PENGELOLAAN GULMA DENGAN HERBISIDA KONTAK PARAQUAT DIKLORIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN GULMA DENGAN HERBISIDA KONTAK PARAQUAT DIKLORIDA"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN GULMA DENGAN HERBISIDA KONTAK PARAQUAT DIKLORIDA 283 g/l PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN (TBM) DI KEBUN CISALAK BARU PTPN VIII BOYCE BUDIARTO NAINGGOLAN DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Gulma Dengan Herbisida Kontak Paraquat diklorida 283 g/l Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan (TBM) di Kebun Cisalak Baru PTPN VIII Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Boyce Budiarto Nainggolan NIM A

4 ABSTRAK BOYCE BUDIARTO NAINGGOLAN. Pengelolaan Gulma dengan Herbisida Kontak Paraquat diklorida 283 g/l Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guieneensis Jacq.) Belum Menghasilkan (TBM) di Kebun Cisalak Baru PTPN VIII Banten. Dibimbing Oleh HARIYADI. Pengelolaan gulma pada tanaman belum menghasilkan kelapa sawit dilaksanakan untuk mengurangi kompetisi antara tanaman kelapa sawit dengan gulma dalam pengambilan unsur hara. Penggunaan herbisida salah satu teknik dalam pengelolaan gulma untuk menekan pertumbuhan gulma. Paraquat diklorida 283 g/l merupakan herbisida kontak yang bekerja dalam menekan pertumbuhan gulma dengan cara membunuh membran sel gulma. Gulma Ottochloa nodosa merupakan gulma rumput dapat ditekan pertumbuhannya sampai dua belas minggu setelah aplikasi dan gulma Mikania micrantha adalah gulma daun lebar yang pertumbuhannya dapat ditekan oleh penggunaan herbisida paraquat diklorida 283 g/l samapi dua belas minggu setelah aplikasi dengan dosis herbisida 3 l/ha. ` Kata kunci: Mikania micrantha, Ottochloa nodosa, Pengelolaan gulma, Paraquat diklorida 283 g/l. ABSTRACT BOYCE BUDIARTO NAINGGOLAN. Management of Weed with Contact Herbicide Paraquat dichloride 283 g/l in Immature Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Cisalak Baru Plantations PTPN VIII Banten. Supervised by HARIYADI. Management of weeds in immature oil palm implemented to reduce competition between oil palm plantations with the weeds in decision nutrients. The use of herbicides in a weed management techniques to suppress weed growth. Paraquat dichloride 283 g/l is a contact herbicide that works in suppressing the growth of weeds by killing the cell membrane weeds. Weeds Ottochloa nodusa is suppressed grass weeds can grow up to twelve weeks after the application and weed of Mikania micrantha is growing broad leaf weeds can be suppressed by the use of the herbicide paraquat dichloride 283 g/l till twelve weeks after herbicide application with dosis 3 l/ha Keywords : Management of weeds, Mikania micranta, Ottochloa nodosa, Paraquat diklorida 283 g/l.

5 PENGELOLAAN GULMA DENGAN HERBISIDA KONTAK PARAQUAT DIKLORIDA 283 g/l PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN (TBM) DI KEBUN CISALAK BARU PTPN VIII BOYCE BUDIARTO NAINGGOLAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Pengelolaan Gulma dengan Herbisida Kontak Paraquat diklorida 283 g/l pada Tananman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan (TBM) di Kebun Cisalak Baru PTPN VIII Banten Nama : Boyce Budiarto Nainggolan NIM : A Disetujui oleh Dr Ir Hariyadi, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8

9 PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karunianya penulis dapat menyelesaikan usulan skripsi yang berjudul Pengelolaan Gulma dengan Herbisida Kontak Paraquat diklorida 283 g/l pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan ( TBM ) di Kebun Cisalak Baru PTPN VIII Banten dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada program studi strata satu Agronomi dan Hortikultura IPB. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hariyadi, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan sebagian waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam proses pembuatan skripsi ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Eko sulistiyono dan Dr. Willy Bayuardi Suwarno selaku penguji skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf PTPN VIII. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rosmihi Sianturi, Gembira Nainggolan, Heppy Nainggolan, Khuman Nainggolan atas dukungan dan doa. seluruh teman-teman AGH khususnya Indigenus 45, Faperta, IPB, serta seluruh pihak atas segala, bantuan doa dan kasih sayangnya Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada Gusto, Erick, Nando, Anstyn, Jonathan, Erick atas dukungan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada penulis. Terimakasih juga saya sampaikan kepada Julius, Dody, Murdhani, May, Bagindo, Jery, Sormin, Tony atas bantuan selama penelitian berlangsung. Bogor, Februari 2014 Boyce Budiarto Nainggolan

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Gulma Perkebunan Kelapa Sawit 2 Pengelolaan Gulma 3 Pengendalian Gulma Secara Kimia 3 Pengendalian Gulma Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 4 Paraquat 4 METODE 5 Tempatdan Waktu 5 Bahan dan Alat 5 Metode Penelitian 5 Pelaksanaan 6 Pengamatan 6 Kriteria Efektifitas 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Dominasi Gulma 8 Bobot Kering Gulma Total 8 Bobot Kering Ottochloa nodosa 9 Bobot Kering Mikania micrantha 10 Bobot Kering Commelina benghalis 10 Bobot Kering Ageratum conyzoides 11 Bobot Kering Borreria alata 12 Bobot Kering Axonopus compressus 12 Bobot Kering Gulma Lain 13 Fitotoksisitas 14 KESIMPULAN DAN SARAN 15 Kesimpulan 15 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 24

11 DAFTAR TABEL 1. Nisbah jumlah doninasi sebelumaplikasi 8 2. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Gulma Total 8 3. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Ottochloa nodosa 9 4. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Mikania micrantha Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Commelina benghalis Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Ageratum conyzoides Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Borreria alata Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Axonopus compressus Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Gulma Lain Nilai Fitotoksisitas Kelapa Sawit 14 DAFTAR GAMBAR 1. Keracunan Kelapa Sawit 14 DAFTAR LAMPIRAN 1. Rekapitulasi sidik ragam Sidik ragam bobot kering gulma total Sidik ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa Sidik ragam bobot kering Mikania micrantha Sidik ragam bobot kering Commelina benghalis Sidik ragam bobot kering Ageratum conyzoides Sidik ragam bobot kering Borreria alata Sidik ragam bobot kering Axonopus compressus Sidik ragam bobot kering gulma lain Gambar 1. Lay-out Percobaan Gambar 2. Denah Petak Perlakuan 23

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk dalam tanaman berumah satu atau monoecious dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon dan bisa menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri. Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil yang batangnya lurus, tidak bercabang, dan tidak memiliki kambium. Tanaman kelapa sawit dapat dibagi menjadi bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan adalah bunga dan buah (Lubis, 2008). Kelapa sawit termasuk komoditas andalan perkebunan nasional. Karakteristik lingkungan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya yang terdapat pada perkebunan tersebut menyebabkan jenis gulma yang tumbuh dominan pada perkebunan kelapa sawit berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya (Yuniarko, 2010). Menurut Asthon dan Monaco (1991) karakteristik lingkungan yang mempengaruhi suatu gulma tumbuh dominan pada suatu tempat adalah iklim, pisiografik, dan biotik. Faktor iklim seperti cahaya, temperatur, air, angin, atmosfer. Faktor pisiografik seperti edapik (ph, kesuburan, tekstur tanah, struktur tanah, dan bahan organik), dan topografi. Faktor biotik seperti tanaman (kompetisi, penyakit, dan zat alelopati), dan hewan (serangga, parasit, dan mikroorganisme). Penurunan hasil panen akibat pertumbuhana gulma sekitar %. (Moenandir, 1988). Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit dibagi ke dalam pengendalian pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Pengendalian gulma pada tanaman kelapa sawit TBM dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit TM dilakukan agar kualitas dan kuantitas hasil panen tetap baik. Gulma Ottochloa nodosa termasuk gulma golongan rumput dan banyak terdapat pada area piringin tanaman belum menghasilkan kelapa sawit. Proses perkembangan gulma dengan cara tumbuh menjalar pada tiap buku, dapat membuat akar dan tunas baru dan mengeluarkan bunga. Gulma ini menjadi pesaing tanaman dalam memperebutkan unsur hara, air, serta ruang untuk penutup tanah dan merugikan hingga 10% dari produksi tanaman (Syamsudin et al.,1992). Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui gulma yang tumbuh pada perkebunan kelapa sawit. Hasil analisis vegetasi dapat dijadikan dasar untuk melakukan pengelolaan gulma di perkebunan kelapa sawit. Pengelolaan gulma meliputi penentuan jenis pengendalian gulma, penentuan jumlah tenaga kerja, dan penentuan jenis herbisida yang akan digunakan. Pengelolaan gulma dilakukan karena kehadiran gulma pada perkebunan kelapa sawit untuk mengurangi persaingan dalam menggunakan unsur hara dan faktor tumbuh antara tanaman budidaya dan gulma. Beberapa jenis gulma mengeluarkan alelopati yang akan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut menyebabkan kehilangan hasil dalam jumlah yang cukup besar, yang

13 meliputi kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Pengelolaan gulma yang baik akan memperlancar pekerjaan pemanenan, pemupukan, pengawasan, dan pengendalian hama / penyakit. Pengendalian gulma dengan herbisida yang tidak terencana dan terarah dapat menimbulkan kerugian waktu dan biaya. Kerugian terjadi karena tidak memperhatikan komposisi gulma yang tumbuh, pergeseran jenis gulma dominan karena perbedaan respon terhadap herbisida dapat mempengaruhi kebijaksanaan dan strategi yang telah ditetapkan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Tujuan Penelitian Mengetahui efektifitas pengendalian gulma dengan herbisida kontak golongan Paraquat diklorida 283 g/l pada berbagai dosis. 2 Hipotesis 1. Dosis herbisida Paraquat diklorida 283 g/l berpengaruh terhadap efektifitas penghambatan pertumbuhan dan perkembangan gulma. 2. Tidak ada pengaruh Paraquat diklorida 283 g/l terhadap pertumbuhan kelapa sawit TINJAUAN PUSTAKA Gulma Perkebunan Kelapa Sawit Gulma pada perkebunan kelapa sawit adlah semua jenis tumbuhan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit (Mangoensoekardjo, 1982). Kelapa sawit bersaing dengan gulma dalam penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari. Gulma yang tumbuh pada suatu areal perkebunan tergantung lokasi dan iklim setempat. Pemeliharaan yang baik akan memperlancar pemanenan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan lain-lain (Lubis, 2008). Gulma yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit umumnya sesuai dengan kondisi perkebunan tersebut. Pada perkebunan yang baru dibuka, penutupan kanopi tanaman pokok belum penuh, jenis gulma yang tumbuh adalah gulma semusim. Gulma tahunan banyak dijumpai pada perkebunan-perkebunan yang telah menghasilkan. Penyebaran gulrna ditentukan pula oleh perbedaan ketinggian suatu tempat. Di dataran tinggi populasi gulma cenderung lebih banyak dibandingkan dengan di dataran rendah (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Gulma yang biasa terdapat di perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan yaitu: Chromolaena odarata (L.) Imperata cylmdrica (L.) Beauv., Axonopus compressus (SW.) P.B., Echinochloa colonum (I.) LK., Panicum repens (L.), Scleria sumateraensis Retz., Kyllingia monocephala Rottb., Mikania micrantha

14 H.H.K., Ageratum conyzoides I., Lamtama camara (L.), Mimosa invisa Mart. Ex colla., dan Ottoclhoa nodosa (Kunth) Dandy (Lubis, 2008). Pengelolaan Gulma Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh tidak diinginkan kehadirannya baik secara tempat maupun waktu. Gulma mempunyai sifat berasosiasi dan dapat mendominasi lahan budidaya. Gulma tumbuh pada tempat yang kaya unsur hara sampai yang kurang unsur hara. Gulma pada umumnya mudah dalam melakukan regenerasi sehingga unggul dalam persaingan memperoleh ruang tumbuh, cahaya, air, unsure hara, dan CO 2 dengan tanaman budidaya (Pahan, 2008). Gulma digolongkan dalam empat jenis yaitu gulma berdaun lebar, gulma berdaun sempit, gulma pakis dan gulma teki. Analisis vegetasi dilakukan untuk menegetahui ekologi gulma sehingga pengelolaan menjadi terarah. Gulma yang tumbuh dominan pada tanaman belum menghasilkan adalah gulma semusim, sedangkan tanaman menghasilkan adalah gulma tahunan (Tobing dan Hutauruk, 1999). Pengelolaan gulma adalah tindakan pencegahan terhadap gulma, pengendalian jumlah gulma, dengan cara yang sudah ditentukan. Pengelolaan gulma dilakukan untuk mengurangi biji yang tersimpan dalam tanah, mencegah kerusakan dari gulma terhadap tanaman budidaya, dan mengurangi persaingan antara gulma dan tanaman budidaya (Aldrich, 1984). Dasar pengelolaan gulma adalah usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman budidaya dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman budidaya harus ditingkatkan sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman budidaya. Pengelolaan gulma yang dilakukan harus tepat agar tidak meningkatkan daya saing gulma (Pahan, 2008). Pengabungan lebih dari satu metode pengendalian gulma dilakukan untuk efektifitas pengendalian. Suatu metode dapat menekan spesies tertentu, akan tetapi dapat menguntungkan spesies lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Spesies gulma yang dikendalikan dapat digantikan oleh spesies gulma lainnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan masalah baru dalam pengendalian gulma (Pahan,2008). Menurut Lubis (2008) pengelolaan gulma pada perkebunan kelapa sawit dilakukan pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit dilakukan secara mekanis dan kimia. Menurut Sastroutomo (1990) gulma yang tumbuh pada perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen serta menjadi inang bagi hama dan penyakit tanaman. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaannya di faktor teknis, faktor ekonomis, dan dampak negatif yang dapat terjadi. Pengendalian gulma harus dilakukan dengan memperhatikan ambang ekonomi. Selama kerugian yang ditimbulkan oleh kehadiran gulma tersebut masih lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendaliannya maka pengendalian tidak perlu dilakukan (Pahan, 2008). 3

15 4 Pengendalian Gulma Secara Kimia Pengendalian gulma secara kimia adalah langkah terakhir yang dilakukan dalam mengendalikan gulma. Pengendalian gulma secara kimia harus memperhatikan lingkungan dan manusia agar tidak membahayakan. Pengendalian gulma secara kimia harus tepat dilakukan agar gulma sasaran dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan pencemaran bahan kimia (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Aplikasi herbisida campuran mampu menekanan perkembangan gulma yang lebih lama dibandingkan aplikasi tunggal. Hal ini terjadi karena herbisida campuran mengendalikan lebih banyak jenis gulma baik untuk gulma golongan berdaun sempit maupun gulma golongan berdaun lebar. Pada kelapa sawit TBM biaya pengendalian gulma selama satu tahun menunjukan pengendalian menggunakan herbisida kontak lebih rendah 13 % - 21 % jika dibandingkan pengendalian manual. Herbisida sistemik lebih rendah 33 % - 42 % disbanding menggunakan pengendalian manual (Kusnanto, 1991). Pengendalian gulma secara kimia memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan secara manual. Pengendalian gulma secara kimia dapat memperkecil kerusakan struktur tanah, tidak mengganggu sistem perakaran tanaman utama, serta waktu yang diperlukan lebih singkat. Indikasi yang keberhasilan pengendalian gulma secara kimia adalah bahan aktif yang digunakan, dosis, keadaan cuaca, stadia gulma, serta pelaksanaan pengendalian di lapangan. Pengendalian gulma secara kimia seringkali berakibat suksesi atau perubahan jenis gulma yang tumbuh dominan (Syamsuddin dan Hutauruk, 1999). Pengendalian gulma secara kimia pada perkebunan kelapa sawit TM dan TBM selama periode harus memperhitungkan biaya bahan, tenaga kerja, biaya penyusutan alat, dan frekuensi pengendalian. Kebutuhan herbisida pada kelapa sawit TBM lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit TM (Kusnanto, 1991). Pengendalian Gulma Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Tanaman belum menghasilkan (TBM) dilakukan pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi kompetisi unsur hara antara kelapa sawit dengan gulma (Pahan, 2008). Areal gawangan dan piringan pada perkebunan kelapa sawit TBM dilakukan pengendalian gulma. Pembukaan piringan dilakukan setelah tanaman kacangan menutup lahan tanaman kelapa sawit. Jari-jari piringan bergantung pada umur tanaman, umumnya berkisar antara m. Pemeliharaan harus dilakukan dengan hati-hati, baik secara manual maupun kimia (Syamsuddin dan Hutauruk, 1999) Pengendalian gulma secara kimia pada piringan dilakukan menggunakan herbisida pra tumbuh. Penggunaan herbisida jenis ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan abnormalitas pada pertumbuhan tanaman dan pembungaan seperti partenokarpi, hermaprodit, mantled dan androgynous (Lubis, 2008) Pengendalian gulma pada gawangan secara kimia menggunakan herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan bersamaan pada waktu membangun tanaman kacangan penutup tanah. Herbisida pra tumbuh pada umumnya dipakai dengan bahan aktif Ametryne, Diuron, Atrazine dan Asulan. Penyemprotan dilakukan 1 -

16 2 hari sebelum atau setelah penananaman kacangan (Syamsuddin dan Hutauruk, 1999) Paraquat Paraquat (1,1-dimethyl-4,4'-bipyridylium chloride), bipyridyl compound, merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C 12 H 14 N 2. Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan ini (Ginting et al., 2012). Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruh kontak, penyerapannya melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan (Daud, 2008). Paraquat dapat mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel. Menurut Chung (1995) pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan rainfastness. Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruhn kontak, penyerapannya melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan. Senyawa ini mempengaruhi sistem fotosintesis khususnya mengubah aliran elektron dalam tumbuhan gulma. Umumnya pembentukan klorofil dihambat sehingga terjadi klorosis. Paraquat menyebabkan kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh kembali (Purba, 2009). 5 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Cisalak Baru, PTPN VIII, Banten dan Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 2013 sampai bulan November Bahan dan Alat Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit usia 2-3 tahun, herbisida Paraquat diklorida 283 g/l, dan gulma pada lahan sawit. Alat- alat yang digunakan pada penelitian ini adalah knapsack sprayer semi otomatis, gelas ukur 100 ml dan 1000 ml, oven listrik, dan timbangan analitik, pisau cutter, tali, plastik. Metode Penelitian Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri dari tujuh perlakuan, tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari lima petak contoh, sehingga terdapat 105 satuan percobaan. Penelitian ini terdiri dari tujuh perlakuan, yakni Paraquat

17 diklorida 283 g/l 1.0 l/ha, Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha, Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha, Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha, Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha, penyiangan manual, dan kontrol. Pengolahan data dilakukan dengan uji F menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System). Setelah uji F kemudian dilakukan uji lanjut bagi perlakuan yang berpengaruh nyata dengan metode Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5 %. Adapun model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut : 6 Keterangan : i = 1, 2,, 7 ; j = 1, 2, 3 = Respon pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j = nilai tengah umum = pengaruh perlakuan ke-i = pengaruh kelompok ke-j = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j Pelaksanaan Pada tahap awal dilakukan pengamatan kondisi pertanaman seperti pertumbuhan yang seragam, jarak tanam kelapa sawit, dan pemeliharaan tanaman dengan baik. Kondisi gulma sasaran terdapat dalam satuan petak percobaan, distribusi gulma relatif merata, dan penutupan minimal 75%. Cara penyemprotan herbisida dilakukan secara merata pada seluruh permukaan menggunakan knapsack sprayer semi otomatis dengan nozel warna biru (lebar semprot 1 m) bertekanan 1 kg cm -2. Penyemprotan herbisida yang diuji tidak menggunakn bahan perekat. Volume air yang digunakan 400 l/ha. Waktu aplikasi herbisida diharapkan tidak turun hujan satu jam setelah aplikasi, dan banyaknya aplikasi hanya satu kali. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap jumlah contoh gulma pada setiap satuan petak perlakuan, diamati sebanyak dua petak contoh dengan menggunakan kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m yang ditetapkan secara sistemaik. Waktu pengambilan sampel dilakukan sebelum aplikasi dan setelah aplikasi. Sebelum aplikasi variable yang diukur pada pengambilan contoh gulma adalah biomassa, kerapatan dan frekwensi untuk bahan analisis vegetasi menggunakan metode SDR. Setelah aplikasi variabel yang diukur adalah biomassa tiap spesies gulma empat minggu setelah aplikasi, delapan minggu setelah aplikasi, dan dua belas setelah aplikasi. Metode SDR (Summed Dominance Ratio) = KN (Kerapatan Nisbi) = x 100%

18 7 FN (Frekuensi Nisbi) = x 100% DN (Domenasi Nisbi) = x 100% Pengambilan contoh dilakukan terhadap gulma sasaran dan biomassa gulma. Gulma sasaran yaitu gulma yang menjadi target herbisida. Biomassa gulma diambil gulma yang masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan tiap spesiesnya, selanjutnya dikeringkan pada temperature 80 0 C selama 48 jam atau mencapai bobot kering konstan dan kemudian ditimbang. Pengamatan fitoksisitas kelapa sawit dilakukan pada dua tanaman tiap satuan petak percobaan yang diambil secara acak. Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap populasi tanaman yang dilakukan perlakuan herbisida, diamati pada umur dua minggu setelah aplikasi, empat minggu setelah aplikasi, enam minggu setelah aplikasi, dengan nilai sebagai berikut: 0 = tidak ada keracunan, 0-5 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal. 1 = keracunan ringan, > 5 % - 20 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal. 2 = keracunan sedang, > 20 % - 50 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal. 3 = keracunan berat, >50 % - 75 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal. 4 = keracunan sangat berat, >75 % bentuk dan atau warna daun muda tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati. Kriteria Efektifitas Suatu jenis herbisida dikatakan efektif mengendalikan gulma apabila memenuhi efikasi sebagai berikut: biomassa gulma pada petak perlakuaan herbisida relatif sama dengan perlakuan manual dan lebih ringan dibandingkan dengan kontrol, dapat mengendalikan gulma hingga dua belas minggu setelah aplikasi, fitotoksisitas yang ditolerir adalah keracunan ringan pada tanaman kelapa sawit.

19 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Dominasi Gulma Hasil analisis vegetasi yang dilakukan sebelum aplikasi herbisida pada areal piringan kelapa sawit belum menghasilkan terdapat beberapa spesias gulma dominan. Spesies gulma dominan ditunjukkan oleh besamya Nilai Jumlah Dominan (NJD) yang menempati areal penelitian. Gulma dominan yang berada di areal peneilitian sebelum apikasi herbisid adalah Ottochloa nodosa, Mikania micrantha, Commelina benghalis, Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan, Axonopus compressus. Tabel 1 Nisbah jumlah dominasi sebelum aplikasi herbisida. Spesiesgulma KN ( % ) FN ( % ) DN ( % ) NJD ( % ) Ottochloa nodosa Mikania micrantha Comelina benghalis Ageratum conyzoides Boreria alata Axonopus compresuss Gulma lain Total Analisis vegetasi dilakukan sebelum aplikasi herbisida menunjukkan gulma yang dominan pada areal piringan adalah Ottocloa nodosa yang termasuk kedalam jenis gulma rumput. Gulma daun lebar didominasi gulma Mikania micrantha (Tabel 1). Bobot Kering Gulma Total Hasil sidik ragam bobot kering gulma total terdapat pada Tabel Lampiran 2. Dari Tabel Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida berpengaruh sangat nyata pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Gulma Total Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 7.42a 9.13a 10.83a Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 6.97a 8.57ab 10.66a Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 5.42b 8.01b 10.64a Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 4.44c 5.80c 8.21b Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 1.88d 4.10d 6.73c Manual 1.33d 3.48e 5.24d Kontrol 7.75a 9.12a 11.39a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT.

20 Perlakuan kontrol merupakan pembanding dalam penekanan pertumbuhan gulma yang dilihat dari bobot kering gulma. Pada minggu ke empat perlakuan herbisida paraquat diklorida 283 g/l dengan dosis 1.0 l/ha dan 1.5 l/ha tidak dapat menekan partumbuhan gulma. Minggu kedelapan setelah aplikasi perlakuan herbisida paraquat diklorida 283 g/l dengan dosis 1.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dengan dosis 2.0 l/ha. Minggu keduabelas setelah aplikasi perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dosis 1.0, 1.5, 2.0 l/ha tidak dapat menekan pertumbuhan gulma. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l yang dapat menekan pertumbuhan gulma pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha sampai minggu ke duabelas setelah aplikasi, karena perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kontrol, perlakuan tersebut tidak dapat dikatakan efektif dimana hasil bobot kering pada perlakuan tersebut masih lebih besar dengan perlakuan manual.. Bobot Kering Gulma Ottochloa nodosa Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Ottochloa nodosa diperlihatkan pada Tabel Lampiran 3. Aplikasi herbisida paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada 4,8 dan 12. Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Ottochloa nodosa Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 19.91a 23.23a 27.95a Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 18.41ab 22.11a 27.28a Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 16.68b 22.23a 27.21a Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 10.91c 16.24b 23.70b Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 4.43d 12.43c 20.98b Manual 3.80d 10.01d 15.33c Kontrol 19.67a 22.22a 27.17a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Ottochloa nodosa menunjukkan perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada minggu keempat setelah aplikasi semua perlakuan dapat menekan pertumbuhan gulma kecuali perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada dosis 1.0 l/ha dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada dosis 1.5 l/ha. Perlakuan herbisida yang dapat menekan pertumbuhan gulma adalah perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dengan dosis 2.5, 3.0 l/ha hingga minggu 12, tetapi perlakuan tersebut tidak dapat dikatakan efektif karena nilai bobot kering lebih besar dari perlakuan manual dan lebih kecil dari kontrol. Pengendalian gulma Ottochloa nodosa dengan herbisida paraquat diklorida 283 g/l tidak ada yang dapat menunjukkan hasil efektif diakibatkan herbisida yang disemprot tidak mengenai bagian stolon gulma. Menurut Suryani 9

21 (1991), keadaan ini diduga oleh penyemprotan herbisida yang tidak mematikan semua stolon Ottochloa nodosa sehingga stolon ini masih bertahan hidup. 10 Bobot Kering Gulma Mikania micrantha Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Mikania micrantha terdapat pada Tabel Lampiran 4. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Mikania micrantha dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Mikania micrantha Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 8.44a 9.41ab 12.08a Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 6.30b 10.26a 10.79ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 4.32c 8.87b 10.55b Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 4.9bc 6.88c 8.20c Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 1.81d 4.09d 6.06d Manual 0.68d 3.00d 4.48e Kontrol 9.33a 10.32a 11.08ab Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada minggu ke 4 yang tidak dapat menekan pertumbuhan gulma Mikania micrantha yaitu perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada dosis 1.0 l/ha. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dengan dosis 1.5, 2.0 l/ha tidak berbeda dengan perlakuan kontrol pada 12. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada dosis 3.0 l/ha tidak berbeda dengan perlakuan manual hingga minggu kedelapan setelah aplikasi. Pengendalian gulma Mikania micrantha dengan paraquat diklorida 283 g/l yang mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 12 adalah dosis 2.5 dan 3.0 l/ha, tetapi tidak dapat menunjukkan hasil yang efektif dimana perlakuan menunjukkan hasil yang lebih besar dari perlakuan manual. Gulma Mikania micrantha dapat berkembang biak mempergunakan batang. Pengendalian gulma Mikania micrantha dengan herbisida paraquat diklorida 283 g/l tidak ada yang dapat menunjukkan hasil efektif diakibatkan herbisida yang diaplikasikan membunuh bagian daun gulma yang terkena saat aplikasi dan daun gulma dapat menutupi batang, sehingga bagian batang gulma tersebut dapat berkembang biak setelah aplikasi herbisida dilakukan. Bobot Kering Gulma Commelina benghalis Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Commelina benghalis terdapat pada Tabel Lampiran 5. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Commelina benghalis dapat dilihat pada Tabel 5.

22 Tabel 5. Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Commelina benghalis Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 3.41a 4.60ab 6.02ab Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 2.85ab 3.84ab 6.07ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 2.05b 3.60b 5.47ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 0.86c 2.36c 3.42bc Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 0.41c 1.2d 2.65c Manual 0.25a 0.84d 1.87c Kontrol 3.48a 4.82a 6.42a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Pada Tabel 5 perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dapat menekan pertumbuhan gulma Commelina benghalis pada dosis 2.5dan 3.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan manual, menunjukkan bahwa pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha herbisida efektif sampai 12. Pengendalian gulma Commelina benghalis pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha marnpu mengendalikan gulma dengan baik sampai 12, dimana butiranbutiran larutan herbisida mampu menjakau seluruh bagian gulma yang dipengaruhi oleh kerapatan gulma tersebut. Bobot Kering Gulma Ageratum conyzoides Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Ageratum conyzoides terdapat pada Tabel Lampiran 6. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Ageratum conyzoides dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Ageratum conyzoides Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 4.05a 4.72ab 5.73a Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 3.13a 4.60ab 4.86ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 1.78b 3.24bc 4.05bc Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 0.95bc 2.42cd 3.24cd Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 0.53c 1.28c 2.64d Manual 0.33c 1.01c 1.99d Kontrol 3.19a 5.06a 5.33ab Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Pada Tabel 6 perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dapat menekan pertumbuhan gulma Ageratum conyzoides pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan manual, menunjukkan bahwa pada dosis 2.5, dan 3.0 l/ha herbisida efektif sampai

23 Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l yang tidak dapat mengendalikan gulma Ageratum conyzoides hingga 12 dengan dosis 1.0, 1.5, dan 2.5 l/ha. Perlakuan tersebut tidak berbeda dengan perlakuan kontrol. Dosis 2.5 dan 3.0 l/ha dapat mengendalikan gulma hingga 12, dimana dosis tersebut mampu membunuh gulma Ageratum conyzoides. Bobot Kering Gulma Borreria alata Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Borreria alata terdapat pada Tabel Lampiran 7. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7, perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dapat menekan pertumbuhan gulma Borreria alata hingga 12 pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan manual dan berbeda nyata dengan kontrol, menunjukkan bahwa pada dosis 2.5 dan 3.0 l/ha herbisida efektif sampai 12. Tabel 7 Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Borreria alata Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 3.60a 4.26a 4.74ab Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 2.57ab 3.57ab 4.25ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 1.80b 3.22ab 3.71abc Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 0.62c 2.26bc 2.76bcd Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 0.27c 1.37c 3.09cd Manual 0.22c 0.96c 1.69d Kontrol 3.14a 4.59a 4.83a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l tidak dapat menekan pertumbuhan gulma Borreria alata hingga 12 pada dosis 1.0, 1.5 dan 2.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Bobot Kering Gulma Axonopus compressus Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma Axonopus compressus terdapat pada Tabel Lampiran 8. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Axonopus compressus dapat dilihat pada Tabel 8. Pada Tabel 8, perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dapat menekan pertumbuhan gulma Axonopus compressus pada dosis 3.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan manual, menunjukkan bahwa pada dosis 3.0 l/ha herbisida efektif sampai 12. Dosis 2.5 l/ha dapat menekan pertumbuhan gulma hingga 12 tetapi tidak dapat dikatakan efektif dimana respon 12

24 perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kontrol tetapi lebih besar dari perlakuan manual. Tabel 8 Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Axonopus compressus Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 2.52ab 3.81a 4.65ab Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 2.51ab 3.26ab 4.47ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 1.27bc 2.32bc 4.72ab Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 0.63c 1.68cd 3.75bc Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 0.40c 1.60cd 2.01cd Manual 0.10c 0.94c 1.57d Kontrol 3.42a 4.04a 5.94a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Perlakuan paraquat diklorida 283 g/l pada 12 tidak berbeda dengan kontrol pada dosis 1.0, 1.5, dan 2.0 l/ha. Dari Tabel 8 menunjukkan dosis tersebut tidak efektif mengendalikan gulma. Dosis 3.0 l/ha dapat menekan pertumbuhan gulma Axonopus compressus, diduga gulma tersebut mempunyai kerapatan yang rendah sehingga larutan herbisida dapat menjakau bagian pertumbuhan gulma. 13 Bobot Kering Spesies Gulma Lain Hasil sidik ragam dari bobot kering gulma gulma lain terdapat pada Tabel Lampiran 9. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering gulma pada 4, 8 dan 12. Pengaruh perlakuan herbisida terhadap bobot kering gulma Gulma lain dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 9 Pengaruh herbisida terhadap bobot kering Gulma lain Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi ( ) Paraquat diklorida 283 g/l 1.0 l/ha 1.88a 2.75ab 3.54ab Paraquat diklorida 283 g/l 1.5 l/ha 0.68b 2.31abc 1.91abc Paraquat diklorida 283 g/l 2.0 l/ha 1.01bc 1.73bcd 2.18abc Paraquat diklorida 283 g/l 2.5 l/ha 044bc 1.59cde 2.017abc Paraquat diklorida 283 g/l 3.0 l/ha 0.18c 0.91de 1.28bc Manual 0.16c 0.62e 1.02c Kontrol 1.93a 2.98a 3.86a Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT. Pada Tabel 9, perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dapat menekan pertumbuhan gulma lain pada dosis 3.0 l/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan manual, menunjukkan bahwa pada dosis 3.0 l/ha herbisida efektif sampai 12. Pada 12 perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dosis 1.5, 2.0, 2.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan manual, dan perlakuan

25 paraquat diklorida 283 g/l dosis 1.5, 2.0, 2.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan paraquat diklorida 283 g/l dosis 3.0 l/ha. Dosis 1.5, 2.0, dan 2.5 l/ha mampu menekan pertumbuhan gulma, tetapi tidak dapat dikatakan efektif, dimana nilai bobot kering tidak berbeda dengan manual dan juga tidak berbeda dengan control. Hal tersebut diduga akibat dari respon setiap spesies gulma berbeda. Menurut Fadhly dan Tabri (2004), bahwa setiap golongan gulma memiliki respon yang berbeda atas penerimaan herbisida. 14 Fitotoksisitas Hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian herbisida dalam pengendalian gulma pada piringan tanaman belum menghasilkan kelapa sawit adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, dapat mematikan gulma, tetapi tanaman budidaya tidak mengalami permasalahan dalam pertumbuhan. Keracunan tanaman oleh herbisida dapat diakibatkan dosis herbisida terlalu tinggi, atau herbisida dengan dosis rendah dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman ( Mangoensoekardjo, 1976 ). Pengamatan keracunan tanaman yang disebabkan oleh herbisida diamati secara visual. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap kelapa sawit, tanaman yang keracunan diantara level 1 dan level 2. Keracunan terjadi akibat tinggi gulma hampir sama dengan tinggi daun pertama kelapa sawit. Menurut (Saladin, 2003) adalah herbisida yang diaplikasikan pada tanaman belum menghasilkan bisa terkena semprotan herbisida dimana tinggi tanaman dapat dijangkau saat aplikasi. Gambar 1. Keracunan pada kelapa sawit Tabel 10. Nilai Fitotoksisitas Kelapa Sawit Dosis Rata-rata Nilai Keracunan Rata-rata 1.0 l/ha l/ha l/ha l/ha l/ha

26 15 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis vegetasi pada lahan kelapa sawit menunjukan gulma yang mendominasi adalah Ottchloa nodosa, Mikania micrantha, Borreria alata, Ageratum conyzoides, Commelina benghalis, Axonopus compressus, dan spesies gulma lain diisi oleh Elloecina indica, Ischaemun timorense, Pilantus nuriri, Paspalum conjugatum. Aplikasi herbisida Paraquat diklorida 283 g/l sampai dosis 2.0 l/ha tidak mampu menekan pertumbuhan gulma sampai minggu keduabelas setelah aplikasi karena perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Aplikasi herbisida paraquat diklorida 283 g/l pada semua taraf dosis menunjukkan keracunan pada tanaman belum menghasilkan kelapa sawit. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan herbisida paraquat diklorida 283 g/l pada spesies gulma yang termasuk golongan rumput atau daun lebar. diklorida Selain itu perlu dilakukan penelitian pada areal tanaman menghasilkan.

27 16 DAFTAR PUSTAKA Aldrich RJ Weed Crop Ecology Principles In Weed Management.Breton Publishers. California. 465 p. Ashton FM, Monaco TJ Weed Science Principles and Practices. John Wiley and Sons Inc. New York. 357 p. Chung GF The use of paraquat for weed management in oil palm plantations. Paper presented in Technical Seminar Organised by CCM Bioscience Sdn Bhd on 5th August Kuala Lumpur. Daud D Uji Efikasi Herbisida Glifosat Sulfosat dan Paraquatpada Systim Tanpa Olah Tanah (TOT) Jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. DAVID-Uji-Efikasi-herbisda-Glifosat-Sulfosat pdf. [ 8 april 2013] Fadhly F, Tabri AF Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung. Pusat dan Pengembangan Tanaman Sereal, Maros. 12:243. Ginting AW, Endang S, Marpaung S, Ginting F, Kembaren T, Rahimi A, Ginting J Intoksikasi Herbisida (Paraquat). HERBISIDA.pdf. [ 8 april 2013 ] Kusnanto U Pengendalian gulma secara manual dan kimiawi di perkebunan kelapa sawit: studi tentang efikasi, frekuensi aplikasi dan analisis biaya. Bul. Perkebunan 22: Lubis AU Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Perkebunan Marihat. Bandar Kuala. Pematang Siantar. 362 hal Mangoensoekarjo S Keracunan Herbisida pada Kelapa Sawit. Prasaran dan Pembahasan Seminar Kelapa Sawit Hal Mangoensoekarjo S Kerugian Akibat Gulma di Perkebunan Dalam Tjitrosoedirdjo S, Utomo IH, J Wiroatmodjo (eds.). Kumpulan Kuliah Penataran Manajemen Gulma di Perkebunan. Kerjasama BIOTROP HIGI. Hal Mangoensoekarjo S, Semangun H Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal. Moenandir J Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Pers. Jakarta. 122 hal. Pahan I Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal. Purba E Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. %20Purba.pdf. [ 8 April 2013]. Saladin S Studi Efektivitas Beberapa Formulasi Herbisida Glifosat pada Berbagai Taraf Dosis Dalam Mengendalikan Gulma pada Piringan Kelapa Sawit ( Elaeis guineensiss Jacq. ) Belum Menghasilkan. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

28 Sastroutomo SS Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaanya. Gramedia. Jakarta. 186 hal. Sunarko Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 70 hal. Suryani W Studi Efektivitas Beberapa Perlakuan Herbisida dengan Dua Alat Semprot untuk Mengendalikan Gulma di Jalur Tanaman Karet Menghasilkan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 54hal. Syamsuddin E, Hutauruk CH Pengendalian gulma dengan herbisida pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan. Jur. PPKS. 09:1-3. Syamsuddin E, Tobing TL, Lubis RA Pemberantasan Gulma Terpadu pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Buletin Pusat Penelitian Marihat. Medan. 12 (2): Tjitrosoedirdjo S, Utomo IH, Wiroatmodjo J Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia. Jakarta. 210 hal. Tobing TL, Hutauruk CH Identifikasi jenis gulma pada tanaman kelapa sawit. Jur. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 08;1-2 Yuniakro Y Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi. Skripsi. Program Sarjana, Intitut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hal. 17

29 LAMPIRAN 18

30 19 Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Waktu Paraquat diklorida 283 g/l kelompok Bobot Kering Gulma Total 4 ** tn ** tn ** tn 5.69 Bobot Kering Ottochloa nodosa 4 ** * ** tn ** tn 6.53 Bobot Kering Mikania micrantha 4 ** tn ** tn ** tn 8.86 Bobot Kering Commelina benghalis 4 ** * ** tn ** tn Bobot Kering Ageratum conoyzides 4 ** tn ** * ** tn Bobot Kering Borreria alata 4 ** * ** tn ** tn Bobot Kering Axonopus compressus 4 ** tn ** tn ** * Bobot Kering Gulma lain 4 ** * ** * ** tn Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata KK ( % )

31 20 Waktu Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total Derajat Jumlah Kuadrat Sumber Bebas Kuadrat Tengah Nilai F Pr>F KK (% ) Perlakuan ** Kelompok tn Galat Perlakuan ** 4.65 Kelompok tn Galat Perlakuan ** 5.69 Kelompok tn Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Bobot Kering Ottochloa nodosa Derajat Jumlah Kuadrat KK Waktu Sumber Nilai F Pr>F Bebas Kuadrat Tengah ( % ) Kelompok * 4 Perlakuan ** Galat Kelompok tn 8 Perlakuan ** 5.15 Galat Kelompok tn 6.53 Perlakuan ** Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Bobot Kering Mikania micrantha Derajat Jumlah Kuadrat Nilai Waktu Sumber Pr>F Bebas Tengah Tengah F KK ( % ) Perlakuan ** Kelompok tn Galat Perlakuan ** 9.11 Kelompok tn Galat Perlakuan ** 8.86 Kelompok tn Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata

32 21 tn = tidak nyata Waktu Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Kering Commelina benghalis Derajat Jumlah Kuadrat KK Sumber Bebas Kuadrat Tengah Nilai F Pr>F ( % ) Kelompok * Perlakuan ** Galat Perlakuan ** Kelompok tn Galat Kelompok tn Perlakuan ** Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Waktu Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Kering Ageratum conyzoides Derajat Jumlah Sumber Bebas Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr>F KK ( % ) Kelompok tn Perlakuan ** Galat Kelompok * Perlakuan ** Galat Perlakuan ** Kelompok tn Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Waktu Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Kering Borreria alata Derajat Jumlah Kuadrat Sumber Bebas Kuadrat Tengah Nilai F Pr>F KK ( % ) Kelompok * 4 Perlakuan ** Galat Kelompok tn 8 Perlakuan ** Galat Kelompok tn 12 Perlakuan ** Galat Keterangan :

33 22 * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Waktu Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Kering Axonopus compressus Derajat Jumlah Kuadrat KK Sumber Bebas Kuadrat Tengah Nilai F Pr>F ( % ) Perlakuan ** Kelompok tn Galat Perlakuan ** Kelompok tn Galat Kelompok * Perlakuan ** Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Lain Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Nilai KK Bebas Kuadrat Tengah Pr>F F ( % ) Kelompok * 4 Perlakuan ** Galat Kelompok * 8 Perlakuan ** Galat Kelompok tn 12 Perlakuan ** Galat Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Sub sektor perkebunan mempunyai peranan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada areal perkebunan kopi menghasilkan milik Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada areal perkebunan kopi menghasilkan milik Balai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada areal perkebunan kopi menghasilkan milik Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian di Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, pertama kali ada di Indonesia sebagai tanaman koleksi yang ditanam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan pertanaman tebu Kecamatan Natar, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan pertanaman tebu Kecamatan Natar, Kabupaten 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan pertanaman tebu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

DINAMIKA GULMA LAHAN PERTANIAN PADA SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI GATRA SATRIA PUTRA

DINAMIKA GULMA LAHAN PERTANIAN PADA SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI GATRA SATRIA PUTRA DINAMIKA GULMA LAHAN PERTANIAN PADA SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI GATRA SATRIA PUTRA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI 1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI Oleh NUR AYSAH NIM. 080500129 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Taksonomi tanaman

Lebih terperinci

PERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK

PERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK PERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK Araz Meilin 1 ABSTRACT This research aims at identification of 1) weeds domination in palm oil plantation

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil minyak masak, bahan industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan kelapa

Lebih terperinci

Pada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST), bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi

Pada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST), bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi PEMBAHASAN Sebagian besar perubahan jenis gulma pada setiap perlakuan terjadi pada gulma golongan daun lebar, sedangkan golongan rumput relatif tetap pada 3 MST dan 6 MST. Hal ini diduga dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di Indonesia. Peluang pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat besar dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledonae, ordo Palmales, famili Palmae, genus Elaeis,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan berumpun. Umur tanaman padi mulai dari benih sampai bisa dipanen kurang lebih 4 bulan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang dapat memenuhi kebutuhan akan minyak nabati. Tanaman lain yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA. KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI

UJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA. KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI UJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA SECARA KIMIAWI dan MANUAL pada LAHAN REPLANTING KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI Hayata 1*, Araz Meilin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena mempunyai kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

METODELOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

METODELOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung III. METODELOGI PERCOBAAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Warlinson Girsang Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK USI

Warlinson Girsang Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK USI PENGARUH TINGKAT DOSIS HERBISIDA Isopropilamina glifosat DAN SELANG WAKTU TERJADINYA PENCUCIAN SETELAH APLIKASI TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN GULMA PADA PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) TBM ABSTRAK

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan sejak tanggal 14 Februari 2008 hingga tanggal 14 Juni 2008 di perkebunan kelapa sawit Gunung Kemasan Estate, PT Bersama Sejahtera Sakti, Minamas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perusahaan PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma Masalah gulma timbul pada suatu jenis tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu aktifitas manusia baik kesehatannya maupun kesenangannya. Istilah gulma bukanlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah iklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Januari sampai Juni 2010. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 23.2 o C-31.8 o C. Curah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat konsumsinya cukup tinggi di kalangan masyarakat. Hampir pada setiap masakan, sayuran ini selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Biji kedelai digunakan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gulma Gulma adalah tumbuh-tumbuhan (tidak termasuk jamur) yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. Suatu tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI HERBISISDA TIGOLD 10 WP (pirizosulfuron etil 10%) TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA PADI SAWAH

PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI HERBISISDA TIGOLD 10 WP (pirizosulfuron etil 10%) TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA PADI SAWAH PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI HERBISISDA TIGOLD 10 WP (pirizosulfuron etil 10%) TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA PADI SAWAH Uum Umiyati 1*, Ryan Widianto 2, Deden 3 1. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

Hariyadi 1, Adolf Pieter Lontoh 1

Hariyadi 1, Adolf Pieter Lontoh 1 Akse/erasi Incroasi Industri Kelapa Sawit untuk Meningkatkan Daya Saing Global EFEKTIVITAS IPA-GLYPHOSATE DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA AREAL T ANAMAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS) BELUM MENGHASILKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron Terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis guinensis Jacq.) yang Belum Menghasilkan (TBM)

Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron Terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis guinensis Jacq.) yang Belum Menghasilkan (TBM) Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 15 (1): 1-7 http://www.jptonline.or.id ISSN 1410-5020 eissn Online 2047-1781 Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron Terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis

Lebih terperinci

PENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian

PENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian PENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian 1014121192 LABORATORIUM HAMA PENYAKIT TANAMAN JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Jumlah Dominansi (NJD). a. Analisis vegetasi sebelum Aplikasi. Hasil analisis vegetasi menunjukan bahwa sebelum dilakukan aplikasi, atau pemberian herbisida glifosat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT. Aang Kuvaini.

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT. Aang Kuvaini. ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT Aang Kuvaini Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 bertempat

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) : PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays. L) PADA BERBAGAI PENGELOLAAN GULMA DI KABUPATEN DELI SERDANG Growth and Production of Maize (Zea mays L) in the Various of Weed Control in Distric Deli Serdang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh: JOSEF EDISON LUMBANTORUAN 090301095/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Penyusun E. Sutisna Noor Penyunting Arif Musaddad Ilustrasi T. Nizam Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.) PADA BERBAGAI FREKUENSI DAN WAKTU PENYIANGAN GULMA PENDAHULUAN

PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.) PADA BERBAGAI FREKUENSI DAN WAKTU PENYIANGAN GULMA PENDAHULUAN P R O S I D I N G 30 PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.) PADA BERBAGAI FREKUENSI DAN WAKTU PENYIANGAN GULMA Husni Thamrin Sebayang 1) dan Wiwit Prihatin 1) 1) Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting sebagai bahan pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan industri dan rumah

Lebih terperinci

Uji Efikasi Herbisida Pratumbuh untuk Pengendalian Gulma Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

Uji Efikasi Herbisida Pratumbuh untuk Pengendalian Gulma Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Uji Efikasi Herbisida Pratumbuh untuk Pengendalian Gulma Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Efficacy Trial of Pre Emergence Herbicides to Control Weeds in Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Plantation

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 20 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman padi sawah di Desa Cijujung, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman jagung manis nyata dipengaruhi oleh jarak tanam. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 sampai 8 dan rataan uji BNT 5% pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gulma adalah tumbuhan yang mudah tumbuh pada setiap tempat yang berbeda- beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi. Sifat inilah yang

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PENCAMPURAN SURFAKTAN DENGAN HERBISmA UNTUK JALUR TANAMAN KARET BELUM MENGHASILKAN

STUDI EFEKTIVITAS PENCAMPURAN SURFAKTAN DENGAN HERBISmA UNTUK JALUR TANAMAN KARET BELUM MENGHASILKAN Bul. Agron. 27(1) 25-29 (1999) STUDI EFEKTIVITAS PENCAMPURAN SURFAKTAN DENGAN HERBISmA UNTUK JALUR TANAMAN KARET BELUM MENGHASILKAN Study of the Effectiveness of Surfactant with Herbicide Mixing for Young

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS AIR KELAPA FERMENTASI SEBAGAI LARUTAN PENGHEMAT HERBISIDA KOMERSIL

EFEKTIFITAS AIR KELAPA FERMENTASI SEBAGAI LARUTAN PENGHEMAT HERBISIDA KOMERSIL JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 1 No.1 ; November 214 ISSN 247-4624 EFEKTIFITAS AIR KELAPA FERMENTASI SEBAGAI LARUTAN PENGHEMAT HERBISIDA KOMERSIL *SETIADI KURNIAWAN 1, YUYUN KURNIAWATI 1, DWI SANDRI

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

Asystasia intrusa: PENYEBARAN BIJI DAN DOSE RESPONSE TERHADAP PARAKUAT, GLIFOSAT, DAN CAMPURAN GLIFOSAT + 2,4 - D

Asystasia intrusa: PENYEBARAN BIJI DAN DOSE RESPONSE TERHADAP PARAKUAT, GLIFOSAT, DAN CAMPURAN GLIFOSAT + 2,4 - D Asystasia intrusa: PENYEBARAN BIJI DAN DOSE RESPONSE TERHADAP PARAKUAT, GLIFOSAT, DAN CAMPURAN GLIFOSAT + 2,4 - D SKRIPSI ROMALI K. D. SITOHANG 050301021 BDP - AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUHAMMAD IQBAL / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

SKRIPSI OLEH : MUHAMMAD IQBAL / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PENGENDALIAN GULMA DENGAN SAFLUFENACIL SECARA TUNGGAL DAN CAMPURAN PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI OLEH : MUHAMMAD IQBAL 120301106/ BUDIDAYA

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUASAAN SARANA TUMBUH GULMA PADA LAHAN JAGUNG DENGAN PERLAKUAN JARAK TANAM (Studi Kasus di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Dramaga Bogor) BIDANG KEGIATAN: PKM ARTIKEL ILMIAH

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI ( Coffea Sp ) Oleh ALI IMRON NIM :

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI ( Coffea Sp ) Oleh ALI IMRON NIM : 1 EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI ( Coffea Sp ) Oleh ALI IMRON NIM : 080500107 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Penanaman dilakukan dengan menanam di Kebun Raya Bogor,

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

KAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU DR. IR. WAHYU WIBAWA,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI HERBISIDA AMETRIN DAN 2,4-D DALAM MENGENDALIKAN GULMA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH APLIKASI HERBISIDA AMETRIN DAN 2,4-D DALAM MENGENDALIKAN GULMA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) 72 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 2 MEI-2013 ISSN: 2338-3976 PENGARUH APLIKASI HERBISIDA AMETRIN DAN 2,4-D DALAM MENGENDALIKAN GULMA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) THE EFFECT OF HERBICIDE

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS APLIKASI BEBERAPA HERBISIDA SISTEMIK TERHADAP GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT

EFEKTIVITAS APLIKASI BEBERAPA HERBISIDA SISTEMIK TERHADAP GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT EFEKTIVITAS APLIKASI BEBERAPA HERBISIDA SISTEMIK TERHADAP GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT Application Effectiveness Some Weeds Systematical Herbicide at Public Palm Oil Plantation Yardha 1 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia

I. PENDAHULUAN. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Kerugian yang disebabkan oleh kehadiran gulma

Lebih terperinci

KOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris

KOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris KOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris Edison Purba Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH :

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE 060301020 DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN* PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN* Edhi Turmudi*, Eko Suprijono.* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Abstrak Upaya pemehunan

Lebih terperinci

Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL Untuk Pengendalian Gulma Pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan

Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL Untuk Pengendalian Gulma Pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL Untuk Pengendalian Gulma Pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan Effectiveness of Herbicide Glyphosate IPA 486 SL For Weed

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunungjati Cirebon

1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunungjati Cirebon SINERGISME CAMPURAN HERBISIDA KLOMAZON DAN METRIBUZIN TERHADAP GULMA Oleh Uum Umiyati 1) Abstrak Gulma merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya atau keberadaannya tidak dikehendaki. Munculnya suatu jenis

Lebih terperinci

= hasil pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j. V- = nilai tengah umum atau rata-rata hitung.

= hasil pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j. V- = nilai tengah umum atau rata-rata hitung. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Riau untuk kegiatan ekstraksi. Sedangkan aplikasi lapangan dilaksanakan di Unit Pelaksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari permintaan pasar internasionalyang terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanas

Lebih terperinci

PENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

PENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT Makalah Seminar Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq.)

Lebih terperinci

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014 Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 IMPLEMENTASI PEMUPUKAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) POLA MASYARAKAT PADA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Hajimena Kecamatan Natar mulai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Hajimena Kecamatan Natar mulai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Hajimena Kecamatan Natar mulai bulan November 2011 sampai Februari 2012. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Peranan jagung tidak hanya sebagai bahan makanan pokok, namun juga merupakan bahan

Lebih terperinci

APLIKASI HERBISIDA DALAM PERSIAPAN LAHAN DAN FREKUENSI PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.)

APLIKASI HERBISIDA DALAM PERSIAPAN LAHAN DAN FREKUENSI PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) APLIKASI HERBISIDA DALAM PERSIAPAN LAHAN DAN FREKUENSI PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) OLEH : JIMMY ARISTON PANDIA A24060081 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara

Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara Weed Control Management of Palm Oil Based on ISPO and RSPO Criteria in Rambutan Plantation

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci