik. Bahan organik umumnya memiliki kadar K rendah, sedangkan bahan inorganik berkadar K tinggi. K yang berasal dari hasil pelapukan bahan organik (pupuk kandang, sisa tanaman, kotoran lumpur, dan lain-lain) umumnya juga menyumbangkan K + inorganik yang tersedia bagi tanaman. Kadar K dalam kotoran hewan berkisar antara 0.2-2% atau 2-20 kg/t sedangkan dalam sampah sekitar 4.5 kg/t dari bahan kering (Havlin et al., 1999). Oleh karena itu bahan organik dapat mensuplai sejumlah K tersedia bagi tanaman tergantung tingkat aplikasinya di lapang. Pada umumnya aplikasi bahan organik disesuaikan dengan kebutuhan tanaman terhadap hara N dan P. Selain itu dipertimbangkan juga dampak negatif penggunaannya terhadap lingkungan tanah dan air. Jika bahan organik diberikan pada tanah-tanah yang kahat K maka penambahan K-inorganik masih tetap diperlukan. 25

19 Deposit garam K mudah larut banyak ditemukan di permukaan bumi dan juga di sungai mati dan laut. Deposit ini mempunyai kemurnian tinggi dan ditambang untuk keperluan K pertanian dan industri yang disebut sebagai potash. Cadangan potash terbesar di dunia terdapat di Canada, yaitu sepanjang 450 mil, lebar 150 mil, dan kedalaman kaki. Keperluan K untuk pertanian biasanya berada dalam bentuk pupuk yang berasal dari deposit K tersebut di atas. Sumber K dalam bahan inorganik antara lain terdapat di pupuk KCl (60% K 2 O), K 2 SO 4 (50% K 2 O), KNO 3 (37% K 2 O), K fosfat (20-50% K 2 O), K 2 CO 3 (68% K 2 O), dan lain-lain (Havlin et al., 1999). Siklus K Tanah Sebagian besar K tanah berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman, yaitu berkisar antara 90 98% dari total K tanah. Sementara itu bentuk K lambat tersedia sekitar 1 10%, sedangkan yang cepat tersedia sekitar 0.1 2%. Hubungan dan transformasi berbagai bentuk K di dalam tanah disajikan pada Gambar 5. Siklus dan transformasi bentuk-bentuk K tanah sangat dinamik karena kehilangan K oleh serapan tanaman dan pencucian berlangsung terus-menerus. Demikian pula halnya transformasi K dari mineral primer menjadi bentuk dapat dipertukarkan dan larut berjalan terus walaupun dengan kecepatan rendah (Havlin et al., 1999). Apabila laju kehilangan K (serapan hara dan pencucian) lebih cepat daripada suplai K ke dalam sistem K dd dan K l maka tanaman akan mengalami defisiensi. Defisiensi K akan menyebabkan sebagian atau seluruh fungsi K untuk pertumbuhan tanaman terhambat yang pada akhirnya produksi tanaman akan menurun. Pengelolaan K tanah pada prinsipnya adalah manipulasi tanah yang bertujuan agar K dalam kondisi selalu tersedia atau dapat diserap langsung oleh tanaman sehingga produksi tanaman optimal dan berkelanjutan. 26

20 Gambar 5. Keseimbangan dan Siklus K di Dalam Tanah (Havlin et al., 1999). Pengelolaan K Tanah Terdapat berbagai cara pengelolaan K tanah agar hasil tanaman optimal, antara lain: (1) pemanfaatan K tanah, (2) peningkatan efisiensi pupuk K, (3) pengelolaan hara terpadu, (4) penggunaan varietas tanaman yang toleran. Cara pertama dan keempat masih belum banyak dilakukan karena penelitian ke arah itu masih terbatas. Di lapangan biasanya menggunakan kombinasi dari beberapa cara tersebut. Berikut ini dibahas beberapa alternatif pengelolaan K tanah. 1. Pemanfaatan K Tanah Meskipun hanya bentuk K l dan K dd saja yang cepat tersedia bagi tanaman, namun sesungguhnya bentuk K tdd yang meliputi K-terfiksasi dan K-struktural berpotensi untuk 27

21 berubah menjadi tersedia bagi tanaman. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa bentuk K tersedia hanya sekitar 2-10% dari total K yang terdapat di dalam tanah. Dengan demikian maka terdapat peluang yang sangat besar untuk memanen K tanah, yaitu sekitar %. Apabila peluang ini dapat dimanfaatkan maka kita dapat memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan K tanaman dari tanah dan sisanya dari pupuk. Peluang ini terutama ditujukan untuk tanah-tanah yang mengandung total K tinggi, yaitu untuk tanah-tanah yang mengandung smektit tinggi atau tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 2:1. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa asam organik mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketersediaan K tanah. Zhu dan Luo (1993) mengemukakan bahwa asam oksalat dan sitrat dapat melepaskan K tdd menjadi K dd dan K l pada tanah-tanah yang berbahan induk batu kapur. Mereka juga menunjukkan bahwa asam oksalat mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat dalam melepaskan K tdd menjadi K dd. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Song dan Huang (1988) dimana K tdd dari posisi dalam (inner position) mineral yang mengandung K (biotit, muskovit, mikroklin, dan ortoklas) dapat dilepaskan oleh asam oksalat dan asam sitrat. Penelitian Sparks (1987) dengan menggunakan tanah-tanah dari Middle Atlantic Costal Region, USA yang bertekstur kasar dan mempunyai K total tinggi menunjukkan bahwa pemberian asam oksalat 0.01 M dapat mengeluarkan K dari struktur mineral feldspar selama inkubasi 30 hari. Asam-asam organik, seperti: oksalat, sitrat, malonat, fumarat, malat, suksinat, benzoat, tartarat dan lain-lain merupakan komponen penting dari eksudat akar tanaman yang dikeluarkan di sekitar rhizosphere. Akar tanaman jagung yang dipelihara dalam larutan hara (solution culture) steril dapat mengeluarkan asam oksalat sekitar 3100, fumarat 4710, dan sitrat 530 µg/g (Bolton et al., 1993). Penelitian Syarif (2005) pada tanaman padi menunjukkan bahwa akar padi genotipe Gadih Ani-2 dapat mengeluarkan 28

22 eksudat asam oksalat 1.283, asam sitrat 0.533, asam format 0.608, dan asam suksinat µmol/tanaman/hari. Akar tanaman kedelai juga dapat mengeluarkan eksudat akar asam oksalat sekitar nmol/g/hari. Selain itu asam-asam organik, terutama asam oksalat, malonat, dan fumarat juga banyak terdapat di dalam akar tanaman seperti padi, jagung, dan kedelai masing-masing sekitar , , dan nmol/g (Nursyamsi et al., 2002). Pada tanaman jagung, terdapat korelasi yang erat antara level K dalam medium larutan hara dengan komposisi dan konsentrasi asam organik dalam eksudat akar. Pemberian K yang rendah nyata meningkatkan jumlah eksudat akar jagung, baik gula, asam organik, maupun asam amino. Level K tidak berpengaruh terhadap kadar gula dan asam amino dalam eksudat tapi berpengaruh terhadap kadar asam organik. Pada pemberian K tinggi asam malat dominan, sebaliknya pada K rendah, ternyata asam oksalat dominan (Kraffczyk et al., 1984). Selain asam organik sejumlah kation juga berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara K terutama di tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 atau mineral yang banyak mengandung K. Penelitian yang dilaksanakan di tanah-tanah Punjab di India menunjukkan bahwa posisi K + di interlayer mineral muskovit digantikan oleh Ca 2+ dan Na + (Sidhu, 1987) akibat hancuran. Ion NH + 4 dan K + dapat berkompetisi dalam menempati kompleks jerapan di posisi inner dari ruang antar lapisan mineral liat tipe 2:1. Kompetisi tersebut sering terjadi terutama di tanah yang didominasi mineral yang mempunyai kapasitas jerapan tinggi terhadap kedua kation tersebut, seperti beidelit dan vermikulit (Bajwa, 1987). Dengan demikian maka penambahan NH + 4 dapat melepaskan K terfiksasi menjadi K tersedia. Sebaliknya penambahan K + dapat mengurangi ikatan jerapan koloid liat terhadap NH + 4 (Evangelou dan Lumbanraja, 2002). Kation lain yang berperan dalam meningkatkan ketersedian K adalah Na +. Penelitian Dhillon dan Dhillon (1992) 29

23 yang dilaksanakan di tanah merah (Alfisol), hitam (Vertisol), dan aluvial (Inceptisol dan Alfisol) menunjukkan bahwa pemberian Na + dari natrium tetraphenyl boron dapat melepaskan K terfiksasi menjadi K tersedia. Penelitian lainnya yang dilaksanakan di tanah Vertisol di lahan perkebunan tebu Jawa Timur menunjukkan bahwa Na + dari garam dapur (NaCl) dapat mengurangi kebutuhan pupuk K tanaman tebu (Ismail, 1997). 2. Peningkatan Efisiensi Pupuk K Efisiensi penggunaan pupuk K merupakan faktor penting dalam pengelolaan K tanah. Pengapuran merupakan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan (termasuk pemupukan K) terutama pada tanah-tanah yang mengalami pencucian dan hancuran yang tinggi. Tanaman yang diusahakan pada tanah-tanah demikian (misalnya Ultisol dan Oxisol) umumnya mengalami kekahatan K, tapi tanaman tidak respon terhadap pemupukan K. Produksi tanaman nyata meningkat apabila pemupukan K diawali terlebih dahulu dengan pengapuran. Namun demikian pengapuran perlu hati-hati karena adakalanya pengapuran yang berlebihan dapat menurunkan K l dalam tanah ke tingkat defisien (Geodert et al., 1975). Cara penempatan pupuk juga perlu diperhatikan agar pemupukan lebih efisien. Pemupukan K dengan cara disebar di permukaan tanah akan menyebabkan kehilangan K akibat pencucian sangat tinggi. Pembenaman pupuk K pada larikan di pinggir tanaman atau pada lubang dengan cara ditugal dapat mengurangi kehilangan K karena pencucian. Selain itu cara ini juga membuat K dekat dengan rhizosfer sehingga serapan K melalui proses difusi berlangsung dengan baik. Waktu penempatan pupuk juga perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan efisiensi pupuk K. Sittibusaya et al. (1978) melaporkan bahwa pupuk K yang dibenamkan 2 bulan setelah tanam untuk cassava menghasilkan ubi jauh lebih tinggi dibandingkan 30

24 aplikasi pupuk sebelum tanam. Selain itu aplikasi pupuk secara bertahap, misalnya ½ bagian saat tanam dan sisanya saat primordia pada tanaman setahun sangat direkomendasikan karena terbukti dapat mengurangi kehilangan K melalui pencucian. Aplikasi pupuk K pada tanah salin, selain dapat mengurangi pencucian K juga dapat menekan efek keracunan garam. 3. Pengelolaan Hara Terpadu Pengelolaan hara terpadu (integrated plant nutrient supply atau disingkat IPNS) bertujuan agar semua hara yang diperlukan tanaman berada dalam kondisi yang favorable untuk pertumbuhan tanaman. Cara tersebut dilakukan melalui kombinasi penggunaan pupuk kimia, bahan organik, dan pupuk hayati. Saat ini IPNS masih diartikan sebagai penggunaan pupuk anorganik dan organik karena penggunaan pupuk hayati belum memberikan hasil yang memuaskan di lapangan. Namun demikian penggunaan mikroba BNF (biological nitrogen fixing microbe) yang dikombinasikan dengan sisa tanaman dan pupuk kandang telah banyak diaplikasikan di sejumlah negara maju untuk meningkatkan produksi tanaman (Roy, 1992). Berbagai penelitian menunjukan bahwa penggunaan IPNS dapat meningkatkan efisiensi pupuk kimia seperti pupuk N, P, dan K. 4. Penggunaan Varietas yang Toleran Pengunaan varietas yang toleran terhadap stres, misal tahan terhadap kekurangan P, keracunan Al dan Fe, keracunan garam, kekeringan, dan lain-lain telah banyak dilakukan. Namun demikian penggunaan tanaman yang toleran terhadap kekahatan K masih belum banyak diteliti. Penggunaan tanaman yang toleran selain dapat mempertahankan hasil tanaman juga dapat mengurangi biaya input produksi (pemupukan) sehingga keuntungan bertani maksimal. 31

25 Tanaman secara alamiah sebenarnya mempunyai mekanisme untuk mengantisipasi kondisi stres terhadap situasi yang tidak menguntungkan. Tanaman yang toleran terhadap kekurangan P pada tanah-tanah masam dapat mengeluarkan eksudat senyawa organik (gula, protein, asam organik, dan lain-lain) dari akarnya. Selanjutnya asam organik dari eksudat akar dapat melarutkan P yang terikat oleh Al sehingga tanaman dapat menyerap P untuk kebutuhan hidupnya (Ness dan Vlek, 2000). Secara teoritis hal yang sama sesungguhnya dapat terjadi pada tanah-tanah yang memiliki fiksasi K tinggi seperti tanah yang didominasi oleh mineral liat tipe 2:1. Pada tanah ini eksudat asam organik juga berperan membebaskan K terfiksasi menjadi tersedia bagi tanaman, seperti yang dikemukakan oleh Song dan Huang (1988) dan Zhu dan Luo (1993) bahwa asam oksalat dan sitrat meningkatkan ketersediaan K pada tanah-tanah yang mengandung mineral liat tipe 2:1 tinggi. Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman Kalium adalah kation valensi satu dengan radius ion terhidrasi nm dan energi hidrasi 314 j mol -1 (Havlin et al., 1999). Serapan oleh tanaman sangat tinggi untuk menutupi aktivitas metabolisme. Hal ini ditandai dengan tingginya mobilitas di dalam tanaman pada semua level di dalam individu sel, jaringan, dan angkutan jarak panjang melalui xylem dan floem. Kalium adalah kation yang paling banyak berada dalam sitoplasma dan K + yang diikuti oleh anion memberikan kontribusi utama terhadap potensial osmotik dari sel dan tisu pada spesies tanaman glikofitik (Marschner, 1997). Berbagai fungsi K untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibahas secara ringkas oleh Havlin et al. (1999), seperti yang diuraikan berikut ini. Enzim terlibat dalam berbagai proses fisiologi tanaman yang penting dimana lebih dari 80% enzim memerlukan K untuk aktivasinya. Aktivasi enzim diduga sebagai fungsi K 32

26 yang paling penting untuk pertumbuhan tanaman. Enzim ini berlimpah di jaringan meristem pada titik tumbuh tanaman baik yang berada di bagian atas maupun di bagian bawah tanaman dimana pertumbuhan sel sangat cepat dan jaringan primer terbentuk. Dalam sintesis pati, enzim terlibat dalam konversi gula larut menjadi pati yang merupakan tahap penting dalam proses pengisian biji. Kalium juga berperan dalam transpor karbohidrat ke nodul dalam proses sintesis asam amino. Dalam kaitannya dengan serapan air, K menstimulir tarikan osmotik (osmotic pull) yang menyebabkan air masuk ke dalam akar tanaman. Tanaman yang mengalami kekahatan K biasanya rentan terhadap stres air karena ketidakmampuannya dalam menggunakan air tersedia secara optimal. Perawatan turgor tanaman sangat penting dalam proses-proses metabolik dan fotosintesis. Pembukaan stomata terjadi bila ada peningkatan tekanan turgor pada sel di sekitar stomata yang dikendalikan oleh influx K. Penurunan fungsi stomata yang disebabkan oleh defisiensi K dapat menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan ketidak efisienan penggunaan air. Kalium juga dapat mengendalikan proses transpirasi tanaman dan serapan air yang mengandung hara dengan mengatur bukatutup stomata. Tanaman memerlukan K untuk memproduksi adenosine triphosphate (ATP) yang dihasilkan dalam proses fotosintesis dan respirasi. ATP ini diperlukan tanaman sebagai sumber energi untuk keberlangsungan proses fisiologi tubuhnya. Jumlah CO 2 yang terbentuk ke dalam gula selama proses fotosintesis meningkat tajam akibat meningkatnya K dalam jaringan tanaman. Pada saat CO 2 terasimilasi ke dalam gula selama fotosintesis, gula tersebut diangkut ke seluruh organ tanaman untuk disimpan atau digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Translokasi gula ini memerlukan energi dari ATP dimana K diperlukan untuk sintesis ATP tersebut. Translokasi gula dari daun menurun drastis akibat tanaman 33

27 mengalami kekahatan K. Misalnya yang terjadi pada daun tebu, translokasi gula dalam keadaan normal sekitar 2.5 cm/menit tapi laju translokasi menurun menjadi setengahnya bila tanaman defisiensi K. Serapan N total dan sintesis protein berkurang pada tanaman yang mengalami kekahatan K. Hal ini ditandai dengan terbentuknya asam amino. Fenomena ini juga berkaitan dengan kebutuhan energi untuk kedua proses tersebut tidak terpenuhi karena sintesis ATP juga terhambat akibat defisiensi K. 34

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI Pembahasan Uji korelasi menunjukkan bahwa kadar liat dan C-organik nyata sampai sangat nyata berkorelasi positip dengan KTK tanah pada Inceptisol (Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PELEPASAN KALIUM TERFIKSASI DENGAN PENAMBAHAN ASAM OKSALAT DAN KATION UNTUK MENINGKATKAN KALIUM TERSEDIA BAGI TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sebelum pengelolaan K tanah dilakukan, karakteristik tanah yang berpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Mineral Liat Liat dan bahan organik di dalam tanah memiliki kisi yang bermuatan negatif

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vertisol

TINJAUAN PUSTAKA. Vertisol TINJAUAN PUSTAKA Vertisol Vertisol merupakan order untuk tanah liat berwarna kelam yang bersifat fisik berat. Tanah ini terbentuk pada wilayah dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biochar (Arang hayati) Istilah Biochar pertama kali di kemukakan oleh Peter Read untuk menyebut charcoal yang digunakan untuk bahan pembenah tanah. Biochar adalah bentuk stabil

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). 11. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Tanah Ultisol dan Vertisol Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). Tanah ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid TINJAUAN PUSTAKA Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid dalam tanah, sedangkan faktor intensitas K menunjukkan jumlah K dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah DASAR ILMU TANAH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jerapan Kalium Tabel 2 menyajikan pengaruh perlakuan berbagai dosis PHA terhadap pelepasan K pada Vertisol. Pemberian PHA menurunkan kapasitas jerapan Vertisol terhadap K sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

MEKANISME PELEPASAN K TERFIKSASI MENJADI TERSEDIA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI SMEKTIT

MEKANISME PELEPASAN K TERFIKSASI MENJADI TERSEDIA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI SMEKTIT ISSN 1907-0799 MEKANISME PELEPASAN K TERFIKSASI MENJADI TERSEDIA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI SMEKTIT Mechanisms of Releasing Fixed Potassium as Available Nutrient for Plant

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral

TINJAUAN PUSTAKA. organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral TINJAUAN PUSTAKA Unsur Hara Fosfor Terdapat dua bentuk fosfor dalam tanah, yakni fosfor anorganik dan fosfor organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral apatit, dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

FOSFOR. Kesuburan Tanah Ratih Kurniasih

FOSFOR. Kesuburan Tanah Ratih Kurniasih FOSFOR Kesuburan Tanah Ratih Kurniasih P DALAM JARINGAN TANAMAN 1. P dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar, sedikit lebih kecil dibawah N dan K, setara dengan S, Ca dan Mg 2. ATP : transfer energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Andisol

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Andisol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Andisol Nama Andisol yang sebelumnya adalah Andosol diperkenalkan pada tahun 1947. Nama tersebut mengidentifikasikan order tanah pada sistem Amerika Serikat, dengan arti tanah

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

MATERI-7. UNSUR HARA MAKRO: KALIUM (K)

MATERI-7. UNSUR HARA MAKRO: KALIUM (K) MATERI-7. UNSUR HARA MAKRO: KALIUM (K) MATERI-7 Unsur Hara Makro: Kalium (K) Unsur Hara Makro: Kalium (K) Kalium tanah yg cukup syarat ketegaran & vigur tnm, karena K meningkatkan ketahanan tnm thd penyakit,

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan unsur hara. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Di Indonesia tanah jenis Ultisol cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci