TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS
|
|
- Teguh Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS Oleh : Dra. Indiyah Prana Amertawengrum, M.Hum. PENDAHULUAN Di dalam penelitian sastra, teks merupakan sesuatu yang sentral, meskipun pengarang adalah orang yang paling penting dalam menghasilkan karya, dan pembaca sebagai pemberi makna terhadap teks yang dihadapi atau yang dituju oleh teks. Melalui teks yang tertuang dalam bentuk karya, pengarang berkomunikasi dengan pembaca. Sebagai sesuatu yang sentral dalam karya sastra, adakah keterkaitan antara teks yang satu dengan teks lainnya, mengingat bahwa pengarang sebagai pencipta karya sastra tidak berangkat dari suatu kekosongan budaya? Dalam proses penciptaan suatu karya, seorang pengarang tidak terlepas dari keterlibatannya dengan teks-teks lain yang telah ada sebelumnya dan yang mengelilinginya. Hal itu menunjukkan adanya pengaruh teks-teks lain yang masuk ke dalam teks sastra yang dihasilkannya. Dengan demikian, tidak ada teks asli yang menjadi milik seorang pengarang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Barthes (Eagleton, 1983 : 137) bahwa semua teks sastra terjalin dari teks sastra yang lainnya, bukan dalam makna biasa bahwa teks ini memperlihatkan unsurunsur pengaruh, tetapi dalam maksud yang lebih radikal, yaitu setiap perkataan, frasa atau bagian ialah penciptaan kembali karya-karya lain yang mendahului atau mengelilinginya. Tidak ada keaslian dalam karya sastra, tidak ada sesuatu yang disebut karya sastra pertama : semua sastra adalah intertekstual. Oleh karena itu, sebuah karya tidak mempunyai batas-batas yang jelas. Suatu karya selalu melimpah ke dalam karya-karya yang berkelompok di sekelilingnya; menghasilkan beratus perspektif yang mengecil hingga ke titik lenyap. Karya itu tidak dapat ditutup, diberi sifat pasti dengan merujuk kepada pengarang. Berdasarkaan uraian tersebut, tulisan ini akan membicarakan tentang teks dan intertekstualitas. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman pembicaraan, maka akan dikemukakan contoh relasi interekstual yang terdapat dalam karya sastra. PENGERTIAN TEKS Menurut Barthes (1981: 32), teks adalah permukaan fenomena karya sastra. Teks adalah katakata yang membentuk karya dan yang disusun dengan cara sedemikian rupa untuk membelokkan arti yang tetap dan seunik mungkin. Karena teks merupakan tenunan yang dijalin, teks sebagai jaringan, yang secara konstitutif berhubungan dengan tulisan, maka teks mempuyai fungsi menjaga tetapnya dan permanennya inskripsi yang ditulis agar ingatan terbantu. Selain itu, teks mempunyai aspek legalitas karena memiliki sifat yang tetap, tidak terhapus. Teks merupakan senjata melawan waktu, kelalaian, dan penipuan ujaran. Teks secara historis berhubungan dengan institusi: hukum, agama (gereja), kesusasteraan, dan pendidikan. Teks juga merupakan satu objek moral, yang ditulis sejauh partisipasi dalam kontrak sosial. Teks menandai bahasa dengan satu atribut yang tidak dapat ditaksir, yang tidak menunjukkan dalam esensinya: keamanan. Hal itu dikarenakan bahwa pada dasarnya bahasa itu bergerak, demikian juga semantik. Dra. Indiyah Prana Amertawengrum, M.Hum : adalah... 1
2 Teks bukan merupakan objek yang tetap, melainkan dinamis. Karena dinamis, teks baru hidup di dalam interaksi dan berada di tengah-tengah interaksi tersebut. Pengarang bukan lagi penentu makna dan kebenaran. Teks itu produk tulisan yang performatif dan menghasilkan sesuatu, aktifitas pembaca memperbanyak dirinya sendiri tanpa batas. Teks membuat celah pada tanda sehingga muncul berbagai-bagai arti. Oleh karena teks bukan objek yang stabil, maka kata teks tidak menjadi suatu pokok yang padat dalam metabahasa. PENGERTIAN INTERTEKSTUAL Intertekstual adalah teks yang ditempatkan di tengah-tengah teks-teks lain. Teks lain sering mendasari teks yang bersangkutan. Dalam alam pikiran intertekstualitas yang diilhami oleh ide-ide M.Bakhtin, sebuah teks dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks lain. Dalam kerangka keseluruhan itu teks yang bersangkutan merupakan jawaban, peninjauan kembali, penggeseran, idealisasi, pemecahan, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam semiotik, istilah intertekstual dipergunakan menurut arti yang lebih luas. Segala sesuatu yang melingkungi kita (kebudayaan, politik, dan sebagainya) dapat dianggap sebagai sebuah teks. Teks yang berbahasa ditempatkan di tengah-tengah teks-teks lain tersebut. Proses terjadinya sebuah teks diumpamakan dengan proses tenunan. Setiap arti ditenunkan ke dalam suatu pola arti lain (Hartoko & B.Rahmanto, 1986:67). Sebelumnya, Kristeva telah mengemukakan tentang intertekstualitas. Kristeva menyatakan (dalam Junus, 1985:87-89) bahwa intertekstualitas adalah hakekat suatu teks yang di dalamnya ada teks lain. Dengan kata lain, intertekstualitas adalah kehadiran suatu teks pada teks lain. Kehadiran suatu teks dalam teks yang dibaca akan memberikan suatu warna tertentu kepada teks. Ada beberapa pertanyaan yang dapat muncul. (a) Apakah fungsi teks asing itu dalam teks itu yang menyebabkan teks asing dimasukkan? (b) Bagaimana seorang penulis memperlakukan teks itu? Sebagai jawaban, yang pasti teks asing itu akan dapat menolong untuk memahami teks itu, sehingga ia mesti dianggap memiliki hubungan struktural dengan unsur-unsur lain dalam teks. Sementara itu, sebagai jawaban (b), yaitu penulis itu mengekalkan sebagaimana adanya, mengubahnya pada tempattempat tertentu, atau merombak, menentangnya. Kedua hal tersebut (a dan b) jelas berhubungan dengan suatu penerimaan, resepsi, yaitu bagaimana seseorang memperlakukan suatu teks, yang selanjutnya dapat pula memberi makna. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi tertentu, prinsip intertekstualitas dapat pula dikaitkan dengan resepsi sastra. Seringkali dalam teks tertentu terungkap semacam kreasi sekaligus merupakan resepsi. Menurut Miller (1985:19-20), sebagai suatu istilah, intertekstual menunjuk pada dirinya sendiri bagi suatu kemajemukan konsep. Dikatakannya, seseorang dapat memberikan pandangan dalam berbagai macam, seperti interteks meliputi bermacam cara yang disusun dalam istilah teoretis dan disebarkan dalam strategi metodologi. Bagaimanapun, untuk tetap memakai bentuk tunggal untuk menandainya, meskipun hal itu tidak menyatukan konsep, merupakan variasi bentuk yang menyenangkan, apa yang disebut Wittgenstein dengan pertalian keluarga. Dengan hal tersebut dimaksudkan bahwa salah satu gagasan tentang interteks mungkin bagian yang lain dengan beberapa ciri-ciri umum, tetapi ditemukan dalam seluruh 2
3 gagasan kata. Secara singkat, tidak ada keistimewaan unsur pokok, memuaskan bagi seluruhnya, yang mengijinkan kita untuk mendefinisikan istilah tersebut. Interteks, menurut Barthes, bukan suatu istilah innocent. Ia mengartikan bahwa suatu tuntutan bagi interteks yang meniadakan sifat secara ideologi adalah sungguh-sungguh penipuan. Sebagai suatu yang secara ideologi meliputi konsep, interteks melanjutkan guna memperoleh arti baru sebagaimana berbagai kritik mencari untuk mendefinisikan atau memperhaluskannya. Bahkan, di sini interteks mengambil bagian dari suatu paradoks. Interteks berkembang sebagai suatu konsep adalah hasil dari gagasan yang spesifik tentang teks, dicoba dikembangkan oleh Barthes dan Kristeva, yang akan membantu dalam perumusan gagasan tentang tekstual. Sebagaimana dikemukakan oleh Riffatere (via Miller, 1985:10) bahwasanya ide tentang tekstual tidak dapat dipisahkan dan ditemukan pada intertekstualitas. TEKS DAN INTERTEKSTUALITAS Teks merupakan suatu bangunan intertekstualitas, yang dapat dipahami hanya dalam batasan-batasan teks-teks lainnya yang mendahuluinya, dan teks hanya melanjutkan, melengkapi, mengubah, ataupun mengalihkannya. Menurut prinsip interteksualitas, setiap teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, dan kerangka. Dalam arti, bahwa dalam penyimpangan dan transformasi pun model tes yang sudah ada memainkan peranan yang penting: pemberontakan atau penyimpangan mengandaikan adanya sesuatu yang dapat diberontaki ataupun disimpangi. Pemahaman teks baru memerlukan latar belakang pengetahuan tentang teks-teks yang mendahuluinya (Teeuw, 1984: ). Intertekstualitas memiliki fokus ganda. Pada satu pihak, interteks menarik perhatian kita pada kepentingan teks-teks terdahulu, termasuk penolakan terhadap otonomi teks, dan bahwa sebuah karya hanya memiliki makna jika hal-ha tertentu telah lebih dahulu ditulis. Di pihak lain, intertekstualitas membimbing kita untuk mengetahui teks-teks pertama untuk menolong mengartikan sebuah kode dengan kemungkinan variasi arti yang berbeda-beda. Dengan demikian, intertekstualitas menjadi sebuah nama untuk menyebut karya interelasi terhadap teks terdahulu, daripada menunjukkan keterlibatannya dalam wilayah diskursif kebudayaan: kaitan antara teks dengan variasi-variasi bahasa atau makna-makna praktis budaya dan kaitannya dengan teks tertentu yang dipandang memungkinkan kode-kode kebudayaan. Studi interteksualitas bukanlah investigasi asal dan pengaruh sebagaimana dalam tradisional. Jaringannya lebih luas dengan memasukkan praktek diskursif yang anonim. Kode yang orisinal telah hilang, sehingga membuat kemungkinan pemaknaan praktis terhadap teks terakhir (Culler, 1981:103). Barthes mengingatkan bahwa dari perspektif intertekstualitas, jumlah-jumlah yang telah membuat sebuah teks adalah anonim, tak dapat dilacak, dan akhirnya tidak selalu dapat dibaca; fungsinya ini adalah sesuatu yang sukar- sebagai siap baca. Kristeva juga mendefinisikan intertekstualitas sebagai kesimpulan pengetahuan yang membuat teks memiliki makna: ketika pembaca berpikir mengenai sebuah teks 3
4 sebagai teks yang bebas dari teks-teks yang lain yang diserap dan ditransformasikan, ;pada tempat arti sebagai intersubjektif itulah tempatnya intertekstualitas (Culler, 1981: ). Prinsip intertekstualitas diterapkan di Indonesia pertama kali oleh Teeuw. Di dalam penerapan tersebut Teeuw membuktikan bahwa dalam sastra Indonesia modern prinsip-prinsip interteks dapat diterapkan dengan baik. Adapun yang dibandingkan oleh Teeuw adalah sajak Berdiri Aku karya Amir Hamzah dengan sajak Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar. Prinsip yang digunakan Teeuw adalah prinsip yang dikemukakan oleh Riffatere (Teeuw, 1983:66-68). Gejala intertekstualitas dalam karya sastra lama banyak pula ditemukan dan telah sejak awal mendapat perhatian, meskipun belum banyak dibicarakan secara tuntas. Gejala itu bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1893, Juynboll menyatakan bahwa sumber dari semua cerita yang termasuk dalam siklus Pandawa ialah Mahabharata yang juga menjadi sumber kakawin Arjunawiwaha dan Arjunawijaya. (Sarijono, 1991: 162). Antara teks sastra yang satu dengan teks sastra yang lain sering mempunyai hubungan. Sifat hubungan tersebut hanya dapat diketahui lewat pembacaan. Jawaban atau tanggapan yang diberikan teks sastra yang mucul kemudian dapat bersifat menyetujui, menentang, atau memberikan alternatif lain. Dalam kaitannya dengan pembaca, di dalam teks sastra terdapat tempat kosong, yang menjadi tempat pembaca berpartisipasi dalam proses komunikasi. Kondisi teks yang demikian membuat teks mampu muncul dalam pembacaan yang beraneka ragam, yang memberi corak karya sastra dalam struktur yang dinamis. Teks menyajikan sejumlah unsur yang diangkat dari repertoire, yang membangun schematized aspects, dan yang dalam konkretisasi pembaca dikaitkan dengan gudang pengalamannya untuk menentukan makna karya sastra yang dibacanya. Oleh karena itu, dalam tindak pembacaan, yang sentral adalah interaksi antara struktur teks dan pembacanya. Prinsip intertekstualitas digunakan untuk memberi makna berbagai cara yang terdapat dalam teks sastra, atau yang berhubungan dengan teks lain, baik secara terbuka, tertutup, tersamar dalam kiasankiasan atau dengan asimilasi dari karya tersebut, dari suatu teks yang lebih awal oleh teks yang lebih muda atau hanya dengan partisipasi dalam sebuah perbendaharaan umum dari kode-kode kesusasteraan dan konvensi (Abrams, 1981: 200). Oleh karena itu, dengan adanya intertekstualitas dapat dicari relasi antara dua karya sastra. Dua buah karya sastra dalam kesusastraan Melayu, yakni Hikayat Mahsyud Hak dan Cerita Bapak Belalang memiliki beberapa persamaan Persamaan ini penting guna menentukan relasi interteks kedua cerita tersebut. Dalam cerita Bapak Belalang, terdapat bermacam permasalahan, antara lain teka -teki guna menentukan ujung kayu dan menentukan jenis kelamin itik yang baru menetas. Pada bagian akhir cerita, Bapak Belalang diuji kepintarannya oleh raja, yang dapat diselesaikan oleh Bapak Belalang dengan memuaskan meskipun karena faktor kebetulan. Dalam teks Hikayat Mahsyud Hak, pengujian terhadap Mahsyud Hak terutama terletak pada teka-teki. Teka-teki yang terdapat dalam cerita Bapak Belalang muncul kembali dalam Hikayat Mahsyud Hak, yakni teka-teki penentuan ujung sebuah tongkat kayu. Mahsyud Hak dapat menyelesaikan teka-teki tersebut berdasarkan kecerdasannya. 4
5 Uraian di atas menunjukkan bahwa Hikayat Mahsyud Hak memiliki hubungan intertekstual dengan Cerita Bapak Belalang. Munculnya teka-teki yang terdapat dalam Cerita Bapak Belalang pada Hikayat Mahsyud Hak menimbulkan dugaan bahwa Cerita Bapak Belalang muncul terlebih dahulu daripada Hikayat Mahsyud Hak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teks mengenai cara pemecahan teka-teki yang terdapat dalam Hikayat Mahsyud Hak merupakan koreksi terhadap teks Cerita Bapak Belalang. Uraian tersebut hanya merupakan salah satu contoh mengenai adanya hubungan antara teks yang satu dengan teks-teks lainnya. PENUTUP Munculnya teks-teks lain dalam suatu karya sastra memberikan warna dan corak tersendiri bagi teks yang terdapat dalam karya tersebut. Teks yang muncul kemudian merupakan jawaban, peninjauan kembali, penggeseran, idealisasi, pemecahan, dan sebagainya dari teks yang mendahuluinya. Oleh karena itu, pemahaman teks baru memerlukan latar belakang pengetahuan teks-teks yang mendahuluinya, dan hal itu merupakan prinsip intertekstualitas. Hal itu menunjukkan bahwa akan senantiasa ada keterkaitan antara teks yang satu dengan teks yang lain. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H A Glossary of Literary Terms. New York: Holt Rinehart and Winston. Barthes, Roland Theory of The Text dalam Untying The Text: A Post-Structuralist Reader by Robert Young (Ed). Boston, London and Henley: Routledge & Kegan Paul. Culler, Jonathan The Pursuit of Signs: Semiotics, Literature, Deconstruction. London and Henley: Routledge & Kegan Paul. Eagleton, Terry Literary Theory: An Introduction. Oxford: Basil Blackwell. Hartoko, Dick dan B.Rahmanto Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Junus, Umar Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Jusuf, Jumsari dkk Aspek Humor dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Miller, Owen Intertextual Identity dalam Identity of The Literary Text. Ed. By Mario J. Valdes and Owen Miller. London: University of Toronto Press. Sardjono, Partini Prinsip Intertekstualitas dan Penerapannya pada Karya Sastra Indonesia Baru (Modern) dan Lama (Kuna) dalam Ilmu-Ilmu Humaniora. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Teeuw, A Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia. Teeuw, A Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. 5
SILABUS. : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0
SILABUS Fakultas : FBS Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0 : I Mata Kuliah Prasyarat & Kode : - Dosen : I.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya
29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Hubungan Intertekstual antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya Pramoedya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh
Lebih terperinciTRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia
TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)..(kubi, 2002); Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kakawin pada umumnya mengandung cerita dalam epos Ramayana dan Mahabharata yang menceritakan perjalanan tokoh dalam cerita tersebut.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa
Lebih terperinciBUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER KRITIK SASTRA I (BDI 2133) Pengampu: Drs. Heru Marwata, M.Hum.
BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER KRITIK SASTRA I (BDI 2133) Pengampu: Drs. Heru Marwata, M.Hum. JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2004
Lebih terperinciBAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA
BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA A. Pendahuluan Salah satu objek dalam studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra, yaitu kritik sastra. Kritik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur
Lebih terperinciDR407 TEORI SASTRA: S-1, 3 SKS, SEMESTER 2
DR407 TEORI SASTRA: S-1, 3 SKS, SEMESTER 2 Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah dari kelompok ilmu-ilmu sastra dan keahlian program studi. Setelah selesai perkuliahan ini mahasiswa diharapkan
Lebih terperinciRANCANGAN KEGIATAN PERKULIAHAN
RANCANGAN KEGIATAN PERKULIAHAN I. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah : Théorie de la Littérature Française Kode Mata Kuliah : PRC 207 Jurusan : Pendidikan Bahasa Prancis Pengampu : Dian Swandayani, M.Hum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra. Orientasi penelitian sastra yang masih terbatas menghasilkan hasil penelitian
Lebih terperinciPerangkat Pembelajaran Mata Kuliah P e n g a n t a r S a s t r a (Kelas A dan B)
Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah P e n g a n t a r S a s t r a (Kelas A dan B) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Dosen Pengampu: Drs. Kahfie Nazaruddin,
Lebih terperinciSILABUS SOSIOLOGI SASTRA LANJUT SIN217 BSI / SMS VII
SILABUS SOSIOLOGI SASTRA LANJUT SIN217 BSI / SMS VII DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASAN DAN SASTRA INDONESIA 1 SILABUS I. Identitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan
Lebih terperinciSILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH KODE : KAJIAN DRAMA INDONESIA : IN211 Dr. SUMIYADI, M.Hum. RUDI A. NUGROHO, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 1 2013 SILABUS 1.
Lebih terperinciSILABUS. : Bahasa dan Seni (FBS) : Pendidikan Bahasa Jawa. Jumlah SKS % Kode : 2 SKS PBJ 230
SILABUS Fakultas : Bahasa Seni (FBS) Prodi : Pendidikan Bahasa Mata Kuliah : Prosa Modern Jumlah SKS % Kode : 2 SKS PBJ 230 Semester : III (tiga) Mata Kuliah Prasarat & Kode : - Dosen : Drs. Afendy Widayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami perkembangan. Karena itu, agar keberadaan karya sastra dan pengajarannya tetap tegak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat
Lebih terperinciMETODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut
METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran
Lebih terperincibanyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam
12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan manusia erat kaitanya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Bahasa dan manusia erat kaitanya
Lebih terperinciUNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS ILMU BUDAYA JURUSAN SASTRA INDONESIA Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS ILMU BUDAYA JURUSAN SASTRA INDONESIA Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Buku 1: RPKPS (Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester) METODE PENELITIAN SASTRA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. transformasi dari teks-teks yang lain (Kristeva dalam Culler, 1975: 139). Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap teks sastra itu merupakan mosaik kutipan-kutipan, penyerapan dan transformasi dari teks-teks yang lain (Kristeva dalam Culler, 1975: 139). Dengan kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Posisi penting pendidikan dalam membangun kualitas bangsa menuntut penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara profesional dan terpadu. Tidak dapat dipungkiri
Lebih terperinciESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI
ESAI KRITIK SUDAH LARUT SEKALI, CHAIRIL ANWAR: KAWANKU DAN AKU ANALISIS ESAI Dalam kritik yang diberikan Teeew atas karya sastra SUDAH LARUT SEKALI : Kawanku dan Aku karya Chairil Anwar ini menggunakan
Lebih terperinciBAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA
8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab
Lebih terperinciSILABUS APRESIASI PROSA DR 428. Dr. Ruswendi Permana, M. Hum. Dr. Retty Isnendes, M.Hum. Dian Hendrayana, S.S., M.Pd. PROSEDUR PELAKSANAAN PERKULIAHAN
No.: FPBS/PM-7.1/07 SILABUS APRESIASI PROSA DR 428 Dr. Ruswendi Permana, M. Hum. Dr. Retty Isnendes, M.Hum. Dian Hendrayana, S.S., M.Pd. DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Lebih terperinciSILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH KODE : KAJIAN PROSA FIKSI INDONESIA : IN409 HALIMAH, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013 0 LEMBAR VERIFIKASI DAN VALIDASI SILABUS
Lebih terperinciYudiaryani, Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Telp (0274)883970/ E mail
Analisis Tekstual Pertunjukan Marco de Marinis (Teks-Konteks-Interteks) * Yudiaryani, Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Telp (0274)883970/0818268237. E mail yudi_ninik@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PUISI AL-QUDS KARYA NIZAR QOBBANI DAN AL-QUDS AL-ATIQAH KARYA FAIRUZ (KAJIAN INTERTEKSTUAL) Oleh: Ananda Emiel Kamala Abstrak Seiring berkembangnya karya sastra berupa puisi tentunya lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas dan terstruktur pula pikirannya. Keterampilan hanya dapat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : SASTRA NUSANTARA KODE : IN 109 Dr. Tedi Permadi, M.Hum. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013 Tujuan Pembelajaran Khusus Pertemuan ke-1: Pertemuan ke-2:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. amat berhubungan dengan tradisi tulis yang berkembang di banyak daerah karena
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia kaya dengan peninggalan tertulis dalam bentuk naskah. Hal ini amat berhubungan dengan tradisi tulis yang berkembang di banyak daerah karena masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra pada era modern sekarang ini sudah memiliki banyak definisi dan berbagai penafsiran dari masyarakat. Sastra selalu dikaitkan dengan seni dan keindahan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk
Lebih terperinciPENYUSUNAN BUKU AJAR KRITIK SASTRA SEBAGAI ALAT UNTUK MENGHAKIMI KARYA SASTRA. FKIP, Universitas PGRI Madiun
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian PENYUSUNAN BUKU AJAR KRITIK SASTRA SEBAGAI ALAT UNTUK MENGHAKIMI KARYA SASTRA Yunita Furinawati 1), Muhamad Binur Huda 2) 1,2 FKIP, Universitas PGRI Madiun Email:
Lebih terperinciSILABUS MATAKULIAH SOSIOLOGI SASTRA IN 331 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SILABUS MATAKULIAH SOSIOLOGI SASTRA IN 331 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2006 SILABUS 1.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra
BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,
Lebih terperinciSILABUS SASTRA ANAK INA221 PBSI / SMS VI
SILABUS SASTRA ANAK INA221 PBSI / SMS VI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASAN DAN SASTRA INDONESIA 1 SILABUS I. Identitas Mata
Lebih terperinciResume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed
Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra yang baik tidak dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan, mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia, dan segala problematikanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tetapi kalau memahami masalah-masalah
BAB I PENDAHULUAN.1. Latar Belakang Masalah Dalam tugas sehari-hari, baik sebagai guru bahasa, sebagai penerjemah, sebagai pengarang, sebagai penyusun kamus, sebagai wartawan, atau sebagai apapun yang
Lebih terperinci(S.S.)
(S.S.) (S.S.) .1.2.3 .................. Heri Aprilianto, Tokoh Utama Wanita dalam Pandangan Gender pada Novel Wajah Sebuah Vagina Karya Naning Pranoto, (Semarang: UNNES, 2005), hal. 2. Soenaryati
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 1. Penelitian Terdahulu A. Kajian Pustaka Berikut adalah penelitian terdahulu novel Tantri Perempuan yang Bercerita dan naskah Kidung Tantri Kĕdiri:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur
Lebih terperinciPENGEMBANGAN RANCANGAN MATA KULIAH SASTRA BANDINGAN DENGAN METODE SINKRONIK-DIAKRONIK BERBASIS LAPANGAN DI PRODI BAHASA DAN SASTRA JAWA
PENGEMBANGAN RANCANGAN MATA KULIAH SASTRA BANDINGAN DENGAN METODE SINKRONIK-DIAKRONIK BERBASIS LAPANGAN DI PRODI BAHASA DAN SASTRA JAWA ABSTRAK Sukadaryanto dan Yusro Edy Nugroho Universitas Negeri Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu berkembang. Kemudian proses pembelajaran dapat dilakukan karena adanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah faktor yang kompleks
Lebih terperinciPendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra
Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Mimetik Ekspresif Pragmatik Objektif 10/4/2014 Menurut Abrams 2 Pendekatan Mimetik Realitas: sosial, budaya, politik. ekonomi, dan lain-lain. Karya Sastra 10/4/2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas dan terstruktur pula pikirannya. Keterampilan hanya
Lebih terperinciBEBERAPA PENDEKATAN PENGKAJIAN SASTRA. Hartono, M. Hum. PBSI FBS UNY
BEBERAPA PENDEKATAN PENGKAJIAN SASTRA Hartono, M. Hum. PBSI FBS UNY Mengapa Pendekatan Pengkajian Sastra selalu Berkembang? 2 1. Ragam sastra sangat banyak dan berkembang secara dinamis. Kondisikondisi
Lebih terperinciSILABUS KAJIAN PUISI INDONESIA (IN 209)
SILABUS KAJIAN PUISI INDONESIA (IN 209) Drs. Ma mur Saadie, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2013 SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama Mata Kuliah : KAJIAN PUISI INDONESIA. NomorKode
Lebih terperinciKAJIAN PROSA FIKSI IN 210
SILABUS MATA KULIAH KAJIAN PROSA FIKSI IN 210 Dosen Pengampu Mata Kuliah: Drs Memen Durachman, M.Hum. Halimah, M.Pd. JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi
Lebih terperinciRANCANGAN AKTIVITAS PERKULIAHAN ( R A P )
Nama MK Kode MK/SKS Nama Pengembang Semester Deskripsi Singkat Kompetensi Umum RANCANGAN AKTIVITAS PERKULIAHAN ( R A P ) : Sastra Anak : BI4410/2 : Haerussaleh, S.Pd., M.Pd : IV : Mata kuliah ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, perkembangan sosial dan perkembangan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah
Lebih terperinciTEORI-TEORI POLITIK. P. Anthonius Sitepu. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012
TEORI-TEORI POLITIK Penulis: P. Anthonius Sitepu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia saat ini serta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia saat ini serta penggunaannya pun tidak dapat dimungkiri lagi dalam masyarakat kita. Akronim merupakan proses pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. Parwa berarti bagian buku/cerita (Mardiwarsito, 1986:410). Parwa juga dikatakan sebagai bagian dari
Lebih terperinciImaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU
RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
ANALISIS STRUKTUR KEPRIBADIAN DAN MEKANISME PERTAHANAN JIWA TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN 9 DARI NADIRA KARYA LEILA S. CHUDORI TELAAH PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, baik lisan maupun lisan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian Penerjemahan. Penerjemahan menurut Eugene A. Nida dan Charles R. Taber dalam buku
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penerjemahan Penerjemahan menurut Eugene A. Nida dan Charles R. Taber dalam buku yang berjudul Panggilan Menjadi Penerjemah adalah translating consists in reproducing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap teks mengandung makna yang sengaja disisipkan oleh pembuat teks, termasuk teks dalam karya sastra. Meski sebagian besar karya sastra berfungsi sebagai media rekreatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang sedang dipikirkannya. Dengan demikian manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Bahasa tidak hanya berbentuk lisan, melainkan juga tulisan. Dengan adanya bahasa, manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut berbagai hal, yakni permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian
Lebih terperinci23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI
PEMODERNAN CERITA RAKYAT & MASALAH PEMBELAJARANNYA oleh Sumiyadi Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciKONVENSI SASTRA DAN KESUSASTRERAAN DI INDONESIA. Oleh : Drs. Syahrudin M. Staf Pengajar Politeknik Negeri Medan
KONVENSI SASTRA DAN KESUSASTRERAAN DI INDONESIA Oleh : Drs. Syahrudin M. Staf Pengajar Politeknik Negeri Medan Pendahuluan Menurut Prof. A. Teeuw (1984:100-101) istilah konvensi masuk bidang sastra dan
Lebih terperinci