BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kehadiran sastra tulis Melayu dapat dilacak hingga abad ke-7 berdasarkan penemuan tulisan dengan huruf Pallawa pada batu di Kedukan Bukit (683), Talang Tuwo (684), Kota Kapur (686). Penemuan prasasti-prasasti ini dipandang sebagai permulaan tradisi sastra tulis di tanah Melayu. Pada abad ke-15 ditemukan dua prasasti di Malaysia, sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab. Prasastiprasasti yang ditemukan tahun 1500-an tersebut seperti terlihat pada tumbuhnya sastra tulis keraton yang disebut hikayat (Sulastrin-Sutrisno, 2007:229). Hasil sastra Melayu sebelum kebudayaan Islam masuk ke kawasan Nusantara sebagian besar bertemakan cerita Hindu. Isi cerita biasanya merupakan hasil fantasi yang bercampur dengan peristiwa sejarah yang telah diingat lagi (Asdi, 1981:21). Setelah agama Islam masuk ke Nusantara, masuk pula perbendaharaan kata-kata Islam, seperti jin, setan, dan malaikat. Sedikit demi sedikit Islam memberi corak baru dalam kesusastraan Melayu. Cerita yang semula penuh dengan unsur Hindu disisipi dengan unsur Islam (Istanti, 2010:37-38). Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1196, Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Orang-orang Gujarat yang datang untuk berdagang di Nusantara tidak hanya terdiri atas orang Hindu saja, tetapi juga orang-orang Islam yang mungkin 1

2 2 berbangsa lain. Pada tahun 1258, Baghdad jatuh ke tangan orang Mongol dan karena hal itu perdagangan darat juga terhenti. Orang-orang Islam mulai berlayar lagi ke negeri-negeri yang jauh di Timur. Kedua faktor ini menyebabkan Islam berkembang dengan pesat sejak abad ke-13 (Liaw Yock Fang, 2011:234). Orang-orang Gujarat datang ke Nusantara tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga membawa teks-teks literasi dari Timur Tengah, baik berupa teks keagamaan maupun teks sastra. Pada masa itu terdapat aktivitas penerjemahan dari teks-teks sastra Persia dan epos tentang tokoh-tokoh keagamaan seperti para nabi yang kemudian memunculkan beberapa hikayat, misalnya hikayat Anbiya, Amir Hamzah, dan Ali Hanafiah. Pengaruh penerjemahan tidak hanya terjadi dalam hal bahasa, tetapi juga dari segi isi cerita. Isi cerita pada hikayat telah bercampur dengan nilai-nilai Islam. Proses akulturasi ini melahirkan cerita-cerita yang bernapaskan Islam. Naskah-naskah yang isinya kesusastraan dan beredar di masyarakat biasanya memiliki varian yang banyak. Semakin populer naskah itu, semakin banyak juga variannya (Hadi dan Aveling, 2016:2). Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti cerita. Hikayat adalah jenis sastra yang menggunakan bahasa Melayu sebagai wahananya (Hooykas dalam Baroroh, dkk., 1985:4). Penggunaan kata ini dalam sastra Melayu merupakan petunjuk bahwa unsur Islam telah masuk ke tradisi sastra tulis Melayu, sebagaimana terdapatnya tulisan Arab pada prasasti Trengganu. Sebagai jenis sastra, hikayat sudah ada di kalangan masyarakat Melayu tahun 1511 (Roolvink dalam Sulastin-Sutrisno, 2007:230).

3 3 Pengertian hikayat dalam dalam sastra Indonesia adalah (a) bersifat sastra lama, (b) ditulis dalam bahasa Melayu, (c) sebagian besar kandungan ceritanya berkisar dalam kehidupan istana, (d) unsur rekaan merupakan ciri yang menonjol, dan (e) hikayat mencakup bentuk prosa yang panjang (Baroroh Barried dkk., 1985:9). Hikayat dalam sastra Melayu dituliskan dalam bentuk prosa (berbeda dengan hikayat dalam sastra Aceh yang berbentuk puisi) dengan huruf Arab Melayu atau huruf Jawi, yaitu huruf yang dipakai untuk menulis bahasa Melayu (Roolvink dalam Sulastrin- Sutrisno, 2007:230). Salah satu karakteristik hikayat yang bercorak Islam adalah adanya kemiripan dengan potongan cerita kitab-kitab yang memiliki ajaran tentang Islam. Kitab adalah sebuah karangan yang ditujukan kepada orang yang ahli dan oleh itu hampir-hampir tidak mengindahkan nilai-nilai seni (Braginsky, 1994:4). Kemiripan dengan potongan cerita kitab ini mungkin terjadi karena mengikuti tradisi Islam yang berkembang. Tradisi ini hidup pada masyarakat ahlushunnah wal jama ah yang tersebar di banyak daerah di Nusantara. Salah satu contoh hikayat bercorak Islam adalah Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham. Dalam hikayat Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham diceritakan bahwa ajaran Tuhan dan alam akhirat mempunyai sifat kekal, sedangkan dunia adalah fana (Baroroh-Barried dkk, 1985:65). Ibrahim Ibn Adham adalah seorang ahli sufi yang dilahirkan di Negeri Balk (sekarang Afghanistan) pada tahun 730 Masehi. Pada tahun 748 beliau pindah ke Syria dan hidup sebagai seorang sufi lebih dari seperempat abad. Seperti kaum sufi yang lain, Ibrahim Ibn Adham selalu berhatihati dalam memakan makanan yang halal menurut agama. Menghalalkan buah

4 4 delima yang dimakan inilah yang menjadi tema Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham (Liaw Yock Fang, 2011:328). Menurut Liaw Yock Fang, cerita Ibrahim Ibn Adham adalah cerita yang sangat terkenal di dunia Islam. Cerita ini terdapat dalam bahasa Arab, Parsi, Turki, dan bahasa Hindi. Hikayat ini juga terdapat dalam bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, dan Aceh. Meskipun demikian, cerita Ibrahim Ibn Adham dalam bahasa Melayu bukanlah saduran dari bahasa asing, melainkan ciptaan asli dalam bahasa Melayu. Tidak dapat dinafikan, bahan-bahan dalam bahasa asing telah dipakai sebagai sumber. Ini adalah pendapat Russel Jones yang pernah mengkaji semua naskah Hikayat Sultan Ibrahim dalam bahasa Melayu untuk mendapat gelar Ph.D.-nya di London University, tahun 1969 (Jones, 1985). Menurut Russel Jones, paling sedikit ada tiga versi Hikayat Sultan Ibrahim dalam bahasa Melayu (Jones, 1968:8-9). Ketiga versi cerita tersebut adalah sebagai berikut. a. Cerita Sultan Ibrahim yang terdapat dalam Bustanus Salatin Bab IV, Pasal 1, hasil karya Nur al-din al-raniri pada tahun 1640 di Aceh. Versi ini telah disunting oleh Russel Jones dan diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, b. Versi panjang, kira-kira 125 halaman, belum diterbitkan. c. Versi ringkas yang diterbitkan oleh Roorda van Eysinga pada tahun 1822, kemudian berkali-kali dicetak ulang. Versi ini juga berjudul Hikayat Sultan Ibrahim.

5 5 Bustanus Salatin Bab IV, Pasal 1, memuat 25 cerita tentang Ibrahim Ibn Adham di dalam dunia Islam. Cerita ini menggambarkan pahala bertapa, bertobat, berbuat amal kebajikan kepada Allah, dan percaya kepada Allah. Tiga perempat dari cerita ini bersumber dari Raud al-rayahin yang disusun oleh al-yafi i (Liaw Yock Fang, 2011:328). Di samping itu, versi panjang juga lebih banyak memuat ajaran daripada versi ringkas. Dalam versi panjang, misalnya, diceritakan mengapa doa seseorang tidak diterima oleh Allah. Tatkala ditangkap oleh kaum Badul dalam perjalanan ke Makkah, Sultan Ibrahim menerangkan bahwa bekal yang dibawanya hanyalah sabar, syukur, tawakal, dan rida. Keempat naskah versi panjang yang diselidiki Russel Jones berasal dari tahun yang berlainan, antara tahun 1775 dan Akan tetapi, hikayat itu pasti berasal dari usia yang jauh lebih tua. Menurut Liaw Yock Fang (2011:329), semua naskah itu menyebutkan seorang Syaikh Abu Bakar dari Hadramaut sebagai penceritanya. Sebagai hikayat yang memiliki banyak versi, Hikayat Sultan Ibrahim merupakan hikayat yang sangat kompleks. Oleh karena itu, untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata yang berhubungan dengan ajaran tasawuf melalui hubungan intertekstual. Selain itu, hikayat harus dipahami sebagai struktur norma-norma. Hal ini juga berarti bahwa menganalisis hikayat sama dengan memahami makna hikayat. Karya sastra merupakan sistem tanda yang memiliki makna yang bermedium bahasa sehingga perlu adanya sebuah analisis terhadap Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham berdasarkan hubungan intertekstual.

6 6 Prinsip intertekstual ialah bahwa setiap teks harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain, sebab tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri (Istanti, 2010:49). Istilah intertekstual pada umumnya dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain. Menurut Kristeva (1980:66), setiap teks merupakan sebuah mozaik kutipan-kutipan serta merupakan penyerapan dan transformasi dari teks-teks yang lainnya. Intertekstualitas dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan munculnya teks dari 'teks sosial', tetapi juga kelangsungannya dalam masyarakat dan sejarah. Sebuah teks, struktur, dan makna tidak spesifik untuk dirinya sendiri. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, berikut ini adalah beberapa masalah yang perlu dikaji: 2.1 Bagaimanakah kedudukan Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham dalam tradisi Sastra Melayu? 2.2 Bagaimanakah hubungan intertekstualitas dalam Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham? 3. Tujuan Penelitian Penelitian terhadap Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham ini secara garis besar memiliki dua tujuan, yaitu tujuan praktis dan tujuan teoretis. Tujuan praktis penelitian ini adalah menjelaskan kedudukan Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham dalam tradisi sastra Melayu Islam. Selain itu, hasil informasi yang diperoleh dari

7 7 penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi peneliti lain yang ingin memahami Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham secara lebih lanjut. Adapun tujuan teoretis penelitian ini adalah menerapkan analisis intertekstual Julia Kristeva, yaitu menjelaskan hubungan intertekstual antara Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham dengan teks keagamaan. Analisis ini digunakan untuk menentukan telaah intertekstual dari teori ideologeme pandangan Kristeva. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal yang baru di lembaga pendidikan dan mampu memberikan informasi bagi masyarakat luas dalam memahami Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham. 4. Tinjauan Pustaka Berdasarkan pencarian terhadap hasil-hasil penelitian yang ada di Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, serta penelusuran di laman internet, sepengetahuan penulis, naskah Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham pernah diteliti oleh Danang Susena dalam tesisnya yang berjudul Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham: Suntingan Teks dan Tinjauan Semiotik (2000). Dalam penelitian itu dibahas mengenai pernaskahan dan penyuntingan teks Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham berdasarkan teori filologi modern dengan cara kerja menyunting naskah dan analisis teks berdasarkan teori semiotika Riffatere. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa signifikansi teks dapat dilihat melalui pembacaan hermeneutik dan pembacaan heuristik. Penelitian lain dilakukan oleh Lalu Zaenal Abidin dengan judul Asketisisme dalam Islam (Telaah Historis atas Praktik Zuhud Sultan Ibrahim Ibn

8 8 Adham) (2003). Penelitian ini membahas perihal asketisisme dalam Islam dan praktik zuhud Sultan Ibrahim Ibn Adham. Selain itu juga dibahas kronologi Sultan Ibrahim mendalami tasawuf dan cerita Sultan Ibrahim dapat disebut sebagai tokoh asketis pada masanya. Hasil penelitian ini menunjukan bentuk-bentuk corak keasketisisan Sultan Ibrahim, seperti halnya praktik zuhud yaitu memiliki rasa takut terhadap Allah dan meninggalkan hal keduniawian. Adapun teori intertekstual Julia Kristeva juga sering digunakan untuk menganalisis karya sastra. Penelitian yang menggunakan teori intertekstual Julia Kristeva adalah penelitian Islahuddin dengan judul Novel Asywak Karya Sayyid Quthb Kajian Intertekstual Julia Kristeva (2012). Penelitian ini membahas bentuk-bentuk hubungan intertekstual tata sosial keagamaan antara Novel Asywak dengan teks keagamaan. Hasil penelitian ini menunjukan tata sosial keagamaan dalam teks yang mengalami pergeseran budaya pada masyarakat Mesir. Adanya globalisasi dan modernitas menyebabkan masyarakat Mesir memisahkan antara agama dengan kehidupan sosial budaya. Selanjutnya, penelitian yang menggunakan teori intertekstual dilakukan oleh Yaswinda Feronica dengan judul Hikayat Malim Deman Analisis Intertekstual (2014). Penelitian ini membahas hubungan intertekstual antara Hikayat Malim Deman dengan Legenda Jaka Tarub, Lahilote, dan Telaga Bidadari. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan intertekstual yang berupa modifikasi struktur cerita, seperti alur, motif, penokohan, latar, dan tema yang berupa transformasi teks-teks sosial budaya masyarakat pendukungnya ke dalam masing-masing teks cerita.

9 9 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dibuktikan bahwa penelitian dengan judul Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham: Analisis Intertekstual Julia Kristeva belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini akan ditinjau penerapan teori intertekstualitas. Oleh karena itu, penelitian terhadap Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham perlu dilakukan dan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai suatu penelitian yang baru. 5. Landasan Teori Penelitian Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham ini dilakukan dengan teori intertekstual. Pendekatan intertekstual pertama kalinya diilhami dari gagasan pemikiran Mikhail Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang mempunyai minat besar pada sastra. Menurut Bakhtin, pendekatan intertekstual menekankan pengertian bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, parodi, acuan atau kutipan (Noor, 2007:4 5). Pendekatan intertekstual tersebut kemudian diperkenalkan atau dikembangkan oleh Julia Kristeva. Intertekstual pada umumnya dipahami sebagai hubungan suatu teks dengan teks lain. Menurut Kristeva (1980:66) tiap teks merupakan sebuah mozaik kutipan-kutipan dan tiap teks merupakan penyerapan serta transformasi dari teks-teks lain. Kristeva berpendapat bahwa setiap teks terjalin dari kutipan, peresapan, dan transformasi teks-teks lain. Sewaktu pengarang menulis sebuah teks, pengarang akan mengambil komponen-komponen teks yang lain sebagai bahan dasar untuk

10 10 penciptaan karyanya. Semua itu disusun dan diberi warna dengan penyesuaian dan jika perlu ditambah supaya menjadi sebuah karya yang utuh. Menurut Kristeva (1980:15) konsep intertekstual pada umumnya telah disalahpahami. Konsep ini tidak ada hubunganya dengan masalah pengaruh satu penulis dengan penulis yang lain, atau sumber karya sastra yang satu terhadap karya sastra yang lain. Konsep ini melibatkan komponen sistem teks yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Ini menyebabkan adanya interposisi satu atau lebih sistem tanda ke sistem tanda yang lain disertai dengan pengucapan baru. Setiap sistem adalah praktik yang menandakan berbagai jalan seperti transposisi. Lebih lanjut, Kristeva (1980:18) menegaskan bahwa setiap pengarang tidak hanya membaca teks itu secara sendiri, tetapi pengarang membacanya berdampingan dengan teks-teks yang lain sehingga pemahaman terhadap teks yang telah terbit setelah pembacaan tidak dapat dipisahkan dari teks-teks lain tersebut. Kehadiran teks-teks lain dalam keseluruhan hubungan ini bukanlah sesuatu yang polos (innoncent) yang tidak mengikuti suatu proses pembacaan atau suatu signifiying process. Intertekstual merupakan pengembangan dari teori semiotika kontemporer yang mengambil objek dari beberapa praktik semiotik yang dianggap sebagai translinguistik yang beroperasi melalui bahasa umum dan tidak dapat mengurangi kategorinya sebagaimana yang saat ini telah ditetapkan. Dalam perspektif ini, teks didefinisikan sebagai alat translinguistik yang mendistribusikan kembali urutan bahasa dan menghubungkan kemampuan berbicara yang komunikatif. Teori ini menyebutkan penulis dalam menulis teks karya sastra tidak menulis dari pikiran

11 11 mereka sendiri, tetapi teks hasil tulisan tersebut adalah kompilasi dari teks sebelum membuat teks karya sastra tersebut (Kristeva, 1980: 36). Teks selanjutnya merupakan praktik dan produktivitas yang berarti: 1) bahwa hubunganya dengan bahasa keadaannya merupakan redistributive (destruktif-konstruktif) dan menjadi kategori-kategori logis dan linguistik. Artinya, status intertekstualnya merupakan strukturasi kata dan ucapan-ucapan yang ada sebelumnya dan akan terus digunakan setelah saat pengujaran; 2) teks merupakan permutasi teks. Artinya, adanya teks tersebut merupakan ucapan yang diambil dari teks-teks lain, saling menyilang, dan menetralisasi satu sama yang lain. Lebih jelasnya, teks-teks yang terdiri dari potongan-potongan teks sosial dan budaya menandakan proses berlangsungnya perjuangan ideologeme dan ketegangan yang menjadi karakter bahasa dan wacana dalam masyarakat yang akan terus bergema dalam teks tersebut (Kristeva, 1980:36). Menurut Kristeva (1980:36) teks bukanlah objek individu terpisah, melainkan kompilasi dari teks yang terdapat di dalam karya sastra dan teks yang terdapat di luar karya sastra yang tidak dapat dipisahkan di antara keduanya. Teks tidak dapat dipisahkan dari kondisi budaya dan sosial saat teks tersebut diciptakan. Dalam pembuatan teks terdapat ideologeme dan perjuangan penulis di masyarakat. Lebih lanjut, Kristeva (1980:36) menjelaskan ideologeme sebagai persilangan dari pengaturan susunan teks dengan ucapan-ucapan yang ada dalam ruangnya sendiri atau merujuk pada ruang teks-teks luar. Ideologeme merupakan fungsi baca intertekstual sebagai sesuatu yang terwujud di tingkat struktural yang

12 12 berbeda dari setiap teks dan membentang pada seluruh lintasan atau alur; memberikan keselarasan antara sejarah dan sosial. Menurut Kristeva (1980:37), dalam melihat sebuah karya sastra sebagai sebuah teks, teks adalah praktik semiotik dengan pola-pola yang dipersatukan dari beberapa ucapan yang dapat dibaca. Sebuah teks dapat dianalisis dengan terlebih dahulu memahami fungsi yang menggabungkan fungsi-fungsi ke dalam teks. Fungsi tersebut merupakan sebuah variabel terikat yang ditentukan bersama dengan variabel independen yang berhubungan satu sama lain. Secara singkat, dapat dikatakan ada penyesuaian antara kata-kata atau urutan kata dalam teks. Oleh karena itu, dalam menganalisis sebuah karya sastra terlebih dahulu harus memahami ucapan-ucapan dalam teks secara menyeluruh, kemudian dilanjutkan dengan proses menyelidiki asal-usul dari luar teks. Hanya dengan cara tersebut sebuah teks dapat didefinisikan ideologeme-nya. Dengan demikian, fungsi didefinisikan sesuai dengan seperangkat teks yang mengambil nilai dalam seperangkat tekstual karya sastra. Ideologeme inilah yang dapat didefinisikan sebagai fungsi intertekstual yang sesuai dengan teks dan memiliki nilai tekstual dalam sebuah teks maupun hikayat. Lebih lanjut, Kriteva (1980:38) menjelasakan dua macam analisis untuk mengetahui ideologeme dalam karya sastra, yaitu: 1) analisis suprasegmental dari ucapan-ucapan yang terdapat dalam kerangka karya sastra yang akan mengungkap keberadaanya sebagai sebuah teks terbatas (dengan pemrograman awal, akhir yang sewenang-wenang, pembentukan, penyimpangan, dan rangkainya); 2)

13 13 analisis intertekstual dari ucapan-ucapan yang akan mengungkapkan hubungan antara tulisan dengan ucapan dalam teks. Selanjutnya, untuk dapat mengetahui ideologeme, terlebih dahulu harus memahami tentang ideologeme dalam tanda. Ideologeme dalam tanda, secara umum seperti ideologeme symbol, yaitu tanda yang dualis, hierarkis, dan penghierarkisan. Perbedaan antara tanda dan simbol dapat dilihat secara vertikal maupun secara horizontal. Dalam fungsi vertikal, tanda mengacu pada entitas baik yang kurang cakupannya dan lebih diwujudkan daripada simbol. Dalam fungsi horizontal, satuan praktik tanda semiotik diartikulasikan sebagai rangkaian metonomikal (tidak langsung) dari penyimpangan norma penandaan sebuah penciptaan progresif metafora-metafora (dengan maksud yang lain) (Kristeva, 1980:40 41). Kristeva (1980:65) menjelaskan konsep kata dalam sastra sebagai sebuah persilangan dari permukaan tekstual dan tidak memilih arti yang tetap. Kristeva menyebutkan dalam sastra terdapat dialog antara penulis, pembaca budaya kontemporer, atau budaya sebelumnya. Proses ini berlangsung ketika teks yang terdapat dalam sejarah dan masyarakat dibaca oleh penulis, kemudian penulis tersebut menyisipkan dengan menulis ulang teks tersebut. Ada tiga dimensi yang menyeleraskan dialog, yaitu penulis, penerima, dan teks-teks eksterior. Status kata didefinisikan dengan cara 1) horizontal (kata dalam teks milik kedua subjek tulisan dan penerima), artinya komunikasi antara pengarang dan pembaca terus berlangsung hingga pembaca terakhir; 2) vertikal (kata dalam teks diorientasikan pada sebuah kumpulan tulisan sastra anterior atau

14 14 sinkronik), artinya penulis menyampaikan kepada pembaca dan pada saat yang sama kata-kata atau teks berkomunikasi tentang keberadaan teks masa lalu dalam teks tersebut (Kristeva, 1980:65). Kristeva (1980:66) menjelaskan tentang poros atau sumbu horizontal (subjek-penerima) dan sumbu vertikal (teks-konteks) yang mengarah pada sebuah fakta penting, yaitu bahwa setiap kata (teks) adalah persilangan kata (teks) dengan setidaknya satu kata lain (teks) yang dapat dibaca. Dalam karya Bakhtin, dua poros atau sumbu yang disebut dialog dan ambivalensi ini tidak dapat dibedakan secara jelas. Teks disusun sebagai sebuah kutipan mozaik. Teks adalah penyerapan dan transformasi dari teks yang lain. Kata disusun sebagai unit tekstual terkecil yang selanjutnya menempati status sebagai: 1) mediator yang artinya teks tersebut menghubungkan model struktural pada lingkungan budaya (sejarah); 2) regulator yang artinya mengendalikan mutasi dari diakronik ke sinkronik yang berfungsi dalam tiga dimensi (subjek-penerima-konteks) sebagai salah satu perangkat dialogis. Adapun prosedur kerja kata adalah sebagai bagian dari translinguistik, yaitu: 1) memahami sastra sebagai sistem semiologi tidak sempurna, yaitu penandaan di bawah permukaan bahasa tetapi tidak pernah tanpa itu; 2) menemukan hubungan antara unit-unit naratif yang lebih besar seperti kalimat, pertanyaan dan jawaban, dialog, dan sebagainnya. Hal ini berarti bahwa setiap evolusi genre sastra adalah sebuah ketidaksadaran eksteriorisasi dari struktur linguistik pada tingkatan yang berbeda (Kristeva, 1980:66).

15 15 Kristeva (1980:67) terpengaruh oleh pandangan Mikhail Bakhtin tentang konsep dialogis. Kesamaan pemikiran keduanya adalah bahwa teks tidak dapat dipisahkan dari tekstualitas sosiokultural yang lebih luas dari sumbernya. Lebih lanjut, Kristeva (1980:68) memaparkan perbedaan pemikiran keduanya, yaitu terletak pada posisi subjek. Jika Bakhtin berpusat pada manusia sebagai subjek aktual yang menggunakan bahasa sebagai situasi sosial yang khusus, Kristeva mengaburkan subjek manusia agar tempatnya dapat diberikan kepada kata-kata yang lebih abstrak dan tekstualitas. Dapat disimpulkan bahwa konsep teks merupakan realita berwajah ganda, yaitu adanya dialog penulisan dan pembacaan (Kristeva, 1980:69). Berdasar pada uraian di atas, dalam memahami intertekstual terlebih dahulu harus memahami ideologeme. Untuk dapat mendapatkan ideologeme dalam teks dapat dilakukan dengan dua analisis, yaitu analisis suprasegmental dan analisis intertekstual. Analisis intertekstual dilakukan dengan cara memahami dialog dalam teks. Selanjutnya, terdapat tiga konsep dasar dalam dialog yang dikembangkan oleh Kristeva terkait intertekstual, yaitu: 1) konsep transposisi yang menyebutkan adanya transposisi teks dari satu atau lebih sistem tanda ke sistem tanda yang lain, disertai dengan pengucapan baru. Setiap sistem adalah praktik yang menandakan berbagai jalan, seperti transposisi bahasa puitik yang merupakan kode yang tidak terbatas, artinya teks dapat bermakna jika dilakukan pemaknaan terhadap teks tersebut; 2) konsep oposisi, yaitu adanya jaringan persilangan ganda dan selalu memungkinan adanya persilangan (kejutaan dalam struktur narasi), yang memberikan ilusi suatu struktur terbuka dan tidak mungkin

16 16 selesai dengan akhir yang sewenang-wenang; 3) konsep transformasi yang menyebutkan bahwa teks disusun sebagai kutipan mozaik, teks adalah penyerapan dan transformasi dari teks yang lain. Namun demikian, penelitan ini hanya difokuskan pada dua konsep dialog Julia Kristeva, yaitu konsep oposisi dan konsep transformasi. Kedua konsep tersebut dipilih karena lebih komprehensif dengan tujuan penelitian ini. Secara teoretis, penerapan teori intertekstual perlu ditinjau dari segi pemaknaan teks dengan tradisi yang ada dalam cerita ini. Dalam bagian ini juga diuraikan perbedaan antara struktur Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adam dengan ajaran tasawuf. Hubungan antara tradisi sufi Irak dan sufi Nusantara tidak jauh berbeda, mengingat hikayat tersebut berasal dari Irak. Pemaknaan teks juga sangat diperlukan dalam penelitian ini. 6. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam analisis Hikayat Ibrahim Ibn Adham adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang memahami fenomena yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 1989:6). Dengan metode kualitatif, penulis dapat melihat karakteristik secara umum dalam Hikayat Ibrahim Ibn Adham. Langkah-langkah penelitian ini ialah sebagai berikut:

17 17 a. menentukan Hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham suntingan Russel Jones sebagai objek penelitian (pemilihan objek didasarkan pada kriteria teks yang sudah ditransliterasi dengan tiga bahasa), b. melakukan pembacaan teks Hikayat Ibrahim Ibn Adham secara berulang, c. melakukan analisis Hikayat Ibrahim Ibn Adham dengan teori intertekstual (dalam penelitian ini memakai teori intertekstual Julia Kristeva), d. klasifikasi data berdasarkan episode-episode yang memiliki hubungan intertekstual, e. memaparkan hasil penelitian dalam bentuk laporan deskriptif, dan f. memberikan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan. 7. Sistematika Laporan Penelitian Penelitian Hikayat Sultan Ibrahim Ibh Adham disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pusataka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian. Bab II berisi tentang sastra bercorak tasawuf, perkembangan Sastra Melayu awal Islam, sastra kitab, cerita Alquran, pengertian tasawuf, dan hubungan kesusasteraan Melayu dengan tasawuf. Bab III adalah analisis Hikayat Ibrahim Ibn Adham dengan teori intertekstual Julia Kristeva. Pada bab III ini akan dibahas mengeni faktor pengaruh yang membentuk teks hikayat Sultan Ibrahim Ibn Adham suntingan Russel Jones. Bab IV merupakan penutup. Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan-kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Hubungan Intertekstual antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair.

ABSTRAK. Kata Kunci: kritik sosial, bentuk, masalah, syair. ABSTRAK Lucyana. 2018. Kritik Sosial dalam Syair Nasib Melayu Karya Tenas Effendy. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia, FIB Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum (II) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Refleksi bisa berarti bayangan atau pantulan, bisa juga dikatakan sebagai cerminan.

BAB I PENDAHULUAN. Refleksi bisa berarti bayangan atau pantulan, bisa juga dikatakan sebagai cerminan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan refleksi dari realitas yang ada dalam masyarakat. Refleksi bisa berarti bayangan atau pantulan, bisa juga dikatakan sebagai cerminan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Banyak pokok permasalahan yang dapat dijumpai dalam ketiga jenis karya sastra tersebut, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur

BAB I PENDAHULUAN. dilisankan atau diceritakan kepada orang lain, kemudian berangsur-angsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum adanya tradisi tulis, kesusastraan Melayu klasik berkembang melalui tradisi lisan. Tradisi lisan dalam kesusastraan berarti kegiatan bercerita secara turun-temurun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan sebuah penelitian, metode sangat dibutuhkan dalam proses sebuah penelitian. Metode yang digunakan oleh seorang peneliti harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia

Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia Islam Budaya lokal Pengantar 611M Masa Kelahiran Islam Di Arab. 632-661 M Mulai muncul Kekhafilahan di Arab untuk menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini telah berkembang searah dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Perkembangan ini tentunya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu yang telah ada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda.

Bab 1. Pendahuluan. tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ada begitu banyak kebudayaan dalam dunia tempat kita tinggal. Mulai dari budaya tertua di dunia seperti budaya Mesir, Cina, Babilonia, hingga kebudayaan yang termuda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS

TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS Oleh : Dra. Indiyah Prana Amertawengrum, M.Hum. PENDAHULUAN Di dalam penelitian sastra, teks merupakan sesuatu yang sentral, meskipun pengarang adalah orang yang paling penting

Lebih terperinci

23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI

23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI PEMODERNAN CERITA RAKYAT & MASALAH PEMBELAJARANNYA oleh Sumiyadi Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta 1 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta imajinasi adalah alat. Sastrawan menggunakan media lingkungan sosial sekitar,

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang (Noor, 2007:13). Selain itu, Noor juga mengatakan bahwa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengarang (Noor, 2007:13). Selain itu, Noor juga mengatakan bahwa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata, kalaupun bahannya

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada aspek pendidikan (pesan) yang disampaikan pengarang melalui karya-karyanya dengan menggunakan kajian semiotika. Adapun subjek penelitiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dalam hal perpindahan kekuasaan atau kualitas

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dalam hal perpindahan kekuasaan atau kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pemimpin di negeri ini selalu ramai jika diperbincangkan, baik dalam hal perpindahan kekuasaan atau kualitas kinerjanya selama masa pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah salah satu negara maju di Asia yang banyak memiliki sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di terjemahkan dalam berbagai

Lebih terperinci

konvensi sastra Balai Pustaka BP (Nurgiantoro, 2000:54).

konvensi sastra Balai Pustaka BP (Nurgiantoro, 2000:54). 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian Sastra merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang harus diwariskan dan dikembangkan untuk pelestariannya. Novel merupakan salah satu jenis karya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bahasa Indonesia merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan pada siswa di sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

Atikah Anindyarini Yuwono Suhartanto

Atikah Anindyarini Yuwono Suhartanto Atikah Anindyarini Yuwono Suhartanto Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang Hak Cipta Buku ini dibeli Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil inventarisasi naskah didapatkan bahwa naskah Kempalan Dongeng yang memuat teks Kyai Prelambang dengan bertuliskakan aksara Jawa tidak ditemukan di tempat lain selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan sebuah bentuk karya tulis yang berupa bahan kertas atau buku tercipta dalam kurun waktu tertentu dapat terjadi penggerak tentang keadaan dan situasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menyangkut bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia dan sebagai bahasa persatuan antar warga, yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN Mu adz Fahmi 1 Semiotika Alquran yang Membebaskan Tafsir klasik konvensional seringkali dinilai hegemonik, mendominasi, anti-konteks, status-quois, mengkungkung kebebasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil

BAB I PENDAHULUAN. pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra terbentuk dari hasil cipta rasa, dan karsa manusia atau pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil pemikirannya mengenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 1. Penelitian Terdahulu A. Kajian Pustaka Berikut adalah penelitian terdahulu novel Tantri Perempuan yang Bercerita dan naskah Kidung Tantri Kĕdiri:

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang engkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra (Endraswara, 2011:97). Penilitan psikologi

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)..(kubi, 2002); Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. posisi sastra pengaruh hindu. Djamaris, dkk (1985:1 3) menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. posisi sastra pengaruh hindu. Djamaris, dkk (1985:1 3) menjelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial dalam sastra tidak terlepas dari gejolak sosial waktu ditulisnya teks. Salah satu periode perubahan dalam sastra Melayu adalah ketika datangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 224 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berlandaskan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh simpulan yang berkaitan dengan struktur, fungsi, dan makna teks anekdot siswa kelas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu maupun oleh kelompok masyarakat, sehingga melalui ritus kehidupan, kebudayaan dapat dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mampu menentramkan kehidupan manusia terlebih dalam hal kerohanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mampu menentramkan kehidupan manusia terlebih dalam hal kerohanian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan yaitu (1) keduanya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan (2) keduanya mudah merasa terancam setiap kali ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara teoretis kita dapat melakukan berbagai macam bandingan, di antaranya (a) bandingan intratekstual, seperti studi filologi, yang menitikberatkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana yang strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia, sebab pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis deskripsi kualitatif dengan tujuan pengkajian dan pendeskripsian permasalahan yang diteliti. Metode ini digunakan karena

Lebih terperinci