BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik pada dasarnya adalah teknik menghias permukaan kain dengan cara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik pada dasarnya adalah teknik menghias permukaan kain dengan cara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik pada dasarnya adalah teknik menghias permukaan kain dengan cara menahan pewarna (malam/lilin). Teknik ini merupakan salah satu tahapan pencapaian dalam peradapan manusia. Bahan pewarna batik yang digunakan pada awalnya dibuat dari bahan-bahan alami yang berasal dari lingkungan setempat. Sumber bahan pewarna yang digunakan adalah bagian kulit kayu, buah, bunga, dan akar suatu tanaman (Sancaya, 2011:6). Terkait dengan pewarnaan alami, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Siti Narsito Wulan dalam penelitiannya menuliskan kulit buah kakao mengandung pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid dapat memunculkan warna merah hingga jingga. Kulit buah kakao mengandung tanin. Dikemukakan pula pemanfaatan limbah kulit buah kakao sebagai sumber zat pewarna (β-karoten) pada makanan, dilakukan untuk mengetahui potensi dan kestabilan pigmen dari kondisi ekstraksi pigmen yang optimal. Bahan yang digunakan adalah kulit kakao segar dan kulit yang dikeringkan. Apabila dibandingkan antara bahan segar dan bahan kering, kadar pigmen dari bahan segar lebih besar daripada bahan kering (2001:25). Penelitian kedua dilakukan oleh Indah Permata Ayuningtyas berjudul Kajian Kulit Buah Kakao Sebagai Pewarna Alami Pada Tekstil mengemukakan tentang pemanfaatan kulit buah kakao segar sebagai zat pewarna alami tekstil. Kandungan pigmen karotenoid, polifenol, flavonoid dan tanin diharapkan dapat 1

2 2 menimbulkan warna yang potensial untuk tekstil dengan variasi frekuensi pencelupan dan jenis fiksasi, kemudian diuji cobakan pada bahan sutera dengan proses ikat celup dan batik. Uji coba tersebut menghasilkan warna coklat ke merah muda dengan fiksator tawas, berwarna coklat ke merah dengan fiksator kapur, dan berwarna coklat tua ke hijauan dengan fiksator tunjung (2014: 49). Hasil pendalaman terhadap penelitian dari Indah Permata, penelitian tersebut berhenti sampai uji coba fiksasi pada satu kain dengan satu fiksator yang menghasilkan satu warna pada tiap kainnya. Hal tersebut menarik untuk dikembangkan lebih lanjut kedalam sebuah karya peracangan. Pengembangan dalam perancangan ini akan memadukan tiga fiksator (tawas, kapur, tunjung) dalam satu kain dengan menggunakan cara tumpangan. Hal yang penting untuk dipikirkan ketika membuat karya batik dengan pewarnaan alamiini, kecuali melakukan proses pewarnaan yang benar juga pada masalah corak. Motif batik adalah gambaran utama pada kain batik. Motif ini mencirikan dan menentukan jenis suatu batik (Setiati, 2008:43). Seni Kerajinan Batik Indonesia (Susanto, 1980: 212) mengungkapkan bahwa motif adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik. Motif banyak digunakan pada tekstil, antara lain motif flora, motif fauna, dan motif penggambaran diri manusia. Penggarapan corak batik seyogyanya dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam agar terwujud corak-corak yang semakin variatif dan tidak membosankan. Strategi penggarapan corak bisa dipecahkan melalui pengangkatan sumber ide dalam perancangannya.

3 3 Sumber ide perancangan selain menggunakan kulit buah kakao sebagai pewarna batik, dalam proyek perancangan ini juga menggunakan tanaman buah kakao sebagai sumber ide motifnya. Tanaman buah kakao merupakan hasil perkebunan di daerah Karanganyar, selain kakao ada beberapa hasil perkebunan, diantaranya durian, duku, manggis, dan ubi jalar. Hasil perkebunan tersebut sudah dijadikan sebagai sumber ide motif batik berkarakter kedaerahan di Karanganyar. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis memiliki ide untuk mengembangkan kakao sebagai visual motif dalam sebuah karya batik tulis. Diharapkan hasil dari karya ini dapat dijadikan sebagai alternatif batik berkarakter kedaerahan di Karanganyar. B. StudiPustaka 1. Batik Tulis dengan Zat Pewarna Alami a. Teknik Batik Tulis Batik tulis adalah pembuatan motif pada kain menggunakan tangan dan alat bantu canting. Proses batik tulis sebelum kain dicanting dengan malam panas awalnya kain dicoret atau digambar sesuai motif yang diinginkan, selanjutnya kain yang sudah dicoret kemudian diberi malam panas dengan menggunakan canting sesuai dengan motif yang digambar untuk perintang warna. Langkah selanjutnya kain di beri warna dengan cara pencoletan atau pencelupan dan penguncian warna. Setelah penguncian warna kain dicuci dan dilorod. Tujuan pelorotan supaya malam yang berada di kain hilang. Setiap kain batik diproses dengan teknik ini memerlukan waktu yang lama. Teknik batik tulis biasanya lebih

4 4 mahal dari pada teknik batik yang lain misalkan batik cap. Pengerjaan batik tulis harus dengan teliti dan sabar supaya batik tulis yang dihasilkan akan lebih indah (Herry Lisbijanto, 2013:10). Tahap-tahap untuk membuat batik tulis ialah : 1) Membatik kerangka (nglowong) Membatik kerangka dengan memakai pola disebut mola, sedangkan tanpa pola disebut ngrujak. Baik menggunakan pola ataupun langsung di rujak, tetap disebut batik kosongan atau batikan klowongan. Canting yang digunakan adalah canting cucuk sedang yang disebut juga canting klowong. 2) Ngisen iseni Maka ngisen iseni berarti memberi isi atau mengisi, ngisen iseni dengan menggunakan canting cucuk kecil yang sering disebut canting isen. Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut reng-rengan. Oleh karena namanya reng-rengan, maka pembatik yang membatik sejak permulaan sampai penyelesaian (akhir) memberi isen-isen disebut ngengreng. Hasil ngrengrengan merupakan kesatuan motif dari keseluruhan yang dikehendaki. 3) Nerusi Batikan yang berupa ngengrengan kemudian dibatik permukannya, dan dibatik lagi pada permukaan yang kedua. Membatik nerusi ialah membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusannya. Canting yang dipergunakan sama dengan canting untuk ngengreng. Nerusi terutama untuk mempertebal tembusan batikan pertama serta untuk memperjelas. Batikan yang selesai pada tahapan inipun disebut ngengreng (Herry Lisbijanto, 2013:26). 4) Nembok

5 5 Canting tembokan berukuran besar, bagian yang ditemboki biasanya disela-sela motif pokok. Nembok biasanya menggunakan malam kualitas rendah. Meskipun malam penuh kotoran tetapi canting bercucuk besar seperti canting tembokan tidak banyak terganggu. Pada hakekatnya fungsi malam selain untuk membentuk motif, juga untuk menutup pada tahapan-tahapan memberi warna pada sebuah kain, dimana warna itu sebagai pembentuk motif batik yang sesungguhnya. Proses nembok hanya dilakukan pada sebelah muka kain. 5) Bliriki Bliriki ialah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sepenuhnya. Bliriki menggunakan canting tembokan dan caranyapun sama seperti proses nemboki. Apabila tahap terakhir ini sudah selesai berarti proses pembatikan sudah selai (Herry Lisbijanto, 2013:26). 6) Nglorod Menghilangkan malam yang menempel di kain dengan menggunakan air mendidih. Setelah itu baru dijemur (Herry Lisbijanto, 2013:27). b. Zat Pewarna Alami Potensi sumber zat pewarna alami ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan tergantung pada jenis coloring matter yang ada. Coloring matter adalah substansi yang menentukan arah zat warna alam, merupakan senyawa organik yang terkandung dalam sumber zat warna alam tersebut. Dalam satu jenis tumbuhan dapat terkandung lebih dari satu jenis zat pewarna( Hendri Suprapto, 2000 : 5). Berdasarkan dari jenis zat pewarnaan, zat pewarna alami dibagi menjadi empat golongan(sri Herlina, 2003: 8-9), sebagai berikut:

6 6 1) Zat warna mordan (alam) : kebanyakan zat pewarna alam tergolong zat warna mordan alam agar dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya harus melalui penggabungan dengan kompleks oksida logam membentuk zat warna yang tidak larut. Zat pewarna alam golongan ini dapat menjadi sangat tahan. Misalnya zat pewarna alam yang berasal dari kulit akar pace (Morinda). 2) Zat warna direk : zat warna ini melekat di serat berdasarkan ikatan hidrogen sehingga ketahanannya rendah, misal zat pewarna yang berasal dari kunyit (curcuma). 3) Zat warna asam/basa : zat warna jenis ini mempunyai gugus kombinasi asam dan basa, tepat untuk diterapkan pada pewaranaan serat sutera atau wol, tetapi tidak memberikan warna yang permanen pada katun, misal flavonoid pigmens. 4) Zat warna bejana : zat warna ini mewarnai serat melalui proses reduksioksidasi, dikenal sebagai pewarna yang paling tua di dunia, dengan ketahanan yang paling unggul dibandingkan ke-3 jenis zat pewarna alam lainnya, misalnya zat pewarna yang berasal dari daun tom (indigo). c. Proses Pewarnaan Zat Pewarna Alami pada Tekstil 1) Mordanting Penggunaan zat pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, mempunyai rangkaian proses yang dimulai dari pengolahan awal serat/kain yaitu proses mordanting (Hendri Suprapto, 2005: 1). Tujuannya adalah untuk memperbesar daya serap kain terhadap zat warna alam. Resep mordan yang digunakan untuk kain katun dan sutera adalah :

7 7 Resep mordant untuk kain katun: Berat bahan (kain) Berat tawas : 500 gram : 100 gram Berat soda abu : 30 gram Air : liter Resep mordant untuk kain sutera, wool: Berat bahan (kain) Berat tawas Air : 500 gram : 100 gram : liter Proses mordanting dilakukan dengan cara air didihkan, tawas dan soda abu dimasukkan sambil diaduk-aduk hingga larut sempurna, kain dibasahi terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam larutan tawas, sambil diaduk-aduk hingga 1 jam, kompor dimatikan dan didiamkan selama 24 jam, dibilas/dicuci hingga bersih, siap untuk diwarnai dengan zat warna alam atau dibatik terlebih dahulu (Hendri Suprapto, 2000: 38). 2) Ekstraksi Zat Pewarna Alami Pembuatan larutan zat warna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan melalui sistem ekstraksi dan fermentasi, tergantung dari jenis tumbuhan, pada umumnya melalui sistem ekstraksi. Persiapan awal bagian-bagian tumbuhan untuk pewarnaan ketika bahan tumbuhan telah dipanen untuk diambil warnanya, ada yang digunakan pada saat tumbuhan dalam kondisi segar artinya habis dipanen langsung diambil zat warnanya, tetapi ada juga yang dikeringkan terlebih dahulu untuk disimpan dan kemudian diambil zat warnanya (Hendri

8 8 Suprapto, 2005: 1). Sumber zat pewarna alami pada tanaman akan menghasilkan warna dan ketahanan luntur yang berbeda pada serat alam. Menurut Hendri Suprapto dalam penelitiannya mengenai ekstraksi pewarna alam untuk kain/serat, menjelaskan bahwa pada umumnya bahan bahan tumbuhan memerlukan perebusan/pendidihan secara perlahan-lahan yang berlangsung sekitar 1 jam, diperkirakan zat warnanya sudah dapat keluar semua, ada tanaman lain harus direndam terlebih dahulu kedalam air dengan harapan kandungan zat warnanya dapat keluar secara maksimal (2005: 2). 3) Pencelupan Beberapa zat warna alam dapat digunakan secara baik untuk mewarnai serat-serat yang berasal dari binatang dan tumbuh-tumbuhan tanpa proses panas. Sebelum serat/kain dibasahi terlebih dahulu dengan larutan TRO 1 gram/liter, dan dicelup dengan zat warna secara dingin selama 15 menit. Pada umumnya proses batik selalu memakai sistem pencelupan secara dingin (Hendri Suprapto, 2005: 3). Serat/kain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan misalnya serat kapas/katun, serat nanas dan serat abaca (pisang), akan lebih bagus apabila dicelup dalam larutan zat warna pada temperatur kamar dan warna yang dihasilkan dapat cerah, akan tetapi untuk proses batik karena terdapat lilin yang harus dilepas/dilorod pakai soda abu, maka hasilnya cenderung ke arah soft. Sedangkan serat yang berasal dari binatang yaitu sutera, jika dicelup dalam kondisi dingin akan menghasilkan warna bagus dan merupakan jenis serat yang terbaik pada penyerapan pewarna alam dibanding serat alam lainnya. Penggunaan teknik batik hasilnya lain karena adanya pelorodan atau pelepasan lilin (Hendri Suprapto, 2005: 3).

9 9 4) Fiksasi Macam-macam bahan fiksasi adalah a) Tawas/KAI (SO4) untuk menghasilkan arah warna muda sesuai warna aslinya. b) Kapur/Ca (OH)2 arah warna sedang atau arah kecoklatan. c) Tunjung/FeSO4 arah warna yang lebih tua atau kehitam-hitaman. Resep yang digunakan adalah Fiksasi tawas : 70 gram/liter Fiksasi kapur : 50 gram/liter Fiksasi tunjung: 50 gram/liter Cara membuat larutan fiksasi sesuai dengan jenis fiksasinya adalahsebagai berikut: a) Fiksasi dilarutkan kedalam air boleh dengan cara dingin. b) Larutan ditunggu hingga larut sempurna. c) Didiamkan selama 24 jam. d) Larutan dapat digunakan dengan mengambil cairan yang ada diatas. Pada akhir proses batik adalah pelepasan lilin atau istilahnya lorodan(jawa). Bahan yang digunakan adalah air panas dan zat pembantu kanji untuk bahan dari kapas dengan ukuran 15 gram/liter, sedangkan untuk sutera menggunakan soda abu untuk sutera dengan ukuran 10 gram/liter. System pelorodan pada batik dengan direbus air panas dan diusahakan pada saat melorod cuaca perlu dipertimbangkan, jika melorod dalam cuaca hujan akan menimbulkan masalah pada saat pengeringan karena jika pengeringan tidak cukup 1 hari dimungkinkan benda kerja mudah ditumbuhi jamur, untuk hal ini sebaiknya

10 10 dipersiapkan tempat pengeringan dengan mesin pengering kayu atau oven (Hendri Suprapto, 2000: 22). 2. Kulit Buah Kakao sebagai Zat Pewarna Alami Batik a. Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan baik untuk perkebunan negara maupun rakyat, sebagai tanaman perkebunan rakyat tanaman ini sangat cocok, karena tanaman ini dapat memberikan hasil sepanjang tahun. Dengan hasil yang dapat diperoleh setiap waktu ini sangatlah sesuai untk memenuhi kebutuhan petani yang menggantungkan hidupnya pada bertanam kakao tersebut (Wartoyo Suwadi Pudjogunarto, 2011: 2). Buah coklat berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. Buah coklat akan masak setelah 5-6 bulan dari proses penyerbukannya. Setiap tongkol berisi biji. Buah kakao bisa dipanen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang kurang lebih usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah. Tabel 1. Jenis Tanaman Kakao No Jenis Tanaman Kakao Karakter Visual 1 Criollo Mutu biji sangat baik, kulit berwarna merah atau hijau, kulit tipis berbintil-bintil kasar dan lunak, biji buah berbentuk bulat telur berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu masih basah.

11 11 2 Forastero Mutu biji sedang, kulit warna hijau, kulitnya tebal, biji buah tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. 3 Trinitario (merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero) Biji kakao ada yang termasuk baik dan ada yang sedang, buah berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-nacam. Biji buah juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah 4 Jenis trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah: a. Hibrid Djati Runggo (DR) yaitu HIBRIDA, DRI, DR2, GC7, DR38, DRC16, ICS 60, Biji kakao ada yang termasuk baik dan ada yang sedang, buah berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-nacam. Biji buah juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah TSH 858 b. Uppertimazone Hybrida (kakao Lindak yaitu Klon GC7 dan Klon ICS13) (Sumber : Wartoyo Suwadi Pudjogunarto, 2011: 10-13) Terkait dari beberapa jenis buah kakao yang disebutkan di table 1, penelitian ini akan difokuskan pada kulit buah kakao jenis ICS 60, karena tanaman ini yang paling banyak ditanam di Jumapolo, kabupaten Karanganyar. Klon ICS60 merupakan habitus tanaman besar, daya hasil 1.500

12 12 kg/ha, berat biji kering 1.67 g/biji, yang memiliki ciri warna flush merah kekuningan, bentuk buah panjang meruncing, pangkal daun tumpul, bentuk buah bulat memanjang, kulit buah kasar, pangkal buah tumpul dengan leher botol, ujung buah meruncing, alur buah tegas, warna buah muda hijau muda dan saat masak berwarna kuning. Gambar 1. Buah Kakao ICS 60 (Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015) Gambar 2. Buah Kakao yang Dibuka (Foto: Dini Kusumaningtyas, 2015) Tanaman buah kakao yang dibudidayakan oleh penduduk di kabupaten Karanganyar, merupakan tanaman yang tidak mengenal musim yang dapat berbuah sepanjang tahun. Hasil panennya yang diambil adalah biji kakao yang dapat dijual.

13 13 b. Kulit Buah Kakao Penelitian Siti Narsito Wulan menuliskankandungan gizi kulit buah kakao, ± 19%protein; 6,2% lemak dan 16% serat kasar, pigmen karotenoid(memunculkan warna merah hingga jingga), dan tanin. Kristal tanin berwarna putih-kuning sampai coklat muda bila terkena cahaya matahari dan berwarna cokelat tua apabila teroksidasi(2014:23). Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan sebagai zat pewarna alami tekstil dengan proses ekstraksi kulit buah kakao dilakukan dengan memotong-motong kulit buah kakao (yang segar) dan direbus dalam air mendidih selama 1 jam. Adapun komposisi pembuatan ekstrak adalah Kulit buah kakao segar Air Bahan kain : 4,5 kg : 36 liter : 1,2 kg Hasil daripewarnaan ekstrak kulit buah kakao pada kain primissima, paris dan sutera dengan fiksator tawas menghasilkan warna coklat muda;fiksator kapur menghasilkan warna coklat kemerahan; sedangkan fiksator tunjung menghasilkan warna coklat kehijauan, masing-masing 3 jenis kain menghasilkan intensitas warna sesuai fiksator yang digunakan (Indah, 2014:33). Hasil evaluasi ketahanan luntur warna pada teknik batik terhadap pencucian dengan menggunakan alat standar skala abu-abu atau Grey scaleterhadap pencucian dapat dilihat pada tabel 2.

14 14 Tabel2. Hasil Evaluasi Ketahanan Luntur Warna pada Teknik Batik Menggunakan Grey Scale Terhadap Pencucian Jenis Fiksator Merk Kain Tawas Kapur Tunjung Primissima hampir cukup Cukup Kurang Paris Cukup Cukup Jelek Sutera Cukup Cukup Cukup (Sumber: Indah Permata Ayuningtyas, 2014:68) 3. Desain Permukaan Menurut Nanang Rizali, dalam bukunya Tinjuan Desain Tekstil mengatakan desain permukaan adalah penciptaan desain dengan cara memberi hiasan cara memberi motif dan warna diatas permukaan kain yang sudah ditenun. Penampilan rupa dan warnanya menjadi peran utama yang berkaitan dengan daya tarik estetik. Perwujudan dan wujud tekstilnya (2006:38) antara lain meliputi: a. Ikat (pelangi), yaitu hasil pembuatan ragam hias diatas permukaan kain dengan cara mengikat dengan karet, rapia, serat nanas dan sebagainya. b. Imbuh (Novelty), yaitu upaya pembuatan ragam hias ditas permukaan kain dengan cara menambahkan unsur baru seperti: 1) Kida (Beading), yaitu dengan membubuhkan bahan yang berupa manikmanik, mute dan bahan lain yang bisa dijahitkan pada permukaan kain. 2) Dengan cara penggambaran langsung pada kain dengan cat akrilik, cat tekstil khusus, spidol dan lain-lain.

15 15 3) Jemeki (pailletes), yaitu dengan cara menambahkan atau menjahitkan payet pada kain berupa lempengen, bulat, silindris dan oval yang berkilau. 4) Sulam, yaitu cara menyulamkan benang pada kain dengan tangan atau mesin. 5) Tahit (tambal jahit), renda dan sahit (quilting). 6) Batik upaya pembuatan ragam hias pada permukaan kain dengan cara menutup bagian-bagian yang tidak dikehendaki berwarna dengan lilin/malam panas dengan menggunakan alat canting, kuas, cap, dan lain-lain. 7) Tekstil cetak, upaya pembuatan ragam hias pada permukaan kain melalui percetakan dengan menggunakan kain kasa berkerangka. Dalam prosesnya dapat dikerjakan dengan system manual/tangan, flat, dan rotary. a) Teknik cetak saring datar (flat screen) b) Teknik cetak saring tabung (rotary screen) 4. Serat sutera Sutera adalah serat berbentuk filamen yang diperoleh darisejenis serangga yang disebut lepidoptera. Serat tersebut dihasilkan oleh larva ulat sutera sewaktu membentuk kepompong, yaitu bentuk ulat sebelum menjadi kupu-kupu. Benang sutera adalah yang terhalus dari bahan-bahan tekstil asli dan yang terkuat jika dibandingkan dengan bahan lain yang sama halusnya, dalam keadaan basah kekuatan susut 15%. Terdiri atas benang filament yang panjangnya300 sampai 1600 meter. Penampangnya berbentuk segitiga dengan sudut-sudut membulat yang menyebabkan kilau pada sutera. Sifat-sifat serat suterahygroscopis, tahan ngengat, licin, dan tidak tahan asam (Ernawati, 2008:164).

16 16 5. Cara Penggambaran dalam Ornamen Ornamen menurut Guntur (2004:1-59), merupakan seni hias. Sebagai seni, ornament merupakan ekspresi keindahan yang diaplikasikan dalam berbagai objek buatan manusia. Perwujudan dalam penggambaran ornament, antara lain: a. Dekoratif Kata dekoratif berasal dari kata sifat decorative yang artinya yang membuat sesuatu tampak lebih indah. Sementara dekorasi yang berasal dari kata benda decoration diartikan sesuatu yang digunakan untuk menghias (mendekor). Karena kata dekoratif mengandung warna indah dan dekorasi mempunyai makna menghias atau mendekor, istilah-istilah itu pada dasarnya bermuara pada makna indah. Gambar 3. Dekoratif dengan Obyek Tumbuhan Sumber: Guntur (2004:171) Ciri-ciri penggambaran dekoratif: 1) Unsur-unsur yang ada tidak sejenis. 2) Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu. 3) Bentuk sederhana. 4) Penekanannya lebih pada isian untuk menghias.

17 17 b. Naturalis Naturalis merupakan penggambaran motif yang pembentukan atau penyusunannya meniru penampakan fenomena alam. Naturalis dapat dikenali dari penampakan visualnya yang menyerupai benda-benda alam. c. Stilasi Gambar 4. Naturalis dengan Obyek Tumbuhan Sumber: Guntur (2004:39) Stilasi merupakan cara penggambaran motif yang dalam pembentukan atau penyusunannya didasarkan pada penggayaan elemen dasar yang dirujuk. Stilasi dalam penampakannya berbeda dengan apa yang digambarkannya. Misalnya, tampilan teratai yang menjadi rujukan tidak lagi mudah dikenali seperti teratai, kecuali bagian-bagian signifikan tertentu yang menjadi tengaranya. Lebih jauh lagi, penggayaan itu dapat menjadi sangat jauh dari figur yang direpresentasikan karena dalam peggayaan terdapat kebebasan mengubah bentuk.

18 18 Gambar 5. Stilasi dengan Obyek Manusia Sumber: Guntur (2004:48) d. Distorsi Distorsi merupakan cara penggambaran motif dengan melakukan perubahan bentuk obyeknya dengan melakukan penyimpangan-penyimpangan yaitu keadaan yang dilebih-lebihkan baik dari sisi ukuran maupun bentuknya pada bagian-bagian tertentu. Terpenting tetap memperhatikan proporsi, keharmonisan, keseimbangan, dan kesatuan. Dharsono Sony dalam bukunya Pengantar Estetika, distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter, dengan cara menyangatkan wujud-wujud tertentu pada benda atau objek yang digambar (2004:103).

19 19 Gambar 6. Distorsi dengan Obyek Hewan Sumber: Guntur (2004:121) e. Abstraksi Abstraksisering disebut dengan gambar non figuratif, artinya bentuk gambar yang lahir bukan dari alam melainkan penyimpangan dari bentuk-bentuk alam. Menurut Dharsono Sony abstraksipenggambaran motif dengan mengadakan perubahan dari bentuk aslinya sehingga bentuk asli obyek dalam penggambaran sudah atau hampir tidak nampak lagi(2004:102). Gambar 7. Abstraksi dengan Obyek Tumbuhan Sumber: Tiwi Bina (2008:93)

20 20 C. Fokus Permasalahan 1. Bagaimana penerapan tiga fiksasi, yaitu tawas, kapur, dan tunjung untuk menghasilkan variasi warna dalam satu kain? 2. Bagaimana merancang motif batik dengan sumber ide tanaman buah kakao? 3. Bagaimana proses visualisasi perancangan batik yang bersumber ide tanaman buah kakao dengan pewarnaan kulit buah kakao?

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB II METODE PERANCANGAN BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas, maka terdapat tiga permasalahan sehubungan dengan perancangan batik tulis dengan sumber ide tanaman buah kakao.

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL digilib.uns.ac.id BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL Hasil uji coba/eksperimen dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa kategori sesuai dengan jenisnya yaitu tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan baik untuk perkebunan negara maupun rakyat, sebagai

Lebih terperinci

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 TEKNIK PEMBUATAN BATIK TULIS ALAT 1. GAWANGAN 2. KUAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kembang Telekan Kembang Telekan (Tagetes Erecta L) Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa) Tanaman ini sering ditanam di halaman rumah dan taman-taman

Lebih terperinci

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar MEMBUAT TEKSTIL DENGAN TEKNIK REKALATAR 87 Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari cara membuat ragam hias dengan teknik rekalatar. Melalui kegiatan ini

Lebih terperinci

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu EKSPLORASI WARNA ALAM MENGGUNAKAN KULIT BATANG, AKAR, DAUN DAN BUAH DARI TANAMAN MANGROVE (RHIZOPORA STYLOSA) SEBAGAI PEWARNA BATIK DENGAN PENGGUNAAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR Bayu Wirawan D. S.

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL TEKNIK RAGAM JENIS PENGERTIAN DAN HIAS SIFAT BAHAN TEKSTIL BAHAN PEWARNA TEKSTIL Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris

Lebih terperinci

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROSES PEMBUATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. MENGOLAH KAIN (PERSIAPAN ALAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

Kerajinan Batik Tulis

Kerajinan Batik Tulis Kerajinan Batik Tulis Indonesia memiliki banyak warisan budaya yang menjadi Identitas bangsa salah satunya batik, pada tanggal 2 Oktober 2009 pengesahan batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan 1. Bahan Bahan yang Digunakan a. Buah mangrove jenis Rhizophora stylosa diperoleh dari daerah Pasar Banggi, Rembang b. Air diperoleh dari Laboratorium Aplikasi Teknik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA Oleh: Widihastuti Staf Pengajar Prodi Teknik Busana FT UNY widihastuti@uny.ac.id Pendahuluan Tanaman alpukat

Lebih terperinci

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT 4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT KRIYA TEKSTIL Kompetensi yang akan diperoleh setelah mempelajari bab ini adalah pemahaman tentang pengetahuan bahan dan alat kriya tekstil. Setelah mempelajari pengetahuan

Lebih terperinci

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY) KUALITAS ACASIA NILOTICA L (DAUN ONCIT) SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY) ABSTRAK Tujuan penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

BAB. III PROSES PENCIPTAAN. kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan

BAB. III PROSES PENCIPTAAN. kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan BAB. III PROSES PENCIPTAAN A. Data Acuan Penulis menjadikan pengalaman pribadi dalam menciptakan karya seni kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan pembuatan motif

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Beauty Suestining Diyah D. *), Susinggih Wijana,Danang Priambodho Jurusan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERANCANGAN PROTOTYPE BATIK KEDAERAHAN KARANGANYAR DENGAN MEMANFAATKAN MBAHKUKAO (LIMBAH KULIT BUAH KAKAO) DALAM PEWARNAANNYA BIDANG KEGIATAN PKM KARSA CIPTA Diusulkan oleh:

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. Tataran Lingkungan Pengembangan ragam hias batik Banten memiliki keterkaitan dengan lingkungan non fisik. Dimana ragam hias batik banten memiliki ciri khas dan nilainilai budaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik 43 BAB III METODE PENCIPTAAN A. Konsep Berkarya Pada tugas akhir penciptaan berjudul Padi sebagai Sumber Ide Penciptaan Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik secara

Lebih terperinci

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR PKMP-3-10-1 PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR Kharomi Trismawati, Very Setyabakti, Cahyaning Wuri Rosetyo Program

Lebih terperinci

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY SENI KERAJINAN BATIK Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY Pengertian Batik Pengertian batik secara umum adalah pembentukan gambar pada kain dengan menggunakan teknik tutup

Lebih terperinci

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY Pendahuluan Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peluang ekspor batik Indonesia cukup besar, apalagi setelah batik Indonesia dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober

Lebih terperinci

BASIC TECHNOLOGY EDUCATION (PTD)

BASIC TECHNOLOGY EDUCATION (PTD) FINAL TEST BASIC TECHNOLOGY EDUCATION (PTD) GRADE 7 2011/2012 1. Konsep PTD adalah PGBU, yaitu... a. Pikir, Gambar, Buat, Ulangan b. Palu, Gergaji, Baut, Ulir c. Pikir, Gambar, Buat, Uji d. Pikir, Gabung,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI KRIYA BERJUDUL: PRADA

DESKRIPSI KARYA SENI KRIYA BERJUDUL: PRADA DESKRIPSI KARYA SENI KRIYA BERJUDUL: PRADA Judul : Prada Ukuran : 100x100 cm Tahun : 2010 Media : Batik di atas kain Dipamerkan pada acara Pameran Karya Seni Batik tingkat Nasional di Hall Rektorat UNY

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN ABSTRAK Di Indonesia kain jumputan dikenal dengan nama nama yang berbedabeda, masyarakat Jawa menyebutnya Jumputan, di daerah Bali dikenal dengan nama Sangsangan, sedangkan di Palembang orang menamakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat menciptakan nuansa keindahan saat diaplikasikan pada sebuah objek ataupun benda. Dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN A. Ide Berkarya Sebuah ide biasanya dapat berasal dari manapun, bersumber dari apapun, sesuai inspirasi yang didapatkan oleh seniman itu sendiri, serta stimulus yang

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN 31 PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN The Effect Extraction Method and Fixation of Natural Dyes to Color Fastness on Cotton Fabric Titiek

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: KELUARGA NELAYAN

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: KELUARGA NELAYAN DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: KELUARGA NELAYAN Judul : Keluarga Nelayan Ukuran : 100x100 cm Tahun : 2005 Media : Batik di atas kain Dipamerkan pada acara: Pameran Karya Seni Rupa tingkat Nasional

Lebih terperinci

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta. PENGARUH PERBEDAAN CARA EKSTRAKSI dan BAHAN FIKSASI BAHAN PEWARNA LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King.) TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN BATIK Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S Bagian

Lebih terperinci

LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) KRIYA TEKSTIL

LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) KRIYA TEKSTIL LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR Sidoarjo, September 2014 LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) KRIYA TEKSTIL Disusun Oleh : Drs. Syamsudin, M. Sn. Ir. Sri Herlina, M.Si. PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

BAB IV VISUALISASI. sesuai dengan semboyan Pati Bumi Mina Tani. Pengembangan visual desain batik

BAB IV VISUALISASI. sesuai dengan semboyan Pati Bumi Mina Tani. Pengembangan visual desain batik BAB IV VISUALISASI Visualisasi pada proyek perancangan ini adalah, merancang batik dengan berdasarkan mata pencaharian desa Bakaran, secara umum banyak menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sektor

Lebih terperinci

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN Enggar Kartikasari enggar.kartikasari@yahoo.com Dosen Prodi PKK JPTK UST Abstrak Penelitian ini secara umum untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta 53 OPTIMASI PENCELUPAN KAIN BATIK KATUN DENGAN PEWARNA ALAM TINGI (Ceriops tagal) DAN INDIGOFERA Sp. Batik Fabric Dyeing Process Optimization Using Natural Dyes Tingi (Ceriops tagal) and Indigofera Sp.

Lebih terperinci

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta 25 PENGARUH SUHU EKSTRAKSI WARNA ALAM KAYU SECANG (Caesalpinia sappan Linn) DAN GAMBIR (Uncaria gambir) TERHADAP KUALITAS WARNA BATIK Extraction Temperature Effect of Secang (Caesalpinia sappan Linn) and

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN P u j i l e s t a r i, P e n g a r u h E k s t r a k s i Z a t W a r n a A l a m... 1 PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN The Effect Extraction

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco 21 BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan, terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

Lebih terperinci

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Lebih terperinci

PERANCANGAN BATIK TULIS DENGAN PEWARNAAN ALAMI KULIT BUAH KAKAO PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN BATIK TULIS DENGAN PEWARNAAN ALAMI KULIT BUAH KAKAO PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR PERANCANGAN BATIK TULIS DENGAN PEWARNAAN ALAMI KULIT BUAH KAKAO PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Program Studi Kriya Tekstil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Jatisrono berwirausaha sebagai pedagang ayam, para pedagang tersebut menjualnya dalam bentuk daging mentah dan ada pula yang matang.

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN 35 BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN A. Metode Penciptaan Dalam penciptaan Tugas Akhir ini penulis mengambil judul APLIKASI TEKNIK BATIK TULIS DENGAN MOTIF RUMAH ADAT DAYAK KANAYATN PADA PEMBUATAN TAS

Lebih terperinci

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER PRAKARYA KELAS VII 1. Arti dari kata kerajinan adalah? a. Kreativitas pada suatu barang melalui ketrampilan tangan. b. Kreativitas pada suatu barang dari bahan alam. c. Barang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES (pra Rancangan Pabrik,kgrtas kgrajinan dari enceng gondok. BAB III PERANCANGAN PROSES Perancangan pabrik home industri ini menghasilkan produk kertas kerajinan yang siap dibuat untuk kerajinan yang unik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kertas merupakan benda yang sering kita temukan sehari-hari dalam berbagai kegiatan kehidupan manusia. Kertas didefinisikan sebagai lembaran yang relatif tipis

Lebih terperinci

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN) KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN) Oleh: Rini Pujiarti, Dessy Puspita Sari, Kasmudjo, dan Titis

Lebih terperinci

A. Bagan Pemecahan Masalah

A. Bagan Pemecahan Masalah 39 BAB III PROSES PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Dampak Fast Fashion dan Pewarna Sintetis Permasalahan Merancang karya tekstil dengan eco printing yang maksimal dengan menggunakan potensi alam

Lebih terperinci

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data dan informasi untuk mendukung proyek tugas akhir ini diperoleh dari sumber sebagai berikut: a. Literatur Didapat dari macam-macam buku baik cetak maupun

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2009. Penelitian bertempat di Pusat Batik Desa Jarum Kecamatan Bayat

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit jagung dan bulu ayam merupakan contoh limbah hasil pertanian dan peternakan yang jumlahnya sangat melimpah. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir diseluruh daratan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA 3.6 Proses Pengambilan Serat Kapuk Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang waktu 2 atau 3 pekan, yang pertama kalinya biasanya

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Perancangan Motif Batik Geometri

BAB III PROSES PERANCANGAN. A. Bagan Pemecahan Masalah. Perancangan Motif Batik Geometri BAB III PROSES PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah A. Perancangan Motif Batik Geometri Permasalahan: 1. Pemahaman konsep perancangan. 2. Perancangan motif batik Geometri 3. Visualisasi bentuk dan warna

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02) MAKALAH PENDAMPING KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02) ISBN : 978-979-1533-85-0 LIMBAH GERGAJI KAYU SUREN (Toona sureni Merr.) SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK TULIS (PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK Kasmudjo dan Panji Probo Saktianggi Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta

Lebih terperinci

Written by Anin Rumah Batik Friday, 20 December 2013 08:46 - Last Updated Friday, 20 December 2013 08:57

Written by Anin Rumah Batik Friday, 20 December 2013 08:46 - Last Updated Friday, 20 December 2013 08:57 Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari awal. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama. 1) Ngemplong Ngemplong

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular BAB V KAJIAN TEORI 5.1 Kajian Teori Penekanan Desain 5.1.1 Teori Tema Desain Penekanan tema desain pada projek Pusat Pengembangan Kerajinan Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam

Lebih terperinci

Teknik dasar BATIK TULIS

Teknik dasar BATIK TULIS Teknik dasar BATIK TULIS Bandung, November 2009 Pengertian Batik 1. Batik adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang, yang menggunakan lilin batik sebagai perintang. Menurut konsensus Nasional

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB III KONSEP PERANCANGAN A. BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan tekstil di era modern seperti sekarang ini semakin dibutuhkan.batik adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian

Lebih terperinci

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN UD. Oca Batik Madura adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan batik tulis yang sedang berkembang dan professional. UD. Oca Batik Madura merupakan salah satu perusahaan yang ikut

Lebih terperinci

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Jakarta Barat D.K.I. Jakarta Batik Betawi

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Jakarta Barat D.K.I. Jakarta Batik Betawi Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Batik Betawi DAFTAR ISI A. Pendahuluan B. Pengertian Warisan Budaya Tak Benda C. Definisi Sekura Cakak Buah D. Kesimpulan dan Koreksi Kegiatan Penyusunan

Lebih terperinci

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta 93 PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGEMBAN PADA PEWARNAAN ALAM BATIK KAIN CAMPURAN CHIEF VALUE OF COTTON (CVC) Carrier Concentration Effect on Natural Color Batik Mixed Fabric Chief Value of Cotton (CVC) Agus

Lebih terperinci

POTENSI DAUN KETAPANG, DAUN MAHONI DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNAAN KAIN BATIK YANG RAMAH LINGKUNGAN

POTENSI DAUN KETAPANG, DAUN MAHONI DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNAAN KAIN BATIK YANG RAMAH LINGKUNGAN Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 2 (1): 62-70, 2016 POTENSI DAUN KETAPANG, DAUN MAHONI DAN BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNAAN KAIN BATIK YANG RAMAH LINGKUNGAN Vita Kumalasari Stikes Surya Global

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN

PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN PENGARUH FREKUENSI CELUPAN TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN BATIK DENGAN DAUN LAMTORO PADA KAIN KATUN Nur Tri Anggraini Mahasiswa S-1 Pendidikan Tata Busana, PKK, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN A. KELOMPOK DATA BERKAITAN DENGAN ASPEK FUNGSI PRODUK RANCANGAN Ambor Baju Pesta Balita Perempuan merupakan baju pesta untuk usia 1-5 tahun. Faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III REKAYASA PENURUNAN GENERASI PDA KE GENERASI BIBIT INDUK F1 3.1. Pembuatan Bibit Induk F1 Bibit induk F1 adalah hasil turunan generasi dari bibit PDA. Media yang digunakan bisa dari serbuk gergajian,

Lebih terperinci

KEGIATAN MEMBATIK PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN (Studi Deskriptif di TK Muslimat Salafiyah Karangtengah Pemalang)

KEGIATAN MEMBATIK PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN (Studi Deskriptif di TK Muslimat Salafiyah Karangtengah Pemalang) KEGIATAN MEMBATIK PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN (Studi Deskriptif di TK Muslimat Salafiyah Karangtengah Pemalang) Lina Indra Kartika Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Veteran Semarang Email : m300adsa@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK ABSTRAK Zat warna untuk kain katun terdiri dari zat warna Alami (Natural Dyes) dan zat warna Sintetis (Synthetic Dyes). Zat warna alam terdiri dari akar, batang, kulit, buah, dan bunga. Sedangkan zat warna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

A. Bagan Pemecahan Masalah. Cetak Saring. Desain Motif Fauna

A. Bagan Pemecahan Masalah. Cetak Saring. Desain Motif Fauna BAB III PROSES PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Cetak Saring Desain Motif Karakter Visual Ragam Hias Flora Fauna Perancangan Desain Motif Tekstil Cinderamata dengan Penerapan Ragam hias relief candi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia

Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia 23 PENGARUH KOMPOSISI RESIN ALAMI TERHADAP SUHU PELORODAN LILIN UNTUK BATIK WARNA ALAM Effect of Natural Resin Composition on Temperature of Wax Removing for Batik Natural Dye Vivin Atika *, Agus Haerudin

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA Ainur Rosyida Prodi Kimia Tekstil, Akademi Teknologi Warga Surakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian tekanan yang tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Di pasaran,

BAB I PENDAHULUAN. pemberian tekanan yang tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Di pasaran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Kompresi merupakan pemberian tekanan

Lebih terperinci

PENGUATAN INDUSTRI BATIK NASIONAL DALAM MENGHADAPI ACFTA DAN MEA

PENGUATAN INDUSTRI BATIK NASIONAL DALAM MENGHADAPI ACFTA DAN MEA PENGUATAN INDUSTRI BATIK NASIONAL DALAM MENGHADAPI ACFTA DAN MEA Uke Prajogo STIE Malangkucecwara Uke1prajogo@gmail.com Abstrak Diberlakukannya ACFTA pada Tahun 2010 dan MEA pada Tahun 2015 menyebabkan

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil, maka semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mata kuliah Kriya Tekstil dan Batik III ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Kriya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mata kuliah Kriya Tekstil dan Batik III ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Kriya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Mata Kuliah Kriya Tekstil dan Batik III Mata kuliah Kriya Tekstil dan Batik III ini merupakan mata kuliah lanjutan dari Kriya Tekstil dan Batik II. Mata kuliah Kriya Tekstil

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan, analisis silase dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritis 1. Tema Karya yang di Angkat Penulis mengangkat bentuk visualisasi gaya renang indah ke dalam karya seni grafis karena berenang merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci