RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA"

Transkripsi

1 RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA GIGIH EKA PRATAMA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA GIGIH EKA PRATAMA E SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

3 RINGKASAN GIGIH EKA PRATAMA. E Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Distribusi Suhu Permukaandan Temperature Humidity Index (THI) Di Kota Surakarta. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang berpotensi mengalami perkembangan pesat dalam pembangunan. Dengan luas kota yang hanya 4404,06 hektar merupakan kota yang relatif kecil dan terus mengalami pertambahan penduduk. Hal ini mengakibatkan bertambahnya luas lahan terbangun sekaligus mengurangi luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Surakarta. Kondisi ini berdampak pada peningkatan suhu permukaan, menurunnya kelembaban, dan menimbulkan rasa tidak nyaman sehingga perlu diidentifikasi beberapa faktor sebagai salah satu informasi dalam perencanaan pembangunan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan Kota Surakarta di beberapa tipe penutupan lahan kaitannya dengan ruang terbuka hijau, Pemetaan Temperature Humadity Index (THI) atau indeks kenyamanan di Kota Surakarta, serta Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau di Kota Surakarta berdasarkan distribusi suhu permukaan, THI, dan rencana pembangunan tata kota. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah menggunakan penginderaan jauh dengan menggunakan Landsat 7 ETM (Path 119 Row 065) tanggal akuisisi 9 September 2000 dan 8 September 2011 serta peta batas administrasif kota Surakarta. Data citra Landsat 7 ETM diolah dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ERDAS imagine 9.1, ArcGIS 9.3 melalui beberapa tahap pengolahan yaitu layerstack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Pendugaan nilai suhu permukaan menggunakan band 6. Hasil dari suhu permukaan tersebut kemudian digunakan untuk menduga kelembaban udara dengan melakukan regresi linear suhu dan kelembaban udara yang didapatkan dari BMKG. Sedangkan indeks kenyamanan didapatkan dari pengolahan data suhu permukaan dan kelembaban udara menggunakan software ERDAS. Kota Surakarta mempunyai suhu permukaan berkisar antara < 27 o C sampai 41 o C. Suhu permukaan pada RTH berkisar antara 28 o C sampai < 31 o C, lahan terbuka mempunyai suhu permukaan berkisar antara 35 o C sampai < 36 o C. Sedangkan lahan terbangun mempunyai selang suhu berkisar antara 33 o C sampai 38 o C. Suhu permukaan di Kota Surakarta mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai tahun Perubahan tersebut berhubungan dengan peningkatan RTH berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Akan tetapi terjadi pula peningkatan luas lahan terbangun sehingga penurunan suhu permukaan tidak terlalu besar. Nilai indeks kenyamanan di Kota Surakarta berkisar antara 20 sampai 32, sebagian besar wilayah Kota Surakarta berada dalam kelas tidak nyaman karena berada pada selang THI lebih dari 26. Penentuan lokasi pembangunan RTH di Kota Surakarta diprioritaskan di Kecamatan Serengan dan Pasar kliwon. Pengembangan RTH disesuaikan bentuk kawasan yaitu kawasan pemukiman, perkantoran, pasar, dan pusat pemerintahan serta lahan terbuka. Kata kunci : RTH, Suhu permukaan, THI

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Indeks (THI) Kota Surakarta adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si. Karya ilmiah ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasa atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2013 Gigih Eka Pratama E

5 Judul Skripsi Nama NIM : Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Indeks (THI) Kota Surakarta. : Gigih Eka Pratama : E Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. NIP Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung Timur, Lampung pada tanggal 1 Maret 1990 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Iman Purwoto dan Proyustitia. Penulis memulai pendidikan TK Al- Muslimin kemudian melanjutkan ke SD MIN Braja Sakti sampai tahun Penulis Melanjutkan jenjang pendidikannya di SMPN 1 Way Jepara dan melanjutkan studinya di SMA Negeri 1 Way Jepara. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain kegiatan Akademis, penulis juga aktif di berbagai organisasi di antaranya yaitu selama di Asrama TPB penulis menjadi Lurah Gedung C2 dan aktif di BEM TPB IPB. Pada Tahun kedua Penulis masuk ke Departemen KSHE dan Aktif di beberapa organisasi yaitu anggota dari DKM Ibaadurrahman dan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Mamalia dan penulis pernah menjadi kepala Biro Infokom HIMAKOVA pada tahun Pada tahun 2009 penulis menjadi Mahasiswa berpretasi 3 Departemen KSHE dan mahasiswa berprestasi 3 Fakultas Kehutanan. Selain itu juga penulis pernah menjadi finalis PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) dan delegasi IPB dalam Internasional Field Course bekerjasama dengan Vienna University, Austria. Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur-Papandayan pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2011 serta Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti pada tahun 2011, Nusa Tenggara Timur. Selain itu penulis juga pernah mengikuti ekspedisi SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) bekerja sama dengan LSM WWF (World Wildlife and Fund) di Pegunungan Muller-Schwaner Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya Kalimantan Barat pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Kehutanan penulis menyelesaikan skripsi berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Surakarta di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.

7 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah hirabbil alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Surakarta. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ayahanda Imam Purwoto dan Ibunda tersayang Proyustitia, Adik-adikku tersayang Yanuar Irwanda, Rahma Fauziah Fitriyani dan Barkah yang telah memberikan inspirasi, dorongan moral, material, rasa kasih sayang serta do anya kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama atas arahan, nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si., selaku dosen pembimbing kedua atas ketersediaannya memberikan arahan dan nasehat serta menjadi sosok Ibu bagi penulis yang dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Eva Rachmawati, S.Hut, M.Si selaku moderator dalam seminar hasil penelitian yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 5. Dr.Ir. Tutut Sunarminto, M.Si, selaku dosen ketua sidang dan Dr. Ir. Lina Karlina, S.Hut, M.Sc.F, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan memberi masukan dalam penulisan karya ilmiah ini. 6. Pemerintah Daerah Kota Surakarta, Badan Perencaan dan Pemeliharaan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Surakarta. 7. Ir. Joko Widodo, selaku Walikota Surakarta pada saat penulis mengambil data penelitian yang telah membantu, mendukung dan memberi arahan kepada penulis. 8. Ibu Endah dan staf Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.

8 ii 9. Yuliani (special one) beserta keluarga yang memberikan dukungan kepada penulis. 10. Teman-teman Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial : Reza Pradipta, Irham Fauzi, Angga Zaelani, Sri Gosleana, I Made Haribhawana, yang banyak memberi ilmu baru. Agus Prayitno, Age I Pertiwi, Ardi C Yunianto, Mahdi, mbak Caca dan bang Muis 43 terima kasih atas saran yang diberikan. 11. Keluarga besar KSHE 44 KOAK, Tim PKLP TN. Laiwangi Wanggameti : Aron, Septian, Rakhmi, Lita, Neina, Tutia rahmi, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 12. Bu Evan, Bu Ratna, A Dudi, Mas Saipul, Babeh serta semua staf, pegawai dan mamang bibi di Fakultas Kehutanan, terima kasih atas bantuan yang diberikan. 13. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.

9 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan seluruh karunia, rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga selama penyusunan skripsi dapat berjalan dengan lancar. Skripsi ini berujudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Surakarta yang menjadi salah satu persyaratan kelulusan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Seluruh hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi RTH serta menjadi pertimbangan bagi pengembangan dan pengelolaan RTH di Kota Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Maret 2013 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Hijau Rencana Tata Ruang Wilayah Hubungan Ruang Terbuka Hijau Dengan Peningkatan Suhu Udara Iklim Suhu udara Kelembaban udara THI (temperature humidity index) Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Studi Pendugaan Suhu Permukaan III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penentuan plot pengamatan Pengolahan data citra Analisis data IV. KONDISI UMUM Kondisi Fisik Letak dan luas Topografi Geologi dan tanah Iklim Keadaan penduduk Kota Surakarta iv vi vii ix

11 v 4.3 Ruang terbuka hijau Kota Surakarta V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Surakarta Penutupan lahan Kota Surakarta tahun 2000 dan Perubahan luas penutupan lahan tahun 2000 dan Distribusi Suhu Permukaan Distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan Perubahan luas distribusi suhu permukaan Kota Surakarta Distribusi Kelembaban Udara Distribusi kelembaban udara Kota Surakarta tahun 2000 dan Distribusi Temperature Humidity Index (THI) Kota Surakarta Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau Kota Surakarta Hubungan suhu udara dengan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka Ruang terbuka hijau perwilayah kecamatan Pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Surakarta VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 81

12 No. DAFTAR TABEL Halaman 1 Konstanta K1 dan K2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM Klasifikasi nilai THI (Temperature Humidity Index) Jumlah penduduk Kota Surakarta tahun Luas penutupan lahan Kota Surakarta tahun Luas penutupan lahan Kota Surakarta tahun Perubahan penutupan lahan Kota Surakarta Tahun 2000 dan Luas konversi tutupan lahan menjadi vegetasi rapat dan vegetasi jarang di Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun Luas konversi tutupan lahan menjadi lahan terbangun dan lahan terbuka di Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun Luas distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan Hasil regresi linear suhu udara dan Kelembaban Luas kelembaban udara di Kota Surakarta tahun 2000 dan Luas THI Kota Surakarta tahun 2000 dan Sebaran kelas kenyamanan Kota Surakarta tahun 2000 dan Perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun 2000 dan Rata-rata suhu udara dominan pada penutupan lahan di Kota Surakarta Perubahan luas ruang terbuka hijau tiap kecamatan di Kota 17 Surakarta tahun Persentase luasan kecamatan sebagai prioritas pengembangan RTH.berdasarkan suhu permukaan dan THI... 70

13 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Kerangka berfikir penelitian Pembagian Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun Peta administrasi Kota Surakarta Tutupan lahan berupa lahan terbangun. (a) Pemukiman warga, Kecamatan Banjarsari, (b) Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon Tutupan lahan berupa vegetasi rapat (a) Hutan tanaman jati, Kecamatan Jebres, (b) Sempadan sungai, Kecamatan Jebres Tutupan lahan berupa vegetasi jarang (a) Jalur hijau Kecamatan laweyan (b) TPU Mojo, Kecamatan Jebres Jalur rel kereta api, Kecamatan Serengan Tutupan lahan berupa badan air (a) Sungai Bengawan solo, Kecamatan Jebres, dan (b) Sungai Pepe, Kecamatan Serengan Alun-alun Kota Surakarta Penutupan lahan berupa sawah. a) Sawah dengan padi yang dewasa, b) Sawah yang baru di tanam Stripping (Bergaris) Peta tutupan lahan Kota Surakarta Tahun Taman Sekartaji di bantaran Sungai Bengawan Solo, Kecamatan Jebres Peta tutupan lahan Kota Surakarta tahun Diagram perubahan luas vegetasi rapat dan vegetasi jarang Kota Surakarta tahun a) Penanaman pohon sala oleh Walikota Surakarta dan b) Kebun jabon milik masyarakat di Kecamatan Jebres Diagram peningkatan luas lahan terbangun di Kota Surakarta tahun Diagram penurunan luas sawah di Kota Surakarta tahun Peta tutupan lahan Kota Surakarta Tahun 2000 dan Peta distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun Peta distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun Perubahan luas suhu permukaan Kota Surakarta tahun

14 viii 23 Peta perubahan distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2000 dan Peta distribusi kelembaban udara tahun Peta distribusi kelembaban udara Kota Surakarta tahun Peta perubahan kelembaban udara Kota Surakarta tahun 2000 dan Peta distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun Peta distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun Peta perubahan distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun 2000 dan Grafik perubahan luas ruang terbuka hijau tahun 2000 sampai Peta persebaran ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun Peta persebaran ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun Pemanfaatan ruang di sekitar pekarangan rumah Rencana hutan kota berbentuk jalur di Jalan Timur Kusuma Sahid Rencana pembangunan RTH berbentuk jalur di Jalan Yos Sudarso Rencana pengembangan RTH di Stasiun Balapan

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Tutupan lahan Kota Surakarta per wilayah kecamatan Luas tutupan lahan tahun Luas tutupan lahan tahun Konversi tutupan lahan Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun Konversi tutupan lahan Kecamatan Banjarsari periode tahun 2000 sampai tahun Konversi tutupan lahan Kecamatan Jebres periode tahun 2000 sampai tahun Konversi tutupan lahan Kecamatan Pasarkliwon periode tahun 2000 sampai tahun Konversi tutupan lahan Kecamatan Serengan periode tahun 2000 sampai tahun Konversi tutupan lahan Kecamatan Laweyan periode tahun 2000 sampai tahun Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan Luas distribusi THI per wilayah kecamatan Perubahan luas RTH dan tutupan lahan di setiap kecamatan Peta rencana pola pemanfaatan ruang di Kota Surakarta Gambar sebaran RTH di Kota Surakarta Rencana pembangunan RTH di Kota Surakarta... 99

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang terbuka hijau merupakan kebutuhan di suatu perkotaan, keberadaan ruang terbuka hijau ini berfungsi untuk meningkatkan nilai estetika di suatu perkotaan, dan menjaga keseimbangan iklim mikro di suatu perkotaan. Mengingat pentingnya fungsi ruang terbuka hijau tersebut maka pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 yang menyatakan proporsi ruang terbuka hijau di suatu perkotaan paling sedikit 30% dari luas kota untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang berpotensi mengalami perkembangan pesat dalam pembangunan. Luas kota yang mencapai 4404,06 Ha dengan jumlah penduduk di Kota Surakarta terus meningkat setiap tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak jiwa dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 0,45 % per tahun (BPS 2010). Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemeritah dalam pembukaan lahan baru untuk dijadikan area terbangun seperti permukiman, kawasan industri sentra perdagangan, dan sarana transportasi. Hal tersebut berpotensi mengakibatkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di Kota Surakarta. Salah satu dampak dari penurunan luas RTH tersebut yaitu berubahnya iklim mikro yang ada di Kota Surakarta. Dengan berkurangnya RTH akan mengakibatkan semakin meningkatnya suhu udara kota (Rijal 2008). Faktor iklim lain yang ikut berubah yaitu penurunan kelembaban udara yang menyebabkan kota menjadi tidak nyaman. Parameter untuk mengukur tingkat kenyamanan di suatu wilayah yaitu dengan menggunakan indeks kenyamanan atau Temperature Humidity Index (THI), dengan diketahui nilai THI di wilayah Kota Surakarta ini dapat menjadi acuan dalam penentuan lokasi yang membutuhkan dibangunnya ruang terbuka hijau. Salah satu cara untuk menjaga iklim mikro dan kenyamanan suatu kota, perlu adanya pengembangan RTH yang disesuaikan dengan kondisi

17 2 perkembangan kota, namun keberadaan RTH yang penting ini kurang mendapat perhatian, terutama dalam tata letak penempatannya. Dengan diketahuinya lokasilokasi yang tepat dalam penempatan RTH, fungsi RTH dapat dimaksimalkan dalam memodifikasi suhu udara kota serta meredam panas. Oleh karena itu salah satu cara untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau berdasarkan distribusi suhu udara, kelembababan, dan kenyamanannya. Hal ini dapat dilakukan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan metode perhitungan Temperature Humidity Index (THI) untuk menentukan lokasi pengembangan ruang terbuka hijau yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan Kota Surakarta. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Mengidentifikasi perubahan tutupan lahan dan distribusi spasial suhu permukaan Kota Surakarta di beberapa tipe penutupan lahan kaitannya dengan ruang terbuka hijau. 2. Pemetaan Temperature Humadity Index (THI) atau indeks kenyamanan di Kota Surakarta. 3. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau di Kota Surakarta berdasarkan distribusi suhu permukaan, THI, dan rencana pembangunan tata kota. 1.3 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menjadi informasi untuk pengelolaan dan pengaturan tata ruang Kota Surakarta, dan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangunan wilayah serta menjadi bahan evaluasi kebijakan Pemeritah dalam pembangunan Kota Surakarta.

18 3 Wilayah Kota Surakarta Ruang terbangun Ruang terbuka hijau Analisis citra landsat 7 ETM, suhu permukaan, kelembaban udara dan THI Peta distribusi ruang terbuka hijau Peta distribusi suhu permukaan Peta distribusi THI (Temperature Humidity Index) Penentuan lokasi pembangunan ruang terbuka hijau RTRW Kota Surakarta Rekomendasi pengembangan RTH dalam rangka menurunkan suhu Gambar permukaan 1 Kerangka di wilayah berfikir Kota penelitian. Surakarta

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau dapat didefinisikan sebagai : (1) Suatu hamparan lapang yang ditumbuhi berbagai tumbuhanan pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu, dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tumbuh-tumbuhan hijau berkayu dan tahunan (parennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap, dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2008). Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 mengatur tentang penataan ruang ruang terbuka hijau (RTH) di suatu wilayah perkotaan yaitu sebesar 40% dari keseluruhan wilayahnya. Pengaturan tentang penataan ruang wilayah kota berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Pembagian ruang terbuka hijau berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007.

20 5 Keberadaan RTH pada wilayah perkotaan diperlukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang telah tercemar sehingga mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Hilangnya RTH merupakan pemicu munculnya heat island dan hilangnya pengendali emisi (gas buang) kota. Antara lain berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, perubahan sifat-sifat radioaktif termal, aerodinamik dan hidrologi, terjadi perubahan iklim setempat, sampai perubahan ekosistem alami (Setyowati 2008). Moniaga (2008) menyebutkan bahwa RTH memiliki fungsi secara ekologi dalam ameliorasi iklim. RTH dapat memodifikasi suhu, pada siang hari daundaun tanaman menyerap sinar matahari dalam proses asimilasi, yang mengubah gas CO 2 dan air menjadi karbohidrat dan O 2. Bersama vegetasi lain menguapkan uap air melalui proses evapotranspirasi, oleh karena itu suhu dibawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan diluar tegakan pohon. Fracillia (2007) mengatakan, keberadaan vegetasi atau permukaan air dapat menurunkan suhu karena sebagian energi radiasi matahari yang diserap permukaan akan dimanfaatkan untuk menguapkan air dari jaringan tumbuhan (transpirasi) atau langsung dari permukaan air atau permukaan padat yang mengandung air (evaporasi). Rencana umum tata ruang Kota Surakarta tahun telah menetapkan komponen-komponen ruang terbuka hijau berdasarkan beberapa kriteria, sasaran, fungsi penting, dan vegetasi serta intensitas manajemennya yang dikategorikan ke dalam 5 kriteria, yaitu : 1. Jalur Hijau Jalur hijau merupakan kumpulan pepohonan yang membentuk jalur seperti peneduh pinggir jalan, jalur hijau yang berada di sempadan sungai, hijauan di tempat parkir maupun ruang terbuka hijau lainnya yang berbentuk memanjang. 2. Kebun dan Pekarangan Kebun dan pekarang merupakan ruang terbuka hijau yang berada di sekitar permukiman masyarakat. Selain bertujuan untuk produksi, kebun, dan pekarangan hendaknya ditanam dengan jenis-jenis yang mendukung kenyamanan lngkungan perkotaan.

