KARAKTERISTIK OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE WAKTU YANG BERBEDA DHIA MARDHIA ENGCONG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE WAKTU YANG BERBEDA DHIA MARDHIA ENGCONG"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE WAKTU YANG BERBEDA DHIA MARDHIA ENGCONG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Karakteristik Oosit Domba dari Ovarium yang Disimpan pada Suhu dan Periode Waktu yang Berbeda adalah benar-benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Dhia Mardhia Engcong NIM B

3 ABSTRACT DHIA MARDHIA ENGCONG. Characteristic of Sheep Oocytes from the Ovaries that was Store on Different Temperature and Different Period Of Time. Under direction of NI WAYAN KURNIANI KARJA. The aim of the study was to investigate the characteristic of sheep oocytes from the ovaries that was stored on different temperature at a different period of time. Ovaries obtained from the slaughter house. The ovaries were then stored at 4 C for the period of 2, 5-7 and 8-10 h, C for the 2, 5-7 and 8-10 h, and the third group was stored at C for 2, 5-7 and 8-10 h. At the end of the storage, the oocytes were collected from the ovaries using the slicing method. Collected oocytes were graded as A, B, C and D based on the layers of the cumulus cell and images of the cytoplasm. The percentage of the oocytes for grade A, B, C and D that was derived from the ovaries stored at 4 C are no differ than the other group (P>0.05). The percentage of oocytes of A s grade from the ovaries stored at the temperature of C for 2 hours were higher than the oocytes from the ovaries that were stored for 5-7 and 8-10 hours (P>0.05). Meanwhile the quantity of oocytes with the grade of B, C and D that was derived from the ovaries stored at the temperature of C did have not change compared to the other group (P>0.05). The quantity of oocytes with A s grade that was derived from the ovaries that was kept at the temperature C for 2 hours and 5-7 hours (P<0.05) did not show any changes, however there are descending number of oocytes with the A s grade that was derieved after 8-10 hours of storage (P<0.05). The number of oocytes with the B s grade that was collected after 5-7 hours after storing was higher compared to those stored for 2 and 8-10 hours (P<0.05). The number of oocytes with the D s grade is increasing parallel with the length of time for the storage at the temperature C (P<0.05). The percentage of the number of oocytes of the A and B s grade did have not different among other group except for the group of ovaries stored at the temperature of C for 5-7 and 8-10 h. These result suggested that storing the ovaries at C and C for the duration of 5-7 hours preserve the quality of the oocytes better in compared to storing the ovaries at the temperature of 4 C. Key words : oocytes, sheep, ovary storage

4 RINGKASAN DHIA MARDHIA ENGCONG. Karakteristik Oosit Domba dari Ovarium yang Disimpan pada Suhu dan Waktu Berbeda. Dibimbing oleh NI WAYAN KURNIANI KARJA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik oosit domba dari ovarium yang disimpan pada suhu dan periode penyimpanan yang berbeda. Ovarium dari rumah potong hewan dibagi menjadi tiga kelompok. Ovarium disimpan dalam larutan NaCl 0.9 % pada suhu 4 C selama 2, 5-7, dan 8-10 jam; pada suhu C selama 2, 5-7, dan 8-10 jam; dan pada suhu C selama 2, 5-7, dan 8-10 jam. Pada setiap akhir periode penyimpanan, oosit dikoleksi dari ovarium dengan menggunakan metode penyayatan. Oosit kemudian diseleksi dan dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu kelompok A, B, C, dan D berdasarkan lapisan sel kumulus dan gambaran sitoplasmanya. Persentase oosit dengan kualitas A, B, C, dan D yang diperoleh dari ovarium yang disimpan pada suhu 4 C tidak berbeda diantara kelompok perlakuan (P>0.05). Oosit dengan kualitas A dari ovarium yang disimpan pada suhu C selama 2 jam lebih tinggi dari pada oosit dari ovarium yang di simpan selama 5-7 dan 8-10 jam (P<0.05). Sedangkan oosit dengan kualitas B, C, dan D yang diperoleh dari ovarium yang disimpan pada suhu C tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara kelompok perlakuan (P>0.05). Oosit dengan kualitas A yang dikoleksi dari ovarium yang disimpan pada suhu C selama 2 jam sampai 5-7 jam penyimpanan ovarium (P>0.05) tidak berbeda, tetapi terjadi penurunan jumlah oosit dengan kulaitas A yang diperoleh setelah 8-10 jam penyimpanan (P<0.05). Oosit dengan kualitas B yang dikoleksi 5 jam setelah penyimpanan lebih tinggi daripada kelompok 2 dan 8-10 jam (P<0.05). Jumlah oosit dengan kualitas D meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan ovarium pada suhu C (P<0.05). Persentase jumlah oosit dengan kualitas A dan B tidak berbeda diantara kelompok perlakuan kecuali pada kelompok ovarium yang disimpan pada suhu C selama 5 jam berbeda nyata dengan kelompok ovarium yang disimpan pada suhu C selama 8-10 jam. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan ovarium pada suhu C dan C selama 5-7 jam mampu mempertahankan kualitas oosit lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan ovarium pada suhu 4 C. Kata kunci: oosit, domba, penyimpanan ovarium.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 KARAKTERISTIK OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE WAKTU YANG BERBEDA DHIA MARDHIA ENGCONG Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Karakteristik Oosit Domba dari Ovarium yang Disimpan pada Suhu dan Periode Waktu yang Berbeda : Dhia Mardhia Engcong : B Disetujui, drh. Ni Wayan Kuniani Karja, MP. PhD Pembimbing Diketahui, drh. H. Agus Setiyono, MS. Ph.D, AVPVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus:

8 PRAKATA Al-Hamdulillah, puji syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas rahmat Allahnya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik oosit domba dari ovarium yang disimpan pada suhu dan periode waktu yang berbeda sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. drh. Ni Wayan Kuniani Karja, MP. PhD sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi dari awal hingga tersusunnya skripsi ini. 2. Hibah bersaing no 15/ /SPP/PHB/2011 yang telah membiayai penelitian ini. 3. Orang tuaku tercinta (Engcong dan Siti Fatimah), adik-adikku tersayang (Dina, Dana, Dhiqan, Dini, Difa dan Izzan) atas doa dan dukungannya 4. Teman sepejuanganku Siti Astuti, kakak Ari dan kakak Fitra atas bimbingannya. 5. Staf laboratorium Fertilisasi in vitro Fakultas Kedokteran Hewan 6. Sahabat-sahabatku yang sentiasa memberi semangat dan dukungan, (Kholis, Afifah, Hastin, Rika, Sri, kak Mimi, Ashley, Tizani, kak Nurul Aini, Aulia, Hani, Ibu Marni), serta seluruh sahabat Avenzoar 45. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan. Bogor, September 2012 Dhia Mardhia Engcong

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1989 di Kota Marudu, Sabah, Malaysia. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Engcong bin Mawalil dan Ibu Siti Fatimah binti Abdullah. Penulis menempuh pendidikan yang dimulai dari Tadika Khoi Ming selama tiga tahun ( ) kemudian dilanjutkan ke Sekolah Rendah Jenis Kebangsaan Cina Khoi Ming ( ), pada tahun 2001 pindah ke Sekolah Kebangsaan Tagaroh. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama (SMP) dan Menengah atas (SMA) di Sekolah Menengah Kebangsaan Agama Johor Bahru ( ). Pendidikan lanjutan penulis di Kolej Matrikolasi Labuan selama setahun (2007/2008). Penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus 2008 melalui jalur SPMB, pada tahun berikutnya Penulis mendapat beasiswa Kerajaan Negeri Sabah dan diterima sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Persatuan kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Bogor (PKPMI-CB) sebagai bendahara, Unit Klub Mahasiswa (UKM) Panahan sebagai anggota panahan, pernah mendapat juara 1 Round Robin IPB (2010) dan pernah mewakili IPB ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2008, Himpro Satwa Liar (SATLI) sebagai anggota, dan aktif dalam kegiatan An- Nahl sebagai divisi keputrian serta kegiatan lain seperti Expresi Muslimah (ExMus) sebagai Logtran.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL..... viii DAFTAR GAMBAR..... ix DAFTAR GRAFIK x PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Domba... 3 Ovarium... 3 Oogenesis/ folikulogenesis... 3 Oosit... 4 Transportasi Ovarium... 5 Faktor Suhu... 5 Faktor Waktu... 6 Koleksi oosit... 7 Pengelompokan oosit... 7 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 9 Alat dan Bahan... 9 Koleksi Ovarium... 9 Koleksi Oosit... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN...10 KESIMPULAN DAN SARAN...17 DAFTAR PUSTAKA...18 vii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu 4 C dengan periode waktu yang berbeda Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu C dengan periode waktu yang berbeda Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu C dengan periode waktu yang berbeda viii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Ovarium domba dengan fase folikuler dan luteal Gambar 2 Gambaran oosit domba dengan kualitas A, B, C, dan D ix

13 1 PENDAHULUAN Latar belakang Ferilisasi in vitro (IVF) merupakan teknologi yang sedang berkembang dengan pesat pada dekade terakhir ini. Fertillisasi in vitro merupakan pertemuan gamet jantan dan gamet betina di luar tubuh manusia maupun hewan. Teknologi IVF adalah bagian dari teknologi in vitro production (IVP). Teknologi in vitro production meliputi in vitro maturation (IVM), in vitro fertilization (IVF) dan in vitro cultur (IVC). In vitro maturation merupakan proses pematangan oosit yang dikoleksi dari ovarium. Oosit yang mengalami pematangan akan dilanjutkan dengan proses IVF untuk difertilisasi. Apabila oosit telah mengalami fertilisasi dengan sel spermatozoa, hasil fertilisasi ini akan dilanjutkan dengan kultur in vitro sebagai persiapan untuk ditransfer ke dalam uterus induk (Jemes et al. 2007; Wilburta et al. 2010). Umumnya, munculnya teknologi reproduksi digunakan untuk memastikan keberlangsungan dan keanekaragaman hayati suatu populasi dan spesies hewan (Alvarez et al. 2009). Pada peternak ruminansia teknologi IVF digunakan untuk meningkatkan tingkat produksi hewan ternak dalam memenuhi kebutuhan pangan yaitu sumber protein. Sebagai contoh, menurut Schatten dan Gheorghe (2007) IVF dapat membantu meningkatkan tingkat kebuntingan sapi saat infertile. Begitu juga jika sapi yang tidak dapat merespon hormon superovulasi, maka sapi dapat bunting dengan mentransfer embrio hasil IVP pada uterus sapi. Koleksi sel spermatozoa dan oosit merupakan hal penting dalam teknologi IVF. Keberhasilan dari teknologi IVF sangat dipengaruhi oleh kualitas dari oosit dan sel spermatozoa yang digunakan. Kualitas oosit ini sendiri sangat dipengaruhi oleh penanganan mulai dari ovarium dikeluarkan dari tubuh hewan, selama proses transportasi hingga sampai ke laboratorium dan saat dikoleksi hingga mengalami proses maturasi (Choi et al. 2004). Oosit setelah maturasi mempunyai peranan penting terhadap keberhasilan IVF, untuk mendukung perkembangan oosit menjadi embrio selanjutnya sampai menjadi satu keturunan. Ovarium yang dikeluarkan dari tubuh hewan, umumnya tidak lagi mendapatkan suplai darah yang menyebabkan oosit mengalami iskemia (Wang et

14 2 al. 2011). Kondisi iskemia dapat menyebabkan perubahan pada folikel, karena berkurangnya oksigen, akumulasi hasil metabolisme, berkurangnya glukosa dan meningkatnya indeks apoptosis pada sel granulosa (Pedersen et al. 2004). Selain itu, Schatten dan Gheorghe (2007) menyatakan bahwa oosit primer lebih sensitif terhadap lingkungan, sehingga metode penanganan ovarium selama trasportasi penting untuk dioptimalkan agar dapat menjaga kondisi oosit tetap baik. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui kondisi optimum media transportasi agar kualitas oosit tetap dapat dipertahankan untuk mendukung keberhasilan IVM, IVF dan IVC. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik oosit domba dari ovarium yang disimpan pada suhu dan periode penyimpanan yang berbeda sehingga didapatkan suatu metode penyimpanan ovarium selama transportasi yang mampu mempertahankan kualitas oosit domba. oosit. Hipotesis Suhu dan periode penyimpanan ovarium berpengaruh terhadap kualitas Manfaat 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sistem transportasi yang baik sehingga kualitas ovarium dan oosit dapat dipertahankan secara optimal. 2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi model untuk hewan langka yang kekerabatnya dekat dengan domba.

15 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan, terutama jalan yang menuju puncak Bogor dan beberapa tempat wisata di sekitar Bogor. Permintaan domba juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, terutama pada saat Idul Adha (Harianto 2010). Ovarium Ovarium adalah organ reprodusi betina yang terletak di ruang abdomen seekor hewan. Pada domba bentuk ovarium seperti kacang almond. Ovarium dapat bekerja sebagai organ eksokrin (menghasilkan sel telur) dan endokrin (menghasilkan hormon) (Thomas & Joanna 2002). Ovarium dibagi menjadi dua bagian, yaitu kortek dan medula. Sebagian besar ovarium didominasi oleh kortek. Kortek dilapisi oleh simple squamous dan epitelium kuboid. Di bagian yang lebih dalam terdapat jaringan yang tidak beraturan yang disebut tunika albuginea. Tunika albuginea berhubungan dengan stroma ovarium yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung folikel dan korpus luteum. Sedangkan daerah medula terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf, jaringan ikat dan otot polos (Schatten & Gheorghe 2007). Pada saat fetus, ovarium menghasilkan oogonia melalui pembelahan mitosis. Sekitar 1 (satu) juta oosit berkembang setelah fetus dilahirkan namun hanya beberapa ratus oosit yang akan diovulasikan. Umumnya oosit akan berkurang karena mengalami degenerasi dan atresia (Schatten & Gheorghe 2007). Oogenesis dan Folikulogenesis Oogenesis merupakan proses pembentukan gamet betina atau oosit. Proses ini bersamaan dengan proses pembentukan folikel yang dikenal dengan folikulogenesis. Folikel primodial yang telah terbentuk sewaktu di dalam kandungan maupun setelah lahir akan terus berkembang dan mengalami pematangan, ovulasi ataupun degenerasi (Hafez 2000).

16 4 Pada saat hewan lahir, ovarium memiliki sejumlah folikel primodial yang akan berkembang pada saat pubertas. Folikel ini mengandung oosit dengan inti berada pada tahap profase dari pembelahan meiosis pertama (oosit primer). Setelah pubertas, folikel primodial berkembang menjadi folikel primer. Pembentukan folikel dibagi menjadi empat fase: primodial, primer, sekunder dan tertier (Schatten & Gheorghe 2007). Follicle stimulating hormone (FSH) dilepaskan dari pituitari anterior untuk menstimuli perkembangan folikel primer menjadi sekunder, tertier dan akhirnya mencapai bentuk folikel de Graaf (Colville 2002). Folikel primer terbentuk, dimulai dari sel epitel yang mengelilingi oosit berubah bentuk dari pipih menjadi kuboid (Schatten & Gheorghe 2007). Awalnya, sel folikel berhubungan erat dengan oosit, kemudian terbentuk zona pelusida yang berasal dari suatu lapisan zat aseluler dan terdiri dari mukopolisakarida diendapkan pada permukaan oosit (Thomas & Joanna 2002). Sel folikel mulai berproliferasi dengan membentuk suatu lapisan seluler yang tebal yang mengelilingi oosit. Selanjutnaya dibawah pengaruh gonadotropin dari hipofise anterior, sel-sel folikel terus berkembang menjadi beberapa lapis seluler hingga membentuk ruang-ruang yang disebut antrum folikel, ini dikenal sebagai folikel sekunder (Gordon 2003). Folikel yang matang dikenal sebagai folikel tertier, yang dikelilingi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu teka interna dan teka externa. Teka interna adalah lapis bagian dalam yang menghasilkan estrogen dan kaya dengan pembuluh darah sedangkan teka eksterna adalah lapis luar yang beransur-ansur akan bersatu dengan stroma ovarium. Antrum folikel akan terus bertambah besar seiring dengan perkembangan folikel tertier sampai menjelang ovulasi. Pada saat ini folikel terteir disebut folikel de Graaf (Thomas & Joanna 2002). Oosit In vitro maturation (IVM) adalah suatu proses yang perlu dilalui oleh oosit agar oosit mengalami perubahan struktur dan biokimiawi menjadi fase metaphase II melalui pembelahan miosis secara in vitro (Anthony et al. 2011). Umumnya oosit yang dikoleksi dari ovarium adalah oosit primer, oleh karena itu diperlukan suatu proses kultur yang dikenal dengan nama IVM (Gordon 2003). Kualitas oosit dan keberhasilan oosit berkembang menjadi fase metaphase II secara in vitro

17 5 dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah kondisi donor, transportasi ovarium, seleksi folikel dan IVM (Wang et al. 2011). Kualitas oosit yang digunakan untuk proses maturasi in vitro akan sangat mempengaruhi keberhasilan IVF selanjutnya. Jika salah satu dari faktor-faktor tersebut tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan abnormalitas pada hasil IVF dan pembentukan embrio. Transportasi ovarium merupakan tahap awal dari porses produksi embrio secara in vitro yang menjadi faktor penting karena dapat mempengaruhi kualitas oosit. Penanganan pada ovarium terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor suhu, faktor waktu dan medium penyimpanan (Gordon 2003). Ketiga faktor ini penting karena penyimpanan ovarium tanpa suplai darah dapat menurunkan kualitas oosit. Transportasi ovarium Transportasi ovarium menuju laboratorium dalam keadaan tidak mendapatkan suplai darah menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan energi. Keadaan ini disebut iskemia dan kondisi re-oxygenation (Wang et al. 2011). Metabolisme jaringan yang tidak mendapat suplai oksigen akan berubah kondisi aerobic menjadi anaerobic dengan hasil metabolismenya adalah asam laktat yang terakumulasi diantara sel (Petrucci et al. 2010). Selain itu, adenosine triphosphate (ATP) yang dipecahkan tanpa disintesa akan menghasilkan sisa metabolik yaitu fosfor inorganik. Fosfor yang berinteraksi dengan air akan menjadi asam fosfor, dimana apabila terjadi akumulasi asam fosfor dan asam laktat akan menyebabkan terjadinya penurunan ph (Petrucci et al. 2010). Penurunan ph yang disebabkan oleh akumulasi ion H +. Ion H + yang terakumulasi pada ovarium akan merembes keluar masuk ke dalam cairan folikular dan menginduksi terjadinya asidosis pada lingkungan sekitar oosit (Wongsrikaeo et al. 2005). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas oosit selama tranposrtasi ovarium dari rumah potong hewan sampai oosit dikoleksi koleksi, diantaranya adalah lama periode dan suhu selama transportasi (Gordon 2003). Faktor Suhu Metabolisme sel menurun pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh (Ozen et al. 2006). Pada penyimpanan suhu dingin dapat mempertahankan ph dari cairan folikuler oosit dan dapat mengurangi fragmentasi DNA, namun dapat

18 6 mengganggu viabilitas oosit, maturasi, fertilisasi dan perkembangan embrio setelah IVF. Pada suhu yang tinggi dan periode yang lama dapat meningkatkan fragmentasi DNA yang diinduksi oleh cairan folikular (Wongsrikaeo et al. 2005). Banyak penelitian sudah dilakukan pada berbagai spesies yang mengkaji faktor suhu penyimpanan selama transportasi ovarium dengan hasil yang bervariasi. Padersen et al. (2004) melaporkan bahwa, ovarium kuda yang disimpan pada suhu C dalam waktu kurang dari dua jam masih mempunyai oosit dengan kualitas yang bagus. Pada babi, Wongsrikaeo et al. (2005) melaporkan bahwa, ovarium babi dapat disimpan pada suhu diantara 25 C hingga 35 C dalam waktu enam jam. Oosit kuda yang dikoleksi segera setelah disembelih mempunyai perbedaan maturasi yang signifikan dengan oosit yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 4 C selama 24 jam (Pedersen et al. 2004). Oosit kuda terpapar pada suhu C selama 2 jam mempunyai tingkat apoptosis yang tinggi pada sel granulosa dibanding dengan oosit kuda yang terpapar suhu 20 C dan 30 C selama 2 jam (Pedersen et al. 2004). Faktor Waktu Persentase degenerasi oosit meningkat seiring dengan bertambahnya waktu (Wongsrikaeo. et al. 2005). Pada oosit yang dikoleksi segera setelah disembelih mempunyai kumulus yang expand dan Metaphase II yang lebih baik daripada oosit yang dikolesi selama jam pada suhu kamar dan 4 C (Love et al. 2003). Ovarium babi yang disimpan selama 0-3 jam pada suhu 35 C menunjukkan kompetensi perkembangan oosit yang lebih baik dibanding penyimpanan selama 6, 9 dan 12 jam pada suhu 35 C (Wongsrikaeo et al. 2005). Pada oosit sapi yang terpapar pada suhu rendah selama 48 jam dapat menyebabkan degenerasi yang tidak diketahui faktor re-programnya (Matsushita et al. 2004). Sedangkan pada oosit kucing dengan penyimpanan ovarium pada suhu 4 C, diatas 24 jam dan kurang dari 48 jam masih mampu untuk pematangan secara in vitro (Mihat et al. 2009). Berbeda pada kuda faktor waktu amat berpengaruh untuk mempertahankan morphologi dari kumulus oophorus, ovarium kuda perlu disimpan pada suhu di antara C dan sebaiknya kurang dari 2 jam sebelum diproses selanjutnya (Padersen et al. 2004).

19 7 Koleksi oosit Oosit dapat dikoleksi dengan dua cara yaitu dengan laparoskopi maupun mengambil ovarium yang berasal dari rumah potong hewan. Laparoskopi merupakan metode pengambilan ovarium dengan menggunakan endoskopi, namun metode ini memerlukan biaya yang sangat mahal, tidak efisien dan berisiko untuk terjadi infertile pada hewan tersebut (Schatten & Gheorghe 2007). Cara yang kedua adalah dengan memperoleh oosit dari ovarium yang berasal dari rumah potong hewan yang masih potensial untuk dimanfaatkan (Herdis 2000). Ovarium yang diambil dari rumah potong hewan juga merupakan langkah yang ekonomi untuk produksi embrio secara in vitro (Naowshari 2005). Koleksi oosit dari ovarium yang berasal dari rumah potong hewan atau dari hewan yang sudah mati dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu dengan cara dissecting pada folikel, aspirasi dan menyayat. Metode aspirasi menggunakan syringe, biasanya digunakan pada ovarium sapi, kerbau dan kuda karena ukuran ovarium dan folikelnya lebih besar sehingga mudah diaspirasi. Koleksi oosit dengan metode ini dapat dilakukan 3 kali lebih cepat daripada dissecting, namun tingkat kerusakan pada folikel juga tinggi. Metode dissecting sering digunakan pada koleksi oosit domba (Gordon 2003). Sedangkan metode penyayatan dilakukan dengan meletakkan ovarium di dalam cawan petri yang berisi cairan saline, lalu dengan menggunakan pisau bedah permukaan ovarium diiris-iris untuk melepaskan oosit dari folikel (Wang et al. 2007). Metode ini dapat mengkoleksi lebih banyak oosit daripada menggunakan metode aspirasi. Metode ini banyak digunakan pada domba dan kambing, namun metode ini membutuhkan waktu 3 kali lebih lama daripada metode aspirasi pada satu ovarium (Gordon 2003). Pengelompokan Oosit Wood dan Wildt (1997) dan Gordon (2003) mengelompokkan oosit menjadi 4 kelompok yaitu, A, B, C dan D. Kelompok A adalah oosit yang mempunyai kumulus yang kompak serta multilayer dan mempunyai sitoplasma yang homogen. Kelompok B adalah oosit yang mempunyai kumulus yang kompak, sitoplasma yang homogen, namun jumlah kumulus oophorus kurang dari lima lapis. Kelompok C adalah oosit dengan kumulus oophorus kurang kompak, zona

20 8 pelusida masih terlihat jelas, namun sitoplasma yang semakin pudar. Kelopok D adalah oosit dengan kumulus sudah mulai hilang dan tidak beraturan, zona pelusida tidak kelihatan atau kelihatan sebagian dan sitoplasma semakin pudar. Karja (2008) mengelompokkan oosit babi menjadi tiga kategori. Kategori pertama, oosit mempunyai lebih dari lima lapis sel cumulus yang kompak, sitoplasma yang homogen. Kategori kedua, oosit dikelilingi dengan kumulus yang kurang kompak dan ketegori ketiga memperlihatkan sitoplasma yang tidak beraturan. Pengelompokkan oosit tersebut bertujuan untuk memisahkan oosit yang berkualitas bagus dengan oosit yang berkualitas jelek. Menurut Wood dan Wildt (1997) melaporkan pentingnya untuk megelompokkan oosit kucing dalam proses in vitro untuk mencapai keberhasilan dalam proses maturasi, fertilisasi selanjutnya perkembangan embrio. Selanjutnya Karja (2008) melaporkan bahwa oosit babi dengan kualitas bagus (kategori satu dan kategori dua) yang mempunyai kumulus yang kompak dan sitoplasma yang homogen dapat mendukung maturasi nuklear lebih baik berbanding kategori 3. Kategori 3 dengan oosit yang kurang kompak menunjukkan hasil maturasi yang jelek dengan oosit yang mengalami atresia dan dan gagal untuk maturasi.

21 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Fertilisasi In Vitro, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departement Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan. Ovarium yang digunakan diambil dari Rumah Potong Hewan kambing/domba, Kampung Cikanyong Desa Citaringgul Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan lebih, mulai tanggal 8 Juli 2011 hingga 17 Agustus Alat dan bahan Alat yang digunakan adalah termos, cooler box, termometer, kantong plastik (8x5cm), blade, cawan petri, pinset, mikroskop Nikon SMZ800, penangas air dan pipet sedot. Bahan yang digunakan adalah ovarium, NaCL fisiologi, phosphate buffer saline (PBS), dan es. Koleksi Ovarium Jumlah ovarium yang dikoleksi untuk sekali pengambilan rata-rata pasang. Ovarium yang diperoleh dibagi sama rata menjadi tiga kelompok, untuk disimpan pada suhu dan periode waktu yang beda. Ovarium disimpan dalam larutan NaCl 0.9 % pada suhu 4 C selama 2 jam, 5-7 jam, dan 8-10 jam; pada suhu suhu C selama 2 jam, 5-7 jam, dan 8-10 jam; dan pada suhu C selama 2 jam, 5-7 jam, dan 8-10 jam. Koleksi Oosit Pada akhir periode penyimpanan, oosit dikoleksi dari ovarium dengan menggunakan metode penyayatan. Penyayatan dilakukan dengan mengiris-iris bagian permukaan ovarium untuk melepaskan oosit dari folikel. Medium yang digunakan untuk proses ini adalah phosphate buffer saline (PBS). Oosit yang telah dikoleksi, kemudian diseleksi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu kelompok A, B, C, dan D berdasarkan lapisan sel kumulus dan gambaran sitoplasmanya menurut Wood & Wildt (1997) dan Gordon (2003). Oosit dikelompokkan ke dalam kelompok A jika dilapisi oleh lebih dari lima lapis sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. Kelompok B adalah oosit yang dikelilingi

22 10 oleh kurang dari lima lapis sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. Kelompok C masih terlihat sedikit kumulus, zona pelusida masih terlihat dan sitoplasma yang sudah tidak homogen. Kelompok D adalah oosit yang mempunyai sitoplasma transparan, zona pelusida terlihat saparuh atau tidak ada dan kumulus oophorus hampir hilang atau hilang. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali. Oosit yang telah dikelompokkan dirata-rata dan dipersentasikan kemudian dianalisa menggunakan dua varian ANOVA dengan perlakuan suhu (4 C, C, dan C) dan faktor waktu (2 jam, 5 jam dan 8 jam). Huruf a dan b merupakan indikator jika terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05). Hasil ditulis dengan persentase ± SD.

23 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan b adalah fase luteal. Sedangkan gambar 2 adalah gambar oosit yang dikoleksi dan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kualitas A, B, C dan D (Gordon 2003). a b Gambar 1 Gambar ovarium domba, a; ovarium fase folikuler b; merupakan fase luteal A B c D c Gambar 2 Gambar oosit dengan kualitas A; oosit yang dilapisi oleh lebih dari lima lapis sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. B; oosit yang dikelilingi oleh kurang dari lima lapis sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. C; oosit masih terlihat sedikit kumulus, zona pelusida masih terlihat dan sitoplasma yang sudah tidak homogen. D; oosit yang mempunyai sitoplasma transparan, zona pelusida terlihat sebagian atau tidak ada dan kumulus oophorus hampir hilang atau hilang.

24 12 Tabel 1 Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu 4 C dengan periode waktu yang berbeda. Kelompok Jumlah Oosit Jumlah Oosit dengan Kualitas (% ± SD) A B C D 2 jam (18,6 ± 5,3) 70(28,9 ± 7,6) 95(39,3 ± 9,9) 32(13,2 ± 11,1) 5-7 jam (19,1 ± 13,1) 85(29,0 ± 9,8) 100(34,1 ± 13,6) 52(17,8 ± 11,7) 8-10 jam (12,4 ± 14,1) 85(29,2 ± 8,9) 108(37,1 ± 9,5) 62( 21,3 ± 11,7) Keterangan: A, B, C, dan D adalah pengelompokan oosit berdasarkan Gordon (2003). Data pada Tabel 1 merupakan hasil yang diperoleh dari ovarium yang ditransport pada suhu 4 C dengan waktu penyimpanan yang berbeda. Persentase oosit yang diperoleh berdasarkan lapisan sel kumulus dan gambaran sitoplasmanya (kualitas A, B, C, dan D) tidak berbeda diantara kelompok penyimpanan ovarium (P>0,05). Tabel 2 Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu C dengan waktu yang berbeda. Kelompok Jumlah Oosit Jumlah Oosit dengan Kualitas (% ± SD) A B C D 2 jam (25,0±1,8) a 52(28,9 ± 7,4) 47(26,1 ± 10,9) 35(19,4 ± 4,7) 5-7 jam (17,0 ± 3,5) b 35(34,5 ± 13,1) 69(33,5 ± 6,4) 31(15,1 ± 11,3) 8-10 jam (13,7 ± 8,2) b 36(29,3 ± 9,0) 86(32,7 ± 14,1) 64(24,3 ± 13,7) Keterangan: A, B, C, dan D adalah pengelompokan oosit berdasarkan Gordon (2003). : ᵃ ᵇ Nilai yang mempunyai perbedaan yang signifikan dalam satu kolom yang sama (p<0,05) Tabel 2 menyajikan oosit yang diperoleh dari ovarium yang ditransport atau disimpan pada suhu C dari rumah potong hewan sampai oosit dikoleksi. Dari kelompok perlakuan ini, diperoleh oosit dari ovarium yang disimpan selama 2 jam dengan kualitas A lebih tinggi daripada oosit yang diperoleh dari ovarium yang disimpan pada suhu yang sama selama 5-7 dan 8-10 jam (P<0,05). Sedangkan oosit dengan kualitas B, C, dan D yang diperoleh tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara kelompok perlakuan (P>0,05).

25 13 Tabel 3 Karakteristik oosit yang diperoleh dari ovarium domba setelah disimpan pada suhu C dengan periode waktu yang berbeda. Kelompok Jumlah Oosit Jumlah Oosit dengan Kualitas (% ± SD) A B C D 2 jam (27,6 ± 1,7) a 58(27,6 ± 4,5) a 60(28,6 ± 3,8) 34(16,2 ± 4,0) a 5-7 jam (22,5 ± 8,8) a 75(35,2 ± 2,1) b 68(31,9 ± 13,8) 22(10,3± 7,8) a 8-10 jam (13,4 ± 6,0) b 73(25,0 ± 4,1) a 105(36,0 ± 12,6) 75(25,7 ± 6.5) b Keterangan: A, B, C, dan D adalah pengelompokan oosit berdasarkan Gordon (2003). : ᵃ ᵇ Nilai yang mempunyai perbedaan yang signifikan dalam satu kolom yang sama (P<0,05) Tabel 3 menyajikan oosit yang diperoleh dari ovarium yang ditransport atau disimpan pada pada suhu C dengan waktu yang berbeda. Berdasarkan kualitas oosit yang diperoleh, oosit dengan kualitas A yang dikoleksi dari ovarium 2 jam dan 5-7 jam penyimpanan ovarium (P>0,05) tidak berbeda, tetapi kemudian terjadi penurunan jumlah oosit dengan kulaitas A yang diperoleh setelah penyimpanan 8-10 jam (P<0,05). Oosit dengan kualitas B yang dikoleksi 5-7 jam setelah penyimpanan lebih tinggi dari pada kelompok 2 dan 8-10 jam (P<0,05). Tidak ditemukan adanya perbedaan jumlah oosit dengan kualitas C yang diperoleh pada penelitian ini. Sedangkan jumlah oosit dengan kualitas D meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan ovarium pada suhu C (P<0,05). Grafik 1 menyajikan persentase jumlah oosit dengan kualitas A dan B yang merupakan oosit yang sering dipakai untuk proses produksi embrio in vitro (Gordon 2003). Dari data ini diperoleh bahwa jumlah oosit dengan kualitas A dan B tidak berbeda diantara kelompok perlakuan kecuali pada kelompok ovarium yang disimpan pada suhu C selama 5-7 jam berbeda nyata dengan kelompok ovarium yang disimpan pada suhu C selama 8-10 jam.

26 Persentase % ab 47.5 ab ab ab ab 53.9 ab a ab b Jam 5-7 Jam 8-10 Jam C C C Suhu Grafik 1 Persentase jumlah oosit dengan kualitas A dan B yang dikoleksi dari ovarium yang disimpan pada suhu dan periode waktu yang berbeda. Huruf ab menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan sedangkan huruf a dan b menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (P<0.05). Transportasi ovarium dari rumah potong hewan atau dari tempat dimana hewan tersebut mati tanpa suplai darah dapat menyebabkan penurunan kualitas oosit (Wongsrikeao et al. 2005). Berhentinya suplai darah pada ovarium menyebabkan terjadi perubahan metabolisme sel dari areobic menjadi anaerobic. Pada kondisi anaerobic metabolisme sel-sel ovarium akan menghasilkan asam laktat dan asam fosfor yang banyak. Akumulasi asam laktat dan asam fosfor akan meningkatkan jumlah ion H +. Ion H + ini mudah masuk ke dalam pori membran plasma oosit sehingga kondisi oosit (sitoplasma) lebih asam berbanding lingkungan sekitarnya. Kondisi asam ini menyebabkan kerusakan pada oosit, seperti terjadi fragmentasi DNA (Wongsrikeao et al. 2005). Oleh karena itu, suhu

27 15 dan waktu transportasi ovarium yang tepat sangat diperlukan untuk dapat mempertahankan kualitas oosit (Choi et al. 2004). Ovarium yang disimpan pada suhu dingin (4 C) merupakan salah satu metode yang dipakai untuk memperlambat kerja metabolisme selular sehingga akumulasi asam dapat dihambat sampai dalam waktu tertentu. (Petrucci et.al 2010). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 1, oosit dengan kualitas A, B, C, dan D tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kelompok perlakuan, yaitu penyimpanan suhu 4 C pada suhu 2, 5-7, 8-10 jam. Pada penelitian ini, pengaruh penyimpanan pada suhu 4 C selama 8-10 jam mungkin menyebabkan metabolisme sel-sel ovarium dan oosit dapat diturunkan sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan menghemat energi (Taylor 2006). Mithat et al. (2009) melaporkan bahwa ovarium kucing yang disimpan selama 2 jam dan 24 jam pada suhu 4 C tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan oosit untuk mencapai fase metaphase II secara in vitro, kemampuannya baru menurun setelah disimpan selama 48 jam. Penelitian pada kuda (Love et al. 2003), anjing (Lee et al. 2006) dan babi (Yuge et al. 2003) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan oosit untuk mengalami maturasi oosit yang diperoleh setelah disimpan pada suhu 4 C selama 2 hingga 24 jam. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Carvalho et al. (2001) dan Ozen et al. (1996) yang menyatakan bahwa oosit domba lebih rentan terhadap suhu dingin karena membran lipid pada oosit yang tidak mampu bertahan pada suhu dingin. Paparan terhadap suhu dingin dapat menyebabkan hilangnya integritas dari membran oosit (Wongsrikeao et al. 2005). Penyimpanan pada suhu dingin juga dapat menyebabkan terjadinya pengerasan zona pelusida sehingga mengurangi kemampuan oosit untuk difertilisasi (Parks & Ruffing, 1992). Suhu ruang (27-28 C) dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol dan sebagai upaya untuk mengantisipasi apabila di lapangan tidak tersedia es dan air hangat. Dari data yang diperoleh, pada tabel 2, memperlihatkan perbedaan yang signifikan pada kelompok oosit dengan kualitas A dengan perbedaan waktu penyimpanan. Persentasi jumlah oosit dengan qualitas A lebih tinggi pada penyimpanan 2 jam (25 %) dibanding penyimpanan 5-7 jam (17 %) dan 8-10 jam

28 16 (14 %). Perdesen et al. (2004) melaporkan bahwa penyimpanan ovarium kuda pada suhu ruang selama 3 jam pertama setelah hewan disembelih tidak terjadi apoptosis pada sel granulosa, tetapi setelah penyimpanan 5 jam sudah terjadi apoptosis granulosa sel sebesar 22 % dan terjadi sebesar 78 % pada penyimpanan ovarium selama 24 jam. Begitu juga halnya pada penelitian ini, oosit dengan kualitas A yang dikoleksi berkurang dengan bertambahnya waktu penyimpanan ovarium. Pada penelitian terhadap folikel tikus juga memperlihatkan, gambaran apoptosis yang terjadi secara progresif seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Selain dari pengaruh apoptosis, jumlah oosit tanpa sel kumulus bertambah dan kekompakan kumulus oosit berkurang seiring bertambahnya waktu (Perdesen et al. 2004). Penyimpanan ovarium pada suhu C sering digunakan karena suhu ini mendekati suhu tubuh hewan. Blondin dan Sirard (1995) melaporkan bahwa penyimpanan ovarium pada suhu 30 C selama 3 hinggga 4 jam dapat meningkatkan kompetensi perkembangan oosit untuk mencapai fase metaphase II secara in vitro. Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa oosit dengan kualitas A dan B yang dikoleksi dari ovarium yang disimpan pada suhu C dan C menunjukkan kencendrungan lebih tinggi selama 2 dan 5-7 jam penyimpanan daripada penyimpanan 4 C. Menurut Febretrisiana (2012), lingkungan mikro yang baik pada folikel dapat diciptakan pada 4 jam setelah pemotongan. Lingkungan mikro ini menyerupai kondisi di dalam tubuh hewan pada saat terjadi proses preovulatori folikel (sebelum terjadi proses ovulasi). Akan tetapi, penyimpanan pada suhu ini lebih dari 8 jam menyebabkan penurunan perolehan oosit dengan kualitas A dan B dan terjadi peningkatan jumlah oosit dengan kualitas D seiring dengan lama waktu penyimpanan ovarium. Setelah 4 jam lingkungan penyimpanan oosit tidak lagi mampu mendukung kebutuhan sel-sel untuk mendapatkan nutrisi dimana kemudian akan menyebabkan kondisi anaerobic. Akumulasi asam dan peningkatan ion-ion akan menyebabkan perubahan ph dan osmolalitas membran selular menjadi permeable, sehingga masuknya air ke dalam intrasel yang menyebabkan degenerasi sel-sel oosit (Carvalho et al. 2001).

29 17 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan ovarium pada suhu suhu C dan C selama 5-7 jam mampu mempertahankan kualitas oosit lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan ovarium pada suhu 4 C. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan oosit dengan kualitas A dan B dari setiap kelompok perlakuan pada penelitian mencapai fase metaphase II dan mengetahui kemampuan oosit-oosit tersebut berkembang menjadi embrio setelah difertilisasi secara in vitro.

30 18 DAFTAR PUSTAKA Alvarez GM, Dalvit GC, Achi MV, Miguez MS, Cetica PD Immature oocyte quality and maturational competence of porcine cumulusoocyte complexes subpopulations. Biocell 33: 3. Anthony A, Robert L, James T, Robert N Prinsiple of Regenerative Medicine. 2th edition. Sun Diego USA: Elservier Incc. Blondin P, Sirard MA Oocyte and folikular morphologi as determing charecteristics for developmental competence in bovine oocyte. Mol. Reprod Dev Carvalho FCA et al Effect of Braun-Collin and Saline solution at the different temperature and incubation time on the quality of goat preantral follicles preserved in situ. Animl Reprod Sci 66: Choi YH, Roasa LM, Love CC, Brinsko SP, Hinrichs K Blastocyts formation rates in vivo and in vitro- maturation equine oocyts fertilized intracytoplasmic sperm injection. Boil Reprod 70: Febretrisiana A, 2012, Kompetisi perkembangan oosit domba dengan penyimpanan ovarium pada suhu dan waktu berbeda. [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gordon Laboratory of production cattle embryo 2 nd Edition. Cromwell Press: Trowbridge. Hafez ESE Reproduction In Animals. 7 th Ed. Lea and Fibiger. Philadelphia Harianto B, Tim penulis MT Farm, Buku Pintar Beternak dan Bisnis Domba. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta. Herdis Pemanfaatan Ovarium Sebagai Limbah Rumah Potong Hewan Untuk Meningkatkan Populasi Ternak Melalui Teknik Fertilisasi In Vitro. J Sains Tekn Indo 2: 1-7. James GF et al The Mouse In Bio Medicle Research. 2th edition. London: Elserier. Inc. Juengel JL et al Gene Expression in Abnormal Ovarian Structures of Ewes Homozygous for the Inverdale Prolificacy Gene. Bio Reprod 62: Karja NWK Nuclear Maturation of Porsine Oocytes in vitro: Effect of the Cumulus-Oocytes Complexes Quality. Indo J Biotec 3(2): Lee HS, Yin XJ, Kong IJ Sensitivity of canine oocytes to low temperature. Theriogenology 66: Love LB, Choi YM, Love CC, Varner DD, Hinrichs K, Effect of ovary storage adn oocyte transport method on maturation rate of horse oocytes. Theriogenology 59: Matsushita S, Tani T, Kato Y, Tsunada Y Effect of low-temperature bovine ovary storage on the maturation rate and developmental potential of follicular oocytes after in vitro fertilization, parthenogenetic activation, or somatic cell nucleus transfer. Anim Reprod Sci 84:

31 Mithat E et al Devolopmental competence of domestic cat oosit from ovaries at varius duration at 4 C temperature. Anim Reprod Sci 166: Noawshari MA The effect of harvesting technique on efficiency of oocyte collection and different maturation media on the nuclear maturation of oocytes in camels (Camelus dromedarius). Theriogenology 63 : Ozen B et al Effect of different transport temperatures of cattle and sheep ovaries on in vitro maturation of oocytes. Medycyna Wet 62:2. Ozen BJK, Catts.L, Treland A, Maxwell WMC, Evan G In vitro and in vivo developmental capasititu of oocyte from preouberal and adult sheep. Theriogenology 47: Padersen HG, Elaine D. Waatson, Evelyn E Effect of ovary holding temperature and time on equine granulose cell apoptosis, oocyte chromatin configuration and cumulus morphology. Theriogenology 62: Parks JE, Ruffing NA, Factor effecting low temperature survival of mammalian oocytes. Theriogenology. 37: Petrucci RH, Herring FG, Madura JD General Chemistry Prinsiple and modern Application 10 edition. Person. Preis KA et al In vitro maturation and transfer of equine oocytes after transport of ovarian at 12 or 22 C. Theriogenology 61: Schatten H, Gheorghe M Comparative Reproductive Biology. Blackwell Publishing. USA Sirad MA, Blondin P Oocyte maturation and IVF in Cattle. Anim Reprod Sci. 42: Taylor MJ Biology of cell survival in the cold: The basis for boopreservation of tissues and organs. CRC-Taylor & Francis. pp Thomas C, Joanna MB Clinical Anatomy & Fisiologi for Veterinary technicians.. United State of America: Mosby, Inc. Wang YS et al Lowering storage temperature during ovary transport is beneficial to the developmental competence of bovine oocytes used for somatic cell nuclear transfer. Anim Reprod Sci 124 ; Wilburta QL, Marilyn SP, Carol DT, Barbara MD Delmar s Comprehensive Medical assisting: administration and Clinical Competencies 4 th edition. NY USA: Nelson Education Lth. Wongsrikeao P et al Effect of Ovary Storage Time and Temperature on DNA Fragmentation and Development Of Porcine Oocytes. J Reprod Dev 51: 1. Wood TC, Wildt DE Effect of the quality of the cumulus-oocyte complex in the domestic cat on the ability of oocytes to mature, fertilize and develop into blastocysts in vitro. J Reprod Fertil 110: Yuge M et al Effects of Cooling Ovaries Before Oocyte Aspiration On Meiotic Competence Of Porcine Oocytes and Of Exposing In vitro matured to ambient temperature on in vitro fertilization and development of oocytes. Cryobiologiy 47:

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL

PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL THE EFFECT OF OVARY PRESERVATION TIME ON FOLLICLE DIAMETER AND OOCYTE QUALITY OF LOCAL SHEEP Nurul Ikhwan*, Nurcholidah

Lebih terperinci

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1 JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1 Perubahan Ukuran Folikel Ovarium dan Kualitas Oosit pada Ovarium Domba Lokal Pasca Preservasi dengan Waktu yang Berbeda. (The Changes of Ovarian Follicles Size

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 1: 15-19, Januari 2013 Penelitian Kualitas Morfologi Oosit Sapi Peranakan Ongole yang Dikoleksi secara In Vitro Menggunakan Variasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE S.N Rahayu dan S. Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

TINGKAT FERTILISASI OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA SECARA IN VITRO

TINGKAT FERTILISASI OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA SECARA IN VITRO ISSN : 1978-225X TINGKAT FERTILISASI OOSIT DOMBA DARI OVARIUM YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA SECARA IN VITRO Fertilization Rate of Sheep Oocytes Collected From Stored Ovaries at Difference

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2006, VOL. 6 NO. 2, 145 149 Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) Nurcholidah Solihati, Tita Damayanti Lestari,

Lebih terperinci

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro Teguh Suprihatin* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit Oosit adalah sel terbesar pada tubuh makhluk hidup. Oosit dihasilkan di ovarium yang merupakan organ reproduksi primer yang memiliki fungsi utama menghasilkan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun 14 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Pengaruh Corpus Luteum Dan Folikel Dominan Terhadap Kualitas Morfologi Oosit Sapi Bali-Timor (Influence Of Corpus Luteum And Dominan Follicle On Oocyte Morphology Of Bali-Timor Cattle) Hermilinda Parera

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL The Effect of the Follicle Size and Follicle Number Per Ovary on Oocyte Quality of Local Goat Arman Sayuti 1, Tongku Nizwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS. drh. Herlina Pratiwi, M.Si

ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS. drh. Herlina Pratiwi, M.Si ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS drh. Herlina Pratiwi, M.Si FEMALE GENITAL ORGANS Terdiri dari: 1. Sepasang ovarium 2. Tuba fallopii (tuba uterina) 3. Uterus

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK Beni,V, Marhaeniyanto, E 2) dan Supartini, N Mahasiswa PS Peternakan, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Fertilisasi: Proses bersatunya/fusi antara sel kelamin betina (oosit)

Lebih terperinci

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

Perbedaan Aktivitas Ovarium Sapi Bali Kanan dan Kiri serta Morfologi Oosit yang Dikoleksi Menggunakan Metode Slicing

Perbedaan Aktivitas Ovarium Sapi Bali Kanan dan Kiri serta Morfologi Oosit yang Dikoleksi Menggunakan Metode Slicing Perbedaan Aktivitas Ovarium Sapi Bali Kanan dan Kiri serta Morfologi Oosit yang Dikoleksi Menggunakan Metode Slicing IMAM SOBARI 1), I G.N. B. TRILAKSANA 2), I KETUT SUATHA 1) 1) Lab Anatomi, 2) Lab Reproduksi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE Nurul Isnaini Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak Penelitian tentang

Lebih terperinci

KUALITAS OOSIT DARI OVARIUM SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA FASE FOLIKULER DAN LUTEAL

KUALITAS OOSIT DARI OVARIUM SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA FASE FOLIKULER DAN LUTEAL Jurnal Pertanian ISSN 2087-4936 Volume 5 Nomor 2, Oktober 2014 89 KUALITAS OOSIT DARI OVARIUM SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA FASE FOLIKULER DAN LUTEAL THE QUALITY OF OOCYTES FROM OVARIES OF ONGOLE CROSSBREED

Lebih terperinci

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi ZAITUNI UDIN¹, JASWANDI¹, TINDA AFRIANI¹ dan LEONARDO E. 2 1 Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR

MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM RUSWANA ANWAR SUBBAGIAN FERTILITAS DAN ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD BANDUNG 2005 1 MORFOLOGI DAN FUNGSI OVARIUM PENDAHULUAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Rencana Kegiatan dan Pembelajaran Mingguan (RKPM) a. Kuliah Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Dosen Pengampu I Pendahuluan 1. Pengertian reproduksi 2. Peranan proses reproduksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA SKRIPSI DINI MAHARANI ARUM RIMADIANTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL

PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL THE EFFECT OF PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) ON MATURATION AND IN VITRO FERTILIZATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI

PEMANFAATAN TEKNOLOGI KULTUR OVARI SEBAGAI SUMBER OOSIT UNTUK PRODUKSI HEWAN DAN BANTUAN KLINIK BAGI WANITA YANG GAGAL FUNGSI OVARI 2004 Retno Prihatini Makalah Pribadi Posted: 20 December 2004 Pengantar ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Tanggal 1 Desember 2004 Pengajar: Prof.Dr.Ir.Rudy C.

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

Folikulogenesis dan ovum ternak

Folikulogenesis dan ovum ternak . MATERI PRAKTIKUM 4 : J0A09 6 JUNI 206 dari 6 Folikulogenesis dan ovum ternak TUJUAN PRAKTIKUM : ) Mahasiswa memahami pengertian tentang Folikulogenesis 2) Mahasiswa dapat melihat dan menemukan sel telur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH

PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH.

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO The Effects of Maturation Time and Duration of Incubation Fertilization on Fertilization

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat), 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan kedua yang didomestifikasi oleh manusia setelah anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat), Choga

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,

Lebih terperinci

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS NOVITA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium

Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium (Nuclear maturity of bovine oocyte after 24 hours ovary preservation) Rini Widyastuti 1 dan Siti Darodjah Rasad 1 1 Laboratorium Reproduksi

Lebih terperinci

Tingkat Pematangan Inti Oosit Domba dari Ovarium dengan Status Reproduksi dan Medium Maturasi yang Berbeda

Tingkat Pematangan Inti Oosit Domba dari Ovarium dengan Status Reproduksi dan Medium Maturasi yang Berbeda Hayati, Desember 2006, hlm. 131136 Vol. 13, No. 4 ISSN 0854858 Tingkat Pematangan Inti Oosit Domba dari Ovarium dengan Status Reproduksi dan Medium Maturasi yang Berbeda Maturation Rate of Ovine Oocytes

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci