Perekonomian Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perekonomian Indonesia"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan APBN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Abstraksi Modul ini membahas salah satu kebijakan pemerintah dalam perekonomian yaitu kebijakan fiskal yang meliputi pengertian, instrumen dan mekanismenya. Selain itu juga dibahas tentang APBN sebagai instrumen dari kebijakan fiksal. Pembahasan APBN meliputi : pengertian, prinsip, struktur APBN. Selain itu juga dibahas komponen APBN terkait pinjaman luar negeri. Kompetensi Mampu menjelaskan tentang: 1. Kebijakan fiskal (pengertian, instrumen dan mekanisme) 2. APBN (pengertian, prinsip, struktur) 3. Komponen Pinjaman Luar Negeri

2 Pendahuluan Pada materi pertemuan 7 tentang sistem ekonomi telah dibahas bahwa pada dasarnya di dunia ini tidak ada negara yang pemerintahnya sama sekali tidak campur tangan dalam perekonomian negaranya. Namun besar tidaknya peran tersebut berbeda pada tiap-tiap negara. Hal itu tergantung dari sistem ekonomi yang di anut di negara tersebut liberalis, sosialis atau campuran. Peran pemerintah tersebut bisa sebagai pelaku maupun sebagai pengambil kebijakan dalam perekonomian. Kebijakan pemerintah dalam perekonomian ada beberapa, antara lain kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga perekonomian agar tetap stabil dan berkembang secara dinamis. Modul ini akan membahas tentang kebijakan fiskal dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kebijakan fiskal terkait erat dengan APBN karena pada dasarnya pemerintah menerapkan kebijakan fiskal melalui pengelolaan Anggaran dan Belanja yang biasa disebut APBN. Untuk memudahkan mempelajari modul ini, mahasiswa bisa melihat ringkasan pokok materi dalam gambar 10.1 berikut. Gambar 10.1 Pokok materi modul 10 2

3 Kebijakan Fiskal Apa itu Kebijakan Fiskal? Gilarso (2002) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam rangka mengelola keuangan negara (pengeluaran dan penerimaannya) sedemikian rupa sehingga dapat menunjang perekonomian nasional: produksi, konsumsi, investasi kesempatan kerja dan kestabilan harga, yang apabila diserahkan saja kepada pasar bebas belum tentu akan menjamin tercapainya tujuan negara. Sementara itu Tambunan (2013) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi sektor riil dan terkait dengan masalah pengelolaan anggaran Negara (APBN). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan untuk mempengaruhi perekonomian secara makro (terutama sektor riil) melalui kebijakan pengelolaan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran dalam hal ini adalah APBN. Penerimaan pemerintah dalam hal ini komponen terbesar berupa pajak, dan belanja yang dilakukan pemerintah melalui APBN. Di Indonesia kebijakan fiskal menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan. Instrumen Kebijakan Fiskal Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan fiskal dilakukan melalui kebijakan pengelolaan anggaran dengan menaikkan penerimaan atau pengeluaran. Menaikkan penerimaan dapat dilakukan dengan menaikkan tarif pajak atau mengurangi belanja pemerintah. Meningkatkan pengeluaran dengan menurunkan tarif pajak atau dengan meningkatkan jumlah belanja pemerintah. Dilihat dari dampaknya, kebijakan fiskal dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Kebijakan fiskal ekspansif Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dalam hal ini meningkatkan PDB. Kebijakan ini pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah atau dengan pengurangan tarif pajak. 3

4 2. Kebijakan fiskal kontraktif Kebijakan ini secara umum dilakukan untuk mengendalikan inflasi dengan mengurangi output dalam perekonomian (mengurangi PDB). Kebijkan ini dilakukan dengan mengurangi belanja pemerintah atau dengan menaikkan tarif pajak. Jadi instrumen pemerintah dalam kebijakan fiskal pada dasarnya adalah APBN, khususnya pajak untuk penerimaan dan belanja pemerintah. Mekanisme kebijakan fiskal Untuk memahami mekanisme kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian, harus dipahami dulu tentang indikatorindikator kemajuan dalam perekonomian. Indikator yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perekonomian berkembang atau tidak adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Meskipun terdapat beberapa kelemahan, PDB masih banyak dipakai untuk mengukur perekonomian sedang meningkat atau sedang mengalami kelesuan (resesi). Selanjutnya yang harus dipahami adalah bahwa PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi dengan cara menghitung nilai tambah kegiatan produksi yang biasanya digolongkan dalam beberapa sektor. Pendekatan pendapatan dilakukan dengan menghitung pendapatan yang dihasilkan melalui masing-masing faktor produksi. Pendekatan pengeluaran dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh pelakupelaku ekonomi. Pendekatan pengeluaran ini yang dipakai untuk mengetahui mekanisme kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian. Mekanisme kerja dari pengaruh kebijakan fiskal terhadap ekonomi akan mudah dipahami di dalam konteks ekonomi makro dengan bantuan sebuah modal ekonomi tertutup (tanpa hubungan ekonomi luar negeri) yang sederhana dari Keynes yang dinotasikan dengan persamaan seperti berikut ini. Y = C + I + G Ingat! PDB/GDP adalah alat ukur paling umum untuk mengukur produktivitas suatu perekonomian Y melambangkan PDB sebagai indikator perekonomian yang dihitung dari pendekatan pengeluaran. C=konsumsi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi rumah tangga. I= Investasi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan. G= Government Expenditure, melambangkan pengeluaran pemerintah melalui 4

5 APBN. Komponen G inilah yang menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi Y. (sebagai instrumen kebijakan fiskal) Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Meningkatkan Belanja Negara (Menaikkan G). Salah satu contoh meningkatkan belanja negara adalah dengan membangun infrastruktur misalnya jembatan Suramadu. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, terdapat istilah trickle down effect, artinya tiap pengeluaran/investasi akan memberikan cucuran ke bawah sehingga akan memajukan perekonomian secara luas tidak hanya di kalangan tertentu. Dengan menaikkan G makan Y akan ikut naik sehingga perekonomian meningkat. G Y C&I Y. Kenaikan ini sebenarnya tidak sebatas pada Y, saja tetapi juga berdampak pada komponen yang lain yaitu C dan I. kenaikan dari Y, C maupun I adalah tergantung dari multiplier effect komponen G. Intinya kenaikan pada G, akan meningkatkan Y, Y naik menyebabkan C dan I juga naik. Contohnya adalah pembangunan jembatan Suramadu. Pembangunan jembatan tersebut akan menyebabkan Y naik, karena dari pembangunan tersebut, tenaga kerja akan terserap dan menerima upah. Toko material juga mendapatkan pendapatan dan hal-hal yang terkait langsung lainnya. Ini biasa disebut efek jangka pendek dari kebijakan fiskal. Sementara itu efek jangka panjangnya, dengan adanya tenaga kerja yang menerima upah, tenaga kerja tersebut bisa meningkatkan tingkat konsumsinya, toko material bisa mendapatkan untung lebih untuk memutar usahanya lagi. Dari sisi yang lain, dengan dibangunnya jembatan Suramadu, akses ekonomi menjadi lebih mudah. Akses ekonomi yang lebih mudah membuat perusahaan lebih efisien dalam beroperasi sehingga bisa menekan biaya dan menaikkan keuntungan. Dengan dibukanya jembatan Suramadu sebagai salah satu objek wisata akan membuka lapangan pekerjaan untuk penjulan cindera mata bagi masyarakat sekitar. Secara umum.,belanja pemerintah untuk infrastruktur seperti, jembatan, jalan dan sarana publik lainnya lebih memberikan peningkatan perekonomian. Hal ini bisa Anda cermati dengan mengamati berapa persentase belanja modal untuk tiap-tiap APBN. 5

6 Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menurunkan Tarif Pajak. Selain dengan menaikkan belanja negara, kebijakan fiskal juga bisa dilakukan melalui penurunan tarif pajak. Dengan penurunan tarif pajak (T), maka penghasilan baik sektor rumah tangga atau perusahaan akan meningkat. Peningkatan pendapatan akan menaikkan tingkat konsumsi sektor rumah tangga (C) dan pengeluaran sektor perusahaan (I). T C, I Y. Kebijakan ini pernah dilakukan pada zaman Orde Baru di sekitar tahun 1984, untuk mengatasi kelesuan ekonomi akibat resesi ekonomi dunia dan cukup berhasil membuat Indonesia tidak bergitu terkena dampak dari resesi ekonomi dunia pada waktu itu Kebijakan Fiskal Kontraktif dengan Mengurangi Belanja Negara (Menurunkan G). Kebijakan Fiskal kontraktif berkebalikan dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal ekspansif berusahan melakukan ekspansi perekonomian, sementara fiskal kontraktif agar perekonomian tidak terlalu ekspansi dan tetap bisa dikendalikan. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi belanja negara. Dengan mengurangi G, maka Y akan turun, selanjutnya C dan I juga akan turun sehingga menyebabkan Y makin turun lagi. Seberapa besar penurunan tergantung dari angka multiplier effect pada G G Y C & I Y Contoh kebijakan fiskal kontraktif misalnya dengan mengurangi pengeluaran subsidi untuk BBM. Dampaknya adalah pendapatan dari sektor rumah tangga dan perusahaan menurun, karena tersedot untuk konsumsi BBM dan naiknya harga barang yang lain. Pengurangan konsumsi berarti pengurangan pendapatan bagi produsen, sehingga secara agregat perekonomian nasional mengalami penurunan. Hal ini terjadi pada saat terjadinya kenaikan BBM pada masa Presiden Gusdur, Megawati dan SBY yang berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi. Namun pada waktu itu, kenaikan BBM bukan bermaksud meredam perekonomian, tetapi karena tidak ada pilihan lain seiring dengan naiknya harga minyak dunia. Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menaikkan Tarif Pajak. Dengan menaikkan tarif pajak, maka pendapatan baik sektor rumah tangga maupun perusahaan akan mengalami penurunan. Penurunan pendapatan akan berpengaruh pada penurunan konsumsi (C dan I). Penurunan C dan I akan berdampak pada penurunan Y. Secara notasi dapat digambarkan sebagai berikut. 6

7 T C, I Y. Catatan Terkait Kebijakan Fiskal Dampak kenaikan Y tidak selalu sama dengan kenaikan/penurunan belanja atau pajak, karena tergantung banyak faktor. Jenis belanja, karakter daerah, perilaku konsumen, elastisitas barang/jasa dan lain sebagainya Kebijakan menaikkan belanja negara, membuat pemerintah harus mencari sumber penerimaan baru. Kenaikan belanja pemerintah bisa meningkatkan perekonomian, tetapi jika dilakukan dengan menaikkan pajak justru akan menurunkan perekonomian. Disinilah peran pemerintah dalam menerapkan kebijakan fiskal dengan cermat. Dampak kenaikan diusahakan lebih besar daripada dampak penurunan sehingga secara keseluruhan, kebijakan fiskal ekspansif bisa mencapai sasaran. Kebijakan fiskal tidak berdiri sendiri, karena ada kebijakan lain yaitu kebijakan moneter. Kebijakan fiskal mengartur sektor riil,dan kebijakan moneter mengatur sektor moneter. Kedua kebijakan ini harus berjalan seiring dan selaras untuk mempengaruhi perekonomian. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pengertian Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa APBN adalah instrumen dari pemerintah dalam kebijakan fiskal untuk mempengaruhi perekonomian. Menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi rencana berapa pendapatan dan berapa belanja negara selama 1 tahun. APBN merupakan bagian dari keuangan negara. APBN diusulkan oleh pemerintah dan dibahas bersama dengan DPR dan selanjutnya ditetapkan dengan Undang-Undang setelah DPR menyetujuinya. APBN disusun dalam rangka penyelenggaraan fungsi kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara dalam rangka mencapai tujuan negara. APBN merupakan instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Secara garis besar komponen APBN terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan. Pendapatan terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Belanja 7

8 Negara digunakan untuk membiayai tugas penyelenggaraan pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembiayaan diperlukan ketika terjadi defisit dimana belanja lebih besar daripada pendapatan. (lihat gambar 10.2) Gambar 10.2 Struktur APBN Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa APBN terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Masing-masing komponen tersebut bisa dijabarkan lagi menjadi lebih detail. Tabel 10.1 berikut ini adalah struktur APBN tahun 2016 berupa pos-pos pendapatan dan belanja dan nominalnya. Perlu diingat bahwa angka rupiah yang tertulis adalah rencana tahun 2016 jadi belum terealisasi. Angka realisasi nanti akan disusun dalam suatu laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Laporan keuangan ini nantinya yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksan Keuangan unttuk menilai wajar tidaknya Laporan Keuangan tersebut. 8

9 URAIAN APBN 2016 (dalam miliar rupiah) A. PENDAPATAN NEGARA ,8 I. PENERIMAAN DALAM NEGERI ,1 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN ,6 a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri ,5 b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional ,1 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ,4 a. Penerimaan SDA ,0 b. Pendapatan Bagian Laba BUMN ,0 c. PNBP Lainnya ,5 d. Pendapatan BLU ,9 II. PENERIMAAN HIBAH 2.031,8 B. BELANJA NEGARA ,7 I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT ,4 II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Transfer ke Daerah: ,2 Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) ,4 Dana Insentif Daerah 5.000,0 Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY ,9 - Dana Desa ,0 C. KESEIMBANGAN PRIMER (88.238,2) D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A-B) ( ,9) % Defisit terhadap PDB 2,15 E. PEMBIAYAAN (I+II) ,9 I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI ,7 Perbankan Dalam Negeri 5.498,3 Non Perbankan Dalam Negeri ,3 II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 398,2 KELEBIHAN/KEKURANGAN PEMBIAYAAN 0,0 Tabel Ringkasan Struktur APBN 2016 (dalam miliar rupiah) Pendapatan Pendapatan negara terdiri dari pendapatan dalam negeri dan hibah dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan dalam negari terdiri dari Penerimaan Perpajakan dan Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang termasuk dalam kategori pajak dalam negeri ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) migas dan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bersumber dari penerimaan sumber daya alam baik migas maupun non-migas, bagian laba BUMN, pendapatan BLU dan PNBP lainnya. 9

10 Belanja Pemerintah Anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja untuk pemerintah pusat itu sendiri dan transfer untuk daerah yang tercermin dalam dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyesuaian. Belanja pemerintah pusat dapat dibagi 2, yaitu Belanja untuk Kementerian/Lembaga dan belanja untuk selain Kementerian/Lembaga. Belanja untuk selain Kementerian/Lembaga di dalamnya ada belanja subsidi. Dana perimbangan terdiri dari Dana bagi hasil, dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana otonomi khusus dan penyesuaian ditransfer kepada daerah-daerah otonomi khusus seperti Papua dan NAD. Selain itu ada dana keistimewaan untuk DIY, dana transfer lainnya dan yang terbaru adalah dana desa. Dana perimbangan ini untuk membantu mengatasi ketimpangan antar daerah. Otonomi daerah yang diterapkan saat ini bisa membuat daerah yang kurang mengoptimalkan potensinya makin jauh tertinggal dibanding daerah lain, sehingga di awal pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan, termasuk dana desa agar desa bisa memperoleh sumber dana untuk membangun perekonomiannya. Pembiayaan Pembiayaan ini bisa bersifat non hutang ada yang bersifat hutang. Pembiayaan non hutang bisa bersumber dari privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, ataupun PMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan bersifat hutang bisa berupa pinjaman luar negeri baik berupa program maupun proyek serta penerbitan Surat Utang Negara. Dalam struktur APBN, Pembiayaan dibagi menjadi pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri dan yang bersumber dari luar negeri. Berdasarkan tiga hal pokok dalam APBN tersebut dapat terbentuk konsep defisit /surplus anggaran dan keseimbangan primer. Anggaran dikatakan defisit apabila anggaran belanjanya lebih besar daipada anggaran pendapatan, sebaliknya anggaran dikatakan surplus apabila anggaran pendapatannya lebih besar daripada anggaran belanja. Angka keseimbangan primer diperoleh dari Anggaran Pendapatan setelah dikurangi Anggaran belanja tanpa pembayaran bunga. APBN sendiri dalam penyusunannya menggunakan asumsi-asumsi dasar indikator makro. Misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, dan harga minyak dunia. Tahapan Pengelolaan APBN Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa APBN merupakan rencana anggaran pemerintah pusat secara tahunan. Dengan demikian, sebagaimana anggaran, pasti ada proses penyusunan, penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban 10

11 pelaksanaan anggaran tersebut, kemudian selanjutnya disusun rencana anggaran selanjutnya. Itulah yang disebut dengan siklus APBN. Berikut ini secara rigkas siklus APBN mulai dari penyusunan anggaran sampai dengan pertanggungjawabannya. Penyusunan RAPBN (Januari-Juli tahun n-1); Penetapan APBN (16 Agustus-Oktober tahun n-1); Pelaksanaan APBN (Januari-Desember tahun n); Perubahan APBN (Nopember tahun n); Pertanggungjawaban APBN (Juli n+1) Dalam pelaksanaannya, APBN bisa direvisi dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi. APBN yang direvisi disebut APBN perubahan atau biasa disebut APBN-P. Proses revisi melibatkan pemerintah bersama DPR. Komponen Pembiayaan Hutang Luar Negeri. Sejak tahun 1999, Indonesia menganut anggarna defisit dimana defisit yang terjadi ditutup melalui pos pembiayaan dimana salah satunya adalah hutang luar negeri pemerintah. Mengapa kita harus berhutang? Salah satu alasannya adalah kita kekurangan modal untuk pembangunan dan krisis tahun 1998, membuat Indonesia semakin membutuhkan modal lagi untuk membangun perekonomian. Hal itu juga tidak terlepas dari beberapa teori pertumbuhan ekonomi (Rostow, Harord-Domar, Solow, dll) yang menyatakan bahwa dengan mempunyai modal yang cukup, suatu negara mengalami pertumbuhan yang pesat. Penyusunan anggaran sektor pemerintah berbeda dengan swasta. Sektor swasta berorientasi pada laba, sementara pemerintah berorientasi pada bagaimana belanja negara berdampak pada kesejahteraan rakyat dan pengelolaan keuangan negara dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam penganggaran sektor pemerintah, kegiatan atau sasaran yang akan dicapai, ditentukan dulu baru nanti ditentukan anggarannya dan dicari sumber penerimaannya. Hal ini sesuai dengan konsep anggaran berbasis kinerja, artinya sasaran atau kinerja yang akan dicapai ditetapkan dulu, baru anggaran mengikuti. Konsep ini bisa mengakibatkan terjadinya anggaran defisit dan defisit tersebut harus ditutup salah satunya dengan hutang luar negeri. Di dalam APBN terdapat pos pembiayaan dimana pos pembiayaan tersebut dapat dibagi menjadi pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Gambar 10.3 berikut menjelaskan struktur pembiayaan dalam APBN. 11

12 Gambar komponen Pembiayaan dalam APBN Sebenarnya ada satu pos lagi terkait dengan pinjaman luar negeri yaitu, pembayaran bunga pinjaman. Dalam APBN pembayaran bunga pinjaman masuk ke dalam pos pengeluaran rutin. Gambaran APBN Tahun 2016 Perkembangan APBN di Indonesia Sebelum membahas APBN tahun 2016, kita mencoba melihat perkembangan APBN dari tahun 2008 s.d 2016 pada tabel 10.2 berikut. Sumber: Kementerian Keuangan Tahun Pendapatan Pengeluaran Pembiayaan , , , , , , , , , , , , , Tabel Perkembangan APBN (dalam triliun rupiah) Dari tabel 10.2, terlihat bahwa APBN masih menggunakan anggaran defisit. Pada tahun 2016, pendapatan mencapai triliun dan belanja mencapai triliun. Defisit 12

13 mencapai 273 triliun. Jumlah anggaran yang cenderung naik dari tahun ke tahun juga menggambarkan prinsip anggaran dinamis. Gambaran Pos Pendapatan pada APBN 2016 Gambar 10.4 menjelaskan komponen-komponen pendapatan pada APBN dan persentase masing-masing. Pendapatan dari perpajakan masih menempati urutan pertama dengan persentase yang sangat besar yaitu hampir mencapai 85 persen yang merupakan penjumlahan dari perpajakan dalam negeri dan pajak dari perdagangan internasional. Komponen selanjutnya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai 15 persen. PNBP ini terdiri dari hasil SDA migas dan non migas, pendapatan dari laba BUMN dan pendapatan dari Badan Layanan Umum. Jika ditelusuri lebih detail, bagi hasil dari BUMN hanya sekitar 2 persen dari total penerimaan APBN ,27% 0,19% 84,54% Penerimaan Perpajakan PNBP Hibah Gambar 10.4, Gambaran Pendapatan dalam APBN 2016 Data tersebut menunjukkan bahwa penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan jalannya pemerintahan dan melaksanakan pembangunan. Perpajakan dengan administrasi yang cepat, tidak berbelibelit, transparan, akuntabel dan kebijakan penerapan tarif yang tepat akan sangat membantu dalam pembangunan ekonomi. Kebijakan fiskal dengan menaikkan dan menurunkan pajak memang tidak mudah. Jika pajak dinaikkan, penerimaan negara menjadi meningkat dan pemerintah bisa lebih mengoptimalkan penerimaan tersebut untuk belanja yang lebih bermanfaat. Tetapi penaikan tarif pajak juga berisiko menurunkan daya beli dan membuat lesu perekonomian. 13

14 Gambaran Belanja pada APBN Belanja pemerintah adalah sebagai salah satu alat pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Gambar 10.5 berikut menjelaskan belanja pemerintah beserta persentase masing-masing komponen belanja. 2,24% 34,51% 63,25% Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah Dana Desa Gambar Gambaran Belanja pada APBN 2016 Ternyata porsi yang tertinggi adalah belanja untuk Kementerian/Lembaga yaitu sebesar 63 persen dari total belanja. Belanja ini dibagi lagi menjadi belanja Kementerian Lembaga (Belanja K/L) dan belanja non-kementerian/lembaga (Belanja non-k/l). Belanja K/L bisa untuk membiayai aktivitas pembangunan melalui Kementerian/Lembaga, termasuk di dalamnya gaji PNS di Kementerian/Lembaga tersebut. Porsi terbesar selanjutnya adalah dana transfer ke daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah yang mencapai hampir 35 persen. Sisanya adalah dana desa sebesar 2,24 persen dari total belanja. Sangat menarik ketika otonomi daerah yang sudah berjalan sejak tahun 1999, ternyata transfer ke daerah masih cukup tinggi. Padahal dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah lebih mandiri dan berkembang dan dana perimbangan hanyadi awal pelaksanaan otonomi daerah saja. Hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana dana yang ditransfer ke daerah dan desa benar-benar digunakan untuk menyejahterakan masyarakat daerah bersangkutan dan dilaksanakan secara akuntabel tentunya. Sementara itu, belanja pemerintah, khususnya untuk belanja pemerintah pusat, bisa dilihat alokasinya dari fungsi. Sudut pandang ini lebih memudahkan untuk melihat, fungsi mana yang mendapat alokasi anggaran yang besar dan ini menunjukkan prioritas pemerintah 14

15 dalam melaksanakan pembangunan melalui APBN. Alokasi belanja tiap fungsi dapat dilihat pada tabel 10.3 berikut. No Fungsi Belanja (dalam Triliun rupiah) Persentase 1 Ekonomi 360,2 27% 2 Pelayanan Umum % 3 Perlindungan Sosial 158,1 12% 4 Pendidikan % 5 Ketertiban dan Keamanan % 6 Pertahanan 99,6 8% 7 Kesehatan 67,2 5% 8 Perumahan dan Fasilitas Umum % 9 Lingkungan Hidup % 10 Agama 9,8 1% 11 Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 7,4 1% Total Tabel Alokasi Belanja Pemerintah Pusat APBN 2016 menurut fungsi Selain berdasarkan fungsi, belanja pemerintah pusat juga dapat dikelompkkan berdasarkan jenis belanaja sebagaimana dalam tabel 10.4 berikut. No Fungsi Belanja (dalam Triliun rupiah) Persentase 1 Belanja Pegawai 347,5 26% 2 Belanja Barang 325,4 25% 3 Belanja Modal 201,6 15% 4 Pembayaran Bunga Utang % 5 Subsidi % 6 Belanja Bantuan Sosial 54,9 4% 7 Belanja Lain-lain 24,7 2% 8 Belanja Hibah 4.0 0,3% Tabel Alokasi Belanja Pemerintah Pusat APBN 2016 menurut Jenis Belanja Kondisi Indonesia saat ini, membuat dana transfer dan subsidi masih terlalu besar. Namun harus ada langkah-langkah untuk mengurangi belanja-belanja yang belum prioritas. Dalam praktiknya, penyusunan anggaran tidak hanya untuk kepentingan ekonomi semata, tetapi jika terkait dengan kepentingan politik mengingat peran DPR yang cukup besar dalam penetapan APBN. Yang jelas adalah, bagaimana agar penyusunan APBN benar-benar 15

16 mengarah kepada kesejahteraan rakyat dan prosesnya benar-benar dikawal untuk memastikan bahwa APBN telah dikelola untuk mencapai tujuan bernegara. 16

17 Soal Untuk Menguji Pemahaman Materi 1. Jelaskan pengertian kebijakan fiskal 2. Jelaskan apa instrumen kebijakan fiskal dan bagaimana kebijakan fiskal dapat mempengaruhi perekonomian 3. Jelaskan secara singkat struktur APBN 4. Jelaskan tentang prinsip APBN 5. Jelaskan secara singkat komponen pembiayaan hutang luar negeri 6. Mana menurut Anda lebih baik untuk APBN, anggaran defisit, berimbang atau surplus? Jelaskan jawaban Anda 7. Dalam kebijakan fiskal, ada yang bersifat ekspansif dan ada yang bersifat kontraktif. Mengapa harus ada kebijakan fiskal kontraktif, Bukankah seharusnya perekonomian harus ekspansif (ditingkatkan)? 8. Menurut Anda, apakah APBN tahun 2016, telah mencerminkan APBN yang benarbenar mampu meningkatkan perekonomian Indonesia?Jelaskan jawaban Anda dengan mengaitkan pada pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian. Anda disarankan membaca literatur tentang kebijakan fiskal di materi makroekonomi dan membaca detail akun pendapatan maupun belanja di UU APBN untuk lebih memahami materi ini. 17

18 Daftar Pustaka Gilarso,T. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: Kanisius.2002 Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. Kajian Teoritis dan Analisis Empiris Bogor: Ghalia Indonesia Teori Ekonomi Makro. Modul Kelas Penyegaran TA Genap 2008/2009. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah) 2 A. Pendapatan Negara dan Hibah 995.271,5 1.210.599,7 1.338.109,6 1.438.891,1 1.635.378,5 1.762.296,0 I. Pendapatan Dalam Negeri 992.248,5 1.205.345,7 1.332.322,9 1.432.058,6 1.633.053,4 1.758.864,2 1.

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara dan Hibah, 2006...

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI 1 DASAR HUKUM Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN Tahun 2016 (1) Ketentuan mengenai penyaluran anggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006 2012... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006 2012... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO PENERIMAAN NEGARA Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari APBN Sumber-sumber Penerimaan Negara Jenis-jenis Penerimaan Negara Penerimaan pemerintah dapat diartikan sebagai penerimaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED LKPP TAHUN 2017 AUDITED MEI 2018 KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Penjelasan UU No.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Makalah Penerimaan Negara

Makalah Penerimaan Negara Makalah Penerimaan Negara Disusun Oleh: Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III Latar

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2002 (1/2002) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 *12925 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2016 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5907) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4167) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN (BRUTO)

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN (BRUTO) B. PENJELASAN ATAS POSPOS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN (NETO)

Lebih terperinci

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B. PENJELASAN ATAS POSPOS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Lebih terperinci

PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN Zulkarnaini

PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN Zulkarnaini Jurml Ekonomi Volume 18, Nomor 2 Juni 2010 PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN 2003-2008 Zulkarnaini Jimisan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Bam

Lebih terperinci

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013 EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017; c. bahwa untuk mengamankan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neg

2017, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017; c. bahwa untuk mengamankan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.186, 2017 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6111). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

BUKU I RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 REPUBLIK INDONESIA

BUKU I RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 REPUBLIK INDONESIA BUKU I RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 1 of 7 27/04/2008 2:30 PM UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002 Menimbang : d. e. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

I. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN

I. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg No.108, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2012. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu

Lebih terperinci

PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Kebijakan Fiskal dan APBN Suzan Bernadetha Stephani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id kebijakan fiskal adalah kebijakan yang

Lebih terperinci

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN B. PENJELASAN ATAS POSPOS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.240, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5948) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Perhitungan Anggaran Negara sebagai tahap akhir

Lebih terperinci