21 6 3. Taman Taman merupakan kumpulan tumbuhan yang didominasi tumbuhan nonkayu berfungsi untuk menambah nilai estetika lingkungan. Selain itu juga, taman berfungsi untuk memperlunak tampilan lingkungan yang keras berupa beton menjadi tampilan yang hijau dan asri. 4. Hutan kota Hutan kota merupakan hamparan lahan yang didominasi oleh tumbuhan yang menjadi satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Luasan hutan kota disesuaikan dengan kondisi wilayah dan disesuaikan dengan kebutuhan. Fungsi hutan kota ini yaitu untuk ameliorasi iklim, hidrologi dan penangkalan pencemaran. 5. Tempat-tempat rekreasi Tempat-tempat rekreasi diarahkan fungsinya selaian untuk memberikan hiburan untuk masyarakat juga dapat memberikan fungsi dalam menghasilkan oksigen serta memberikan rasa nyaman. Oleh karena itu tempat rekreasi juga perlu ditanam dengan tumbuhan kayu atau non-kayu guna mendukung fungsi ekologis. 2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang menghasilkan rencana tata ruang (Bappeda 2010). Perencanaan tata ruang ini dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi pertahanan keamanan. Perencanaan tersebut meliputi aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi, dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang. 2.3 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Peningkatan Suhu Udara Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.

22 7 Ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Salah satu bentuk RTH yaitu hutan kota yang nenpunyai definisi suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota merupakan salah satu bagian dari ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi utama perbaikan kualitas lingkungan. Fungsi ini akan dapat dicapai jika manfaat hutan kota dapat dimaksimalkan. Dahlan (2004) menjelaskan bahwa hutan kota yang sempit tidak dapat menciptakan lingkungan yang sejuk, tidak dapat menyerap polusi serta tidak cukup untuk dalam memenuhi kebutuhan akan air yang bersih maupun manfaat yang lainnya atau dengan kata lain hutan kota yang sempit tidak dapat memperbaiki kualitas lingkungan yang buruk. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat dari banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, dan lain-lain. Sedangkan pada malam hari hutan kota mampu menahan radiasi balik dari bumi sehingga terasa hangat di malam hari (Grey 1978). Pepohonan dan vegetasi lainnya dapat memperbaiki suhu melalui evapotranspirasi. Tanaman yang tinggi memiliki laju evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan tanaman yang rendah. Oleh karena itu, hutan kota dapat digunakan sebagai pencegah berkurangnya kelembaban udara. Hutan kota juga dapat menurunkan suhu di sektarnya sebesar 3,46% di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota juga menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan (Irwan 2005). Selain itu Effendi (2007) juga menyatakan bahwa keberadaan RTH yang didominasi oleh pepohonan di suatu kota sangat penting untuk dipertahankan karena setiap pengurangan RTH berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten.

23 8 2.4 Iklim Suhu udara Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai (Santosa 1986). Berdasarkan Kartasapoetra (2008) suhu maksimum adalah suhu tertinggi suatu tanaman dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum adalah suhu terbaik yang di butuhkan tanaman agar proses pertumbuhan nya dapat berjalan lancar Kelembaban udara Menurut Santosa (1986), kelembaban relatif adalah jumlah aktual uap air di udara relatif terhadap jumlah uap air pada waktu udara dalam keadaan jenuh pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam persen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kelembaban relatif adalah dengan menggunakan termometer bola basah dan bola kering. Sedangkan menurut Kartasapoetra (2008), kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah, seperti: 1. Kelembaban mutlak adalah masa uap air yang berada dalam satu satuan udara yang dinyatakan dalam gram/m Kelembaban spesifik, merupakan perbandingan massa uap air di udara dengan satuan masa udara yang dinyatakan dalam gram/kg. 3. Kelembaban relatif, merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu dan dinyatakan dalam persen. Angka kelembaban relatif dari 0%- 100%. Dimana 0% artinya kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Pada umumnya, kelembaban yang tertinggi ada di khatulistiwa dan terendah pada lintang 40 o. Daerah rendah ini disebut horse latitude dan curah hujannya kecil (Soedomo 2001).

24 9 Kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotrenspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi selama siang hari. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang (Soedomo 2001). Kelembaban tertinggi di Kota Surakarta ada pada bulan Februari dengan nilai 85%. Curah hujan dan kelembaban udara ini mempunyai pola yang sama, yaitu pada tingkat kelembaban yang tinggi akan diikuti dengan tingkat hujan yang tinggi pula (BPS 2010). 2.5 THI (Temperature Humidity Index) Metode untuk mengukur pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia telah diteliti oleh beberapa ahli. Metode pengukuran ini menghasilkan suatu nilai indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia atau Temperature Humidity Index (THI) yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban (Encyclopedia 2003). Menurut Niewolt (1975), kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui hubungan kelembaban udara dan suhu udara yang disebut Temperature Humidity Index (THI), selang THI Indonesia berkisar antara Hasil penelitian lain telah dilakukan juga oleh Mulyana et al. (2003), menyatakan bahwa indeks kenyamanan pada kondisi nyaman berada pada kisaran THI Hal ini menyatakan bahwa secara umum Indonesia merupakan wilayah yang termasuk dalam kisaran nyaman. Emmanuel (2005) menggunakan rumus Niewolt (1975) yang melakukan penelitiannya di Colombo, Srilangka, dan menyimpulkan bahwa pada THI antara o C, 100% populasi manusia menyatakan nyaman. Sedangkan THI sebesar o C, 50% manusia meyatakan nyaman. Sedangkan untuk THI >27, 100% populasi manusia menyatakan tidak nyaman.

25 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Studi Pendugaan Suhu Permukaan Pengindraan jauh menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas di permukaan bumi. Pendefinisan energi thermal lebih sering mengacu pada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi (Lillesand 1997). Perubahan suhu udara pada dasarnya merupakan resultante dari berbagai proses yang terjadi dalam suatu kawasan. Banyak aspek yang terlihat di dalamya, termasuk di antaranya adalah perubahan penggunaan lahan yang sering dianggap sebagai penyebab peningkatan suhu kawasan. Dampak dari perubahan penggunaan lahan itu adalah perubahan suhu yang meningkat dari waktu ke waktu (Fracillia 2007). Oleh karena itu fenomena perubahan suhu yang berdampak pada peningkatan iklim mikro ini penting untuk dipelajari, salah satunya dapat dianalisis dengan menggunakan Sistem Infomasi Geografis (SIG). Prinsip dasar pengindraan jauh yaitu menangkap energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh suatu permukaan yang dipilah-pilah dalam sensor panjang gelombang. Suhu permukaan diperoleh atau dihitung dari energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi 1997). pada satelit adalah thermal infrared (Lillesand Menurut Lillesand (1997) semua benda di alam yang mempunyai suhu mutlak di atas 0 o C atau setara dengan 273 K akan mempunyai radiasi thermal. Sebagai dasar dari pernyataan tersebut dicirikan oleh : 1. Suatu benda akan mengabsorbsi seluruh energi yang diterima dari segala sudut penerimaan. 2. Suatu benda akan mengemisikan semua energinya ke segala arah dengan seluruh kisaran panjang gelombang yang ada atau terbatas. Teori tentang benda hitam dinyatakan oleh Wilhelm Wien (1928) diacu dalam Fajar (2010) yang menjelaskan hubungan antara pancaran maksimum,

26 11 panjang gelombang, dan suhu pemukaan objek. Teori ini dikenal dengan Hukum pergeseran Wien yang dirumuskan sebagai : maks = 2897 Ts Keterangan : maks = Panjang gelombang pada pancaran maksimum (µm) Ts = Suhu permukaan objek (K) Berdasarkan persamaan di atas, dengan menganggap bahwa nilai suhu mutlak permukaan matahari adalah 5780 K, maka didapatkan nilai panjang gelombang maksimum radiasi matahari yang mampu memberikan pancaran puncak maksimum terjadi pada panjang gelombang 0,5 µm yang dapat disebutkan sebagai nilai tengah dari spektral radiasi tampak. Dengan fakta ini, maka radiasi matahari akan memberikan energi maksimum pada kisaran spektral tampak 0,3 0,7 µm. Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 µm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Oleh sebab itu, maka pengindraan jauh thermal banyak dilakukan pada spektrum 8 µm sampai 14 µm (Lillesand 1997). Pada saat estimasi suhu permukaan dari citra thermal, rona yang lebih gelap pada citra mewakili suhu tampak yang lebih dingin dan rona yang lebih cerah mewakili citra yang lebih panas. Pengukuran sensor thermal atas suhu dapat dilakukan pada ketinggian 300 m. Kondisi cuaca mempengaruhi thermal atmosferik. Kabut dan awan tidak dapat ditembus oleh radiasi thermal walaupun hari cerah, aerosol dapat menyebabkan perubahan yang besar pada sinyal yang diindra. Sedangkan Abu, partikel arang, asap, dan titik air dapat mengubah pengukuran thermal. Unsur pembentukan atmosferik bervariasi menurut situs, ketinggian, waktu, dan kondisi cuaca setempat (Tauhid 2008). Pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan internal terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Di samping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan eksternal keadaan tenaga objek yang dapat diindra dari

27 12 jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek (Lilliesand 1997). Beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait denga thermal memiliki hasil yang cukup nyata. Berdasarkan hasil penelitian Wardhana (2003) telah melakukan pengukuran suhu berdasarkan estimasi dari band 7 yang dikorelasikan dengan data suhu stasiun klimatologi, menghasilkan model regresi umum untuk kasus Kota Bogor tahun 2001 adalah y = 0,045x + 24,964 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7. Diperoleh kelas suhu di tahun 2001 yang tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan permukiman yaitu 27 o C 29 o C. Penelitian Waluyo (2009) menganalisis hubungan antara suhu permukaan dengan RTH, lahan terbuka, dan area terbangun di Kota Semarang. Distribusi spasial suhu permukaan dengan nilai selang < 20 o C hingga 34 o C. Nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 34 o C mendominasi dengan luas distribusi paling besar, tahun 2001 seluas 16,80% menjadi 25,68% pada tahun Selain itu juga, nilai suhu permukaan pada RTH lebih rendah dibandingkan dengan suhu permukaan pada lahan terbuka dan area terbangun masing-masing sebesar 31 o C- 34 o C, dan 34 o C. Hasil penelitian lain yang mengkaji estimasi suhu permukaan dengan menggunakan band 6 citra landsat 7 ETM yaitu penelitian Fajar (2010) yang menganalisis hubungan antara suhu permukaan dan THI terhadap RTH, lahan terbuka dan lahan terbangun di Kota Palembang. Penelitian ini menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan terbesar pada selang suhu 28 o C- 29 o C dan peningkatan nilai THI pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun Hal ini dikarenakan berkurangnya luasan vegetasi rapat yang telah dikonversi menjadi lahan terbangun, lahan pertanian dan areal proyek mengakibatkan berkurangnya vegetasi untuk menyerap radiasi sinar matahari.

28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai bulan Januari 2012 di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Pengolahan data dilakukan di laboratorium analisis lingkungan dan pemodelan spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. PEMERINTAH KOTA SURAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PETA WILAYAH KOTA SURAKARTA LEGENDA : Jalan Sungai Jalan kereta api Bappeda Kota Surakarta. Sumber : Bappeda Kota Surakarta. Gambar 3 Peta administrasi Kota Surakarta. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat 7 ETM (+) path/row : 119/065 Kota Surakarta dengan tanggal akuisisi 8 September 2011 dan

29 14 9 September 2000, peta administrasi Kota Surakarta, dan data statistik Kota Surakarta yang diperoleh dari Bappeda Kota Surakarta. Selain itu juga suhu ratarata dan kelembababan relatif rata-rata yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Surakarta. 3.3 Metode Penelitian Penentuan titik pengamatan Titik pengamatan akan diambil pada lokasi yang ditentukan berdasarkan hasil analisis citra landsat 7 ETM yang terletak menyebar dan mewakili beberapa tipe tutupan lahan di Kota Surakarta Pengolahan Data Citra Data citra satelit sebelum dianalisis perlu dilakukan pemrosesan awal dengan tujuan didapatkan informasi yang dibutuhkan, adapun tahapan yang dilakukan dalam pemrosesan data citra landsat yaitu : 1. Perbaikan citra (image restoration) Pemulihan citra landsat dilakukan untuk perbaikan radiometrik dan geometrik. Hal ini dilakukan karena adanya perubahan saat pengambilan citra oleh satelit. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor, sedangkan perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. Langkah pertama yang dilakukan dalam koreksi geometrik adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Proyeksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM), sistem koordinat geografik yang menggunakan garis latitude (garis barat-timur), dan garis longitude (garis utara-selatan). 2. Penajaman citra (image enhancement) Penajaman citra landsat dilakukan untuk mempertajam citra sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual. Teknik yang digunakan adalah penajaman kontras dan pembuatan warna semu (pseudocolor).

30 15 3. Pemotongan (subset) wilayah kajian Pemotongan citra (subset) sesuai dengan wilayah kajian ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Surakarta bertujuan untuk efisiensi besarnya citra satelit yang akan diolah. Citra satelit yang dipotong yaitu path/row : 119/065 tahun 2001 dan 2010 menggunakan Area of interest (aoi). 4. Survey lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan tipe tutupan lahan yang ada di wilayah kajian yang kemudian diverifikasikan dengan data citra. Pengambilan titik pengamatan ini dilakukan dengan mengambil beberapa titik tipe tutupan lahan yang ada di wilayah kajian yang dianggap mewakili. Titik pengamatan ini kemudian ditandai dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). 5. Klasifikasi citra (image classification) Klasifikasi tutupan lahan pada citra dilakukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe tutupan lahan di wilayah studi pengamatan. Pada tahapan klasifikasi lahan ini menggunakan citra landsat dengan band 1, band 2, band 3, band 4, band 5 dan band 7. Sedangkan band 6 tidak digunakan dalam tahapan klasifikasi lahan dikarenakan digunakan untuk analisis suhu permukaan. Tipe klasifikasi citra yang digunakan adalah metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas atau kategori untuk penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta tutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Klasifikasi terbimbing dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1 melalui beberapa tahapan, antara lain yaitu : a. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS. b. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.

31 16 c. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang digunakan untuk mengklasifikasi wilayah kajian antara lain yaitu : 1. Vegetasi rapat (hutan kota, perkebunan, dan tumbuhan sejenis). 2. Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, taman kota dan TPU). 3. Lahan terbangun (permukiman, area industry, pertokoan atau perdangan, dan perkantoran). 4. Lahan terbuka (lahan kosong/areal proyek). 5. Rumput dan semak (lapangan, semak belukar). 6. Badan air. 7. Sawah. 8. Tidak ada data (awan, stripping). d. Menggabungkan baris-baris (row) atribut yang memiliki kelas klasifikasi tutupan lahan yang sama (recode). e. Pengoreksian citra hasil koreksi dilakukan dengan menggunakan uji akurasi dengan memasukkan titik koordinat sampel penutupan lahan di lapangan sebanyak 126 titik ke dalam citra yang telah diklasifikasi lalu dihitung oleh program Accuracy Assesment pada software Erdas Analisis data A. Pengolahan citra landsat band 6 untuk estimasi suhu permukaan Estimasi nilai data suhu permukaan diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1, kemudian dibangun sebuah model pada model maker yang sudah tersedia untuk mengkonversi nilai pixel pada band 6 landsat 7 ETM. Proses pengolahan data suhu ini yaitu dengan merubah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai spektral radiasi. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi spektral radiasi (USGS 2002). CV R1 = Keterangan : CV R1 QCAL L min(i) L max (i) L min (i) x QCAL QCAL QCAL max QCAL min + L MIN (i) min : the cell value as radiance : digital number : spectral radiance to QCAL min

32 17 L max(i) QCAL mini : spectral radiance to QCAL max : 1 (LGS Products); 0 (NPLAS Products) QCAL maxi : maximum pixel value (255) Dengan diketahuinya nilai spektral radiasi maka selanjutnya hasil tersebut dikoreksi dengan memasukkan faktor emisivitas dengan rumus sebagai berikut ini: Keterangan : CV R1 CV R1 CV R2 = CV R1 L min ε. τ 1 ε ε : the atmospherically corrected cell value as radiance : the cell value as radiance L min i : upwelling radiance (0,50) L max i : downwelling radiance (0,84) : transmittance (0,93) : emissivity (typically 0,95) Setelah nilai nilai spektral radiasi dikoreksi,kemudian dilakukan konversi spektral hasil tersebut untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002). Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut : T = K 2 ln K 1 CV R2 + 1 Keterangan : T : Suhu permukaan (K) K2 : Konstanta (666,09 W/(m 2 *ster*µm) K1 : Konstanta (1282,71 K) L : Spektral Radiasi (W/m 2 *ster*µm) Tabel 1 Konstanta K 1 dan K 2 untuk Landsat 5/TM dan Landsat 7/ETM Satelit K1 (W/(m 2 *ster*µm) K2 (Kelvin) Landsat 5/TM Landsat 7/ETM Sumber : USGS (2002) B. Analisis kelembaban udara Berdasarkan penjelasan sebelumnya dinyatakan citra landsat 7 ETM (+) dapat digunakan untuk mengestimasi nilai suhu permukaan dengan menggunakan band 6 yang diolah dengan modeler pada software Erdas. Namun nilai kelembaban udara tidak dapat diestimasikan dalam citra landsat. Analisis kelembaban udara Kota Surakarta diperoleh melalui nilai regresi linear suhu udara dan kelembaban udara yang kemudian diolah menggunakan modeller pada software erdas. Kelembaban udara di Kota Surakarta didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Surakarta dari tahun 2009 sampai tahun Kota Surakarta memiliki tiga stasiun cuaca yang terletak tersebar di tiga

33 18 kecamatan. Selanjutnya melakukan regresi linear suhu udara rata-rata dan kelembaban udara yang didapatkan dari stasiun BMKG di Kota Surakarta untuk mendapatkan persamaan nilai kelembaban udara dengan menggunakan software SPSS 17 dengan persamaan umum sebagai berikut : y = a + bx Variabel y merupakan kelembaban udara yang menjadi variabel tidak bebas, sedangkan x merupakan suhu udara sebagai variabel bebas. Nilai regresi yang didapatkan kemudian dimasukkan ke software Erdas untuk mendapatkan peta sebaran kelembaban udara. Digital Number (DN) dari suhu permukaan digunakan sebagai nilai x atau variabel bebas untuk penentuan peta sebaran kelembaban. C. Penentuan Temperature Humidity Index (THI) Penentuan index kenyamanan atau THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara ( o C) dan kelembaban udara (RH) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Niewolt 1975): THI = (0,8 x Ta) + Keterangan : Ta : Suhu udara ( o C) RH : Kelembaban relatif (%) RH x Ta Persamaan untuk menghitung nilai THI tersebut diolah menggunakan modeller pada software Erdas, suhu udara didapatkan dari peta sebaran udara dan kelembaban relatif (RH) didapatkan dari peta kelembaban. Tahapan berikutnya yaitu melakukan klasifikasi nilai THI dengan menggunakan software ArcGis 9.3 untuk mendapatkan nilai selang THI yang kemudian didapatkan peta sebaran THI Kota Surakarta. Hasil klasifikasi kisaran selang nilai THI tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi menjadi empat kelas kenyamana yang diacu berdasarkan pernyataan Emmanuel (2005) yang melakukan penelitian di Colombo, Srilanka yang termasuk ke dalam wilayah tropis dengan kelas kenyamanan tersaji dalam Tabel Tabel 2 Klasifikasi nilai THI (Temperature Humidity Index) Nilai THI Kelas Kenyamanan < 19 Sangat nyaman 19 < THI < 22 Nyaman 23 < THI < 26 Sedang > 27 Tidak nyaman Sumber : Emmanuel (2005)

34 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Letak dan luas Secara Geografis Kota Surakarta terletak diantara 110 o 45' 15"- 110 o 45'35" Bujur Timur dan 7 o 36' 00'' - 7 o 56' 00'' Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak sekitar 65 km timur laut Kota Yogyakarta dan 100 km tenggara Kota Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran rendah yakni ± 92 m di atas permukaan laut yang diapit Gunung Merapi di barat dan Gunung Lawu di timur. Di sebelah selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. Batas administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar. b. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo. d. Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Luas Kota Surakarta yaitu 4404,06 Ha yang terdiri dari lima kecamatan dan 51 kelurahan meliputi : a. Kecamatan Laweyan terdiri dari 11 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 863,83 Ha. b. Kecamatan Serengan terdiri dari 7 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 319,4 Ha. c. Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari 9 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 481,25 Ha. d. Kecamatan Jebres terdiri dari 11 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 1.258,18 Ha. e. Kecamatan Banjarsari terdiri dari 13 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 1.481,1 Ha.

35 Topografi Kota Surakarta terletak pada ketinggian rata-rata +92 meter dari permukaan laut. Topografinya relatif datar dengan kemiringan 0-3%. Daerah paling rendah di daerah timur dengan ketinggian +85 meter dari permukaan laut, memiliki kemiringan rata-rata 0,3%. Kota Surakarta dilalui oleh beberapa sungai yang merupakan anak Sungai Bengawan Solo. Dengan kondisi topografi yang demikian, maka sering terjadi genangan banjir akibat meluapnya sungai-sungai tersebut, terutama di daerah yang berada di sepanjang aliran sungai Geologi dan tanah Kondisi geologi Kota Surakarta sebagian besar terdiri dari tanah liat berpasir (regosol kelabu) dengan nilai permeabilitas k bervariasi yang relatif dapat membantu penyerapan (percolation drainage) selama belum jenuh air. Di beberapa tempat pada elevasi tinggi terdapat tanah padas dan di wilayah tengah serta bagian timur berbatasan dengan Sungai Bengawan Solo (wilayah Keraton dan Kedunglumbu) merupakan endapan lumpur relatif padat bekas rawa pada zaman dahulu. Daya dukung tanah (bearing capacity) pada dataran Kota Surakarta antara 0,50-1,75 Kg/cm 2, rata-rata 0,80 Kg/cm Iklim Kota Surakarta berikilim tropis dengan curah hujan rata-rata 186 mm/hari. suhu udara rata-rata tahunan di Kota Surakarta berkisar antara 25,7 ºC sampai dengan 28,4 ºC, sedangkan kelembaban udara relatif rata-rata tahunan berkisar 67% dengan kecepatan angin sekitar 0,5 knot BPS (2010). 4.2 Keadaan Penduduk Kota Surakarta Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2010 adalah sebanyak jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 0,45% dalam 1 dasawarsa tahun (BPS 2010). Dari 5 kecamatan yang ada di Kota Surakarta, Kecamatan Pasar Kliwon mempunyai kepadatan penduduk yang paling tinggi yaitu sebesar 177 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terkecil terdapat pada Kecamatan Laweyan dengan kepadatan penduduk 98 jiwa/ha. Jumlah penduduk Kota Surakarta berdasarkan sebaran tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

36 21 Tabel 3 Jumlah Penduduk Kota Surakarta tahun 2010 No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) 1 Laweyan , Serengan , Pasar Kliwon , Jebres , Banjarsari , Jumlah ,63 Sumber : BPS (2010) 4.3 Ruang Terbuka Hijau Kota Surakarta Ruang terbuka hijau merupakan kebutuhan yang penting di setiap wilayah. Hal ini pun disadari oleh pemerintah daerah Kota Surakarta. Pemerintah daerah Kota Surakarta telah menetapkan peraturan Walikota No.34 tahun 2012 mengenai penunjukan lokasi pembangunan hutan kota yang melanjuti peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.4/MENLH/12/2010 telah menunjuk 20 lokasi di wilayah Kota Surakarta menjadi ruang terbuka hijau di Kota Surakarta. Berdasarkan peraturan walikota tersebut membuktikan kesadaran pemerintah daerah melalui Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta perlu menambah ruang terbuka hijau di Kota Surakarta.

37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Surakarta Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, seperti bangunan perkotaan, danau, dan vegetasi, sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer 1997). Berdasarkan hasil pengolahan citra landsat 7 ETM path/row 119/065, dengan tanggal akuisisi 8 September 2011 dan 9 September Interpretasi data citra dilakukan dengan klasifikasi terbimbing yang menghasilkan delapan kelas tutupan lahan dengan luas penutupan lahan berdasarkan pengolahan citra diperoleh luas wilayah Kota Surakarta sebesar 4416,26 Ha Penjelasan mengenai tutupan lahan di Kota Surakarta adalah sebagai berikut : 1. Lahan terbangun Tipe penutupan lahan (land cover) berupa lahan terbangun meliputi permukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya. Tipe penutupan lahan terbangun ini mendominasi kawasan di Kota Surakarta dengan luasan 4404,06 ha. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta diperkirakan luas lahan terbangun ini akan semakin bertambah. Hasil klasifikasi citra landsat untuk tipe penutupan lahan terbangun dapat dilihat pada Gambar 4 yang dicirikan dengan warna merah. Gambar 4 (a) (b) Tutupan lahan berupa lahan terbangun. (a) Permukiman warga, kecamatan Banjarsari, (b) Pasar Kliwon kecamatan Pasar Kliwon.

38 23 2. Vegetasi rapat Kategori tutupan lahan vegetasi rapat merupakan penutupan lahan yang berupa hutan alam, sempadan sungai, dan tegakan sejenis yang rapat yang dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2000 dan 2011 kelas ini berwarna hijau gelap, sedangkan untuk klasifikasinya digunakan warna hijau tua. (a) (b) Gambar 5 Tutupan lahan berupa vegetasi rapat (a) Hutan tanaman Jati, Kecamatan..Jebres, (b) Sempadan Sungai, Kecamatan Jebres. 3. Vegetasi jarang Tutupan lahan (land cover) yang berupa vegetasi jarang adalah jenis tutupan lahan yang bervegetasi jarang berupa jalur hijau, taman kota, tempat pemakaman umum yang dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan interpretasi citra landsat tahun 2000 dan 2011 tipe penutupan lahan yang berupa vegetasi jarang berwarna hijau muda, dan hasil klasifikasi diberi warna hijau muda juga. Gambar 6 (a). (b) Tutupan lahan berupa vegetasi jarang (a) Jalur hijau Kecamatan.Laweyan (b) TPU Mojo Kecamatan Jebres.

39 24 4. Lahan terbuka Tipe penutupan lahan (land cover) yang berupa lahan terbuka ini merupakan lahan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan, tanah gundul, dan tempattempat yang direncanakan menjadi lahan permukiman atau area proyek pembangunan yang dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil interpretasi citra landsat dicirikan dengan warna merah muda kekuningan, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna merah muda. Gambar 7 Lahan kosong yang tidak bervegetasi, Kecamatan Banjarsari. 5. Badan air Wilayah Kota Surakarta di sekelilingnya dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo, tiga dari lima kecamatan Kota Surakarta dilalui oleh Sungai Bengawan Solo ini. Tipe penutupan lahan berupa badan air yaitu sungai dan danau. Contoh gambar badan air dapat dilihat pada Gambar 8. Badan air pada citra landsat wilayah berwarna biru tua, sedangkan hasil klasifikasi citra landsat diberikan warna biru muda. (a) (b) Gambar 8 Tutupan lahan berupa badan air (a) Sungai Bengawan Solo, Kecamatan Jebres, dan (b) Sungai Pepe, Kecamatan Serengan.

40 25 6. Rumput dan semak Kelas klasifikasi rumput dan semak dijadikan ke dalam satu kelas dikarenakan rumput dan semak memiliki karakter yang hampir sama. Contoh gambar yang diklasifikasikan ke dalam kelas rumput dan semak dapat dilihat pada Gambar 9. Kelas klasifikasi rumput dan semak dalam citra satelit dicirikan dengan warna kuning sampai orange. Hasil klasifikasi kelas rumput dan semak dicirikan dengan warna kuning terang. Gambar 9 Alun-alun Kota Surakarta. 7. Sawah Sawah merupakan lahan pertanian yang membutuhkan pengairan secara intensif. Sawah dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah yang belum ditanami dan sawah yang siap panen. sawah yang sudah ditanami dan siap dipanen dapat dilihat pada Gambar 10(a), sedangkan Sawah belum ditanami pada umumnya berupa lahan terbuka seperti pada Gambar 10(b). Pengklasifikasian kelas tutupan sawah dicirikan dengan warna coklat. a) b) Gambar 10 Penutupan lahan berupa sawah. a) Sawah dengan padi yang dewasa, b) Sawah yang baru ditanam.

41 26 8. Tidak ada data Kelas klasifikasi tidak ada data merupakan kelas klasifikasi yang berupa awan, bayangan awan dan stripping (bergaris). Nurcahyono (2003) menjelaskan bahwa awan terbentuk karena pengaruh cuaca, iklim lokal pada wilayah pengambilan citra, selain itu juga wilayah Indonesia termasuk yang banyak awan karena letak geografis Indonesia yang dikelilingi oleh lautan. Sedangkan bayangan awan terbentuk karena adanya sinar matahari yang terhalang oleh awan. Stripping termasuk dalam kelas klasifikasi tidak ada data selain itu juga stripping terjadi karena setelah tahun 2003 satelit perekaman citra mengalami kerusakan. Sehingga citra satelit pada tahun 2011 didapatkan citra satelit yang mengalami stripping. Agar diperoleh hasil dan luasan yang sama agar dapat dibandingkan dengan tahun 2011, maka citra satelit tahun 2000 diberi perlakuan dengan menyamakan stripping dengan tahun Hasil klasifikasi tidak ada data ini diberi warna putih yang tersaji pada Gambar 11. Gambar 11 Stripping (Bergaris) Penutupan lahan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Kota Surakarta memiliki wilayah yang tidak terlalu luas apabila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain. Kota Surakarta yang terbagi menjadi lima kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari dengan luas 1491,21 Ha, Kecamatan Laweyan dengan luas 874,83 Ha, Kecamatan Pasar Kliwon dengan luas 438,24 Ha, Kecamatan Serengan dengan luas 329,37 Ha dan Kecamatan Jebres dengan luas 1282,61 Ha. Hasil klasifikasi citra Landsat 7 ETM diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kota Surakarta tahun 2000 yang tersaji pada Tabel 4.

42 27 Tabel 4 Luas penutupan lahan Kota Surakarta tahun 2000 No Kelas Klasifikasi Jumlah Ha % 1 Lahan terbangun 1518,03 34,37 2 Vegetasi rapat 175,41 3,97 3 Vegetasi jarang 538,02 12,18 4 Lahan terbuka 356,40 8,07 5 Rumput dan semak 365,22 8,27 6 Badan Air 32,22 0,73 7 Sawah 174,96 3,96 8 Tidak ada data 1072,66 24,29 Jumlah 4416, Berdasarkan data penutupan lahan Kota Surakarta 2000, tipe tutupan lahan yang terluas yaitu lahan terbangun sebesar 1518,03 Ha atau sebesar 34,37% dari luas wilayah Kota Surakarta. Lahan terbangun terpusat di wilayah Kecamatan Kecamatan Serengan dan Kecamatan Pasar Kliwon. Kedua kecamatan ini persentase luas lahan terbangun terbesar dikarenakan merupakan pusat Kota Surakarta yang terdapat pusat perdagangan, pusat pendidikan, dan pusat pemerintahan. Kecamatan Serengan pada tahun 2000 mempunyai luas lahan terbangun sebesar 149,76 Ha atau 45,47% dari luas kecamatan. Kecamatan Pasar Kliwon pada tahun 2000 mempunyai luas lahan terbangun sebesar 231,39 Ha atau 52,80% dari luas kecamatan. Hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kota atau di sekitar kota, kecenderungan ini bertujuan untuk memudahkan akses melakukan kegiatan ekonomi maupun aktifitas lain yang terpusat di wilayah Kota Surakarta. berdasarkan hasil sensus penduduk Kota Surakarta yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Surakarta sebanyak jiwa. Kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk terbesar yaitu terdapat di Kecamatan Pasar kliwon dengan kepadatan 177 jiwa/ha. Tutupan lahan yang cukup besar yaitu berupa tutupan lahan tidak ada data yang mempunyai luas 1072,66 Ha atau sebesar 24,29% dari luas wilayah Kota Surakarta. Tidak ada data ini disebabkan citra landsat 7 ETM terdapat stripping atau garis yang terjadi karena kerusakan satelit perekaman citra. Pada awalnya, citra landsat pada tahun 2000 tidak mempunyai stripping, karena akan

43 28 dibandingkan dengan citra landsat tahun 2011 yang ada stripping maka citra landsat tahun 2000 harus disamakan dengan menyesuaikan stripping. Selain itu juga,besarnya luas tidak ada data ini juga disebabkan karena adanya awan, bayangan awan yang terekam dalam citra landsat. Tipe penutupan lahan vegetasi jarang di Kota Surakarta mempunyai luas sebesar 538,02 Ha atau 12,18% dari luas wilayah Kota Surakarta. Penutupan lahan vegetasi jarang di kota Surakarta merupakan wilayah penutupan lahan berupa kebun campuran, jalur hijau dan taman. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang pada tahun 2000 ini terletak tersebar di batas-batas luar Kota Surakarta. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 12 yang ditandai dengan warna hijau muda. Tutupan lahan berupa vegetasi jarang terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarsari dengan luas vegetasi jarang mencapai 205,92 Ha dengan persentase 13,81% dari luas wilayah Kecamatan Banjarsari. Tipe penutupan berupa vegetasi rapat mempunyai luas yang kecil di antara tutupan lahan yang lain yaitu sebesar 175,41 Ha atau hanya sebesar 3,97% dari luas Kota Surakarta. Rendahnya luas lahan bervegetasi rapat yang dimiliki Kota Surakarta ini yaitu perubahan peruntukan lahan menjadi lahan terbangun. Semakin banyak penduduk di suatu daerah maka akan semakin banyak membutuhkan lahan untuk tempat tinggal. Tipe tutupan lahan badan air di Kota Surakarta merupakan yang paling kecil dengan luas sebesar 32,22 Ha atau sebesar 0,73 % dari luas Kota Surakarta. Luas tutupan lahan berupa badan air di Kota Surakarta menjadi yang paling kecil dibandingkan tutupan lahan yang lain dikarenakan tutupan lahan berupa badan air hanya berupa Sungai Bengawan Solo yang mengelilingi wilayah Kota Surakarta dan beberapa sungai kecil serta danau kecil yang terdapat di beberapa lokasi.

44 29 Gambar 12 Peta tutupan Lahan Kota Surakarta Tahun 2000.

45 30 Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat 7 ETM dengan tanggal akuisisi 8 September 2011 diperoleh delapan kelas tutupan lahan beserta luas tiap kelas yang tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5 Luas penutupan lahan Kota Surakarta tahun 2011 No Kelas Klasifikasi Luas tutupan lahan Luas (Ha) Persen (%) 1 Lahan terbangun 1705,93 38,63 2 Vegetasi rapat 240,17 5,44 3 Vegetasi jarang 693,12 15,69 4 Lahan terbuka 261,47 5,92 5 Rumput 277,74 6,29 6 Badan air 25,70 0,58 7 Sawah 139,48 3,16 8 Tidak ada data 1072,66 24,29 Jumlah 4416, Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat tahun 2011 di atas diketahui bahwa lahan terbangun tetap menjadi yang terluas yaitu sebesar 1705,93 Ha atau sebesar 38,63 % dari total luas kota Surakarta. Lahan terbangun di Kota Surakarta relatif menyebar hampir di semua kecamatan, luas lahan terbangun terbesar terdapat di Kecamatan Banjarsari dengan luas 502,5 Ha dengan persentase 11,38 % dari luas Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan di Kecamatan Banjarsari mempunyai luas wilayah kecamatan yang paling besar dibanding dengan kecamatan yang lain. Apabila luas lahan terbangun ini dibandingkan dengan luas wilayah tiap kecamatan, maka kecamatan yang memiliki luasan area terbangun paling besar adalah Kecamatan Pasar Kliwon yang mempunyai luas lahan terbangun sebesar 259,52 Ha dengan persentase 59,26% dari luas wilayah kecamatan. Hal ini dikarenakan Kecamatan Pasar Kliwon merupakan pusat Kota Surakarta yang menjadi pusat pemerintahan Kota Surakarta, selain itu juga di kecamatan ini banyak dibangun tempat permukiman maupun pusat perdagangan terbesar di Kota Surakarta. Luas lahan yang cukup besar setelah lahan terbangun yaitu vegetasi jarang yang mempunyai luas sebesar 693,12 Ha atau 15,69% dari luas Kota Surakarta. Vegetasi jarang mempunyai persebaran yang mengelempok di tiap kecamatan terutama di batas luar Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan

46 31 Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karang Anyar. Kecamatan yang mempunyai vegetasi jarang yang luas yaitu Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres dengan luas berturut-turut sebesar 262,62 Ha dan 249,12 Ha. Vegetasi jarang ini umumnya berupa kebun campuran milik warga yang ditanami dengan tumbuhan menahun seperti jati dan akasia. Selain itu juga vegetasi jarang ini banyak terdapat di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo. Berdasarkan laporan kegiatan Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta tahun 2006, bantaran Sungai Bengawan Solo menjadi fokus dalam kegiatan yang dinamakan program kali bersih. Dalam kegiatan ini dilakukan berbagai kegiatan di antaranya penanaman pohon di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo dengan pohon akasia (Acacia sp), mahoni (Swietania sp), dan pohon-pohon jenis lain. Oleh karena itu pohon-pohon yang ditanam tersebut saat ini sudah dewasa sehingga bantaran Sungai Bengawan Solo sudah menghijau dengan adanya pepohonan tersebut. Gambar 13 Taman Sekartaji di bantaran Sungai Bengawan Solo, Kecamatan Jebres. Tutupan lahan berupa lahan terbuka menjadi tutupan lahan terbesar keempat setelah vegetasi jarang. Tutupan lahan terbuka mempunyai luas sebesar 261,47 Ha atau sebesar 5,92% dari luas Kota Surakarta. Sebagian besar lahan terbuka ini merupakan lahan pertanian yang tidak digarap oleh petani sehingga terlihat kering dan tandus (tidak ada pohon), selain itu juga dapat berupa lahan terbuka yang tidak ditanami pepohonan. Lahan terbuka ini tersebar di setiap kecamatan di Kota Surakarta, lahan terbuka yang paling luas terdapat di Kecamatan Banjarsari sebesar 95,22 Ha atau seluas 17,61% dari luas wilayah kecamatan.

47 32 Tutupan lahan berupa rumput di wilayah Kota Surakarta berdasarkan hasil interpretasi citra ETM tahun 2011 mempunyai luas sebesar 277,74 Ha atau sebesar 6,29% dari luas Kota Surakarta. Tutupan lahan berupa rumput ini menyebar di semua kecamatan di Kota Surakarta, tutupan lahan berupa rumput ini umumnya berbentuk lapangan atau tempat pemakaman umum. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (2011), Kota Surakarta mempunyai 186 lapangan serta mempunyai 68 tempat pemakaman umum. Kecamatan Jebres merupakan kecamatan yang mempunyai tutupan lahan berupa rumput yang paling besar yaitu 106,58 Ha atau 38,10% dari luas tutupan rumput di Kota Surakarta. Kecamatan lain yang mempunyai tutupan lahan berupa rumput yang cukup besar yaitu kecamatan Banjarsari dengan luas 86,92 Ha atau sebesar 31,07 % dari luas tutupan rumput di Kota Surakarta. Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang mempunyai lapangan bola yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu sebanyak 82 lapangan bola. Selain itu juga masih banyak beberapa lokasi di Kecamatan Banjarsari berupa lahan terbuka yang ditumbuhi rumput dan semak. Tutupan lahan vegetasi rapat merupakan kelas yang mempunyai luas terkecil sebelum tutupan lahan berupa sawah. Vegetasi rapat mempunyai luas sebesar 240,17 Ha atau hanya sebesar 5,44 % dari luas Kota Surakarta. Vegetasi rapat di tiap kecamatan berbentuk mengelompok kecil di lokasi-lokasi tertentu saja, misalkan di Kecamatan Jebres, vegetasi rapat terdapat di bantaran Sungai Bengawan Solo dan kebun masyarakat dengan pohon dewasa dan mempunyai luas yang sempit. Kecamatan yang mempunyai luas vegetasi rapat terbesar yaitu Kecamatan Banjarsari yang mempunyai luas sebesar 84,24 Ha atau 34,79% dari luas vegetasi rapat di Kota Surakarta. Kecamatan Jebres mempunyai vegetasi rapat yang cukup besar yaitu sebesar 76,28 Ha atau 31,50 % dari luas vegetasi rapat yang ada di Kota Surakarta. Kecamatan Laweyan, Pasar Kliwon bervegetasi rapat berturut-turut sebesar 50,54 Ha, 18,79 Ha dan Kecamatan Serengan yang mempunyai vegetasi rapat paling kecil yaitu sebesar 12,31 Ha atau hanya sebesar 5,08 % dari luas vegetasi rapat di Kota Surakarta. Tipe penutupan lahan berupa sawah yang terdapat di Kota Surakarta pada tahun 2011 berdasarkan analisis citra landsat seluas 139,48 Ha dengan persentase

48 33 3,16% dari luas wilayah Kota Surakarta. Tipe penutupan lahan berupa sawah di Kota Surakarta merupakan terkecil sebelum tutupan lahan berupa badan air. Tutupan lahan berupa sawah di Kota Surakarta mengelompok kecil dan tersebar di setiap kecamatan. Kecamatan yang mempunyai luas sawah terbesar yaitu Kecamatan Banjarsari dengan luas 58,75 Ha dengan persentase 42,01 % dari total luas sawah di Kota Surakarta. Berdasarkan hasil analisis citra landsat tahun 2011, klasifikasi lahan berupa badan air mempunyai luas terkecil yaitu seluas 25,70 Ha dengan persentase sebesar 0,58 % dari luas wilayah Kota Surakarta. Kecamatan yang mempunyai luas badan air terbesar yaitu Kecamatan Jebres dengan luas 16,40 Ha atau jika dinyatakan dengan persentase yaitu sebesar 48,80% dari luas total badan air di Kota Surakarta. Kecamatan Jebres mempunyai luas badan air terbesar dikarenakan kecamatan ini paling luas dilewati oleh aliran sungai Bengawan Solo. Sedangkan kecamatan lain mempunyai luas yang relatif kecil dengan luas di bawah 10 Ha/kecamatan.

49 34 Gambar 14 Peta tutupan lahan Kota Surakarta tahun 2011.

50 Perubahan luas penutupan lahan tahun 2000 dan 2011 Berdasarkan hasil pengolahan data citra landsat 7 tahun 2000 dan 2011 dapat diketahui luasan tiap kelas klasifikasi yang selanjutnya dilakukan analisis perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 sampai tahun Sebelum dilakukan analisis perubahan luas, sebelumnya dilakukan penyamaan luas tutupan lahan yang berupa awan dan stripping yang masuk ke dalam kelas tidak ada data. Hal ini dimaksudkan agar kedua citra mendapat perlakuan yang sama sebelum kedua citra ini dibandingkan luasan perubahan lahannya. Tabel 6 Perubahan penutupan lahan Kota Surakarta Tahun 2000 dan 2011 No Kelas Klasifikasi Luas Tahun 2000 Luas Tahun 2011 Perubahan luas Ha (%) Ha (%) Ha (%) 1 Lahan terbangun 1518,03 34, ,93 38,63 187,90 12,38 2 Vegetasi rapat 175,41 3,97 240,17 5,44 64,76 36,92 3 Vegetasi jarang 538,02 12,18 693,12 15,69 155,10 28,83 4 Lahan terbuka 356,40 8,07 261,47 5,92-94,93-26,64 5 Rumput 365,22 8,27 277,74 6,29-87,48-23,95 6 Badan Air 32,22 0,73 25,70 0,58-6,53-20,25 7 Sawah 174,96 3,96 139,48 3,16-35,48-20,28 8 Tidak ada data 1072,66 24, ,66 24,29 0,00 0,00 Jumlah 4416,26 100, ,26 100,00 Keterangan : (+) Luas tutupan lahan meningkat, (-) Luas tutupan lahan menurun. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan untuk tiap kelas klasifikasi lahan dari tahun 2000 dan Hal ini terjadi karena untuk menyesuaikan kebutuhan manusia akan tempat tinggal, sarana prasarana dan kebutuhan lainnya yang tentunya akan mengalih fungsikan lahan sesuai dengan kebutuhan manusia. Perubahan lahan Kota Surakarta mempunyai hasil perubahan luas yang menarik untuk dipelajari, perubahan lahan terbesar terdapat pada tutupan lahan yang berupa vegetasi rapat yang mengalami peningkatan luas terbesar dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya yaitu sebesar 64,76 Ha atau sebesar 36,92 % dibandingkan dengan tahun Berbeda dengan kota lain yang pernah diteliti perubahan lahannya seperti berdasarkan Fajar (2010) yang menyatakan bahwa telah terjadi penurunan yang signifikan pada tutupan lahan berupa vegetasi rapat

51 36 di Kota Palembang yaitu sebesar 5.522,23 Ha (167,80%) pada kurun waktu tahun 2001 sampai tahun Selain itu juga telah terjadi penurunan luas vegetasi rapat di Kota Bandung pada kurun waktu 2001 sampai tahun 2009 sebesar Ha atau sebesar 40,65% dari luas Kota Bandung tahun 2000 (Heksaputri 2010). Perubahan luas vegetasi rapat yang terjadi di Surakarta jika dlihat dari segi perluasan memang cukup besar, namun dilihat dari penambahan luas vegetasi rapat masih cukup kecil penambahan luasnya sehingga perlu untuk terus dilakukan upaya penambahan luasan wilayah bervegetasi. Perubahan luas vegetasi rapat dan vegetasi jarang di Kota Surakarta dapat dilihat pada Gambar 15. Luas (Ha) Keterangan : Vegetasi rapat Vegetasi jarang Banjarsari Jebres Pasar Kliwon Serengan Laweyan Kecamatan Gambar 15 Diagram perubahan luas vegetasi rapat dan vegetasi jarang Kota Surakarta tahun Perubahan luas vegetasi rapat ini dipengaruhi adanya penambahan luas yang berupa wilayah yang sebelumnya merupakan vegetasi jarang yang tumbuh menjadi vegetasi rapat. Selain itu juga adanya Perda kota Surakarta No.29 Tahun 1981 tentang Penghijauan dan Keindahan Kota Surakarta dan diperkuat kembali dengan Perda No. 2 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup yang melarang adanya penebangan pohon di wilayah Kota Surakarta ini turut mendukung bertambahnya luas vegetasi rapat di Kota Surakarta Perubahan luas tutupan lahan yang cukup besar dalam periode tahun 2000 sampai tahun 2011 terjadi pada tutupan lahan yang berupa vegetasi jarang yaitu seluas 538,02,87 Ha menjadi 693,12 Ha yang mengalami peningkatan sebesar 155,10 Ha (28,83 %). Perubahan luas vegetasi jarang di Kota Surakarta ini

52 37 membuktikan bahwa adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk menambah luasan wilayah bervegetasi guna mencukupi kebutuhan luas lahan terbuka hijau yang berupa kawasan bervegetasi. Adapun besar luas konversi tutupan lahan menjadi vegetasi rapat dan vegetasi jarang periode tahun 2000 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas konversi tutupan lahan menjadi vegetasi rapat dan vegetasi jarang di Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Konversi lahan menjadi tutupan lahan tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Vegetasi rapat Vegetasi Jarang Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) 1 Lahan terbangun 27,06 35,34 129,26 20,19 2 Vegetasi rapat 44,98 20,63 53,53 8,36 3 Vegetasi jarang 54,90 25,18 211,82 33,09 4 Lahan terbuka 13,52 6,20 61,43 9,60 5 Rumput 18,70 8,57 130,93 20,45 6 Badan air 3,55 1,63 2,48 0,39 7 Sawah 5,33 2,45 50,74 7,93 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 178,04 100% 193, % Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Kota Surakarta berupaya untuk menambahan jumlah maupun luasan ruang terbuka hijau yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan luas ruang terbuka hijau agar mencapai 30% dari luasan kota Surakarta. Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa telah terjadi konversi tutupan lahan tahun 2000 menjadi tutupan lahan berupa vegetasi jarang dan vegetasi rapat pada tahun Tutupan lahan berupa vegetasi jarang pada tahun 2000 mengalami perubahan lahan menjadi vegetasi rapat paling besar pada tahun 2011, hal ini diduga di beberapa lokasi seperti di beberapa ruas jalan telah ditanam vegetasi sebagai jalur hijau telah mengalami pertumbuhan menjadi vegeatsi rapat. Kegiatan penanaman yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta yaitu dengan menanam tumbuhan asli setempat yaitu pohon sala (Couroupita guianensis) dan tanaman berkayu yang cepat tumbuh seperti tanaman, pohon kenari (Canarium ovatum), pohon jati putih (Gmelina arborea), jabon (Anthocephalus cadamba) dan beberapa jenis tumbuhan lain. Tumbuhan ini ditanam di wilayah publik maupun wilayah privat yang dimiliki oleh masyarakat. Adapun wilayah publik yang menjadi lokasi dalam pembangunan RTH ini yaitu

53 38 di sepanjang jalan di Kota Surakarta yang banyak dibangun hutan kota berbentuk jalur sehingga membuat beberapa ruas jalan di Kota Surakarta menjadi tampak lebih asri dikarenakan vegetasi yang ditanam memiliki tajuk yang rapat. Pemerintah daerah Kota Surakarta dalam hal ini yaitu Badan Lingkungan Hidup juga sering melakukan penyuluhan terhadap masyarakat untuk menanam tumbuhan berkayu selain bermanfaat ekonomi maupun bermanfaat dari segi lingkungan. Kegiatan penanaman yang dilakukan di Kota Surakarta dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil dari kegiatan penanaman yang digiatkan oleh pemerintah Kota Surakarta ini telah berhasil di beberapa lokasi yang sebelumnya berupa lahan kosong ataupun sawah kering banyak dijadikan kebun tanaman kayu milik masyarakat. Gambar 16 a) Penanaman pohon sala oleh Walikota Surakarta dan b) Kebun jabon milik masyarakat di Kecamatan Jebres. Perubahan luas yang cukup besar yaitu pada tutupan lahan berupa lahan terbangun yaitu bertambah luas sebesar 187,90 Ha atau 12,38% dari luas lahan terbangun tahun Berdasarkan data yang diperoleh, persentase perubahan luas lahan terbangun lebih kecil dibandingkan dengan persentase perubahan luas vegetasi rapat, namun dari segi pertambahan luasnya lahan terbangun mempunyai perubahan yang paling besar dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya. Perubahan lahan menjadi lahan terbangun menjadi yang terbesar pertambahannya secara luas dikarenakan adanya konversi beberapa tutupan lahan yang dijadikan lahan permukiman maupun bangunan dengan peruntukan lainnya. Data mengenai perubahan konversi lahan menjadi lahan terbangun dan konversi menjadi lahan terbuka dapat dilihat pada Tabel 8.

54 39 Tabel 8 Luas konversi tutupan lahan menjadi lahan terbangun dan lahan terbuka.di Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Konversi lahan menjadi tutupan lahan tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Lahan terbangun Lahan terbuka Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) 1 Lahan terbangun 1164,02 71,25 57,69 27,57 2 Vegetasi rapat 25,99 1,59 14,56 6,96 3 Vegetasi jarang 140,60 8,61 51,03 24,39 4 Lahan terbuka 172,89 10,58 31,32 14,97 5 Rumput 72,41 4,43 32,63 15,59 6 Badan air 4,84 0,30 0,72 0,34 7 Sawah 53,06 3,25 21,29 10,17 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 1633,81 100% 209,24 100% Ditinjau di tiap kecamatan, lahan terbangun cenderung meningkat di semua kecamatan di Kota Surakarta. Peningkatan luas lahan terbangun terbesar terdapat di Kecamatan Laweyan yaitu meningkat sebesar 69,44 Ha atau 21,67 % dibandingkan dengan tahun Hal ini dikarenakan adanya konversi lahan untuk dijadikan permukiman warga dengan dibangunnya perumahan. Luas tutupan lahan tahun 2000 yang paling banyak dikonversi menjadi lahan terbangun pada tahun 2011 yaitu tutupan lahan berupa lahan terbuka di Kecamatan Laweyan yaitu sebesar 55,19 Ha. Luas (Ha) Gambar 17 Diagram peningkatan luas lahan terbangun di Kota Surakarta tahun Selain itu juga, kecamatan yang mengalami peningkatan luas lahan terbangun yang cukup besar yaitu Kecamatan Jebres yaitu meningkat sebesar 50,54 Ha atau meningkat sebesar 14,08 % dibandingkan dengan tahun Banjarsari Jebres Pasarkliwon Serengan Laweyan Kecamatan

55 40 Peningkatan luas lahan terbangun ini disebabkan karena adanya konversi lahan menjadi lahan permukiman warga. Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa peningkatan luas tutupan lahan hanya terjadi di tiga tutupan lahan saja yaitu lahan terbangun, vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Namun untuk kelas tutupan lahan lainnya mengalami penurunan seperti penurunan luas pada tutupan lahan berupa sawah, badan air, rumput maupun lahan terbuka. Penurunan luas tutupan lahan terbesar terjadi pada tutupan lahan berupa lahan terbuka yang mengalami penurunan luas sebesar 94,93 Ha dengan persentase penurunan sebesar 26,64 %. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun merupakan salah satu desakan paling besar terhadap perubahan luas terutama tutupan lahan berupa lahan terbuka. Berdasarkan analisis citra didapatkan data bahwa perubahan penggunaan lahan terbuka ini sebagian besar dijadikan lahan terbangun yang berupa permukiman maupun bangunan dengan peruntukan lainnya. Penurunan luas lahan terbuka terbesar terjadi di Kecamatan Laweyan yang mengalami penurunan luas sebesar 39,55 Ha sedangkan penurunan luas lahan terbuka terjadi di Kecamatan Jebres seluas 8,28 Ha. Penurunan luas lahan terbuka dapat dilihat di Gambar 18. Luas (ha) Gambar 18 Diagram penurunan luas lahan terbuka di Kota Surakarta tahun Perubahan luas yang paling kecil terdapat pada tutupan lahan berupa rumput dan badan air. Perubahan lahan di kedua tutupan lahan ini mempunyai luas perubahan di bawah 10 Ha yaitu seluas berturut-turut sebesar 8,27 Ha dan 0,73 Ha. Perubahan tutupan lahan Kota Surakarta pada tahun 2000 dan 2011 dapat dilihat pada Gambar 19. Banjarsari Jebres Pasarkliwon Serengan Laweyan Kecamatan

56 41 Gambar 19 Peta tutupan lahan Kota Surakarta Tahun 2000 dan Distribusi Suhu Permukaan Kota Surakarta

57 Distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Analisis distribusi suhu permukaan yang dilakukan di lokasi penelitian menggunakan band 6 dari Citra Landsat 7 ETM. Suhu permukaan yang dianalisis ini merupakan suhu yang dipantulkan oleh suatu permukaan benda yang dipilahpilah dalam sensor panjang gelombang dan ditangkap oleh sensor satelit yang dinamakan Thermal infrared (Lillesand dan Kiefer 1997). Berdasarkan hasil interpretasi dan anilisis citra landsat 7 ETM Kota Surakarta periode 2000 dan 2011 untuk mengklasifikasikan sebaran suhu permukaan Kota Surakarta tersaji pada Tabel 9. Tabel 9 Luas distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 No Suhu ( o C) Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas(Ha) 1 <27 2,16 0,07 0,09 0,00-2, ,62 0,05 0,36 0,01-1, ,89 0,06 6,21 0,19 4, ,9 0,03 8,19 0,25 7, ,76 0,18 28,53 0,88 22, ,24 0,93 48,24 1, ,07 2,01 111,33 3,44 46, ,16 2,57 237,96 7,35 154, ,94 5,19 491,04 15,16 323, ,91 10,84 909,54 28,08 558, ,07 22, ,41 33,76 371, ,48 38,27 273,96 8,46-965, ,00 15,84 24,48 0,76-488, ,14 1,52 2,88 0,09-46, ,04 0,16 2,07 0,06-2,97 16 >41 0,18 0,01 0,36 0,01 0,18 17 Tidak ada data 1072,66 24, ,66 24,29 0 Jumlah 4416, , Keterangan : (+) Luas tutupan lahan meningkat, (-) Luas tutupan lahan menurun. Berdasarkan Tabel 9 diketahui nilai suhu permukaan Kota Surakarta pada tahun 2000 dan tahun 2011 yang menunjukkan adanya perubahan luas distribusi suhu permukaan pada selang waktu tahun 2000 dan tahun Selang suhu permukaan yang ada di Kota Surakarta berkisar 27 o C sampai 41 o C. Selang suhu permukaan 37 o C 38 o C merupakan selang suhu terluas di Kota Surakarta pada tahun 2000 dengan luas 1239,48 Ha dengan persentase 38,27% dari luas Kota

58 43 Surakarta. Selang suhu yang mempunyai luas cukup besar setelah selang 37 o C - 38 o C yaitu selang suhu 36 o C 37 o C yang mempunyai luas sebesar 722,07 Ha atau 22,30 % dari luas Kota Surakarta. Sedangkan pada tahun 2011, selang suhu permukaan yang memiliki luas yang paling besar yaitu selang suhu 36 o C 37 o C yang mempunyai luas 1093,41 Ha atau 33,76% dari luas Kota Surakarta. Selang suhu yang cukup besar pada tahun 2011 yaitu terdapat pada selang suhu 35 o C-36 o C yang mempunyai luas sebesar 909,54 Ha atau 28,08 % dari luas Kota Surakarta. Dari data ini dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan luas suhu permukaan terluas sebesar 1 o C dari tahun 2000 dan tahun Perubahaan luas suhu permukaan yang ada di Kota Surakarta berbeda dengan perubahan suhu di kota lain yang pernah diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Heksaputri (2010) di Kota Bandung menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan yang diakibatkan oleh penurunan luas ruang terbuka hijau terutama berkurangnya luas vegetasi rapat dan vegetasi jarang. Berdasarkan analisis peta sebaran suhu permukaan dapat diketahui juga bahwa pusat kota yang terletak di Kecamatan Serengan, Pasar Kliwon serta Kecamatan Serengan cenderung memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu permukaan yang terletak di pinggiran Kota Surakarta. Hal ini diduga dikarenakan pusat kota sudah banyak bangunan yang memantulkan panas matahari sehingga membuat suhu permukaan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waluyo (2009) yang menyatakan bahwa lahan terbangun meningkatkan suhu permukaan dikarenakan adanya pemantulan sinar matahari. Kepadatan penduduk yang terkonsentrasi di Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Serengan ini juga mengakibatkan dengan fenomena peningkatan suhu udara di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya yang disebut dengan Heat island atau pulau panas. Kondisi ini diperkuat dengan pernyataan Setyowati (2008), konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu ditambah dengan adanya industri dan perdagangan serta transportasi kota yang padat menyebabkan terjadinya thermal pollution yang kemudian membentuk pulau panas atau heat island. Heat island terjadi karena adanya emisi panas yang direfleksikan dari permukaan bumi ke atmosfer.

59 44 Sedangkan suhu permukaan di wilayah pinggiran Kota Surakarta memiliki suhu yang lebih rendah, hal ini diduga dikarenakan di pinggiran Kota Surakarta masih banyak terdapat ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh vegetasi. Vegetasi dapat menurunkan suhu permukaan melalui evapotranspirasi, tanaman yang tinggi mempunyai laju inspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang rendah (Irwan 2005). Kondisi ini juga sesuai dengan penelitian Landsberg 1981 diacu dalam Adiningsih et al yang menyatakan bahwa umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota (sub urban) sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 o C dibandingkan dengan pinggir kota. Kondisi ini juga telah membuktikan arti penting ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yang bermanfaat dalam menurunkan suhu permukaan di wilayah perkotaan. Distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 disajikan pada Gambar 20 dan Gambar 21.

60 45 Gambar 20 Peta distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000.

61 46 Gambar 21 Peta distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2011

62 Perubahan luas distribusi suhu permukaan Kota Surakarta Keadaan yang terjadi di suatu wilayah akan mempengaruhi suhu permukaan di wilayah tersebut. Respon suhu permukaan sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang datang pada permukaan, dan oleh parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi permukaan serta atmosfer seperti kelembaban tanah, termal inersia dan albedo. Distribusi suhu permukaan di suatu wilayah tiap satuan waktu akan mengalami perubahan luas dstribusi suhu permukaan yang diengaruhi oleh beberapa faktor. Pada permukaan bervegetasi, suhu permukaan kanopi secara tidak langsung dikendalikan oleh ketersediaan air pada mintakat (zone) perakaran dan secara langsung oleh evapotranspirasi (Carlson 1986 diacu dalam Prasasti 2004). Berdasarkan hasil analisis suhu permukaan di Kota Surakarta diketahui bahwa telah terjadi perubahan luas distribusi suhu permukaan selama periode tahun 2000 sampai tahun Perubahan luas distribusi spasial suhu permukaan Kota Surakarta disajikan pada Gambar Luas (ha) < > Suhu permukaan ( o C) Gambar 22 Perubahan luas suhu permukaan Kota Surakarta tahun Berdasarkan analisis perubahan luas suhu permukaan diketahui bahwa luas suhu permukaan mengalami peningkatan dan penurunan luas. Perubahan luas suhu permukaan terbesar terjadi pada selang suhu 37 o C-38 o C yang mengalami penurunan luas terbesar yaitu 965,52 Ha dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2000, selang suhu 37 o C-38 o C merupakan selang suhu yang mempunyai luas distribusi spasial paling besar. Sedangkan pada tahun 2011, suhu permukaan

63 48 36 o C-37 o C mempunyai luas distribusi spasial yang paling besar. Hal ini membuat selang suhu 37 o C-38 o C mengalami penurunan luas distribusi spasial yang paling tinggi. Kondisi ini mengartikan bahwa telah terjadi penurunan suhu permukaan pada selang suhu dominan di Kota Surakarta selama periode tahun 2000 sampai Kondisi perubahan suhu permukaan di Kota Surakarta berbeda dengan kota lain yang pernah diteliti perubahan distribusi suhu permukaannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fajar (2010) tentang perubahan suhu permukaan di Kota Palembang menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan suhu permukaan dominan selama kurun waktu tahun 2001 sampai tahun Pada tahun 2000 selang suhu 34 o C-35 o C mempunyai luas 1007,82 Ha sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang besar lebih dari dua kali lipat yaitu 1250,73 Ha. Kondisi ini juga terjadi pada selang suhu yang lebih tinggi berikutnya yang mengalami peningkatan luas yang besar dibandingkan dengan tahun Perubahan luas distribusi spasial suhu permukaan yang terjadi di Kota Surakarta berkaitan erat dengan perubahan luas kelas tutupan lahan yaitu telah terjadi pertambahan luas kelas lahan bervegetasi rapat maupun jarang selama periode tahun 2000 sampai tahun Akibatnya terjadi penurunan suhu permukaan di Kota Surakarta. Pepohonan dan vegetasi lainnya dapat memperbaiki suhu melalui evapotranspirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwan (2005) yang menyatakan bahwa tanaman dapat menurunkan suhu di sekitarnya. Tanaman yang tinggi memiliki laju evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan tanaman yang rendah. Oleh karena itu, hutan kota dapat digunakan sebagai pencegah berkurangnya kelembaban udara. Hutan kota juga dapat menurunkan suhu di sekitarnya sebesar 3,46% di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota juga menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan.

64 49 Gambar 23 Peta perubahan distribusi suhu permukaan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011.

65 Distribusi Kelembaban Udara Distribusi kelembaban udara Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Distribusi kelembaban udara Kota Surakarta merupakan hasil dari data BMKG Kota Surakarta yang kemudian dibuat regresi linear untuk mengetahui pendekatan yang sesuai antara suhu dan kelembaban. Hasil regresi ini kemudian diolah menggunkan software Erdas untuk diolah menjadi peta sebaran kelembaban udara Kota Surakarta. Hasil regresi antara suhu dan kelembaban tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil Regresi suhu udara dan Kelembaban No Tahun Hasil regresi R Y = 179,601 3,777X 0, Y = 165,302 2,892X 0,735 Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa hasil regresi pada tahun 2011 memiliki R 2 yang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2000 yaitu sebesar 0,564. Kedua nilai tersebut mengartikan bahwa hubungan kedua variabel penelitian saling berkaitan erat dan dapat digunakan untuk pendugaan kelas kelembaban. Gambar 24 Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2000 dan Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat 7 ETM Kota Surakarta pada tahun 2000 dan 2011 untuk mengklasifikasikan kelembaban didapatkan data perhitungan sebaran kelembaban di Kota Surakarta yang tersaji pada Tabel 11 dan peta persebaran luas kelembaban udara pada Gambar 25 dan 26 serta peta perubahan luas kelembaban udara pada Gambar 27.

66 51 Tabel 11 Luas kelembaban udara di Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan No Kelembaban (%) Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (Ha) 1 <30 567,36 17,52 29,79 0,92-537, ,50 20,43 770,22 23,78 108, ,76 31,02 597,15 18,44-407, ,20 19,95 909,54 28,08 263, ,10 7,75 491,04 15,16 239, ,07 3,12 349,29 10,79 248,22 7 >80 6,66 0,21 91,62 2,83 84,96 8 Tidak ada data 1072,66 24, ,66 24,29 0 Keterangan : (+) Luas tutupan lahan meningkat, (-) Luas tutupan lahan menurun Berdasarkan hasil perhitungan kelembaban udara di Kota Surakarta diperoleh data bahwa kelembaban udara di Kota Surakarta berkisar antara 30% sampai 80%. Kelembaban udara pada tahun 2000 paling luas terdapat pada kelembaban antara 40% sampai 50% yaitu sebesar 1004,76 Ha dengan persentase 31,02% dari luas wilayah kota Surakarta. Sedangkan pada tahun 2011, kelembaban udara yang memiliki luas terbesar terjadi pada selang kelembaban sebesar 50% sampai 60% yaitu sebesar 909,54 Ha dengan persentase 28,08 % dari luas Kota Surakarta. Pada kelembaban udara yang tertinggi yaitu >80% juga mengalami peningkatan luas yang cukup besar. pada tahun 2000 luas kelembaban udara >80% mempunyai luas sebesar 6,66 Ha sedangkan pada tahun 2011 telah mengalami peningkatan luas sebesar 84,96 Ha menjadi 91,62 Ha. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan kelembaban udara yang terjadi dalam selang waktu tahun 2000 sampai tahun Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kelembaban udara ini yaitu bertambahnya ruang terbuka hijau terutama bertambahnya jumlah vegetasi rapat dan vegetasi jarang di Kota Surakarta selama periode tahun 2000 sampai Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Fracilia (2007) yang menyatakan bahwa vegetasi yang terdapat di hutan kota mampu menaikkan kelembaban udara karena sebagian energi radiasi matahari yang diserap permukaan akan dimanfaatkan untuk menguapkan air dari jaringan tumbuhan (transpirasi) atau langsung dari permukaan air atau permukaan padat yang mengandung air (evaporasi).

67 Gambar 25 Peta Distribusi kelembaban udara tahun

68 53 Gambar 26 Peta dstribusi kelembaban udara Kota Surakarta tahun 2011.

69 54 Gambar 27 Peta perubahan kelembaban udara Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011.

70 Distribusi Temperature Humidity Index (THI) Kota Surakarta Temperature humidity index (THI) atau indeks kenyamanan merupakan suatu nilai yang dapat dihitung secara kuantitatif melalui hubungan antara kelembaban udara dan suhu udara (Niewolt 1975). Berdasarkan hasil dari interprestasi citra landsat 7 ETM tahun 2000 dan 2011 di Kota Surakarta diperoleh sebaran nilai THI dan hasil perhitungan luas tiap nilai THI yang tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Luas THI Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 No THI Tahun 2000 Tahun 2011 Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Keterangan 1 <20 0,09 0,00 0,12 0,00 Sangat nyaman ,16 0,07 2,46 0,08 Nyaman ,62 0,05 0,45 0,01 Nyaman ,14 0,13 6,21 0,19 Nyaman ,39 0,48 36,72 1,13 Sedang ,31 1,55 93,87 2,90 Sedang ,73 2,21 303,66 9,38 Sedang ,59 3,48 889,56 27,47 Sedang ,01 23, ,43 49,54 Tidak nyaman ,76 31,02 293,49 9,06 Tidak nyaman ,92 32,20 10,26 0,32 Tidak nyaman ,83 5,24 2,35 0,07 Tidak nyaman ,94 0,46 1,94 0,06 Tidak nyaman 14 >32 1,17 0,04 0,02 0,00 Tidak nyaman 15 Tidak ada data 1072,66 24, ,66 24,29 - Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa nilai THI di Kota Surakarta berada pada selang <20 sampai >32. Kota Surakarta pada tahun 2000 dan 2011 dengan selang <20 tergolong sangat nyaman, pada selang 20 sampai 23 tergolong nyaman, pada selang 23 sampai 27 tergolong sedang dan pada selang 27 sampai >32 tergolong tidak nyaman. Pada tahun 2000, selang THI memiliki luas distribusi terbesar yaitu sebesar 1042,92 Ha atau 32,20% dari luas Kota Surakarta. Sedangkan pada tahun 2011 yang memiliki luas distribusi terbesar yaitu pada selang THI dengan luas 1604,43 Ha atau 49,54% dari luas Kota Surakarta.

71 56 dari data ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan THI dominan selama tahun 2000 sampai tahun Data sebaran distribusi kelas kenyamanan Kota Surakarta disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Sebaran kelas kenyamanan Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Kelas kenyamanan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas (Ha) Luas (Ha) % Luas Luas (Ha) % Luas Sangat nyaman 0,09 0,01 0,12 0,01 0,03 Nyaman 7,92 0,24 9,12 0,28 1,20 Sedang 250,02 7, ,81 40, ,79 Tidak nyaman 2980,63 92, ,49 58, ,14 Keterangan : (+) Luas tutupan lahan meningkat, (-) Luas tutupan lahan menurun Apabila dikelompokkan berdasarkan kelas kenyamanan, pada tahun 2000 kelas nyaman mempunyai luas sebesar 0,09 Ha dan menjadi luas distribusi yang paling kecil. Kelas nyaman mempunyai luas cukup kecil yaitu sebesar 7,92 Ha atau 0,24% dari luas Kota Surakarta. Sedangkan kelas nyaman mempunyai luas yang cukup besar yaitu sebesar 250,02 Ha (7,72%). Kelas kenyamanan yang mempunyai distribusi luas terbesar yaitu kelas tidak nyaman yang mempunyai luas sebesar 2980,63 Ha atau sebesar 92,03% dari luas Kota Surakarta. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi perubahan luas distribusi kelas kenyamanan. Pada tahun 2011, kelas sangat nyaman mempunyai luas 0,12 sedangkan kelas nyaman mempunyai luas 9,12 Ha (0,28%). Kelas kenyamanan sedang pada tahun 2011 mengalami peningkatan luas yang cukup besar yaitu sebesar 1073,79 Ha menjadi 1323,81 Ha atau seluas 40,79 % dari luas Kota Surakarta. Sedangkan untuk kelas tidak nyaman mengalami penurunan distribusi luas sebesar 1068,14 Ha menjadi 1912,49 sehingga tetap menjadi yang terluas dengan 58,93% dari luas Kota Surakarta.

72 57 Gambar 28 Peta distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun 2000.

73 58 Gambar 29 Peta distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun 2011.

74 59 Gambar 30 Peta perubahan distribusi THI (Themperature Humidity Index) Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011.

75 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau Kota Surakarta Keberadaan RTH pada wilayah perkotaan sangat diperlukan, untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang telah tercemar sehingga mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang sehat, bebas polusi dan memberikan rasa nyaman untuk tinggal di lingkungan perkotaan. Salah satu tolak ukur penataan ruang yang mampu memberikan kenyamanan, keasrian dan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan yaitu adanya alokasi ruang terbuka hijau yang mencukupi kebutuhan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Ruang terbuka hijau yang dimaksud di atas Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang adalah area memanjang atau mengelompok yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja dibuat. Berdasarkan pengertian RTH di tersebut, tipe penutupan lahan Kota Surakarta yang masuk ke dalam ruang terbuka hijau adalah lapangan olahraga, taman kota, hutan, kebun campuran, sawah, dan kuburan. Berdasarkan hasil perhitungan luas penggunaan lahan di Kota Surakarta dapat dikelompokkan menjadi 5 kelas di antaranya yaitu ruang terbuka hijau, lahan terbangun, lahan terbuka, badan air, dan tidak ada data. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menganalisis kecukupan dan perubahan ruang terbuka hijau Kota Surakarta dari tahun 2000 sampai tahun 2011 yang dapat dilihat di Tabel 14. Tabel 14 Perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun 2000 dan 2011 Luas Luas Perubahan luas No Tutupan lahan RTH tahun 2000 RTH tahun 2011 Ha % Ha % Ha % 1 Ruang terbuka hijau 1253,61 28, ,50 30,58 96,89 7,73 2 Lahan terbangun 1518,03 34, ,93 38,63 187,90 12,38 3 Lahan terbuka 356,40 8,07 261,47 5,92-94,93-26,64 4 Badan air 32,22 0,73 25,70 0,58-6,53-20,25 5 Tidak ada data 1072,66 24, ,66 24,29 0,00 0,00 Jumlah 4416,26 100, ,26 100,00 0,00 0,00 Keterangan : (+) luas meningkat dan (-) luas menurun.

76 61 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa luas ruang terbuka hijau di Kota Surakarta pada tahun 2000 sebesar 1253,61 Ha dengan persentase 28,39% dari luas wilayah Kota Surakarta. Pada tahun 2011, luas ruang terbuka hijau mengalami peningkatan sebesar 96,89 Ha menjadi 1350,50 Ha dengan persentase 30,58% dari luas wilayah Kota Surakarta. Namun peningkatan yang terjadi pada luas ruang terbuka hijau masih cukup kecil dibandingkan dengan perubahan luas tutupan lahan lain. Apabila dibandingkan dengan lahan terbangun yang mengalami peningkatan sebesar 187,90 Ha maka penambahan luas RTH masih jauh lebih kecil. Dari data ini dapat diketahui luas ruang terbuka hijau di Kota Surakarta pada tahun 2011 sudah mencukupi luas RTH yang ditetapkan pemerintah dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilyah perkotaan paling sedikit adalah 30% dari luas wilayah kota. Akan tetapi luas RTH yang ditetapkan sebesar 30% merupakan standar ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem wilayah perkotaan, oleh karena itu perlu ada upaya penambahan luas ruang terbuka hijau agar tercipta suasana lingkungan perkotaan yang memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan tersebut. Perubahan luas lahan terbesar terjadi pada tutupan lahan berupa lahan terbangun. Pada tahun 2000 lahan terbangun mempunyai luas sebesar 1518,03 Ha (34,37%) sedangkan pada tahun 2011 mempunyai luas sebesar 1705,93 Ha (38,63%), hal ini menandakan terjadi peningkatan luas lahan terbangun di Kota Surakarta selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 sebesar 187,90 Ha atau meningkat 12,38% dari luas lahan terbangun pada tahun Peningkatan luas lahan terbangun ini tentunya dikarenakan kebutuhan akan permukiman sehingga pembangunan terus terjadi. Laju pertambahan lahan terbangun di Kota Surakarta dalam kurun waktu tahun 2000 sampai 2011 sebesar 16,48 Ha/tahun. Dampak dari pertambahan luas lahan terbangun ini yaitu berupa konversi lahan untuk diijadikan lahan terbangun. Perubahan luas di Kota Surakarta pada tahun 2000 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 31.

77 Luas (Ha) Ruang Terbuka Hijau Lahan terbangun Lahan terbuka Badan air Tidak ada data Tutupan lahan Gambar 31 Grafik perubahan luas ruang terbuka hijau tahun 2000 sampai 2011 Berdasarkan Gambar 31 terlihat bahwa ruang terbuka hijau dan lahan terbangun di Kota Surakarta mengalami peningkatan, sedangkan tutupan lahan berupa lahan terbuka dan badan air mengalami penurunan. Berdasarkan pengolahan data dapat diketahui bahwa dengan peningkatan luas ruang terbuka hijau yang ada di Kota Surakarta telah menurunkan suhu permukaan, menaikkan kelembaban udara dan menurunkan nilai THI dibandingkan dengan tahun Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendy (2007) yang menyatakan bahwa pengurangan atau penambahan RTH menyebabakan peningkatan atau penurunan suhu udara dengan besaran berbeda. Setiap pengurangan 50% RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 o C hingga 1,8 o C, sedangkan penambahan RTH 50% hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 o C hingga 0,5 o C. Hal ini menunjukan arti pentingnya mempertahankan RTH. Penuruan luas terbesar terjadi pada tutupan lahan berupa lahan terbuka yang mengalami penurunan luas hingga mencapai 193,77 Ha atau sebesar 39,93% dari luas lahan terbuka pada tahun Penurunan lahan terbuka ini terjadi karena adanya konversi lahan terbuka untuk dijadikan lahan terbangun terutama untuk permukiman. Umumnya penurunan lahan terbuka ini terjadi di wilayah pinggiran Kota Surakarta, lahan yang semula berupa lahan terbuka dikonversi menjadi perumahan.

78 63 Berdasarkan analisis citra landsat juga diketahui persebaran ruang terbuka hijau di Kota Surakarta cenderung berada di wilayah pinggiran kota, sedangkan di pusat Kota Surakarta didominasi oleh lahan terbangun. Oleh karena itu perlu adanya upaya lebih lanjut untuk melakukan penghijauan guna menambah wilayah bervegetasi di pusat Kota Surakarta Hubungan suhu udara dengan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka Penutupan lahan berkaitan erat dengan suhu udara di suatu wilayah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan seseorang yaitu suhu udara dan kelembaban. Kedua faktor ini berkaitan dengan ruang terbuka hijau dimana berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 yang menetapkan proporsi ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari wilayah kota agar mendukung keberlangsungan ekosistem perkotaan. Berdasarkan hasil dari interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM dapat dianalisis hubungan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka yang mempengaruhi suhu udara di suatu wilayah yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata suhu udara dominan pada penutupan lahan di Kota Surakarta No Tutupan lahan Rata-rata suhu permukaan dominan ( o C) Tahun 2000 Tahun RTH a. Vegetasi rapat b. Vegetasi jarang c. Sawah d. Rumput/semak Lahan terbangun Lahan terbuka Berdasarkan hasil pengolahan data yang tersaji dalam Tabel 14 dapat terlihat adanya perbedaan suhu pada tahun 2000 dan tahun 2011 dalam satu tipe penutupan lahan yang sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain yaitu adanya perbedaan faktor iklim dan waktu perekaman citra serta adanya perubahan penutupan lahan. Faktor yang dapat dianalisis berdasarkan data ini yaitu faktor perubahan penutupan lahan, berdasarkan data dapat dilihat beberapa beberapa tutupan lahan mengalami penurunan suhu permukaan dari tahun 2000

79 64 dan tahun Vegetasi rapat pada tahun 2000 memiliki nilai suhu sebesar o C, sedangkan pada tahun 2011 menurun menjadi 28 o C - 29 o C, hal ini disebabkan adanya penambahan luas vegetasi rapat dari tahun 2000 sampai tahun Pada tahun 2000 untuk vegetasi rapat mempunyai luas yang sempit dan terpisah-pisah, sedangkan pada tahun 2011 luasnya bertambah dan dikelilingi vegetasi jarang. Dengan bertambahnya luas vegetasi rapat dan saling menyatunya tajuk pohon berpengaruh pada ameliorasi iklim yang disebabkan tajuk pohon yang rapat serta menghasilkan bayangan yang suhunya lebih rendah di bagian bawah tajuk. Tutupan lahan terbangun mengalami perubahan suhu pada tahun 2000 sebesar 38 o C 39 o C sedangkan tahun 2011 tutupan lahan terbangun mempunyai suhu sebesar 37 o C 38 o C. Penurunan suhu permukaan yang terjadi di Kota Surakarta ini disebabkan karena adanya pengaruh penambahan vegetasi yang ditanam di wilayah perkotaan sebagai jalur hijau. Sehingga mampu menurunkan suhu permukaan di tutupan lahan terbangun. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui juga bahwa suhu tertinggi terdapat pada tutupan lahan berupa lahan terbangun yang mempunyai nilai suhu rata-rata sebesar 38 o C 39 o C pada tahun 2000 dan 37 o C - 38 o C pada tahun Sedangkan untuk tutupan lahan berupa ruang terbuka hijau mempunyai suhu yang paling rendah yaitu 30 o C 31 o C pada tahun 2000 dan 28 o C - 29 o C pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa RTH mempunyai peran penting dalam pencegahan pemanasan global, Urban Heat Island (UHI) dan efek rumah kaca. Hasil peneleitian ini diperkuat dengan pernyataan Effendi (2007) yang menyatakan bahwa keberadaan RTH di suatu kota sangat penting untuk dipertahankan karena setiap pengurangan RTH akan mengakibatkan naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten Ruang terbuka hijau perwilayah kecamatan Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat 7 ETM Kota Surakarta pada tahun 2000 dan 2011 diketahui bahwa ruang terbuka hijau pada tahun 2000 belum mencukupi luas minimal yang ditetapkan pemerintah melalui Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 sebesar 30%. Pada tahun 2011 terjadi penambahan luas ruang terbuka hijau sehingga proporsi luas RTH Kota Surakarta

80 65 tahun 2011 sudah mencukupi luas minimum RTH yang ditetapkan pemerintah tersebut. Dalam periode waktu tahun 2000 sampai 2011 telah terjadi perubahan penggunaan lahan sehingga mempengaruhi proporsi luas di tiap tutupan lahan dimana perubahan ini berbeda-beda di setiap kecamatan di Kota Surakarta. Meskipun proporsi luas RTH di wilayah Kota Surakarta telah memenuhi peraturan pemerintah, namun apabila ditinjau dari luas ruang terbuka hijau di tiap kecamatan maka akan dapat diketahui proporsi RTH di tiap kecamatan apakah sudah sudah sesuai dengan proporsi yang ditentukan pemerintah yaitu sebesar 30% dari luas wilayah. Proporsi luas RTH di setiap kecamatan di Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Perubahan luas ruang terbuka hijau tiap kecamatan di Kota Surakarta.tahun Perubahan luas RTH No Kecamatan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Luas (Ha) % Luas(Ha) % Luas(Ha) % 1 Banjarsari 431,19 28,92 492,53 33,03 61,34 14,23 2 Jebres 451,17 35,18 478,92 37,34 27,74 6,15 3 Pasar Kliwon 81,63 18,63 81,30 18,55-0,33-0,40 4 Serengan 45,99 13,96 55,51 16,85 9,52 20,70 5 Laweyan 252,99 28,92 250,03 28,58-2,96-1,17 Jumlah 1253, ,50 96,89 7,73 Keterangan : (+) luas meningkat dan (-) luas menurun. Berdasarkan hasil analisis RTH di setiap kecamatan Kota Surakarta diketahui bahwa ada beberapa kecamatan yang belum memenuhi kriteria luasan minimal yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 26 tahun tentang penataan ruang. Kecamatan yang telah memenuhi proporsi jumlah RTH sebesar 30% di tahun 2000 yaitu hanya Kecamatan Jebres yang mempunyai luas RTH seluas 451,17 Ha (35,81%) Sedangkan keempat kecamatan lain yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Laweyan belum memenuhi kriteria tersebut. Kecamatan Banjarsari mempunyai luas RTH sebesar 431,19 Ha (28,92%), Kecamatan Laweyan mempunyai luas RTH sebesar 212,73 Ha (26,09%), Kecamatan Pasar Kliwon dengan luas RTH sebesar 92,42 Ha (18,76%), dan Kecamatan Serengan yang mempunyai luas RTH terkecil dengan luas RTH sebesar 54,15 atau dengan persentase 17,64 % dari luas wilayah kecamatan.

81 66 Pada tahun 2011 terjadi perubahan luas RTH, ada beberapa kecamatan yang mengalami penambahan luas RTH namun ada pula beberapa kecamatan yang mengalami penurunan luas RTH. Pada tahun 2011 Kecamatan yang memenuhi kriteria proporsi RTH sebesar 30% yaitu Kecamatan Jebres yang mengalami peningkatan luas RTH menjadi sebesar 27,74 Ha menjadi 478,92 Ha dengan persentase meningkat menjadi 37,34% dari luas wilayah Kecamatan Jebres. Kecamatan lain yang memenuhi proporsi luas RTH yaitu Kecamatan Banjarsari dengan luas RTH pada tahun 2011 meningkat 61,24 Ha menjadi 492,53 Ha dengan persentase 33,03%. Kecamatan lain yang mengalami peningkatan luas RTH yaitu Kecamatan Serengan yang mengalami peningkatan sebesar 9,52 Ha menjadi 55,51 Ha atau 16,85% dari luas wilayah Kecamatan Serengan. Akan tetapi, luas RTH di Kecamatan Serengan ini merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Pada tahun 2011 Kecamatan Laweyan mengalami penurunan luas RTH sebesar 2,58 Ha dengan luas RTH pada tahun 2011 menjadi sebesar 250,03 atau 28,58% dari luas wilayah kecamatan. Pada tahun 2011, Kecamatan Pasar Kliwon mempunyai luas RTH yang paling kecil yaitu sebesar 81,30 Ha atau 16,10 % dari luas wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Kecamatan ini mengalami penurunan luas RTH dari tahun 2000, penurunan ini diduga dikarenakan adanya pembangunan yang mengkonversi lahan terbuka, mengingat Kecamatan Pasar Kliwon berada di pusat Kota Surakarta sehingga peningkatan lahan terbangun cukup besar untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur maupun permukiman warga. Apabila dilihat berdasarkan kondisi ini maka perlu ada upaya peningkatan luas RTH yang difokuskan di tiap kecamatan. Peningkatan luas RTH ini dapat dilakukan beberapa upaya yaitu penambahan luas RTH maupun memaksimalkan lahan yang sudah ada untuk dibangun RTH. Bentuk pengoptimalan pengembangan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan ini dapat dilakukan pengoptimalan pekarangan lahan terbangun, sabuk hijau (green belt), pengoptimalan sempadan sungai, badan jalan maupun sempadan rel kereta api serta roof garden.

82 67 Gambar 32 Peta persebaran ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun 2000.

83 68 Gambar 33 Peta persebaran ruang terbuka hijau Kota Surakarta tahun 2011.

84 Pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Surakarta Keberadaan RTH sangatlah penting dalam rangka pengembangan lingkungan perkotaan agar menjadi lebih baik. Dalam pembangunan RTH-pun harus direncanakan agar dalam pembangunannya dapat memberikan dampak positif bagi perbaikan ekosistem maupun perbaikan lingkungan Kota Surakarta dengan hasil yang diharapkan yaitu dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan. Perencanaan pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Surakarta yang akan dilakukan yaitu memperhatikan tutupan lahan, sebaran suhu permukaan dan hasil analisis THI yang telah dilakukan terhadap citra landsat Kota Surakarta tahun 2000 dan Berdasarkan hasil analisis tutupan lahan di Kota Surakarta tahun 2000 dan tahun 2011 menyatakan bahwa pada tahun 2000 Kota Surakarta belum memenuhi standar minimal luas RTH yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang. Sedangkan pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan jumlah ruang terbuka hijau sehingga luas RTH pada tahun 2011 masuk dalam kriteria minimal luas RTH, namun pertambahan RTH tidak signifikan dan tidak terlalu jauh dari standar minimal yaitu hanya sebesar 30,6% dari luas wilayah Kota Surakarta. Selain itu juga berdasarkan hasil analisis suhu menunjukkan bahwa suhu permukaan di Kota Surakarta tergolong tinggi yaitu pada tahun 2011 sebaran terluas yaitu pada selang suhu 36 o C-37 o C yaitu sebesar 1093,41 Ha (33,76%). Sebaran suhu tertinggi di Kota Surakarta ini cenderung mengelompok di pusat Kota Surakarta. Sedangkan berdasarkan hasil analisis THI juga menunjukkan bahwa selang THI terluas pada tahun 2011 yaitu pada selang yang menyatakan bahwa wilayah Kota Surakarta sebagian besar masuk dalam kelas tidak nyaman. Berdasarkan analisis ketiga faktor inilah yang kemudian menjadi dasar dalam pertimbangan pengembangan RTH di Kota Surakarta. Bentuk perkembangan RTH yang direncanakan disesuaikan menurut karakteristik tutupan lahan. Bentuk RTH yang sesuai untuk menurunkan suhu permukaan dan meningkatkan kenyamanan di perkotaan yaitu yang berbentuk hutan kota yang didominasi oleh tumbuhan berkayu. Hal ini dijelaskan oleh Dahlan (2004) yang

85 70 menjelaskan bahwa hutan kota yang dapat menciptakan lingkungan sejuk, menyerap polusi serta dapat memenuhi kebutuhan air yang bersih sehingga memperbaiki kualitas lingkungan yang buruk. Oleh karena itu pengembangan RTH yang ada di kota Surakarta dikembangkan ke arah pembangunan hutan kota. Acuan alternatif dalam pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Surakarta berdasarkan analisis kelas tutupan lahan, suhu permukaan dan THI disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Persentase luasan kecamatan sebagai prioritas pengembangan RTH.berdasarkan suhu permukaan dan THI tahun 2011 No Kecamatan Suhu THI Permukaan (>35 o (>27) C) Karakteristik 1 Laweyan 64,23 % 72,44 % Permukiman, Jalan by-pass (Jl. Slamet Riyadi) 2 Banjarsari 53,27 % 66,30 % Permukiman, lahan pertanian dan kebun campuran 3 Serengan 83,59 % 78,05 % Permukiman, perdagangan, perkantoran. 4 Pasar Kliwon 81,65 % 84,38 % Permukiman, perkantoran, perdagangan (Pusat kota) 5 Jebres 44,23 % 59,11 % Permukiman, pariswisata, pertanian dan kebun campuran. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa bahwa disemua lokasi perlu dikembangkan ruang terbuka hijau karena terlihat suhu permukaan hampir di seluruh lokasi penelitian mempunyai suhu yang tinggi dan masih tergolong ke dalam kelas tidak nyaman menurut analisis THI yang telah dilakukan. Kecamatan yang perlu menjadi prioritas utama dalam pengembangan RTH berdasarkan suhu permukaan dan THI yaitu Kecamatan Serengan dan Kecamatan Pasar Kliwon. Kedua kecamatan ini terletak di pusat Kota Surakarta, sehingga tutupan lahan dominan yang terdapat di kedua kecamatan ini berupa lahan terbangun. Berdasarkan analisis luas suhu >35 o C, Kecamatan Serengan mempunyai luas paling besar dibandingkan dengan kecamatan lain serta sebagian besar wilayahnya mempunyai nilai THI lebih dari 27. Kecamatan Serengan mempunyai karakteristik wilayah permukiman padat penduduk dan wilayah perdagangan yang padat, selain itu juga Serengan terletak di pusat Kota Surakarta oleh karena itu

86 71 dilihat dari suhu permukaan mempunyai luas suhu permukaan dominan lebih dari 35 o C. Kecamatan Serengan juga dilewati oleh jalan utama Kota Surakarta yaitu Jalan Slamet Riyadi yang membuat lalu lintas di Kecamatan ini padat oleh kendaraan yang mempengaruhi kualitas udara di wilayah ini dan sekitarnya. Kecamatan lain yang menjadi prioritas utama juga yaitu kecamatan Pasar Kliwon. Kecamatan ini juga terletak di pusat Kota Surakarta yang juga merupakan pusat perdagangan ternama di Kota Surakarta. Di Kecamatan ini mempunyai Kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebanyak 177 jiwa/ha. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Pasar Kliwon dekat dengan pusat kota sehingga memudahkan akses ke berbagai tempat seperti pendidikan maupun perdagangan dan akses lainnya. Kecamatan Pasar Kliwon juga dikenal dengan pusat perdagangan terbesar di Kota Surakarta juga membuat wilayah ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat. Berdasarkan analisis distribusi suhu dan bentuk pemanfaatan ruang di setiap wilayah, pengembangan RTH di lokasi penelitian Kota Surakarta dapat disesuaikan dengan pengembangan struktur tata ruang dan ekologi. Adapun bentuk pengembangan ruang terbuka hijau yang direncanakan dibangun di Kota Surakarta disesuaikan dengan bentuk tutupan lahan di setiap kecamatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota disebutkan bahwa hutan kota dibedakan atas beberapa tipe, antara lain tipe permukiman, tipe kawasan industri, kawasan rekreasi dan lain-lain. Untuk kawasan permukiman pengembangan RTH diarahkan untuk memaksimalkan ruang yang terbatas dengan RTH berbentuk pekarangan dan kebun kecil di rumah dengan jenis perdu dan rerumputan serta memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap CO 2, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. Berdasarkan hasil analisis interpretasi citra landsat, suhu pada wilayah permukiman berkisar 32 o C 35 o C dengan kelembangan berkisar 50% - 60% dan nilai THI berkisar antara Bentuk RTH pada tipe permukiman yaitu pembuatan kebun keluarga atau Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) serta menanami wilayah di sekitar pekarangan rumah dengan pohon yang rindang bertipe tajuk sedang seperti tanaman buah. Jenis pohon yang bisa ditanami pada tipe permukiman ini, seperti jambu monyet (Anacardium

87 72 occidentale), mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus integra), rambutan (Nephelium lappaceum),belimbing (Avverhoa carambola), dan jenis pohon lainnya yang berfungsi untuk pengembangan RTH berfungsi juga sebagai pangan. Selain itu juga bentuk pengembangan RTH untuk wilayah permukiman yaitu pagarisasi hijau yaitu upaya pembangunan pagar untuk permukiman tidak berupa tembok-tembok beton yang keras atau dengan menggunakan pagar berupa tanaman. Sehingga dapat menambah ketersediaan tanaman di sekitar rumah untuk menampilkan keasrian pekarangan rumah. Selain membuat pagar pekarangan rumah dengan tanaman, untuk pagar yang sudah dibangun dengan pagar beton, maka bentuk pembangunan RTH dengan menanam tanaman merambat sehingga dapat menutup kesan keras pada pagar dan menambah keasrian di sekitar permukiman. gigih eka pratama gigih eka pratama Gambar 34 Pemanfaatan Ruang di sekitar pekarangan rumah. Tipe hutan kota berupa permukiman dapat digunakan untuk semua kecamatan yang ada di Kota Surakarta dengan bentuk yang beragam seperti berkelompok, menyebar maupun berbentuk jalur. Pada wilayah permukiman yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi seperti permukiman yang berada di pusat kota, bentuk hutan kota yang direncanakan dapat berupa hutan kota berbentuk jalur. Sebagai contoh wilayah permukiman yang berada di jalan timur kusuma sahid Kecamatan Pasar Kliwon, hutan kota berbentuk jalur lebih tepat untuk dibangun di wilayah ini melihat padatnya permukiman di wilayah ini.

88 73 Gambar 35 Rencana Hutan Kota Berbentuk Jalur di Jalan Timur Kusuma Sahid, Kondisi eksisting (kiri) dan desain rencana (kanan). Bentuk pengembangan RTH yang direncanakan untuk wilayah perkantoran, pasar, dan pemerintahan bentuk pengembangan RTH yang sesuai untuk wilayah ini adalah tipe taman kota yang memiliki tajuk yang cukup banyak. Di beberapa wilayah di kota Surakarta sudah ada bentuk pengembangan RTH di wilayah perkantoran dan ruas jalan utama yang sudah cukup bagus yaitu berada di wilayah Jalan Slamet riyadi yang sudah banyak ditumbuhi dengan vegetasi rapat berupa mahoni (Swietania macrophylla) sehingga memberikan dampak yang positif bagi tutupan lahan maupun suhu permukaan. Berdasarkan analisis suhu permukaan terlihat bahwa pada tahun 2000 di Jalan Slamet Riyadi masih terklasifikasi dalam kelas lahan terbangun, namun pada tahun 2011 terlihat bahwa di Jalan Slamet Riyadi terklasifikasi ke dalam kelas vegetasi jarang. Hal ini dikarenakan rapatnya tajuk vegetasi yang berada di ruas kanan dan kiri jalan utama di Kota Surakarta ini. Namun di beberapa lokasi perlu ada penambahan vegetasi seperti di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Serengan yang hanya terdapat sedikit vegetasi di sekitar ruas jalan ini. Di wilayah pasar yang merupakan lahan terbangun dengan sedikit vegetasi mempunyai suhu permukaan yang tinggi yaitu 34 o C 36 o C dan kelembaban yang rendah yaitu 40 % - 50 % serta nilai THI yang tinggi yaitu Oleh karena itu di wilayah ini pembangunan RTH perlu menjadi prioritas utama. Wilayah ini mempunyai struktur bangunan yang rapat dan ruas jalan yang kecil sehingga tidak memungkinkan untuk ditanaman vegetasi yang bertajuk besar. Bentuk pengembangan RTH yang sesuai di wilayah ini yaitu hutan kota berbentuk jalur yang berupa tanaman peneduh dan pembuatan roof garden.

89 74 Gambar 36 Rencana pembangunan RTH berbentuk jalur di Jalan Yos Sudarso. Kondisi eksisting (kiri) dan desain rencana (kanan). Selain di ruas Jalan Yos Sudarso, wilayah lain yang perlu dibangun RTH yaitu di wilayah Stasiun Balapan. Di sekitar wilayah Stasiun Balapan merupakan lahan terbuka beraspal sehingga memantulkan panas matahari langsung, oleh karena itu di sekitar wilayah ini perlu dibangun tanaman peneduh, namun jika untuk dibangun vegetasi yang bertahuk lebar tidak memungkinkan dikarenakan sempitnya ruas jalan di sekitar stasiun. Bentuk RTH yang sesuai yaitu bentuk jalur yang memanjang dan RTH berbentuk mengelompok yang didominasi oleh tanaman bunga penyerap polutan seperti bunga sepatu (Hibiscusrosa sinensis), tanaman famili Arecae seperti palem merah, palem kuning, palem raja dan tanaman-tanaman lain yang dapat memberikan kesan asri. Gambar 37 Rencana Pengembangan RTH di Stasiun Balapan, Kondisi eksisting (kiri) dan desain rencana (kanan) Bentuk pengembangan ruang terbuka hijau di lahan terbuka seperti sempadan rel kereta api, sempadan sungai, sawah dan wilayah yang berada di tepi jalan serta lapangan olaraga dapat dikembangkan menjadi hutan kota perlindungan. Pada daerah ini struktur tajuk yang sesuai adalah tipe strata dua atau memiliki tajuk yang tidak terlalu besar terkait dengan fungsi estetika dan ruang yang tersedia. Untuk pengembangan RTH di kawasan ini, jenis vegetasi yang

90 75 dapat ditanam, di antaranya yaitu tanjung (Mimusops elengi), Cemara (Cupresus papuana), mahoni (Swietania macrophylla), angsana (Ptherocarpus indicus) serta tumbuhan asli daerah Surakarta yaitu pohon sala (Couroupita guianensis). Selain itu juga untuk wilayah yang berupa lahan terbuka yang bersifat privat, maka pengembangan RTH yang sesuai yaitu diarahkan menjadi hutan kota dengan bentuk mengelompok dengan ditanami vegetasi berumur pendek yang bernilai sehingga cepat untuk dipanen dan berfungsi ekologis bagi lingkungan, vegetasi itu antara lain yaitu jabon (Anthocephalus cadamba), mahoni (Swietania macrophylla), dan gmelina (Gmelina arborea). Dengan beberapa alternatif perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau yang diharapkan kuantitas maupun kualitas ruang terbuka hijau dapat maksimal sehingga dapat mengatasi permasalahan lingkungan perkotaan serta menciptakan kesimbangan ekosistem di wilayah perkotaan. Selain pembangunan ruang terbuka hijau, yang tidak kalah penting yaitu upaya pemeliharaan dan pengamanan agar nilai estetika tetap terjaga keindahannya serta tidak mengganggu sarana dan prasarana di perkotaan yang lain.

91 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis Landsat 7 ETM pada tahun 2000 dan tahun 2011 menunjukkan adanya perubahan yang positif dengan bertambahnya ruang terbuka hijau berupa vegetasi jarang dan vegetasi rapat namun lahan terbangun terjadi peningkatan juga. Penambahan jumlah RTH terutama vegetasi jarang dan vegetasi rapat membuat perubahan iklim mikro berupa suhu permukaan di Kota Surakarta mengalami penurunan dari pada tahun 2000 dan meningkatkan kelembaban udara serta menurunkan nilai indeks kenyamanan meskipun tidak signifikan. 2. Berdasarkan peta distribusi indeks kenyamanan atau THI, terjadi penurunan nilai indeks THI dari tahun 2000 sampai tahun 2011 namun indeks kenyamanan Kota Surakarta pada tahun 2000 dan tahun 2011 sebagian besar masuk dalam kelas tidak nyaman dengan selang THI di atas Alternatif pengembangan RTH sebaiknya mempunyai skala prioritas tiap kecamatan berdasarkan nilai suhu permukaan dan nilai THI yang tinggi yakni Kecamatan Pasar Kliwon dan Kecamatan Serengan. Bentuk pengembangan disesuaikan dengan kondisi wilayah yang berupa wilayah permukiman, wilayah perkantoran dan pusat perdagangan, dan lahan terbuka. Di wilayah permukiman bentuk pengembangan RTH diarahkan dengan penanaman pohon di sekitar pekarangan, dan di wilayah perkantoran dan pusat perdagangan diarahkan kepada pembangunan jalur hijau, taman atap, dan tumbuhan peneduh jalan serta taman sedangkan untuk lahan terbuka harus dimaksimalkan fungsinya dengan menanam vegetasi bernilai ekonomis tinggi yang juga bermanfaat bagi keseimbangan lingkungan.

92 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai besar pengaruh peningkatan luas RTH terhadap penurunan suhu permukaan di setiap kecamatan, sehingga menghasilkan perencaan pembangunan RTH dan tata kota yang baik untuk mewujudkan kenyamanan di lingkungan perkotaan. 2. Perlu dilakukan kajian yang lebih dalam mengenai karakteristik tiap kecamatan serta luas RTH yang perlu dibangun di setiap kecamatan guna mengetahui target pembangunan RTH dan perencanaan bentuk RTH yang sesusai dengan karakteristik tiap kecamatan. 3. Perlunya peran berbagai pihak, baik instansi dan masyarakat dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan agar didapatkan kondisi lingkungan yang nyaman. 4. Penambahan jalur hijau dan penanaman berupa vegetasi agar dapat memberikan efek lebih baik dalam menurunkan suhu permukaan di Kota Surakarta.

93 78 DAFTAR PUSTAKA [Bappeda] Badan Perencanaan dan Pemeliharaan Daerah Kota Surakarta Laporan Perencanaan dan Pemeliharaan Akhir Tahun 2009 Kota Surakarta. Surakarta : Bappeda. [BLH] Badan Lingkungan Hidup Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surakarta Surakarta : BLH. [BLH] Badan Lingkungan Hidup Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surakarta Surakarta : BLH. [BPS] Badan Pusat Statistik Surakarta Dalam Angka 2010.Surakarta : BPS. Dahlan EN Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Effendy S Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek [disertasi ]. Bogor: Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Emmanuel R Thermal Comfort Implication of Urbanization in a Warm Humid City : the Colombo Metropolitan Region (CMR). Build and Environ40 : Fajar M Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang. [skripsi]. Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Fracillia L Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Grey GW, Frederick JD Urban Forest. New York : John Willey dan Sons. Heksaputri S Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kabupaten Bandung. [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Irwan ZD Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kartasapoetra AG Klimatologi : Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Lillesand TM, Kiefer RW Remote Sensing and Image Interpretation. USA: John Wiley & Sons, Inc. Lo CP Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

94 79 [MENPU] Mentri Pekerjaan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun Moniaga IL Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado dengan Pendekatan Sistem Dinamik [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mulyana M, Laras T, Budi SH Impact of urban Development on the Climate and Environment. Bandung : ITB Press. Niewolt S Tropical Climatology, an Introduction to The Climate Low Lattitude. Nurcahyono G Karakteristik Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta Timur (Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh). [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prasasti I Analisis Hubungan Penutupan Lahan dan Parameter Turunan Data Penginderaan Jauh dengan Albedo Permukaan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rijal S Perencanaan Hutan Kota dengan Sistem Informasi Geografis di Kota Watampone. Jurnal Hutan dan Masyarakat vol 3 (2): Santosa I Stasiun Meteorologi Pertanian dan Beberapa Cara Pengelolaan Data Iklim. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Setyowati DL Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan vol 15 (3): Soedomo M Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara. Bandung : ITB Press. Tauhid Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang) [tesis]. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. [USGS] United States Geological Survey Landsat 7 Data User Handbook. Waluyo P Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wardhana, WLD Pengaruh Tipe Penutupan Lahan terhadap Di stribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

95 Lampiran

96 81 Lampiran1 Tutupan lahan Kota Surakarta per wilayah kecamatan Kecamatan Banjarsari Kecamatan Jebres No Kelas klasifikasi Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 487,98 32,72 502,56 33,70 14,58 2,99 359,01 27,99 409,55 31,93 50,54 14,08 2 Vegetasi rapat 64,26 4,31 84,24 5,65 19,98 31,09 62,82 4,90 76,28 5,95 13,46 21,42 3 Vegetasi jarang 205,92 13,81 262,62 17,61 56,70 27,53 123,84 9,66 249,12 19,42 125,28 101,16 4 Lahan terbuka 117,81 7,90 95,22 6,39-22,59-19,17 97,83 7,63 89,55 6,98-8,28-8,46 5 Rumput 101,97 6,84 86,92 5,83-15,05-14,76 179,19 13,97 106,58 8,31-72,61-40,52 6 Badan Air 3,60 0,24 3,08 0,21-0,52-14,44 17,10 1,33 16,40 1,28-0,70-4,09 7 Sawah 59,04 3,96 58,75 3,94-0,29-0,49 85,32 6,65 46,94 3,66-38,38-44,98 8 Tidak ada data 397,82 26,68 397,82 26,68 0,00 0,00 288,20 22,47 288,20 22,47 0,00 0,00 Jumlah 1491, , ,00 0, , ,61 100,00 0,00 0,00 Lampiran 1 Tutupan lahan Kota Surakarta per wilayah kecamatan (Lanjutan) Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Serengan No Kelas klasifikasi Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 231,39 52,80 259,72 59,26 28,33 12,24 149,76 45,47 157,12 47,70 7,36 4,91 2 Vegetasi rapat 15,21 3,47 18,79 4,29 3,58 23,54 5,85 1,78 12,31 3,74 6,46 110,43 3 Vegetasi jarang 33,93 7,74 29,03 6,62-4,90-14,44 24,75 7,51 32,11 9,75 7,36 29,74 4 Lahan terbuka 27,09 6,18 11,43 2,61-15,66-57,81 20,25 6,15 11,72 3,56-8,53-42,12 5 Rumput 28,44 6,49 28,28 6,45-0,16-0,56 11,61 3,52 9,60 2,91-2,01-17,31 6 Badan Air 5,31 1,21 5,11 1,17-0,20-3,77 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 Sawah 4,05 0,92 5,20 1,19 1,15 28,40 3,78 1,15 1,49 0,45-2,29-60,58 8 Tidak ada data 80,68 18,41 80,68 18,41 0,00 0,00 105,02 31,89 105,02 31,89 0,00 0,00 Jumlah 438,24 100,00 438,24 100,00 0,00 0,00 329,37 100,00 329,37 100,00 0,00 0,00 81

97 82 Lampiran 1 Tutupan lahan Kota Surakarta per wilayah kecamatan (Lanjutan) Kecamatan Laweyan No Kelas klasifikasi Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 320,49 36,63 389,93 44,57 69,44 21,67 2 Vegetasi rapat 29,97 3,43 50,54 5,78 20,57 68,64 3 Vegetasi jarang 153,45 17,54 123,68 14,14-29,77-19,40 4 Lahan terbuka 93,60 10,70 54,05 6,18-39,55-42,25 5 Rumput 46,26 5,29 48,34 5,53 2,08 4,50 6 Badan Air 5,13 0,59 0,40 0,05-4,73-92,20 7 Sawah 23,31 2,66 27,47 3,14 4,16 17,85 8 Tidak ada data 180,42 20,62 180,42 20,62 0,00 0,00 Jumlah 874,83 100,00 874,83 100,00 0,00 0,00 Lampiran 2 Luas tutupan lahan tahun 2000 Tutupan Lahan 2000 No Kecamatan Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % 1 Banjarsari 487,98 32,72 64,26 4,31 205,92 13,81 117,81 7,90 101,97 6,84 3,60 0,24 59,04 3,96 397,82 26,68 2 Jebres 359,01 27,99 62,82 4,90 123,84 9,66 97,83 7,63 179,19 13,97 17,10 1,33 85,32 6,65 288,20 22,47 3 Pasar Kliwon 231,39 52,80 15,21 3,47 33,93 7,74 27,09 6,18 28,44 6,49 5,31 1,21 4,05 0,92 80,68 18,41 4 Serengan 149,76 45,47 5,85 1,78 24,75 7,51 20,25 6,15 11,61 3,52 0,00 0,00 3,78 1,15 105,02 31,89 5 Laweyan 320,49 36,63 29,97 3,43 153,45 17,54 93,60 10,70 46,26 5,29 5,13 0,59 23,31 2,66 180,42 20,62 Jumlah 1548,63 178,11 541,89 356,58 367,47 31,14 175, ,14 82

98 83 Lampiran 3 Luas tutupan lahan tahun 2011 Tutupan Lahan 2011 No Kecamatan Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegetasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % Luas % 1 Banjarsari 502,56 33,70 84,24 5,65 262,62 17,61 95,22 6,39 86,92 5,83 3,08 0,21 58,75 3,94 397,82 26,68 2 Jebres 409,55 31,93 76,28 5,95 249,12 19,42 89,55 6,98 106,58 8,31 16,40 1,28 46,94 3,66 288,20 22,47 3 Pasar Kliwon 259,72 59,26 18,79 4,29 29,03 6,62 11,43 2,61 28,28 6,45 5,11 1,17 5,20 1,19 80,68 18,41 4 Serengan 157,12 47,70 12,31 3,74 32,11 9,75 11,72 3,56 9,60 2,91 0,00 0,00 1,49 0,45 105,02 31,89 5 Laweyan 389,93 44,57 50,54 5,78 123,68 14,14 54,05 6,18 48,34 5,53 0,40 0,05 27,47 3,14 180,42 20,62 Jumlah 1718,88 242,16 696,56 261,97 279,72 24,99 139, ,14 Lampiran 4 Konversi tutupan lahan Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Tutupan lahan tahun 2011 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Luas (ha) (%) Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 1164,02 71,25 77,06 35,34 129,26 5,09 57,69 27,57 69,14 0,08 2 Vegetasi rapat 25,99 1,59 44,98 20,63 53,53 2,11 14,56 6,96 20,09 0,15 3 Vegetasi jarang 140,60 8,61 54,90 25, ,88 83,14 51,03 24,39 38,45 0,16 4 Lahan terbuka 172,89 10,58 13,52 6,20 61,43 2,42 31,32 14,97 40,95 0,24 5 Rumput 72,41 4,43 18,70 8,57 130,93 5,15 32,63 15,59 59,60 0,00 6 Badan air 4,84 0,30 3,55 1,63 2,48 0,10 0,72 0,34 0,11 0,08 7 Sawah 53,06 3,25 5,33 2,45 50,74 2,00 21,29 10,17 19,85 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 83

99 84 Lampiran 4 Konversi tutupan lahan Kota Surakarta periode tahun 2000 sampai tahun 2011 (Lanjutan) No Tutupan lahan 2000 Tutupan lahan tahun 2011 Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 0,65 2,99 9,47 7,43 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 2,61 11,97 11,32 8,87 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 0,77 3,51 26,71 20,94 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 0,47 2,17 19,04 14,92 0,00 0,00 5 Rumput 0,34 1,55 38,97 30,55 0,00 0,00 6 Badan air 16,97 77,82 0,38 0,30 0,00 0,00 7 Sawah 0,00 0,00 21,67 16,99 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0, ,66 100,00 Lampiran 5 Konversi tutupan lahan Kecamatan Banjarsari periode tahun 2000 sampai tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Tutupan lahan tahun 2011 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 348,77 73,05 26,01 33,75 47,09 19,29 22,41 27,81 29,77 37,11 0,65 32,20 4,91 9,09 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 8,82 1,85 17,57 22,80 18,25 7,47 5,40 6,70 6,05 7,55 0,00 0,00 7,02 13,02 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 47,34 9,92 20,77 26,95 83,07 34,03 21,40 26,56 15,30 19,07 0,27 13,33 12,40 22,99 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 45,16 9,46 4,55 5,90 28,33 11,60 12,26 15,22 10,96 13,66 0,00 0,00 11,50 21,32 0,00 0,00 5 Rumput 17,60 3,69 5,56 7,21 45,38 18,59 9,86 12,23 11,05 13,77 0,07 3,36 8,30 15,40 0,00 0,00 6 Badan air 0,14 0,03 1,10 1,43 0,79 0,32 0,54-0,00 0,00 1,04 51,11 0,00 0,00 0,00 0,00 7 Sawah 9,61 2,01 1,51 1,96 21,22 8,69 8,71 10,81 7,09 8,84 0,00 0,00 9,81 18,19 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 397,82 100,00 84

100 85 Lampiran 6 Konversi tutupan lahan Kecamatan Jebres periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Tutupan lahan tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun , , , , ,71 0,068 0,52 2 5,20 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 4 0, , ,05 4 0,05 6 7,24 1 7,90 2 5,09 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 21 4, , , ,16 8 9,48 0,158 1,21 4 9,39 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 36 7,53 4 6, , , ,21 0,36 2, ,00 0,00 0,00 5 Rumput 27 5, , , ,20 4 4,41 0,09 0, ,47 0,00 0,00 6 Badan air 0,09 0,02 2 3,26 2 0,20 0,068 0,00 0,045 0, ,59 0,405 0,95 0,00 0,00 7 Sawah 35 7,25 3 4, , , ,91 0,045 0, ,90 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 288,20 100,00 Lampiran 7 Konversi tutupan lahan Kecamatan Pasar Kliwon periode tahun 2000 sampai tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Tutupan lahan tahun 2011 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 203,40 80,14 4,41 29,13 6,30 23,95 4,28 48,34 6,89 8,58 0,00 0,00 0,56 12,51 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 2,18 0,86 2,95 19,46 3,11 11,81 0,27 3,05 4,12 5,13 0,90 21,98 1,19 26,49 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 14,51 5,72 4,57 30,16 8,78 33,36 1,69 19,09 2,90 3,62 0,00 0,00 0,81 18,00 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 22,14 8,72 0,34 2,23 1,26 4,79 0,86 9,67 1,76 2,19 0,00 0,00 0,07 1,51 0,00 0,00 5 Rumput 9,34 3,68 2,18 14,42 5,49 20,87 1,55 17,56 7,58 9,45 0,02 0,54 1,46 32,49 0,00 0,00 6 Badan air 0,00 0,00 0,65 4,31 0,77 2,91 0,09 1,02 0,07 0,08 3,17 77,48 0,14 3,00 0,00 0,00 7 Sawah 2,23 0,88 0,05 0,30 0,61 2,31 0,11 1,27 0,79 0,98 0,00 0,00 0,27 6,00 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 80,68 100,00 85

101 86 Lampiran 8 Konversi tutupan lahan Kecamatan Serengan periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Tutupan lahan tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 115,74 77,63 6,32 57,82 12,26 45,72 5,29 51,88 4,12 5,13 0,00 0,00 0,32 7,00 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 1,67 1,12 0,77 7,00 0,79 2,93 0,16 1,55 2,03 2,52 0,00 0,00 0,07 1,51 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 10,06 6,75 2,93 26,75 7,45 27,77 2,14 20,97 0,50 0,62 0,00 0,00 0,68 15,00 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 14,29 9,58 0,11 1,02 2,07 7,72 1,51 14,79 1,42 1,77 0,00 0,00 0,07 1,51 0,00 0,00 5 Rumput 5,22 3,50 0,68 6,17 3,26 12,16 0,92 9,05 0,54 0,67 0,00 0,00 0,05 1,00 0,00 0,00 6 Badan air 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 Sawah 2,12 1,42 0,14 1,23 0,99 3,69 0,18 1,77 0,27 0,34 0,00 0,00 0,05 1,00 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 105,02 100,00 Lampiran 9 Konversi tutupan lahan Kecamatan Laweyan periode tahun 2000 sampai tahun 2011 Tutupan lahan tahun 2011 No Tutupan lahan 2000 Lahan terbangun Vegetasi rapat Vegatasi jarang Lahan terbuka Rumput Badan air Sawah Tidak ada data Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 Lahan terbangun 237,85 63,24 24,08 50,78 27,83 24,40 10,73 24,53 12,24 15,26 0,00 0,00 1,33 5,11 0,00 0,00 2 Vegetasi rapat 10,46 2,78 3,29 6,93 7,45 6,53 4,41 10,08 2,59 3,23 0,09 50,00 0,70 2,69 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 49,79 13,24 12,35 26,06 50,15 43,97 13,39 30,59 12,78 15,93 0,09 50,00 8,84 34,05 0,00 0,00 4 Lahan terbuka 55,19 14,68 4,50 9,49 11,54 10,12 6,98 15,94 7,52 9,37 0,00 0,00 2,14 8,23 0,00 0,00 5 Rumput 14,22 3,78 3,06 6,45 10,87 9,53 4,05 9,25 4,91 6,12 0,00 0,00 6,75 26,00 0,00 0,00 6 Badan air 4,46 1,18 0,09 0,19 0,29 0,26 0,07 0,16 0,11 0,14 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 Sawah 4,12 1,09 0,05 0,09 5,92 5,19 4,14 9,46 2,43 3,03 0,00 0,00 6,21 23,92 0,00 0,00 8 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 180,42 100,00 86

102 87 Lampiran 10 Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan No Selang suhu Kecamatan Banjarsari Kecamatan Jebres Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <27 0,00 0,00 0,09 0,01 0,09-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,18 0,01 0,36 0,02 0,18 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,36 0,02 0,27 0,02-0,09-25,00 0,00 0,00 4,59 0,36 4, ,63 0,04 0,99 0,07 0,36 57,14 0,00 0,00 6,03 0,47 6, ,27 0,02 6,03 0,40 5, ,33 0,00 0,00 15,48 1,21 15, ,24 0,22 17,82 1,20 14,58 450,00 0,45 0,04 19,08 1,49 18, , ,88 0,80 44,73 3,00 32,85 276,52 8,91 0,69 43,92 3,42 35,01 392, ,87 2,07 81,72 5,48 50,85 164,72 15,48 1,21 103,95 8,10 88,47 571, ,95 2,14 169,29 11,35 137,34 429,86 15,30 1,19 189,00 14,74 173, , ,25 3,77 360,90 24,20 304,65 541,60 44,19 3,45 254,61 19,85 210,42 476, ,28 7,80 324,09 21,73 207,81 178,72 114,93 8,96 253,17 19,74 138,24 120, ,37 18,06 56,52 3,79-212,85-79,02 209,97 16,37 67,59 5,27-142,38-67, ,41 28,06 5,67 0,38-412,74-98,64 353,70 27,58 7,56 0,59-346,14-97, ,06 7,45 0,21 0,01-110,85-99,81 182,16 14,20 2,52 0,20-179,64-98, ,93 1,07 0,32 0,02-15,61-97,99 22,14 1,73 2,07 0,16-20,07-90,65 16 >41 1,80 0,12 0,02 0,00-1,78-98,89 2,52 0,20 0,36 0,03-2,16-85,71 tidak ada data 397,82 26,68 397,82 26,68 0,00 0,00 288,20 22,47 288,20 22,47 0,00 0,00 Jumlah 1491,21 100, , ,00 0, , , ,00 0,00 87

103 88 Lampiran 10 Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan (Lanjutan) No Selang suhu Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Serengan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,09 0,02 0,09-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,63 0,14 0,63-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 4,32 0,99 4,32-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,18 0,04 6,93 1,58 6, ,00 0,00 0,00 0,18 0,05 0, ,32 0,99 7,83 1,79 3,51 81,25 0,00 0,00 1,80 0,55 1, ,12 1,40 8,10 1,85 1,98 32,35 0,00 0,00 10,44 3,17 10, ,38 1,68 15,12 3,45 7,74 104,88 0,72 0,22 29,61 8,99 28, , ,72 2,22 51,48 11,75 41,76 429,63 3,24 0,98 62,55 18,99 59, , ,23 3,02 172,80 39,43 159, ,12 11,97 3,63 95,85 29,10 83,88 700, ,81 8,40 72,00 16,43 35,19 95,60 31,05 9,43 15,84 4,81-15,21-48, ,45 41,18 5,76 1,31-174,69-96,81 106,38 32,30 1,06 0,32-105,32-99, ,18 18,52 0,93 0,21-80,25-98,85 62,64 19,02 0,09 0,03-62,55-99, ,76 1,31 0,19 0,04-5,57-96,70 1,08 0,33 0,02 0,01-1,06-98,15 16 >41 0,03 0,01 0,03 0,01 0,00 0,00 0,36 0,11 0,01 0,00-0,35-97,22 17 Tidak ada data 80,68 18,41 80,68 18,41 0,00 0,00 105,02 31,89 105,02 31,89 0,00 0,00 Jumlah 438,24 100,00 438, ,00 0,00 329,37 100,00 329,37 100,00 0,00 0,00 88

104 89 Lampiran 10 Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan (Lanjutan) No Selang suhu Kecamatan Laweyan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <27 2,16 0,25 0,00 0,00-2,16-100, ,62 0,19 0,00 0,00-1,62-100, ,89 0,22 1,26 0,14-0,63-33, ,90 0,10 0,72 0,08-0,18-20, ,76 0,66 2,79 0,32-2,97-51, ,24 3,46 4,41 0,50-25,83-85, ,07 7,44 12,51 1,43-52,56-80, ,16 9,51 34,20 3,91-48,96-58, ,94 19,20 90,81 10,38-77,13-45, ,91 40,11 193,32 22,10-157,59-44, ,07 82,54 264,87 30,28-457,20-63, ,48 141,68 65,88 7, ,60-94, ,00 58,64 4,32 0,49-508,68-99, ,14 5,62 0,18 0,02-48,96-99, ,04 0,58 0,11 0,01-4,93-97,82 16 >41 0,18 0,02 0,05 0,01-0,13-72,22 17 tidak ada data 180,42 20,62 180,42 20,62 0,00 0,00 Jumlah 874, , ,00 0,00 89

105 90 Lampiran 11 Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan Kecamatan Banjarsari Kecamatan Jebres No Kelembaban (%) Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <30 26,35 1,77 50,47 3,38 24,12 91,54 24,48 1,91 69,66 5,43 45,18 184, ,79 8,64 5,67 0,38-123,12-95,60 207,00 16,14 12,51 0,98-194,49-93, ,52 13,45 177,66 11,91-22,86-11,40 191,52 14,93 176,13 13,73-15,39-8, ,06 25,55 202,95 13,61-178,11-46,74 285,57 22,26 144,63 11,28-140,94-49, ,48 14,92 360,90 24,20 138,42 62,22 201,51 15,71 254,61 19,85 53,10 26, ,20 5,91 169,29 11,35 81,09 91,94 59,49 4,64 189,00 14,74 129,51 217,70 7 >80 45,99 3,08 126,45 8,48 80,46 174,95 24,84 1,94 147,87 11,53 123,03 495,29 8 Tidak ada data 397,82 26,68 397,82 26,68 0,00 0,00 288,20 22,47 288,20 22,47 0,00 0,00 Jumlah 1491,21 100, ,21 100,00 0,00 0, ,61 100, ,61 100,00 0,00 0,00 Lampiran 11 Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan (Lanjutan) Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Serengan No Kelembaban (%) Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <30 12,41 2,83 24,38 5,56 11,97 96,45 6,91 2,10 7,09 2,15 0,18 2, ,94 19,84 5,85 1,33-81,09-93,27 64,08 19,46 1,17 0,36-62,91-98, ,74 26,41 173,43 39,57 57,69 49,84 69,12 20,99 64,35 19,54-4,77-6, ,28 20,37 71,37 16,29-17,91-20,06 55,89 16,97 47,34 14,37-8,55-15, ,47 5,81 51,48 11,75 26,01 102,12 24,39 7,41 62,55 18,99 38,16 156, ,10 3,90 15,12 3,45-1,98-11,58 3,96 1,20 29,61 8,99 25,65 647,73 7 >80 10,62 2,42 15,93 3,63 5,31 50,00 0,00 0,00 12,24 3,72 12,24-8 Tidak ada data 80,68 18,41 80,68 18,41 0,00 0,00 105,02 31,89 105,02 31,89 0,00 0,00 Jumlah 438,24 100,00 438,24 100,00 0,00 0,00 329,37 100,00 329,37 100,00 0,00 0,00 90

106 91 Lampiran 11 Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan (Lanjutan) Kecamatan Laweyan No Kelembaban (%) Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <30 24,36 2,78 28,32 3,24 3,96 16, ,44 10,45 4,50 0,51-86,94-95, ,21 11,00 190,26 21,75 94,05 97, ,11 23,45 140,49 16,06-64,62-31, ,95 20,11 193,32 22,10 17,37 9, ,63 9,33 90,81 10,38 9,18 11,25 7 >80 19,71 2,25 46,71 5,34 27,00 136,99 8 Tidak ada data 180,42 20,62 180,42 20,62 0,00 0,00 Jumlah 874,83 100,00 874,83 100,00 0,00 0,00 91

107 92 Lampiran 12 Luas distribusi THI per wilayah kecamatan No Nilai THI Kecamatan Banjarsari Kecamatan Jebres Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,18 0,01 0,45 0,03 0,27 150,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,36 0,02 0,27 0,02-0,09-25,00 0,00 0,00 4,59 0,36 4, ,26 0,08 7,02 0,47 5,76 457,14 0,00 0,00 21,51 1,68 21, ,65 0,51 37,62 2,52 29,97 391,76 3,42 0,27 36,81 2,87 33,39 976, ,70 1,39 106,65 7,15 85,95 415,22 15,21 1,19 130,14 10,15 114,93 755, ,31 2,17 329,76 22,11 297,45 920,61 13,59 1,06 308,25 24,03 294, , ,87 2,67 524,52 35,17 484, ,58 25,56 1,99 388,53 30,29 362, , ,78 17,15 61,74 4,14-194,04-75,86 228,06 17,78 72,99 5,69-155,07-68, ,06 25,55 0,45 0,03-380,61-99,88 285,57 22,26 6,21 0,48-279,36-97, ,42 18,94 2,34 0,16-280,08-99,17 320,67 25,00 0,90 0,07-319,77-99, ,22 2,76 1,38 0,09-39,84-96,65 70,11 5,47 1,24 0,10-68,87-98,23 14 >32 5,67 0,38 0,44 0,03-5,23-92,24 6,84 0,53 0,08 0,01-6,76-98,83 15 Tidak ada data 397,82 26,68 397,82 26,68 0,00 0,00 288,20 22,47 288,20 22,47 0,00 0,00 Jumlah 1491,21 100, ,21 100,00 0,00 0, ,61 100, ,61 100,00 0,00 0,00 92

108 93 Lampiran 12 Luas distribusi THI per wilayah kecamatan (Lanjutan) No Nilai THI Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Serengan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,09 0,02 0,09-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 4,95 1,13 4,95-0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,08 0,25 10,35 2,36 9,27 858,33 0,00 0,00 0,63 0,19 0, ,12 1,40 12,51 2,85 6,39 104,41 0,00 0,00 11,79 3,58 11, ,66 1,52 32,04 7,31 25,38 381,08 0,00 0,00 56,16 17,05 56, ,92 1,81 207,36 47,32 199, ,18 1,89 0,57 131,85 40,03 129, , ,41 7,17 76,86 17,54 45,45 144,70 26,46 8,03 16,56 5,03-9,90-37, ,28 20,37 0,99 0,23-88,29-98,89 55,89 16,97 0,45 0,14-55,44-99, ,56 40,74 2,59 0,59-175,97-98,55 119,70 36,34 2,23 0,68-117,47-98, ,49 5,36 1,23 0,28-22,26-94,76 12,87 3,91 0,89 0,27-11,98-93,08 14 >32 0,63 0,14 0,07 0,02-0,56-88,89 0,45 0,14 0,07 0,02-0,38-84,44 15 Tidak ada data 80,68 18,41 80,68 18,41 0,00 0,00 105,02 31,89 105,02 31,89 0,00 0,00 Jumlah 438,24 100,00 438,24 100,00 0,00 0,00 329,37 100,00 329,37 100,00 0,00 0,00 93

109 94 Lampiran 12 Luas distribusi THI per wilayah kecamatan (Lanjutan) No Nilai THI Kecamatan Laweyan Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) % 1 <20 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,09 0,02 0,00 0,00-0,09-100, ,98 0,45 0,00 0,00-1,98-100, ,26 0,29 1,26 0,14 0,00 0, ,88 0,66 3,51 0,40 0,63 21, ,42 0,78 8,73 1,00 5,31 155, ,28 1,89 42,39 4,85 34,11 411, ,90 4,31 172,17 19,68 153,27 810, ,54 8,34 376,83 43,07 340,29 931, ,16 47,73 69,12 7,90-140,04-66, ,11 46,80 1,26 0,14-203,85-99, ,00 36,97 3,11 0,36-158,89-98, ,30 5,54 2,09 0,24-22,21-91,40 14 >32 1,26 0,29 0,92 0,11-0,34-26,98 15 Tidak ada data 180,42 41,17 180,42 20,62 0,00 0,00 Jumlah 874,83 100,00 874,83 100,00 0,00 0,00 94

110 95 Lampiran 13 Perubahan luas RTH dan tutupan lahan di setiap kecamatan No Kecamatan Perubahan luas RTH Perubahan luas lahan terbangun Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan Luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas(ha) % Luas(ha) % Luas (ha) % Luas(ha) % Luas(ha) % 1 Banjarsari 431,19 28,92 492,53 33,03 61,34 14,23 487,98 32,72 502,56 33,70 14,58 2,99 2 Jebres 451,17 35,18 478,92 37,34 27,74 6,15 359,01 27,99 409,55 31,93 50,54 14,08 3 Pasar Kliwon 81,63 18,63 81,30 18,55-0,33-0,40 231,39 52,80 259,72 59,26 28,33 12,24 4 Serengan 45,99 13,96 55,51 16,85 9,52 20,70 149,76 45,47 157,12 47,70 7,36 4,91 5 Laweyan 252,99 28,92 250,03 28,58-2,96-1,17 320,49 36,63 389,93 44,57 69,44 21,67 Jumlah 1253, ,50 96,89 7, , ,93 187,90 12,38 Lampiran 13 Perubahan luas RTH dan tutupan lahan di setiap kecamatan (Lanjutan) No Kecamatan Perubahan luas lahan terbuka Perubahan luas badan air Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Tahun 2000 Tahun 2011 Perubahan luas Luas (ha) % Luas(ha) % Luas(ha) % Luas (ha) % Luas(ha) % Luas(ha) % 1 Banjarsari 117,81 7,90 95,22 6,39-22,59-19,17 3,60 0,24 3,08 0,21-0,52-14,44 2 Jebres 97,83 7,63 89,55 6,98-8,28-8,46 17,10 1,33 16,40 1,28-0,70-4,09 3 Pasar Kliwon 27,09 6,18 11,43 2,61-15,66-57,81 5,31 1,21 5,11 1,17-0,20-3,77 4 Serengan 20,25 6,15 11,72 3,56-8,53-42,12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 Laweyan 93,60 10,70 54,05 6,18-39,55-42,25 5,13 0,59 0,40 0,05-4,73-92,20 Jumlah 356,40 261,47-94,93-26,64 32,22 25,70-6,53-20,25 95

111 96 Lampiran 14 Peta rencana pola pemanfaatan ruang di Kota Surakarta Sumber : Bappeda Kota Surakarta 96

112 97 Lampiran 15 Gambar sebaran RTH di Kota Surakarta Sumber : Bappeda Kota Surakarta 97

113 98 Lampiran 16 Rencana pembangunan RTH di Kota Surakarta No Kondisi Eksisting Desain rencana Pembangunan RTH 1 Bank Jateng Jalan slamet riyadi 2 Jalur pedestrian Jalan Slamet Riyadi 3 Bantaran rel Jalan Hassanudin 4 Stasiun Balapan

114 99 No Kondisi eksisting Desain rencana pembangunan RTH 5 Stasiun Balapan 6 Jalan Kusuma sahid 7 Bank Mandiri

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency Siti Badriyah Rushayati,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO

PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO PERAN VEGETASI TINGGI DALAM PENGENDALIAN SUHU PERMUKAAN DI PT. INDOCEMENT PALIMANAN, CIREBON FELIX JULIAN AJI PUJASTOMO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU Disusun oleh : 1. Muhammad Hitori (105040200111056) 2. Astrid Prajamukti Saputra (105040201111075)

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Rumput (MJm -2 hari -1 ) Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LE/Rn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci