EFISIENSI PENGGUNAAN AIR PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING PURWONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI PENGGUNAAN AIR PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING PURWONO"

Transkripsi

1 EFISIENSI PENGGUNAAN AIR PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING PURWONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Purwono NIM. A

4

5 ABSTRACT PURWONO. Water Use Efficiency on Upland Sugar Cane. Supervised by DIDY SOPANDIE as the chairman, SRI SETYATI HARJADI and BUDI MULYANTO as the member of advisory committee. Low Indonesian sugar production is mainly due to low productivity and low sugar yield. The shift of sugarcane crop acreage from low land to upland was the major factor of low productivity. Cultivation of sugarcane in uplands faced many constraints, namely low availaibility of soil water, low soil nutrient and unavailability of appropriate varieties. Cane cultivation in upland is commonly done at the beginning of the wet season (in November) in order to avoid the plant from water stress at the beginning of growth period. This causes the sugarcane age of only 7 months and have not reach maturity at harvest time in June which leads to lower sugarcane productivity. Shifting planting season is an alternative that can be done to obtain plants with sufficient maturity at the harvest time. However, the consequences of shifting the planting season is that the planting occured on dry season and which means that watering is needed. The limited availability of water demands efficiency in water usage. The application of organic matter as filter cake compost is expected to reduce the frequency of irrigation. This aims of this study are (1) to study the effect of water supply on performance of several varieties of sugarcane, (2) to study the effect of filter cake compost on nutrient uptake by sugarcane at various irrigation levels, (3) to analyze the efficiency of water usage in connection with the provision of filter cake compost in some varieties of sugarcane, and (4) to develop recommendation of water supply efficiency in the field with the addition of filter cake compost. The study was conducted in three stages of the experiment, which were the performance of several varieties under water stress, the effect of filter cake compost and irrigation on plant nutrient uptake, and the application of filter cake compost and frequency of irrigation on upland sugar cane productivity. The sugarcane varieties used in the experiments of performance varieties under different moisture content were PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS and BL. After 3 months observation, it appears that water stress began significantly affected plant growth at 50% of field capacity (FC). The results showed that seven varieties were able to grow well under soil water content up to 75% FC. Based on Drought Tolerance Index, varieties BL and PS 864 has DTI values close to tolerant, while others were considered as moderate tolerant. Although the DTI value of PS 921 was only classified as moderately tolerant, it has the highest biomass in all of the soil water content treatments. It shows that PS 921 has the highest potential among the other varieties as variety of sugarcane suitable for upland planting.

6 To study the effect of filter cake compost and water supply on the nutrient uptake of sugarcane, the variety PS 921 was used. The dose of filter cake compost were 0, 5, 10, 15, and 20 tons per hectare and the soil water content were 100%, 75% and 50% FC, respectively. The results of this experiments show that the uptake of P by sugarcane was influenced by soil water content, whereas filter cake compost was not significantly influenced. The results of nutrient analysis showed residual P was greater in soil with low water content but it has smaller dry weight. The effect of filter cake compost was not significant in this experiment. Sugarcane plants under low water level condition have a smaller shoot-root ratio. This indicates that sugarcane plants overcome water shortage conditions by increasing root growth as their effort to fulfill the need of water. This has caused prolinae content not to increase in plans under water stress conditions. Field experiments using two varieties of PS 862 and PS 864 showed that addition of filter cake compost on Regosol soil was able to reduce the frequency of irrigation from once a week to 2 weeks without lowering the yield. The amount of water needed at each watering was 100 m 3. The amount of water needed per month was 20% of crop evapotranspiration (ETp) amount. The highest yield of plants obtained was on plants treated with 5 tons filter cake compost with two weeks irrigation frequency. The relationship between the dose of filter cake compost with crystall sugar, showed that the highest yield, 7.62 tons, achieved at dose of 3 tons filter cake compost per hectare. With a furrow area 36% of the total area, so if an application made to the entire surface of the ground with the applicator, the doses is equivalent to 8 tons. The results showed that the productivity of sugar could be increased if the plant has sufficient maturity at harvested. This could be achieved if planting is shifted 2 months earlier before the rainy season. To ensure the early growth of plants, watering should be given. With the application of filter cake compost irrigation could be given every 2 weeks. If water conditions in the field is sufficient, recommendation of varieties are those that have high yield potential which are varieties similar to PS 921 or PS 862. Under lower soil water content it was recommended to use varieties similar to PS 864. Keyword : filter cake compost, variety, soil water content, rendement (commercial sugar content)

7 RINGKASAN PURWONO. Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE sebagai Ketua, SRI SETYATI HARJADI, dan BUDI MULYANTO sebagai Anggota Komisi. Rendahnya produksi gula di Indonesia disebabkan oleh rendahnya produktivitas gula dan terutama disebabkan oleh rendahnya rendemen. Pergeseran areal pertanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering menjadi faktor utama rendahnya produktivitas. Pengusahaan tebu di lahan kering menghadapi kendala ketersediaan air, rendahnya ketersediaan unsur hara dan penentuan varietas yang sesuai. Penanaman tebu di lahan kering umumnya dilakukan pada awal musim hujan (November) agar tanaman tidak mengalami cekaman air pada awal pertumbuhan. Namun dengan masa tanam ini tanaman tebu belum cukup umur pada saat tebang awal (Juni), sehingga produktivitasnya rendah. Pergeseran masa tanam merupakan alternatif yang dapat dilakukan agar umur tanaman sudah cukup tua pada saat ditebang. Konsekuensi pergeseran masa tanam adalah menanam tebu pada akhir musim kemarau yang berarti harus melakukan penyiraman. Jumlah air yang terbatas menuntut efisiensi penggunaan air di lapangan. Aplikasi bahan organik berupa kompos blotong diharapkan dapat menekan frekuensi penyiraman. Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari pengaruh pemberian air terhadap keragaan beberapa varietas tebu, (2) mempelajari pengaruh pemberian kompos blotong terhadap serapan hara oleh tanaman tebu pada kadar air yang berbeda, (3) menganalisis efisiensi penggunaan air sehubungan dengan pemberian kompos blotong pada beberapa varietas tebu, dan (4) mendapatkan rekomendasi pemberian air yang efisien di lapangan dengan adanya penambahan kompos blotong. Penelitian dilakukan dengan tiga tahapan percobaan, yaitu keragaan beberapa varietas terhadap cekaman air, peranan kompos blotong dan penyiraman terhadap serapan hara, dan aplikasi kompos blotong dan frekuensi penyiraman pada tebu lahan kering. Varietas tebu yang digunakan pada percobaan keragaan varietas pada tiga kadar air tanah adalah PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS dan BL. Dari pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan, terlihat bahwa cekaman air mulai nyata pada kadar air 50% KL. Dari perhitungan Drought Tolerance Index (DTI) ketujuh varietas hanya mampu tumbuh dengan baik sampai kadar air tanah 75% KL. Varietas BL dan PS 864 memiliki nilai mendekati nilai toleran, sedangkan lainnya memiliki nilai cukup toleran. Meskipun nilai DTI varietas PS 921 termasuk sedang tetapi memiliki biomasa yang paling tinggi pada semua perlakuan kadar air tanah dan kebutuhan air paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa varietas PS 921 memiliki potensi paling tinggi di antara varietas lainnya sebagai varietas tebu lahan kering. Untuk mengetahui peranan kompos blotong dan pemberian air terhadap serapan hara oleh tanaman digunakan varietas PS 921. Dosis kompos blotong yang

8 dicobakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 ton per ha dan kadar air tanah 100%, 75% dan 50% KL. Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa serapan hara P oleh tanaman dipengaruhi oleh kadar air tanah. Hasil analisis unsur hara menunjukkan sisa P lebih besar pada tanah dengan kondisi kadar air tanah yang rendah, artinya jumlah yang diserap lebih kecil. Serapan unsur P yang rendah sejalan dengan rendahnya bobot kering tanaman yang semakin kecil pada kadar air tanah yang semakin rendah. Tanaman pada kondisi kadar air tanah yang rendah memiliki nisbah tajuk-akar yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tebu mengatasi kondisi kekurangan air dengan memperbesar pertumbuhan akar daripada tajuk, sehingga menjadi alasan mengapa kandungan prolina tidak meningkat pada kondisi tanaman mengalami cekaman air. Percobaan lapangan menggunakan dua varietas yaitu PS 862 dan PS 864 menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong pada tanah Regosol mampu mengurangi frekuensi penyiraman dari seminggu sekali menjadi 2 minggu sekali tanpa menurunkan rendemen. Jumlah air yang dibutuhkan pada tiap penyiraman adalah 100 m 3. Jumlah air yang dibutuhkan per bulan sebesar 20% dari jumlah evapotranspirasi tanaman (ETp). Rendemen tertinggi diperoleh pada tanaman yang diberi kompos blotong 5 ton dengan frekuensi penyiraman 2 minggu sekali. Hubungan antara dosis kompos blotong dengan hasil hablur gula menunjukkan bahwa hasil tertinggi, yaitu 7,62 ton, dicapai pada dosis kompos blotong 3 ton per ha. Dengan luas juringan 36% dari total luas areal maka jika dilakukan aplikasi ke seluruh permukaan tanah dengan aplikator, dosis ini setara dengan 8 ton. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas gula akan dapat ditingkatkan jika tanaman memiliki kematangan yang cukup pada saat ditebang. Hal ini akan dapat dicapai jika penamanan digeser 2 bulan lebih awal sebelum musim hujan. Untuk menjamin pertumbuhan awal tanaman, harus diberikan penyiraman. Dengan pemberian kompos blotong, penyiraman air dapat dilakukan 2 minggu sekali. Jika kondisi air di lapangan mencukupi, varietas yang disarankan adalah yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu varietas sejenis PS 921 atau PS 862, tetapi jika kondisi air tanah kurang, disarankan menggunakan varietas sejenis PS 864. Kata kunci : kompos blotong, varietas, kadar air tanah, frekuensi penyiraman, rendemen

9 @Hak Cipta milik IPB tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

10

11 EFISIENSI PENGGUNAAN AIR PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING PURWONO Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Tri Koesoemaningtyas, MSc (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) 2. Prof. Dr. Ir. Deciyanto Soetopo, MS (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian)

13 Judul Disertasi : Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering Nama : Purwono Nomor Pokok : A Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Ketua Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, M.Sc Anggota Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Munif Gulamahdi Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian : 03 Januari 2012 Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga disertasi ini dapat selesai dengan baik. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini produksi gula Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan gula dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat. Rendahnya produksi gula dalam negeri disebabkan rendahnya produktivitas gula. Pergeseran areal tebu ke lahan kering adalah penyebab penting menurunnya produktivitas gula. Diperlukan berbagai usaha untuk meningkatkan produksi dalam rangka mencapai swasembada nasional. Untuk mendukung program swasembada gula nasional, disusun penelitian berdasarkan suatu rangkaian pemikiran dan serangkaian percobaan berjudul Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dari mulai penyusunan proposal penelitian hingga penulisan disertasi, sehingga disertasi ini dapat selesai dengan baik. Ucapan terimakasih dan penghargaan disampaikan juga kepada : 1. Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Wakil Rektor Bidang Akademik, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Kepala Bagian Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas pemberian ijin dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. 3. Staf Pengajar Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti kuliah untuk Program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. xv

16 4. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto yang telah menguji penulis pada Ujian Prakualifikasi Program Doktor di IPB. 5. Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin dan Dr. Ir. Tri Koesoemaningtyas, M.Sc sebagai penguji pada Ujian Tertutup Program Doktor di IPB. 6. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc dan Prof. Dr. Ir. Deciyanto Soetopo, MS sebagai penguji pada Ujian Terbuka Program Doktor di IPB. 7. Pimpinan dan Staf PTPN X Surabaya yang telah memberikan fasilitas dan dukungan selama penulis melakukan percobaan lapangan di Jengkol Kediri. 8. Istriku Murdiningsih dan anakku Dimas Aji Supriyanto yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan studi. 9. Sdr. Aga Fathir dan Indah Rahmawati yang telah membantu pelaksanaan penelitian di rumah kaca. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak di bidang pengusahaan tanaman tebu dan pergulaan. Bogor, Januari 2012 Purwono xvi

17 RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak pertama pasangan H. Gijono (Alm) dan Hj. Desmi, lahir di Pekalongan pada tanggal 22 September Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus pada tahun Pada tahun 1985 penulis diterima di Program Studi Agronomi, Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun Masuk Program Doktor pada Program Studi Agronomi, Pascasarjana IPB, tahun Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian IPB sejak tahun 1982 sampai sekarang. Mata kuliah yang diasuh oleh penulis adalah Budidaya Tanaman Karbohidrat Non Biji dan Pemanis, Budidaya Tanaman Pangan, Perancangan Percobaan, Pertanian Terpadu, Dasar-dasar Agronomi, dan Kapita Selekta Usaha Pertanian. xvii

18 xviii

19 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 6 Tujuan... 8 Hipotesis... 9 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu Proses Pembentukan Gula dan Perimbangan Sink-Source Karakteristik Lahan Kering Tanggap Tanaman Tebu terhadap Kekeringan Bahan Organik Varietas Tebu untuk Lahan Kering KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH.. 33 Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Percobaan Pembahasan Simpulan PERANAN KOMPOS BLOTONG DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP SERAPAN HARA Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Percobaan Pembahasan Simpulan xix

20 APLIKASI KOMPOS BLOTONG DAN FREKUENSI PENYIRAMAN PADA TEBU LAHAN KERING Abstrak Abstract Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Percobaan Pembahasan Simpulan PEMBAHASAN UMUM Penataan Varietas Peranan Kompos Blotong terhadap Efisiensi Penggunaan Air dan Pergeseran Waktu Tanam Peningkatan Rendemen Efektif Kontribusi Hasil Penelitian terhadap Swasembada Gula SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA GLOSARI LAMPIRAN xx

21 DAFTAR TABEL 1. Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu Persentase tiap bagian vegetatif tanaman tebu Komposisi batang tebu (Staub, 1955 dalam Barnes, 1974) Kecukupan hara berdasarkan analisis tanaman Hasil analisis tanah di wilayah Jombang dan Kediri Nilai (kc) tebu berdasarkan fase pertumbuhan (Inman-Bamber and Smith, 2005) Hasil analisis kompos blotong Tinggi tanaman tebu umur 2 MST sampai dengan 12 MST Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah tinggi tanaman tebu umur 12 MST Jumlah daun tiap tanaman umur 2-12 MST Luas daun tiap tanaman umur 2 12 MST Interaksi antara varietas dan kadar air terhadap luas daun umur 12 MST Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah diameter batang umur 12 MST Interaksi antara varietas dengan kadar air tanah terhadap jumlah tunas Kandungan karbohidrat, protein, nisbah karbohidrat/protein, dan jumlah stomata pada tanaman Interaksi varietas dan kadar air terhadap bobot kering tanaman Total air ditambahkan dan nisbah dengan bobot kering per tanaman Kandungan prolina pada jaringan tanaman Nilai DTI masing-masing varietas pada kondisi kadar air tanah 75% KL dan 50% KL Analisis tanah pada awal percobaan Jumlah air yang ditambahkan 1 BST dan 1-2 BST Interaksi antara kadar air dengan dosis kompos terhadap penambahan air total Tinggi tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST Jumlah daun tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST Luas daun tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST Jumlah tunas, bobot kering dan nisbah tajuk/akar tanaman tebu Kandungan unsur hara tanaman tebu Kandungan unsur hara tanah pada akhir percobaan (3 bulan) xxi

22 29. Analisis tanah sebelum percobaan Tinggi tanaman tebu umur 1 BST sampai dengan 6 BST Jumlah tunas tanaman tebu umur 1 sampai dengan 6 BST Panjang lengkung daun tanaman tebu umur 1 BST dan 3 BST Diameter batang tanaman tebu umur 5 BST dan 6 BST Kandungan unsur hara pada daun tanaman tebu Kandungan unsur hara tanah pada umur tanaman 4 BST Brix, Pol, Harkat Kemurnian (HK), Nilai Nira, KNT, Rendemen Sementara, dan Rendemen Efektif Kecenderungan interaksi antara pemberian air dengan dosis kompos terhadap rendemen Jumlah Batang, Panjang Batang, Bobot Batang/m, dan Hasil Hablur Target produksi gula nasional pada Road Map Pergulaan Nasional Keragaan produksi GKP tahun Kondisi produksi GKP saat ini dan perkiraan sampai dengan tahun xxii

23 DAFTAR GAMBAR 1. Bagan alir kerangka pemecahan masalah Bagian batang tebu dewasa Rumus kimia sukrosa Reaksi singkat pembentukan sukrosa pada tebu (Babb and Haigler, 2001) Persentase bahan kering, gula dan nitrogen pada batang tebu (Sudiatso, 1999) Perkembangan rendemen sejalan dengan umur tanaman varietas CP (Gilbert et al. 2001) Persentase brix dan pol per periode analisis (2 minggu) di Indonesia (Sudiatso, 1999) Hubungan antara defisit air dengan rendemen gula relatif (Dorenbos and Kasam, 1987 dalam Irianto et al., 2000) Neraca bahan pada proses pengolahan gula tebu (PG Gunung Madu Plantation, 1999) Penampang melintang batang varietas PS 851, PS 921, dan BL Curah hujan rata-rata di Kebun Jengkol bulan Mei 2006 Okt Curah hujan rata-rata di Kebun Jengkol tahun Evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi tanaman tebu (ETc) Tahun 2006 di Kebun Jengkol (a) Kadar air tanah pada penyiraman 1 minggu sekali; (b) Kadar air tanah pada penyiraman 2 minggu sekali; (c) Kadar air tanah pada penyiraman 3 minggu sekali Pola tanam tebu di Jawa saat ini (a) dan penggeseran masa tanam varietas matang awal (b) Alur perjalanan tebu dari lapangan sampai pabrik Permasalahan swasembada gula dan kontribusi penelitian Saran pembaruan sistem pengukuran rendemen tebu xxiii

24 DAFTAR LAMPIRAN 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Denah petak percobaan lapangan Rekapitulasi nilai P percobaan keragaan varietas Rekapitulasi nilai P percobaan peranan kompos blotong Rekapitulasi Nilai P percobaan aplikasi kompos blotong Deskripsi varietas yang digunakan dalam penelitian xxiv

25 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia semula terkenal sebagai negara pengekspor gula yang cukup besar dan diperhitungkan di dunia, tetapi saat ini justru berubah menjadi negara pengimpor gula dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data Dewan Gula Indonesia, untuk tahun 2009, pada saat produksi dalam negeri sekitar 2,45 juta ton, kebutuhan domestik sekitar 4,64 juta ton, atau kemampuan produksi dalam negeri sekitar 53 persen. Tahun 2010 kebutuhan gula Indonesia mencapai 4,8 juta ton yang terdiri 2,6 juta ton gula konsumsi rumah tangga langsung dan 2,2 juta ton untuk industri makanan dan minuman. Sementara itu produksi gula kristal putih nasional dari tebu menurun drastis hanya sebesar 2,2 juta ton. Dengan kondisi tersebut, ketergantungan pemenuhan gula dalam negeri 56% terhadap total kebutuhan. Jumlah impor gula tahun 2010 mencapai 2,5 juta ton lebih yang terdiri 2,4 juta ton raw sugar, 75 ribu ton gula rafinasi, dan 118 ribu ton gula kristal putih. Pada tahun 2010/2011 produksi gula dunia mencapai 168 juta ton atau naik 4,66% dari tahun 2009/2010 sebesar 161 juta ton. Sementara konsumsi pada tahun 2010/2011 mencapai 167,9 juta ton, sehingga stok gula dunia mencapai 58,8 juta ton. Jumlah stok ini hampir sama dengan stok tahun sebelumnya. Namun meskipun stok jumlahnya relatif sama, karena jumlah konsumsi meningkat maka nisbah antara stok dengan konsumsi menurun dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 35,04 persen 1. Stok gula dunia diperkirakan akan terus berkurang sejalan dengan meningkatnya harga minyak bumi yang ternyata mendorong industri tebu menjadi etanol. Akibat persaingan antara penggunaan tebu untuk gula dan untuk etanol, maka harga gula dunia cenderung bertahan pada tingkat yang tinggi. Sebagai negara yang mengimpor gula dalam jumlah besar, bagi Indonesia baik kelimpahan maupun kelangkaan gula dunia sangat nyata pengaruhnya terhadap kondisi pergulaan di Indonesia. Pemerintah Indonesia mencanangkan program swasembada gula tercapai pada tahun Kebutuhan total gula tahun 2014 diproyeksikan sebesar 5,6 juta ton, 1 International Sugar Organiation Quarterly Market Outlook, Februari

26 2 terdiri dari gula kristal putih sebesar 3 juta ton dan gula kristal rafinasi sebesar 2,6 juta ton. Dengan asumsi produktivitas gula sebesar 7,44 ton per ha, swasembada gula akan tercapai jika luas areal meningkat menjadi 766 ribu ha (Dewan Gula Indonesia, 2007). Data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kebun tebu di Indonesia adalah 450 ribu ha. Luasan ini terdiri dari tebu petani (TR) sekitar 57,8% dan kebun tebu milik pabrik gula sekitar 42,2 persen. Pada tahun yang sama, di Jawa persentase kebun tebu petani sekitar 73,80%, sedangkan kebun milik pabrik gula sekitar 26,20 persen. Dari total luas tanaman tebu tersebut 77,27% adalah tebu yang dibudidayakan di lahan kering (Dewan Gula Indonesia, 2011). Pulau Jawa yang semula sebagai sentral produksi gula nasional semakin bergeser dengan semakin sulitnya diperoleh lahan yang sesuai untuk areal produksi tebu. Berdasarkan luas areal tebu yang ada saat ini, untuk mencapai swasembada diperlukan penambahan 15 pabrik gula dengan areal minimum 350 ribu ha. Salah satu faktor penting rendahnya produktivitas gula di Indonesia adalah rendahnya rendemen tebu yang dicapai. Dari data yang diperoleh 10 tahun terakhir terlihat bahwa rendemen rata-rata di Indonesia jarang melampaui 7%, bahkan di beberapa pabrik gula rendemen yang diperoleh hanya sekitar 6,5 persen. Pencapaian produktivitas gula tebu tahun 2010 hanya sebesar 5,29 ton per ha. Hasil ini diperoleh dari rendemen rata-rata tebu sebesar 6,47% dan produktivitas tebu sebesar 80,56 ton per ha. Jika dibandingkan dengan negara penghasil gula yang saat ini surplus di Asia, yaitu Thailand dan Cina, sebenarnya data produktivitas tebu Indonesia tidak terlalu rendah. Produktivitas tebu rata-rata di Cina saat ini adalah 77,1 ton dengan rendemen rata-rata 14%. Yunnan merupakan salah satu provinsi penghasil gula terbesar di Cina dan mengalami peningkatan produktivitas dari 60 ton menjadi 80 ton tebu per hektar. Rata-rata produkitivitas tebu di Thailand sekitar ton per hektar dengan rendemen rata-rata 12 persen 2. Negara penghasil gula terbesar saat ini adalah Brasil, dari data yang ada ternyata tingginya hasil gula per hektar disebabkan oleh tingginya rendemen yaitu 14-16% sedangkan hasil tebunya hanya antara Office Of Cane And Sugar Board, Thailand (2010)

27 3 ton per hektar. Sementara hasil tebu di Australia saat ini tidak jauh berbeda dengan Indonesia, yaitu 84 ton per ha tetapi dengan rendemen persen 3. Meskipun hasil gula per satuan luas ditentukan oleh hasil tebu dan rendemen, tetapi peningkatan rendemen jauh lebih strategis dibandingkan peningkatan hasil tebu. Pilihan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain efisiensi akan lebih tinggi jika rendemen yang ditingkatkan daripada pada hasil tebu. Efisiensi ini tercapai dengan penghematan biaya tebang angkut sampai dengan proses pengolahan tebu menjadi gula. Jika produktivitas gula dapat ditingkatkan sesuai asumsi dalam road map atau lebih tinggi, kebutuhan tambahan areal tidak perlu sampai 300 ribu ha. Potensi rendemen tebu di Indonesia memungkinkan pencapaian rendemen riel lebih dari 8 persen. Kontribusi varietas dan masa tanam yang tepat dapat mencapai > 20% dari produktivitas yang dicapai saat ini (P3GI, 2011). Proses pembentukan gula yang sesungguhnya terjadi pada tanaman melalui suatu proses metabolisme yang panjang dari mulai fotosintesis sampai dengan pembentukan sukrosa. Tebu adalah tanaman semusim yang akan berakhir masa pertumbuhannya dengan berbunga pada bulan Mei-Juni (Barnes, 1974). Pembentukan sukrosa terjadi mulai awal musim kemarau, karena dipacu oleh enzim Sukrosa Phosphate Synthetase (Lehninger, 1982; Babb and Haigler, 2001). Sementara itu pembentukan gula monosakarida mulai terjadi saat tanaman berumur 4 bulan setelah tanam. Hal ini berarti tanaman tebu harus memiliki masa pertumbuhan yang cukup untuk membentuk gula monosakarida yang nantinya akan diubah menjadi sukrosa. Sebagian besar tebu saat ini diusahakan di lahan kering sehingga umumnya ditanam di awal musim hujan, yaitu bulan November Desember dengan tujuan menghindarkan tanaman dari cekaman air. Tanaman tebu yang ditanam pada awal musim hujan akan digiling pada musim kemarau (Juni September ) tahun berikutnya sehingga umur tanaman berkisar 8 bulan. Dengan umur ini tentu saja tanaman belum cukup matang pada saat dipanen, sehingga produktivitas yang dicapai tidak maksimum. Untuk mendapatkan masa pertumbuhan yang cukup, masa tanam harus digeser lebih maju ke akhir musim kemarau. Penggeseran masa tanam harus disertai dengan penyiraman agar tanaman tidak mengalami cekaman air di awal 3 Australia Sugar Annual Report (2009)

28 4 pertumbuhannya. Gupta (1995) memberikan batasan tentang budidaya lahan kering sebagai suatu sistem produksi tanaman tanpa tambahan irigasi pada daerah semi arid. Sistem budidaya tanaman lahan kering ditekankan pada konservasi dan pemakaian air yang tersimpan dalam tanah. Konservasi air difokuskan pada penggunaan secara efisien air hujan yang tersimpan dalam tanah. Jumlah air yang tersedia di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan ketersediaan bahan organik. Hal ini menyebabkan pasokan air sering kurang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Selain ketersediaan air, masalah kritis di lahan kering adalah tingkat kesuburan tanah yang rendah. Ketersediaan hara, terutama P kurang baik, dan kandungan bahan organik sangat rendah. Dari pengukuran di beberapa tempat di Jawa Timur, kandungan bahan organik kurang dari 3%, padahal tanah untuk tanaman tebu seharusnya memiliki kandungan bahan organik tanah tidak kurang dari 5 persen. Rendahnya kandungan bahan organik menyebabkan efisiensi pemupukan dan retensi air rendah. Tanaman tebu adalah tanaman yang membutuhkan air pada saat awal pertumbuhan dan menghendaki kondisi kering nyata di akhir masa pematangan. Jaminan kecukupan air pada awal tanam adalah syarat mutlak tercapainya pertumbuhan yang baik. Kekurangan air pada saat awal pertumbuhan akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan proses pembentukan gula. Sementara itu keadaan kering pada akhir pertumbuhan justru diinginkan karena berpengaruh terhadap proses pembentukan sukrosa dan kematangan tebu. Tambahan air pada saat awal pertumbuhan sangat diperlukan, dimana kebutuhan air tanaman tebu pada saat pertumbuhan setara dengan curah hujan 100 mm/bulan ( Beberapa penelitian dan praktik di lapangan menunjukkan bahwa pemberian air pada awal pertumbuhan ternyata memberikan hasil yang sangat positif. Salah satu kunci sukses PT Gunung Madu Plantation di Lampung adalah dengan menggeser masa tanam tebu ke akhir musim kemarau dengan memberikan tambahan air. Pergeseran masa tanam dari bulan Februari ke bulan November di Thailand berdasarkan penelitian yang oleh Jintrawet et al. (2000) ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas gula. Di lapangan saat ini ketersediaan air mulai menjadi masalah yang sangat sulit diatasi bagi petani.

29 5 Oleh sebab itu diperlukan suatu cara yang tepat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman yang ditanam lebih awal (akhir musim kering). Peningkatan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan pengurangan tambahan air tetapi pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Kondisi ini dapat terjadi jika evaporasi dapat dikurangi sehingga air di tanah tetap tersedia bagi tanaman. Cara lain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air adalah dengan menanam varietas yang tahan kekeringan, sehingga tanaman tebu tetap tumbuh dengan baik meskipun mengalami kekurangan air atau hanya mendapat tambahan air yang relatif sedikit. Perbaikan kondisi tanah pada tanaman tebu dapat dilakukan dengan menggunakan bahan organik. Percobaan pada lahan kering bekas hutan di daerah Lamongan dengan klas S3 menunjukkan hasil yang baik dengan penambahan bahan organik (Siswanto, 1998). Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula terdapat hasil samping yang disebut blotong. Bahan ini merupakan hasil endapan nira dalam proses pemurnian. Penggunaan blotong di perkebunan tebu mulai dilakukan sejak awal tahun Penelitian oleh Utomo dan Susanti (1986) di Malang Selatan menunjukkan bahwa pemberian blotong pada lahan kering ternyata mampu meningkatkan hasil tebu 25 persen. Pengaruh pemberian blotong terhadap peningkatan daya memegang air ditunjukkan oleh penelitian Suhadi dan Sumojo (1985). Selanjutnya Toharisman et al. (1991) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa pemberian blotong pada lahan kering mampu meningkatkan ketersediaan unsur P dan Ca bagi tanaman. Namun pada tanah Alluvial di lahan sawah pemberian blotong tidak memberikan pengaruh yang nyata. Permasalahan penggunaan blotong secara langsung pada areal tanaman adalah sulitnya melakukan penaburan, karena kadar airnya masih tinggi (> 50%). Pemberian kompos yang dibuat dari blotong dan bagase (ampas tebu) ternyata mampu memperbaiki serapan unsur hara N dan S, dan pertumbuhan tanaman tebu di lahan kering. Percobaan pemberian kompos blotong di tanah berat (wilayah PG Jatitujuh) menunjukkan bahwa ketersediaan unsur P dan K meningkat pada akhir pertumbuhan tanaman (Guntoro et al., 2003). Penelitian lain di PG Tjoekir pada musim tanam 2003/2004 menunjukkan dengan dosis kompos blotong 3 ton per hektar yang diberikan ke juringan ternyata mampu meningkatkan

30 6 produtivitas tebu 10% dan rendemen 0,5 sampai 0,7 persen 4. Hasil nyata juga dapat dilihat pada keberhasilan Pabrik Gula Gunung Madu dan Sugar Group di Lampung dalam peningkatan rendemen melalui program soil building dengan pemberian bahan organik berupa blotong secara kontinyu pada tanaman tebu pertama (plant cane). Praktik aplikasi pemberian blotong ataupun kompos blotong yang banyak dilakukan masih bertujuan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, sedangkan terhadap pengurangan frekuensi penyiraman belum dilakukan. Perumusan Masalah Dari penelusuran aspek yang menjadi penentu produksi gula di dalam negeri, dapat ditarik beberapa hal penting, yaitu penurunan produksi gula lebih disebabkan oleh penurunan produktivitas tebu dan rendahnya rendemen yang dicapai daripada produktivitas tebu dan luas areal. Luas areal tanaman tebu relatif tetap selama 5 tahun terakhir. Penurunan produktivitas karena rendahnya rendemen ini antara lain disebabkan oleh pergeseran areal (wilayah produksi) lahan tebu dari lahan sawah irigasi ke lahan kering. Permasalahan pengusahaan tebu di lahan kering adalah : a. Umumnya di lahan kering tebu ditanam di awal musim hujan. Pada saat itu curah hujan masih rendah dan kadar air tanah yang kurang terjamin, bahkan sering kurang terutama di awal pertumbuhan, sehingga pertumbuhan awal terhambat. b. Kesuburan tanah kurang baik terutama ketersediaan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tebu (N, P, dan K). Akibatnya selain pertumbuhan terganggu, proses pembentukan gula tidak berlangsung dengan baik, sehingga rendemen yang diperoleh rendah. c. Kandungan bahan organik rendah (lahan untuk tebu menghendaki kandungan bahan organik minimum 3%) d. Varietas kurang sesuai, karena selama ini orientasi perakitan varietas adalah untuk lahan sawah dengan pengairan yang terjamin. Akibat ketidaksesuaian ini tanaman mengalami cekaman air pada awal pertumbuhan yang ditunjukkan dengan berkurangnya pembentukan anakan dan berkurangnya tinggi dan 4 Laporan Litbang PTPN X, 2005

31 7 diameter batang. Pada saat musim hujan datang, tanaman akan lebih memperbaiki pertumbuhan vegetatif sehingga pembentukan gula tidak maksimum. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka di lapangan dilakukan tindakan pemecahan: a. Memberikan pengairan di awal pertumbuhan, biasanya selama 3 bulan sebelum air hujan mencukupi kebutuhan air tanaman. b. Melakukan pemupukan untuk mencukupi unsur hara. Pupuk yang diberikan adalah pupuk anorganik (Urea dan ZA, SP-36, dan KCl) untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro yang dianggap kurang. c. Penggunaan varietas yang dianggap sesuai ditanam di lahan kering dengan kriteria memiliki potensi hasil tinggi. Namun dari tindakan yang diambil ternyata belum mampu menyelesaikan masalah, karena : a. Pemberian air memang mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman, tetapi keterbatasan jumlah air dan tambahan biaya menimbulkan masalah yang tidak mudah diatasi di lapangan. Air menjadi mahal jika diberikan secara tidak tepat, khususnya di Jawa yang umumnya sumber air untuk irigasi adalah sumur. b. Pemupukan yang dilakukan ternyata sering tidak berpengaruh besar terhadap hasil. Hal ini karena kondisi fisik tanah kurang baik akibat rendahnya bahan organik. Daya tukar kation dan aerasi tanah kurang baik, sehingga serapan hara oleh akar tanaman menjadi kurang baik. c. Penggantian varietas ternyata belum mampu mengatasi permasalahan budidaya tebu di lahan kering. Beberapa varietas yang digunakan ternyata tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi lahan kering. Diperlukan suatu pengujian yang cermat terhadap varietas yang akan ditanam di lahan kering, sebab varietas yang memiliki potensi hasil tinggi belum tentu sesuai untuk tiap wilayah. Pemilihan varietas harus didasarkan pada sifat toleran terhadap kekeringan dan memiliki respon tinggi terhadap pemberian air. Jika digambarkan dalam diagram alir, pemikiran untuk mengatasi masalah di atas adalah sebagai tertera pada Gambar 1.

32 8 ISUE UTAMA PRODUKSI GULA DALAM NEGERI MENURUN SEMENTARA KEBUTUHAN TERUS MENINGKAT PENYEBAB PRODUKTIVITAS TURUN (HASIL TEBU & RENDEMEN RENDAH) PENYEBAB UTAMA PERGESERAN LAHAN DARI SAWAH KE LAHAN KERING MASALAH UTAMA LAHAN KERING PERMASALAHAN 3 KETERSEDIAAN HARA KANDUNGAN BHN KURANG 2 ORGANIK RENDAH 1 KADAR AIR TANAH KURANG 4 VARIETAS TIDAK COCOK HASIL TEBU DAN RENDEMEN RENDAH HASIL TEBU DAN KADAR NIRA RENDAH MENGALAMI CEKAMAN HARA DITAMBAH DENGAN PUPUK PENAMBAHAN AIR PD AWAL PERTUMB MENGGANTI VARIETAS HARA TETAP KURANG TERJAMIN KETERSEDIAAN HARA DIPERBAIKI PENAMBAHAN KOMPOS BLOTONG JUMLAH AIR TERBATAS PEMBERIAN AIR DG TEPAT PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR TIAP VARIETAS BERBEDA SIFAT PENGGUNAAN VARIETAS YANG SESUAI PEMECAHAN MASALAH PERTUMBUHAN DIPERBAIKI HASIL TEBU DAN RENDEMEN TINGGI Gambar 1 Bagan alir kerangka pemecahan masalah Tujuan Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu yang ditanam di lahan kering. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah: a. Mempelajari pengaruh pemberian air terhadap keragaan beberapa varietas tebu dari mulai pertumbuhan, produktivitas tebu dan rendemen.

33 9 b. Mempelajari pengaruh pemberian kompos blotong terhadap serapan hara oleh tanaman tebu pada kadar air tanah yang berbeda. c. Menganalisis efisiensi penggunaan air sehubungan dengan pemberian kompos blotong pada beberapa varietas tebu. d. Mendapatkan rekomendasi pemberian air yang efisien di lapangan dengan adanya penambahan kompos blotong. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Tiap varietas akan memiliki keragaan yang berbeda pada tingkat kadar air tanah yang berbeda. 2. Pemberian kompos blotong akan memperbaiki efisiensi serapan hara, sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik, yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil tebu dan rendemen. 3. Pemberian air yang cukup di awal pertumbuhan tanaman (dari tanam sampai awal musim hujan) akan memperbaiki pertumbuhan tanaman. 4. Pemberian kompos blotong akan memperbaiki efisiensi penggunaan air dan serapan hara (terutama N, P dan K), sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil tebu dan rendemen.

34 10

35 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk tanaman C4 yang sudah mengalami adaptasi dari tanaman liar (Saccharrum robustum L.). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dapat dibagi menjadi dua bagian penting, yaitu secara vegetatif dan reproduktif. Penggolongan ini sangat penting diketahui mengingat tujuan akhir pengusahaan tanaman tebu adalah hasil gula (sukrosa) yang merupakan resultan dari hasil batang tebu dan kandungan gula yang dikandungnya. Faktor yang mempengaruhi hasil tanaman tebu adalah varietas, lingkungan termasuk tanah, iklim, suplai air, teknik budidaya, dan umur tanaman. Secara umum tanaman tebu dikembangbiakkan secara vegetatif menggunakan stek tanaman. Pertumbuhan tebu dibagi menjadi 4 fase, yaitu (1) perkecambahan sampai dengan tunas muncul di permukan tanah, (2) pembentukan anakan sampai dengan pembentukan kanopi secara penuh, (3) pembentukan dan pemanjangan batang, dan (4) pematangan (Wiedenfeld, 2000). Fase petumbuhan tanaman tebu dan umurnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu Umur tanaman (Bulan) Fase pertumbuhan 0 1 Perkecambahan pertumbuhan tunas 1 2 Pembentukan anakan 2 3 Pembentukan anakan 2,5 4 Pertumbuhan anakan - kanopi penuh 4 10 Pertumbuhan puncak (pemanjangan batang) Pematangan - awal senesen Matang Daun tumbuh pada buku tanaman dengan susunan filotaksis 180 (daun gasal akan sebidang dengan daun gasal dan begitu juga daun genap). Daun tanaman tebu terdiri atas helai daun dan pelepah (sebagai seludang) daun yang membungkus batang. Pada ujung batang tanaman terdapat titik tumbuh dan ruas yang mampat, pertumbuhan vegetatif akan berakhir pada saat awal berbunga. Tanaman tebu adalah 11

36 12 tanaman berbunga musim, artinya saat berbunga ditentukan oleh musim dan untuk Indonesia saat berbunga sekitar bulan Maret. Jika kondisi sesuai untuk pertumbuhan, batang akan memanjang sampai fase generatif. Namun jika suhu turun terlalu rendah dan hujan atau irigasi kurang, pertumbuhan terganggu dan akhirnya berhenti. Tanaman akan segera beralih ke fase reproduktif dengan membentuk sukrosa. Akibat pertumbuhan yang singkat, maka biomasa yang dihasilkan kurang baik. Hasil fotosintesis yang berlangsung selama pertumbuhan akan diekspresikan pada bagian tanaman yang terdapat di atas tanah (tajuk) dan di bawah tanah (perakaran). Komposisi bagian vegetatif tebu yang matang dengan memisahkan daun dan pelepah tua (trash) telah banyak diukur. Proporsi dari bagian-bagian tanaman bervariasi menurut varietas, umur, dan keadaan tempat tumbuh tanaman. Pada Tabel 2 disajikan proporsi secara umum tiap bagian tanaman (Barnes, 1974). Tabel 2 Persentase tiap bagian vegetatif tanaman tebu Bagian Tanaman Bobot kering (%) Bagian bawah tanah Bongkol (stubble) 4,5 Akar 12,7 Bagian atas tanah Trash (daun dan pelepah kering) 24,6 Batang 49,2 Pucuk 9,0 Dari data pada Tabel 2 tampak bahwa biomasa yang berupa batang dan dipanen sebagai hasil ekonomi ± 50% dari total biomasa yang dihasilkan seluruh tanaman. Beberapa penelitian yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa nitrogen memiliki pengaruh terhadap persentase batang yang dapat digiling, karena proporsi pucuk meningkat. Hasil batang yang layak digiling sebagian berada di bawah tanah, oleh sebab itu pemanenan yang baik harus mampu mengambil batang yang ada di bawah permukaan tanah. Bagian-bagian batang tebu ternyata memiliki komposisi kandungan gula yang tidak seragam. Batang bagian bawah mengandung gula paling tinggi dan semakin ke atas semakin rendah (Tabel 2). Skema bagian batang tebu dewasa yang disajikan pada Gambar 2.

37 13 Tabel 3 Komposisi batang tebu (Staub, 1955 dalam Barnes, 1974) Komposisi Bagian batang a b c d Brix nira (%) 7,54 10,00 11,69 13,64 15,87 17,77 20,75 Sukrosa (% tebu) 2,24 5,02 7,08 9,94 12,93 15,50 19,50 Kemurnian nira (HK) 29,70 50,20 60,60 72,90 81,50 87,20 94,00 Bobot (% total) 12,69 1,27 1,48 1,74 1,99 2,25 78,58 No. d No. c No. b No. a Titik batas (patah) Daun + 1 Gambar 2 Bagian batang tebu dewasa Pertumbuhan tanaman tebu berhubungan dengan status hara yang dikandung dalam tanaman. Kekurangan hara (kahat) yang terjadi akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan gula. Pada Tabel 4 disajikan status hara tanaman dalam status kecukupan (Sanchez dalam Jacob, 2001). Tabel 4 Kecukupan hara berdasarkan analisis tanaman No Unsur hara Satuan Nilai 1 N % 1,5 2 P % 0,05 3 K % 2,25 4 Ca % 0,15 5 Mg % 0,1 6 S % 0,01 7 Cu ppm 1 8 Fe ppm 5 9 Mn ppm Zn ppm 10

38 14 Proses Pembentukan Gula dan Perimbangan Sink-Source Bahan penting dari tanaman tebu yang merupakan hasil utama adalah sukrosa yang merupakan gula disakarida hasil penggabungan antara glukosa dan fruktosa (Gambar 3). Sukrosa termasuk bukan gula pereduksi berbeda dengan glukosa yang dapat mereduksi Cu 2 O 4 dalam larutan basa menjadi CuO 2 (Lehninger, 1982). Sifat molekul sukrosa yang khas adalah sangat mudah untuk dikristalkan, sehingga dipilih sebagai pemanis komersial yang menyuplai 13% dari total energi yang dibutuhkan oleh manusia. Sukrosa dikenal secara umum sebagai gula tebu meskipun terdapat juga dalam tanaman sumber pemanis lain yang dikenal, terutama beet gula ( Glukosa Fruktosa Sukrosa Gambar 3 Rumus kimia sukrosa Pada Gambar 4 disajikan lintasan ringkas pembentukan sukrosa pada tanaman. Sukrosa dibentuk oleh tanaman melalui jalur glukosa-6-fosfat yang berubah menjadi fruktosa-6-fostat. Dari bentuk ini tampak bahwa unsur P sangat dibutuhkan dalam reaksi awal pembentukan sukrosa. Pada tahap selanjutnya reaksi penggabungan akan terjadi dengan aktivator enzim Sukrosa Phosphat Sintetase (SPS). Kerja enzim SPS sangat dipengaruhi oleh radiasi dan suhu udara. Itulah sebabnya diperlukan bulan kering nyata pada fase kematangan tanaman tebu agar terbentuk sukrosa (Babb and Haigler, 2001). Namun kinerja enzim ini tidak sederhana sebab menyangkut proses pembentukan gula monosakarida, serapan unsur P dan kondisi jaringan tanaman (Tetlow et al., 2004). Sesuai dengan letak sukrosa dalam sel (dalam vacuola), maka penumpukan akan mulai terjadi pada bagian batang yang lebih tua, yaitu pangkal batang (No. d pada Gambar 2). Kemudian berturut-turut akan tertimbun pada bagian batang yang

39 15 lebih muda (Gambar 2). Hal ini berarti pada saat pembentukan gula monosakarida, batang berubah fungsi menjadi wadah (sink) sementara daun masih berperan sebagai sumber (source). Selanjutnya pada saat pembentukan sukrosa, energi yang dihasilkan melalui respirasi digunakan untuk menggabungkan dua gula monosakarida menjadi disakarida (Vickery and Vickery, 1981). Itulah sebabnya tidak boleh terjadi pertumbuhan baru pada saat proses tersebut berlangsung. Pada Gambar 5 disajikan grafik yang menunjukkan jumlah sukrosa, bobot bahan kering, dan gula pereduksi (monosakarida) pada posisi bagian batang tebu. Glukosa 6-fosfat Glukosa 1-fosfat ATP Fruktosa 6-fosfat + UDP-glukosa Pi SPS Sukrosa 6-fosfat + UDP H 2 O Sukrosa + Pi Gambar 4 Reaksi singkat pembentukan sukrosa pada tebu (Babb and Haigler, 2001) Bahan kering 25 Persen Sukrosa 10 5 Gula reduksi Posisi batang tebu (cm) Nitrogen Gambar 5 Persentase bahan kering, gula dan nitrogen pada batang tebu (Sudiatso, 1999)

40 16 Pembentukan sukrosa terus meningkat sejalan dengan umur tanaman, tetapi setelah mencapai titik maksimum rendemen akan cenderung menurun karena terjadi pemecahan sukrosa menjadi monosakarida yang dikenal dengan inversi (Gilbert et al., 2001). Untuk daerah yang musim gilingnya dimulai pada bulan November, rendemen tertinggi dicapai pada awal Maret (Gambar 6). Sementara itu pengamatan langsung di lapangan terhadap kandungan gula yang dihitung dengan brix dan pol pada saat periode giling di Indonesia disajikan pada Gambar 7. Musim giling di Indonesia rata-rata dimulai pada bulan Mei dan berakhir pada awal September sehingga rendemen tertinggi dicapai pada bulan Agustus. Rendemen sangat dipengaruhi oleh kondisi hujan pada saat menjelang panen. Jika hujan turun pada saat tanaman tebu mulai membutuhkan masa kering yang nyata, proses pematangan akan terganggu dan rendemen berkurang (Ana, 1999; Wisnusubroto, 2000). Rendemen (%) 14,0 13,5 13,0 (12,66%) 12,5 12,0 11,5 11,0 10,5 10,0 9,5 AWAL TENGAH LAMBAT 9,0 1-Okt 1-Nov 2-Des 2-Jan 2-Feb 21-Feb 4-Mar Waktu Gambar 6 Perkembangan rendemen sejalan dengan umur tanaman varietas CP (Gilbert et al. 2001)

41 Brix (%) Pol I II III IV V VI VII VIII IX X Periode Analisis Gambar 7 Persentase brix dan pol per periode analisis (2 minggu) di Indonesia (Sudiatso, 1999) Di samping menghasilkan gula sukrosa dan gula monosakarida, hasil metabolisme tanaman tebu juga menghasilkan senyawa lain berupa jaringan penguat tanaman (selulosa), protein, mineral, lilin, dan senyawa berlemak. Senyawa selain gula inilah yang dalam proses pemisahan akan tercermin dalam ampas, meskipun sebagian lainnya akan terbawa dalam nira. Pada keadaan yang normal tanaman tebu di Indonesia mengandung 69-82% air, 8-16% bahan serat (sabut), 6-29% sukrosa, 0,5-2,5% gula reduksi, 0,5-1,0% bahan organik bukan gula, dan 0,5-2,0% abu (Sudiatso, 1999). Neraca bahan yang diperoleh rata-rata dari pabrik gula di Jawa pada saat ini menunjukkan bahwa kadar nira hanya sebesar 53,16% sementara ampasnya 32,79% dan sabutnya 14,05 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kadar sabut relatif masih baik, tetapi ampasnya meningkat. Peningkatan ampas ini diduga disebabkan oleh mutu tebu yang kurang baik. Mutu tebu dipengaruhi oleh kadar kotoran tebu dan budidaya yang kurang sempurna, terutama pemupukan dan kecukupan air. Nilai normal kadar nira seharusnya lebih besar dari 60% dengan persentase gula total (pol) >12. Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap pabrik gula di Jawa diketahui bahwa nilai pol 5 nira rata-rata 9,93% dengan kisaran antara 8,30-11,20 persen. 5 Pol = total gula terlarut dalam nira

42 18 Komponen hasil tanaman tebu selain rendemen adalah bobot batang. Oleh sebab itu selain rendemen tinggi, pengusahaan tanaman harus mampu menghasilkan bobot batang yang baik juga. Tingginya dosis pupuk N yang digunakan saat ini menyebabkan tanaman hanya mampu menghasilkan bagian biomasa yang pada saat panen akan menjadi ampas. Itulah sebabnya mutu tebu saat ini memiliki persentase nira yang rendah. Dalam menghitung rendemen tebu, angka yang dicari adalah besarnya persentase gula yang mampu dikristalkan (hanya sukrosa). Perhitungan rendemen tebu dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Bobot nira R { pol - 0,4 ( brix - pol )} 100 Bobot tebu Dari rumus ini terlihat bahwa rendemen tebu sangat dipengaruhi oleh nilai pol (total gula), nilai brix (total padatan terlarut), dan kadar nira dalam tebu. Semakin tinggi kandungan pol dalam brix, kemurnian nira semakin tinggi. Hubungan antara brix dengan pol berdasarkan analisis yang telah dilakukan memiliki korelasi yang erat dengan persamaan R = -0, ,4746 B 6. Namun karena rendemen dipengaruhi oleh kandungan nira tebu, maka tebu dengan pol tinggi belum tentu rendemennya juga tinggi. Oleh sebab itu untuk mendapatkan rendemen tinggi, tanaman tebu harus memiliki brix tinggi dengan kemurnian yang baik dan kandungan nira yang tinggi juga. Karakteristik Lahan Kering Lahan kering merupakan hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering merupakan salah satu ekosistem sumberdaya lahan yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan berbagai komoditi. Pengembangan lahan kering terutama di dataran rendah merupakan pilihan strategis dalam menghadapi tantangan peningkatan produksi pertanian, termasuk produksi gula. Selain masalah air, lahan kering di Indonesia umumnya memiliki kendala kesuburan tanah rendah, lahan dengan solum dangkal, dan lahan dengan topografi 6 Dilakukan perhitungan langsung di Gula Putih Mataram, pada tahun giling 2000

43 19 berbukit. Total lahan pertanian di Indonesia ± 70,20 juta hektar yang terdiri 18,5 juta ha lahan perkebunan, 14,6 juta ha tegalan, 7,9 juta ha lahan sawah, dan 11,3 juta ha lahan tidur. Dari luasan yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman semusim, luas lahan yang tersedia hanya ± 12,6 juta hektar sesuai untuk tebu dan kapas (Mulyani dan Las, 2008). Data luas lahan kering ini belum mempertimbangkan status kawasan yang berhubungan dengan kawasan hutan. Dalam memanfaatkan lahan tersebut selain diperlukan persiapan teknologi yang tepat, baik dari aspek agronomi maupun aspek sumberdaya lahan, juga penyelesaian masalah sosial yang berbeda di tiap lokasi. Gupta (1995) memberikan batasan tentang budidaya lahan kering sebagai suatu sistem produksi tanaman tanpa tambahan irigasi pada daerah semi arid. Sistem budidaya tanaman lahan kering ditekankan pada konservasi dan pemakaian air yang tersimpan dalam tanah. Konservasi air difokuskan pada penggunaan secara efisien air hujan yang tersimpan dalam tanah. Untuk menyikapi kondisi lahan kering dengan keterbatasan air, dapat ditempuh dua cara, yaitu (1) mengusahakan tanaman yang mampu berproduksi dengan baik meskipun dalam kondisi mendekati kering (tanpa tambahan air), atau (2) mengusahakan tanaman yang memiliki efisiensi tinggi dalam menggunakan air, dengan tambahan air yang tepat. Tanaman tebu dengan sifat pertumbuhannya merupakan tanaman yang tergolong sangat efisien dalam penggunaan air. Secara normal untuk membentuk 1 satuan bahan kering tanaman menurut Barnes (1974) dibutuhkan total air sebanyak 366 satuan dan 219 satuan air efektif, sedangkan untuk membentuk 1 bagian atas tanaman (batang dan daun) dibutuhkan total 466 satuan air atau 291 satuan air efektif. Untuk tebu yang tahan kekeringan untuk membentuk batang diketahui bahwa untuk tiap satuan bahan kering dibutuhkan 89 satuan air (Shih and Gascho, 1980). Cekaman air yang dialami oleh tanaman akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Seberapa besar pengaruh cekaman air terhadap penurunan hasil dipengaruhi oleh fase pertumbuhan dimana tanaman mengalami cekaman dan berapa lama tanaman mengalami cekaman. Cekaman yang terjadi pada awal pertumbuhan (fase 1) pengaruhnya tidak sebesar jika cekaman terjadi pada fase 2. Penurunan hasil tebu akibat cekaman dapat mencapai 8,3% jika terjadi pada fase 1 dan 15% jika terjadi pada fase 2. Hasil gula akan menurun 11,7% jika cekaman terjadi pada fase 1 dan 19,1% jika terjadi pada

44 20 fase 2 (Wiedenfeld, 2000). Fase 1 dan 2 berlangsung selama 3 bulan, sehingga selama masa inilah tanaman membutuhkan suplisi air. Jumlah air yang dibutuhkan untuk proses evapotranspirasi sebesar mm per bulan (Lisson et al., 2005). Oleh sebab itu di Indonesia untuk lahan kering umumnya tebu ditanam di awal musim hujan sehingga tidak mengalami cekaman air di awal pertumbuhan (fase 1 dan 2). Setelah air, masalah penting di lahan kering adalah kandungan bahan organik dan ketersediaan unsur hara. Dari proses pembentukan gula dalam tanaman tebu, unsur hara yang sangat penting adalah P dan K. Dari analisis tanah yang telah dilakukan pada daerah sentra tebu (Jawa Timur) ternyata rata-rata kandungan P tanah di lahan kering termasuk rendah, yaitu berkisar antara 7-24 ppm (Tabel 4), padahal nilai minimum kandungan P 2 O 5 tanah untuk tebu adalah 30 ppm (Depertemen Pertanian, 1999). Sementara untuk kandungan N termasuk tinggi, namun kenyataan di lapangan petani umumnya justru memupuk tanamannya dengan Urea dan sedikit SP-36. Hal ini tentu saja menyebabkan mutu tebu mejadi kurang baik dan kandungan gula dalam batang tebu (rendemen) rendah. Untuk K 2 O nilainya termasuk sedang, sehingga meskipun tanaman diberikan pupuk KCl sedikit bahkan tidak dipupuk, masih mampu menghasilkan sukrosa jika monosakaridanya terbentuk dengan baik. Kandungan bahan organik tanah yang dicerminkan oleh kandungan C organik menunjukkan nilai lebih rendah dari 3% terutama pada jenis tanah Regosol. Tampaknya untuk lahan kering tingkat kandungan bahan organik ini menjadi masalah yang serius karena berhubungan dengan kemampuan tanah dalam mengikat air. Untuk jenis tanah Regosol yang memiliki tekstur kasar dengan kandungan pasir dominan, fungsi bahan organik sangat penting karena secara langsung akan mempengaruhi daya ikat air. Percobaan penanaman tebu di lahan kering bekas hutan di daerah Lamongan yang diberi kompos memberikan keuntungan paling tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Kesesuaian lahan yang semula klas S3 (faktor pembatas air dan kesuburan tanah) ternyata dapat ditingkatkan dengan perbaikan lahan dan pemupukan yang tepat (Siswanto, 1998). Perbaikan yang dilakukan adalah dengan menambahkan bahan organik dalam bentuk kompos pada saat pengolahan tanah. Bahan organik yang digunakan berupa kompos yang dibuat dari sisa tanaman dan kotoran ternak.

45 21 Tabel 5 Hasil analisis tanah di wilayah Jombang dan Kediri No Jenis Tanah ph (H 2 O) N (%) Hasil Analisis C (%) P 2 O 5 (ppm) K 2 O (ppm) 1 I 4,30 0,16 2, II 6,14 0,10 1, III 6,12 0,10 2, IV 5,71 0,09 1, V 5,04 0,15 1, VI 5,20 0,08 2, Keterangan : I : Andosol coklat-andosol Coklat Kekuningan II : Asosiasi Regosol dan Litosol III : Asosiasi Mediteran Coklat dan Grumosol Kelabu IV : Kompleks Mediteran Coklat dan Litosol V : Regosol Coklat Keabuan VI : Latosol Coklat Kemerahan Tanggap Tanaman Tebu terhadap Kekeringan Cekaman lingkungan memicu berbagai tanggap tanaman, mulai dari perubahan metabolisme sampai dengan laju pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Cekaman lingkungan yang berpengaruh terhadap tanaman dapat berupa cekaman abiotik atau biotik, yaitu radiasi, kekeringan, salinitas, dan suhu tinggi. Di antara cekaman lingkungan, kekeringan adalah salah satu yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Tanggap tanaman terhadap kekeringan dapat terjadi secara fisiologi, biokimia, dan molekuler (Hong et al., 2008). Besarnya pengaruh cekaman kekeringan tergantung pada fase pertumbuhan dimana cekaman terjadi (Ramesh and Mahadevaswamy, 2000). Tanaman tebu termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan, tetapi di awal pertumbuhan tetap memerlukan air untuk pertumbuhannya. Di akhir pertumbuhan, tebu memerlukan bulan kering untuk proses pembentukan sukrosa dan pematangan. Berdasarkan sifat tanaman tebu yang memerlukan bulan kering nyata pada saat pembentukan sukrosa tetapi juga harus memiliki hasil batang tebu yang tinggi, maka umur tanaman harus mencapai sekitar bulan. Secara konvensional tanaman tebu ditanam pada musim kering dengan tambahan air melalui irigasi. Namun sejalan dengan pergeseran areal tebu ke lahan kering dan terbatasnya air irigasi di lahan sawah, tambahan air pada awal tanam menjadi sangat terbatas dan

46 Hasil Tanaman Tebu 22 mustahil dilakukan. Untuk mengatasi masalah kekurangan air pada saat tanam, saat ini dikenal musim tanam B, yaitu awal musim hujan (musim tanam golongan A antara Mei-Juli). Tanaman yang ditanam pada awal musim hujan akan tumbuh dengan baik, tetapi karena tebu adalah tanaman berbunga musim maka pada bulan Maret (yaitu umur 6 bulan) petumbuhan vegetatif akan berhenti (Barnes, 1974). Tentu saja tebu yang ditanam pada golongan B hasil tebu dan kandungan gulanya rendah karena masa pertumbuhannya pendek. Untuk menyikapi pendeknya masa pertumbuhan diusahakan tebu ditanam pada akhir musim kemarau. Hal ini berarti pada saat tanam lingkungan berada dalam keadaan kering sehingga diperlukan ada tambahan air di awal pertumbuhan. Sebagai contoh, di Thailand hasil tebu dan gula tertinggi diperoleh jika tebu ditanam pada bulan November, yaitu akhir musim hujan. Hal ini karena pada saat panen, yaitu November tahun berikutnya tebu memiliki umur yang cukup (Jintrawet et al., 2000). Dari data yang ada menunjukkan bahwa kekeringan pada awal pertumbuhan ternyata berpengaruh nyata terhadap hasil tebu dibandingkan kekeringan pada akhir pertumbuhan (Gambar 7). (%) Kekeringan pada akhir pertumbuhan Kekeringan pada awal pertumbuhan (%) Nisbah antara ET aktual dengan ET yang memberikan hasil maksimum Gambar 7 Hubungan antara hasil relatif dengan ET relatif (Robertson et al., 1999)

47 23 Nilai ET tanaman dapat dihitung dengan berbagai metode dan salah satu metode yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan nilai ET potensial (ETp) yang dihitung dari nilai Evaporasi panci (Epan), yaitu : ETp = kp. E pan dari nilai ETp dihitung nilai ET tan dengan menggunakan koefisen tanaman (kc), yaitu : ET tan = kc. ETo Nilai ET tanaman yang diperoleh adalah jumlah air untuk evapotranspirasi yang dibutuhkan oleh tanaman agar diperoleh hasil yang maksimum, artinya nilai ini adalah nilai kebutuhan air bagi tanaman (air konsumtif). Koefisen tanaman memiliki nilai yang beragam tergantung pada jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, sehingga nilai ET tanaman juga akan berubah sejalan dengan hal tersebut. Pada Tabel 6 disajikan nilai kc pada tanaman tebu. Inman-Bamber and Smith (2005) dalam beberapa penelitiannya mendapatkan hubungan antara hasil tebu (Yc) dengan total air yang digunakan selama siklus pertumbuhan tanaman. Hubungan tersebut adalah Yc = -2,5 + ( 9,69 ETp.) Tabel 6 Nilai (kc) tebu berdasarkan fase pertumbuhan (Inman-Bamber and Smith, 2005) Umur tanaman (Bulan) Fase pertumbuhan Nilai kc 0 1 Perkecambahan pertumbuhan tunas 0, Pembentukan anakan 0, Pembentukan anakan 0,90 2,5 4 Pertumbuhan anakan - kanopi penuh 1, Pertumbuhan puncak (pemanjangan batang) 1, Pematangan - awal senesen 0, Matang 0,60 Dari kajian di wilayah pabrik gula di Indonesia, ternyata terdapat korelasi negatif antara jumlah hujan pada bulan November dan Desember musim tanam dengan rendemen tebu yang akan dicapai. Korelasi antara jumlah hujan November dan Desember dengan rendemen bernilai negatif, artinya semakin besar curah hujan rendemen akan berkurang. Keadaan ini sekarang digunakan oleh pabrik gula untuk

48 24 memprediksi rendemen yang akan dicapai (Wisnusubroto, 2000). Korelasi antara curah hujan dengan rendemen berkisar antara (0,69-0,89). Tidak salah kiranya jika pemeliharaan saluran (got) sangat berpengaruh terhadap rendemen. Got yang buruk akan menyebabkan respirasi akar terganggu sehingga energi untuk penyerapan hara secara aktif lebih besar. Pada bulan November-Desember adalah fase tanaman membentuk gula monosakarida, sehingga kondisi respirasi yang buruk akan mengganggu proses sintesis gula. Di daerah Everglade (Florida) tebu diusahakan pada tanah organik yang ternyata keberhasilannya sangat ditentukan oleh drainase. Semakin dangkal muka air tanah semakin rendah produksi gula yang dihasilkan karena penurunan rendemen. Hasil tertinggi diperoleh pada muka air tanah 61 cm (Glaz et al., 1980). Efisiensi penggunaan air (water use efficiency) sering dihitung sebagai nisbah antara hasil yang diperoleh dengan jumlah air yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut (ET) (Hatfield et al., 2001). Berdasarkan metode hidrologi neraca air di tanah dapat dirumuskan dengan persamaan curah hujan + irigasi = perkolasi + run off + W + ET dimana W adalah perubahan volume air yang tersimpan di dalam tanah selama periode tertentu. Dari neraca air dapat diketahui bahwa dapat dilihat bahwa jika curah hujan berkurang, semua nilai akan berkurang termasuk nilai ET dan kadar air tanah. Hal ini akan perpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Agar tanaman tetap dapat melakukan kegiatan dengan baik, maka ET harus dkembalikan ke nilai yang normal. Nisbah relatif yang dihitung berdasarkan ET aktual dan ET yang mampu memberikan hasil maksimum berhubungan dengan fase pertumbuhan tanaman. Pengurangan nilai nisbah relatif ini akan tergantung pada fase apa terjadinya. Khusus untuk tanaman tebu hubungan antara defisit evapotranspirasi dengan rendemen gula relatif menurut Doorenbos and Kasam (1987) dalam Irianto et al. (2000) dapat disajikan sebagai berikut: Ya ETa 1 Ky 1, dengan Ya adalah hasil rendemen aktual, Ym adalah Ym ETc hasil rendemen maksimal, Ky adalah koefisien rendemen, ETa evapotranspirasi

49 (Indeks perubahan rendemen) 25 aktual dan ETc evapotranspirasi tanaman. Besarnya Ky untuk fase inisiasi dan vegetatif sebesar 0,75, fase pembentukan gula 0,5 dan fase pematangan sebesar 0,1. Secara grafik hubungan antara evapotranspirasi relatif terhadap penurunan rendemen disajikan pada Gambar 8. (Indeks Kecukupan Air) 1- (ETa/Etc) ky= ky= ky= (Ya/Ym) Gambar 8 Hubungan antara defisit air dengan rendemen gula relatif (Dorenbos and Kasam, 1987 dalam Irianto et al., 2000) Dari grafik terlihat bahwa cekaman air sebesar (1 (ETa/ETc)) = 0,5 akan berpengaruh terhadap penurunan rendemen sebesar (1 (Ya/Ym)) dengan nilai yang berbeda pada tiap fase pertumbuhan tanaman tebu. Kebutuhan air tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh sifat tanah. Dari pengukuran yang dilakukan oleh Van Antwerpen (2000) didapatkan bahwa jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan 90 ton tebu adalah setara dengan 100 mm curah hujan perbulan. Pada tanah yang kurang subur dengan jumlah air yang sama hanya menghasilkan tebu sebanyak 50 ton tebu per ha. Dari perbandingan ini terlihat bahwa efisiensi penggunaan air sangat tergantung pada jenis dan kesuburan tanah. Data lain disajikan oleh Lisson et al. (2005) yang menunjukkan bahwa tiap meter kubik air mampu menghasilkan 22 ton tebu atau setara dengan tambahan air mm perbulan.

50 26 Kandungan air tanah sangat berhubungan dengan serapan unsur hara, terutama unsur nitrogen. Penurunan kadar air tanah dari 100% kapasitas lapang ke 70% kapasitas lapang menurunkan laju serapan nitrogen. Pada kelembaban tanah yang semakin rendah ternyata pemberian nitrogen dengan dosis tinggi tidak meningkatkan bahan kering tanaman (Santoso, 1998). Pada keadaan tanaman kekurangan air, serapan air secara nyata menurun. Serapan air sangat erat hubungannya dengan laju transpirasi tanaman. Air ditranspirasikan melalui stomata, sehingga pada saat stomata menutup dalam usaha tanaman untuk mengurangi transpirasi, secara langsung laju serapan air oleh akar juga menurun. Hubungan antara penurunan laju transpirasi dengan penurunan laju serapan air tidak linear. Hal ini disebabkan banyak faktor yang terlibat dalam proses yang terjadi (Steudle, 2000). Selanjutnya Steudle (2000) menemukan bahwa proses selanjutnya dari kondisi defisit air adalah terjadinya perubahan pada sel tanaman. Dalam kondisi kecukupan air, sel akar berkembang tanpa eksodermis, tetapi pada kondisi kekurangan air sel-sel akar mulai membentuk eksodermis sebagai usaha mengurangi kehilangan air dari dalam sel (plasmolisis). Tanaman yang mengalami kondisi kekurangan air akan mengalokasikan hasil fotosintesis ke akar daripada untuk membentuk tajuk. Smit and Singels (2006) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa tanaman yang mengalami cekaman air akan berkurang pertumbuhan tajuknya. Tajuk tanaman yang mengalami cekaman air akan berkurang pada saat indeks luas daun (LAI) lebih besar dari 2. Tanaman lebih menjaga kondisi akar dibandingkan tajuk jika kondisinya kekurangan air (Sharp et al., 2004). Penelitian lain yang dilakukan oleh Smit and Singels (2006) menunjukkan bahwa jika kadar air diturunkan dari kadar air kapasitas lapang (26%) menjadi 15% selama 38 hari menyebabkan penurunan jumlah daun dari 10,8 menjadi 5,2. Berkurangnya perkembangan jaringan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sel. Pembesaran sel hanya akan terjadi jika tekanan turgor lebih besar dari kekuatan dinding sel (Hong et al., 2008) Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa air merupakan faktor tumbuh yang sangat vital bagi tanaman tebu. Pada awal pertumbuhan dibutuhkan air untuk mendukung pembentukan bagian vegetatif tanaman, tetapi pada akhir pertumbuhan diinginkan kondisi kering untuk merangsang pembentukan gula.

51 27 Permasalahannya adalah hasil maksimum akan diperoleh jika umur tanaman saat panen cukup (antara bulan) yang berarti waktu tanam jatuh pada musim kering. Konsekuensi waktu tanam musim kering adalah harus ada tambahan air. Dua faktor utama dalam pelaksanaan pemberian air, yaitu jumlah air yang tersedia dan manajemen pemberiannya. Di lapangan saat ini tambahan air diberikan dengan beberapa cara yaitu penyiraman dari lebung atau pemberian air dengan membuat sumur pantek. Mengingat jumlah air yang terbatas dan biaya yang dikeluarkan cukup besar, maka diperlukan perhitungan yang cermat agar air dapat dihemat tetapi produktivitas tetap tinggi. Efisiensi penggunaan air menjadi tindakan yang sangat menentukan dalam budidaya lahan kering. Inman-Bamber (2004) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa tambahan air yang tepat dapat meningkatkan hasil sukrosa sebesar 3 ton/ha dibandingkan tanaman yang kondisi airnya tidak terkontrol. Bahan Organik Bahan organik memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya ikat air dan memperbaiki sifat fisik tanah lainnya yang membantu ketersediaan unsur hara, terutama pada tanah berpasir atau tanah dengan kadar liat tinggi. Dari pembahasan dan fakta bahwa kandungan air tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, maka untuk meningkatkan efisiensi air yang ada harus ditempuh berbagai cara. Selain cara pemberian dan pemanfaatannya yang baik, maka air dalam tanah harus dalam kondisi yang cukup dan mudah tersedia bagi tanaman. Jika hanya dibahas dari segi kadar air tanah, semakin tinggi liat kandungan air semakin tinggi, tetapi air yang tersedia kecil. Oleh sebab itu daya ikat (retensi) air harus ditingkatkan tetapi ketersediaan harus baik. Pada tanah dengan kandungan liat yang tinggi pemberian bahan organik akan memperbaiki aerasi dan kapasitas tukar kation tanah. Bahan organik adalah bahan yang berukuran sangat halus tetapi bukan koloid. Dalam hal ini bahan organik berperanan dalam konservasi air yang akan digunakan tanaman pada saat tanaman membutuhkan. Pemberian bahan organik telah dibuktikan oleh Inman-Bamber and Smith (2005) mampu mendukung pembentukan tajuk tanaman dan sukrosa dalam batang pada tanaman yang tumbuh pada jenis tanah yang padat. Akar tanaman keprasan akan berkembang lebih baik jika ditambahkan bahan organik

52 28 dengan jumlah yang cukup, yaitu sekitar 7,5 ton per ha (Shuka et al., 2008). Bahan organik yang digunakan oleh Sukha dalam penelitiannya adalah pupuk kandang. Banyak penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan peningkatan retensi air akibat pemberian bahan organik, bahkan terhadap variabel lain di tanah. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Hatfield et al. ( 2001) mendapatkan bahwa dengan penambahan bahan sisa tanaman gandum ternyata menurunkan laju evaporasi sebesar 34 50% dan meningkatkan hasil sebesar 393 kg hasil gandum. Penelitian lain yang dilakukan bahkan mendapatkan suatu hubungan yang nyata antara hasil (Y) dengan retensi air (WR) dan total C organik (TOC). Persamaan yang didapat bervariasi antara hasil tahun 1992 dengan tahun 1994, yaitu Tahun 1992 Y = 183,1 + 2,05 WR + 120,7 TOC (r = 0,51) Tahun 1994 Y = 362,0 + 4,8 WR + 49,5 TOC (r = 0,59) Tindakan perbaikan tanah atau penyehatan tanah telah diterapkan secara baik di areal tebu di Australia. Disadari bahwa selama lebih dari 25 tahun tanah digunakan untuk penanaman tebu secara monokultur sehingga terus merosot kesehatannya. Oleh sebab itu Australia mulai mengembangkan sistem pertanian tebu berkelanjutan dengan menerapkan keseimbangan tingkat kesuburan tanah yang dilihat secara komprehensif dari sisi fisik, kimia dan biologi (Bell et al., 2007). Program ini dikenal dengan Sustainable Sugarcane Farming System yang saat ini terus dikembangkan dengan berbagai penelitian (Garside, 2000). Beberapa percobaan yang dilakukan oleh Satuan Pengembangan Tebu Dinas Perkebunan Jawa Timur menunjukkan bahwa dengan pemberian blotong hasil tanaman tebu meningkat sampai dengan 10% pada lahan kering. Penelitian lainnya yang dilakukan di wilayah PG Madukismo (Yogyakarta) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu meningkatkan produktivitas hablur tanaman pertama (PC) tetapi tidak nyata terhadap tanaman keprasan (Arifin dan Prihardini, 2007). Keberhasilan pengusahaan tebu di Lampung yang diusahakan di tanah dengan kadar liat tinggi adalah perbaikan sifat tanah (soil building) dengan pemberian bahan organik, yaitu blotong dan abu boiler (hasil pembakaran bagase). Blotong adalah hasil samping proses pemurnian nira pada pengolahan tebu (Gambar 9). Produk

53 29 blotong pada proses pengolahan tebu sekitar 4 persen. Kandungan utama blotong adalah kalsium, karbohidrat, fosfor dan bahan padatan lainnya. Ampas (32%) Tebu (100%) Nira (68%) Air (39%) Brix (Padatan total) 18%) Blotong (Filter cake) (4%) Pol (Gula total) (12%) Tetes (Molases) (4%) Hablur (Gula kristal) (8%) Gambar 9 Neraca bahan pada proses pengolahan gula tebu (PG Gunung Madu Plantation, 1999) Hasil penelitian pemberian blotong segar yang selama ini dilakukan ternyata baru mampu memperbaiki hasilnya pada musim kedua (tanaman keprasan). Oleh sebab itu saat dilakukan pengomposan blotong sebelum diaplikasikan ke tanah. Pemberian kompos blotong dan bagase ternyata mampu memperbaiki serapan hara dan pertumbuhan tanaman tebu di lahan kering, terutama unsur N dan S. Sementara untuk unsur P dan K pemberian kompos terlihat pengaruhnya pada akhir pertumbuhan tanaman (Guntoro et al., 2003). Pada penelitian di lapangan (PG Tjoekir) musim tanam 2003/2004 yang telah dilakukan dengan dosis kompos blotong 3 ton per hektar ternyata mampu meningkatkan produksi tebu 10-20% dan rendemen 0,5-0,7 persen. Hasil analisis kompos blotong disajikan pada Tabel 7..

54 30 Tabel 7 Hasil analisis kompos blotong No. Hasil Analisis Kompos I Contoh Kompos II 1 ph (H 2 O) 7,56 6,74 2 N (%) 0,93 0,81 3 C (%) 12,90 12,12 4 Nisbah C/N P 2 O 5 (%) 1,60 1,19 6 K 2 O (%) 1,07 0,93 7 KA (%) 41,12 35,16 Sumber : Litbang PTPN X, 2005 Varietas Tebu untuk Lahan Kering Kontribusi varietas tebu terhadap peningkatan produktivitas gula cukup nyata, mengingat produksi tanaman merupakan hasil kerjasama antara sifat genetis (varietas) dengan faktor lingkungannya. Keunggulan suatu varietas tidak bersifat mutlak atau terus menerus, tetapi dalam kurun waktu tertentu akan mengalami penurunan (degradasi). Oleh karena itu penggantian varietas unggul baru merupakan langkah strategis dalam mengatasi permasalahan produktivitas. Tanaman tebu yang semula ditanam di lahan sawah kemudian bergeser ke lahan kering tentu saja memerlukan varietas baru yang sesuai. Perilaku yang berbeda antar varietas perlu diketahui dan difahami agar sifat unggul tebu dapat berkembang secara maksimal. Tejera et al. (2007) menjelaskan bahwa tidak mudah mendeskripsikan varietas unggul tanaman tebu sebab pengusahaan tanaman tebu bukan hanya untuk menghasilkan batang yang banyak tetapi juga kandungan gula yang tinggi. Dengan berkembangnya pengusahaan tanaman tebu ke lahan kering, maka variabel verietas unggul harus ditambah masih berproduksi dengan baik pada kondisi kekurangan air. Usaha mengatasi cekaman kekeringan terhadap varietas dalam perakitannya dilakukan dengan menghasilkan varietas tebu yang memiliki bentuk morfologi dan sifat fisiologi khusus agar mampu mengatasi ancaman kekeringan terhadap pertumbuhan. Beberapa perubahan morfologi tanaman telah dilakukan dalam merakit varietas baru yang diharapkan tahan terhadap kekeringan. Tanaman untuk lahan kering harus memiliki bentuk morfologi yang mampu menekan laju transpirasi, yaitu memiliki daun yang berukuran sempit tetapi dengan indeks luas daun tidak

55 31 berkurang, memiliki lapisan lilin pada batangnya dan bulu pada daunnya (Ishaq et al., 2000). Lembaga resmi yang diberi mandat untuk mengembangkan varietas tebu oleh pamerintah ialah P3GI bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian yang ada di Indonesia dan di negara lain. Plasma nutfah tebu diperoleh dari berbagai negara antara lain Formosa (kode F), Mauritius (M), Queensland (Q) dan beberapa negara lainnya yang potensial. Varietas tebu yang unggul diperoleh melalui jalur (1) introduksi galur dari luar negeri dan diseleksi dengan kondisi alam di suatu daerah, (2), menyilangkan berbagai galur, baik antar galur lokal ataupun dengan galur introduksi, (3) cara mutasi untuk mendapatkan keturunan yang diinginkan. Paradigma keunggulan suatu varietas, sekarang berbeda dengan di waktu lampau. Dahulu untuk seluruh daerah hanya dikenal satu atau dua varietas unggul (satu untuk semua daerah), tetapi sekarang varietas unggul yang ada adalah spesifik lokasi (hanya unggul untuk daerah tertentu). Sebagai contoh dulu dikenal varietas POJ 3016 yang unggul untuk semua daerah, tetapi sekali varietas ini terserang suatu penyakit akibatnya fatal bagi seluruh daerah. Selain sifat ketahanan terhadap kekeringan, mengingat tebu harus dipanen sesuai dengan masa giling yang berlangsung 5-6 bulan sementara masa tanam saat ini relatif serempak, yaitu awal musim hujan, maka diatur varietas dengan umur matang yang berbeda. Dengan pengaturan varietas ini diharapkan tanaman sudah memiliki kandungan gula cukup tinggi pada saat dipanen, terutama untuk awal musim giling yang jatuh pada bulan Mei-Juni. Umur varietas matang awal adalah 8-10 bulan, matang tengah bulan, dan matang lambat >12 bulan. Penentuan varietas yang sesuai untuk suatu daerah dilakukan evaluasi varietas dan rating masing-masing. Parameter yang dijadikan kriteria adalah (1) keragaan tanaman dengan bobot 30%, (2) nilai pabrikasi dengan bobot 30% dan (3) produktivitas kebun dengan bobot 40%. Peubah yang diamati adalah: (1) Keragaan tanaman : a. Kemampuan umum (kanopi, bentuk daun, ketegaran batang, diameter, kerapatan tanaman, dan kemudahan diklentek) b. Jumlah batang per meter juringan (alur tanam) c. Bobot batang per meter

56 32 d. Lubang dan pada batang (gabus batang) e. Pertumbuhan sogolan (anakan yang muncul di akhir pertumbuhan) f. Pertumbuhan siwilan (tunas yang tumbuh dari mata batang) g. Pembungaan h. Serangan penggerek pucuk, penggerek batang dan penyakit (2) Nilai pabrikasi a. Brix tebu di lapangan, diukur dari contoh batang di kebun b. Hasil penggilingan dengan gilingan contoh untuk mengetahui (a) Brix, (b) Pol, dan (3) kadar nira tebu (3) Produktivitas kebun terdiri dari komponen (a) bobot batang tebu yang layak panen, (b) rendemen, dan hasil hablur. Tiap peubah diberikan skor dengan selang 1 3 dengan batasan 1 berarti jelek dan 3 berarti baik. Varietas tebu yang baik harus memiliki total skor tinggi dari semua nilai yang diamati.

57 KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH Abstrak Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui keragaan varietas pada beberapa kadar air yang berbeda. Digunakan 7 varietas tebu yang memiliki potensi untuk dikembangkan di lahan kering, yaitu PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS dan BL yang diberikan perlakuan kadar air tanah sebesar 100%, 75% dan 50% kapasitas lapang (KL). Dari pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan, terlihat bahwa cekaman air mulai nyata pada kadar air 50% KL. Dari perhitungan Drought Tolerance Index (DTI ) ketujuh varietas hanya mampu tumbuh dengan baik sampai kadar air tanah 75% KL. Varietas BL dan PS 864 memiliki nilai mendekati nilai toleran, sedangkan lainnya memiliki nilai cukup toleran. Meskipun nilai DTI varietas PS 921 termasuk sedang, tetapi memiliki biomasa dan efisiensi penggunaan air yang paling tinggi pada semua perlakuan kadar air tanah. Hal ini menunjukkan bahwa varietas PS 921 memiliki potensi paling tinggi diantara varietas lainnya sebagai varietas tebu lahan kering. Kata kunci: varietas, cekaman air, drought tolerance index 33

58 SUGAR CANE VARIETIES PERFORMANCE ON VARIOUS SOIL WATER CONTENT Abstract The objective of this research was to study the effect of water supply on the performance of several varieties of sugarcane. This experiment used seven varieties of sugarcane that has the potential to be developed for upland, namely PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS and BL, were grown under soil water content treatment at 100%, 75% and 50% field capacity (FC). From 3 months observations, it appeared that water stress was started to affect growth at 50% of FC. From the calculation of Drought Tolerance Index (DTI), seven varieties were able to grow well with the soil water content up to 75% FC. Based on DTI, BL and PS 864 has DTI value close to the tolerant, while others are moderatly tolerant. Although the DTI value of PS 921 was moderately tolerance, it has the highest biomass on all of the soil water content treatment. It shows that PS 921 has the highest potential among the others as upland varietiy. Keywords: variety, water stress, drought tolerance index 34

59 35 Pendahuluan Penanaman varietas unggul baru dapat meningkatkan produktivitas, asalkan syarat dan kondisi lingkungan tumbuh terpenuhi. Untuk mengatasi adanya pergeseran areal penanaman tebu ke lahan kering diperlukan varietas unggul yang adaptif terhadap kondisi lahan kering. Defisit air adalah salah satu faktor pembatas produksi tebu di lahan kering. Pengaruh cekaman air yang terjadi pada satu varietas tidak sama bagi varietas lainnya (Silva et al., 2008). Banyak varietas tebu yang sudah dihasilkan sampai sekarang, baik hasil dari P3GI maupun introduksi dari negara penghasil gula seperti Brasil, Taiwan atau Queensland, Australia. Umumnya seleksi yang dilakukan di Indonesia belum memasukkan sifat ketahanan terhadap kekeringan, sebab orientasi seleksi masih pada tebu sawah. Negara lain seperti Thailand, Brasil, India dan beberapa negara Afrika telah memasukkan sifat ketahanan terhadap kekeringan sebagai salah satu sifat dalam melakukan seleksi varietas tebu (Ishaq et al., 2000; Ishaq and Olaoye, 2008). Beberapa karakter penting suatu varietas yang berhubungan dengan ketahanan terhadap kekeringan adalah (1) daun sempit dan tegak, (2) cepat berkecambah, (3) lebih awal bertunas, dan (4) adanya rambut pada pelepah daun (Olaoye, 2002). Varietas yang sudah digunakan secara luas adalah PS 921 dan BL, selebihnya masih menggunakan varietas introduksi dari beberapa negara yang diberi nama dengan awalan BZ atau F. Keberhasilan variets PS 921 di lahan kering cukup baik tetapi kelemahannya tidak tahan terhadap penyakit luka api yang banyak menyerang tebu lahan kering. Perkebunan tebu swasta di Lampung menggunakan galur-galur introduksi yang kemudian diberi nama lokal, misalnya dengan huruf GP untuk Gula Putih Mataran, GM untuk Gunung Madu. Varietas-varietas ini sebagian cukup baik untuk daerah Lampung. Ekspresi pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan oleh pengaruh cekaman air adalah tinggi batang, jumlah tunas, diameter batang, dan bobot batang. Tinggi dan diameter batang adalah variabel yang memiliki korelasi positif dengan bobot batang, sehingga kedua variabel ini sangat penting dalam melakukan seleksi terhadap suatu varietas yang akan ditanam di lahan kering (Silva et al., 2008). Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari keragaan beberapa varietas tebu pada berbagai perlakuan kadar air tanah.

60 36 Bahan dan Metode Percobaan dilakukan di rumah berdinding kasa kawat milik Balai Penelitian Tanaman Pangan, Cimanggu Bogor, April 2006 sampai Juni Penanaman dilakukan dalam wadah ember plastik yang memiliki volume 10 kg tanah kering udara. Pada percobaan ini digunakan tujuh varietas tebu yang diunggulkan untuk program peningkatan produktivitas, yaitu : (1) PS 851, (2) PS 864, (3) PS 862, (4) PS 921, dan (5) PS 951, (6) PS , dan (7) BL. Varietas yang diawali dengan huruf PS adalah hasil seleksi P3GI Pasuruan, sedangkan BL adalah varietas unggul yang berasal dari varietas lokal di daerah Bululawang, Malang Selatan. Deskripsi masing-masing varietas disajikan pada Lampiran 6. Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi, dengan petak utama adalah kadar air tanah (K) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 100% kapasitas lapang (K1), 75% kapasitas lapang (K2), dan 50% kapasitas lapang (K3); sebagai anak petak adalah varietas (V) yang terdiri tujuh varietas, yaitu PS 851 (V1), PS 862 (V2), PS 864 (V3), PS 921 (V4), dan PS 951 (V5), PS (V6), dan BL (V7). Tiap perlakuan diulang tiga kali dan tiap unit percobaan terdiri atas 3 wadah. Model aditif linear dari rancangan tersebut adalah : i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 y ijk i j y ijk = + i + j + ( ) ij + k + ( ) jk + ijk = nilai pengamatan peubah y pada ulangan ke-i, kadar air tanah ke-j, dan varietas ke-k = nilai rataan umum = tambahan nilai karena ulangan ke-i = tambahan nilai karena kadar air tanah ke-j ( ) ij = galat (1) k = tambahan nilai karena varietas ke-k ( ) jk = tambahan nilai karena kadar air tanah ke-j dan varietas ke-k ijk = galat (2)

61 37 Bibit yang digunakan untuk penanaman adalah bibit bagal (mata tidur) satu mata. Tiap wadah plastik diisi tanah kering angin yang berasal dari kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Pangan Cimanggu sebanyak 10 kg. Tanaman dipupuk dengan dosis standar, yaitu 600 kg ZA, 250 kg SP-36, dan 200 KCl per hektar. Dosis tiap pot plastik adalah 2,88 g Urea, 1,2 g SP-36 dan 0,48 g KCl. Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam, masing-masing ½ dosis. Penentuan kadar air tanah dilakukan dengan cara memberikan air pada kolom tanah (dalam tabung kaca) sampai mencapai kapasitas lapang. Kadar air kapasitas lapang diukur pada saat air tidak lagi menetes dari kolom tanah. Tanah dengan keadaan demikian kemudian diukur kadar airnya lewat metode gravimetri. Keadaan ini digunakan sebagai kondisi 100% kadar air tanah setara kapasitas lapang. Selanjutnya dihitung kondisi 75% dan 50% kapasitas lapang. Air yang ditambahkan jumlah sebanyak air yang berkurang dibandingkan bobot pot dan tanaman pada penimbangan sebelumnya. Kehilangan air dianggap sebagai besarnya evapotranspirasi sehingga dengan penambahan air sebesar berkurangnya bobot, kondisi kadar air tanah tetap seperti perlakuan bersangkutan. Tiap bulan dilakukan koreksi dengan menimbang satu tanaman (dicabut) sebagai koreksi penyiraman. Koreksi dilakukan dengan mengurangi hasil penimbangan tanaman percobaan (dengan wadahnya) dengan bobot tanaman yang dicabut sebagai koreksi. Percobaan dilakukan selama 3 bulan dan dilakukan pengamatan 2 minggu sekali sejak tanaman berumur 2 minggu setelah tanam. Peubah dan waktu pengamatan adalah (1) dua minggu sekali : tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah sampai, jumlah daun per tanaman, luas daun dengan mengukur panjang dan lebar daun (+) 1 (daun pertama yang membuka sempurna), (2) akhir percobaan : jumlah stomata daun, indeks luas daun yang diukur pada akhir percobaan, jumlah anakan, diameter batang diukur pada ruas kedua dari bawah, bobot kering tanaman, kandungan protein dan karbohidrat jaringan, dan kandungan prolina, kandungan protein dihitung dari analisis N total yang dikonversi menjadi kandungan protein, (3) jumlah air yang ditambahkan pada tiap perlakuan, (4) nisbah jumlah air yang diberikan dengan hasil biomasa, dan pengamatan jaringan tanaman

62 38 (batang dan daun) untuk melihat adanya perubahan bentuk sel tanaman yang mengalami cekaman air. Pengamatan jaringan tanaman dilakukan dengan cara pembuatan penampang melintang jaringan dan diamati dengan mikroskop pada pembesaran (10 40) kali. Untuk melihat tingkat toleransi suatu varietas digunakan nilai Drought Tolerance Index (DTI/Indeks Toleransi terhadap Kekeringan). Suatu varietas disebut toleran terhadap kekeringan jika nilai DTI > 80, cukup toleran jika nilai DTI antara dan tidak toleran jika nilai DTI < 50 (Bakumousky and Bakumousky, 1972 dalam Ishaq et al., 2000). Nilai DTI dihitung dengan rumus : DTI = {1-(Yi-Ym)/Yi } 100, dimana Yi adalah hasil atau biomasa dalam kondisi tidak mengalami cekaman dan Ym adalah hasil atau biomasa dalam kondisi mengalami cekaman. Hasil Percobaan Keadaan umum Suhu minimum dan maksimum di rumah kaca berkisar antara 26,17 39,15 C dan kelembaban udara berkisar antara 67,35-91,11 persen. Radiasi yang masuk ke rumah kaca berkisar antara 288,57-776,00 Lux. Suhu maksimum dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan suhu maksimum di lapangan, sehingga akan berpengaruh terhadap laju evaporasi dan transpirasi. Selama percobaan berlangsung tidak terjadi gangguan hama, penyakit maupun gulma. Pangendalian gulma (penyiangan) dilakukan secara manual. Pada kadar air 50% KL, tanaman PS 851 dan PS mati pada umur 12 MST. Pertumbuhan Terdapat interaksi antara kondisi kadar air tanah dengan varietas terhadap tinggi tanaman pada saat umur 10 dan 12 MST. Hal ini berarti masing-masing varietas mempunyai tanggap yang berbeda terhadap kondisi kadar air tanah. Pada saat umur 12 MST varietas PS dan PS 851 mati. Kematian ini disebabkan tanaman mengalami cekaman air berat karena akar tidak mampu mengimbangi laju transpirasi. Dari 7 varietas terlihat bahwa pada 100% KL varietas PS

63 39 memiliki ukuran yang paling rendah dan varietas PS 921 paling tinggi. Perubahan tinggi tanaman terjadi saat kondisi kadar air tanah turun. Pada kadar air tanah 75% KL varietas PS 862 paling tinggi dan relatif tidak mengalami perbedaan tinggi tanaman yang berarti, sementara varietas PS 851 dan BL berbeda secara nyata. Perubahan tinggi tanaman tidak nyata pada saat kadar air 50% KL, meskipun lebih rendah (Tabel 8 dan Tabel 9). Hasil analisis data menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman pada kondisi 100% KL paling tinggi dibandingkan tanaman pada perlakuan 75% dan 50% KL. Rata-rata tinggi tanaman pada 100% KL adalah 168,86 cm, sedangkan pada 75% dan 50% KL berturut-turut hanya 143,76 cm dan 111,17 cm (Tabel 8). Tabel 8 Tinggi tanaman tebu umur 2 MST sampai dengan 12 MST Perlakuan Kadar Air Umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST... cm % KL 77,57 b 122,24 c 137,14 c 153,81 b 161,24 b 168,86 b 75% KL 72,29 ab 99,48 b 110,62 b 124,95 ab 137,67 ab 143,76 ab 50% KL 60,05 a 74,76 a 84,05 a 93,75 a 110,22 a 111,17 a Varietas PS ,67 c 70,44 c 88,38 c 105,00 b 126,43 b PS ,22 a 108,89 ab 116,00 abc 129,11 ab 141,22 ab 143,56 ab PS ,89 a 106,78 ab 120,11 ab 128,67 ab 136,33 ab 147,56 ab PS ,56 ab 116,44 a 130,78 a 143,11 a 153,22 a 158,44 a PS ,44 bc 96,67 ab 111,67 abc 126,00 ab 138,11 ab 138,67 ab PS ,78 ab 101,00 ab 108,56 abc 121,11 ab 138,38 ab BL 70,22 ab 91,56 bc 99,22 bc 117,44 ab 127,67 ab 140,33 ab Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf nyata 5% Varietas PS 851 dan PS mati pada perlakuan air 50% KL Pengaruh kadar air tanah terhadap tinggi tanaman masing-masing varietas nyata pada umur 10 dan 12 MST. Pada kondisi kadar air tanah 100% Kl varietas 921 paling tinggi dibandingkan lainnya. Sementara itu pada saat kadar air tanah diturunkan menjadi 75% kapasitas lapang, varietas PS 851, PS 862, dan BL tinggi tanamannya berkurang dengan nyata, sedangkan varietas lainnya masih tidak

64 40 berbeda. Semakin berkurang kadar air tanah sampai tingkat 50% varietas PS 851 dan PS sudah mati sementara varietas lainnya masih mampu hidup meskipun terjadi pengurangan tinggi tanaman (Tabel 9). Tabel 9 Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah tinggi tanaman tebu umur 12 MST Varietas Kadar Air 100% KL 75% KL 50% KL... cm... PS ,33 a 114,67 b - - PS ,67 a 158,00 a 96,00 b PS ,67 a 150,33 b 108,67 c PS ,00 a 160,67 a 126,67 b PS ,33 a 148,67 a 107,00 b PS ,33 a 148,33 a - - BL 166,67 a 125,67 b 128,67 b Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Jumlah daun per tanaman lebih dipengaruhi oleh kadar air tanah. Pada awal pertumbuhan sampai dengan umur 4 MST tidak terdapat perbedaan jumlah daun pada kadar air yang berbeda. Mulai umur 6-8 MST jumlah daun pada tanaman yang tumbuh pada kadar 75% dan 50% mulai berkurang secara nyata dibandingkan pada kadar air 100% KL. Namun semakin tua umur tanaman jumlah daun pada tanaman dengan kadar air 50% KL paling sedikit dibandingkan tanaman pada kadar air 100% dan 75% KL (Tabel 10). Dari data jumlah dan luas daun yang tersaji pada Tabel 10 dan Tabel 11 terlihat bahwa tidak menunjukkan hubungan yang linear antara keduanya. Luas daun tidak serta merta lebih besar apabila jumlah meningkat. Luas daun dipengaruhi jumlah daun luas masing-masing daun secara individu. Dari data terlihat bahwa meskipun jumlah daun dari semua varietas tidak berbeda nyata, tetapi luas daunnya berbeda. Varietas PS 862 memiliki luas daun terbesar dibandingkan varietas lainnya. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan luas daun akibat tanaman mengalami kekurangan air.

65 41 Tabel 10 Jumlah daun tiap tanaman umur 2-12 MST Perlakuan Kadar Air Umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 100% KL 4,76 6,05 7,24 a 8,67 a 7,76 a 7,43 a 75% KL 4,52 5,76 6,05 b 7,19 b 6,57 b 6,86 a 50% KL 4,05 4,95 5,15 c 5,90 c 5,78 b 5,33 b Varietas PS 851 4,56 ab 5,22 bc 6,00 7,00 6,57 PS 864 4,56 ab 5,56 bc 6,22 7,33 6,44 6,67 PS 862 5,11 a 6,67 a 6,44 7,33 6,78 6,56 PS 921 4,67 ab 6,11 ab 6,56 7,22 6,56 6,89 PS 951 3,89 b 5,00 c 5,56 7,11 6,44 6,11 PS ,22 ab 5,56 bc 6,44 7,56 7,13 BL 4,11 b 5,00 c 5,89 7,33 7,33 6,33 Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf nyata 5% Tabel 11 Luas daun tiap tanaman umur 2 12 MST Perlakuan Kadar Air Umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST... cm % KL 94,09 a 123,20 a 170,69 a 269,16 a 350,71 a 417,14 a 75% KL 86,47 a 103,66 a 119,78 b 155,06 b 241,22 b 267,89 b 50% KL 59,97 b 70,18 b 77,14 c 103,36 b 151,21 b 170,43 c Varietas PS ,32 c 69,67 c 97,35 b 136,10 b 181,90 b PS ,60 bc 91,09 abc 109,49 b 163,40 ab 228,87 ab 271,10 bc PS ,70 a 110,83 a 154,23 a 220,05 a 310,79 a 381,29 a PS ,83 a 124,51 a 158,17 a 219,09 a 301,40 a 317,17 ab PS ,05 c 76,29 bc 86,66 b 138,70 b 201,43 b 220,19 c PS ,73 ab 104,68 ab 124,97 ab 171,93 ab 273,54 ab BL 96,01 a 116,04 a 129,12 ab 185,39 ab 256,49 ab 309,36 ab Keterangan: nilai rataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf nyata 5% Luas daun dipengaruhi oleh kadar air tanah dan respon tiap tanaman berbeda di saat umur 12 MST. Secara umum luas daun semakin kecil dengan menurunnya

66 42 kadar air tanah. Pada saat awal pertumbuhan (sampai dengan 4 MST) tidak terdapat perbedaan luas daun antara perlakuan kadar air 100% KL dengan 75% KL, tetapi dengan berjalannya umur tanaman perbedaan luas daun akibat perbedaan kadar air tanah semakin nyata. Pada umur 12 MST varietas PS 862 memiliki daun paling luas dibandingkan varietas lainnya. Respon tiap verietas akibat perbedaan kadar air tanah berbeda umur pada 12 MST (Tabel 12). Varietas PS 851 mengalami penurunan luas daun paling tajam dibandingkan verietas lainnya. Sementara varietas PS 862 baru mengalami penurunan luas daun secara tajam setelah kadar air tanah turun 50% KL (Tabel 12). Tabel 12 Interaksi antara varietas dan kadar air terhadap luas daun umur 12 MST Varietas Kadar Air 100% KL 75% KL 50% KL... cm 2... PS ,28 a 144,71 b -- PS ,57 a 274,93 b 95,81c PS ,40 a 472,23 a 155,25b PS ,38 a 315,84 b 164,28c PS ,23 a 207,67 b 108,69c PS ,91 a 238,53 b -- BL 430,21 a 221,30 b 276,59c Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Tiap varietas memberikan respon yang berbeda akibat perbedaan kadar air tanah pada peubah diameter batang. Diameter batang terbesar dimiliki oleh varietas PS 862 dan terkecil varietas PS 851. Dengan menurunnya kadar air tanah semua varietas mengalami penurunan diameter batang. Varietas PS memiliki batang yang relatif kecil perubahannya pada saat kadar air tanah turun (Tabel 13). Fungsi batang pada tanaman salah satunya adalah sebagai saluran lewatnya air dan unsur hara dari akar ke tajuk. Pada saat tanaman mengalami kekuarangan air dan menyebabkan pertumbuhan batang kecil, secara langsung juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bagian atas tanaman yang ditunjukkan pada berkurangnya ukuran daun. Varietas yang memiliki kemampuan membentuk batang besar akan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan daun yang besar juga.

67 Tabel 13 Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah diameter batang umur 12 MST Varietas Kadar Air 100% KL 75% KL 50% KL... cm... PS 851 *) 1,07 a 0,80 b - - PS 864 1,17 a 1,05 b 0,85 c PS 862 1,42 a 1,25 b 0,97 c PS 921 1,15 a 1,07 b 0,98 c PS 951 1,10 a 0,95 b 0,67 c PS ,13 a 1,03 b - - BL 1,12 a 0,98 b 0,92 b Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% 43 Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Inman-Bamber, 2004; Tejera et al., 2007; Ishaq and Olaoye, 2008) menunjukkan bahwa salah pengaruh penurunan kadar air tanah adalah terhadap jumlah tunas. Secara umum semua verietas mengalami penurunan jumlah tunas secara nyata akibat penurunan kadar air tanah, tetapi penurunan terlihat lebih besar jika kadar air tanah turun sampai 50% KL. Tabel 14 Interaksi antara varietas dengan kadar air tanah terhadap jumlah tunas Varietas Kadar Air 100% KL 75% KL 50% KL PS 851 2,00 a 1,67 a - - PS 864 2,33 a 1,33 b 1,00 b PS 862 2,33 a 2,33 a 1,67 b PS 921 1,33 a 1,00 a 1,00 a PS 951 1,33 a 1,67 ab 2,00 b PS ,00 a 1,00 b - - BL 2,33 a 2,00 a 1,33 b Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% Analisis karbohidrat dan protein Kandungan karbohidrat dan protein tidak dipengaruhi oleh kadar air tanah dan varietas (Tabel 15). Secara teori seharusnya tanaman yang tumbuh dalam kondisi cekaman air akan memiliki nisbah C/N yang lebih besar, sehingga terlihat lebih

68 44 berserat dibandingkan tanaman yang tumbuh pada kondisi cukup air. Pada kondisi tanaman mengalami cekaman air, serapan unsur nitrogen berkurang sehingga pembentukan protein juga berkurang (Wiedenfeld, 1999). Hasil percobaan tidak menunjukkan hasil serupa mungkin karena pengambilan contoh tanaman pada percobaan ini dilakukan lebih awal daripada yang dilakukan Wiedenfeld (1999). Wiedenfeld (1999) melakukan analisis karbohidrat dan protein pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan maksimum (6 BST), sehingga kandunan C sudah lebih besar daripada N dalam jaringan tanaman. Tabel 15 Kandungan karbohidrat, protein, nisbah karbohidrat/protein, dan jumlah stomata pada tanaman Perlakuan Kadar Air Karbohidrat (%) Protein (%) Nisbah KH/Prot Jumlah stomata daun/cm 2 100% KL 28,90 8,76 3,30 46,10 a 75% KL 29,51 11,16 2,64 40,62 b 50% KL 31,95 10,75 2,97 39,63 b Varietas PS ,25 12,17 2,32 39,50 cd PS ,11 10,46 2,97 38,56 cd PS ,48 9,99 3,05 48,56 a PS ,97 9,88 3,03 46,67 ab PS ,90 10,24 2,72 44,00 bc PS ,40 9,41 3,34 40,63 cd BL 28,65 9,03 3,17 37,00 d Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf nyata 5% Jumlah stomata Tidak terdapat interaksi antara kadar air tanah dengan varietas terhadap jumlah stomata. Penurunan kadar air tanah berakibat pada penurunan jumlah stomata, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah stomata pada perlakuan kadar air 75% KL dengan 50% KL. Stomata akan berkurang jumlahnya pada saat tanaman merasakan gejala berkurangnya suplai air oleh akar akibat kadar di dalam tanah menurun. Pengurangan jumlah stomata tampaknya merupakan mekanisme tanaman dalam usahanya untuk mengurangi laju transpirasi. Dengan jumlah stomata yang

69 45 berkurang, efek yang mungkin timbul adalah berkurangnya jumlah CO 2 yang masuk sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Varietas PS 862 memiliki jumlah stomata paling banyak dan varietas BL paling sedikit dibandingkan verietas lainnya (Tabel 15). Dalam proses metabolisme berkurangnya suplai CO 2 dapat berakibat berkurangnya pembentukan gula, sehingga jika berlangsung dalam waktu yang lama akan menurunkan jumlah gula yang dibentuk. Hal ini tentu saja tidak diinginkan sebab akan menyebabkan rendahnya rendemen batang tebu. Varietas PS 862 dengan batang yang besar nampaknya memiliki kemampuan mengimbangi laju transpirasi dengan memasok air dengan jumlah yang seimbang. Varietas ini akan mengalami ancaman defisit air jika kadar air tanah tidak mencukupi suplai yang dibutuhkan oleh tanaman, artinya meskipun akar memiliki kemampuan menyerap air tetapi jika jumlahnya kurang tetap saja tidak mampu mengimbangi laju transpirasi. Nisbah air dengan biomasa Secara umum bobot kering dipengaruhi oleh kadar air tanah. Pada kondisi 100% KL tidak terdapat perbedaan bobot kering secara nyata antar varietas. Varietas yang memiliki bobot kering paling besar adalah varietas PS 921, sedangkan yang hampir sama besar bobot keringnya adalah PS 862 dan PS 864. Penurunan bobot kering terbesar akibat penurunan kadar air tanah dari 100% KL ke 75% KL adalah varietas PS 851, sedangkan varietas BL dan PS 864 memiliki persentase penurunan yang paling kecil (Tabel 16). Penurunan kadar air tanah dari 75% menjadi 50% kapasitas lapang menyebabkan penurunan bobot kering tanaman lebih dari 50% kecuali varietas PS 921 dan BL. Hal ini menunjukkan bahwa varietas yang dicoba hampir semuanya hanya mampu tumbuh dengan baik sampai kadar air 75% KL. Pada Tabel 16 ditunjukkan bahwa jika kadar air tanah diturunkan, tiap varietas akan memberikan respon yang berbeda. Varietas PS 851 dan PS bahkan tidak mampu tumbuh pada kadar air tanah 50% KL. Seberapa besar penurunan bobot kering masing-masing varietas dalam kondisi kadar air yang semakin kecil merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk melihat toleransi terhadap cekaman kekeringan.

70 46 Tabel 16 Interaksi varietas dan kadar air terhadap bobot kering tanaman Varietas Kadar Air 100% KL 75% KL 50% KL g/tanaman PS ,73 a 12,79 b 55% % PS ,77 a 30,41 b 29% 13,61 c 55% PS ,55 a 28,32 b 39% 10,88 c 62% PS ,48 a 31,15 b 44% 20,54 b 34% PS ,22 a 16,54 ab 34% 7,74 b 53% PS ,68 a 21,02 a 34% % BL 35,80 a 25,98 a 27% 14,41 b 45% Keterangan : nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Angka persen adalah penurunan bobot kering akibat penurunan kadar air tanah Terdapat korelasi yang nyata antara jumlah pemberian air dengan biomasa yang dihasilkan (r = 0,84). Varietas yang memiliki nisbah air dengan biomasa terkecil adalah PS 921. Kebutuhan air paling banyak untuk membentuk satu satuan bobot biomasa adalah verietas PS 951. Hal ini menunjukkan bahwa PS 921 paling efisien dalam penggunaan air dibanding lainnya (Tabel 17). Berdasarkan deskripsi varietas, PS 921 memiliki pertumbuhan awal cepat sehingga mampu membentuk biomasa dengan baik sejak awal pertumbuhan. Diduga karakteristik inilah yang menyebabkan varietas PS 921 memiliki kemampuan menghasilkan biomasa paling tinggi meskipun toleransinya terhadap kekeringan termasuk sedang. Tabel 17 Total air ditambahkan dan nisbah dengan bobot kering per tanaman Perlakuan Jumlah air (ml) Nisbah Air/BK Kadar Air 100% KL ,3 a 425,49 75% KL ,9 b 591,64 50% KL 7 478,6 c 634,69 Varietas PS b 612,13 PS ab 514,96 PS a 567,65 PS a 425,30 PS b 711,00 PS ab 520,90 BL ab 484,64 Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf nyata 5%

71 47 Kandungan prolina Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan melakukan penyesuaian osmotik melalui akumulasi atau sintesis zat terlarut yang menurunkan potensial solut dan mempertahankan turgor sel. Salah satu zat yang sering dihasilkan tanaman untuk penyesuaian osmotik pada tanaman yang tahan cekaman kekeringan adalah senyawa prolina yang terakumulasi di jaringan daun. Kandungan prolina pada daun yang mengalami cekaman kekeringan kali lipat dibandingkan tanaman yang kecukupan air. Pada tanaman yang mengalami cekaman, prolina merupakan komponen asam amino terbesar dalam jaringan (30% dari total nitrogen terlarut). Penelitian oleh Gulamahdi (2008) mendapatkan bahwa cekaman kekeringan meningkatkan kandungan prolina tanaman temu lawak. Penelitian lain pada tanaman jagung menunjukkan genotipe toleran cekaman kekeringan memiliki karakter bobot kering akar, panjang akar, jumlah akar seminal, dan kandungan prolina di akar primer yang besar dibanding genotipe peka (Effendi, 2009). Berdasarkan teori dan temuan beberapa penlitian, maka dilakukan analisi prolina pada barietas tebu yang toleran dan tidak toleran terhadap kekeringan. Analisis prolina hanya dilakukan pada Varietas PS 851 dan PS 921 yang dianggap berbeda ketahanannya terhadap kekeringan. Tidak terdapat peningkatan kandungan prolina pada varietas PS 921 akibat cekaman air. Nampaknya tanaman tebu tidak menempuh mekanisme peningkatan prolina untuk mempertahankan diri dari cekaman kekeringan. Kemungkinan tanaman menempuh mekanisme perubahan pola pertumbuhan dalam usaha mempertahankan diri dari cekaman kekeringan. Dalam penelitiannya, Rinanto dan Sugiharto (2011) mengusulkan penggunaan analisis kandungan enzim Sucrose Phosphate Synthase (SPS) sebagai indikator fisiologis ketahanan kekeringan pada tebu. Tabel 18 Kandungan prolina pada jaringan tanaman Varietas Kadar air tanah 100% KL 75% KL 50% KL... %... PS 851 0,114 0,121 0,119 PS 921 0,124 0,129 0,118

72 48 Analisis jaringan tanaman Analisis jaringan tanaman dilakukan untuk mengetahui keadaan jaringan apabila tanaman mengalami cekaman air. Jaringan yang dilihat diambil dari batang dan daun dengan cara melihat penampang melintangnya (Gambar 10). Dari pengamatan jaringan batang dan daun terlihat bahwa varietas yang tidak tahan cekaman ternyata terjadi perubahan pada jaringan batang. Pada penampang batang terlihat sebagian selnya kosong dan membentuk suatu rongga yang besar, sedangkan pada varietas yang tidak mengalami cekaman seluruh penampang batang terlihat selnya penuh dan masif. Rongga kosong 100% KL 75% KL 50% KL Penampang Melintang Batang Varietas PS % KL 75% KL 50% KL Penampang Melintang Batang Varietas PS % KL 75% KL 50% KL Penampang Melintang Batang Varietas BL Gambar 10 Penampang melintang batang varietas PS 851, PS 921, dan BL

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu. Tabel 1 Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu. Tabel 1 Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk tanaman C4 yang sudah mengalami adaptasi dari tanaman liar (Saccharrum robustum L.). Dalam proses

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERSETUJUAN. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH vi ABSTRAK viii ABSTRACT. ix RINGKASAN..

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 Oleh: KARTIKA KIRANA SM A34103020 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH

KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH Abstrak Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui keragaan varietas pada beberapa kadar air yang berbeda. Digunakan 7 varietas tebu yang memiliki potensi

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: ARIF AL QUDRY / 100301251 Agroteknologi Minat- Budidaya Pertanian Perkebunan PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA ALLEN WIJAYA 070301024 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGELOLAAN AIR DENGAN PRODUKSI, KANDUNGAN GULA DAN NIKOTIN DAUN TEMBAKAU EKO SULISTYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

HUBUNGAN PENGELOLAAN AIR DENGAN PRODUKSI, KANDUNGAN GULA DAN NIKOTIN DAUN TEMBAKAU EKO SULISTYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR HUBUNGAN PENGELOLAAN AIR DENGAN PRODUKSI, KANDUNGAN GULA DAN NIKOTIN DAUN TEMBAKAU EKO SULISTYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sesungguhnya,

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY AGROEKOTEKNOLOGI - BPP TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK CAIR SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY ANDRY 080301097 AGROEKOTEKNOLOGI - BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1 2003 Purwono Posted 7 October, 2003 Science Philosophy (PPs 702) Graduate Program / S3 Institut Pertanian Bogor October 2003 Instructors: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Principal) Prof Dr Ir Zahrial Coto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H0709011 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA

HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA HUBUNGAN TRANSPIRASI DENGAN HASIL DAN RENDEMEN MINYAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) CHARLES YULIUS BORA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 Oktami: Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit... Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 (Bud Number Growth Comparison from

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

SKRIPSI : GRANDY BASAROJI NPM JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ISLAM KADIRI KEDIRI

SKRIPSI : GRANDY BASAROJI NPM JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ISLAM KADIRI KEDIRI PENGARUH DOSIS PUPUK BIO KOMPOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L) VARIETAS PS 882 SEBAGAI BIBIT METODE BUD CHIP SKRIPSI oleh : GRANDY BASAROJI NPM. 09230110009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN RESPON PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP JENIS DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK Lendri Yogi, Gusmiatun, Erni Hawayanti Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 APLIKASI ASAM OKSALAT

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG 1 PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH NIKO FRANSISCO SILALAHI 090301024

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : TSABITA BENAZIR MUNAWWARAH SYA BI AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH

SKRIPSI. Oleh : TSABITA BENAZIR MUNAWWARAH SYA BI AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE DAN RHIZOBIUM UNTUK KETERSEDIAAN HARA N DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merill.) DI TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA SKRIPSI Oleh : TSABITA BENAZIR MUNAWWARAH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/100301085 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PUPUK PELENGKAP CAIR DHARMAVIT TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI, SERTA SERAPAN HARA N, P, K TANAMAN PADI SAWAH

EFEKTIVITAS PUPUK PELENGKAP CAIR DHARMAVIT TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI, SERTA SERAPAN HARA N, P, K TANAMAN PADI SAWAH EFEKTIVITAS PUPUK PELENGKAP CAIR DHARMAVIT TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI, SERTA SERAPAN HARA N, P, K TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) VARIETAS IR 64 PADA LATOSOL DARMAGA Oleh RAHMAYANI A24101094 PROGRAM

Lebih terperinci

KESELARASAN PENYEDIAAN NITROGEN DARI PUPUK HIJAU DAN UREA DENGAN PERTUMBUHAN JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA W A W A N

KESELARASAN PENYEDIAAN NITROGEN DARI PUPUK HIJAU DAN UREA DENGAN PERTUMBUHAN JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA W A W A N KESELARASAN PENYEDIAAN NITROGEN DARI PUPUK HIJAU DAN UREA DENGAN PERTUMBUHAN JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA W A W A N SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI RUBEN PAHOTAN TAMBUNAN 060301023 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Study Agronomi. Oleh : HARIYATI S

TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Study Agronomi. Oleh : HARIYATI S UJI EFEKTIFITAS PENYERAPAN PHOSPAT PADA APLIKASI MIKRO BIOTA DAN ZPT ATONIK PADA MEDIA SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH TEBU (Sacharum officinarumn L.) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) MENGGUNAKAN METODE DIAGNOSIS AND RECOMMENDATION INTEGRATED SYSTEM (DRIS) DAN DEVIATION FROM OPTIMUM PERCENTAGE (DOP) Oleh YUNITA MAHARANI

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL SKRIPSI OLEH: RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI 110301232 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SERBUK SABUT KELAPA, KOMPOS DAUN DAN PUPUK KIMIA NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersiumn esculentum mill) Oleh Mitra Suri Penanaman tomat memerlukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.

Lebih terperinci

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN

%-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN %-d OJY PEROKSIDASI LIPID DAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE PADA KEDELAI DIBAWAH KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN JOFANNY GANAKIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman tropis berasal dari Asia ataupun Papua yang pengembangannya hingga daerah sub tropis sampai batas 19 º LU dan 35 º LS (Bakker

Lebih terperinci

RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH :

RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH : RESPONS DUA VARIETAS TANAMAN KEDELAI HITAM (Glycine soja) TERHADAP PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH : DION S PRATAMA SITEPU 080301029 AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK Oleh : DEWI RATNASARI (A24104056) DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.) Danti Sukmawati Ciptaningtyas 1, Didik Indradewa 2, dan Tohari 2 ABSTRACT In Indonesia, maize mostly planted

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan Media Peternakan, Agustus 24, hlm. 63-68 ISSN 126-472 Vol. 27 N. 2 Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua sesudah padi yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selain dikonsumsi, jagung

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT SKRIPSI OLEH: VICTOR KOMALA 060301043 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH 1 PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI OLEH : STEPHANIE C.C. TAMBUNAN

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR Prihyanti Lasma E. Sinaga 080301053 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Bahan Tanam dan Takaran Kompos Blotong terhadap Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.)

Pengaruh Jenis Bahan Tanam dan Takaran Kompos Blotong terhadap Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.) 14 Vegetalika. 2016. 5(2): 14-25 Pengaruh Jenis Bahan Tanam dan Takaran Kompos Blotong terhadap Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.) Effect of the Type of Planting Material and Rates of Compost

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3. Oleh :

PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3. Oleh : PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3 SKRIPSI Oleh : RUTH ERNAWATY SIMANUNGKALIT 060301034 BDP AGRONOMI PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun oleh : Rifqi Maulana NIM : PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS

SKRIPSI Disusun oleh : Rifqi Maulana NIM : PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS i PENGARUH KONSENTRASI DAN FREKUENSI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays var.saccharata Sturt) SKRIPSI Disusun oleh : Rifqi Maulana NIM : 2011-41-033 PROGRAM

Lebih terperinci

Increasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates

Increasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates Iurnal Taizah dan Llngkungan,Vol. 6 No. 1, Aprrl2004: 22-30 lssn 1410-7333 PENINGKATAN IKATAN P DALAM KOLOM TANAH GAMBUT YANG DIBERI BAHAN AMELIORAN TANAH MINERAL DAN BEBERAPA JENIS FOSFAT ALAM Increasing

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

APLIKASI CARA TANAM PADA DNA VARIETAS WIJEN, TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

APLIKASI CARA TANAM PADA DNA VARIETAS WIJEN, TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN Agritrop, Desember 2017 Agritrop, ISSN 1693-2877 Vol. 15 (2): 237-241 EISSN 2502-0455 Volume 15 (2) 237 http://jurnal.unmuhjember.ac.id/ index.php/agritrop APLIKASI CARA TANAM PADA DNA VARIETAS WIJEN,

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A

ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE. Oleh : MIZA A ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE Oleh : MIZA A14052442 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN 1 TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN SKRIPSI Oleh: RIA SRI HARTATY SIDAURUK 050301037 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH :

PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : PERIODE KRITIS KOMPETISI GULMA PADA DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L) HIBRIDA SKRIPSI OLEH : FITRI SUSI YANTI SIMAREMARE 060301020 DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 APLIKASI ASAM OKSALAT

Lebih terperinci

EKO ANDREAS SIHITE AGROEKOTEKNOLOGI

EKO ANDREAS SIHITE AGROEKOTEKNOLOGI PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH, SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN BEBERAPA SUMBER P SKRIPSI Oleh EKO ANDREAS SIHITE

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI 19 RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI Oleh: KHAIRUNNISA 100301046 / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HIDROPONIK TANAMAN SAWI BEDA VARIETAS DENGAN FORMULASI NUTRISI AB MIX DAN FORMULASI RACIKAN SKRIPSI OLEH : VYVIAN W. SIAGIAN / AGROTEKNOLOGI

HIDROPONIK TANAMAN SAWI BEDA VARIETAS DENGAN FORMULASI NUTRISI AB MIX DAN FORMULASI RACIKAN SKRIPSI OLEH : VYVIAN W. SIAGIAN / AGROTEKNOLOGI HIDROPONIK TANAMAN SAWI BEDA VARIETAS DENGAN FORMULASI NUTRISI AB MIX DAN FORMULASI RACIKAN SKRIPSI OLEH : VYVIAN W. SIAGIAN / 110301110 AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI Oleh: BENLI MANURUNG 050303003 ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK Oleh Yuni Restuningsih H0709130 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci