Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU"

Transkripsi

1 Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU Tahap yang esensial dalam kegiatan pemanenan kayu, jenisnya dan dimana lokasinya akan dibicarakan dalam bab ini. Walaupun dalam kenyataannya bebrapa jenis kegiatan dalam pemanenan kayu itu berbeda yang disebabkan oleh kondisi wilayahnya, namun secara prinsip kegiatan pemanenan itu akan sama. Misalanya pada kegiatan pemuatan dan pengangkutan, ada yang kegiatannya terkonsentrasi pada suatu tempat pengumpulan, tetapi ada juga yang kegiatannya terjadi dibeberapa tempat disepanjang jalan angkutan, karena misalnya lapangannya datar sehingga disetiap tempat penebangan itu penyaradan bisa langsung kepinggir jalan angkutan. Berlainan bila lapangannya sulit maka penyaradan harus dikonsentrasikan disatu tempay pengumpulan. Pembagian batang juga demikian. biasanya dikerjakan diareal tonggak (dipetak tebangan), akan tetapi dapat juga dikerjakan ditempat pengumpulan, bahkan dapat juga diker j akan ditempat penimbunan besar atau dihalaman pabrik. Pada sistem pemanenan kayu pendek dimana wilayah hutannya relatif datar, maka kegiatan pemuatan diadakan diareal tonggak, tidak ada penyaradan karena truk angkutan dapat langsung menuju keareal tebangan. Organisasi dalam Tahap Kegiatan Pemanenan Organmisasi dalam kegiatan pemanenan kayu, biasanya dibagi-bagi berdasarkan jenis kegiatan yang dilaksanakannya. Contoh dibawah menggambarkan jenis kegiatan dalam suatu operasional pemanenan kayu. Persiapan penebangan Pembagian batang ditempat tebangan (areal tonggak) 1. kayu utuh 2. kayu dalam potongan-potongan 3. Produk lain Pemotongan bagian pucuk. dalam kayu panjang Dibagi ditpn 1. Dibagi di pabrik 2. Tidak dibagi-bagi

2 Penumpukan 1. Di areal tonggak 2. Di TPn Sistem penyaradan A. Tidak dirakit atau ditarik secara satu persatu 1. Berupa potongan (log) 2. Pohon sepanjang-panjangnya 3. Pohon utuh B. Dirakit (dikumpulkan lebih dahulu) 1. Utuh 2. kayu pendek 3. ayu panjang Lokasi Pemuatan A. Di tempat tunggak 1. Manual 2. Dengan Mesin B. Dipinggir jalan atau dipinggir rel 1. Terkumpul disatu tempat 2. Sepanjang jalan Pengangkutan Darat A. Ketempat Sementara 1. Dim uat kembali a. Dengan Truk b. Dengan rel 2. Tujuan terakhir 3. Disungai a. Disungai atau di es b. Ditumpuk c. Dirakit (1) Satu sama lain tidak ada ikatan (2) Dibendel d. Ditaruh dalam tongkang e. Dimasukkan kekapal

3 B. Alat angkut 1. Truk 2. Re! Pengangkutan lewat sungai A. Ketempat pengumpulam sementara B. Ketempat akhir Penyiapan Kayu yang Telah Ditebang Dibeberapa HPH di Indonesia telah melaksanakan pemotongan untuk kayu sebagai bahan industri pulp; maka dengan sendirinya memerlukan peralatan tambahan untuk mengangkut bahan baku pulp itu. Biasanya alat penyarad hanya traktor sarad yang bertenaga besar, akat tetap dalam proses ini ada traktor berban pompa yang biasanya digunakan untuk penyaradan kayu pulp ini yang kayunya harus diluat lebih dahulu. Pada industri yanmg besar dimana peralatannya sudah maju, maka ada yang disebut pemanen yang hanya dengan satu mesin ini dapat melaksanakan seluruh proses pemanenan, yang biasanya dengan sistem kayu utuh (komplit) dimana seluruh bag: an pohon itu setelah ditebang sendiri kemudian diangkut sendiri sampai halaman pabrik sampai pinggir jalan. Pada sebagian besar HPH di Indonesia diluar Jawa, kayu dipotong dalam keadan sepanjang mungkin dan diareal tunggak ini hanya dipotong bagian pucuknya saja. Ba r u nanti setelah disarad sampai ditempat pengumpulan (yang pada umumnya terle t ak dipinggir jalan angkutan) kayu-kayu tersebut dipotong-potong lagi dengan berbagai ukuran, dengan pertimbangan permintaan, kualitas dan lain-lain. Pada perusahaan besar yang biasanya hutan tanaman, kayunya berdeiameter kecil dan lunak (untuk pulp) maka setelah pohon rebah kemudian dipotong- potong dengan gergaji slasher, yakni bukan chainsaw seperti biasanya, akan dengan gergaji piringan dimana beberapa batang dapat dipotong sekaligus. Hal ini di Indonesia belum dijumpai, mungkin nanti apabila industri pulp and paper telah maju berkembang dengan hutan tanamannya. Demikianlah dengan berbagai kegiatanma maka selanjutnya kayu dapat ditarik atau dibawa kepinggir jalan angkutan (dengan istilah penyaradan) atau langsung ke sungai yang selanjutnya diangkut sampai halaman pabrik pengolahan.

4 Sistem Penyaradan Semua kayu yang telah dibagi-bagi itu kemudian disarad baik secara satu persatu, beberapa batang ditarik bersamaan atau bahkan dibendel jadi satu. Ditarik dengan cars sebatang demi sebatang apabila ukuran kayunya sangat besar, namun harus dengan mesin penyarad. Sedang bila dibagi menjadi potongan pendek-pendek maka alat penyaradnya bisa demham hewan sarad semacam lembu atau kerbau. Ada juga sistem penyaradan dimana kayu-kayunya tidak ditarik oleh mesin penyarad, akan tetapi dimuat lebih dahulu keatas bak, kemudian diangkut sampai tempat pengumpulan. Dalam hal ini,mesin penyaradnya disebut Forearder dan sistem penyaradannya disebut forwarding. Pada saat ini penyaradan dengan model demikian barn dilaksanakan diperusahaan MHP (Musi Hutan Persada) dan RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper). Bahkan di RAPP penyaradannya juga menggunakan sistem kabel, satu sistem yang jarang digunakan di Indonesia. Dengan demikian sistem penyaradan yang digunakan dapat berbagai macam bergantung kondisi kayunya, topografinya, dan juga kesediaan mesinnya. Lokasi Pemuatan Pada umumnya untuk kayu pulp dan kayu pendek dibagi-bagi ditempat tebangan dan kemudian ada yang langsung dimuat dengan tangan keatas kendaraan (truk), apabila keadaan lapangannya mengijinkan, misalnya relatif datar, tidak banyak halangan tumbuhan baeah dan batu dan lain-lain sehingga tanpa disarad lebih dahulu. Sistem ini disebut bobtail system. Di Indonesia dapat dijumpai hampir disemua wilayah hutan, alat pengangkutannya da[at masuk kebidang tebangan. Pemuatan pada umumnya dilakukan ditempat pengumpulan (TPn) yang biasanya terletak dipingghir jalan angkutan, dimana kayu itu hasil penyaradan dari tunggak ketempat tersebut. Apabila sistem yang dilakukan demikian, maka terjadilah pemuasatan pemuatan keatas kendaraan pengangkut, sehingga diperlukan alat pemuat yang cukup berkapasitas besar dan boleh menetap ditempat. Pemuasatan tempat pemuatan ini diakibatkan karena lapangan pemanenan tidak rata atau bahkan bergunung-gunung, sehingga diperlukan satu tempat pengumpulan karena medannya sangat sulit untuk mengumpulkan disembarang tempat. Berlainan apabila medannya cukup datar. maka pengumpulan kayu oleh alat penyarad dapat diletakkan disepanjang jalan angkutan (dibeberapa tempat) sehingga pemuatannya keatas kendaraan pengangkut jugs dapat dilaksanakan dibeberapa tempat. Disini diperlukan alat pemuat yang dapat berjalan kesana kemari sesuai dengan keberadaan kayu yang

5 akan dimuat. Atau kadang-kadang ada juga truk yang dilengkapi dengan alat pemuat (self loading truck) sehingga truk tersebut dapat memuat sendin tanpa bantuan alat pemuat. Pengangkutan Lewat Daratan Apabila sistem pengangkutan yang digunakan dengan leeat darat, maka bisa langsung ketempat penimbunan kayu (TPK), langsung sampai kehalaman pabrik pengolah, langsung ketempat penjualan kayu, atau dapat pula jarak pengangkutan karena panjangnya dibagi-bagi menjadi beberapa tahap. Ditempat sementara ini dilakukan pemuatan kembali keatas kendaraan pengangkut, yang bisa sama jenisnya, atau bisa juga berbeda jenisnya. Misalnya dari truk ke truk lagi atau dari truk ke jalan rel (lori ). Atau dapat pula dari truk yang kecil ke truk yang besar atau sebaliknya, bergantung situasi dan kondisi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi prestasi kerja pengangkutan lewaqt daratan misalnya keadaan cuaca, operator yang mangkir, dan beberap faktor yang lain, sehingga untuk perencanaan produktiyitas pengangkutan per periode harus memperhatikan hal-hal tersebut. Pengangkutan leeat daratan dapat dibagi menjadi dua macam ialah pengangkutan lewat daratan dengan menggunakan truk khusus angkutan kayu dan yang lain adalah lori yang ditarik oleh lokomotif yang biasanya disebut pengangkutan lewat jalan rel. Pengangkutan dengan truk kadang-kadang hams ditempuh jarak yang panjang. Bila demikian maka jarak itu biasanya dibagi menjadi sekurang-kurangnya dua terminal sehingga terjadi dua kali pemuatan. Akan tetapi bila pengangkutan darast dilakuakan dengan rel, maka jarak yang panjang itu biasanya tidak menjadi masalah; dan memang salah satu keuntungan pengangkutan dengan rel adalah dapat membawa muatan sekali dalam perjalanan dalam jumlah yang besar dan jarak tempuhnya relatih jauh. Pada awalnya pengangkutan lewat daratan, baik dengan truk maupun dengan rel belum banyak digunakan, karena hutan yang dipanen masih berada dipinggir lautan, pinggir danau atau pinggir sungai. Dengan demikian pengangkutannya lewat sungai karena ternyata beayanya sangat murah dibanding dengan lewat daratan. Sayangnya kayu-kayu yang bisa diangkut lewat sungai hanyalah terbatas kayu-kayu yang ringan (floater) sehingga terapung; sedangkan bila lewat daratan baik kayu yang terapung dan tenggelam (sinker) dapat diangkut. Karena hutan-hutan dipinggir Taut, danau, atau sungai lama kelamaan habis maka mau tidak mau perusahaan hams memanen kayu yang agak jauh dari sungai: dengan demikian maka perusahaan hams membuat jalan angkutannya sendiri, baik

6 dengan jalan tanah maupun jalan rel. Beruntung apabila hutannya terletak disuatu wilayah yang sudah banyak jalan kampungnya, sehingga pengangkutan kayunya bisa melewati jalan kampung. Tetapi biasanya lokasi hutan yang dipanen itu berada pada wilayah yang remote, sehingga diperlukan pembuatan jalan oleh perusahaan sendiri. Beaya transportasi merupakan jumlah beaya yang terbesar (prosentasenya) diantara komponen beaya pemanenan yang lainnya. Secara kasar beaya transpor mencapai lebih dari 40% dari total beaya pemanenan kayu. Hal ini disebabkan pertama karena kayu yang diangkut itu merupakan bends yang berat dan memakan tempat. Kedua jarak yang ditempuh paling jauh, yaitu minimal dari tempat pengumpulan dipinggir jalan (dihutan) sampai ketempat dimana kayu itu akan diolah (pabrik pengolahan) atau ketempat penimbunan besar (sering merupakan tempat penjualan kayu). Mengingat tingginya beaya transportasi maka ada yang mengatakan bahwa beaya transport merupakan kunci intensif tidaknya pengusahaan hutan. Pengangkutan Lewat Air Sampai sekarang beaya transportasi lewat air adalah yang paling ekonomis dibanding dengan sistem pengangkutan apapun. Dengan demikian Para pengusaha hutan selalu memanfaatkan sungai, danau atau lautan untuk pengangkutan kayunya, baik dari hutan kepabrik pengolahannya, maupun dari hutan ketempat penimbunannya (TPK). Oleh karena itulah kebanyakan lokasi pabrik pengolahan kayu diluar Jaw diletakkan disepanjang sungai (merupakan jalan angkutan). Lain dengan di Jawa yang biasanya lokasi pabrik pengolahan kayu terletak dijalan mobil (lewat daratan) Kayu sebagai hasil tebangan yang diangkut lewat air bisa berbagai macam metodenya. Ada yang menggunakan rakit untuk kayu yang terapung (floater) dan ada yang menggunakan ponton, untuk kayu yang tenggelam (sinker). Kayu-kayu yang diangkut dengan kapal (didalam kapal) biasanya sudah merupakan kayu gergajian, atau produk pabrik pengolahan dalam bentuk lain). Ada juga yang memanfaatkan laju arus sungai yang cepat sehingga pengangkutan kayu bila jaraknya tidak terlalu jauh, justru paling efisien. Karena cepatnya aliran kayu, maka penampungannya harus selalu siap dihalaman pabrik pengolahannya. Pada zaman dahulu di Indonesia dikenal dengan istilah "banjir cup" atau tebang banjir, dimana angkutannya selalu memanfaatkan besarnya air sungai pada saat banjir. Metode ini angat sulit pengendaliannya, karena kayu-kayu yang sudah ditebang hanya dihamburkan begitu saja disungai tanpa ada "tug boat" yang. mengendalikannya. Perjalanannya diserahkan sepenuhnya terhadap kondisi air yang ada. Dengan demikian apabila ada

7 sungai yang digunakan untuk kepentingan ini, praktis kegiatan transportasi yang lain terhenti. Oleh karena itulah maka sistem ini sekarang dilarang di lndonesia. Pengangkutan kayu lewat sungai yang hanya dihamburkan begitu saja itu, tanpa diikat satu dengan yang lain, pasti akan banyak kehilangan kayu, karena banyak kayu yang berhenti dijalan (keluar dari jalur sungai). Apalagi apabila ukuran panjangnya tidak diseragamkan, akan lebih sulit lagi untuk menjaga kelancarannya. Oleh karena itu sebaiknya walaupun rakit itu tidak ada yang mengendalikan harus juga diatur panjangnya dan kemudian diikat satu sama lain, agar perjalanannya tidak terganggu dan semua kayu selamat sampai ketujuan. Rakit pada saat sekarang, walaupun yang diangkut itu ratusan m3 untuk sekali perjalanan, namun tetap aman sampai tuj uan, karena pertama kayu-kayu itu dipotong sama panjang (lebih kurang 4 m-an), kedua kayu-kayunya diikatkan satu sama lain dengan kuat (besi Baja sling), sehingga ealaupun diterjang gelombang tetap saja bersatu seluruhnya, ketiga rakit itu dikendalikan oleh perahu (tug boat) yang biasanya dibagian muka dan bagian belakang, sehingga jalannya rakit bisa teratur. Terhadap kayu-kayu yang tenggelam (sinker), maka biasanya kayunya dimuat lebih dahulu diatas "ponton" yaitu semacam tanker yang tidak bermesin. Ponton ini ditarik oleh sebuah kapal penarik yang disebut "Tug boat". Karena kayunya bisa diceburkan kesungai langsung tenggelam, maka kayu-kayu itu dipersiapka ditebing sungai. Diatas ponton sudah ada mesin derek (kran) yang mengambil kayu didarat (pinggir sungai) dan kemudian memuat dan menatanya dipontonnya. Demikian juga nanti pada saat membongkar muatan, derek atau kran itu mengambil kayu dari ponton dan kemudian ditaruh didaratan (logyard, halaman pabrik). Sesungguhnya pengangkutan lewat air yang pertama sudah bisa dimulai semenjak kayu itu disarad sampai pinggir air. Namun ada juga yang tidak langsung dari hasil penyaradan, karena letaknya sungai jauh, sehingga harus diangkut didalam hutan terlebih dahulu. Organisasi Pemanenan berkaitan dengan Industrinya Skala kegiatan pemanenan ternyata sangat besar perbedaannya, Untuk itu maka sebaiknya harus dilakukan peninjauan dari kasus per kasus. Kadang-kadan dijumpai dua buah kegiatan yang sama besarnya, akan tetapi berhubung adanya perbedaan topografi dan kondisi kayu yang berbeda, maka bentuk organisasi beserta crew-nya bisa saja berbeda. Kondisi tenaga kerja yang ada juga dapat mempengaruhi pemilihan metode dan peralatan yang digunakan.

8 Contoh ini diambil dinegara barat. 1. Produksi pulpwood dengan sistem kayu panjang untuk pabrik chip. Prosduksi hariannya 480 cords; produksi tahunnannya cords. Seluruh tenaga kerjanya dihutan berjumlah enam orangl ada enam truk, ada alat komunikasi, dan sebanyak 32 semitrailer. Topografinya datar, dan tumbuhan baeah agak lebat. Penebang dengan chainsaw berjumlah satu orang, tetapi pembersihan ranting dan pemotongan bagian pucuk oleh orang lain Penyaradan dilakukan oleh seorang operator traktor kecil dan seorang operator traktor medium (traktor berban baja). Jarak sarad maksimum 800 fit, rata-ratanya 400 fit. Satu kali penyaradan dapat membawa dari satu batang hingga lima batang dengan yolume dari setengah hingga tigaperempat cords.. Pengangkutan dilakasankan oleh enam truk. Truk-truk ini dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang dihubungkan dengan kantor pusat dan bengkel. Alat komunikasi ini melaporkan kegiatan truk pada saat memuat di TPN dan pada saat membongkar muatan dihalaman pabrik pengolahan kepada kantor pusat.. Dengan demikian jumlah personil dalam satu kegiatan pemanenan terd i ri atas : satu foreman (mandor), satu operator penyarad, satu orang operator pemuat, dua orang helper traktor, satu penebang dan satu pembersih ranting dan pemotong bagian pucuk, satu pelepas sling, dan ada pembantu umum dan totalnya berjumlah 9 personil. Personil pengangkutan untuk seluruh kegiatan dihutan adalah enam orang driyers (sopir) dan dua orang tenaga bengkel. Pada kantor manager, ada seorang penjaga radio kontrol dan satu orang manager yang mengatur seluruh kegiatan 2. Kegiatan pemanenan Pinus untuk bahan Baku industri kayu gergajian. Produksi hariannya mencapai fit dipotonton g sepanjang 50 fitnlebih dengan diameter sebesar 15 inci dan lebih.volume tebangannya per acre rata-rata fit. Tenaganya berjumlah 10 orang seluruhnya. Penebangan, pembersihan ranting dan pemotongan pucuk dengan diameter minimum dipucuk. sebesar 7 inci dilaksanakan oleh dua orang tenaga kerja den= alat chainsaw. Penyaradan dikerjakan oleh dua traktor besar berban pompa (skidder tractor), dengan masing dibantu oleh seorang choker, dengan jarak sarad seja u h rata-rata setengah mil.. Setiap tempat pengumpulan (landing) melayani hutan seluas 40 acre. Pemuatan dikerjaklan oleh traktor pemuat berban pompa dengan satu orang operator. Loader ini juga mengatur penaikan dan penurunan trailer sewantu kosong

9 dan isi. Pengangkutan kayu panjang memerlukan dua truk trailer dan satu biasa untuk kayu pendek. Jarak angkutnya sejauh 20 mil. 3. Kegiatan pemanenan untuk bahan baku industri kayu gergajian dan pulp. Diameter antara 10 hingga 26 inci. Volume tegakan rata-rata sebesar 10 M fit. Produksi hariannya rata-rata 50 M fit. Penebangan, pembersihan ranting dan pemotongan bagian pucuk dengan alat chaisaw Penyaradan oleh satu traktor berban baja (crawler) yang berukuran sedang dan satu crawler besar. Atau kadang-kadan oleh empat buah traktor berban pompa, bergantung kepada kondisi tanah dan topografinya.. Jarak sarad maksimum adalah fit. Pembagian batang dilaksanakan dilanding dengan dua orang gergaji tangan. Pemuatannya keatas truk and trailer dengan keran (crane) yang stasionary. Pengangkutan dengan tujuh atau delapan treuk gandengan, bergantung kepada jarak angkutnya dan kondisi jalan dengan jarak rata-rata sejauh 39 mil.setiap hari rata-rata sebanyak 18 trip. Setiap kali memuat sebanyak 6 cord, jadi jumlah seluruhnya 100 cord atau 50 M fit. Tenaga yang diperlukan sebanyak 20 orang, terdiri atas : tiga orang penebang, tiga helper traktor, dua orang pembagi batang di landing, dua orang scalier dilanding, dua orang perapi bontos, satu orang operator keran pemuat, satu orang mekanik (bengkel) satu orang tenaga umum, dan satu orang foreman (mandor). 4. Pemanenan kayu keras untuk industri gergajian. Produksinya 25 M fit. Setiap harinya.kegiatannya terbatas pada saat musim kering, jadi hanya selama enam bulan saja setiap tahunnya.ukuran pohonnya dengan diameter setinggi dafda antara 14 inci hingga 34 inci. Penebangan dan pembagian batang oleh tiga orang tenaga. Dua ()rang dengan chainsaw dan yang satu mengerjakan pembagian batangnya sambil menghitung yolumenya. Penyaradan dikerjakan oleh tiga orang tenaga kerja. Dua orang operator dan satu orang pengikat sling pada batang yang disarad (helper).. Jarak sarad dari hutan kepinggir jalan angkutan rata-rata dari 300 fit hingga 900 fit. Pemuatan memerlukan dua orang tenaga. Satu sebagai operator keran dan satunya bertugas mengatur kayu yang dimuat keatas kendaraan. Pengangkutan dengan truk sampai kepinggir sungai dan selanjutnya dimuat keatas ponton dan ditarik oleh tugboat. Truknya berkekuatan 250 Hp dan dipasang

10 gandengan. Tenaga yang diperlukan adalah dua orang pengemudi dan satu tenaga pembongkar dari keran. Jarak pangangkutan sejauh 4 hingga 8 mil dimana setiap harinya mampu mengangkut sebanyak 6 hingga 8 trip dengan yolume rata-rata fit.

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

Bab VII PENGANGKUTAN HASIL HUTAN

Bab VII PENGANGKUTAN HASIL HUTAN Bab VII PENGANGKUTAN HASIL HUTAN Pengangkutan hasil hutan atau biasa disebut pengangkutan jarak jauh (sering disebut hauling atau transportation merupakan tahap terakhir dari kegiatan pemanenan hasil hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan PENDAHULUAN Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan adalah pengangkutan kayu ke tempat penimbunan kayu atau ke empat pengolahan selanjutnya. Pengangkutan di dalam kegiatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Bab IV PENEBANGAN POHON

Bab IV PENEBANGAN POHON Bab IV PENEBANGAN POHON Kata penebangan pohon (felling) sebenarnya dipinjam dari kata pemotongan pohon (cutting), karena istilah pemotongan pohon di Indonesia tidak begitu populair, yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian Agar suatu industri penggergajian yang didirikan dapat berjalan lancar, sesuai dengan rencana, selama jangka waktu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT PENELITIAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT. TRISETIA INTIGA Disusun oleh: Budi Setiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya hutan yang harus dikelola dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

! "# # $ # % & % # '(()

! # # $ # % & % # '(() !"# # $# % & % # '(() Kata Pengantar Buku Ilmu Penggergajian Kayu sebagai bahan ajar ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan kuliah kepada mahasiswa strata satu. Bahan-bahannya diambil dan tiga buku

Lebih terperinci

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep & Tahapan

Pengertian, Konsep & Tahapan Pengertian, Konsep & Tahapan PEMANENAN HASIL HUTAN M a r u l a m M T S i m a r m a t a 0 1 1 2 0 4 7 1 0 1 Umum: DASAR & PENGERTIAN Eksploitasi hutan/pemungutan hasil hutan merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

: 1. Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, MP 2. Prof. Dr. Ir. Muh. Dassir, MSi 3. Dr. Ir. A. Mujetahid, MP 4. Nurdin, S.Hut.,M.Hut.

: 1. Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, MP 2. Prof. Dr. Ir. Muh. Dassir, MSi 3. Dr. Ir. A. Mujetahid, MP 4. Nurdin, S.Hut.,M.Hut. RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Pemanenan Hutan Kode MK/SKS : 307M1217 /2 Semester : (lima) Mata Kuliah Prasyarat : -

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN. Oleh IRWANSYAH NIM.

STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN. Oleh IRWANSYAH NIM. STUDI TENTANG LAMA WAKTU PERAKITAN LOG PADA KANAL UTAMA DI PT. SYLVIA ERY TIMBER KABUPATEN NUNUKAN Oleh IRWANSYAH NIM. 070 500 013 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN PENGELOLAAN HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN PENIMBUNAN KAYU SERTA BAHAN BANGUNAN LAINNYA DALAM KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan

3 Jasa Pemanduan a Tarif Tetap 40, per kapal per gerakan b Tarif Variabel per GT kapal per gerakan TARIF JASA KEPELABUHANAN PELABUHAN BATAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN KETUA OTORITA BATAM NO. 19 DAN 20 TAHUN 2004 NO JENIS PELAYANAN BIAYA IDR US$ KETERANGAN I PELAYANAN KAPAL 1 Jasa Labuh a Kapal Niaga

Lebih terperinci

seluas Ha yang seluruhnya terletak di kelompok B. KONFIGURASI LAPANGAN, TANAH DAN IKLIM Kiani Lestari di kelompok Hutan Jele-Beliwit

seluas Ha yang seluruhnya terletak di kelompok B. KONFIGURASI LAPANGAN, TANAH DAN IKLIM Kiani Lestari di kelompok Hutan Jele-Beliwit 20 seluas 223.500 Ha yang seluruhnya terletak di kelompok hutan Jele-Beliwit. Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), areal hutan terbagi dalam fungsi Hutan Produksi Tetap (134.250 Ha) dan Hutan

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Bab V PENYARADAN. Universitas Gadjah Mada

Bab V PENYARADAN. Universitas Gadjah Mada Bab V PENYARADAN Penyaradan atau Skidding adalah memindahkan produk pohon dari areal tebangan melalui lapangan yang diperbaiki ke tempat pengumpulan kayu atau tempat traktor sarad yang tidak diperbaiki

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN BANGUNAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Panen Tanaman kelapa sawit biasanya mulai menghasilkan buah pada umur 3-4 tahun. Proses pemanenan kelapa sawit meliputi kegiatan memotong tandan buah yang masak, memungut brondolan,

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888] UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau

Lebih terperinci

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TAMBAT, LABUH KAPAL LAUT DAN RAKIT KAYU DI SUNGAI BARITO DALAM WILAYAH KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan termasuk pekerjaan yang berat dan berbahaya. Sessions (2007) juga menjelaskan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman di Jawa, khususnya oleh Perum Perhutani merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari penanaman, pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB II LANDASAN TEORI

Perancangan Mesin Pengangkut Produk Bertenaga Listrik (Electric Low Loader) PT. Bakrie Building Industries BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Penanganan Bahan Sistem penanganan bahan pada umumnya terdiri dari berbagai mekanisme yang banyak diterapkan di berbagai bidang. Hal ini menjadi faktor utama dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS MINGGU KE 15 Diskripsi singkat : Manfaat Learning Outcome BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS IX.1. Saluran Transmisi (Transmission Lines). Disini pengaruh topografi paling sedikit dan biasa diambil jarak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Sistem pemanenan kayu di HPH PT. Diamond Raya Timber menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Berdasarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG DJ HPH PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN BARAT OLEH: NANANGZULlZARNAEN E3I.l215 a -. - ~... ' :...,. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengertian Lalu Lintas

Pengertian Lalu Lintas LALU LINTAS Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR Cetakan ke-1, 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang IAARD Press, 2012 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA FASILITAS SUNGAI/DERMAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) NAFA AROA INDAH

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN PEMNENAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN Oleh: Dulsalam SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Koordinator: Dulsalam TARGET OUTPUT RPI 2010-1014 SINTESIS OUTPUT 1 Teknologi penentuan luas petak tebang

Lebih terperinci

I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU

I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU A. DEFINISI DAN KONSEP PEMANENAN KAYU Istilah lain Eksploitasi Hutan Eksploitasi Hasil Hutan Pemungutan Hasil Hutan Penebangan Hutan Logging Pembalakan Istilah baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU DI KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. mandor panen. Rumus peramalan produksi harian yaitu : P = L x K x T x B. L = Luas areal yang akan dipanen (ha)

I. TINJAUAN PUSTAKA. mandor panen. Rumus peramalan produksi harian yaitu : P = L x K x T x B. L = Luas areal yang akan dipanen (ha) I. TINJAUAN PUSTAKA A. Produksi 1. Peramalan Produksi Peramalan produksi sangat penting dan ketepatannya akan meningkatkan efesiensi dibidang pemakaian tenaga pemanen, angkutan dan jam olah pabrik. peramalan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004)

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan transportasi laut dengan peti kemas dalam dua dekade belakangan ini mencapai sekitar 7-9% per tahun dengan perbandingan jenis angkutan laut lain hanya mengalami

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU

I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU I. PENGERTIAN DAN KONSEP PEMANENAN KAYU A. DEFINISI DAN KONSEP PEMANENAN KAYU Istilah lain Eksploitasi Hutan Eksploitasi Hasil Hutan Pemungutan Hasil Hutan Penebangan Hutan Logging Pembalakan Istilah baku

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/3/2006

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/3/2006 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 38/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG KETENTUAN IMPOR KENDARAAN BERMOTOR BUKAN

Lebih terperinci

PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN PART - 1

PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN PART - 1 PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN PART - 1 Properti Industri Terdiri dari: A. Tanah B. Bangunan C. Sarana Pelengkap D. Mesin-mesin dan Peralatan E. Kendaraan Bermotor F. Alat Berat G. Fixture dan Furniture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

Merupakan kegiatan memuat, membawa dan membongkar peralatan pendukung Drilling dan pemindahan Rig Carrier dari satu lokasi ke lokasi lainnya.

Merupakan kegiatan memuat, membawa dan membongkar peralatan pendukung Drilling dan pemindahan Rig Carrier dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Merupakan kegiatan memuat, membawa dan membongkar peralatan pendukung Drilling dan pemindahan Rig Carrier dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Peralatan Pendukung Drilling berupa: - Pompa - Mud Tanks /

Lebih terperinci

bidang utama keahlian Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan. 2) Peneliti yunior pada Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor, Departemen Kehutanan

bidang utama keahlian Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan. 2) Peneliti yunior pada Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor, Departemen Kehutanan PRODUKTIVITAS PENGANGKUTAN KAYU DENGAN TRUK DAN TUGBOAT DI HUTAN RAWA GAMBUT : KASUS DI SATU PERUSAHAAN HUTAN DI JAMBI Oleh/By : SONA SUHARTANA 1 & YUNIAWATI 2 1) Peneliti pada Pusat Litbang Hasil Hutan

Lebih terperinci

EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT

EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT Oleh/By SONA SUHARTANA 1), YUNIAWATI 1) & RAHMAT 2) 1) Peneliti Pusat Litbang Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor.

Lebih terperinci

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci