Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian dari bulan September 2015 sampai dengan bulan Januari Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Neraca analitik (Mettler AE 25), Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Back Scientific model 205 VGP. Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit belimbing wuluh, jabon, petai, fma terdiri dari (Glomus, Gigaspora, Acaulospora) dengan kepadatan spora 23 spora/g berasal dari Universitas Gadjah Mada, pupuk NPK, air, KOH 2,5%, H2O2, HCl 2%, Trypan blue 0,25% dan logam berat Pb(NO3)2. Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu polybag, pipet, gelas obyek, kaca penutup, sprayer, oven, neraca analitik, mikroskop Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang teriri atas dua faktor. Faktor pertama adalah inokulasi mikoriza dengan 4 taraf dosis pemberian mikoriza yaitu: M0 = 0 g/bibit M1 = 10 g/bibit M2 = 20 g/bibit M3 = 30 g/bibit Faktor kedua adalah tanaman yang terdiri dari tiga jenis tanaman yaitu : T1 = Belimbing Wuluh T2 = Jabon T3 = Petai Penelitian ini memiliki 12 kombinasi perlakuan dengan lima kali ulangan sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Setiap percobaan terdiri dari 3 polibag yang masing-masing berisi satu tanaman. Sehingga ada 180 polibag tanaman.

2 Percobaan dianalisis dengan siidik ragam dengan model linier sebagai berikut: Yij = µ + Mi + Tj + Uk + (MT)ij + εijk Keterangan : Yij = Pengaruh inokulasi mikoriza (M) ke-i dan tanaman yang digunakan (T) ke-j pada ulangan (U) ke-k µ = Nilai tengah umum Mi = Pengaruh inokulasi mikoriza ke-i Tj = Pengaruh tanaman ke-j Uk = Pengaruh pada ulangan ke-k εijk = Galat pemberian mikoriza (M) ke-i dan tanaman yang dgunakan (T) ke-j pada ulangan (U) ke-k. Analisis statistik didasarkan pada analisis variansi pada setiap parameter dan uji lanjutannya menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez, 1995) Prosedur Kerja Penyiapan Media Tanam Media yang digunakan adalah tanah, sterilisasi tanah dengan fumigasi dengan formalin 5%. Sterilisasi tanah dilakukan dengan cara menuangkan 75 ml formalin 5% dalam masing-masing polybag yang berisi 3 kg tanah, diaduk merata, kemudian tanah dibungkus dengan plastik selama 7 hari dan setelah itu bungkus plastik dibuka, selanjutnya polybag dihawakan selama 7 hari Penanaman Tanaman Media tanam yaitu tanah yang sudah disterilkan dengan berat 3 kg ditambahkan logam berat Pb(NO3)2 dengan dosis 200 mg/kg Pb(NO3)2 diaduk sampai rata dan dimasukkan ke dalam polybag. Untuk perlakuan dengan penambahan mikoriza, tanaman diinfeksi dengan fma. Dosis fma yang diinokulasikan sesuai dengan perlakuan. Inokulasi mikoriza dilakukan dengan fma diletakkan ditengah dengan cara dilubangi sedalam 2 cm, tanaman ditanam, sehingga fma dan akar menyatu. Setiap polybag berisi 1 bibit tanaman. kemudian ditumbuhkan pada rumah kasa selama 1,5 bulan.

3 Penyiraman dan Pemupukan Seluruh polybag disirami dengan air secukupnya. Penyiraman tanaman dilakukan 1-2 kali sehari tergantung keadaan cuaca untuk menjaga kelembaban media. Pemupukan dengan pupuk NPK dilakukan sekali yaitu ketika penanaman sebanyak 6 gram untuk belimbing wuluh, jabon, petai per polybag Parameter Pengamatan Rasio Tinggi Tanaman Rasio tinggi tanaman diperoleh dengan cara membagi data tinggi setiap jenis tanaman dengan kontrol Rasio Diameter Tanaman Rasio diameter tanaman diperoleh dengan cara membagi data diameter setiap jenis tanaman dengan kontrol Rasio Jumlah Daun Tanaman Rasio jumlah daun tanaman diperoleh dengan cara membagi data jumlah daun setiap jenis tanaman dengan kontrol Rasio Indeks Luas Daun Tanaman Rasio indeks luas daun tanaman diperoleh dengan cara membagi data indeks luas daun setiap jenis tanaman dengan kontrol Rasio Bobot Kering Rasio bobot kering tanaman diperoleh dengan cara membagi data bobot kering tanaman dengan kontrol Rasio Tajuk Akar Rasio tajuk akar tanaman diperoleh dengan cara membagi data tajuk akar dengan kontrol Persentase Kolonisasi Akar Tanaman Pengamatan persentase akar yang terinfeksi berdasarkan bidang pandang (field of view/fov) mikroskop. Adanya infeksi pada akar diberi symbol (+) dan tidak adanya infeksi pada akar diberi simbol (-). Pengamatan persentase akar terinfeksi mikoriza dapat dilakukan dengan teknik pewarnaan akar (staining akar), karena karakteristik anatomi yang mencirikan ada tidaknya infeksi mikoriza tidak dapat dilihat secara langsung.

4 Metode pewarnaan akar dilakukan dengan cara, untuk preparasi contoh kar yang diawali dengan memotong 10 bulu akar ( 2mm) dari masing-masing sampel akar, dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu direndam dalam larutan KOH 10% selama 12 jam. Larutan Koh dibuang dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit, kemudian sampel akar direndam dalam larutan HCL 2% selama 30 menit. Proses ini menyebabkan akar akan berwarna pucat atau putih. Larutan HCL 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan. Selanjutnya sampel akar direndam dengan larutan staining (trypan blue 0,05%) selama 24 jam. Larutan trypan blue 0,05% kemudian dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses pengurangan warna (destaining). Perhitungan persentase akar yang terinfeksi menggunakan metode panjang slide (slide length). Diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai secara acak dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potong akar dan disusun pada preparat slide (Sibarani, 2012). Persentase kolonisasi mikoriza pada akar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persentase akar terinfeksi = Keterangan : Field of vief (+) x100% Field of all Field of view (+) = Setiap bidang pandang yang menunjukkan adanya infeksi Field of all = Seluruh bidang pandang yang diamati Akumulasi Pb Pada Tanaman Dan Efisiensi Penyerapan Pb Sampel tanaman dicuci bersih, dan masing-masing individu dipisahkan antara bagian akar, batang dan daun. Tiap bagian individu dari sampel tanaman herba diletakkan dalam cawan petri yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian ditimbang untuk memperoleh berat basah. Selanjutnya, masing-masing bagian sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 80 C selama ±24 jam, kemudian disimpan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang kembali untuk mendapatkan berat konstan dan penentuan kadar air. Kemudian masing-masing 0,1 g bagian akar, batang dan daun dari tanaman herba ditimbang, lalu ditambahkan HNO3 6 M dan H2O2 30 % masing-masing sebanyak 5 ml. Setelah

5 itu, dipanaskan sehingga semua bagian tanaman larut sempurna, diuapkan sampai kering, ditambahkan akuabides, kemudian disaring ditambahkan akuabides hingga volume 50 ml. Diukur konsentrasi Pb pada bagian akar, batang dan daun dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Back Scientific model 205 VGP (Arisutanti dan Purwani, 2013). Potensi tanaman sebagai remidiator dengan menghitung akumulasi dalam akar, batang, daun. Efisiensi penyerapan Pb oleh tanaman dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) serta menghitung kandungan logam berat Pb dalam tanah, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arisutanti dan Purwani, 2013): Akumulasi Pb = Berat logam pada (akar/batang/daun) Berat tanaman (akar/batang/daun) mg/kg Efisiensi Penyerapan Pb = Berat logam pada (akar + batang + daun) Berat logam dalam tanah X 100%

6 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tinggi Tanaman Pengamatan tanaman yang diberikan Pb pada tanah dengan dosis mikoriza yang berbeda, dilakukan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-6. Tanaman yang diberikan mikoriza menunjukkan pertambahan tinggi yang hampir sama dengan yang tanaman yang tidak diberikan mikoriza. Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, demikian juga perbedaan jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1.Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tinggi Tanaman Jenis Tanaman Dosis Mikoriza Belimbing Wuluh (T1) Jabon (T2) Petai (T3) Rasio 0 g (M0) 1,09 1,66 0,96 1,24 10 g (M1) 1,07 1,71 1,06 1,28 20 g (M2) 1,36 1,61 1,06 1,34 30 g (M3) 1,23 1,36 0,96 1,18 Rasio 1,19a 1,59b 1,01a Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rasio > 1 adalah pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan kontrol. Data diatas menunjukkan bahwa belimbing wuluh dan jabon dengan diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan petai. Hal ini terjadi karena tanaman membentuk komplek dengan unsur atau senyawa lain, salah satunya fitokhelatin yang tersusun dari beberapa asam amino seperti cysteine dan glysine. Fitokhelatin berfungsi membentuk komplek dengan logam berat dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai detoksifikasi terhadap tumbuhan dari logam berat, jika tumbuhan tidak bisa mensintesis fitokhelatin menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berujung pada kematian. (Haryati dkk, 2012).

7 Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap tinggi tanaman pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,36 cm, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,71 cm dan petai dengan dosis 10 dan 20 g yaitu sebesar 1,06 cm. Dosis mikoriza yang lebih rendah menghasilkan rasio tanaman yang lebih besar karena terjadi persaingan mikoriza dengan tanaman inangnya dalam mengambil nutrisi dari dalam tanah. Menurut Setiadi,dkk (1989) tingkat infeksi mikoriza yang tinggi dapat dapat mengganggu peningkatan proses pertumbuhan tanaman inang, karena persaingan mendapatkan karbohidrat. Karbohidrat dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan tanaman menjadi terbatas ketersediaannya akibat pengambilan karbohidrat yang dilakukanoleh mikoriza tersebut. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio tinggi tanaman antara tanaman belimbing wuluh dan petai tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan jabon, hal ini terjadi karena jabon memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada tanah yang mengandung logam Pb, dibandingkan dengan belimbing wuluh dan petai Tinggi Tanaman (cm) Minggu 1Minggu 2Minggu 3Minggu 4Minggu 5Minggu 6 M0 (0 g) M1 (10 g) M2 (20 g) M3 (30 g) Gambar 4.1. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Tinggi Tanaman Gambar 4.1 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M2 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0 dan M3 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah. Menurut penelitian Matsetio dkk (2015) bahwa pada minggu awal (ke-

8 1 dan ke-2), mikoriza masih membutuhkan waktu untuk menginfeksi masuk melalui akar tanaman, sehingga pada minggu awal setiap dosis mikoriza mengalami pertumbuhan yang relatif sama Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Diameter Tanaman Tanaman ditumbuhkan pada tanah yang mengandung Pb akan terganggu dalam proses pertumbuhannya, tetapi dengan penambahan dosis mikoriza yang berbeda akan membantu untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini terlihat pada Tabel 4.2. Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Tabel 4.2. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Diameter Batang Jenis Tanaman Dosis Mikoriza Belimbing Wuluh (T1) Jabon (T2) Petai (T3) Rasio 0 g (M0) 0,9 2,15 1,07 0,97 10 g (M1) 0,92 1,38 1,14 1,09 20 g (M2) 0,92 1,19 1,99 1,03 30 g (M3) 1,15 1,25 1,09 1,16 Rasio 0,97 1,49 1,32 Tabel 4.2 menunjukkan jabon dan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan belimbing wuluh, hal ini karena setiap tanaman umumnya melakukan fitoekstraksi, dimana tanaman melalui akar tanaman menyerap logam berat Pb tanah dan diakumulasi di akar, batang dan daun. Menurut Grant,dkk (1998) translokasi logam dari akar ke bagian batang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti batang.

9 Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap diameter tanaman pada belimbing wuluh dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,15 cm, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,38 cm dan petai dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,99 cm. Dosis mikoriza yang rendah menyebabkan diameter tanaman yang lebih besar karena infeksi mikoriza yang rendah tidak mengganggu peningkatan proses pertumbuhan tanaman inang, karena tidak terjadi persaingan mendapatkan nutrisi. (Setiadi dkk,1989) Diameter Tanaman (cm) Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 M0 (0 g) M1 (10g) M2 (20g) M3 (30 g) Gambar 4.2. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Diameter Tanaman Gambar 4.2 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertumbuhan diameter tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M1 memberikan pertambahan diameter tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0 memberikan pertambahan diameter tanaman terendah. Hal ini terjadi karena simbiosis akar tanaman dengan mikoriza, (Krikun, 1991) menyatakan bahwa mikoriza secara efektif menghasilkan hormon pertumbuhan terutama sitokinin yang berfungsi untuk pertambahan sel sehingga menyebaban diameter tanaman lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan mikoriza.

10 4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Jumlah Daun Pada pengamatan jumlah daun diperoleh adanya perbedaan jumlah daun dari masing-masing perlakuan. Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Rasio perhitungan jumlah daun terdapat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Jumlah Daun Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 1,3 1 1,09 1,13 10 g (M1) 1,25 0,87 1,22 1,11 20 g (M2) 1,52 0,87 1,18 1,19 30 g (M3) 1,23 0,85 1,29 1,12 Rasio 1,33b 0,89a 1,19a Tabel 4.3 menunjukkan belimbing wuluh dan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon. Adanya jumlah daun yang banyak, maka tanaman akan lebih baik dalam melangsungkan proses fotosintesisnya. Fungsi daun pada tanaman adalah untuk melakukan proses fotosintesis agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman terus bertambah. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap jumlah daun pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,52 cm, jabon dengan dosis 0 g yaitu sebesar 1 cm dan petai dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,29 cm. Jabon memiliki rasio jumlah daun yang rendah, karena jabon melakukan fitoekstraksi sebagai mobilitas pada proses penyerapan logam dari akar tanaman menuju daun. Pencemaran logam timbal dapat menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah sekitar tanaman (Widowati dkk,

11 2008). Menurut Cruz, dkk (2000) menemukan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza mengandung auksin dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi, hal ini menyebabkan pertumbuhan pucuk daun yang lebih banyak pada tanaman yang terinfeksi mikoriza. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio pertambahan jumlah daun antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan belimbing wuluh, karena belimbing wuluh melakukan proses fotosintesis yang lebih baik sehingga menghasilkan energi yang lebih banyak untuk proses pertumbuhannya. 25 Jumlah Daun (Helai) Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 M0 (0 g) M1 (10 g) M2 (20 g) M3 (30 g) Gambar 4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Jumlah Daun Gambar 4.3 pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertumbuhan jumlah daun menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M0 memberikan pertambahan jumlah daun lebih tinggi, sedangkan perlakuan M1 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah, karena awal pengamatan setiap jenis tanaman menunjukkan jumlah daun yang lebih sedikit tetapi terjadi perbedaan mulai dari minggu ke-2. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Matsetio dkk (2015) setiap perlakuan jenis mikoriza yang diberikan tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun tanaman jagung. Lizawati dkk (2014), proses fotosintesis menghasilkan energi dalam bentuk senyawa ATP. ATP merupakan sumber energi untuk melakukan berbagai proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Adanya mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara,

12 sehingga dapat mempercepat pembelahan sel terutama pada jaringan meristem tanaman sehingga berakibat lebih lanjut terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Indeks Luas Daun Indeks luas daun merupakan salah satu parameter penting dalam analisis pertumbuhan tanaman. Laju tumbuh relatif, dan laju fotosintesis merupakan parameter yang erat terkait dengan indeks luas daun. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap indeks luas daun tanaman, demikian juga perbedaan jenis tanaman dan dosis mikoriza memberikan pengaruh yang nyata. Rasio pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Indeks Luas Daun Tanaman Jenis Tanaman Dosis Mikoriza Belimbing Wuluh (T1) Jabon (T2) Petai (T3) Rasio 0 g (M0) 1,06 0,92 0,95 0,98 10 g (M1) 1,31 1,03 1,02 1,12 20 g (M2) 1,35 1,07 0,81 1,08 30 g (M3) 1,27 0,88 0,95 1,03 Rasio 1,25b 0,96a 0,93a ` Tabel 4.4 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap indeks luas daun terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,35 cm², jabon dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,07 cm², dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,02 cm². Tanaman yang diberikan mikoriza menghasilkan pertumbuhan luas daun yang lebih baik. Hal ini disebabkan perbaikan pengambilan air oleh tanaman dengan adanya asosiasi akar dengan cendawan, sehingga akan memperbesar atau memperpanjang sel tanaman yang bermikoriza. (Hariyadi dan Yahya, 1988 dalam Lucia et al., 1997).

13 Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio indeks luas daun pada tanaman petai dan jabon tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan belimbing wuluh, karena belimbing wuluh memiliki jumlah daun yang lebih banyak pada parameter sebelumnya, sehingga menghasilkan indeks luas daun yang lebih besar. Fermin (2013) tentang indeks luas daun bahwa interaksi fma memberikan pengaruh yang nyata karena dapat meningkatkan indeks luas daun. Daun mempunyai peranan yang penting dalam penyerapan radiasi surya dan variasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan dapat dikaji melalui indeks luas daun Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Bobot Kering Bobot kering tanaman merupakan petunjuk adanya kandungan biomasa dan organik lainnya yang merupakan hasil fotosintesis yangdapat diendapkan setelah kadar air dikeringkan (Lizawati dkk,2014). Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering tanaman. Rasio perhitungan bobot kering pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Bobot Kering Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 2,23 0,85 0,95 1,34 10 g (M1) 2,61 0,87 1,05 1,51 20 g (M2) 3,15 0,84 0,69 1,56 30 g (M3) 3,36 0,97 0,70 1,68 Rasio bobot kering 2,84 b 0,88 a 0,85 a Tabel 4.5 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap bobot kering

14 terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 30 g yaitu sebesar 3,36 g jabon dengan dosis 30 g yaitu sebesar 0,97 g dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,05 g. Adanya mikoriza pada tanaman meningkatkan penyerapan hara untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis sehingga tanaman dapat mengalami pertumbuhan yang baik yang diwujudkan ke dalam produksi biomassa tanaman atau berat kering tanaman. Hal ini dikarenakan tanaman yang terinfeksi oleh fma memiliki kemampuan mengambil nutrien lain seperti N, K, dan Mg pada zone penipisan nutrien disekitar akar, selain itu adanya asosiasi mikoriza ini dapat membantu tanaman dalam pengambilan air dan hara lain untuk proses pertumbuhan dan perkembangan (Guissou, 2009). Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio bobot kering antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata pada belimbing wuluh, karena semakin besar berat kering tanaman menunjukkan semakin efisien proses fotosintesis yang terjadi dan produktivitas serta perkembangan sel jaringan semakin tinggi dan cepat, sehingga pertumbuhan menjadi lebih baik, yang akhirnya berat kering tanaman meningkat (Lizawati dkk, 2014) Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tajuk Akar Akar dan tajuk pertumbuhannya saling tergantung satu sama lain. Pertumbuhan tergantung suplai karbohidrat dan hormon dari tajuk, sedangkan akar berperan dalam menyediakan bahan organik Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar tanaman. Rasio perhitungan rasio tajuk akar pada Tabel 4.6.

15 Tabel 4.6. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tajuk Akar Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 1,65 0,72 0,83 1,07 10 g (M1) 2,13 0,85 1,07 1,35 20 g (M2) 2,61 0,83 0,67 1,37 30 g (M3) 2,51 1,07 0,76 1,45 Rasio tajuk akar 2,23 b 0,87 a 0,83 a Tabel 4.6 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap rasio tajuk akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 2,61 g, jabon dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,07 g, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,07 g. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor persentase infeksi yang semakin menurun seiring dengan penambahan dosis inokulasi sampai pada taraf tersebut yang diikuti dengan penurunan berat kering akar, sehingga rasio akar tajuk juga menurun. Perlakuan inokulasi mikoriza tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasio akar tajuk (Kung u, 2008) Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio tajuk akar antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan belimbing wuluh. Hal ini karena dengan proses fotosintesis yang lebih baik penyerapan unsur hara serhingga menhasilkan rasio tajuk akar yang lebih besar. (Heddy, 1987) 4.7. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Persentase Kolonisasi Akar Hasil pengamatan persentase kolonisasi akar pada tanaman menunjukkan asosiasi antara FMA dengan akar yang membentuk hifa atau vesikula pada struktur akar tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kolonisasi akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan jenis

16 tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Dosis mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kolonisasi akar. Rasio perhitungan persentase kolonisasi akar pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Persentase Kolonisasi Akar Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) g (M1) 14,34 31,11 14,74 20,06 20 g (M2) 19,99 24,97 23,03 22,66 30 g (M3) 17,17 25,31 31,31 24,59 Rasio 13,12 20,59 17,52 Tabel 4.7. menunjukkan tanaman yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan tidak adanya infeksi mikoriza pada belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hal ini terjadi karena sterilisasi kimia pada tanah menunjukkan bahwa tanah bebas dari mikroba termasuk mikoriza. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap kolonisasi akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 19,99 % jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 31,11%, dan petai dengan dosis 30 g yaitu sebesar 31,31 %. Berdasarkan rasio persentasi dosis mikoriza yang tertinggi adalah dosis 30 g, karena semakin tinggi dosis mikoriza maka semakin tinggi tingkat infeksinya. Menurut Setiadi dkk (1992), persentase kolonisasi tergolong rendah jika berada di antara 0-25% dan tergolong sedang jika berada di antara 26-50%. Persentase kolonisasi yang diperoleh pada penelitian ini pada dosis 0-20 g tergolong rendah, Sedangkan dosis 30 g yaitu tergolong sedang. Logam berat menyebabkan kenaikan derajat infeksi akar secara nyata. Hal ini karena interaksi antara akar tanaman dan simbion seperti jamur mikoriza arbuskula dapat memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup pertumbuhan tanaman di tanah yang terkontaminasi. Asosiasi mikoriza dapat meningkatkan luas permukaan serap tanaman karena hifa dari mikoriza

17 menjelajahi rizosfer di luar zona akar rambut, yang meningkatkan air dan serapan mineral (Bhalerao, 2013). Kolonisasi mikoriza akan memberikan peran positif dalam penyediaan unsur hara N, P, dan air sehingga memacu pertumbuhan yang merupakan manifestasi dimulai dari penyediaan karbohidrat dari organ fotosintesis dan penyediaan air dan hara oleh akar sampai kepada sintesis biomassa tanaman yang baru. Hifa Gambar 4.4. Infeksi Pada Akar Tanaman Jabon 4.8. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Akar Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi ( mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Darmono, 1995) Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan

18 pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada akar tanaman. Rasio perhitungan akumulasi logam pb pada akar pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Akar. Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 20,66 10,08 37,98 34,36 10 g (M1) 39,93 15,11 87,64 71,34 20 g (M2) 50,88 8,68 89,55 74,55 30 g (M3) 19,47 11,39 75,53 53,19 Rasio 52,38b 11,32a 72,68b Tabel 4.8 menunjukkan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan jabon dan belimbing wuluh. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan Pb pada akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 50,88 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 15,11 mg/kg, dan petai dengan dosis 20 g yaitu sebesar 89,55 mg/kg. Tanaman yang diberikam mikoriza mampu menyerap logam lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak diberikan mikoriza, hal ini terjadi karena mikoriza memegang peranan penting dalam melindungi akar tanaman dari unsur toksik, diantaranya yaitu logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur toksik oleh mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi, atau akumulasi unsur tersebut dalam hifa. Tanaman yang diinokulasi mikoriza memiliki kemampuan menekan serapan Pb, karena mikoriza diketahui dapat mengikat logam tersebut pada gugus karboksil dan senyawa pektak (hemiselulosa) pada matriks antar permukaan kontak mikoriza dan tanaman inang, pada selubung polisakarida dan dinding sel hifa. (Leyval dkk, 2002). Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rataan akumulasi logam Pb antara tanaman belimbing wuluh dan petai tidak berbeda nyata, tetapi pada jabon berbeda nyata. Hal ini petai dan belimbing wuluh mengakumulasi logam berat Pb

19 pada bagian akar tanaman, sehingga menghasilkan akumulasi logam yang lebih besar Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Batang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akumulasi logam Pb pada batang lebih besar dibandingkan organ lain, hal ini dikarenakan logam Pb telah di lokalisasi pada bagian sel tertentu, menjaga agar tidak menghambat metabolisme tanaman tersebut. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada batang, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rasio perhitungan akumulasi logam Pb pada batang pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Batang Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 8,95 17,49 12,69 13,04 10 g (M1) 8,57 91,31 22,82 40,9 20 g (M2) 9,84 12,14 26,49 16,16 30 g (M3) 8,05 9, ,31 Rasio 8,85 32,7 10 Tabel 4.9 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan Pb pada batang terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 9,84 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 91,31 mg/kg, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 26,49 mg/kg. Perbedaan akumulasi logam pada batang dipengaruhi oleh dosis mikoriza yang diberikan. Mikoriza berfungsi dalam

20 mengikat logam dengan cara penimbunan unsur tersebut dalam akar bermikoriza, sehingga menyebabkan akar dapat menyerap logam lebih banyak dibandingkan batang. Menurut Chairiyah (2013), semakin banyak logam berat di dalam tanah maka aktivitas mikoriza akan semakin meningkat untuk menginfeksi tanaman dan membentuk hifa di dalam jaringan akar sebagai perlindungan dan mengurangi logam berat Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Daun Tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai mampu mentranslokasikan unsur-unsur pencemar seperti pb dari akar sampai ke daun tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal (kerdil) dan tidak mengalami fitotoksisitas. Hasil sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada daun, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada daun tanaman. Ratio perhitungan akumulasi logam pb pada akar pada Tabel Tabel Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Daun Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 3,61 11,22 4,21 6,35 10 g (M1) 5,05 23,63 7,44 12,04 20 g (M2) 9,27 13,82 1,41 8,17 30 g (M3) 8,88 17,32 2,49 9,56 Rasio 6,7a 16,49b 3,89a Tabel 4.10 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan

21 Pb pada daun terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 9,27 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 23,63 mg/kg, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 7,44 mg/kg. Tingkat akumulasi pada daun cenderung lebih tinggi dibanding pada bagian batang. Akumulasi logam berat Pb pada akar tanaman melalui bantuan transpor liquid dalam membran akar, akan membentuk transpor logam kompleks yang akan menembus xilem dan menuju ke sel daun tanaman. Setelah sampai di daun akan melewati plasmalema, sitoplasma, dan vakuola, dimana logam Pb akan terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Efisiensi Penyerapan Pb Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Darmono, 1995). Efisiensi serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam media. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi penyerapan Pb, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rasio perhitungan efisiensi penyerapan Pb pada Tabel Tabel Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Efisiensi Penyerapan Pb Jenis Tanaman Belimbing Wuluh Jabon Petai Rasio Dosis Mikoriza (T1) (T2) (T3) 0 g (M0) 6,37 8,25 7,51 7,38 10 g (M1) 7,29 19,57 13,88 13,58 20 g (M2) 11,16 11,74 12,71 11,87 30 g (M3) 9,58 12,69 7,29 9,85 Rasio 8,6a 13,06b 10,35a

22 Tabel 4.11 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap efisiensi penyerapan Pb terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 11,16 %, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 19,57 %, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 13,88 %. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan dengan dosis mikoriza 10 g lebih baik memiliki nilai efisiensi lebih tinggi karena tanaman mengakumulasi logam Pb dengan sangat baik. Menurut Aprilia dan Purwani (2013) Efisiensi serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam media. Berdasarkan uji Anova, efisiensi akumulasi logam Pb memiliki hasil yang berbeda nyata. Efisiensi penyerapan Pb pada tanaman dahlia pada inokulasi mikoriza dosis 0 g sebesar 8,07 % sedangkan pada dosis 25 g sebesar 18,34 % (Arisutanti dan Purwani,2013). Penyerapan logam Pb oleh tanaman dapat mempengaruhi penyerapan air dan hara dalam tanah. Tanaman tanpa mikoriza mampu mengakumulasi logam namun keadaan secara fisiologis beberapa parameter tanaman tersebut terganggu. Pada hasil tersebut terlihat bahwa tanaman tanpa mikoriza juga mampu mengakumulasi logam karena belimbing wuluh, jabon dan petai merupakan tanaman bioakumulator. Logam berat diserap oleh akar tumbuhan dalam bentuk ion-ion yang larut dalam air seperti unsur hara yang ikut masukbersama aliran air.

23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fungi mikoriza arbuskula tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam Pb pada tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb. 2. Dosis mikoriza 10 g yang optimal terhadap akumulasi logam Pb pada tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb. 3. Tanaman jabon yang paling efektif dalam akumulasi logam Pb yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb Saran 1. Untuk proses reklamasi lahan tercemar Pb dapat menggunakan jabon dengan dosis mikoriza 10 g.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

Magister Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara (USU)

Magister Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara (USU) PENGURANGAN AKUMULASI TIMBAL (Pb) DENGAN MEMANFAATKAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN TANAMAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) JABON (Anthocephalus cadamba) PETAI (Parkia speciosa) Herna Sianipar, Erman Munir,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan November 2009 Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Euphorbia milii

Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Euphorbia milii JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-79 Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Euphorbia milii Dita

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya.

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. - Kemudian diambil sampel tanah secara komposit (BTKU) sebanyak 10 g. - Cawan berisi tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga bulan Maret 2016. Pengambilan sampel tanah untuk budidaya dilaksanakan di Desa Kemuning RT

Lebih terperinci

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada September 2014 sampai Januari 2015. Identifikasi jumlah spora

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan dan rumah kaca Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) Gunung Batu Bogor. Percobaan dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara akar tanaman dengan fungi tertentu. Melalui

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian UMY, pada bulan Desember 2015 Maret 2016. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT

IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT Tugas Akhir IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DESA POTERAN, PULAU POTERAN, SUMENEP MADURA DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIOFERTILIZER PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Disusun Oleh : Eka Novi Octavianti

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, jumlah daun, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar, dengan ketinggian tempat 10 m di atas permukaan iaut.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI 1 KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) Ferdi Asdriawan A.P (20110210016) Prodi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk akan berakibat meningkatnya kebutuhan akan pangan. Untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap Pertumbuhan Tanaman Dahlia pinnata yang ditumbuhkan pada Media Mengandung Logam Timbal (Pb)

Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap Pertumbuhan Tanaman Dahlia pinnata yang ditumbuhkan pada Media Mengandung Logam Timbal (Pb) Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap Pertumbuhan Tanaman Dahlia pinnata yang ditumbuhkan pada Media Mengandung Logam Timbal (Pb) Ratna Juwita Arisusanti (1509100032) Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Sidang Hasil Tugas Akhir (SB )

Sidang Hasil Tugas Akhir (SB ) Sidang Hasil Tugas Akhir (SB- 091358 ) Kajian Pemanfaatan Lumpur Limbah Water Treatment PT. Pupuk Kujang Sebagai Media Tanam Arachis hypogaea dengan Penambahan Mikoriza, Rhizobium, dan Pupuk Bokashi Paul

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jati Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Perubahan akumulasi biomassa akan terjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini akan dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015 di Green House dan

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini akan dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015 di Green House dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015 di Green House dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY. B. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap jenis makhluk hidup termasuk tanaman. Proses ini berlangsung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan TINJAUAN PUSTAKA Logam Timbal (Pb) Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang bertempat di Lapangan (Green House) dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY Aang Kuvaini Abstrak Kualitas media tanam akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pertumbuhan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Faktor kedua adalah dosis Dregs (D) yang terdiri dari 4 taraf yaitu: DO = Tanpa pemberian dregs DI = 10 g dregs /kg gambut D2 = 20 g dregs /kg gambut

Faktor kedua adalah dosis Dregs (D) yang terdiri dari 4 taraf yaitu: DO = Tanpa pemberian dregs DI = 10 g dregs /kg gambut D2 = 20 g dregs /kg gambut BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Tanaman, Laboratorium Penyakit Tumbuhan, dan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru, dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembibitan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit, yang sangat menentukan keberhasilan budidaya pertanaman. Melalui tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen terdapat kontrol sebagai acuan antara keadaan awal dengan sesudah diberi

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab.Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci