Oleh : Aisyah Tri Septiana, Herastuti Sri Rukmini dan Sujiman. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : Aisyah Tri Septiana, Herastuti Sri Rukmini dan Sujiman. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED"

Transkripsi

1 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI PROPORSI DAGING IKAN TENGGIRI TERHADAP DERAJAD PENGEMBANGAN DAN KERENYAHAN KERUPUK IKAN TENGGIRI Oleh : Aisyah Tri Septiana, Herastuti Sri Rukmini dan Sujiman Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED aisyah.septiana@yahoo.com ABSTRAK Indonesia memiliki potensi kelautan yang sangat besar diantaranya rumput laut Eucheuma cottonii dan ikan tenggiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan daging ikan tenggiri dan rumput laut E. cottonii terhadap kualitas kerupuk khususnya pengembangan dan kerenyahan kerupuk ikan tenggiri. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan disusun secara faktorial dengan 9 kombinasi perlakuan dan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Faktor yang dicoba meliputi proporsi daging ikan (terhadap pati) sebesar 25% (A1), 50% (A2) dan 75% (A3), serta proporsi rumput laut (terhadap pati) sebesar 0% (B1), 20% (B2) dan 40% (B3). Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas derajat pengembangan, tekstur, dan kesukaan kerupuk. Peningkatan proporsi daging ikan tenggiri 25% sampai 75% dapat meningkatkan kerenyahan kerupuk. Penambahan rumput laut E. cottonii 0 menjadi 20% dapat meningkatkan kerenyahan kerupuk dan tidak menurunkan derajat pengembangan secara nyata, namun penambahan rumput laut dari 20 menjadi 40% dapat menurunkan kerenyahan dan kesukaan serta menurunkan derajat pengembangan kerupuk secara nyata. Kata kunci: Eucheuma cottonii, kerupuk ikan tenggiri, derajad pengembangan, kerenyahan PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa laut. Potensi hasil budidaya rumput laut Eucheuma cottonii maupun hasil perikanan sangat besar. Produksi perikanan Indonesia tahun 2008 tercatat sebesar 9,05 juta ton yang berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya. Laju pertumbuhan produksi perikanana nasional terus meningkat sejak tahun yaitu 10,29 % pertahun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati urutan kedua produksi budidaya rumput laut dunia setelah China. Sejak tahun 2003 hingga tahun

2 2007, perkembangan produksi budidaya rumput laut meningkat sebesar 68,76 % dan peningkatan produksi pada tahun adalah 47,73 % (Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan, 2009). Diversifikasi pengolahan ikan dan rumput laut secara nasional dapat dilakukan dengan cara membuat kerupuk ikan yang ditambahkan rumput laut. Kerupuk merupakan sajian yang hampir selalu hadir dalam hidangan masyarakat sehari-hari maupun pada perayaan kecil maupun besar. Menurut SNI (1999), kerupuk ikan adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka, daging ikan dengan penambahan bahan-bahan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Tapioka dalam pembuatan kerupuk mempunyai peranan yang penting. Penggunaan tapioka tersebut memungkinkan kerupuk untuk mengembang 3-5 kali lipat pada saat digoreng serta membuat kerupuk tidak mudah mengalami pecah (Indraswari, 2007). Selain tapioka, bahan lain yang sering ditambahkan pada adonan kerupuk adalah ikan. Ikan yang digunakan untuk membuat kerupuk biasanya tergantung kebiasaan masing-masing daerah, misalnya ikan tenggiri untuk membuat kerupuk Palembang seperti yang digunakan pada penelitian ini. Menurut Ridwan (2007), ikan tenggiri memiliki kandungan protein yang tinggi dengan rasa yang lezat dibandingkan ikan-ikan yang lain. Penggunaan ikan dalam jumlah berlebihan (perbandingan ikan dengan tapioka 2:1) menyebabkan derajat pengembangan dan kerenyahan kerupuk menjadi jelek. Pembuatan kerupuk ikan tenggiri dapat dilakukan dengan penambahan rumput laut Eucheuma spinosum seperti yang dilakukan oleh Wahidi (2005) yang menunjukkan bahwa variasi persentase daging ikan tenggiri, rumput laut E. spinosum dan tepung tapioka berpengaruh terhadap derajad pengembangan, tekstur dan kesukaan kerupuk ikan. Jenis rumput laut lain yang kemungkinan dapat digunakan untuk membuat kerupuk ikan adalah Eucheuma cottoni. Kualitas kerupuk ikan yang ditambahkan rumput laut E. cottoni kemungkinan akan berbeda dengan yang ditambahkan E. spinosum. Kedua jenis rumput laut tersebut mengandung karagenan yang berfungsi sebagai bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi dalam

3 industri makanan (Deman, 1997) tetapi menurut Winarno (1996), jenis karagenan yang dijumpai pada E. spinosum adalah iota karagenan dan jenis karagenan yang dijumpai pada E. cottoni adalah kappa karagenan. Iota karaginan bersifat lebih hidrofil dibandingkan kappa karaginan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh persentase daging ikan tenggiri (terhadap proporsi pati) dan mengetahui persentase penambahan rumput laut E. cottonii terhadap derajat pengembangan, tekstur dan kesukaan kerupuk. Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang pemanfaatan rumput laut E. cottonii, pembuatan kerupuk ikan tenggiri yang ditambah rumput laut E. cottonii; serta diversifikasi pengolahan pangan. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daging ikan tenggiri, tepung tapioka, rumput laut Eucheuma cottonii, garam, air, bawang putih, dan minyak goreng. Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu timbangan, baskom, kompor, dandang, dan oven. Peralatan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah timbangan elektrik, pasir dan alat gelas. Pembuatan kerupuk ikan Pertama-tama rumput laut dicuci dan direndam selama 24 jam dalam air sampai terendam (perbandingan air dan rumput laut 2:1). Rumput laut selanjutnya dicuci, ditiriskan serta dilakukan steam blanching (pengukusan) selama 3 menit sampai lunak setelah itu dihancurkan sehingga didapatkan rumput laut yang halus. Rumput laut tersebut selanjutnya dicampur daging ikan tengiri dan pati ubi kayu dengan proporsi sesuai rancangan percobaan serta bumbu yang terdiri dari bawang putih, garam dan air, selanjutnya uleni sampai kalis, dicetak, dilakukan steam blanching (pengukusan) selama 20 menit, didinginkan, diiris tipis-tipis, dikeringkan, dan digoreng.

4 Derajad pengembangan (Widati, 1988 dalam Suryani, 2007) Pengujian derajad pengembangan dilakukan dengan memasukkan pasir kwarsa kedalam gelas permukaan rata sampai penuh dan setelah diketuk ketuk sebanyak 150 kali, diratakan menggunakan penggaris. Kerupuk mentah dimasukkkan dalam gelas yang telah penuh dengan pasir dan diketuk-ketuk lagi sebanyak 150 kali. Banyaknya pasir yang tumpah merupakan volume dari kerupuk yang diukur dengan gelas ukur ( a). Kerupuk tersebut kemudian digoreng dan dilakukan pekerjaan yang sama seperti diatas sehingga diperoleh jumlah pasir yang tumpah (b). Pengukuran dilakukan dua kali dan dirata rata. Perhitungan daya kembang dengan rumus sebagai berikut : Derajad pengembangan (% ) = b a/ a X 100 % Keterangan : a = volume awal kerupuk sebelum digoreng b = volume akhir kerupuk setelah digoreng Kerenyahan dan kesukaan Analisis terhadap kerenyahan yang merupakan pengukuran terhadap tekstur kerupuk dan analisis kesukaan dilakukan secara organoleptik. Panelis yang digunakan 15 orang dan diminta untuk memberikan penilaian terhadap sampel yang diuji pada skala numerik dengan kriteria penilaian tekstur dari 1 (tidak renyah), 2 (sedikit renyah), 3 (agak renyah), 4 (renyah) sampai 5 (sangat renyah). Kriteria penilaian kesukaan dari 1 (tidak suka) sampai 5 (sangat suka). Rancangan Percobaan (Sudjana, 1989) Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan mengguna kan dua faktor, yaitu: 1) Persentase daging ikan (A) terhadap proporsi pati, terdiri atas: A1= 25%; A2= 50%; A3= 75%. 2) Persentase rumput laut (B) terhadap proporsi pati, terdiri atas: B1= 0%; B2= 20%; B3= 40%. Kombinasi perlakuan yang terbentuk ada 9 macam dengan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 27 unit percobaan.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Pengembangan Hasil analisis ragam pengukuran derajat pengembangan kerupuk ikan tenggiri yang ditambah rumput laut Eucheuma cottonii ditunjukkan pada Lampiran 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan rumput laut berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan sedangkan proporsi ikan dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan kerupuk. Nilai rata-rata derajat pengembangan kerupuk dengan proporsi ikan 25% (A1), 50% (A2) dan 75% (A3) berturut-turut adalah 608,566%; 591,798%; 525,174%. Meskipun secara statistik perlakuan proporsi ikan derajat pengembangan menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata, namun rerata derajat pengembangan kerupuk menunjukkan bahwa derajat pengembangan kerupuk A3 < A2 < A1. Pada pembuatan kerupuk, kadar protein dan lemak ikan sangat perlu diperhatikan. Lemak dapat mengganggu pengembangan granula pati karena menghambat penetrasi air ke dalam granula pati sehingga daya ikat pati terhadap air terganggu, suhu gelatinisasi pati meningkat atau menghambat proses gelatinisasi pati. Kadar protein ikan yang cukup tinggi juga dapat mempengaruhi interaksi protein dengan pati yang akan mempengaruhi sifat gelatinisasi pati karena adanya protein sarkoplasma yang dapat menghambat gelasi pati. Protein ikan dapat dibagi menjadi tiga fraksi yaitu protein miofibril, protein sarkoplasma dan protein stroma. Fraksi protein miofibril memiliki jumlah terbesar yaitu berkisar antara 65-75%. Protein sarkoplasma berjumlah sekitar 20-30% dari total protein ikan. Protein stroma merupakan fraksi terkecil dalam protein ikan dengan jumlah 1-3%. Protein miofibril merupakan jenis protein ikan yang larut dalam garam dan terdiri dari aktin, miosin, serta protein regulasi (aktinin, troponin, tropomiosin). Protein miofibril berperan dalam gelasi otot dan dapat diekstrak dengan larutan garam netral berkekuatan ion sedang (>0,5M). Protein miofibril terutama aktomiosin (gabungan aktin dan miosin) sangat berperan dalam pembentukan gel. Protein sarkoplasma terdiri dari enzim, mioglobin dan albumin lainnya merupakan fraksi

6 protein ikan yang larut dalam air. Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan bahkan mengganggu proses gelasi. Protein stroma adalah fraksi paling kecil dalam protein ikan dan tidak dapat diekstrak dengan larutan alkali, asam, atau garam berkekuatan ion tinggi. Protein stroma berada pada bagian luar sel otot, dan terdiri dari kolagen serta elastin. Pada saat pembentukan gel ikan, protein ini tidak dihilangkan karena mudah larut oleh panas dan merupakan komponen yang netral pada produk akhir (Fennema 1996). Derajat pengembangan kerupuk merupakan salah satu faktor mutu kerupuk yang penting karena mempengaruhi penerimaan konsumen. Prinsip proses pengembangan produk kering merupakan hasil tekanan uap air, udara dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan, sehingga terbentuknya rongga-rongga udara pada kerupuk. Ketika pati dan ikan dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanaskan. Mula-mula protein di dalam adonan membentuk koil dan menghasilkan sifat-sifat yang elastis. Ikatan antara rantai pada semua titik tidak sama kuat, sehingga apabila adonan dicampur, sebagian putus dan lainnya tetap utuh dan ini berlangsung selama pencampuran antara pati dengan bahan lain. Adonan tersebut mengandung sel-sel gas yang memisahkan sebagian dari pada sel-sel gas yang utuh dan inti gas membentuk gelembung di dalam adonan. Hasil analisis ragam penambahan rumput laut terhadap derajat pengembangan kerupuk menunjukkan perlakuan penambahan rumput laut B1 (rumput laut 0%), B2 (rumput laut 20%), dan B3 (rumput laut 40%) berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan kerupuk. Nilai rata-rata yang dihasilkan dari perlakuan B1, B2 dan B3 masing-masing adalah 628,669%; 595,369%; 501,500%.

7 Nilai rata-rata derajat pengembangan kerupuk (%) a a b Persentase penambahan rumput laut Gambar 1. Pengaruh penambahan rumput laut terhadap derajat pengembangan (%) kerupuk Hasil uji lanjut DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa penambahan rumput laut 20% tidak menurunkan derajat pengembangan secara nyata, tetapi peningkatan rumput laut dari 20% sampai 40% menurunkan derajat pengembangan secara nyata. Penurunan derajat pengembangan kerupuk diduga disebabkan pembentukan gel yang kokoh dari rumput laut E. cottonii. Jenis karagenan yang dijumpai pada rumput laut E. cottonii adalah kappa karagenan yang dapat membentuk gel yang kokoh dan kaku, karena memiliki satu gugus sulfat disetiap unitnya yang melekat pada cincin O-2- anhydrogalactose. Karaginan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Berdasarkan sifat gel yang terbentuk serta jumlah dan posisi gugus ester sulfat, karagenan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu, kappa karagenan, iota karagenan, dan lambda karagenan. Secara umum, semakin besar jumlah gugus ester sulfat yang terkandung, maka semakin rendah solubilitasnya dalam temperatur tertentu, dan semakin rendah kekuatan gel yang terbentuk. Kappa karagenan memiliki satu gugus sulfat disetiap unitnya yang melekat pada cincin O-2-

8 anhydrogalactose. Karagenan jenis ini mampu membentuk gel yang bersifat kaku dibandingkan jenis karagenan yang lain (strongest gelling), bersifat termoreversibel. Iota karagenan mengandung 2 gugus sulfat yang yang melekat pada cincin 1-2anhydrogalactose. Iota karagenan dapat membentuk gel yang sangat elastis dan lebih lembut dibandingkan kappa. Iota karagenan bersifat lebih hidrofilik. Lambda karagenan memiliki struktur D-galactose-2-sulphate-D-galactose-2,6-disulphate. Karagenan jenis ini mengandung tiga gugus sulfat dalam strukturnya. Berbeda dengan jenis kappa dan iota, lambda karagenan tidak dapat membentuk gel, melainkan dapat membentuk cairan yang kental atau viscous (Glicksman, 1983) Pada adonan kerupuk, pembentukan gel ini akan menghasilkan penampang yang berongga-rongga, karena pada saat penggorengan kerupuk terjadi kenaikan suhu dan terbentuknya uap air serta terbentuknya gas CO 2 yang disebabkan oleh adanya gelatinisasi pati dan koagulasi protein. Ketika air mencapai titik didihnya, air akan menguap meninggalkan permukaan adonan kerupuk dan gelembung-gelembung udara yang terbentuk akan meninggalkan ruangan kosong melalui pori-pori, sehingga menimbulkan pengembangan pada kerupuk. Derajat pengembangan tertinggi ditunjukkan pada kerupuk A2B1 (ikan 50% - non rumput laut) dengan nilai 668,743%, sedangkan derajat pengembangan terendah ditunjukkan oleh kerupuk A3B3 (ikan 75% - rumput laut 40%) dengan nilai 434,393%. Hal ini disebabkan ikan mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi serta rumput laut yang dapat membentuk gel yang sangat kokoh atau kaku sehingga dapat menurunkan derajat pengembangan kerupuk. Kerenyahan/Tekstur Kerenyahan adalah salah satu sifat tekstur yang merupakan sifat penting untuk penerimaan oleh konsumen terhadap produk yang digoreng atau olahan pangan yang berkadar air rendah. Kerenyahan berkaitan dengan derajad pengembangan. Pada umumnya semakin besar derajad pengembangan semakin besar pula kerenyahan kerupuk. Kerenyahan nampaknya juga dipengaruhi kekekaran kerupuk seperti yang terlihat pada kerupuk ikan yang ditambah rumput laut E. cottonii ini.

9 Nilai rata-rata tekstur kerupuk Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan proporsi ikan (A) dan penambahan rumput laut (B) berpengaruh sangat nyata terhadap kerenyahan kerupuk. Skor tekstur kerupuk pada berbagai kombinasi perlakuan proporsi ikan (A) dan penambahan rumput laut (B) disajikan pada Gambar a 3.9 ab 3.9 ab 4.1 ab 4 ab 3.3 b 3.7 ab 3.2 b 2.9 b A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kombinasi perlakuan penambahan ikan dan rumput laut Gambar 2. Kombinasi perlakuan penambahan ikan dan rumput laut terhadap kerenyahan kerupuk Tekstur sangat penting pada makanan yang kering. Tekstur pada kerupuk dapat dilihat berdasarkan kerenyahannya yaitu bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat dan berongga-rongga. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai ratarata tekstur kerupuk yang dihasilkan dari kombinasi A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2 dan A3B3 masing-masing adalah 3,3 (agak renyah), 3,9 (mendekati renyah), 3,2 (agak renyah), 3,9 (mendekati renyah), 4,1 (renyah), 3,7 (mendekati renyah), 4,0 (renyah), 4,4 (renyah-sangat renyah) dan 2,9 (mendekati agak renyah). Kerenyahan yang terasa pada kerupuk ini karena kerupuk memiliki penampang yang berongga-rongga. Pada proses penggorengan, terjadi kenaikan suhu, terbentuknya uap air, dan terbentuknya gas CO 2 yang disebabkan adanya gelatinisasi pati dan koagulasi protein. Ketika air mencapai titik didihnya, air akan menguap meninggalkan permukaan adonan kerupuk. Penguapan ini menyebabkan kerupuk kering dan mengeras. Gelembung-gelembung udara yang terbentuk akan meninggalkan ruangan kosong melalui pori-pori, dan akan mempengaruhi kerenyahan kerupuk. Gambar 2 menunjukkan bahwa kerenyahan kerupuk dipengaruhi oleh proporsi ikan tenggiri. Peningkatan proporsi daging ikan dari 25% sampai 75% dapat meningkatkan kerenyahan kerupuk yang dihasilkan kecuali pada perlakuan

10 Nilai rata-rata kesukaan kerupuk penambahan rumput laut yang tinggi (40%). Hal ini diduga karena protein myofibril dari ikan dan amilopektin dari pati tapioca yang mampu membentuk gel sebagai fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai polimer yang selanjutnya mengimobilisasi air didalamnya membentuk struktur yang kuat. Pada penambahan rumput laut yang terlalu tinggi (40%), peningkatan proporsi daging dari 50% menjadi 75% menyebabkan kerenyahan menjadi berkurang karena kandungan air rumput laut yang telah direndam menyebabkan adonan menjadi terlalu lembek sehingga struktur gel yang terbentuk menjadi lemah. Penambahan rumput laut 20% (B2) dalam adonan dapat meningkatkan tekstur menjadi sangat renyah. Hal ini disebabkan penambahan rumput laut E. cottonii sampai 20 % dapat sedikit meningkatkan kekekaran kerupuk sehingga dapat meningkatkan kerenyahannya. Penambahan rumput laut dari 20% menjadi 40% menurunkan kerenyahan kerupuk karena kerupuk yang dihasilkan terlalu keras. Kesukaan Kesukaan merupakan penilaian yang diberikan berdasarkan kondisi produk secara keseluruhan berdasarkan kenampakan, aroma, flavor dan tekstur. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan penambahan ikan (A) dan persentase rumput laut (B) berpengaruh nyata terhadap kesukaan. Skor kesukaan kerupuk pada berbagai kombinasi perlakuan antara proporsi ikan (A) dan penambahan rumput laut (B) disajikan pada Gambar ab 4 ab 3.1 b 3.5 ab 3.7 ab 3.7 ab 4.1 a 3.7 ab 3.3 ab A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kombinasi perlakuan penambahan ikan dan rumput laut Gambar 3. Kombinasi perlakuan penambahan ikan dan rumput laut terhadap kesukaan kerupuk Nilai rata-rata kesukaan kerupuk yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2 dan A3B3 masing-masing

11 adalah 3,8 (mendekati suka), 4,0 (suka), 3,1 (agak suka), 3,5 (mendekati suka), 3,7 (mendekati suka), 3,7 (mendekati suka), 4,1 (suka), 3,7 (mendekati suka) dan 3,3 (agak suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan proporsi ikan dari 25% menjadi 75% maupun penambahan rumput laut tidak berpengaruh terhadap kesukaan kerupuk yang dihasilkan kecuali pada perlakuan kesukaan yang tertinggi dan terendah. Kesukaan tertinggi diperoleh dari hasil interaksi A3B1 yaitu kerupuk dengan penambahan ikan 75% tanpa penambahan rumput laut dengan skor sebesar 4,1 (suka), sedangkan kesukaan yang terendah sebesar 3,1 (agak suka) pada interaksi A1B3 yaitu kerupuk dengan penambahan ikan 25% dan rumput laut 40%. Hasil penelitian Septiana et al (2011) menunjukkan bahwa kesukaan terhadap kerupuk bukan hanya dipengaruhi oleh kerenyahan dan derajad pengembangan saja tetapi juga dipengaruhi oleh kenampakan dan flavor. KESIMPULAN Peningkatan proporsi daging ikan tenggiri 25% sampai 75% dalam adonan dapat meningkatkan kerenyahan kerupuk serta tidak menurunkan derajad pengembangan secara nyata. Penambahan rumput laut E. cottonii 0% menjadi 20% juga dapat meningkatkan kerenyahan kerupuk serta tidak menurunkan derajat pengembangan secara nyata. Penambahan rumput laut 20% menjadi 40% dapat menurunkan kerenyahan serta menurunkan derajat pengembangan kerupuk secara nyata dari 595,369% menjadi 501,5%. DAFTAR PUSTAKA De Man, J.M Kimia Pangan. Terjemahan: Kosasih Patmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Fardiaz, D Hidrokoloid. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Glickman, M Food Hydrocolloids. Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Indraswari, C. H Kerupuk Puli Masa Kini. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

12 Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan Kelautan dan Perikanan dalam Angka Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fennema, O.R., M. Karel, G.W. Sanderson, S.R. Tannenbaum, P. Walstra and J.R. Whitaker Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Ridwan, D Pengaruh substitusi tepung sagu dengan tepung tapioka dan penambahan ikan tenggiri terhadap kualitas kerupuk getas. Jurnal Balai Riset dan Standardisasi Industri, Padang. 15 (2) : Septiana, A.T., H.S. Rukmini, dan Sujiman Formulasi Kerupuk Ikan Tengiri yang Disubstitusi Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Variasi Jenis Pati. Laporan Hasil Penelitian UNSOED. Purwokerto. SNI Kerupuk ikan (SNI ). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta. Sudjana Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito. Bandung. 412 hal. Suryani, D. A. L Kualitas Kerupuk Rambak Kulit Kambing Peranakan Etawah (PE) dan Peranakan Boer (PB) Ditinjau dari Kadar Air, Daya Kembang, Rasa dan Kerenyahan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Wahidi, R Variasi Persentase Daging Ikan Tenggiri pada Kerupuk Rumput Laut (Eucheuma spinosum) terhadap Kualitasnya (On-line) faperikanunlam.org/abstrak-pdf-1/rfiki_wahidi.pdf diakses 10 Oktober Winarno, F.G Teknologi Pengolahan Rumpt Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

13 Lampiran 1. Hasil analisis ragam kerupuk ikan tenggiri yang disubstitusi rumput laut E. cottonii terhadap derajat pengembangan yang diamati Variabel yang diamati Perlakuan A B A B Derajat Pengembangan tn * tn Keterangan: A = persentase ikan; B = persentase rumput laut; tn = tidak nyata; * = berpengaruh nyata; ** = berpengaruh sangat nyata; AxB = interaksi persentase ikan dan rumput laut Lampiran 2. Hasil uji Friedman kerupuk ikan tenggiri yang disubstitusi rumput laut E. cottonii terhadap kerenyahan/tekstur dan kesukaan yang diamati No. Variabel yang diamati AB 1 Tekstur ** 2 Kesukaan * Keterangan: AB = kombinasi persentase ikan dan rumput laut; * = berpengaruh nyata; ** = berpengaruh sangat nyata

14 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan kerupuk ikan tenggiri yang ditambah rumput laut Eucheuma cottonii. Ikan Tenggiri Bumbu Penghalusan Pencucian Pengambilan bagian daging Pencampuran dan pembuatan adonan Tepung tapioka, garam, dan pulp rumput laut Pencetakan Pengukusan 20 menit Pendinginan 12 jam; suhu 10 o C Pengirisan Pengeringan 2 hari; suhu 50 o C Penggorengan n Pengemasan Kerupuk Ikan Tenggiri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK Oleh : Nama : Arini Purnamawati Nrp : 133020051 No.Meja : 4 (Empat) Kelompok : B Tanggal Percobaan : 22 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (3.1) Bahan dan Alat, (3.2) Metode Penelitian, dan (3.3) Prosedur Penelitian. 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang Digunakan Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT H. Jalil Genisa Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRACT One attempt to reduce poverty

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI PENGGANTI BLENG (BORAKS) DALAM PEMBUATAN KERUPUK TERHADAP TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA KERUPUK KARAK Disusun Oleh : NISA UL LATHIFAH

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN.

EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN. EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN Ira Maya Abdiani Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan FPIK Universitas Borneo Tarakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g. SOSIS IKAN Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan, dan diberi bumbubumbu, dimasukkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS ANALISIS KOMPOSISI KIMIA PADA PEMBUATAN MAKANAN TRADISIONAL EMPEK-EMPEK PALEMBANG BERBAHAN BAKU DAGING, KULIT DAN TULANG IKAN GABUS (Channa striata) Dewi Farah Diba Program Studi Budidaya Peraiaran STITEK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dengan pengujian organoleptik dan uji lipat dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. B. Waktu dan Tempat penelitian Pembuatan keripik pisang raja nangka dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.)

KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.) KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.) Lailatul Isnaini dan Aniswatul Khamidah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK Disusun Oleh : NANDALIA FIRASTIKA (I 8313036) RADELA KUSUMA WARDANI (I 8313047) PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Program studi pendidikan biologi Disusun oleh: Arif Rachmad Hakim A420100085 PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

YUWIDA KUSUMAWATI A

YUWIDA KUSUMAWATI A PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus) SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM PEMBUATAN KECAP DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK NANAS DAN EKSTRAK PEPAYA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KARAGENAN DAN KONJAK Disusun Oleh : NANDALIA FIRASTIKA (I 8313036) RADELA KUSUMA WARDANI (I 8313047) PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah KAJIAN KONSENTRASI FIRMING AGENT DAN METODE PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FRENCH FRIES TARO (Colocasia esculenta) Wardatun Najifah 123020443 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ir. Hervelly, MP.,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU KERUPUK IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii)

PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU KERUPUK IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2016, hlm 49 55 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.1 PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU KERUPUK IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) Gusta Damayana 1)*, Edison 2)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN Mery Tambaria Damanik Ambarita 1 ', Nyoman Artha 2 ', Paula Andriani 31 ABSTRACT The aim of ratio of

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang untuk analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO Prosiding BPTP Karangploso No. - ISSN: - PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan. Edison 1) dan Sumarto 1)*

Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan. Edison 1) dan Sumarto 1)* Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2015, hlm 67 73 ISSN 0126-4265 Vol. 43. No.1 Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan Edison 1) dan Sumarto 1)* * sumarto1976@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi ditinjau dari kandungan asam amino yang lengkap dalam protein daging, hal ini memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.

Lebih terperinci