BAB IV HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Klero 02 merupakan sekolah negeri yang pada awalnya berdiri pada tahun Sekolah ini mulai menyelenggarakan program inklusi sejak tahun pelajaran SD Negeri Klero 02 beralamat di Jalan Salatiga - Solo Km. 09 Klero Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jumlah peserta didik di sekolah di SD Negeri Klero 02 adalah 197 siswa. Sekolah ini menempati area seluas 1500 m 2 dan telah terakreditasi A. Sekolah ini memiliki 6 rombongan belajar. Adapun pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah ini terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 5 orang guru bidang studi, 1 orang guru pembimbing khusus dan 1 orang tenaga perpustakaan. Kualifikasi pendidikan dari para pegawai meliputi 11 orang berpendidikan S1, 2 orang lulusan DII, dan 1 orang lulusan SMA. Visinya SD Negeri Klero 02 yaitu menciptakan generasi yang bertaqwa, cakap, handal, percaya diri, dan madani (BERCAHAYA). Misinya adalah (1) Melaksanakan pembelajaran PAIKEM; (2) Meningkatkan prestasi bidang 43

2 akademik, bidang olah raga, seni budaya, dan unggul dalam berbagai lomba; (3) Mengembangkan KTSP sebagai acuan belajar yang kreatif dan inovatif; (4) Mewujudkan lingkungan sekolah yang nyaman bersih, indah, aman, dan kondusif untuk belajar; (5) Menggali, memupuk, memfasilitasi bakat minat siswa agar menjadi anak berdaya saing unggul; (6) Mengintegrasikan karakter budi pekerti terhadap semua mata pelajaran; (7). Meningkatkan personal tenaga pendidikan agar lebih bersikap kritis, selektif dalam menghadapi era globalisasi. Tujuan sekolah adalah (1) Mempersiapkan siswa menjadi manusia yang bertaqwa dan berakhlak mulia; (2) Mempersiapkan siswa menjadi manusia trampil dan mandiri; (3) Mempersiapkan siswa menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur; (4) Mempersipkan siswa menjadi manusia yang teguh ulet dan berdaya saing yang sehat; (5). Memumbuhkan semangat kesetiakawanan yang berjiwa sosial, demokrasi dan bertanggung jawab. B. Hasil Penelitian Pada hasil penelitian akan dibahas tentang deskriptif tentang penelitian yang telah dilakukan di SD Negeri Klero 02. Penelitian yang 44

3 dilaksanakan di SD Negeri Klero 02 ini melibatkan berbagai pihak sebagai responden penelitian, dimana responden tersebut melibatkan kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Hasil evaluasi pelaksanaan program inklusi diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil wawancara dengan guru di validasi dengan hasil wawancara kepala sekolah dan komite sekolah. Selanjutnya dari hasil wawancara akan dibandingkan dengan hasil observasi dan dokumentasi sehingga data yang diperoleh benar-benar valid. Dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang telah dilakukan, peneliti telah menggunakan model evaluasi CIPP agar penelitian berjalan sesuai dengan prosedur model evaluasi CIPP sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: a. Konteks Dalam aspek konteks evaluasi yang dilakukan meliputi latar belakang, tujuan pelaksanaan program, izin pelaksanaan program, pedoman pelaksanaan program, kerjasama dengan instansi yang mendukung pelaksanaan program, dan peserta didik. Pendidikan inklusi merupakan salah satu model pelaksanaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Anak berkelainan atau 45

4 anak berkebutuhan khusus yang selanjutnya akan disebut dengan ABK. Pendidikan sebagai hak untuk semua anak termasuk anak penyandang cacat yang sangat rentan untuk terpinggirkan. Berkaitan dengan praktek pendidikan, pendidikan inklusi dipandang salah satu cara untuk meningkatkan mutu sekolah khususnya untuk ABK. Sekolah yang menyelenggarakan program inklusi pada dasarnya ada sekolah umum yang ditunjuk oleh dinas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. SD Negeri Klero 02 menyelenggarakan program inklusi sejak tahun Sekolah ini ditunjuk oleh dinas pendidikan untuk melaksanakan program sekolah inklusi. Adanya anak-anak di sekitar sekolah yang masuk dalam kategori ABK amun orang tuanya belum mempunyai kesadaran menyekolahkan di SLB. Selanjutnya sekolah mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan agar dapat menjadi sekolah penyelenggara program inklusi. Sejak saat itu sekolah menyelenggarakan program inklusi sampai dengan saat ini. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala sekolah SD Negeri 02 Klero bahwa, Sekolah ini sudah melaksanakan pendidikan inklusi sejak tahun

5 Karena saya kepala sekolah baru sehingga saya tidak tau pasti awalnya kenapa sekolah ini menyelenggarakan pendidikan inklusi, tetapi setahu saya karena ditunjuk oleh dinas. Pendapat tersebut diperkuat oleh guru olahraga sebagai berikut Salah satunya ada tawaran dari dinas lalu disini ada siswa yang ABK. Akhirnya mengajukan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Selain itu pendapat dari komite sekolah juga menjelaskan sebagai berikut Bapak Kepala Sekolahnya matur karena ditunjuk oleh dinas sehingga menyelenggarakan sekolah inklusi Hasil validitas data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program sekolah inklusi dilatar belakangi adanya tawaran dari dinas pendidikan untuk menyelengarakan program inklusi. Selain itu di lingkungan sekitar sekolah ada beberapa anak yang berkebutuhan khusus yang belum bersekolah. Orang tua belum mempunyai kesadaran untuk menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke SLB. Serta letak SLB yang jauh dari tempat tinggal, dan faktor ekonomi orang tua sehingga anak yang berkebutuhan khusus belum mempunyai kesempatan bersekolah. Program inklusi di SD Negeri Klero 02 dapat ikut andil dalam penyetaraan hak pendidikan 47

6 anak, dimana anak yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah dengan anak normal lain yang seusianya. Anak yang berkebutuhan khusus dapat memperoleh pendidikan dengan baik tanpa ada diskriminasi. Pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 bertujuan untuk anak yang berkebutuhan khusus yang ada di sekitar sekolah agar dapat bersekolah dengan teman seusianya serta memberi kemudahan kepada masyarakat di sekitar Kecamatan Tengaran yang mempunyai ABK agar dapat bersekolah. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah SD Negeri Klero 02 bahwa, Tujuan utamanya yaitu membantu anak-anak ABK yang ada didaerah sekitar sini agar bisa mengenyam pendidikan, karena daerah sini jauh dari SLB. Selain itu membantu orang tua yang mempunyai anak ABK yang tidak mampu menyekolahkan di Sekolah Luar Biasa karena tempatnya jauh. Hal senada disampaikan oleh Bapak Komite Sekolah menjelaskan sebagai berikut Adanya program inklusi dapat memberi kemudahan masyarakat sekitar Kecamatan Tengaran yang mempunyai anak berkebutuhan khusus agar bersekolah dekat dengan rumah. Selain itu pendapat dari Ibu Y juga menjelaskan sebagai berikut 48

7 Supaya ABK di lingkungan Kec.Tengaran bisa sekolah disini karena sekolah yang mau menerima ABK jauh dan bisa sekolah secara gratis. Dari hasil validasi data dengan wawancara didapat, adanya program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 bertujuan untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus di sekitar Kecamatan Tengaran agar dapat bersekolah dekat dengan tempat tinggal. Melalui pendidikan inklusi, anak yang berkebutuhan khusus dapat di didik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu ABK perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Sekolah ini telah menyelenggarakan pendidikan inklusi selama 6 tahun. Sekolah telah diberikan izin oleh dinas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi, namun sampai saat ini belum ada Surat Keputusan dari Dinas Pendidikan yang menyatakan bahwa SD Negeri Klero 02 sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Sekolah telah berupaya untuk mengusulkan agar mendapatkan surat keputusan namun sampai saat ini belum menerima surat keputusan 49

8 tersebut. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah bahwa, Ijin menyelenggarakan inklusi sudah karena SD kami ditunjuk oleh dinas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi tetapi belum mendapatkan SK secara resmi dari dinas. Kami sudah berulang kali mengusulkan agar mendapatkan SK namun sampai saat ini belum kami terima SK itu. Pendapat tersebut diperkuat oleh Bapak P sebagai berikut SK belum ada tapi ijin menyelenggarakan sudah karena kami diakui oleh dinas penyelenggara sekolah inklusi. Kami juga sudah mengajukan untuk diberi SK tapi sampai saat ini belum ada tanggapan dari dinas terkait dengan itu. Begitu juga pendapat bapak T menyatakan sebagai berikut: Belum ada SK akan tetapi SD ini diakui oleh dinas menyelenggarakan pendidikan inklusi. Dari validasi data dengan wawancara diperoleh pernyataan bahwa ijin pelaksanaan program inklusi sudah dimiliki. Namun sekolah sampai saat ini belum menerim SK secara resmi. Sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi telah mempunyai pedoman dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah mendapatkan pedoman pelaksanaan sekolah 50

9 inklusi dari dinas pendidikan. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak BG bahwa Ada juknisnya, diberi pada saat mengikuti diklat. Dari dinas juga diberikan buku pedoman tentang pendidikan inklusi. Hal tersebut di atas juga didukung hasil wawancara dengan kepala sekolah sebagai berikut Ada,dari dinas diberi buku pedoman tentang pendidikan inklusi. Hasil validitas data dengan wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa sekolah mempunyai pedoman pelaksanaan pendidikan inklusi bahkan guru menambahkan adanya juknis pelaksanaan pendidikan inklusi. Untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi dengan baik sekolah membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Sekolah melakukan kerjasama dengan lembaga ataupun instansi lainnya untuk mendukung terlaksananya program pendidikan inklusi. Sekolah bekerjasama dengan SLB di Salatiga untuk mendampingi guru dalam mengajar ABK. Ada satu guru SLB yang datang ke sekolah untuk mendampingi saat memberikan pelayanan terhadap anak yang berkebutuhan khusus. Hal tersebut sebagaimana 51

10 yang disampaikan oleh guru pendamping khusus SD Negeri Klero 02 bahwa, Belum secara resmi namun saya sudah sering kali mencari informasi sendiri ke SLB di Salatiga dan meskipun belum rutin guru SLB juga datang membantu saya. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Bapak P sebagai guru olah raga sebagai berikut: Kami selama ini bekerjasama dengan Bina Petra Ambarawa tapi kerjasama secara tertulisnya belum ada, kami hanya berkonsultasi jika ada masalah tentang pelaksanaan inklusi. Pendapat lain yang mendukung dari pernyataan diatas adalah Ibu PJ yang menuturkan sebagai berikut Sebagai komite yang saya tahu sekolah telah bekerjasama dengan SLB di Salatiga dan di Ambarawa. ada guru SLB yang suka membantu tapi bentuk kerjasamanya sudah tertulis apa belum kurang tahu. Dari hasil validitas melalui wawancara diatas dan didukung dengan studi dokumentasi bahwa sekolah bekerjasama dengan SLB Salatiga dan Bina Petra Ambarawa untuk berkonsultasi jika ada masalah tentang pelaksanaan pendidikan inklusi. Sekolah sudah melakukan kerjasama dengan lembaga lainnya dalam memperlancar pelaksanaan pendidikan inklusi, namun sekolah dalam melakukan kerjasama dengan lembaga lain 52

11 belum ada perjanjian secara tertulis atau MOU kerjasama dengan lembaga tersebut. Sasaran dari adanya program pendidikan inklusi ini adalah anak yang berkebutuhan khusus dan anak usia sekolah yang ada disekitar SD Negeri Klero 02 dan sekitar Kecamatan Tengaran. Semua anak yang berkebutuhan khusus dan anak usia sekolah setingkat SD dapat bersekolah di sekolah ini. Dalam proses penerimaan peserta didik baru sekolah tidak menerapkan seleksi. Semua anak usia Sekolah Dasar dapat bersekolah di SD Negeri Klero 02 tanpa pengecualian anak yang berkebutuhan khusus, jadi anak yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah tanpa ada diskriminasi. Namun untuk anak yang berkebutuhan khusus yang kategori berat tidak bisa dilayani di SD ini karena keterbatasan kemampuan guru dalam melayani anak yang berkebutuhan khusus. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan guru pendamping khusus bahwa Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya yang usianya sudah memasuki jenjang SD. 53

12 Hal ini sesuai yang diungkapkan Bapak P sebagai berikut Semua anak yang berkebutuhan khusus dan anak usia sekolah setingkat SD. Pada penerimaan siswa baru hanya ditanya kekurangan dan kelebihan anak yang berkebutuhan khusus kepada orang tuanya tetapi jika ada yang berkebutuhan khususnya parah seperti bisu kita sarankan untuk sekolah di SLB. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh ibu Y sebagai guru kelas sebagai berikut Anak-anak yang berkebutuhan khusus tetapi yang masih ringan contohnya lamban belajar. Kalau seleksi tes tidak ada tetapi yang diseleksi adalah anak-anak yang berkebutuhan khusus yang berat tidak bisa dilayani di SD ini. Hasil validitas data dengan wawancara dan studi dokumentasi dengan guru menunjukkan bahwa dalam PPDB semua ABK dan anak usia sekolah dapat diterima di SD Negeri Klero 02 namun yang masih dalam kategori ringan ketunaannya. Dalam menerima ABK, sekolah biasanya melakukan pengamatan ketika peserta didik mendaftar sekolah. Pada saat itu guru mengamati dari fisik dan tingkah laku anak tersebut. Kemudian juga informasi yang diperoleh dari guru yang mengajar di pendidikan sebelumnya. Selain itu guru melakukan wawancara kepada orang tua 54

13 tentang keadaan anak tersebut, dengan informasi yang didapat dan pengamatan kemudian guru menggolongkan anak tersebut sesuai dengan buku petunjuk tentang ABK. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan guru pendamping khusus bahwa Orang tua, fisik anak, dan karena saya merangkap ngajar di PAUD dan TK yang lokasinya sama dengan SD maka saya tau anak yang ABK yang sebelumnya sekolah di tempat saya. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ibu Y sebagai guru kelas sebagai berikut Dari fisik bisa terlihat mbak, dari laporan orang tua siswa, dan dari laporan guru TK yang siswa yang berkebutuhan khusus dari TK. Dari hasil validitas data dengan wawancara guru menunjukkan bahwa ABK yang masuk di SD Negeri Klero 02 dilihat dari fisik serta laporan orang tua serta pendidikan sebelumnya. Sekolah secara mandiri berdasarkan pedoman buku yang ada menggolongkan ABK sesuai kategorinya tanpa adanya saran dari tenaga ahli. Dari temuan studi dokumentasi yang telah dilakukan bahwa ABK yang dilayani ada 12 anak yang tersebar dari kelas I sampai keas V. ABK yang ada terdiri dari 5 anak tuna Grahita, 3 anak autis, 55

14 2 anak lamban belajar, 1 anak tuna laras, dan 1 anak tuna daksa. b. Input Demi terselenggaranya pendidikan inklusi yang optimal maka diperlukan berbagai komponen pendukung. Ketersediaan sarana prasarana sangat penting untuk menunjang agar dapat berjalan dengan baik pendidikan inklusi. Sarana prasarana yang baik dipergunakan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi pada satuan pendidikan tertentu. Pada hakikatnya sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, tetapi untuk mengoptimalkan proses pembelajaran perlu dilengkapi fasilitas bagi kelancaran mobilisasi ABK, serta media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan ABK. Keberadaan sarana prasarana untuk anakanak berkebutuhan khusus seringkali menjadi persoalan. Pemerintah telah memberikan bantuan dana blockgrant melalui APBD kepada sekolahsekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Kenyataannya di SD Negeri Klero 02 masih sedikit sarana prasarana yang dimiliki. Sekolah pernah mendapatkan bantuan dari dinas berupa 56

15 alat-alat keterampilan peserta didik seperti mesin jahit, setrika, alat masak, alat musik, dan drumband. Alat-alat tersebut digunakan untuk melatih peserta didik untuk lebih mandiri terutama kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sarana prasarana yang dimiliki sekolah belum memenuhi kebutuhan anak yang berkebutuhan khusus. Karena alat-alat yang ada belum sesuai dengan kebutuhan anak yang berkebutuhan khusus yang ada disekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu SN bahwa, Belum sama sekali karena kebanyakan dari mereka lamban belajar dan butuh alat peraga seperti kartu huruf, alat hitung gitu tapi belum ada bantuan dari pemerintah. Sedangkan untuk beli belum disediakan alokasi khusus dana untuk menyelenggarakan inklusi. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh guru pendamping khusus sebagai berikut Belum, soale alat-alat itu kurang bisa kami manfaatkans secara maksimal. Disini kebanyakan yang ABK jenisnya lamban belajar jadi kami malah butuh alat peraga calistung. SD ini pernah diberi bantuan alat-alat seperti mesin jahit, setlika, alat masak, alat musik, alat pertukangan, timbangan hanya itu mbak. Dari validasi data dengan studi dokumentasi dan wawancara dapat disimpulkan 57

16 bahwa sarana prasarana yang ada masih jauh dari kata memadai, sehingga membuat peserta didik tidak dapat belajar dengan maksimal. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan inklusi tidak jauh berbeda dengan kurikulum yang digunakan dengan sekolah lainnya. Namun dalam kurikulum pendidikan inklusi mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan ABK yang ada. Berikut pernyataan Bapak Sup selaku ketua komite Karena kurikulum nasional pakai KTSP ya pakai itu juga tapi mungkin guruguru disana menggabungkan kurikulum yang lain biar mempermudah ABK menerima materi. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh guru pendamping khusus sebagai berikut KTSP dan yang jelas kurikulumnya saya gabung dengan kurikulum SLB jadi disesuaikan dengan kemampuan anaknya saja. Begitu juga pendapat Bapak P sebagai guru olahraga yang menyatakan sebagai berikut Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum KTSP dan dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak-anak tersebut. Dari validasi data melalui wawancara dan studi dokumentasi menunjukkan bahwa kurikulum yang digunakan dalam 58

17 menyelenggarakan pendidikan inklusi adalah KTSP yang dimodifikasi sesuai kemampuan ABK. Dalam memodifikasi kurikulum, sekolah mengacu juga terhadap kurikulum SLB. Sekolah melakukan modifikasi kurikulum dengan cara melakukan penyesuaian di berbagai komponen sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Modifikasi mulai dari materi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi serta penilaian. Hal tersebut diwujudkan mulai dari perencanaan pembelajaran yang dibuat bagi siswa ABK disesuaikan dengan kemampuannya. Materi pembelajaran dibuat lebih mudah untuk ABK. Layanan tambahan bagi ABK juga dilakukan mulai dari jam tambahan belajar, remedial, atau bimbingan khusus lainya diluar jam belajar. Begitu juga dengan penetapan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang dibuat lebih rendah dari anak normal. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi seyogyanya mempunyai pendidik dan tenaga pendidikan yang memenuhi standar kualifikasi. Guru telah mengikuti beberapa pelatihan tentang pendidikan inklusi. Hasil wawancara dengan kepala sekolah menyatakan Ada yang sudah, tetapi kalau pelatihan tentang mengajar khusus anak inklusi 59

18 belum. Tapi kalau pelatihan yang sifatnya umum tentang penanganan dan cara memperlakukan anak inklusi sudah. Begitu juga pendapat guru pendamping khusus yang menyatakan sebagai berikut Belum semua, saya belum pernah, saya hanya mencari informasi sendiri bagaimana cara mengajari mereka lewat internet, guru SLB dan baca-baca buku sendiri. Hasil validasi data melalui wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah menunjukkan bahwa belum semua guru mengikuti pelatihan bahkan tentang mengajar anak inklusi hanya sekedar pelatihan tentang pendidikan inklusi secara umum. Guru pendamping khusus menambahkan bahwa informasi cara mengajar di dapatkan dari internet, guru SLB dan membaca buku. Hanya ada beberapa guru yang sudah mendapatkan pelatihan tentang pendidikan inklusi. Pelatihan yang pernah diikuti sifatnya umum tentang penanganan dan cara memperlakukan anak ABK. Pelaksanaan sekolah inklusi perlu memiliki guru pembimbing khusus (GPK), yang berlatarbelakang S1 PLB dan guru yang telah mengikuti Diklat Pendidikan Inklusi. Sejak pelaksanaan program pendidikan inklusi pada tahun 2010 hingga saat ini, SD Negeri Klero 02 60

19 belum memiliki GPK sesuai dengan kompetensinya. Sehingga sekolah berinisiatif mengangkat seorang guru umum menjadi GPK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Kepala Sekolah dalam wawancaranya yang menyatakan, Ada, tetapi latar belakang pendidikannya masih umum. Itu saja kebijakan dari kami mengangkat guru menjadi guru pendamping anak ABK. Tetapi belum ada guru pendamping khusus yang datang. Pendapat tersebut sama diungkapkan oleh Bapak BG sebagai guru kelas sebagai berikut Guru pendamping khusus yang benarbenar ahli belum ada tapi sekolah kami mengangkat salah satu guru wiyata untuk menjadi guru pendamping khusus bagi ABK disini. Pendapat tersebut diperkuat oleh Ibu ENH sebagai berikut Disini kalau GPK belum ada tapi sama Bapak Kepala Sekolah saya yang diberi tugas mendampingi ABK yang mengajari mereka mbak. Dari hasil validasi data dengan wawancara dan dokumentasi dengan kepala sekolah menyimpulkan bahwa sekolah sudah mempunyai GPK dengan mengangkat salah satu guru wiyata untuk mendampingi ABK namun dari latar belakang pendidikan umum. Guru serta GPK 61

20 menyatakan belum adanya GPK yang benar-benar ahli disekolah. Sekolah hanya mengangkat salah satu guru untuk mendampingi ABK dalam pembelajaran. c. Proses (Proces) Pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusi guru dituntut mampu membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik. Perencanaan pembelajaran yang telah dibuat telah dimodifikasi di berbagai aspek disesuaikan dengan anak yang berkebutuhan khusus dikelasnya. Namun tidak semua guru melakukan modifikasi perecanaan pembelajaran. Berikut pernyataan kepala sekolah bahwa Kalau guru kelas tidak karena kami sudah menunjuk guru pendamping khusus yang kami percaya untuk mengajari anak ABK. Pendapat tersebut sama diungkapkan oleh Bapak P sebagai guru olahraga sebagai berikut RPP yang saya buat adalah RPP untuk siswa normal karena anak yang ABK disini jarang yang mau ikut pelajaran olah raga tetapi untuk guru yang lain sudah membuat tapi belum sepenuhnya biasanya kami menggabungkan kurikulum biasa dengan kurikulum SDLB dalam membuat RPP. Pendapat tersebut diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: 62

21 Saya membuatnya RPP yang saya buat sesuai dengan kemampuan ABK nya dan RPP itu tak pakai lama soale anak-anak ini kan gampang lupa. Hasil validasi data dengan wawancara dan didukung dengan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa guru dalam membuat perencanaan pembelajaran terdapat sedikit modifikasi. Namun belum semua guru membuat RPP yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Pada pelaksanaan pembelajaran dikelas guru melakukan pengaturan tempat duduk. Biasanya anak yang berkebutuhan khusus ditempatkan didepan. Hal itu dilakukan agar anak ABK lebih mudah mendapat perhatian guru. Dalam pembelajaran sekolah inklusi, guru pembimbing khusus dituntut mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus terhadap peserta didik berkebutuhan khusus sesuai dengan tingkat kekhususan peserta didik tersebut. Pada prakteknya, guru pembimbing khusus telah melakukan proses pembelajaran dan menjalankan tugasnya sebagai pendamping peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dalam memberikan pembelajaran GPK harus memahami karakteristik ABK. 63

22 Guru pembimbing khusus memberikan pembelajaran dikelas umum dan juga dilakukan dikelas khusus berbeda dengan peserta didik yang normal. Untuk anak yang mengalami tuna daksa diberikan bimbingan mengucap dan menulis sedangkan untuk anak slow leaner diberikan bimbingan pengembangan diri. Bimbingan khusus model PPI (Program Pembelajaran Individual) diberikan kepada ABK dalam kategori tuna laras. Dengan pembelajaran yang baik akan memberikan peluang terhadap ABK untuk mengaktualisasikan potensinya sesuai dengan bakat, kemampuannya serta perbedaan yang ada pada setiap anak. Berikut pernyataan Bapak kepala sekolah bahwa Ada, perhatian khusus ke ABK pada saat mengerjakan tugas tetapi pendampingan khusus saat pembelajaran saya rasa kurang karena guru kelas harus menangani anak yang jumlahnya banyak. Keterangan kepala sekolah tersebut diperkuat oleh Ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Pastinya ada, apalagi pas mengerjakan soal-soal jika tidak didampingi mereka pasti gak bisa. Hasil validasi data dengan wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan ABK diberi 64

23 pendampingan khusus saat pembelajaran namun kurang maksimal karena dikelas harus menangani banyak anak. GPK membenarkan hal itu dan menambahkan jika tidak didampingi anak ABK akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik berkebutuhan khusus setelah menjalani proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh GPK terhadap peserta didik berkebutuhan khusus adalah GPK melakukan modifikasi sistem evaluasi terhadap peserta didik berkebutuhan khusus dengan bantuan guru kelas. Berikut pernyataan kepala sekolah tentang alat penilaian bahwa Penilaiannya menggunakan sistem sendiri, KKM dibedakan dan anak inklusi sesuai petunjuk dari dinas pada saat pelatihan. Keterangan kepala sekolah tersebut diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Iya pasti, KKM yang jelas kami bedakan, tingkat kesulitan soal dan penilaian ABK lebih kepada prosesnya bukan hasil akhirnya yang kami nilai perilaku mereka. 65

24 Begitu juga pendapat dari bapak T guru kelas yang menyatakan sebagai berikut Tetep pakai penilaian khusus, ABK KKM nya berbeda dengan anak normal, soal yang diberikan kepada yang ABK juga lebih mudah. Dari hasil validasi data dengan wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan untuk KKM siswa ABK dibuat tidak sama dengan anak-anak normal. KKM dibuat lebih rendah bagi anak ABK. Dalam membuat soal evaluasi juga berbeda tingkat kesulitannya. Dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02, sumber dana khusus untuk melayani dan membantu ABK belum ada yang diterima dari dinas terkait. Sejauh ini, sekolah mengambil dan menggunakan dana BOS untuk memenuhi kebutuhan dalam melayani ABK sebagai mana penjelasan kepala sekolah sebagai berikut. Masih ikut BOS, tidak ada dana tersendiri untuk menyelenggaran program inklusi. Jadi segala kebutuhan dalam program ini dibebankan dengan dana BOS. Keterangan kepala sekolah tersebut diperkuat oleh ibu ENH sebagai GPK sebagai berikut: Memakai dana BOS belum ada dana khusus untuk menyelenggarakan program ini. 66

25 Selain itu pendapat dari Bapak P sebagai guru olahraga juga menjelaskan sebagai berikut Tidak ada pembiayaan khusus buat program inklusi. pembiayaan masih didanai oleh dana BOS. Hasil validasi data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pendanaan dalam program inklusi di SD Negeri Klero 02 sepenuhnya didanai oleh dana BOS. Selama ini belum ada dana alokasi khusus untuk penyelenggarakan program inklusi di sekolah ini. Di samping itu, kendala lain yang ditemukan adalah tidak ada monitoring dari dinas terkait pelaksanaan program pendidikan inklusi di sekolah. Padahal dari pihak sekolah sangat membutuhkan adanya monitoring dan pendampingan terhadap pelaksanaan program inklusi ini. Hal itu juga disampaikan oleh komite sekolah bahwa, Program itu sangat bagus menurutku akan tetapi terkadang pemerintah hanya membuat program saja tanpa ada tindak lanjut sehingga kadang pihak sekolah gersulo dengan adanya program ini karena dampaknya bagi nilai rata-rata sekolah yang menurun karena adanya anak-anak ini karena keterbatasan personil yang dimiliki sekolah tersebut jadi seharusnya pemerintah membantu memberikan guru pendamping, pakar atau apalah namanya biar sekolah tetep berjalan dengan baik. 67

26 Pendapat tersebut diperkuat oleh Kepala sekolah sebagai berikut: Belum ada monitoring ke sekolah, jujur kami butuh ada monitoring tetapi juga dibarengi dengan pendampingan terhadap pelaksanaan program ini. Dari hasil validasi data dengan wawancara dengan komite sekolah menunjukkan sekolah mendukung adanya program inklusi namun harus diberi tindak lanjut dengan memberi guru pendamping agar program berjalan dengan baik karena berdampak pada nilai rata-rata sekolah. Kepala sekolah membenarkan hal itu dan menambahkan bahwa selama ini belum ada monitoring dari dinas dan tidak adanya pendampingan dalam pelaksanaan program. Dengan adanya program ini mereka berharap anak yang berkebutuhan dapat bersekolah selayaknya anak normal seusianya. d. Produk Perkembangan atau prestasi dari bidang akademik maupun non akademik ABK merupakan dampak penerapan program pendidikan inklusi. Hal ini menunjukkan keberhasilan dari program yang dijalankan. Sejak SDN Klero 02 menerima ABK pada tahun 2010, maka sudah ada ABK dengan perkembangan dan prestasi yang bervariasi. 68

27 Berhubungan dengan jenis ABK yang diterima di sekolah ini tidak dalam kategori berat dan masih bisa mengikuti pelajaran. Perkembangan atau prestasi akademik ABK tersebut belum mencapai rerata atau standar KKM. ABK bisa naik kelas ketika sudah memenuhi KKM. pada umumnya perkembangan akademik ABK dalam kategori cukup. Sebagai mana yang disampaikan oleh kepala sekolah sebagai berikut Prestasi mereka ya biasa saja. Yang pasti mereka dibawah anak normal tetapi sudah ada kemajuan meskipun sedikit. Begitu juga pendapat ibu ENH sebagai guru GPK yang menyatakan Jelas prestasi akademiknya kurang tapi sudah lumayan mereka yang sudah ada perkembangannya meskipun lambat. Pendapat lain yang mendukung keterangan dari GPK yaitu dari ibu SN menuturkan Prestasinya ya berkembang meskipun sedikit anak-anak ini sekarang sudah bisa menggabungkan kata meskipun baru sedikit. Dari hasil validasi data melalui wawancara dan studi dokumentasi dapat disimpulkan bahwa perkembangan ABK dari segi akademik masih kurang. Namun ABK dapat berkembang meskipun perkembangannya belum signifikan. 69

28 Program tersebut tidak hanya berdampak pada perkembangan dan prestasi ABK di bidang akademik saja, namun juga berdampak pada perkembangan dan prestasi ABK di bidang non akademik. Guru kelas menyampaikan bahwa ABK memiliki perkembangan non akademik yang cukup baik. Namun prestasi bidang non akademik dari ABK juga tidak nampak begitu signifikan atau bisa dikatakan masih rata-rata saja. Hal ini serupa disampaikan oleh Kepala Sekolah dalam wawancara sebagai berikut: Perkembangan non akademik ada, ada anak yang berbakat dibidang musik dan menggambar meskipun belum berprestasi. Hal yang sama juga disampaikan oleh ibu SN dalam wawancara sebagai berikut: Dalam segi non akademik lumayan maju meskipun belum pernah juara tapi gambarnya bagus dan ada yang pernah maju lomba meskipun belum menang. Begitu juga pendapat dari ibu ENH guru GPK yang menyatakan sebagai berikut Dari segi non akademik lebih menonjol mereka ada yang bisa menggambar bagus meskipun belum pernah menang lomba. Dari hasil validasi data dengan wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi dari segi non akademik lebih menonjol. Dimana 70

29 ada ABK yang mempunyai beberapa bakat yang menonjol. Mengingat bahwa SDN Klero 02 sudah menerima ABK sejak tahun 2010 sekolah ini belum meluluskan ABK. Hal ini terjadi karena ABK sering tinggal kelas. Di samping itu, produk dari pelaksanaan program ini adalah adanya 12 ABK yang terlayani di sekolah. Ada beberapa faktor pendukung dalam pelaksanaan inklusi di SD Negeri Klero 02. adanya antusias masyarakat sekitar sekolah yang memiliki ABK untuk menyekolahkan di SD Negeri Klero 02. Dengan adanya masyarakat sekitar yang menyekolahkan anaknya yang ABK di SD Negeri Klero 02 dapat mendukung program inklusi di sekolah ini. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Kepala Sekolah sebagai berikut SD ini persis di pinggir jalan raya mbak jadi mudah untuk dijangkau oleh masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya kesini apalagi orang tua yang memiliki ABK mbk yang jauh dari SLB jadi menurutku itu salah satu faktor pendukung pelaksanaan inklusi disini. Hal senada juga disampaikan oleh Ibu SN selaku Guru Agama sebagai berikut Apa ya mbak, tapi yang jelas masyarakat daerah Tengaran sekarang 71

30 senang apalagi yang punya ABK mereka bisa menyekolahkan anaknya disini sebelumnya kan jauh harus ke Salatiga. Dari hasil validasi data dengan wawancara dapat disimpulkan bahwa pendukung program inklusi disekolah ini adalah adanya dukungan dari masyarakat. Dukungan itu berupa antusias masyarakat sekitar yang mempunyai ABK untuk menyekolahkan anaknya di SD Negeri Klero 02. Berdasarkan hasil wawancara bahwa masih ada hambatan dalam pelaksanaan program inklusi ini. SD Negeri Klero 02 sebagai salah satu dan satu-satunya sekolah di Kecamatan Tengaran yang melaksanakan program pendidikan inklusi masih menemukan dan menjumpai beberapa kendala yang menyebabkan sekolah ini belum maksimal dan optimal dalam menjalankan program. Ketersediaan sarana dan prasarana yang belum sesuai dengan jenis kebutuhan ABK, tidak adanya guru pendamping khusus sesuai dengan kompetensinya, pendanaan yang masih dengan BOS saja, pemahaman masyarakat tentang pendidikan inklusi dan keterbatasan pemahaman guru terhadap ABK. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Kepala Sekolah dalam wawancaranya bahwa, 72

31 Yang pertama belum adanya guru pendamping khusus yang benar-benar ahli menangani ABK, pemahaman masyarakat disini masih kurang tentang sekolah inklusi jadi anak-anak yang seharusnya masuk SLB sudah kami beri pengertian masih saja menyekolahkan anaknya disini sehingga kami merasa kesulitan, sarana dan prasarana kurang, butuh dana untuk menyelenggarakan program ini tetapi belum pernah diberikan, belum bisa maksimal menangani ABK karena keterbatasan pemahaman guru tentang ABK. Begitu juga pendapat dari Ibu ENH guru GPK yang menyatakan sebagai berikut Belum ada guru pendamping yang profesional, saya yang ditunjuk sebagai pendamping belum pernah diikutkan pelatihan jadi pengetahuanku kurang, sarana prasarananya kurang. Hasil validasi data dengan wawancara kepala sekolah mengungkapkan bahwa hambatan yang dialami sekolah disebkan belum adanya GPK, pemahaman orang tua tentang ABK yang kurang, sarana dan prasarana yang kurang memadai serta pendanaan yang yang belum diberikan secara khusus. Hal senada diungkapkan oleh GPK serta menambahkan bahwa meskipun ditunjuk sebagai GPK belum pernah diikutkan pelatihan tentang menangani ABK. Dengan adanya progam inklusi ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyukseskan wajib belajar 9 tahun. Dimana 73

32 anak pada usia sekolah dapat bersekolah seperti anak seusianya tanpa terkecuali anak yang berkebutuhan khusus. Dari kendala-kendala yang ada, pihak sekolah berharap agar kendala tersebut segera teratasi dan dinas terkait bisa melakukan perbaikan dan pembenahan. C. Pembahasan Pada bagian ini merupakan pembahasan tentang hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Pembahasan terhadap hasil penelitian ini merupakan upaya untuk menjelaskan hasil analisis dan menjawab rumusan masalah yang diajukan yaitu bagaimanakah evaluasi terhadap context, input, process dan product dari pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02. a. Konteks Evaluasi konteks terhadap pelaksanaan program inklusif di SD Negeri Klero 02 meliputi unsur penilaian terhadap latar belakang, tujuan pendidikan inklusi, kerjasama terhadap instansi lain, dan penerimaan peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa SD Negeri Klero 02 melaksanakan progam inklusi karena adanya penunjukan dari dinas pendidikan kabupaten. Selain itu juga adanya 74

33 anak-anak di sekitar sekolah yang masuk dalam kategori ABK namun orang tuanya belum memunyai kesadaran menyekolahkan di SLB. SD Negeri Klero 02 ditunjuk dan dicanangkan sebagai sekolah pilot project pelaksana program pendidikan inklusi di Kecamatan Tengaran. Hasil temuan ini sudah sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 4 ayat 1 dimana pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal satu sekolah dasar, dan satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi yang wajib menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus. Sekolah mendapat manfaat atas kepercayaan dan apresiasi dari masyarakat khususnya orang tua ABK. Tujuan dalam dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02 adalah pemerataan akses pendidikan yang ramah dan adil tanpa diskriminatif bisa diwujudkan dengan baik. ABK yang berada dilingkungan sekitar agar mereka bisa bersekolah seperti anak-anak normal seusianya. Hal ini sesuai yang dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 3 ayat 1 dimana peserta didik dengan kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan inklusif 75

34 pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Izin pelaksanaan program inklusi disekolah ini sudah ada karena sekolah ditunjuk dinas untuk menyelenggarakan program inklusi. Namun sampai sekarang sekolah belum mendapatkan SK yang menerangkan sebagai sekolah penyelenggara program inklusi. Sekolah dalam melaksanakan program inklusi berdasarkan pedoman yang diberikan dinas. Untuk menunjang berjalannya program tersebut sekolah melakukan kerjasama dengan lembaga lain. Sekolah menjalin kerjasama dengan SLB Salatiga. Kerjasama dilakukan untuk memberikan bimbingan dalam pelayanan terhadap ABK. Temuan ini sudah sesuai dengan Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar Tahun 2012 dan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 11 ayat 1-5. Sasaran program inklusi di SD Negeri Klero 02 yaitu anak usia sekolah yang terdapat disekitar sekolah. Dalam penerimaan peserta didik baru sekolah tidak melakukan proses seleksi. ABK yang diterima secara umum masih bisa mengikuti pelajaran atau arahan guru, mandiri, percaya diri, dan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan anak normal. ABK yang dilayani ada 12 anak yang 76

35 tersebar dari kelas I sampai keas V. ABK yang ada terdiri dari 5 anak tuna Grahita, 3 anak autis, 2 anak lamban belajar, 1 anak tuna laras, dan 1 anak tuna daksa. Pada proses penerimaan peserta didik baru sekolah biasanya melakukan pengamatan ketika peserta didik mendaftar sekolah. Sekolah menerima ABK dengan menyesuaikan pada jenis kebutuhan atau kelainan yaitu kategori ringan, dan dimana ABK berdomisili dekat lingkungan sekolah. Hasil temuan ini sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 5 ayat 1 sekolah menerima peserta didik dengan kelainan dan/atau potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa atas pertimbangan terhadap sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. b. Input Evaluasi input terhadap pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 meliputi sarana prasarana, kurikulum, dan sumber daya manusia. Sekolah ini masih mengandalkan sarana prasarana yang sudah ada sebelumnya. Sarpras ini umumnya digunakan secara merata baik siswa reguler maupun ABK. Hal ini sesuai dengan Direktorat Pembinaan SLB (2007) dimana sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan sekolah 77

36 penyelenggara program pendidikan inklusi cenderung sama dengan sekolah reguler pada umumnya. Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah masih terbatas. Selama ini sekolah telah mendapatkan bantuan sarana berupa alat musik, alat memasak, drum band, alat menjahit, dan berbagai alat lainnya yang menunjang untuk mengembangkan keterampilan siswa. Bantuan tersebut diberikan oleh Pemerintah provinsi pada tahun 2010 sebesar Rp ,00. Selain itu, sekolah belum didukung dengan prasarana yang memadai seperti ruang atau kelas khusus guna melayani ABK. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional dan dimodifikasi sesuai dengan ABK yang ada. Sekolah juga mengacu pada kurikulum SLB dengan melakukan penyesuaian di berbagai komponen sesuai karakteristik peserta didik. Sekolah melakukan modifikasi mulai dari materi pembelajaran, media pembelajaran, penilaian, pelayanan tambahan jam belajar, remedial, atau pembimbingan khusus diluar jam sekolah. Hal ini diperkuat dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 7 bahwa kurikulum yang digunakan adalah kurikulum tingkat satuan 78

37 pendisdikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan ABK sesuai bakat, minat dan potensinya. Sebagian guru di sekolah belum pernah mendapatkan workshop, diklat, sosialisasi dan/atau pelatihan khusus untuk meningkatkan kompetensi. Temuan ini tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 pasal 10 ayat 3, yang menjelaskan bahwa pemerintah kabupaten/kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. Maka dari itu, pemerataan dalam keikutsertaan atau keterlibatan guru dalam workshop, diklat, sosialisasi/pelatihan khusus perlu ditingkatkan karena berpengaruh terhadap kompetensi guru dalam menangani ABK. Sementara dalam hal sumber daya manusia (SDM) yaitu guru pendamping khusus (GPK), SD Negeri Klero 02 belum memiliki GPK yang berlatar belakang pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa. Sekolah mengangkat guru umum untuk menjadi GPK. Temuan ini tidak sesuai dengan Permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 10 ayat 1 dimana pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit satu orang GPK pada 79

38 satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Penanganan ABK ditangani oleh guru kelas. Hasil temuan ini belum sesuai karena idealnya selain guru kelas dan guru mata pelajaran, sekolah harus memiliki guru pendidikan khusus yang memiliki kompetensi sesuai keahlian dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Direktorat Pembinaan SLB 2007). c. Proses Evaluasi Proses terhadap pelaksanaan program pendidikan inklusif di SD Negeri Klero 02 meliputi pembelajaran, pelayanan ABK, pembiayaan, dan monitoring. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, menunjukkan bahwa guru telah memiliki kompetensi yang cukup memadai. Hal ini terbukti dari penyusunan RPP, pemberian materi dan bahan ajar kepada ABK dengan menggunakan kurikulum dan materi/bahan ajar yang sama atau reguler. Guru tidak membedakan kurikulum dan materi/bahan ajar secara terstruktur. Selain itu, guru menggunakan RPP reguler yang diberikan secara merata kepada semua siswa. Hasil temuan ini sesuai Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan 80

39 Dasar (2012) kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah kurikulum standar nasional yang berlaku di sekolah umum. Akan tetapi karena ragam hambatan ABK sangat bervariasi, maka dalam implementasinya harus ada modifikasi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional dan kebutuhan ABK. Hasil temuan menunjukkan sekolah melakukan penyesuaian (modifikasi) dengan meringankan materi, dan pemberian atau pelayanan tambahan terhadap ABK. Dalam penggunaan kurikulum dan pemberian soal latihan tetap sama tapi penyesuaian dilakukan secara individu dalam hal evaluasi dan pelayanan lainnya. Bagi ABK biasanya standar nilai dibedakan dan disesuaikan yaitu diturunkan dari standar KKM siswa normal pada umumnya. Hasil temuan sudah sesuai dengan hasil penelitaian Hartanti (2013), penelitiannya menyimpulkan sekolah yang ditunjuk mengadakan layanan pendidikan inklusi berhak melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian, baik dalam hal kurikulum, sarana dan prasarana, tenaga pendidikan, sistem pembelajaran serta sistem penilaiannya. 81

40 ABK akan mendapatkan pelayanan lebih apabila dianggap perlu untuk remedi baik di saat jam istirahat maupun di luar jam sekolah. Hasil temuan ini sesuai menurut Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar (2012) tentang salah satu prinsip pembelajaran sekolah inklusif yaitu prinsip individual, dimana guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masingmasing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai. Pada pelaksanaan pembelajaran dikelas guru melakukan pengaturan tempat duduk. Biasanya anak yang berkebutuhan khusus ditempatkan didepan. Hal itu dilakukan agar guru mudah memberikan perhatian pada anak ABK. Pendampingan pembelajaran dilakukan terhadap ABK pada saat pembelajaran berlangsung namun belum sepenuhnya karena keterbatasan kemampuan guru dan belum adanya guru pendamping khusus. Pendampingan pembelajaran dilakukan diluar pelajaran disaat jam tambahan. 82

41 Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik berkebutuhan khusus setelah menjalani proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh GPK terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. GPK melakukan modifikasi sistem evaluasi terhadap peserta didik berkebutuhan khusus dengan bekerja sama dengan guru kelas. Dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02, sumber dana khusus untuk melayani dan membantu ABK belum ada yang diterima dari pemerintah. Sejauh ini, sekolah mengambil dan menggunakan dana BOS untuk memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaran program inklusi. Hal tersebut tidak sesuai PP nomor 48 Tahun 2008 Bab V pasal 51 ayat 2 menegaskan bahwa seharusnya pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pendidikan inklusi agar lebih efektif. Dalam pelaksanaan program inklusi di SD Negeri Klero 02 belum ada monitoring langsung dari dinas. Padahal dari pihak sekolah sangat membutuhkan adanya monitoring dan pendampingan terhadap pelaksanaan program inklusi ini. Temuan ini tidak sesuai dengan 83

42 Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 12 dimana pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan kewenangannya. Sekolah SD Negeri Klero 02 sangat mendukung pelaksanaan program inklusi ini namun harus dibarengi dengan adanya dukungan dari berbagai pihak terkait. d. Produk Evaluasi produk terhadap pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD Negeri Klero 02 berupaya untuk melakukan penilaian terhadap dampak prestasi peserta didik, dan hambatan pelaksanaan program inklusi. Sehubungan dengan penerimaan ABK yang sudah berjalan cukup lama sejak 2010, maka dampak penerapan program tersebut dapat dilihat khususnya dari perkembangan maupun prestasi ABK. Sebagian besar ABK memiliki perkembangan akademik dibawah rerata atau standar. Dalam hal ini ABK belum mampu mencapai nilai standar sesuai KKMnya sehingga ada yang tidak naik kelas. Sementara perkembangan non akademik ABK cukup baik atau rata-rata. Terdapat peserta 84

43 didik ABK yang pandai dalam menggambar walaupun belum pernah menang dalam perlombaan. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan atau prestasi ABK secara garis besar cukup baik dan rata-rata prestasi baik akademik maupun akademiknya cukup mengalami perkembangan. Hasil temuan ini sesuai dengan Mudjito (2012) yang menjelaskan bahwa setidaknya ada 4 ranah pendidikan yang harus diberikan dalam proses belajar mengajar yang mencakup ranah kognitif (pembentukan kemampuan ilmu atau daya nalar), psikomotorik (pembentukan bakat keterampilan), soft skills (pembentukan intrapersonality, interpersonality, karakter pribadi untuk dirinya, sosial dan dengan sang Pencipta), dan karakter (pembentukan hard skills dan soft skills). Pendukung program inklusi disekolah ini adalah adanya dukungan dari masyarakat. Dukungan itu berupa antusias masyarakat sekitar yang mempunyai ABK untuk menyekolahkan anaknya di SD Negeri Klero 02. Dengan adanya dukungam masyarakat tersebut diharapkan membantu pelaksanaan program inklusi agar lebih baik. 85

44 Terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan program inklusi ini. Sekolah belum mempunyai guru pendamping khusus yang benarbenar ahli dalam menangai anak ABK. Sarana prasarana disekolah yang ada belum mampu melayani kebutuhan anak ABK. Pendanaan dalam pelaksaaan program inklusi hanya mengandalkan dari dana BOS saja. Keterbatasan guru dalam menangani anak ABK juga menambah deretan hambatan yang ada. Terkait dengan hambatan yang dialami, sekolah telah melakukan beberapa usaha untuk menanggulanginya. Sekolah mengangkat seorang guru umum untuk menjadi seorang guru GPK. Sekolah juga melakukan kerjasama dengan instasi atau lembaga untuk menangani ABK. Dengan adanya program inklusi di SD Negeri Klero 02 berharap sekolah dapat ikut andil dalam menyukseskan wajib belajar 9 tahun untuk semua anak pada usia sekolah. Selain itu adanya perhatian pemerintah dan menindak lanjuti dengan memberikan tenaga GPK, dana, sarana dan prasarana yang memadai merupakan harapan terbesar yang dinanti oleh pihak sekolah. Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pengembangan program yang ada di 86

45 SD Negeri Klero 02 yang telah menyelenggarakan program selama 6 tahun. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2010: 22) menyebutkan bahwa kegiatan evaluasi program dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Hasil dari penelitian ini bagi guru dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka memecahkan masalah yang selama ini dihadapi dalam pelaksanaan program inklusi. Manfaat bagi kepala sekolah dengan hasil penelitian ini diperoleh gambaran tentang pelaksanaan program inklusi yang selama ini telah berjalan sehingga dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan program pendidikan inklusi. Bagi dinas pendidikan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan kualitas program pendidikan inklusi. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pelaksana program inklusi di Kecamatan Tengaran dan sekolah lainnya di seluruh Indonesia. Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sekolah pelaksana program inklusi dapat mengetahui kekurangan dalam pelaksanaan program. Untuk itu perlu 87

46 adanya perbaikan demi keberlanjutan program yang lebih baik. 88

Lampiran 1. Hasil Wawancara. Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016

Lampiran 1. Hasil Wawancara. Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016 Hasil Wawancara Lampiran 1 Informan : Bapak AS Jabatan : Kepala Sekolah Hari,tanggal : Kamis, 26 Mei 2016 NO Pertanyaan Konteks 1 Apa yang melatarbelakangi sekolah ini pendidikan inklusi? 2 Apa yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian 4.1.1 SDN 6 Bukit Tunggal SDN 6 Bukit Tunggal merupakan sekolah negeri yang pada awalnya berdiri pada tahun 1995. Pada tahun 1995-2002, sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SEKOLAH DASAR

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SEKOLAH DASAR K e l o l a Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana jurnalkelola@gmail.com ISSN 2549-9661 Volume: 4, No. 1, Januari-Juni 2017 Halaman: 109-120 EVALUASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah 141 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang digunakan di SMPN 9 dan SMPN 10 Metro untuk anak

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SATUAN PENDIDIKAN JENJANG SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DI KABUPATEN JEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa : Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Jenis evaluasi yang digunakan adalah model CIPP (Context, Infut, Procces,

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Rizki Panji Ramadana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelum ini, selanjutnya penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bagian ini merupakan bab penutup, terdiri dari 1) Simpulan 2) Implikasi 3) Saran. Simpulan yang diambil berdasarkan paparan data dan pembahasan pada bab sebelumnya.

Lebih terperinci

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Nurul Hidayati Rofiah 1*, Muhammad Ragil Kurniawan 2 1,2 PGSD UAD *Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id Keywords: Wajib belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi Pendidikan inklusi merupakan suatu terobosan dimana keberadaan serta operasionalnya dapat memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Profil SD Negeri 1 Tegorejo Penelitian Evaluasi Program Supervisi Akademik ini mengambil lokasi di SD Negeri 1 Tegorejo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa simpulan sebagai berikut : A. Simpulan 1. Identitas, pengalaman dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bangsa dan negara Indonesia pada umumnya ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu manusia yang cerdas, terampil, kreatif, mau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK

REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK REVITALISASI PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri. 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari studi perbandingan manajemen kurikulum di sekolah inklusi antara SMP Negeri 29 Surabaya dan SMP Negeri 3 Krian Sidoarjo. Dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 4 Nomor 3 September 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :522-533 PELAKSANAAN PENGEMBANGAN BAKAT SISWA DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program akselerasi merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan. Program kelas akselerasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD Oleh : Nelti Rizka, S.Tr.Keb PAUD Terpadu Mutiara Bunda Bangkinang Kab.Kampar Provinsi Riau Emai: neltrizka@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS Muhammad Hairul Saleh, Dina Huriaty, Arifin Riadi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Banjarmasin Salehbale3@gmail.com, dina_rty@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek 144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek budaya, aspek kebijakan, dan aspek praktik yang digunakan sebagai tolak ukur keterlaksanannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan sering kita temukan berbagai macam permasalahan, salah satunya adalah masalah diskriminasi yang secara tidak langsung dialami oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR KOTA PADANG Oleh: Afrina Devi Marti Abstrak: Penelitian ini di latarbelakangi oleh Permendiknas No.20 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Tujuan

Lebih terperinci

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP.

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP

INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP 108 L A M P I R A N Lampiran 1: INSTRUMEN PENELITIAN EVALUASI TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PALANGKA RAYA MENGGUNAKAN MODEL CIPP Komponen Substansi Pertanyaan Sumber Evaluasi

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study dokumentasi dan penggabungan dari ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Sebagai dampak berkembangnya suatu organisasi dan teknologi, menyebabkan pekerjaan manajemen pendidikan semakin kompleks.

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 INSTRUMEN AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) 1. Periksalah kelengkapan Perangkat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat. BAB V PEMBAHASAN A. Peran guru bimbingan konseling dalam menangani anak berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya Pada intinya layanan bimbingan karir di SMK Negeri 8 Surabaya berjalan efektif sesuai

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume 5 Nomor 1 Maret 2016 http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Pelaksanaan Tugas Pokok Guru Pendidik Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci