BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian SDN 6 Bukit Tunggal SDN 6 Bukit Tunggal merupakan sekolah negeri yang pada awalnya berdiri pada tahun Pada tahun , sekolah ini diberi nama SDN Palangka 31. Kemudian pada tahun nama sekolah ini berubah nama menjadi SDN Bukit Tunggal 6 dan pada tahun 2006 hingga sekarang sekolah ini berubah menjadi SDN 6 Bukit Tunggal. Sekolah ini memiliki 18 rombongan belajar (rombel) dan 14 ruang kelas. Saat ini sekolah sudah mulai menggunakan kurikulum Adapun ketenagaan di sekolah ini terdiri dari satu 1 orang kepala sekolah, 19 orang guru kelas, 9 orang guru bidang studi, 2 orang staf tata usaha, 1 orang penjaga sekolah, 1 orang petugas kebersihan, dan 1 orang satpam. Kualifikasi pendidikan dari para pegawai meliputi 18 orang berpendidikan S1, 7 orang berpendidikan D2, 5 orang berpendidikan SPG, dan 4 orang lulusan SMA. Jumlah peserta didik di sekolah ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Saat ini jumlah peserta didik di SDN 6 Bukit Tunggal Palangka Raya adalah 518 orang. Sekolah ini menempati area seluas m 2 dan memiliki nomor 31

2 statistik dan telah terakreditasi A. Sekolah ini terletak di Jl. Sapan III, Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Visinya adalah unggul dalam prestasi dan peduli terhadap lingkungan, siap menghadapi era globalisasi, berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia, serta berwawasan lingkungan. Misinya adalah menumbuhkan semangat belajar secara intensif dan menyeluruh, meningkatkan kompetensi guru dan pegawai di bidang pendidikan dan teknologi serta lingkungan hidup, dan terciptanya lingkungan sekolah yang bersih, sehat, indah, nyaman, aman, kekeluargaan, dan menyenangkan. Tujuan sekolah ini adalah menjadikan peserta didik berprestasi, beriman, jujur, terampil, berpengetahuan yang luas sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi SMPN 3 Palangka Raya SMPN 3 Palangka Raya merupakan sekolah negeri yang terletak di Jl. Kutilang Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Sekolah ini menempati area seluas m 2 dan memiliki nomor statistik dan pada tahun 2009 mendapatkan akreditasi A. Pada tahun ajaran 2013/2014, sekolah ini memiliki 26 rombel dan 26 ruang kelas. Saat ini sekolah sudah mulai menggunakan kurikulum

3 Adapun pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah ini terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 4 orang wakil kepala sekolah, dan 75 orang gabungan dari guru tetap maupun tidak tetap/guru bantu dan staf TU. Kualifikasi pendidikan dari para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah ini terdiri dari 67 guru tetap/pns dan 2 guru tidak tetap/guru bantu yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan D4/S1/S2/S3. Sementara, guru tetap/pns yang telah menyelesaikan maksimal pada tingkat D4/S1 ada 6 orang. Visinya adalah berprestasi, bertaqwa dan berbudaya berbasis ICT menuju Sekolah Berstandar Internasional. Misinya adalah Mewujudkan pelaksanaan pendidikan, pengajaran, pelatihan, dengan KTSP yang didukung oleh fasilitas berbasis ICT, tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten dalam lingkungan sekolah yang aman, nyaman berakhlak mulia, menuju perubahan-perubahan lebih bermutu menuju sekolah yang kompetitif SMAN 4 Palangka Raya Visinya adalah cerdas spiritual, cerdas sosial, cerdas terampil, cerdas intelektual, dan berbasis saintifik, budaya dan lingkungan. Misinya adalah melaksanakan, mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan bersikap toleran; mewujudkan rasa kebersamaan tanpa diskriminatif; mengembangkan kreativitas warga sekolah dalam berbagai bidang; menciptakan insan berprestasi dan budaya lokal dan 33

4 cinta lingkungan; dan menanamkan nilai-nilai kearifan budaya lokal dan cinta lingkungan. 4.3 Hasil Penelitian Mengacu pada rumusan penelitian tentang bagaimana evaluasi context, input, process dan product dari penyelenggaraan program pendidikan inklusif di Kota Palangka Raya, hasil pengumpulan data akan digolongkan sesuai dengan komponen evaluasi tersebut. Dengan demikian, penggolongan tersebut memudahkan dalam melakukan pembahasan dan penarikan kesimpulan Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal Evaluasi Context Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal SDN 6 Bukit Tunggal sudah mulai menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus atau kelainan sebelum pemberlakuan Perwali dan pencanangan Kota Pendidikan Inklusif. Dengan melihat beberapa peserta didik yang memiliki kelainan dalam taraf ringan dan berdomisili di dekat sekolah tersebut, sekolah berinisiatif untuk melayani dan menerima ABK. Jadi, sekolah ini sudah menjalani program pendidikan inklusif sejak beberapa tahun sebelumnya sampai pada akhirnya Disdikpora mencanangkan kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan Inklusif dimana secara serentak semua sekolah diwajibkan menjalankan 34

5 program pendidikan inklusif. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Sebelum adanya Perwali dan surat pemberitahuan dari Dinas kota, sekolah ini sudah menerima ABK karena banyak peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus/kelainan. Selain itu juga, ada begitu banyak ABK yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah ini sehingga permohonan dan permintaan dari para orang tua agar anaknya bisa diterima di sekolah ini pun menjadi salah satu alasan. Program pendidikan inklusif ini memiliki sasaran yaitu peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus atau kelainan ringan atau tidak berat. Pada tahun ajaran 2014/2015 jumlah ABK di sekolah ini ada 43 anak yang terdata dan memiliki jenis kelainan slow learner. Mengingat keterbatasan sekolah dalam banyak hal maka jenis kelainan pada ABK yang bisa diterima di sekolah adalah hanya sebatas kelainan kelas ringan. Apabila ada ABK yang memiliki kelainan atau kecacatan cukup berat maka pihak sekolah akan mengajukan kepada orang tua ABK tersebut untuk menyekolahkan anak ini di sekolah lain atau SLB yang lebih mampu dan bersedia melayani anak tersebut. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Sumber peserta didik dari program ini sudah tentu adalah siswa yang memiliki kebutuhan khusus ringan atau tidak berat. Hal ini disebabkan karena kemampuan sekolah juga yang masih terbatas. Jadi apabila ada anak yang parah dan sekolah tidak mampu melayaninya maka kami akan konsultasikan kembali kepada orang tua dan mengusulkan untuk menyekolahkan anak tersebut ke SLB saja. 35

6 Berdasarkan pernyataan kepala sekolah dalam wawancara di atas perihal keterbatasan dalam melayani ABK, maka manfaat yang diterima sekolah dari penyelenggaraan program ini juga tidak nampak signifikan. Sekolah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas atas keterbukaan dalam melayani peserta didik dengan jenis/karakteristik kebutuhan khusus/kelainan ringan walau pelayanan yang diberikan belum maksimal. Walau demikian, seiring berjalannya waktu sekolah tetap berupaya melayani ABK demi menjaga kepercayaan orang tua dan siswa sebagai pelanggan Evaluasi Input Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal Sejak awal sekolah ini mulai menerima ABK, sekolah hanya mengandalkan sarana prasarana seadanya dalam kegiatan pelayanan ABK di sekolah. Dalam hal ini, sarpras yang digunakan untuk melayani ABK adalah sarpras yang pada umumnya juga diberikan atau disediakan untuk siswa reguler. Nara sumber yakni walikelas menyampaikan bahwa sarpras masih umum sama seperti yang digunakan atau disediakan sekolah untuk siswa reguler. Sekolah belum mendapatkan bantuan sarpras khusus demi menunjang kebutuhan khusus ABK. Dari pernyataan dalam wawancara di atas, keterbatasan sekolah nampak dari ketersediaan sarpras yang masih minim dan belum memadai. 36

7 Setelah pencanangan Kota Pendidikan Inklusif, bantuan sarpras dari Dinas terkait juga belum ada. Oleh karena itu, sekolah belum optimal dan maksimal dalam memberikan pelayanan bagi ABK. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Hingga saat ini, sekolah belum mendapatkan bantuan sarana maupun prasarana khusus bagi pelayanan ABK. Sarana prasarana yang ada di sekolah ini masih umum sehingga kami hanya memanfaatkan seadanya dan secara merata saja. Pelaksanaan program pendidikan inklusif di sekolah ini melibatkan semua pihak sekolah. Pihak sekolah yang terlibat di dalamnya meliputi baik kepsek, komite, pengawas sekolah, wakasek, walikelas, dan guru mapel. Sementara, keterlibatan langsung dari tenaga ahli, psikolog, dan GPK dari SLB, PK-PLK maupun Dinas terkait belum ada sama sekali dari awal sekolah ini menerima ABK hingga saat ini setelah pencanangan Kota Pendidikan Inklusif. Hal tersebut disampaikan oleh kepala sekolah dan wali kelas SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Sampai saat ini belum ada keterlibatan dari psikolog, GPK, atau tenaga profesional dalam rangka pelaksanaan program tersebut di sekolah ini; Sejauh ini, pakar, tenaga profesional atau GPK dari SLB langsung yang disediakan/diberikan dari Dinas setempat untuk datang kemari, tidak ada dan belum pernah terlibat dan membantu kami di sini. Dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal, sumber dana khusus untuk melayani dan membantu ABK belum ada diberikan dari Dinas terkait. Sejauh ini, sekolah 37

8 mengambil dan menggunakan dana BOS untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan ABK. Kami menggunakan dan memanfaatkan dana BOS untuk membantu ABK dalam rangka pembiayaan program tersebut di sekolah ini. Hal ini mengingat bahwa belum ada bantuan dana khusus bagi ABK, ucap Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara. 38 Selain sumber dana yang berasal dari BOS karena mengingat belum ada bantuan dana khusus bagi ABK, bantuan SDM dalam bentuk guru pembimbing khusus (GPK) tidak ada. Selama ini, sekolah hanya menggunakan dan memanfaatkan semua guru yang ada untuk terlibat dalam mengajar dan melayani ABK baik di kelas maupun di luar kelas. Dengan demikian, guru mengajar dan melayani ABK sesuai dengan kondisi kemampuan guru yang sebenarnya masih terbatas. Hal tersebut disampaikan oleh kepala sekolah dan wali kelas SDN 6 Bukit Tunggal sebgai berikut: Sekolah ini belum memiliki atau tidak pernah mendapatkan bantuan berupa GPK. Jadi selama ini, ABK hanya ditangani langsung oleh wali kelas dan guru mapel saja dengan keterbatasan para guru juga; Sekolah ini belum pernah memiliki atau mendapatkan bantuan GPK langsung. Sekolah hanya mengatasi dan menangani ABK dengan seadanya saja, sesuai dengan porsi dan kemampuan dari tiap guru di sini. Mengingat tidak ada bantuan khusus dalam bentuk GPK, maka ABK ditangani dan dibimbing langsung oleh guru kelas dan wali kelas di dalam maupun di luar kelas. Guru-guru di SDN 6 Bukit Tunggal belum pernah terlibat dalam pelatihan khusus untuk meningkatkan kompetensi guru terkait

9 penanganan ABK maupun pelaksanaan program pendidikan inklusif. Pernyataan ini dirangkum dari hasil wawancara bersama kepala sekolah, wali kelas, dan guru kelas SDN 6 Bukit Tunggal dimana pada intinya ketidakmaksimalan dan ketidakoptimalan pelayanan yang diberikan sekolah ini bagi ABK disebabkan oleh keterbatasan guru dalam hal kemampuan atau kompetensi sebagai akibat dari tidak ada pelibatan atau pembekalan dalam pelatihan khusus dari Dinas terkait untuk guru-guru Evaluasi Process Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal Setelah pencanangan Kota Pendidikan Inklusif, Disdikpora kemudian mengeluarkan dan menyebarkan surat permohonan dan pemberitahuan perihal monitoring dan evaluasi (monev) sekolah penyelenggara program pendidikan inklusif. Surat ini ditujukan kepada seluruh kepala sekolah dari tingkat satuan pendidikan TK/RA, SD/MI, SMPMTs, dan SMA/MA baik berstatus negeri maupun swasta di Palangka Raya. Dengan demikian, SDN 6 Bukit Tunggal juga mendapat surat pemberitahuan tersebut. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Monev terakhir hanya disampaikan melalui surat permohonan dan pemberitahuan dari Kasi. SLB Disdikpora pada bulan Nopember 2014 agar setiap sekolah segera mengidentifikasi tiap peserta didik yang memiliki kelainan, melakukan pendataan sesuai format dan segera melaporkan ke Dinas tersebut untuk segera ditindaklanjuti. 39

10 40 Selain kegiatan monev yang dilakukan Dinas terkait, kompetensi guru kelas dalam hal menyusun perencanaan pengajaran seperti RPP dan materi ajar khusus bagi ABK di kelas tetap sama dan umum. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan atau kekhususan dalam modifikasi kurikulum, penyusunan RPP dan bahan ajar bagi ABK. Hal ini disebabkan karena keseluruhan isi pembelajaran baik materi, kurikulum dan sebagainya yang diberikan bagi ABK tetap sama halnya dengan yang diberikan kepada siswa reguler. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru kelas di SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Dalam membuat RPP, saya tidak menyusun atau memasukkan topik/materi khusus bagi ABK. Kami di sini masih menggunakan KTSP dan pemberlakuan kurikulum ini tetap sama baik untuk siswa reguler pada umumnya maupun ABK secara khusus. Jadi tidak ada modifikasi kurikulum bagi ABK. Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dalam proses belajar mengajar di kelas, guru juga cenderung memperlakukan ABK sama halnya dengan siswa reguler pada umumnya. Jadi, tidak ada pembedaan perlakuan antara ABK dan siswa reguler yang dilakukan atau diberikan guru di dalam kelas. Namun, ada kalanya perlakuan khusus diberikan secara individual dalam hal pembimbingan. Nara sumber yaitu guru kelas di SDN 6 Bukit Tunggal menyatakan bahwa saya memberikan bimbingan dan perhatian khusus kepada ABK, misalnya saya mendekati mereka dan kemudian membimbing secara khusus dibanding temantemannya yang lain.

11 Sama halnya dengan pernyataan nara sumber di atas dalam wawancara, pengajaran dan pembimbingan yang diberikan wali kelas terhadap ABK di dalam maupun luar kelas juga sama dan serupa dengan cara yang diberikan oleh guru kelas pada umumnya. Dalam hal materi ajar dan RPP yang diberikan pada ABK masih sama seperti yang diberikan pada siswa reguler. Namun, guru terkadang memberikan perlakuan atau bimbingan khusus secara intensif dan individual kepada ABK. Hal ini disampaikan oleh salah seorang wali kelas di SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Dari segi pendampingan, saya tidak menyusun perencanaan khusus seperti lembar kerja begitu. Pendampingan dilakukan secara umum dan reguler saja; Ketika mengajar di kelas, saya akan mengajar secara umum dulu. Kadang saya mendekati ABK tersebut dan berusaha menjelaskan berkali-kali dengan cara yang lebih mudah. Kemudian saat pemberian soal latihan, saya memberikan soal latihan yang lebih mudah dibanding dari siswa reguler lainnya. SDN 6 Bukit Tunggal memiliki kegiatan ekstrakurikuler yang diperuntukkan bagi semua siswa. Berdasarkan hasil wawancara bersama kepala sekolah, wali kelas, dan guru kelas di SDN Bukit Tunggal 6, kegiatan ekstrakurikuler ditujukan untuk semua siswa termasuk ABK. Hingga saat ini, banyak ABK yang ikut serta dalam kegiatan tersebut yang berlangsung di luar jam sekolah. ABK memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai kemampuannya masing-masing. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru kelas di SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: 41

12 42 Kegiatan ekstrakurikuler diberikan dan boleh diikuti oleh semua siswa tergantung minat dan ketertarikan mereka masing-masing. Ada beberapa ABK yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan kemampuan dan hobi mereka. Mengingat sarana prasarana khusus yang ada di SDN 6 Bukit Tunggal untuk melayani ABK tidak ada sehingga sekolah menggunakan sarpras umum maka manfaat sarpras umum tersebut bagi ABK dan guru cukup signifikan. Sarpras umum yang digunakan juga masih terbatas karena sarpras tersebut diperuntukkan bagi semua siswa, baik ABK maupun siswa reguler. Sekolah belum pernah mendapatkan bantuan sarpras khusus bagi ABK dari Dinas terkait. Hal ini disampaikan oleh wawancara sebagai berikut: salah seorang wali kelas dalam Berhubung sekolah tidak memiliki atau mendapat bantuan sarpras khusus bagi ABK sehingga sekolah menggunakan sarpras umum yang juga pada umumnya dipakai oleh siswa umum maka sarpras tersebut cukup bermanfaat. Walaupun manfaat ini tidak begitu signifikan terhadap sejauh mana manfaatnya bagi ABK dan saya sebagai pengajar. Berdasarkan fakta keterbatasan sarpras yang dijelaskan nara sumber dalam wawancara di atas, guru berinisiatif untuk membuat alat peraga sebagai pelengkap dalam mengajar ABK dan siswa reguler di kelas. Alat peraga ini juga melengkapi kekurangan dari sarpras, sebagai media belajar yang disediakan sekolah seperti buku penunjang, buku paket, dan sebagian alat peraga. Dari alat peraga yang tersedia ini pun guru ternyata masih belum bisa mendapatkan manfaat yang signifikan. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru kelas di SDN 6 Bukit Tunggal sebagai berikut:

13 Namun guru juga terkadang membuat alat peraga khusus untuk menunjang pelajaran termasuk buat ABK. Jadi guru belum sepenuhnya mendapatkan manfaat dari penggunaan sarpras yang sudah ada ini untuk mengajar ABK terkait dengan beberapa sarpras yang belum terpenuhi atau belum lengkap. SDN 6 Bukit Tunggal sebagai salah satu sekolah di kota Palangka Raya yang melaksanakan program pendidikan inklusif masih menemukan dan menjumpai beberapa kendala yang menyebabkan sekolah ini belum maksimal dan optimal dalam menjalankan program. Kendala yang dijumpai di antaranya adalah tidak adanya ketersediaan SDM yaitu GPK dalam menangani ABK, tidak adanya pelatihan khusus untuk meningkatkan kompetensi guru, dan tidak ada bantuan sarpras khusus bagi ABK. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Sekolah belum mempunyai atau mendapatkan bantuan GPK yang khusus menangani anak. Kemampuan guru di sini terbatas karena tidak memiliki latar belakang pendidikan khusus. Kedua, sarpras khusus bagi ABK juga belum ada sehingga kami hanya menggunakan dan memanfaatkan penggunaan sarpras yang seadanya dan yang umum dipakai oleh siswa reguler pada umumnya. Hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang wali kelas di SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: GPK atau tenaga khusus yang belum ada untuk membantu penanganan ABK. Kedua, sarpras masih minim karena belum ada bantuan dari Dinas terkait pelayanan bagi ABK. Ketiga, kemampuan dan pengetahuan guru masih terbatas. 43

14 Hal senada juga ditambahkan oleh salah seorang guru kelas di SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Kendalanya adalah alat peraga yang masih kurang untuk media belajar ABK di kelas, jadi perlu ditambah dan dimaksimalkan. Kemudian, GPK belum ada sehingga guru-guru yang ada di sini hanya membantu seadanya saja. Hal ini terkait dengan pelatihan yang belum pernah diperoleh oleh guru-guru di sini juga. Dari kendala-kendala di atas, pihak sekolah yang diwakili oleh kepala sekolah, wali kelas dan guru kelas dalam wawancara berharap agar kendala tersebut segera teratasi dan Dinas terkait bisa melakukan perbaikan dan pembenahan terhadap kendala yang dihadapi SDN 6 Bukit Tunggal. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Harapan saya adalah ada bantuan dan solusi dari kendala yang saya jelaskan di atas tadi. Maka nantinya, sekolah bisa memaksimalkan pelayanannya kepada ABK dan pelaksanaan program tersebut bisa berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. SDN 6 Bukit Tunggal berupaya menjalankan tanggung jawab sebagai penyelenggara program pendidikan inklusif yang seharusnya diimbangi dengan dukungan oleh Dinas terkait. Dengan demikian, sekolah ini nantinya bisa melaksanakan program pendidikan inklusif dengan baik dan maksimal atas dukungan materiil maupun non materiil dari Dinas terkait. 44

15 Evaluasi Product Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal Produk dari program pendidikan inklusif ini adalah dampak penerapan program tersebut terhadap prestasi atau perkembangan ABK dari segi akademik dan non akademik. Mengingat bahwa jenis kebutuhan khusus atau kelainan ABK di SDN 6 Bukit Tunggal adalah mayoritas lamban belajar atau slow learner, maka perkembangan atau prestasi akademik ABK tersebut hanya mencapai rerata atau standar KKM. Semua ABK bisa naik kelas karena pada evaluasi penilaian, standar KKM diturunkan menyesuaikan kemampuan ABK tersebut. Sementara itu, sekolah wajib menaikkan level ABK atau ABK berhak naik kelas, tidak boleh tinggal kelas. Hal ini disampaikan oleh Kepala SDN 6 Bukit Tunggal dalam wawancara sebagai berikut: Karena sejauh ini jenis kebutuhan ABK di sekolah hanya slow learner dan KKMnya kami turunkan karena menyesuaikan kemampuan siswa, maka perkembangan anak cukup baik. Dalam artian, ABK mampu mencapai nilai standarnya. Sementara, perkembangan non akademik ABK juga dapat dikatakan cukup baik atau rerata. Untuk prestasi bidang non akademik dari ABK juga tidak nampak begitu signifikan atau bisa dikatakan masih rata-rata saja, ucap wali kelas dalam wawancara. Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: 45

16 Perkembangan secara akademik dari ABK tidak terlihat begitu signifikan dan menonjol. Sejauh ini, ABK hanya mencapai rata-rata dengan nilai yang standar karena soal-soal yang dibuat saat kegiatan evaluasi di kelas dipermudah sesuai kemampuan ABK. Dari segi non akademik, prestasi siswa juga sebatas rata-rata dan tidak begitu menonjol. Selain dampak pelaksanaan program terhadap perkembangan prestasi ABK, dampak lain yang muncul adalah terlayaninya SDN 6 Bukit Tunggal memiliki peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus/kelainan sejumlah 43 anak dengan 1 jenis kelainan yaitu lamban belajar (slow learner). Kepala sekolah menyebutkan bahwa sebanyak 43 ABK di sekolah ini memiliki jenis kelainan lamban belajar (slow learner). Sementara walikelas menambahkan bahwa semua ABK di sini memiliki kelainan dalam hal lamban belajar. Hasil temuan data lapangan terhadap evaluasi penyelenggaraan program pendidikan inklusif di SDN 6 Bukit Tunggal dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Temuan Lapangan di SDN 6 Bukit Tunggal Komponen Evaluasi 46 Context Substansi Data Lapangan 1. Sudah menerima ABK 1. Kebutuhan sebelum adanya Perwali dan yang belum pencanangan Kota terpenuhi Pendidikan Inklusif. 1. Semua anak yang memiliki 2. Populasi yang kebutuhan khusus atau dilayani kelainan ringan atau tidak berat. 3.Peluang/manfaat 1. Kepercayaan dari

17 Input Process 1. Kemampuan sekolah 2. Perencanaan 3. Sumber dana 4. Staf/SDM 1. Monitoring/ evaluasi 2. Kompetensi SDM 3. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran/ pendampingan 4. Efektivitas sarpras masyarakat luas bahwa sekolah bisa melayani ABK walaupun pelayanan belum maksimal. 1. Sarpras belum memadai dan masih terbatas. 1. Semua pihak di dalam sekolah ikut terlibat kecuali tenaga ahli/profesional/psikolog/g PK. 1. Belum ada dana khusus bagi ABK, menggunakan dana BOS. 1. Belum ada GPK. 2. Kemampuan guru masih terbatas. 3. Belum ada pelatihan khusus bagi guru. 1. Monev berisi surat permohonan dan pemberitahuan dari Kasi. SLB Disdikpora pada bulan Nopember Materi/bahan ajar dan kurikulum yang digunakan tetap sama/umum. Bimbingan yang diberikan perlu penyesuaian dengan kebutuhan ABK. 1. Pengajaran dan pendampingan sama/umum, namun terkadang secara individual dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan/kemampuan ABK. 2. ABK boleh mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai kemampuan. 1. Manfaat sarpras bagi ABK dan guru tidak signifikan karena sarpras yang dimiliki dan digunakan merupakan sarpras milik sekolah sendiri dan belum ada 47

18 Product 5. Masalah/ kendala yang dihadapi 1. Prestasi/ perkembangan ABK 2. Jumlah ABK yang terlayani bantuan khusus/fasilitas dari Dinas terkait. 1. GPK belum ada, sarpras belum memadai, & pelatihan khusus bagi guru tidak ada. 2. Kendala-kendala tadi bisa diatasi. 1. Perkembangan dari segi akademik dan non akademik cukup baik atau rata-rata ABK dengan jenis kelainan lamban belajar (slow learner) Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMP Negeri Evaluasi Context Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMPN 3 SMPN 3 merupakan salah satu sekolah di Palangka Raya yang juga melaksanakan program pendidikan inklusif. Sebelum pencanangan kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan Inklusif pada tahun 2014 lalu, sekolah ini sudah mulai menerima ABK sejak tahun Hal ini terbukti dari SK Disdikpora tahun 2008 yang ditujukan kepada sekolah ini sebagai sekolah piloting (percontohan) pendidikan inklusif. Selain pemberlakuan SK tersebut, SMPN 3 mendapat banyak permintaan dan kepercayaan dari orang tua yang memiliki ABK agar dilayani dan diterima di sekolah ini. Dengan demikian, sekolah sambil berjalan dan berproses dalam melayani ABK walaupun hasil pelayanan yang diberikan belum maksimal. Hal 48

19 yang melatarbelakangi sekolah untuk menjalankan program pendidikan inklusif tersebut dijelaskan pula oleh Kepala SMN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Jadi saya pikir sekolah ini dengan pemimpin terdahulu pun memang sudah terbuka menerima dan melayani siswa demikian. Hal ini juga didukung dari adanya SK dari Disdikpora pada tahun 2008 dimana sekolah ini wajib menerima ABK. Ada beberapa anak yang harus dilayani di sekolah ini mengingat begitu banyak permintaan dan kepercayaan para orang tua yang memiliki ABK untuk dilayani dan diterima di sekolah ini. Kebanyakan siswa demikian juga berdomisili di Kecamatan Jekan Raya, rumah yang berdekatan dengan sekolah ini. Berdasarkan hasil wawancara di atas, sasaran dari program tersebut sudah tentu peserta didik yang memiliki jenis kebutuhan khusus/kelainan yang variatif atau ABK. Namun, karakteristik dari jenis kebutuhan khusus, kelainan atau kecacatan yang ditolerir oleh sekolah adalah jenis yang ringan dan anak masih bisa mengikuti pelajaran. Dalam hal ini, sekolah masih belum bisa melayani ABK dengan jenis kebutuhan, kelainan atau kecacatan yang cukup bahkan berat. Hal ini dikarenakan kemampuan sekolah dari segi SDM atau tenaga pengajar khusus, sarpras, dana dan sebagainya belum memadai. Kepala SMPN 3 menjelaskan bahwa apabila jenis ketunaan anak masuk dalam kategori parah atau berat, maka kami akan menyampaikan dan mengusulkan kepada orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah atau pendidikan khusus. Sejak 2008 hingga saat ini, SMPN 3 masih terbuka dalam menerima ABK yang memiliki jenis kebutuhan 49

20 khusus, kelainan atau kecacatan yang ringan. Hal ini juga terbukti dari adanya pendaftaran dan penerimaan ABK di setiap tahun ajaran baru. Dengan demikian, sekolah mendapat kepercayaan dari masyarakat karena ABK bisa diterima dengan baik. Selain itu, hubungan sekolah dengan orang tua ABK juga terjalin baik dan saling terbuka dalam perkembangan anak. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Dengan keterbukaan sekolah dalam menerima dan berusaha melayani ABK maka sekolah juga mendapatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat. Masyarakat mendapatkan haknya dalam hal pemerataan akses pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, sekolah juga berharap adanya kerja sama dari orang tua. Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka manfaat yang diterima sekolah dalam menjalankan program pendidikan inklusif ialah kepercayaan masyarakat dan hubungan kerja sama yang terjalin anatara pihak sekolah dengan orang tua ABK Evaluasi Input Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMPN 3 Sejak tahun 2008, SMPN 3 sudah menjalankan program pendidikan inklusif dan menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus, kelainan atau kecacatan tertentu yang masih tergolong ringan. Sekolah melayani ABK dengan ketersediaan sarana prasarana yang masih terbatas karena sarpras khusus bagi ABK belum ada. Sebelumnya, Pemko pernah memberikan bantuan fasilitas berupa kursi roda sebanyak 4 buah namun alat bantu ini belum 50

21 digunakan dan diarahkan sebagaimana mestinya oleh sekolah. Hal ini dikarenakan belum ada pantauan ulang yang dilakukan langsung dari Pemko. Secara personal, sekolah pernah mengajukan pembukaan atau pengadaaan ruang khusus bagi ABK namun hingga saat ini belum ada realisasi atau respon balik dari Dinas terkait. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Untuk saat ini, kami belum mempunyai sarpras khusus bagi ABK terkait jenis kebutuhan ABK di sini juga memang tidak begitu parah dan masih bisa ditangani. Namun, kami pernah mengusulkan kepada Dinas terkait untuk membuka kelas/ruang khusus bagi ABK tapi hingga saat ini belum direalisasi. Sementara, guru BK menjelaskan bahwa Pemko pernah memberikan kursi roda sebanyak 4 buah sebagai alat bantu bagi ABK namun belum kami gunakan. Untuk prasarana lainnya belum ada seperti ruang khusus dll. SMPN 3 menjalankan program pendidikan inklusif dengan melibatkan semua pihak sekolah di dalamnya yang meliputi kepala sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, wakasek (bidang SIM, kesiswaan, kurikulum, sarana prasarana, dan humas), seluruh guru kelas, guru BK/pendamping dan walikelas, dan staf TU. Program tersebut melibatkan semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, wakasek, guru kelas, guru BK/pendamping dan walikelas, dan staf, ungkap guru dalam wawancara. 51

22 52 Keterlibatan dari pihak luar sekolah dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif di SMPN 3 belum ada. Sekolah belum pernah mendapat kunjungan atau keikutsertaan dari profesional. Menurut wawancara dengan Kepala SMPN 3, GPK langsung dari SLBN 1 pernah terlibat dalam menangani seorang ABK yang didatangkan atas keinginan dan inisiatif orang tua anak itu sendiri. Guru BK menyampaikan hal serupa bahwa sekolah belum pernah mendapatkan bantuan tenaga profesional. Kami hanya mengandalkan kemampuan dari guru BK saja. Adapun dalam hal sumber dana, pada tahun 2012 SMPN 3 pernah mendapat bantuan dana dari Pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendukung ABK dalam meningkatkan keterampilan serta bantuan dana berupa beasiswa bagi ABK yang berprestasi. Selain itu, pada tahun 2014 bidang Dikdas Disdikpora memberikan bantuan beasiswa ABK-PKLK kepada 7 ABK. Selain itu, dana BOS digunakan untuk membantu sisa ABK lainnya yang belum mendapatkan bantuan dana khusus dan beasiswa dari Dinas terkait. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Untuk saat ini, sekolah belum mendapatkan bantuan dana khusus bagi ABK lainnya sementara jumlah ABK kian bertambah. Jadi selama ini, dana kami ambil dari BOS yang diberikan kepada seluruh siswa termasuk ABK. Hal ini dikarenakan, penggunaan dana BOS tidak memandang latar belakang siswa baik siswa reguler maupun ABK. Dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif, SMPN 3 mengandalkan penanganan dan

23 pembimbingan dari guru BK yang dianggap sekolah sebagai GPK, dimana jumlah guru BK yang tersedia ada 5 orang. Dalam hal ini, sekolah belum mempunyai GPK dan belum pernah mendapatkan bantuan khusus berupa GPK dari Dinas terkait. Kepala SMPN 3 menjelaskan bahwa sekolah belum memiliki GPK dan belum mendapat bantuan GPK dari Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kota. Sejauh ini, secara khusus ABK langsung ditangani dan didampingi oleh guru BK/pendamping. Berdasarkan wawancara bersama salah seorang guru BK, penanganan dan pendampingan ABK secara langsung dan individual merupakan tanggung jawab guru BK. Sementara, guru kelas berupaya melayani ABK di kelas walaupun dengan kemampuan yang serba terbatas. Hal ini disebabkan karena guru bukan berasal atau berlatar belakang pada pendidikan khusus maupun karena belum mendapatkan pelatihan khusus. Kami hanya melayani semampunya saja karena tidak memiliki kemampuan atau latar belakang khusus dalam mendampingi ABK, ungkap guru tersebut. Dalam rangka pelaksanaan program pendidikan inklusif, SMPN 3 pernah mendapat undangan dari Disdikpora guna mengikuti kegiatan sosialisasi, workshop bahkan pelatihan khusus bagi peningkatan kompetensi guru. Pihak sekolah yang pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagian guru kelas dan guru BK. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: 53

24 Jadi saya sendiri pernah ikut serta dan memilih beberapa guru kelas, wali kelas, dan guru BP untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Namun pelatihan secara khusus bagi semua guru belum ada atau belum merata. Terakhir kemarin, salah satu guru BP mendapatkan surat tugas dari Disdikpora untuk mengikuti kegiatan Bimtek penyusunan kurikulum PK/PLK. Hal serupa disampaikan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Saya sudah mengikuti pelatihan dan workshop sebanyak 3 kali perihal pendidikan inklusif yang diselenggarakan oleh Disdikpora. Saya pernah mendapat tugas dari Kepala Disdikpora untuk mengikuti kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) penyusunan kurikulum PK-PLK Prov. Kalteng tahun 2015 pada tanggal Maret 2015 lalu. Sementara itu, pemberian atau pengadaan pelatihan khusus bagi guru kelas yang belum merata disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: Memang ada beberapa guru yang pernah atau sudah mengikuti kegiatan sosialisasi, workhsop dan pelatihan. Namun, saya pribadi belum pernah. Sehingga, saya pun belum begitu memahami bagaimana penanganan yang benar dan tepat bagi ABK dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, beberapa pihak sekolah di SMPN 3 seperti kepala sekolah, beberapa guru kelas dan guru BK pernah mengikuti kegiatan workshop, sosialisasi maupun pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh Disdikpora maupun PK-PLK dalam rangka penyelenggaraan program pendidikan inklusif di kota Palangka Raya. 54

25 Evaluasi Process Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMPN 3 Berdasarkan kebijakan Disdikpora yang ditujukan kepada semua sekolah di kota Palangka Raya untuk melaksanakan program pendidikan inklusif dan secara serentak dideklarasikan pada 18 Oktober 2014 lalu, Disdikpora kemudian mengeluarkan dan menyebarkan surat permohonan dan pemberitahuan perihal monev sekolah ABK. Semua sekolah dari seluruh tingkat satuan pendidikan baik berstatus negeri maupun swasta menerima surat tersebut. Dengan demikian, SMPN 3 juga mendapat surat tersebut untuk kemudian ditanggapi. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Setelah pencanangan Kota Pendidikan Inkluisf pada bulan Oktober 2014 lalu, sekolah mendapat surat permohonan dan pemberitahuan dari Disdikpora, perihal monev sekolah ABK. Melalui surat ini, sekolah diminta untuk mengidentifikasi tiap peserta didik yang memiliki kelainan, melakukan pendataan sesuai format dan segera melaporkan ke Dinas tersebut untuk segera ditindaklanjuti. Dalam hal pembelajaran, guru kelas tetap menggunakan kurikulum umum, materi ajar, dan sistem penilaian yang sama baik bagi siswa reguler maupun ABK. Dengan demikian, guru tidak menyusun perencanaan khusus dalam pembelajaran yang diberikan pada ABK. Sama halnya dengan penggunaan kurikulum, materi ajar, dan sistem penilaian maka dalam proses pembelajaran guru kelas juga memperlakukan ABK sama seperti memperlakukan siswa reguler pada umumnya. Namun, guru akan tetap 55

26 menyesuaikan pendampingan dalam mengajar sesuai kemampuan ABK (layanan secara individual). Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: Kami tidak ada menyusun perencanaan pembelajaran khusus bagi ABK. Sejauh ini ABK masih mengikuti sistem pembelajaran yang sama dengan temantemannya. Namun dalam penanganannya di kelas, kami memberikan pelayanan atau bimbingan yang lebih kepada ABK tersebut. Jadi dalam proses mengajar, kami hanya menyesuaikan saja dengan kemampuan ABK. Hal ini tidak jauh berbeda dengan proses pembimbingan atau pendampingan yang diberikan oleh guru BK kepada ABK. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Tidak ada perencanaan atau penyusunan materi/lembar kerja khusus bagi ABK secara tertulis. Semua dilakukan sesuai jadwal kerja atau piket kami selaku guru BP dalam melayani jika ada siswa yang bermasalah atau perlu pendampingan khusus di ruang BK secara berkesinambungan. Namun jika ada hal yang krusial dan mendadak dari guru kelas yang membutuhkanpenanganan atau pendampingan khusus dari kami maka kami akan mendatangi kelas dan langsung menangani ABK tersebut. SMPN 3 memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler dari berbagai bidang seperti ekskul di bidang olahraga, kesenian, kemanusiaan/sosial, SAINS, kesehatan, keterampilan memasak, dan lain-lain. Adapun kegiatan ini dibuka dan diberikan kepada semua siswa baik siswa reguler maupun ABK. Jadi, ABK boleh mengikuti kegiatan tersebut sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan ketertarikannya. Kepala SMPN 3 mengatakan tentunya, kegiatan ini terbuka untuk semua siswa termasuk ABK. 56

27 Hal senada disampaikan pula oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Semua siswa di sini memiliki kebebasan untuk memilih dan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, termasuk diikuti oleh ABK. Jadi kegiatan ini terbuka untuk semua siswa sesuai dengan kemampuan, hobi dan bakat dari anak itu sendiri. Selain itu, hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara bahwa kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini terbuka untuk semua siswa. Jadi, ABK sangat boleh mengikuti kegiatan ini sesuai dengan kemampuan, hobi, minat dan ketertarikannya. Berhubung jenis kebutuhan khusus atau kelainan ABK di SMPN 3 sejauh ini ringan dan masih bisa tolerir yaitu tuna daksa dan slow learner, maka sarpras umum yang dimiliki sekolah masih bisa membantu ABK tersebut. Alat bantu kursi roda yang diberikan oleh Disdikpora hingga saat ini belum digunakan dan diarahkan kepada ABK yang membutuhkan. Selain itu, prasarana lain seperti jalan khusus untuk jalur kursi roda dan ruang khusus belum ada. Oleh karena itu, sarana prasarana baik yang sudah diberikan Dinas terkait maupun yang belum ada dapat dikatakan belum bermanfaat atau berdampak bagi ABK dan guru yang menangani ABK. Hal tersebut disampaikan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Meskipun, sekolah sudah mendapat bantuan kursi roda dari Pemko, namun karena belum adanya pemeriksaan dari Dinas terkait maka kami belum berani menggunakan kursi ini untuk anak tersebut. Sejauh ini sarana berupa kursi roda sudah ada namun belum digunakan dan prasarana masih belum ada 57

28 juga. Sehingga manfaat pengadaannya pun belum terlihat. Manfaat dari pengadaan sarpras belum terlihat begitu sigifikan. Selain itu, prasarana juga belum ada sehingga belum ada manfaat yang terlihat dari segi prasarana. Hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: Sarpras yang memang ada sejak awal dan disediakan dari sekolah memang digunakan dan dimanfaatkan oleh ABK juga walaupun sebenarnya sarpras yang ada diperuntukkan bagi semua siswa. Jadi, manfaatnya yang nampak bagi ABK tidak begitu signifikan dan biasa-biasa saja. Sama halnya dengan jawaban di atas dimana manfaat adanya sapras yang ada dalam melayani ABK, bagi saya tidak begitu signifikan. Dari proses berjalannya program pendidikan inklusif di SMPN 3, ada beberapa kendala yang menyebabkan pelaksanaan program tersebut belum maksimal. Kendala yang dimaksud meliputi tidak adanya GPK/tenaga profesional khusus, sarpras belum memadai, dan kurangnya pemerataan dalam memberikan kesempatan untuk guru lainnya dalam mengikuti pelatihan khusus. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Paling tidak masing-masing sekolah harus mempunyai 1 GPK berdasarkan perintah dan tugas dari Dinas terkait. Kemudian, sarpras belum mendukung dalam hal ruang khusus untuk mendampingi ABK dalam latihan keterampilan, pelajaran tambahan dan lainlain. Terakhir, banyak guru kelas yang kurang pengalaman dalam menangani ABK yang bisa disebabkan juga karena kurangnya kegiatan sosialisasi, workshop atau pelatihan tentang penanganan ABK dalam lingkup pendidikan inklusif. Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: 58

29 Kendalanya antara lain adalah kurangnya pemerataan terhadap pemberian/pengadaan pelatihan, workshop maupun sosialisasi bagi sebagian guru. Kedua, tenaga GPK yang tidak ada sehingga ABK belum terlayani oleh sekolah dengan baik dan sebagaimana mestinya. Selain itu, sarpras belum memadai dalam memfasilitasi ABK. Di samping itu, kendala lain yang ditemukan adalah tidak ada monitoring dari Dinas terkait pelaksanaan program pendidikan inklusif di sekolah. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Selain itu, belum adanya pengawasan atau kegiatan monitoring khusus dari Pemko terhadap proses pelaksanaan program di sekolah. Hal ini berakibat pada salah satunya yaitu penggunaan kursi roda yang belum bisa diarahkan atau dilaksanakan. Dari kendala-kendala di atas, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif di SMPN 3 berharap agar ada solusi dan perbaikan dari Dinas terkait serta dukungan dari pihak sekolah dan masyarakat. Dengan demikian, sekolah bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dalam mensukseskan program tersebut. Harapan saya semoga kendala-kendala di atas tadi bisa teratasi segera mungkin demi menunjang pelaksanaan program tersebut, imbuh seorang guru BK dalam wawancara. Harapan lainnya adalah kegiatan sosialisasi yang lebih gencar yang dilakukan oleh Dinas terkait untuk kemudian disampaikan kepada masyarakat luas. Hal ini disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: Harapan saya adalah kendala di atas bisa teratasi. Kemudian, Pemko/Dinas setempat lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan program tersebut ke sekolah- 59

30 sekolah, masyarakat luas dan terhhusus kepada orang tua. Berdasarkan hasil wawancara bersama Kepala SMPN 3, harapan yang sama pula disampaikan agar kendala-kendala bisa teratasi. Selain itu, sekolah berharap agar rencana penyusunan standar KKM dalam hal evaluasi belajar ABK pada TA 2015/2016 bisa berjalan baik dan mendapat dukungan dari banyak pihak baik SDM yang ada di sekolah maupun informasi atau panduan dari Dinas terkait Evaluasi Product Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMPN 3 Dampak penerapan pendidikan inklusif terhadap perkembangan atau prestasi ABK dari segi akademik dan non akademik merupakan produk atau hasil yang dicapai dari suatu pelaksanaan program. Berhubung SMPN 3 memiliki ABK dengan jenis kebutuhan khusus atau kelainan yang ringan dan bisa ditolerir, maka perkembangan akademik ABK termasuk cukup baik atau rata. Selain itu, beberapa ABK juga memiliki prestasi cukup baik dalam bidang non akademik. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMPN 3 dalam wawancara sebagai berikut: Sejauh ini, perkembangan akademik ABK bisa dikatakan rata-rata atau cukup baik, mengingat bahwa jenis ketunaannya ringan yaitu hanya fisik dan intelektual yang masih bisa mengikuti/mengejar pelajaran. Dari bidang non akademik, ABK cukup berprestasi dan membanggakan. Hal serupa juga disampaikan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: 60

31 Pencapaian prestasi untuk ABK slow learner dikatakan masih standar atau hanya rata-rata KKM. Sementara anak tuna daksa juga mencapai standar KKM sesuai kurikulum umum/reguler. Dari bidang non akademik, memang ada beberapa ABK yang berprestasi misal dalam bidang keterampilan memasak. Hal senada disampaikan oleh salah seorang guru kelas dalam wawancara sebagai berikut: Mengacu pada jenis kebutuhan khusus/kelainan ABK di sekolah saat ini yang hanya tuna daksa (namun memiliki IQ yang bagus) dan slow learner, maka prestasi akademik bagus bagi siswa yang tuna daksa tadi dan rerata KKM bagi siswa yang slow learner. Sementara dari segi non akademik, ada beberapa ABK yang berprestasi baik. Mengingat bahwa SMPN 3 sudah menerima ABK sejak tahun 2008 maka sekolah ini sudah meluluskan beberapa ABK dengan prestasi akademik dan non akademik yang cukup baik. Di samping itu, banyak lulusan ABK dari SMPN 3 ini yang melanjutkan ke jenjang studi yang lebih tinggi. Selain perkembangan atau prestasi ABK, dampak juga terlihat pada banyaknya ABK yang terlayani. Berhubung sasaran dari program tersebut adalah peserta didik dengan jenis kebutuhan khusus, kelainan atau kecacatan yang masih bisa ditolerir, maka ABK yang saat ini masih dilayani dan terdata di sekolah ada sekitar 12 anak dengan jenis kelainan tuna daksa dan slow learner. Jenis kebutuhan khusus/kelainan dari ABK di sini ada 2 yaitu tuna daksa dan slow learner. Hingga saat ini jumlah ABK yang terdata di sekolah ini ada sekitar 12 siswa, ungkap Kepala SMPN 3. Sementara berdasarkan pernyataan guru BK, jenis kebutuhan khusus/kelainan dari ABK sekolah tersebut 61

32 hanyaada 2 yaitu tuna daksa (tidak bisa berjalan) dan slow learner. Hasil temuan data lapangan terhadap evaluasi penyelenggaraan program pendidikan inklusif di SMPN 3 dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut: Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Temuan Lapangan di SMPN 3 Komponen Evaluasi 62 Context Input Substansi 1. Kebutuhan yang belum terpenuhi 2. Populasi yang dilayani 3. Peluang/manfaat 1. Kemampuan sekolah 2. Perencanaan 3. Sumber dana Data Lapangan 1. Sudah menerima ABK berdasarkan SK dari Disdikpora (2008), kemudian secara serentak seluruh sekolah se-kota Palangka Raya pada tahun Siswa dengan jenis kebutuhan khusus/kelainan variatif yang ringan atau tidak berat/parah sekali. 1. Pemerataan akses pendidikan bagi masyarakat dan sekolah mendapat kepercayaan dan dukungan balik. 1. Sarpras belum memadai (kelas/ruang khusus) namun ada bantuan kursi roda. 1. Semua pihak di dalam sekolah ikut terlibat, kecuali dari pakar/tenaga ahli/psikolog/gpk. 1. Bantuan beasiswa ABK- PKLK kepada 7 siswa tahun 2014 dan saat ini masih menggunakan dana BOS karena belum ada bantuan dana khusus bagi ABK lainnya,

33 Process 4. Staf/SDM a. Monitoring/ Evaluasi b. Kompetensi SDM c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran/ pendampingan d. Efektivitas sarpras 5. Masalah/ kendala yang dihadapi yang tidak mendapat bantuan beasiswa di atas. 1. Tidak ada GPK dan ditangani langsung oleh guru BK. 2. Sebagian guru mampu dan sebagian masih terbatas/kesulitan. 3. Sebagian guru sudah mendapat pelatihan khusus. 1. Monev berisi surat permohonan dan pemberitahuan dari Kasi. SLB Disdikpora pada bulan Nopember Materi/bahan ajar dan kurikulum yang digunakan di kelas masih sama/umum. Bimbingan khusus dilakukan secara individual dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan ABK. 1. Proses pembelajaran dan pembimbingan di dalam/luar kelas masih sama/umum namun ada pelayanan/penanganan secara individual. 2. Kegiatan ekstrakurikuler terbuka bagi ABK. 1. Manfaat sarpras bagi ABK dan guru belum signifikan karena belum memadai dan penggunaan alat bantu kursi roda yang belum diarahkan. 1. GPK tidak ada, sarpras belum memadai, dan kurang merata dalam pemberian/pengadaan pelatihan khusus bagi guru, dan tidak ada 63

34 Product 1. Prestasi/ perkembangan ABK 2. Jumlah ABK yang terlayani monitoring dari Dinas terkait. 2. Kendala-kendala bisa teratasi, Dinas terkait lebih gencar dalam kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, dan rencana penyusunan standar KKM untuk TA 2015/2016 bisa berjalan baik dan terealisasi. 1. Prestasi akademik dan non akademik ratarata/cukup baik. 2. Ada sekitar 12 siswa dengan jenis ketunaan tuna daksa dan slow learner Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMA Negeri Evaluasi Context Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 4 SMAN 4 merupakan salah satu sekolah yang melaksanakan program pendidikan inklusif di kota Palangka Raya. Sekolah ini sudah peduli kepada peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, kelainan atau kecacatan sebelum pencanangan kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan Inklusif. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project dari Pemerintah Pusat bersama Pemprov sebagai perwakilan tingkat SMA untuk menjalankan program pendidikan inklusif pada tahun Sejak inilah banyak permintaan orang tua ABK untuk menyekolahkan anaknya di sekolah ini. Hal 64

35 tersebut disampaikan oleh Kepala SMAN 4 dalam wawancara sebagai berikut: Jadi sekolah ini sudah lama memiliki kepedulian untuk menerima semua siswa tanpa diskriminasi, apakah siswa tersebut normal atau berkebutuhan khusus. Hal ini juga berkaitan dengan banyaknya permintaan dan kepercayaan orang tua ABK yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah ini. Hingga pada Oktober 2014 kemarin, Disdikpora mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan Inklusif, maka sekolah kami pun sudah siap untuk menjalankan tugas itu meskipun masih banyak hambatan. Berdasarkan wawancara di atas, maka sasaran dari program tersebut adalah peserta didik dengan jenis kebutuhan khusus, kelainan, atau kecacatan ringan. Identifikasi jenis kebutuhan khusus, kelainan, atau kecacatan ini dilakukan sekolah dengan bantuan psikolog dalam proses penerimaan peserta didik baru. SMAN 4 masih belum mampu menerima ABK dengan jenis kelainan atau kecacatan yang berat. Keterbatasan sekolah dalam hal SDM atau tidak adanya GPK dan sarpras menjadi kendalanya. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMAN 4 dalam wawancara sebagai berikut: Jadi kami menerima ABK yang masih bisa kooperatif dan mandiri. Jika, ABK tergolong memiliki kelainan/ketunaan yang berat, belum bisa kooperatif dan mandiri maka kami mengusulkan kepada orang tua untuk menyekolahkan anak tersebut di sekolah atau pendidikan khusus. Dengan keterbukaan dan kepedulian SMAN 4 dalam menerima ABK dengan jenis kebutuhan khusus, kelainan, atau kecacatan ringan sejak 2009 hingga saat ini, sekolah mendapat kepercayaan dari orang tua dan masyarakat bahwa sekolah ini menerima ABK. Hal ini 65

36 terbukti dari jumlah ABK yang makin bertambah. Oleh karena itu, penanganan khusus yang lebih intensif harus dipersiapkan sekolah berdasarkan bantuan dari Dinas terkait dan dukungan dari masyarakat luas Evaluasi Input Program Pendidikan 66 Inklusif di SMAN 4 Dalam melaksanakan program pendidikan inklusif sebagai pilot project sejak tahun 2009, SMAN 4 mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat berupa alat bantu seperti kacamata, tongkat pandu/alat bantu jalan, dan laptop. Ketersediaan alat bantu ini bermanfaat dan berguna bagi ABK dan sudah sesuai dengan jenis kebutuhan khusus, kelainan atau ketunaan ABK. Di lain hal, sekolah juga mendapatkan bantuan prasarana namun dalam keadaan belum lengkap. Hal ini disampaikan oleh Kepala SMAN 4 dalam wawancara sebagai berikut: Lepas dari sarpras yang memang sudah ada dan disediakan oleh sekolah sendiri, sekolah ini juga pernah mendapatkan bantuan dari pusat perihal pelaksanaan program pendidikan inklusif sejak tahun 2009 berupa alat bantu seperti kacamata, tongkat pandu/alat bantu jalan, dan laptop. Hanya dari segi prasarana masih belum lengkap. Jadi sejauh ini, sekolah masih cukup bisa memenuhi kebutuhan ABK sesuai dengan kebutuhan/ketunaan mereka. Hal serupa dijelaskan oleh salah seorang guru BK dalam wawancara sebagai berikut: Pada tahun 2012, sekolah ini mendapat bantuan dari PK-PLK berupa alat bantu seperti kursi roda, kacamata, laptop, tongkat jalan/penyangga. Semua alat bantu yang diberikan ini sudah sesuai dengan jenis ketunaan yang dimiliki ABK. Prasarana LAB khusus dan jalur khusus bagi ABK yang memakai kursi roda juga sudah

INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP

INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP 108 L A M P I R A N Lampiran 1: INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP Komponen Substansi Pertanyaan Sumber Evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Klero 02 merupakan sekolah negeri yang pada awalnya berdiri pada tahun 1977. Sekolah ini mulai menyelenggarakan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. Simpulan yang diambil berdasarkan paparan data dan pembahasan pada bab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 9 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Profil SD Negeri 1 Tegorejo Penelitian Evaluasi Program Supervisi Akademik ini mengambil lokasi di SD Negeri 1 Tegorejo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum SMA IPIEMS Surabaya SMA IPIEMS Surabaya telah mengalami banyak sekali perubahan dan perkembangan dalam sejarahnya yang relatif panjang. Dari perspektif

Lebih terperinci

PROFIL / KEADAAN SEKOLAH UPTD SMAN 1 KARANGREJO - TULUNGAGUNG. 1. Nama Sekolah : UPTD SMA Negeri 1 Karangrejo

PROFIL / KEADAAN SEKOLAH UPTD SMAN 1 KARANGREJO - TULUNGAGUNG. 1. Nama Sekolah : UPTD SMA Negeri 1 Karangrejo LAMPIRAN II PROFIL / KEADAAN SEKOLAH UPTD SMAN 1 KARANGREJO - TULUNGAGUNG A. Data Sekolah 1. Nama Sekolah : UPTD SMA Negeri 1 Karangrejo Status : Negeri 2. Alamat Sekolah : Jalan Raya Karangrejo Sendang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, dan analisis data dan pembahasan hasil

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, dan analisis data dan pembahasan hasil BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian, dan analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, penulis dapat menarik kesimpulan umum dan kesimpulan khusus.

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 15 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 10 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1 Sejarah Sekolah Sejak 30 Juli 1966 SMP Negeri 61 berdiri sebagai sekolah pemerintah. Pada awalnya SMP Negeri 61 beralamat di Jalan Palmerah Utara. Bangunan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah 141 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang digunakan di SMPN 9 dan SMPN 10 Metro untuk anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS ~ 1 ~ SALINAN Menimbang BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study dokumentasi dan penggabungan dari ketiga

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari studi perbandingan manajemen kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan a. Letak geografis SMAN 1 Rejotangan terletak di Desa Buntaran Kecamatan Rejotangan Kabupaten

Lebih terperinci

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung)

STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung) STRATEGI MANAJEMEN MUTU PADA SMA NEGERI UNGGULAN DI KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada SMA Negeri 3, SMA Negeri 5 dan SMA Negeri 8 Kota Bandung) INSTRUMEN PENELITIAN FUNDAMENTAL Tim Peneliti: Dr. Diding Nurdin,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA TAHUNAN SMP NEGERI 05 BATU TAHUN

LAPORAN KERJA TAHUNAN SMP NEGERI 05 BATU TAHUN LAPORAN KERJA TAHUNAN SMP NEGERI 05 BATU TAHUN 2015 2016 OLEH: KEPALA SEKOLAH SMPN 05 BATU DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 05 BATU (STATE JUNIOR HIGH SCHOOL) Jl. Lapangan Lemah

Lebih terperinci

BAB II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 29 MEDAN

BAB II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 29 MEDAN BAB II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 29 MEDAN A. Sejarah Ringkas Sekolah Menengah Pertama Negeri 29 Medan diresmikan pada tahun 1984 dan mulai beroperasi pada tahun 1985. Perkembangan Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada tahun 1994 (Amuda, 2005) mewajibkan setiap anak berusia enam sampai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri, BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum SMA Ar-Risalah SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri, merupakan salah satu instansi yang membutuhkan sistem informasi sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman

Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman A. PROFIL SEKOLAH Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman merupakan salah satu Sekolah unggulan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil temuan dan analisis data sebagaimana fokus kajian dalam penelitian yang berjudul Perencanaan Strategik Mutu Sekolah Pada Sekolah Menengah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memadai agar warga negara terhindar dari kebodohan. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memadai agar warga negara terhindar dari kebodohan. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dan menjadi salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelum ini, selanjutnya penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Lebih terperinci

A. ANALISIS SITUASI 1. Kondisi Fisik Sekolah No. Nama Ruang Jumlah

A. ANALISIS SITUASI 1. Kondisi Fisik Sekolah No. Nama Ruang Jumlah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan adalah proses dimana setiap manusia melalui proses dan jenjang untuk pembentukan diri dan penentu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMK PALEBON SEMARANG

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMK PALEBON SEMARANG LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMK PALEBON SEMARANG Disusun oleh: Nama : MARTINA DWI PERMATASARI NIM : 7101409062 Program Studi : Pendidikan Administrasi Perkantoran FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program akselerasi merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan. Program kelas akselerasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP TUJUAN : Setelah mengikuti kegiatan bimtek diharapkan peserta mampu Menjelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN 2012 2 T 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS, PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS, PENDIDIKAN INKLUSIF, PENDIDIKAN ANAK CERDAS ISTIMEWA DAN/ATAU

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) memiliki bobot 3 SKS dan merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa UNY yang mengambil jurusan kependidikan. Program

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R.

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R. Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R. Guna menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 dan berbagai dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 3.1 Profil Responden 3.1.1 Sejarah Singkat SMP Negeri 127 Jakarta terletak di Jl. Raya Kebon Jeruk No. 126 A, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta.

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA 2.1 Visi Dalam rangka mewujudkan cita-cita mencerdaskan bangsa dan sejalan dengan visi pendidikan nasional, maka visi pembangunan pendidikan di Kabupaten Sumbawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan secara terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PROGRAM/RENCANA KERJA KEPALA SEKOLAH (RKKS) SMKN 3 SELONG JL. RAYA RUMBUK KM. 3, DESA RUMBUK, KAB.LOTIM, NTB

PROGRAM/RENCANA KERJA KEPALA SEKOLAH (RKKS) SMKN 3 SELONG JL. RAYA RUMBUK KM. 3, DESA RUMBUK, KAB.LOTIM, NTB PROGRAM/RENCANA KERJA KEPALA SEKOLAH (RKKS) SMKN 3 SELONG JL. RAYA RUMBUK KM. 3, DESA RUMBUK, KAB.LOTIM, NTB PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA i SMK NEGERI 3 SELONG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran

Lebih terperinci

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD Oleh : Nelti Rizka, S.Tr.Keb PAUD Terpadu Mutiara Bunda Bangkinang Kab.Kampar Provinsi Riau Emai: neltrizka@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II HASIL SURVEY. dengan visi Prima dalam layanan, unggul dalam berprestasi dalam membangun

BAB II HASIL SURVEY. dengan visi Prima dalam layanan, unggul dalam berprestasi dalam membangun BAB II HASIL SURVEY 2.1 Gambaran Umum SMA IPIEMS SMA IPIEMS Surabaya merupakan salah satu sekolah swasta unggulan di kota Surabaya merupakan sekolah yang terintegrasi A sejak tahun ajaran 2005 dengan visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian terdiri dari 25 orang yang diambil dari pengurus komite sekolah dari 3 SMP Negeri yang ada di Kecamatan Musuk, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SATUAN PENDIDIKAN JENJANG SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DI KABUPATEN JEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

BAB V P E N U T U P. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu: BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu: 1. Upaya-Upaya yang Sudah dilakukan SDN 1 Ngadirejo dalam Rangka Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga). Dengan potensi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Wawancara. Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016

Lampiran 1. Hasil Wawancara. Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016 Hasil Wawancara Lampiran 1 Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016 NO Pertanyaan Konteks 1 Apa yang melatarbelakangi sekolah ini pendidikan inklusi? 2 Apa yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga Negara Indonesia untuk dapat menikmatinya. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strategi agar sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strategi agar sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci