PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) MUTHIAH AZMI E DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 RINGKASAN Muthiah Azmi (E ). Produktivitas Pengumpulan Kayu ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan). Bimbingan Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra MM. Kebutuhan akan kayu sebagai bahan baku industri pengolahan hasil hutan yang merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia selalu meningkat sehingga harus diimbangi dengan peningkatan pasokan bahan baku kayu (bbk). Untuk mencukupinya maka pemerintah mengeluarkan PP no.7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. PT. MHP sebagai salah satu pelopor pembangunan dan pengembangan HTI yang mensuplai bahan baku kayu bagi PT. Tanjung Enim Lestari (TEL) selalu melakukan optimalisasi pemanenan agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Cara mengoptimalisasinya adalah dengan menggunakan kabel untuk mengeluarkan kayu ke tepi jalan angkutan agar potensi kayu di kelerengan > 15 % dapat dikeluarkan secara efektif dan efisien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas metode pengumpulan kayu dengan menggunakan sistim kabel yang memanfaatkan tenaga gerak dari Chevrolet C cc untuk mengumpulkan kayu (winching) di PT. Musi Hutan Persada. Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan dalam memilih dan menerapkan alat yang sesuai pada kegiatan pengumpulan kayu guna menunjang kelancaran produksi. Penelitian dilakukan di petak 18, seting 71, Blok Tebing Indah I, Unit VIII Tebing Indah, SU 2 Benakat PT. MHP Sumatera Selatan selama Bulan September tahun Alat yang digunakan berupa satu unit sistim kabel (Chevrolet C cc, kabel baja berpengait 5/8 inci dan dua katrol jengkol), stopwatch, meteran, tally sheet, kamera, film negatif, alat tulis serta kalkulator. Bahan penelitian berupa tegakan Acacia mangium '91/92 seluas 27 Ha, 1200 pohon/ha. Data yang diambil meliputi data primer yaitu : waktu kerja tiap elemen penyaradan, jarak sarad, diameter dan panjang kayu yang disarad, jam kerja, jumlah hari kerja perbulan serta spesifikasi alat. Data tersebut digunakan untuk menghitung volume kayu, waktu sarad, waktu kerja, produktivitas penyaradan dan prestasi kerja penyaradan dengan menggunakan sistim kabel katrol ditunjang

3 dengan data sekunder berupa kondisi umum lapangan dan peta kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan personal computer program SAS Sistim pemanenan adalah tebang habis untuk seluruh jenis kayu, tetapi bagi kayu non Acacia mangium tidak diangkut ke pabrik. Pemanenan dilakukan secara kontrak dimana pengawasan perusahaan terhadap pekerjaan diperlukan untuk ketepatan kerja dan waktu kerja. Kontraktor wajib mengambil data areal sebelum menebang untuk menentukan tiang, jalur sarad, letak mobil dan TPn. Kegiatan penebangan meliputi penebangan (cutting/felling), pembuangan ranting/cabang (delimbing) dan pemotongan batang (trimming/bucking). Sistim kabel katrol memanfaatkan mesin mobil yang dimodifikasi untuk menggulung kabel guna menarik kayu secara mendatar menyentuh tanah dibantu satu atau dua buah katrol pada areal berlereng > 15 % menggantikan forwarder yang tidak bekerja optimal di kelerengan tersebut. Sistim ini menarik kayu panjang (Tree Length System) berdiameter minimal 8 cm menggunakan Chevrolet C-50, kabel baja berpengait (±150 m) dan dua buah katrol (satu diletakkan setinggi 2-3 m pada pohon tiang, lainnya akan digunakan bila diperlukan). Untuk menarik kayu kabel harus diulur dan ditarik secara manual menuju kayu dengan keadaan mesin mobil mati. Lalu kabel diikatkan pada kayu kemudian ditarik dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah roda kanan belakang yang sedikit diangkat agar tidak bergesekan tanah ketika menggulung kabel. Setelah ditarik kayu dibagi 2,5 m dan ditumpuk secara manual di tepi jalan angkutan. Regu kerja terdiri dari operator gergaji rantai dan keneknya, tukang ikat, operator mobil dan keneknya serta 8 orang tukang tumpuk. Setelah seluruh kayu dalam jangkauan kabel ditumpuk di TPn sistim harus pindah dengan jarak yang tidak dapat ditentukan ke areal terdekat di tepi jalan. Setelah seluruh kegiatan pemanenan selesai, jalan angkutan akan dirapihkan dan kayu dibawa ke tempat pengolahan atau pabrik. tanpa harus ke TPK. Dari penelitian diketahui bahwa sistim C-50 dapat menarik 0,28 m 3 kayu per trip dengan jarak sarad rata-rata 29,20 m. Waktu sarad efektifnya adalah sebesar 82,75 detik dan waktu sarad aktualnya sebesar 129,02 detik. Persiapan alat membutuhkan waktu sebesar 7595 detik dengan waktu hilang 257 detik.

4 Waktu hilang disebabkan pekerja mengobrol, mesin mati, kabel lepas/tersangkut, kayu tersangkut, atau jalan mobil terhambat saat berpindah. Produktivitas efektif alat sebesar 12,18 m 3 /jam dan produktivitas aktual alat sebesar 7,81 m 3 /jam. Dengan memperhitungkan waktu persiapan dan waktu tumpuk diperoleh waktu kerja efektif sistim C-50 adalah sebesar detik sedangkan waktu aktualnya sebesar detik. Produktivitas kerja efektif sistim penyaradan dengan menggunakan C-50 diperoleh sebesar 4,78 m 3 /jam dan produktivitas kerja aktualnya sebesar 3,84 m 3 /jam. Dari produktivitas kerja tersebut maka dengan memperhitungkan jam kerja perhari diperoleh prestasi kerja pengeluaran kayu ke tepi jalan angkutan adalah sebesar 30,72 m 3 /hari kerja. Produktivitas dipengaruhi oleh volume kayu yang disarad dan jarak sarad secara bersamaan atau sendiri-sendiri. Mengacu pada SOP PT. MHP, proses pemanenan kayu dengan kabel katrol di lapangan telah mendekati SOP-nya. Karena sistim kabel katrol adalah sistem kontrak maka seluruh tanggungjawab operasi berada ditangan kontraktor dan perusahan tidak akan mencampuri kebijakan kontraktor di lapangan kecuali bila mengganggu kelancaran produksi. Perusahaan dianjurkan untuk tetap mempertahankan penggunaan sistim kabel katrol ini karena beberapa kelebihan, yaitu : biaya yang murah, memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan dan yang paling penting adalah produktivitasnya yang cukup tinggi sehingga target produksi dapat cepat dipenuhi. Untuk mencegah kelebihan produksi maka jumlah penggunaan sistim kabel harus diperhitungkan dengan seksama oleh perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan hasil penelitian ini terutama nilai prestasi kerja penyaradan dengan menggunakan sistim kabel katrol. Untuk memperkuat hasil penelitian ini maka penelitian lebih lanjut terhadap terhadap faktor lain yang mempengaruhi produktifitas seperti tinggi katrol, jenis kabel dan lainnya serta penelitian terhadap sistim kabel lain yang juga digunakan di PT. MHP dapat dilakukan untuk membantu pemilihan sistim yang akan digunakan perusahaan.

5

6 PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor MUTHIAH AZMI E DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

7 Judul Penelitian Nama/NRP Departemen/Fakultas FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 : Produktifitas Pengumpulan Kayu Ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP, Sumatera Selatan (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) : Muthiah Azmi/E : Teknologi Hasil Hutan/Kehutanan, IPB Menyetujui : Pembimbing Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. Tanggal : Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. Tanggal :

8 Tanggal Lulus :... RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Februari 1980 dan terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara yang semuanya perempuan. Ayah penulis bernama H. S. Ichwan Tambunan dan ibunya bernama Hj. Ida Kesumawati Siregar (alm) yang meninggal saat penulis sedang mengerjakan skripsi ini. Riwayat pendidikan diawali dari TK Kelapa Gading selama dua tahun dilanjutkan pada SDN Kelapa Gading Timur 01 pagi ( ). Setelah itu penulis menerima pendidikan dari Islamic Center Muhammadiyah Cipanas, Pacet Cianjur (( ) dilanjutkan pada SMU Negeri 45 Jakarta ( ). Pada Juli 1998 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI dan pada tahun kedua penulis memilih pemanenan sebagai sub program studinya. Saat ini penulis aktif di organisasi massa seperti Muhammadiyah Cabang Kelapa Gading, Aisyiah Cabang Kelapa Gading dan PAN Cabang Kelapa Gading. Di kampus, selain menjadi anggota Himasiltan penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan intra Fakultas. Untuk memenuhi persyaratan akademik, penulis telah melaksanakan P3H di Jawa Tengah, PKL di PT. Inhutani II Sub Unit Malinau Kalimantan Timur dan praktek khusus di PT. MHP Sumatera Selatan guna melaksanakan penelitian untuk penyusunan skripsi yang berjudul Produktivitas Pengumpulan Kayu ke Tepi Jalan Logging dengan Menggunakan Chevrolet C-50 pada Kegiatan Penyaradan di PT. MHP Sumatera Selatan (Studi Kasus di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) dibawah bimbingan Bapak Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra MM. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan antara lain Pelatihan Lebah Madu, Pelatihan Manajemen Alat Berat, Pelatihan Pemulasaraan Jenazah, Pelatihan Komunikasi dan Kesehatan Reproduksi Remaja dan menjadi peserta Pengkajian Ramadhan 1426 H PP Muhammadiyah.

9 Jakarta, 29 Desember 2005 Penulis KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-nyalah skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan sebaikbaiknya. Skripsi ini merupakan karya puncak penulis selama berkuliah di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sebagai sebuah mahakarya, tentu saja skripsi ini bukan saja merupakan hasil kerja keras sendiri melainkan juga atas dukungan, dorongan, cinta dan kasih sayang dari berbagai pihak. Karenanya, secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pa dan Ma (alm) yang terus memberi semangat agar thie tidak mudah menyerah. Beribu maaf karena begitu banyak waktu yang terbuang, bahkan Ma pun tak ada saat ini selesai. Sekali lagi maaf, karena hanya itu yang bisa terucap 2. Tulang Taufik dan Nantulang di Cilacap beserta semua sepupu. Terima kasih untuk semua yang takkan bisa terhitung. Allah-lah yang akan membalasnya.. 3. Keluarga terkasih. Sisters, brother in law, nieces and nephew. Love U so 4. Ir. Tjetjep Ukman Karnasastra, MM. sebagai dosen pembimbing untuk semua masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Ir. Yoyo Ontaryo yang sangat membantu saat menguji 6. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS karena bersedia datang untuk menguji. 7. Ibu Atun di PT. MHP yang bersedia menerima penulis untuk dapat melakukan penelitian di PT. MHP, Sumatera Selatan. 8. Ir. Bambang Surya Irawan atas segala bantuannya saat di lapangan ataupun sesudahnya. Terima kasih untuk segala nasihatnya. 9. K' Budi dan seluruh anggota tim di Setting 71 yang sangat membantu meringankan pekerjaan di lapangan dengan tenaga dan tawanya. 10. Tulang Tengku dan Nantulang serta keluarga di Palembang. 11. Seluruh staff dan karyawan SU II Benakat dan Unit VIII Tebing Indah. 12. Karibku You-lee dan Fit-W. Ingat, 2010 itu sebentar lagi!

10 13. Para sahabat yang terus memompakan semangat untuk tidak menyerah. 14. 'Marhamah' kosan tercinta beserta seluruh penghuninya, dahulu dan sekarang. 15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak. Semoga Allah yang Maha Pengingat membalas apa yang telah kalian berikan. Akhirnya, semoga karya ini dapat memberi manfaat lebih dalam perkembangan ilmu dan teknologi kehutanan di Indonesia. Bogor, 29 Desember 2005 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... v LEMBAR PENGESAHAN... vi RIWAYAT HIDUP... vii KATA PENGANTAR...viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Kayu... 3 Penyaradan Kayu... 4 Penyaradan dengan Kabel... 6 Penyaradan dengan Traktor Waktu Kerja Penelitian Waktu Kerja Prestasi Kerja Produktivitas METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Prosedur Kerja... 18

12 Prosedur Pengumpulan Data Analisa Data Halaman KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Bentuk Badan Usaha Letak dan Luas Areal Iklim dan Hidrologi Topografi dan Tanah Keadaan Vegetasi Sosial Ekonomi Masyarakat Struktur Organisasi Tata Usaha Kayu Spesifikasi Pekerjaan Pemanenan Acacia mangium di HPHTI PT. MHP Persyaratan Pekerjaan Penebangan Efektifitas Volume dan Jangka Waktu Pekerjaan Nilai Pekerjaan dan Pembayaran Teknis Pekerjaan Penebangan Penyaradan dengan Kabel serta Tumpukan Teknis Pekerjaan Penyaradan dengan Kabel serta Penumpukan Kayu Acacia mangium Penumpukan Inspeksi Kayu Administrasi dan Tata Usaha Kayu Lain-lain Sistem Penyaradan dengan Kabel yang Digunakan oleh PT. MHP HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan Kayu Penyaradan dengan Menggunakan Kabel Katrol Spesifikasi Alat Regu Kerja Persiapan Alat... 42

13 Waktu Kerja Sistim Kabel Katrol Produktivitas Alat Prestasi Kerja Sistim Kabel Katrol Halaman Pengaruh Jarak Sarad dan Volume Kayu terhadap Produktivitas Penyaradan Dengan Menggunakan Kabel KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel Pemilihan Cara Pengekstrasian Kayu... 5 Tabel 2. Kondisi Vegetasi Penutupan Lahan di Areal PT. MHP...25 Tabel 3. Sistim Penyaradan dengan Menggunakan Chevrolet (C-50)...40 Tabel 4. Spesifikasi Alat yang Digunakan dalam Sistim C Tabel 5. Perincian Regu Kerja Sistim Kabel Katrol...42 Tabel 6. Waktu Persiapan Sistem C Tabel 7. Total Waktu Kerja dengan Menggunakan Sistim C Tabel 8. Produktivitas Kerja Sistim C Tabel 9. Perbandingan Produktivitas Kerja Sistim C-50 dan Sistim Hardtop (Arsis, 2003)...44 Tabel 10. Produktivitas Sistim C Tabel 11. Prosentase Elemen Kerja Penyaradan Sistim C Tabel 12. Prestasi Kerja Per Hari Kerja Sistim C Tabel 13. Perbandingan Prestasi Kerja Sistim C-50 dan Sistim Hardtop...46 Tabel 14. Hasil Perhitungan Pengaruh Jarak Sarad dan Volume Kayu yang Disarad terhadap Produktivitas Kerja Alat pada Sistim Kabel Katrol...52

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Chevrolet C Gambar 2. Ban Penggulung Sistim C Gambar 3. Katrol pada Tiang Utama...41 Gambar 4. Proses Pengikatan Kayu...41 Gambar 5. Rantai Pengikat Roda...44 Gambar 6. Rantai Pengikat Bak...44 Gambar 7. Grafik Hubungan Jarak Sarad terhadap Produktivitas Sistem Kabel...48 Gambar 9. Grafik Hubungan Volume Kayu terhadap Produktivitas Sistem Kabel 48

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Harian di Lapangan Lampiran 2. Rekapitulasi Data Harian di Lapangan Lampiran 3. Waktu Hilang dan Jenisnya dalam Kegiatan Penyaradan Lampiran 4. Waktu Perpindahan Alat Lampiran 5. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 6. Analisis Regresi Hubungan antara Volume dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 7. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dengan Produktivitas Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 8. Analisis Regresi Hubungan antara Volume dengan Produktivitas Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 9. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dan Volume dengan Produktivitas Efektif Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 10. Analisis Regresi Hubungan antara Jarak Sarad dan Volume dengan Produktivitas Aktual Kerja Alat pada Sistem C-50 Lampiran 11. Sketsa Tarik Panjang Mobil C-50 Lampiran 12. Rekapitulasi Target dan Realisasi Tebangan Sistim Skyline C-50 Lampiran 13. Petunjuk Teknis Penyaradan dengan Sistem Kabel untuk Areal Jurang Lampiran 14. Peta Kerja PT. Musi Hutan Persada Wilayah Benakat Unit VIII Tebing Indah

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor kehutanan merupakan salah satu andalan perekonomian Indonesia yang berfungsi mensuplai bahan baku kayu bagi industri hasil hutan maupun kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan akan bahan baku kayu tersebut akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia sehingga untuk mencukupinya harus diimbangi dengan peningkatan bahan baku kayu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka alternatif pemecahannya adalah dengan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI). Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri menjelaskan bahwa Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan hutan tanaman yang dikelola berdasarkan prinsip pemanfaatan optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Prioritas areal yang bisa dijadikan lokasi HTI adalah areal yang kurang produktif termasuk areal HPH yang sudah dipanen kayunya. Hingga akhir Pelita VI (1997) pembangunan HTI mencapai luas sekitar 2,12 juta hektar yang terdiri dari HTI Pulp Ha, HTI Plywood Ha, HTI Trans Ha dan Budidaya Tanaman Andalan seluas Ha (Departemen Kehutanan, 1998). PT. Musi Hutan Persada merupakan salah satu pelopor pembangunan dan pengembangan HTI dengan luas areal kerja sebesar ± Ha yang terbagi kedalam tiga Kelompok Hutan yaitu : Kelompok Hutan Suban Jeriji, Kelompok Hutan Benakat dan Kelompok Hutan Martapura. Pembangunan HTI PT. MHP ditujukan untuk mensuplai kebutuhan bahan baku bagi PT. Tanjung Enim Lestari (PT. TEL) yang memproduksi pulp dengan kapasitas terpasang sebesar ton pulp per tahun. Maka untuk memenuhi target tersebut, PT. MHP harus menyediakan pasokan kayu sekitar 2,3 juta m 3 /tahun. Mengingat besarnya volume kayu yang harus disediakan dan ketergantungan industri pengolahan (PT. TEL) akan ketepatan waktu penyediaan kayu maka optimalisasi

18 pemanenan harus dilakukan dengan cara melakukan pemanenan kayu secara efektif dan efisien, termasuk kayu-kayu yang terdapat pada areal-areal dengan topografi curam (jurang). Salah satu cara pengoptimalisasian pemanenan yang dilakukan PT. MHP adalah dengan mengadopsi sistem kabel dalam mengumpulkan kayu (bunching) dari tempat rebahnya agar potensi kayu yang berada di tempat sulit (jurang) dapat dikeluarkan secara efektif dan efisien. Sistem kabel merupakan sistem baru yang harus diuji kelayakannya sehingga dapat dipilih sebagai salah satu cara untuk mengeluarkan kayu dari petak tebang ke tempat pengumpulannya. Pengujian penggunaan sistem kabel tunggal untuk kegiatan pengumpulan kayu (bunching) dilakukan melalui penelitian kerja dengan metode pengukuran kerja dan penelitian waktu kerja. Produktivitas kerja dan produktivitas alat juga harus diperhatikan sebagai masukan untuk perbaikan metode kerja dari metode kerja yang telah ada. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas metode pengumpulan kayu dengan menggunakan sistim kabel yang memanfaatkan tenaga gerak dari Chevrolet C cc untuk mengumpulkan kayu (winching) di PT. Musi Hutan Persada. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan dalam memilih dan menerapkan alat yang sesuai pada kegiatan pengumpulan kayu guna menunjang kelancaran produksi.

19 TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Kayu Conway (1982) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari dalam hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu. Kegiatan ini dibedakan atas : 1. Penebangan, yang terdiri dari penebangan (cutting/felling), pembuangan ranting/cabang (delimbing) dan pemotongan batang (trimming/bucking). 2. Penyaradan (skidding) yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari tempat penebangan ke tepi jalan angkutan. 3. Pengangkutan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau langsung ke tempat pengolahan kayu. 4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan termasuk pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun. United Tractors (1993) membagi sistim pemanenan hasil hutan ditinjau dari mekanisasi yang dipakai menjadi tiga macam, yaitu : 1. Sistim Manual, dimana seluruh proses pemanenan dilakukan secara manual menggunakan tenaga otot. 2. Sistim Semi Mekanis, dimana proses pemanenan sudah menggunakan tenaga mekanik hanya saja masih memerlukan campur tangan manusia dalam pengoperasiannya. 3. Sistim Mekanis Penuh, dimana seluruh proses pemanenan sudah menggunakan tenaga mekanik. Tujuan pemanenan kayu menurut Nugroho (1995) adalah : 1. Memproduksi kayu secara lestari baik sumberdaya hutannya maupun lingkungan hutannya 2. Mendapatkan nilai tambah yang meliputi : a. Keuntungan finansial bagi perusahaan agar eksistensi usahanya terjamin b. Membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha c. Menumbuhkembangkan perekonomian lokal, regional dan nasional 3. Menyediakan kayu bulat bagi masyarakat (industri perkayuan atau individu)

20 Suparto dalam Elias (1999) membagi sistim pemanenan menjadi sistim Tebang Habis untuk hutan tanaman dan sistim Tebang Pilih untuk hutan alam. Karena Hutan Tanaman merupakan hutan homogen dan seumur maka sistim pemanenannya adalah sistim tebang habis. Untuk mengurangi dampak negatif dari sistim tebang habis ini maka areal hutan harus memiliki kelerengan < 25 %. Sistim tebang habis sangat efektif dan efisien karena peralatan dan pekerja serta kegiatan terpusat pada satu lokasi di areal yang cukup luas. Selain itu, gerak-gerik mencari pohon yang akan ditebang dan disarad tidak diperlukan. Pola pengusahaan Hutan Tanaman Industri dibagi menjadi tiga kelas perusahaan (Suparto dalam Elias, 1999), yaitu : 1. Kelas Perusahaan Kayu Serat 2. Kelas Perusahaan Kayu Pertukangan 3. Kelas Perusahaan Kayu Energi dan Non Kayu Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 35 Th. 1972, pengusahaan hutan alam diberi tiga alternatif pemanenan yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia), THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan) dan THPA (Tebang Habis Permudaan Alam). Saat ini hanya sistim TPTI yang diperbolehkan dengan daur 35 tahun. Penyaradan Kayu Menurut Conway (1978), kegiatan penyaradan adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat pengumpulan ke tempat penimbunan kayu, tempat pengolahan atau tempat pemasaran. Sedangkan menurut Weckerman (1949) penyaradan adalah pemindahan kayu jarak pendek dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) di pinggir jalan angkutan seperti jalan mobil, rel atau sungai. Secara umum, sistim penyaradan kayu dibagi menjadi tiga macam berdasarkan sortimen kayu yang disarad (Elias, 1988), yaitu : 1. Sistim Tarik Pendek (Short Wood System). Sistim ini menyarad kayu dalam ukuran pendek. Pemotongan cabang dan tajuk serta pembagian batang sudah dilakukan di tempat penebangan. 2. Sistim Tarik Panjang (Tree Length System). Kayu yang disarad berukuran panjang. Pemotongan tajuk dan cabang dilakukan di tempat penebangan. Pembagian batang setelah kayu disarad.

21 3. Sistim Tarik Seluruh Pohon (Full Tree System). Pada sistim ini penyaradan dilakukan langsung setelah penebangan selesai dengan tajuk dan seluruh cabang karena pemotongan tajuk dan cabang serta pembagian batang dilakukan di tempat pengumpulan kayu di hutan. Cara penyaradan kayu hingga saat ini menurut Elias (1988) adalah : Pemikulan dan penarikan kayu oleh manusia Penyaradan dengan bantuan gaya gerak gravitasi Penyaradan dengan traktor Penyaradan dengan kabel Penyaradan dengan balon Penyaradan dengan helikopter Pemilihan cara penyaradan tergantung pada beberapa faktor seperti kerapatan tegakan dan tumbuhan bawah (Conway, 1978). Sedangkan faktor lain yang perlu diperhatikan menurut Simmons (1951) dalam Purnama (2000) yaitu ukuran dan berat log, kondisi permukaan jalan sarad, jumlah pohon yang ditebang persatuan luas serta total tebangan untuk keseluruhan areal. Pemilihan cara pengekstrasian kayu menurut FAO (1999) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tabel Pemilihan Cara Pengekstrasian Kayu (FAO, 1999) KELAS KELERENGAN NO. TINGKAT EROSI 0-15% 15-35% 35-60% >60% Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi C1-5 C1-5 C2-5 C2-5 C1-5 C1-5 C2-5 C5 C1, C5, C6 C1, C5, C6 C5, C6 Tidak Dipanen C5, C6 C5, C6 Tidak Dipanen Tidak Dipanen C1 Crawler Traktor C4 Hewan sarad/manusia C6 Sistem Skyline C2 Skidder/Forwarder C5 Helikopter C3 Flexibke Track Machine(FMC) /Low Ground Pressure Tractors Menurut FAO (1978), organisasi kerja sangat penting dalam pekerjaan kehutanan untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia (tenaga kerja dan peralatan) dengan baik dalam produksi sesuai dengan tugas masing-masing. Organisasi kerja tersebut antara lain berupa : Kegiatan 1. Perencanaan yang mendetail 2. Membuat rangkaian kegiatan penebangan 3. Menentukan jumlah kelompok kerja 4. Perencanaan keselamatan kerja 5. Pengorganisasian jam kerja 6. Pengaturan waktu istirahat 7. Kegiatan berkelanjutan yang positif Dampak/Manfaat 1. Penggunaan mesin dan peralatan secara optimum 2. Keamanan kerja dan effisiensi 3. Efisiensi secara ekonomis 4. Beban kerja yang rendah 5. Kerja yang baik dengan effisiensi tinggi 6. Kepuasan pekerja dan tenaga kerja 7. Bermanfaat untuk pekerjaan berikutnya

22 Penyaradan dengan Kabel Menurut FAO (1974), sistim penyaradan dengan kabel adalah metode transportasi jarak pendek bagi kondisi lapangan dimana crawler traktor atau wheeled skidders tidak dapat bekerja dengan memuaskan, seperti di rawa-rawa atau areal dengan kelerengan sangat curam (>50%). Sedangkan menurut Balitbang Kehutananan (1998), sistim penyaradan dengan kabel adalah cara mengeluarkan kayu dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan sementara (TPn/Landing) di tepi jalan angkutan melalui kabel baja yang terbentang di udara dengan menggunakan tenaga dari mesin penggulung kabel yang disebut yarder. Suparto dalam Elias (1999) menyebutkan beberapa pertimbangan lain dalam memilih sistim kabel selain menyelamatkan lingkungan, yaitu : 1. Lereng bukan penghalang bagi sistim kabel, sedangkan penyaradan dengan traktor terbatas maksimum pada lereng 40%, (areal HTI umumnya < 25%). 2. Sistim kabel dapat berfungsi pada medan datar sampai 100%. Namun pada medan datar sistim kabel kurang cocok. 3. Sistim kabel dapat berfungsi di medan basah yang menyulitkan traktor. 4. Sistim kabel tidak memiliki mobilitas seperti sistem traktor. 5. Waktu siklus pada penyaradan di tanah berkisar antara 10 sampai 63 menit permuatan, sedangkan sistem kabel lebih cepat untuk jarak yang sama. 6. Biaya modal sistim kabel yang sangat tinggi ditambah biaya pasang bongkar dan pemindahan, menyebabkan biaya tetap sistim kabel jauh lebih tinggi daripada traktor, bahkan beberapa traktor. 7. Sistim kabel memerlukan pekerja sampai 10 orang, sedangkan sistim traktor untuk produktivitas yang sama hanya 5 orang. Dari ketujuh poin tersebut, menurut Suparto dalam Elias (1999) melihat kepada kondisi medan HTI pada umumnya, hanya butir ke-5 saja yang dapat mendukung penggunaan sistim kabel di areal HTI. Dalam membuka areal hutan yang akan menerapkan sistim kabel, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan secara detil yaitu jalan hutan dan jalur saradnya maupun jalan sarad yang akan berhubungan langsung dengan rute kabel dan jarak antar setiap penggulung kabel (yarder) (FAO, 1978). Jalan hutan adalah jalan tanah yang dibuat dengan biaya minimum tanpa diperkeras, lebar 2,5

23 sampai 3 m atau selebar alat yang akan melewati jalan tersebut. Spasi jalan tergantung pada kondisi lapangan, biasanya sekitar m. Adapun jalan sarad adalah koridor alam yang dibuat antara tegakan untuk mengeluarkan kayu menuju jalan hutan. Lebarnya rata-rata 2,5-3 m dengan kelonggaran 1 m. Untuk daerah curam jalur sarad dibuat dengan gradien. Belokan harus seukuran panjang kayu maksimum yang disarad. Spasi jalan dipengaruhi keadaan lapangan, namun pada tegakan muda spasi jalan harus m. Masih menurut FAO (1978), apabila spasi jalur sarad mencapai 100 m karena kondisi lapangan tidak memungkinkan spasi lebih dekat, maka areal tersebut harus dibuka dengan menggunakan kabel. Spasi kabel mencapai 5-10 m dengan arah kabel dipengaruhi topografi lapangan, mesin penggulung yang digunakan, tahap pekerjaan yang akan dilakukan dan tipe pembagian batang yang diinginkan. Sesuai peraturan, jalur kabel pada daerah curam diarahkan 90 o hingga mencapai jalur sarad terdekat, namun bila sudut yang diperoleh lebih kecil, kabel diarahkan langsung dari landing sehingga lebih efisien. Koridor kabel ditentukan keadaan lapangan, alat yang dipakai dan sistem pemanenan yang digunakan. Budiaman (1996) dalam Cahyana (2000) menyebutkan bahwa secara umum sistim kabel terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu : 1. Penggulung tunggal (Independent bunching winches), yaitu sistim kabel dengan penggulung (winch) di belakang traktor skidder, crawler atau unitruck berkecepatan tinggi. Bentuk penyaradan sederhana, hanya menggunakan satu unit mesin dan sebuah penggulung (drum) yang terhubung oleh kabel. Pada sistim ini kayu disarad menyentuh tanah sehingga bergesekan dengan tanah. 2. Penggulung ganda (Highlead), yaitu sistim kabel dengan dua drum. Muatan ditarik melalui tanah dengan jarak sarad relatif pendek (200 m). Sistim ini digunakan untuk kegiatan tebang habis. Dampak pemanenan cukup besar dan kerusakan tanah dengan sistim ini dapat menimbulkan masalah erosi serius. 3. Kabel Layang (Skyline). Sistim ini dapat menyarad dengan jarak lebih jauh dari sistim highlead. Metode paling modern dilengkapi dengan skyhook yang mempunyai choker kuat sehingga kayu aman sampai ke tempat tujuan.

24 Ada beberapa macam sistim kabel dengan penggulung tunggal yaitu : a. Stenzel et_al (1972) menyebutnya sistim penyaradan dengan traktor yang dilengkapi sebuah penggulung (winch). Winch memegang peranan paling penting dalam menyarad secara efisien dibantu oleh gigi-gigi mesin, drum, rangka mesin dan juga rem. Dalam pelaksanaannya, traktor ditempatkan pada areal datar dan kabel dibawa atau diulurkan ke arah kayu. Kemudian kabel diikatkan pada kayu lalu ditarik dengan menggunakan winch. Sistim ini dapat digunakan pada areal berawa, pegunungan yang terjal ataupun daerah berbatu. b. Winching (Elias, 1999), yaitu sistim pengumpulan log dari beberapa jarak dimana posisi mesin tetap. Metode ini digunakan untuk memindahkan kayu dari tunggak bila penyaradan terhambat lumpur atau tunggak, juga untuk menghindari kerusakan tegakan sisa. Jarak maksimum kayu 50 m. Winching dilakukan apabila traktor atau alat lainnya tidak dapat menuju areal tegakan. Penguluran kabel dilakukan secara manual. Apabila log sudah terkumpul di tepi jalan, kayu dibagi menjadi beberapa sortimen, sehingga pengangkutan akan lebih mudah dilakukan. Ada dua komponen utama dalam sistim ini, yaitu drum yang mendapat tenaga dari mesin untuk menarik dan mengulurkan kabel serta kabel dengan panjang dan ketebalan yang bervariasi. Umumnya digunakan kabel dengan panjang 30 m dan diameter 19 mm. Pada ujung kabel ada pengait untuk mengaitkan kabel saat dilingkarkan pada kayu ketika akan disarad. c. Independent Bunching Winches. FAO (1981). Sistim digunakan untuk mengumpulkan kayu-kayu berukuran kecil ke sisi jalan dengan menggunakan traktor, skidder atau forwarder pada areal rata maupun dengan derek dan kabel pada areal curam agar pengumpulan dapat berjalan lebih efisien dan ekonomis. Winch berfungsi memperpendek jarak sarad sehingga kayu langsung dapat dimuat ke atas trailer atau truk untuk diangkut. Karena tidak memiliki kabel haul back, maka kabel sarad harus dibawa ke arah kayu secara manual. Sistim minimal memerlukan seorang operator dan seorang chokerman. Untuk memudahkan penyaradan dari berbagai arah digunakan katrol untuk merubah arah kabelnya sedangkan derek tetap pada posisi sebelumnya.

25 d. Tinambunan (1989) menyebut sistim kabel ini sebagai sistim "Jammer". Sistim ini adalah sistim ekstrasi kayu jarak pendek yang merupakan perpaduan sistim traktor dan sistim kabel. Mesin dilengkapi drum dan menggunakan tower atau tiang kerekan. Ketika dioperasikan, "Jammer" ditempatkan di tepi jalan hutan, kabel dari drum dilewatkan melalui katrol pada tiang terus ditarik secara manual ke arah kayu yang akan diambil. Kayu dicekam dengan penjepit kemudian kabel digulung kembali ke drum dengan tenaga mesin sehingga kayu terseret ke pinggir jalan. Sistim ini hanya bisa menanjak dan apabila dilengkapi kabel haul back sistim dapat mencapai jarak sarad 90 sampai 215 m, tetapi apabila tidak jangkauannya hanya mencapai m. Keuntungan dari sistim ini adalah : a. Biaya investasi dan operasi kecil b. Mudah dipindah-pindahhkan c. Pemeliharaannya mudah sehingga dapat ditangani operator sendiri d. Hanya memerlukan sedikit pekerja Adapun kelemahannya adalah : a. Karena jarak sarad maksimum pendek maka intensitas jalan tinggi b. Karena kabel dan muatan bergerak di permukaan tanah kecepatannya akan rendah sehingga tanah terganggu dan muatan sering tersangkut di tunggak. Sistim ini adalah sistim sederhana, mudah dioperasikan dan hanya digunakan untuk operasi berskala kecil (McGonagill, 1978 dalam Tinambunan, 1989). Penyaradan dengan sistim kabel berdrum tunggal umumnya dilakukan naik lereng. Ada beberapa keuntungan maupun kelemahan dari penyaradan naik lereng ini, Dykstra et_al (1996) merumuskan hal tersebut sebagai berikut : KEUNTUNGAN 1. Air tidak terkonsentrasi di landing penyebab tanah basah dan lembek, karena letak landing di atas lereng 2. Kayu yang disarad lebih mudah untuk dikontrol 3. Lereng yang terlalu curam dapat dihindari agar penyaradan dapat berlangsung secara aman KELEMAHAN 1. Menarik naik lereng memerlukan tenaga yang lebih besar daripada turun lereng 2. Alat yang digunakan mungkin akan merusak tanah bila bekerja secara langsung di lereng karena akan memindahkan top soil pada saat alat memperbaiki traksinya Membuka areal yang akan diekstrasi dengan kabel harus direncanakan secara detail, FAO (1978) mengurutkan setiap detilnya sebagai berikut :

26 1. Memastikan daerah yang akan dibuka dan diekstrasi 2. Memastikan arah pengekstrasian kayu 3. Penetapan batas-batas daerah yang akan diekstrasi (titik awal dan akhir) 4. Meninjau ulang areal dan memilih jalan terbaik. Fokus pada jalan yang sudah ada 5. Penentuan metode ekstrasi (jalan hutan, jalur sarad, rute kabel dan koridor) 6. Penetapan lokasi landing dan mengetahui letak pabrik 7. Penandaan jalur dan rute kabel termasuk pohon yang akan ditebang atau digunakan 8. Memutuskan apakah ujung log harus diarahkan pada jalur ekstrasi atau sebaliknya 9. Penentuan arah rebah Dalam memutuskan apakah penyaradan akan naik lereng ataupun turun lereng harus dilakukan evaluasi atas keduanya, FAO (1996). Ada beberapa pertimbangan agar penyaradan berlangsung optimum (FAO, 1978), yaitu : 1. Kerusakan tegakan harus seminimum mungkin 2. Penyaradan seharusnya tidak menyebabkan erosi dikemudian hari 3. Para pekerja jangan mendapat tekanan yang berlebihan atau dimanfaatkan untuk kegiatan berbahaya dalam suatu rangkaian penyaradan 4. Penyaradan seharusnya dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Kondisi kayu seharusnya tidak menghambat penyaradan 5. Saat sistim penyaradan telah dipilih, ukuran kayu ikut menentukan 6. Biaya penyaradan seharusnya dijaga serendah mungkin, namun bagaimanapun juga biaya ini ikut mempengaruhi biaya total pemanenan Menurut Stenzel et_al (1985) dalam Cahyana (2000) penyaradan kayu dengan menggunakan kabel mempunyai keuntungan sebagai berikut : 1. Karena log disarad tidak menyentuh tanah, maka sistim dapat digunakan di daerah berawa, berbatu, lereng terjal dan tempat lain dengan topografi kasar 2. Dapat digunakan untuk turun lereng atau naik lereng serta menyusuri kontur 3. Dapat dioperasikan untuk segala macam musim 4. Tidak banyak menyebabkan kerusakan tanah dan tegakan tinggal

27 Sedangkan kerugian menggunakan sistim ini adalah : 1. Jarak penyaradan pada kabel dibatasi oleh panjang kabel pada drum 2. Sistim highlead hanya cocok untuk sistem tebang habis dan dapat menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sedang sistem skyline tidak. 3. Memerlukan banyak tenaga kerja dengan depresiasi alat dan biaya pemeliharaan yang tinggi 4. Biaya penyaradan, perlengkapan dan pembongkaran serta pemasangan sistem kabel tetap perhektar tanpa memperhatikan potensi tegakan akibatnya biaya per unit volume naik jika volume tegakan per hektar turun Penyaradan dengan Traktor Traktor adalah alat yang dapat merubah tenaga mesin menjadi tenaga traksi dan digunakan sebagai tenaga penarik atau pendorong (Rahmanto, 1996). Juta (1954) membedakan traktor dari tipe bannya, yaitu traktor berban karet (wheel tractor) dan traktor berban baja (crawler traktor). Sedangkan menurut besarnya tenaga yang dimiliki, Simmons (1951) membedakan traktor menjadi traktor ringan (17-25 hp), traktor sedang (40-70 hp) dan traktor berat (>80 hp). Elemen kerja penyaradan dengan traktor dibagi menjadi (Conway, 1982) : 1. Menuju tempat penyaradan (return). Kegiatan dimulai dari landing sampai ke tempat penebangan. Membuat jalan sarad baru bila diperlukan. 2. Pengumpulan (bunching) dan pemuatan (loading). Kegiatan dimulai ketika traktor masuk areal tebangan, dilanjutkan dengan maneuver-manuver persiapan menyarad seperti memasang capit, memasang choker dan lainnya. 3. Menyarad (skidding), dimulai dari areal tebangan sampai tujuan yaitu landing. 4. Pembongkaran muatan (unloading), kegiatan antara lain melepas kait, penurunan muatan dan gerakan-gerakan lain untuk mengatur kayu sebelum pengangkutan. 5. Waktu-waktu tertunda (delay), yang dapat terjadi pada setiap elemen kerja penyaradan. Waktu tertunda produktif antara lain membuat jalan sarad baru, sedang yang tidak produktif dimisalkan karena kerusakan mesin dan menunggu alat lain membereskan log untuk disarad (prebunching) Simmons (1951) mengemukakan beberapa faktor ekonomi yang harus diperhatikan dalam menggunakan traktor sebagai alat sarad, yaitu :

28 1. Investasi modal yang besar 2. Memerlukan kerja kontinyu untuk menghindarkan biaya penyusutan yang besar 3. Penebangan dan pembagian batang harus ditingkatkan untuk mengimbangi biaya traktor 4. Memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi 5. Tidak bekerjanya traktor lebih berakibat serius dibandingkan hewan 6. Traktor bisa bekerja dengan baik tanpa istirahat (dua atau tiga shift sehari) 7. Dapat menarik beban yang lebih besar 8. Traktor bertenaga sarad lebih besar dibandingkan dengan tenaga hewan, Ada beberapa istilah digunakan dalam menyarad kayu dengan traktor menurut Brown (1949) dan Conway (1976). Istilah tersebut adalah : 1. Hauling, yaitu pemindahan kayu dari dalam hutan ke tempat penimbunan kayu (TPK ataupun logpond) atau ke tempat penggergajian. 2. Bunching, yaitu pengumpulan kayu hasil tebangan dari tunggak ke tempat pengumpulan sementara atau tempat pengumpulan kayu (TPn) 3. Skidding, yaitu proses pegumpulan kayu dari tunggak ke landing dengan cara disarad oleh traktor, dimana kayu menyentuh tanah seluruhnya atau sebagian Waktu Kerja Waktu kerja menurut Sanjoto (1958) adalah waktu yang benar-benar dipakai mengerjakan pekerjaan dengan waktu istirahat atau waktu diam. Waktu kerja terbagi dua yaitu analitical work yang menentukan apa yang harus dikerjakan dan constructive work yang menentukan waktu standar sebenarnya untuk setiap pekerjaan. Menurut Barnes (1986), waktu kerja dapat digunakan untuk mengetahui : 1. Pengaruh penambahan kondisi kerja terhadap hasil kerja 2. Akibat dari kondisi kerja 3. Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan Wiradinata (1981) menuturkan bahwa dalam pemanenan hasil hutan, waktu erat hubungannya dengan biaya. Untuk itu ada tiga golongan waktu, yaitu : 1. Waktu total, yaitu seluruh waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan

29 2. Waktu tetap, yang merupakan bagian dari waktu total yang dianggap tetap tetapi tidak dipengaruhi jarak, diameter dan lain-lain 3. Waktu variabel, yaitu waktu yang dipengaruhi jarak, diameter dan lain-lain Sanjoto (1958) membagi waktu kerja menjadi dua golongan, yaitu: 1. Waktu kerja murni, yaitu waktu untuk mengerjakan pekerjaan pokok. 2. Waktu kerja umum, yaitu waktu untuk pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan produktif, tetapi diperlukan untuk kelancaran pekerjaan, dimana besarnya adalah persen dari waktu kerja murni. Waktu kerja umum terbagi lagi menjadi: a. Waktu berhenti atau waktu diam, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk persiapan pekerjaan pokok dan perbaikan pada akhir pekerjaan. b. Waktu hilang, yaitu waktu berhenti bekerja terbagi menjadi dua yaitu: (1) Waktu hilang yang dapat dihindarkan. (2) Waktu hilang yang tidak dapat dihindarkan. Penelitian Waktu Kerja Menurut Juta (1954), penelitian waktu kerja adalah teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta menganalisa keterangan sampai ditemukan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu, sedangkan tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang diperlukan oleh pekerja normal dalam keadaan baik untuk menyelesaikan pekerjaan. Menurut ILO (1976), penelitian waktu kerja adalah teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu serta untuk menganalisa keterangan sehingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan pada tingkat prestasi tertentu. Lain lagi dengan Soemitro (1976), yang mengatakan bahwa penelitian waktu kerja (time study) adalah teknik menentukan waktu untuk mengerjakan suatu tugas tertentu berdasarkan isi pekerjaan tersebut ditambah prosentase kelelahan dan keterlambatan. Tujuannya untuk menentukan waktu standar suatu pelaksanaan kerja, yaitu waktu yang diperlukan seorang pekerja berpengalaman dan ahli dalam pelaksanaan kerja dengan cara tertentu dan kecepatan normal.

30 Lebih lanjut Soemitro (1976) mengemukakan bahwa maksud dari penyelidikan waktu kerja adalah untuk melaksanakan pekerjaan dengan usaha yang efisien, sehingga tidak terdapat kerugian waktu dan energi. Sedangkan menurut Barnes (1980), dengan penelitian waktu kerja dapat diadakan perubahan cara kerja yang akan mengurangi hilangnya waktu, sehingga output lebih tinggi dan efisiensi data dapat ditingkatkan. Sanjoto (1958) dan ILO (1976) menjelaskan tentang metode pengukuran waktu kerja yang terpenting adalah sebagai berikut : Metode berturut-turut (cummulative method). Pelaksanaan metode ini menggunakan satu stopwatch yang jarumnya terus bergerak tanpa kembali ke nol pada akhir tiap unsur. Waktu untuk setiap unsur didapat dengan mengurangi tiap unsur kerja berurut. Keuntungan dari metode ini adalah meski ada unsur yang tercecer tidak akan berpengaruh pada waktu keseluruhan. Metode berulang kembali (nullstop method). Metode ini menggunakan dua stopwatch yang beroperasi bergantian, jika yang satu hidup maka yang lainnya mati. Pada pelaksanaannya jarum stopwatch dikembalikan ke nol pada akhir setiap unsur kerja, sehingga waktu untuk tiap unsur kerja langsung diperoleh. Soemitro (1976) dan Barnes (1968) memberikan suatu rumusan untuk menentukan jumlah pengukuran terhadap siklus pekerjaan dan memeriksa apakah jumlah pengamatan telah memenuhi tingkat kepercayaan yang diharapkan. N = [ k/s {N( x 2 ) ( x) 2 }] 2, Dimana N = jumlah siklus yang diperlukan x k/s = tingkat kepercayaan & kecermatan x = waktu representatif dari unsur kerja N = jumlah siklus yang terkumpul Jika N > dari N berarti siklus kerja sudah cukup, demikian sebaliknya. Menurut Somitro (1976), x diisi unsur kerja yang paling besar variasi waktunya, sehingga perlu contoh uji yang banyak. Untuk mengetahui variasi, maka ditetapkan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil bagi antara simpangan baku dengan nilai tengahnya. Nilai k tergantung dari tingkat kepercayaan yang diharapkan. Jika tingkat kepercayaan 95 % maka k = 2 dan jika tingkat kepercayaan 99 % maka k = 3. Nilai s menujukkan kecermatan yang diharapkan. Biasanya nilai kecermatan 5 % atau 10 %.

31 Prestasi Kerja Menurut Wasono (1965) dalam Andhika (2003), prestasi kerja adalah hasil kerja atau produksi dalam satuan kerja persatuan waktu, sedangkan banyaknya hasil kerja yang diperoleh tergantung alat kerja, kecakapan dan kemampuan serta keadaan dimana ia bekerja. Sanjoto (1958) mengatakan bahwa prestasi kerja ditentukan faktor yang dapat diubah, seperti alat yang digunakan, metode kerja, tempo dan efek yang digunakan pekerja dan faktor lain yang dapat dirubah, seperti iklim, cuaca, keadaan tempat kerja dan teknik kerja alami. Wasono (1965) menghitung prestasi kerja dengan rumus berikut: P = Hs x 60, dimana P = prestasi kerja per jam yag dicapai (unit/jam) h Hs = hasil kerja (jumlah komponen per unit) h = waktu kerja (menit) 60 = konversi waktu kedalam satuan jam (60 menit) Prestasi kerja dinyatakan dalam produktivitas yang mencakup aspek daya guna (efesiensi) dan hasil guna (efektivitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumber daya manusia dan alam yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tertentu, sedang hasil guna menggambarkan akibat dan kualitas dari hasil yang diusahakan. Produktivitas Menurut ILO (1975), produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dihasilkan dengan jumlah setiap sumber yang digunakan dalam produksi. Sumber tersebut dapat berupa tanah, bahan baku, pabrik, mesin dan alat, jasa manusia atau semuanya. Syarif (1987) menambahkan bahwa produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor teknologi, kapasitas produksi, modal yang ditanam pertenaga kerja dan keterampilan manajemen pengusaha. Sedangkan Gani (1990) menganggap produktivitas merupakan perbandingan antara efektifitas membuat dan menjual keluaran dengan membuat efisiensi menggunakan sumber-sumber masukan. FAO (1981) membagi faktor yang mempengaruhi produktifitas penyaradan menjadi tiga : 1. Faktor-faktor penting natural, seperti : a. Berat, ukuran dan bentuk pohon. e. Topografi dan Jarak lereng b. Luas areal dan letak pohon berdiri f. Banyaknya rintangan c. Distribusi kelas hutan dan log tegakan g. kerapatan vegetasi d. Volume pohon per hektar h. Iklim

32 2. Faktor-faktor penting yang dibangun atau dibuat, seperti : a. Lokasi jalan, standard dan spasi jalan d. Sistem penebangan yang dilakukan b. Jarak angkut, daya angkat, belokan e. perlakuan silvikultur yang diberikan c. Kemampuan, pengalaman dan pengorganisasian pekerja 3. Faktor-faktor mekanik : a. Tenaga tarik maksimum setiap kabel d. Tenaga mesin dan Tinggi menara b. Kecepatan kabel maksimum e. Tipe drum yang digunakan c. Kapasitas maksimum kabel f. Berat unit secara keseluruhan Masih menurut FAO (1981), untuk Independent Bunching Winches, produktifitas tergantung kepada kekuatan tarik kabel, jarak tariknya, kondisi lapangan, ukuran log serta volume kayu perhektarnya. Data lain yang akan berguna yaitu tipe kabel yang digunakan, topografi lapangan, kerapatan tegakan serta suhu atau cuaca. Data yang diperoleh berupa volume kayu (m 3 ), produktifitas pershift, banyaknya siklus/shift per hari, waktu ikat, waktu lepas dan waktu tarik tiap shift. Untuk penyaradan dengan traktor, Matthews (1942) menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas traktor yaitu topografi, keadaan tanah, tanaman bawah, jenis kayu dan ukuran kayu. Sedangkan Kartika (1996) menyimpulkan bahwa produktivitas penyaradan dengan traktor tergantung kepada jarak. Semakin jauh jarak yang ditempuh maka produktivitas akan semakin menurun.

33 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Bulan Agustus sampai September tahun 2003 di petak 18, seting 71, Blok Tebing Indah I, Unit VIII Tebing Indah, Supporting Unit 2 Benakat, PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Bahan dan Alat Penelitian Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Satu unit sistim kabel (kabel baja berpengait diameter 5/8 inci, dua katrol jengkol dan mobil Chevrolet C-50, 1500 cc). Gambar 1. Chevrolet C Dua buah Stopwatch untuk mengukur waktu setiap elemen penyaradan kayu 3. Meteran 5 m, untuk mengukur panjang dan diameter kayu 4. Meteran 100 m, untuk mengukur jarak sarad 5. Tally sheet, untuk mencatat hasil pengukuran di areal penelitian 6. Kamera dan film negatif, untuk dokumentasi kegiatan penyaradan kayu 7. Sepatu boot, topi, sarung tangan dan peralatan P3K untuk pengamanan 8. Alat tulis dan kalkulator Bahan penelitian adalah tegakan akasia (Acacia mangium) yang belum pernah dipanen tahun tanam 91/92 seluas 27 Ha dengan potensi 4420,31 m 3 atau sekitar 1200 pohon/ha. Penelitian ditunjang oleh data sekunder berupa peta unit, peta dan peta lokasi, data kondisi umum areal penelitian, SOP Perusahaan serta target tebangan dan pencapaiannya sampai bulan penelitian.

34 Prosedur Kerja 1. Memilih salah satu dari dua Chevrolet C-50 yang ada untuk diteliti beserta regu kerjanya dengan pertimbangan dari PT. MHP. 2. Membuat uraian lengkap mengenai sistim kerja C-50, sebagai berikut : Sistim C-50 menggunakan mobil chevrolet C-50, satu kabel berpengait (±150 m) dan dua buah katrol. Satu katrol diletakkan pada pohon yang dijadikan tiang dengan ketinggian 3 m dan lainnya digunakan untuk membantu penyaradan apabila diperlukan. Untuk mengeluarkan kayu, kabel diulur secara manual menuju kayu dalam keadaan mesin mobil mati, diikatkan pada kayu kemudian ditarik oleh mobil. Penarikan dilakukan dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah roda kanan belakang yang diangkat sedikit sehingga tidak bergesekan dengan tanah ketika berputar. Karena C-50 merupakan mobil one wheel drive maka ketika mobil digas roda dapat menggulung kabel. Untuk pengamanan, sebelum dioperasikan, bak mobil dan roda kiri belakang harus diikat. Kayu yang ditarik adalah kayu panjang berdiameter 8 cm. Setelah ditarik kayu dipotong 2,5 m kemudi an ditumpuk secara manual oleh regu tumpuk di tepi jalan logging yang sudah ada atau dalam tahap perencanaan oleh tukang tumpuk. Setelah seluruh kayu dalam jangkauan kabel ditumpuk di TPn, seluruh sistim harus berpindah. Jarak perpindahan tidak bias ditentukan karena kondisi areal pemanenan yang berlereng. Sistim akan pindah ke areal terdekat dengan memperhitungkan letak tiang dan jangkauan yang dapat diraih kabel. Jalan akan disiapkan setelah seluruh seting selesai karena kayu akan langsung diangkut ke pabrik tanpa dibawa terlebih dahulu ke TPK. Seluruh operasi dilaksanakan oleh regu yang terdiri dari 1 chainsawman dan 1 helper, 1 chokerman, 1 operator mobil dan 1 helper serta 8 orang tukang tumpuk. Menurut FAO (1981), produktivitas dipengaruhi oleh : a. kekuatan tarik d. ukuran log b. jarak saradnya e. Volume kayu per hektar (m 3 /Ha) c. kondisi lapangan 3. Mengukur waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tiap elemen kerja operasi dengan stopwatch dan mencatatnya berikut diameter kayuyang disarad dan jarak sarad tiap tripnya.

35 4. Membuat pola penyaradan yang sesuai dengan kondisi di lapangan 5. Mengambil gambar sistem dari segala arah terutama pada pusat tenaga Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian terdiri dari : 1. Pengumpulan data primer, yaitu : a. Mengenali lokasi tebang yang akan diteliti seperti kelerengan rata-rata, posisi jalan hutan, posisi tiang, posisi alat diletakkan, dan letak TPn. b. Menghitung waktu pemasangan alat yang meliputi kegiatan : Penentuan tiang Persiapan Tpn Penempatan mobil Pelepasan dan pengikatan rantai ban dan rantai mobil Menyiapkan ban penggulung Pemasangan katrol pada tiang Pemasangan kabel Pemasangan mesin mobil dan uji coba laju kabel c. Menghitung waku kerja di lapangan yang meliputi waktu : Penguluran atau penarikan kabel secara manual (tenaga manusia) Pengikatan kayu yang akan ditarik Penarikan kayu dengan tenaga mesin. Kayu yang ditarik berupa kayu panjang (tree length system). Pembagian batang sepanjang 2,5 m dilakukan setelah kayu selesai ditarik. Pelepasan ikatan kayu Banyaknya trip yang akan dicatat ditentukan sekitar 10 % dari jumlah total kayu perhektar (potensi 1211 pohon/ha) d. Pencatatan waktu bongkar alat, dengan rincian pekerjaan sebagai berikut : Pengenduran kabel Pelepasan kabel dari power Penggulungan kabel Penurunan katrol Pembongkaran rantai-rantai

36 Penebangan tiang (termasuk pembagian batang dan penumpukan) Perapihan e. Semua tahapan pada sistim utama ada pada sistim pembanding, sehingga waktu-waktu yang diukur juga sama termasuk waktu kerja di lapangan. f. Selain waktu-waktu utama tersebut, waktu untuk membagi batang dan menumpuk juga dicatat sehingga waktu total setiap tiang dapat diperoleh g. Jarak tarik, yaitu jarak yang ditempuh dari tempat rebah kayu sampai ke tempat pembagian batang di tepi jalan logging secara mendatar h. Diameter dan panjang kayu yang ditarik (AB = 0,511) 2. Pengumpulan data sekunder, meliputi : a. Kondisi umum lokasi penelitian b. Peta lokasi penelitian c. Data spesifikasi alat d. Potensi pohon per hektar e. Kuat tarik maksimum alat, kecepatan kabel maksimum dan tenaga mesin Penganalisaan data dimulai dari : Analisa Data 1. Penentuan waktu rata-rata tiap unsur kerja Waktu rata-rata tiap unsur kerja = waktu tiap unsur kerja hasil pengukuran Banyaknya pengukuran yang dilakukan 2. Penentuan waktu setiap siklus dari penjumlahan waktu rataan tiap unsur. 3. Pengukuran volume Kayu yang disarad dengan menggunakan rumus : V = ð /4 [ Dp+Du ] x L, dimana : V = Volume Kayu (m 3 ) 2 Dp = Diameter rata-rata pangkal (m) Du = Diameter rata-rata uj ung (m) ð L = Panjang kayu (m) ð = 3,14 4. Pengukuran Prestasi Kerja Alat yang dinyatakan dalam satuan produktivitas alat per jam. P = (H x a) / h, dimana P = Prestasi kerja per jam H = Hasil kerja (m 3 ) h = waktu kerja/trip (menit) a = Jumlah waktu kerja (60 menit)

37 5. Hubungan antara jarak tarik dan volume kayu terhadap prestasi kerja masing-masing dapat diperoleh dengan regresi linear sederhana berikut. Y = B o + B i X i, Keterangan: Y = Prestasi kerja alat (m 3 /jam) B o = Konstanta B i = Koofisien jarak sarad atau volume kayu. X i = Jarak Sarad (m) atau Volume Kayu (m 3 ) Hipotesis : Ho : Jarak sarad atau volume kayu tidak mempengaruhi produktivitas alat H1 : Jarak sarad atau volume kayu berpengaruh terhadap produktivitas alat Jumlah kuadrat keragaman dihitung dengan persamaan berikut : JK total = Σ Y 2 - (Σ Y) 2 /n JK sisa = Jk total JK regresi JK regresi = b i JHK Xi Y Adapun daftar sidik ragamnya (Anova) sebagai berikut : Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Tabel Regresi K JK (R) JKR/k KTR/ KTS Sisa n-k-1 JK (S) JKS/db Total n-1 JK (T) - - Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : βi = 0 dan H 1 : βi = 0 Kriteria pengujian adalah sebagai berikut : Bila F(hit) < F tabel maka menerima Ho artinya tidak ada hubungan antara jarak sarad atau volume kayu dengan prestasi kerja alat. > F tabel maka tolak Ho artinya terdapat hubungan antara jarak sarad atau volume kayu dengan prestasi kerja alat. Koefisien determinasi dan korelasi memenuhi persamaan berikut : R 2 = JK (R) x 100 dan R = R 2 JK (T) 6. Sedangkan hubungan antara prestasi kerja alat dengan jarak sarad bersama volume kayu yang ditarik menggunakan analisis regresi berganda. Hipotesis : Ho : Jarak sarad dan volume kayu secara bersama-sama tidak dapat mempengaruhi produktivitas alat pada suatu kelerengan tertentu H 1 : Jarak sarad dan volume kayu bersama-sama mempengaruhi produktivitas alat pada suatu kelerengan tertentu

38 Model persamaannya adalah sebagai berikut : Y = B o + B 1 X 1 + B 2 X 2 Dimana Y = Prestasi Kerja alat (m 3 /jam) B o = Konstanta B 1 = Koofisien jarak sarad B 2 = Koofisien volume kayu yang ditarik X 1 = Jarak sarad (m) X 2 = Volume kayu yang ditarik (m 3 ) Jumlah kuadrat keragaman dihitung dengan persamaan berikut : JK total = Σ Y 2 (Σ Y) 2 /n JK regresi = Σ bi JHK (XiY), dimana i = 1,2,3, JK sisa = JK total- JK regresi Adapun daftar sidik ragamnya (Anova) sebagai berikut : Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Tabel Regresi K JK (R) JKR/k KTR/KTS Sisa n-k-1 JK (S) JKS/db Total n-1 JK (T) - - Pengujian dilakukan terhadap koefisien regresi dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : βi = 0 dan H1 : βi = 0 Kriteria pengujian adalah sebagai berikut : Bila F(hit) < F tabel maka menerima Ho artinya bahwa jarak sarad dan volume secara bersama-sama tidak mempengaruhi produktivitas alat > F tabel maka tolak Ho artinya jarak sarad dan volume kayu secara bersama-sama dapat mempengaruhi produktivitas kerja alat. Koefisien determinasi dan korelasi memenuhi persamaan berikut : R 2 = JK (R) X 100 JK (T) R = R 2

39 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Bentuk Badan Usaha PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) adalah perusahaan patungan antara PT. Enim Musi Lestari (Barito Pasific Grup) dan PT. Inhutani (BUMN) dengan pembagian saham 60% dan 40 % yang dibentuk di Jakarta dengan akte notaris no. 74 tanggal 30 Maret 1991 di hadapan notaris Susan Zakaria SH. dan dikukuhkan oleh Menteri Kehakiman dengan surat No. C HI Th. 91 tanggal 24 Mei Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.1604/Menhut-IV/95 tanggal 2 November 1995 dan SK Menteri Keuangan No. S-06/MK.016/1996 tanggal 3 Januari 1996 maka pada RUPS PT. MHP tanggal 27 Agustus 1996 dilakukan penggantian mitra PT Enim Musi Lestari dari PT. Inhutani II menjadi PT. Inhutani V. Letak dan Luas Areal Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan No. 522/0023/95 tanggal 16 Januari 1995 dan SK Menteri Kehutanan No. 038/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, wilayah kerja PT. MHP meliputi kawasan seluas Ha (HPHTI tetap) yang terbagi dalam tiga kelompok hutan (KH), yaitu KH. Subanjeriji, KH. Benakat dan KH. Martapura yang secara geografis terletak pada ' ' BT dan 3 30'-4 00' LS (KH Subanjeriji), ' ' BT dan 30 00'-3 40' LS (KH Benakat) serta ' ' BT dan 4 05' -4 20'LS (KH Martapura) Secara administrasi, areal PT. MHP ada dalam wilayah Kabupaten Lahat (Kec. Kota Agung dan Kec. Kikim), Kabupaten Musi Rawas (Kec. Rupit), Kabupaten Muara Enim (Kec. Talang Ubi, Kec. Tanjung Agung, Kec. Rambang Dangku, Kec. Rambang Lumbai, Kec. Muara Enim dan Kec. Gunung Megang) serta Kabupaten Ogan Komering Ulu. Sedangkan administrasi kehutanan membagi areal PT. MHP dalam beberapa Cabang Dinas Kehutanan (CDK), yaitu: CDK Lahat, CDK Musi Rawas, CDK Muara Enim dan CDK Ogan Komering Ulu, Dinas Kehutanan Sumatera Selatan. Untuk kegiatan operasional, areal PT.

40 MHP terbagi kedalam 14 Unit, 50 Blok dan 160 Sub Blok pengelolaan yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Kelompok Hutan Subanjeriji, terdiri dari 4 Unit, 16 Blok dan 50 Sub Blok 2. Kelompok Hutan Benakat, terdiri dari 9 Unit, 32 Blok dan 105 Sub Blok 3. Kelompok Hutan Martapura terdiri dari 1 Unit, 2 Blok dan 5 Sub Blok Iklim dan Hidrologi Menurut klasifikasi Koppen, areal PT. MHP masuk dalam tipe Alfa, sedangkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson memasukkan sebagian besar areal PT. MHP dalam tipe A dengan nilai 0-14,3%. Curah hujan rataan tahunan sebesar 2082 mm dan rataan bulanan sebesar 173,5 mm dengan hari hujan rataan tahunan sebanyak 142 hari dan rataan bulanan sebanyak 11,8 hari. Curah hujan tertinggi pada Maret sampai Desember sedangkan terendah pada Bulan Juni. Suhu udara rataan sebesar 23-32,4 C dan kelembabam nisbi udara rataan lima tahun terakhir sebesar 29,73%-79,9%. Kecepatan angin rataan bulanan sebesar 30,2 km/jam. Areal HTI PT. MHP termasuk dalam Sub DAS Keruh, Semangus dan Lematang (KH Benakat), Sub DAS Lematang dan Ogan (KH Subanjeriji), serta Sub DAS Ogan Komering (KH Martapura) yang semuanya termasuk dalam DAS Musi. Topografi dan Tanah Penyebaran jenis tanah secara umum terdiri dari aluvial, latosol, podsolik dan asosiasi latosol. Tekstur tanah liat dengan tingkat kesuburan rendah. Lapisan atas (organik) sangat tipis dan permeabilitasnya kurang baik dengan kedalaman tanah antara cm. Sebagian besar topografi landai ( Ha atau 78,55%), datar ( Ha atau 17,97 %) serta sebagian kecil agak curam ( Ha atau 3,84 %), dengan ketinggian mdpl. Keadaan tanah di KH Subanjeriji dan KH Martapura didominasi asosiasi podsolik coklat kekuningan dan podsolik coklat, asosiasi podsolik merah dan coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dan merah kekuningan serta podsolik merah kekuningan sedangkan KH Benakat didominasi asosiasi podsolik merah kekuningan dan coklat serta podsolik kekuningan dan coklat kekuningan

41 Keadaan Vegetasi Sesuai SK Mentri Kehutanan No.691/Menhut-IV/92, PT. MHP telah mencadangkan kelompok hutan alam sebagai Kawasan Konservasi dalam setiap kelompok hutan yang dicadangkan untuk pembangunan HTI. Berdasarkan revisi studi kelayakan 1995 dan SK Menhut No. 038/kpts-II/96, vegetasi areal PT. MHP seluas ± Ha terdiri dari Hutan Tanaman ± Ha (65%), Hutan Alam ± Ha (29%) serta alang-alang dan belukar seluas ± Ha (6%). Tabel 2. Kondisi Vegetasi Penutupan Lahan di Areal PT. MHP Vegetasi KH. KH. KH. No. Penutupan Lahan Benakat Subanjeriji Martapura Jumlah 1. Hutan Tanaman Ha Ha Ha Ha 2. Hutan Alam Ha Ha Ha Ha 3. Lain-lain Ha Ha Ha Ha Total Ha Ha Ha Ha Sosial Ekonomi Masyarakat Berdasarkan studi kelayakan PT. MHP tahun 1992, jumlah penduduk di empat kabupaten sekitar HTI adalah jiwa dengan luas total keempat kabupaten adalah ,23 km 2 dan penduduk terpadat di Kabupaten Lahat. Mata pencaharian bertani, berkebun, beternak dan perikanan. Produksi dari sektor pertanian dan perkebunan antara lain padi, jagung, ubi, buah-buahan, kelapa, karet, cengkeh, kopi dan sebagainya. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam, sedang lainnya menganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sarana pendidikan yang tersedia adalah gedung sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Sarana kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Swasta dan balai pengobatan lainnya. Struktur Organisasi Organisasi perusahaan terdiri dari Dewan Direksi dan pelaksana operasional. Untuk menangani masalah pemanenan kayu, pada Oktober 1998 dibentuk suatu Supporting Unit logging yang bertanggung jawab kepada Dewan

42 Direksi. Pemusatan Kegiatan Pemanenan dilakukan di Supporting Unit Logging yang dikepalai seorang Manajer Supporting Unit. Sedang pelaksanaan kegiatan pemanenan dilakukan oleh kepala seksi yang bertanggungjawab langsung kepada Manajer Produksi. Supporting Unit logging di PT. MHP terdiri dari tiga unit yaitu SU I Subanjeriji, SU II Pendopo dan SU III lematang. Ka. Support I Ka. Unit I Ka. Unit II Ka. Unit III Ka. Umit IV Ka. Unit V Kadiv. perencanaan Kadiv. logistik Kadiv. Umum Dewan Direksi Ka. Support II Ka. Unit VI Ka. Unit VII Ka. Unit VIII Ka. Unit IX Kadiv. Keuangan Kadiv. R & D Kadiv. Pengawasan Ka. Support III Ka. Unit X Ka. Unit XI Ka. Unit XII Ka. Unit XIII Ka. Unit XIV Ka. Unit XV Kadiv. Tanaman Kadiv. PPHH Kadiv. Produksi Kayu Tata Usaha Kayu Pemanenan kayu dilakukan kontraktor sebagai rekanan perusahaan. Sebelum menjadi rekanan, calon harus membuat surat pengajuan melalui manajer produksi dan mencantumkan data kendaraan dan gergaji mesin (chainsaw) yang akan digunakan. Setelah ditimbang layak menjadi rekanan dan diterima maka berhak untuk mengajukan permohonan pekerjaan berupa SPK kepada perusahaan melalui manajer produksi. Saat pemrosesan SPK kontraktor mengambil formulir dari kasie produksi untuk survey lokasi dan volume pekerjaan yang menentukan lama pekerjaan. Setelah SPK diterbitkan, pekerjaan dimulai dengan waktu pengerjaan yang sah siang hari (07.00 s/d wib) karena bila dimalam hari dianggap pencurian atau illegal. Pekerjaan pemanenan dilakukan mulai dari penebangan, pembagian batang, penyaradan (pengeluaran kayu ke pinggir jalan), serta pengangkutan ke

43 TPK dengan menggunakan truk yang telah terdaftar dalam surat permohonan rekanan. Penumpukan dilakukan di tempat yang telah ditetapkan dan diberi papan berisi data lokasi dan blok asal kayu, nama kontraktor serta nomor kendaraan truk pengangkut. Pengukuran dilakukan regu perencanaan setelah ada permintaan ukur dari pihak kontraktor kepada kasie produksi apabila seluruh kayu dalam lokasi tebang telah selesai ditebang, ditumpuk dan dinyatakan baik pada pemeriksaan kasie produksi. Pengukuran harus dihadiri kontraktor atau kontraktor harus menerima hasil pengukuran apabila tidak hadir. BAP ukur diterbitkan bagian perencanaan apabila sudah ada permintaan dari TUK paling cepat tujuh hari setelah pengukuran terakhir. Spesifikasi Pekerjaan Pemanenan Acacia mangium di PT. MHP Sebelum penebangan, ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan guna mendapatkan hasil sesuai dengan spesifikasi Bahan Baku Serpih (BBS), yaitu : 1. Seluruh calon operator yang didaftarkan ke PT. MHP harus mengikuti program pelatihan operator gergaji rantai (chainsaw) serta sanggup melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang telah diatur dan ditetapkan oleh PT. MHP. 2. Mengambil peta dan data laokasi serta hasil-hasil pengukuran di bagian produksi (manajer produksi) bukan di bagian perencanaan. Persyaratan Pekerjaan Penebangan Persyaratan pekerjaan penebangan yang harus dipenuhi adalah : 1. Pelaksana tebang menyatakan sanggup untuk tidak melaksanakan praktek jual beli SPK (Surat Perintah Kerja) dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). 2. Pelaksana tebang sanggup menerima semua aturan yang ditetapkan PT. MHP untuk bekerja dengan peralatan berupa tiga unit gergaji rantai, 15 tenaga kerja, satu unit kendaraan mobilisasi dan peralatan pengamanan perorangan lengkap, yang semuanya benar dan siap dioperasikan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. 3. Pelaksana tebang menyatakan sanggup melaksanakan pekerjaan dengan tenaga kerja dari sekitar HTI dilengkapi persyaratan administrasi personalia lengkap.

44 4. Pelaksana tebang menerima dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan guna memenuhi target persyaratan BBS dengan ketentuan pengoperasian alat perhari sebanyak tiga unit gergaji rantai. Kelebihan penggunaan alat dan penyelewengan spesifikasi BBS akan dikenakan denda pasca panen. a. Kelebihan penggunaan gergaji rantaidari yang telah disepakati dan disanggupi oleh pelaksana tebang dikenakan sangsi 20 % dari total biaya produksi dan pemutusan hubungan kontrak kerja. b. Penebang dikenakan denda pasca panen dan penyelewengan spesifikasi : Tinggi tunggul >10 cm dikenakan denda Rp ,- per tunggul dan wajib melaksanakan servis ulang Kayu kecil berdiameter < 8 cm dikenakan denda sebesar Rp 7500,- per potong Kayu terbakar (Rp ,- perpotong) Pembagian batang yang tidak bagus atau tidak layak (Rp 7500,- per potong) Kayu mati/lapuk/busuk hati (Rp 7500,- perpotong) Denda dua kali lipat dari total volume tebang bila kayu lain ikut tertebang/terpotong termasuk di TPn dengan nilai denda perpotong Rp ,-. Tumpukan (stacking) yang tidak bagus diservis ulang dengan ukuran minimal panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan dan diberi penyangga. Pelaksana tebang wajib melaksanakan perbaikan selama 3 hari setelah surat pemberitahuan yang diberitahukan pihak perusahaan dan apabila tidak melaksanakan perbaikan atau servis pada pekerjaan yang telah ditentukan maka akan dikenakan denda atau sangsi penyelewengan BBS dan spesifikasi pekerjaan c. Apabila pelaksana tebang melaksanakan atau melakukan praktek jual beli SPK dan BAP kepada pihak ketiga, maka dikenakan pemutusan hubungan kerja dan segera dilakukan pembayaran untuk pekerjaan yang telah selesai

45 d. Bagi karyawan perusahaan yang membantu proses jual beli SPK dan BAP akan dikenakan sangsi sebesar 15 % dari total pembayaran dan sangsi PHK karena menyangkut kredibilitas perusahaan dan indisipliner karyawan. e. Sistem pemotongan denda pasca panen. Semua kayu di TPn diukur dan diaudit BBS untuk mengetahui jumlah kayu yang tidak sesuai dengan spesifikasi bahan baku. Setelah selesai, laporan diserahkan ke Tata Usaha Kayu untuk dihitung dan dibuatkan rekomendasi pembuatan BAP dibagian administrasi setelah ada rekomendasi selesai sarad dari kasie sistim kabel. Kayu yang tidak sesuai dengan BBS dihitung dan dikalikan dengan jumlah nilai nominal setiap penyelewengan bahan baku dan dilaksanakan pengurangan jumlah volume (m 3 ) 5. Pelaksana tebang wajib memenuhi target persyaratan BBS yang ditetapkan perusahaan dan sanggup menjaga keamanan kayu dan semua peralatan perusahaan yang beroperasi di lapangan selama kayu belum diterima dan dilaksanakan pembayaran oleh PT. MHP. 6. Pelaksana tebang sanggup menanggung semua resiko yang diakibatkan oleh pekerjaan baik kecelakaan, kebakaran dan kehilangan serta mengasuransikan seluruh tenaga kerjanya. 7. Pelaksana tebang sanggup dan mampu serta berkewajiban menjaga kayu hasil tebangan beserta dengan alat-alat yang sedang dioperasikan di wilayah penebang sebelum diangkut ke PT. TELPP dari bahaya kebakaran, amuk massa dan lainnya. Efektivitas Volume dan Jangka Waktu Pekerjaan Efektivitas volume dan jangka waktu pekerjaan diperinci menjadi : 1. Untuk memenuhi target tebang tahun 2003, PT. MHP memberikan pekerjaan penebangan kayu kepada kontraktor/pelaksana tebang dengan volume kerja sebesar m 3 (disebut volume target kontrak kerja). Sebelum pekerjaan dimulai akan diterbikan SPOK per-setting. 2. SPK tebang lanjutan tidak akan diberikan apabila terdapat kesalahan teknis pekerjaan dan sisa target tebang dianggap habis.

46 3. Harga upah kerja borongan per-m 3 untuk pekerjaan penebangan, pemyaradan, pemotongan 2,5 m dan penumpukan dengan alat sendiri sebesar Rp ,-/m Total upah kerja borongan sesuai hasil tebangan seting 71, Unit VIII menyelesaikan target volume kontrak kerja pada point 1 diberikan waktu mulai bekerja tanggal 1 Maret Kontraktor penyaradan dan penumpukan wajib melaksanakan pekerjaan sesuai target dan waktu yang ditetapkan di jadwal penebangan. Apabila salah satu target atau waktu tidak terpenuhi, seluruh hubungan kontrak kerja berakhir dengan sendirinya tanpa perpanjangan volume target dan jangka waktu pekerjaan. 6. Pelaksanaan pekerjaan ini dinyatakan efektif berlaku oleh kedua belah pihak setelah SPK ditanda tangani. Nilai Pekerjaan dan Pembayaran Aturan untuk nilai pekerjaan dan pembayaran, dirinci sebagai berikut : 1. PT. MHP akan membayar bila pekerjaan selesai dikerjakan, disarad, dan diukur sesuai dengan rumusan yang berlaku (panjang x lebar x tinggi x 0,511). 2. Pengukuran dilakukan setiap akhir bulan sekitar tanggal Nilai pekerjaan adalah harga tetap, tidak dapat ditawar, tidak berubah karena alasan apapun setelah SPK dinyatakan efektif, kecuali terjadi perubahan. 4. Pembayaran dilaksanakan bila penebang mengajukan tagihan ke perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pekerjaan dalam luasan per-seting selesai dikerjakan kemudian. b. Kayu hasil tebangan selesai disarad ke TPn dengan ukuran TPn minimal : panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m. Semua kayu ditumpuk ditempat datar di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan dan tidak perlu lagi memakai "Timberjack" serta diberi penyangga. c. Selesai penyaradan dan kayu sudah di TPn, dilakukan pengukuran kayu disaksikan kedua belah pihak dan hasil pengukuran dituangkan dalam bon penerimaan kapling kayu. d. Hasil kapling kayu dikompilasikan ke data pengukuran oleh tim ukur dan audit, kemudian didistribusikan ke bagian TUK untuk diproses.

47 e. Semua hasil proses data diterbitkan rekomendasinya untuk dasar penerbitan BAP Pembayaran oleh seksi administrasi. f. Penandatanganan BAP dilakukan pelaksana tebang di bagian administrasi. g. Setelah BAP ditandatangani dan disahkan oleh pejabat berwenang, maka PT. MHP wajib melaksanakan pembayaran atas pekerjaan tersebut dengan syarat bukti-bukti tagihan sebagai berikut : Surat permintaan pembayaran bermaterai asli Kwitansi asli bermaterai BAP asli beserta data hasil ukur kapling kayu Dokumen lain yang dianggap perlu h. Perusahaan wajib melaksanakan pembayaran selambat-lambatnya hari setelah tanggal pengajuan tagihan bukan tanggal dibuatnya BAP karena BAP bukan merupakan bukti tagihan tetapi sebagai dasar untuk pembayaran tagihan. Pelaksanaan pembayaran dapat tertunda apabila : BAP bermasalah (kesalahan dokumen/palsu) Keadaan aliran dana (cash flow) perusahaan Tidak lengkap administrasinya i. Perusahaan berhak menolak dan tidak melakukan pembayaran kepada pihak lain atau pihak ketiga guna menghindari terjadinya perselisihan. j. Apabila dalam perhari tercapai 20 m 3 x 24 hari (satu bulan) maka alat akan diserahkan ke pelaksana (jika alat milik perusahaan) k. Harga berlaku pada penebangan baru Teknis Pekerjaan Penebangan Penyaradan dengan Kabel serta Tumpukan Sebelum pekerjaan dimulai, pelaksana tebang wajib mempersiapkan diri dan mengambil data seting pada bagian produksi untuk melaksanakan pengecekan areal dan penentuan tiang utama, tiang kedua dan letak penggulung kabel (mobil). Kegiatan penebangan meliputi : 1. Penebangan (cutting/felling) a. Penebangan kayu dilaksanakan secara tebang habis (semua tegakan pohon ditebang) dalam luas areal yang telah ditentukan (manajemen seting). b. Penebangan dilaksanakan pada lokasi kerja PT. Musi Hutan Persada. c. Penebangan diawali penentuan tinggi takik rebah maksimal 8 cm dpt.

48 d. Penebangan dilakukan satu-satu perjalur kabel, langsung diproses sebelum melaksanakan penebangan pada pohon selanjutnya. 2. Pembuangan ranting/cabang (delimbing) a. Setelah penebangan perpohon ranting dan cabang langsung dibersihkan dengan menggunakan gergaji rantai rata dengan permukaan batang utama. b. Ranting dan cabang dicincang dengan panjang potongan maksimal 0,5 cm. c. Ranting serta cabang diletakkan diantara tumpukan kayu (jalur sarad). d. Potongan cabang rebah dengan tanah. 3. Pemotongan batang (trimming/bucking) a. Sebelum pemotongan kayu dimulai, kayu bekas terbakar harus dikupas lalu bagian yang terbakar dipotong dan dicincang. b. Potongan batang berukuran diameter minimal 8 cm dengan panjang 2,5 m. c. Potongan batang pokok dipisahkan dari potongan tajuk. d. Setelah potongan batang pokok dipisah dari tajuk, dilaksanakan penyaradan dengan kabel lalu dipotong 2,5 m dan ditumpuk di tempat datar (pembagian batang dapat pula sebelum disarad tergantung alat yang digunakan) Teknis Pekerjaan Penyaradan dengan Kabel serta Penumpukan Kayu Acacia mangium Pekerjaan penyaradan dengan menggunakan kabel diperinci sebagai berikut : 1. Sebelum penebangan dan penyaradan dengan kabel dilakukan, lokasi titik akhir harus dibersihkan dari semua kotoran pohon dan serasah. 2. Lokasi penumpukan harus di pinggir jalan utama atau jalan cabang dengan jarak sekitar 5 m dari pinggir jalan. 3. Sebelum penyaradan dimulai, pemborong mensurvey tempat dimana tiang utama sebagai titik akhir harus diletakkan. 4. Persyaratan Tiang utama : a. Pohon untuk tiang harus besar, kuat, tidak lapuk dan kalau ada bercabang dua dengan tinggi 3-5 m tergantung jenis alat (mobil) yang dipergunakan. b. Pohon yang dipilih berjarak minimal m dari bibir jurang agar dapat berfungsi sebagai titik akhir harus berada di areal datar untuk mempermudah proses pemotongan 2,5 m dan penumpukan di TPn juga berfungsi menjadi stapel meter oleh kontraktor.

49 c. Panjang TPn minimal 8-20 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m (sesuai panjang sortimen) dua lapis terletak di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan sehingga tidak lagi memakai "Timberjack" dan diberi penyangga. d. Diusahakan posisi tiang utama di atas bukit yang memungkinkan kabel bisa berputar dalam radiusnya, dan berpindah sejauh radiusnya. e. Kayu diangkut dan disusun dalam tumpukan stapel meter, diberi penyangga agar tidak roboh sesuai dengan ukuran dan jenis bbs dari PT. MHP. 5. Persyaratan tiang kedua a. Bagian bawah pohon tiang kedua harus besar, kuat dan tidak lapuk. b. Semua areal tebangan harus dapat terwakilkan oleh tiang tersebut. c. Susunan tebangan harus rapih dengan ketentuan pangkal pohon di depan arah rebahnya searah dengan arah tarikan kabel sehingga penarikan dilakukan pada pangkal pohon agar tidak mudah patah. d. Untuk areal yang tidak terjangkau radius kabel, seluruh sistim harus berpindah dan proses diulang dari awal sejak penentuan lokasi titik akhir. 6. Penumpukan (stacking) Penumpukan Aturan dalam menumpuk ditetapkan sebagai berikut : 1. Potongan batang pokok ditumpuk manual dengan ujung rata pada satu sisi 2. Potongan ditumpuk dan bersih dari segala sampah dan kotoran 3. Kayu hasil tebangan ditumpuk di tepi jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan guna mengangkut kayu ke pabrik. Untuk kayu yang sulit diangkut ditumpuk secara manual dan ditumpuk sesuai dengan spesifikasinya dengan ukuran panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m. 4. Semua tumpukan kayu harus sesuai dengan jenis kayu Acacia mangium dan ukuran yang telah ditentukan dalam spesifikasi penebangan dan penumpukan. 5. Sortimen yang telah disusun setelah penyaradan, dilaksanaan pemeriksaan lapangan bersama tim pasca tebang guna mengetahui mutu kayu (BBS). 6. Tim pasca tebang dan kontraktor melaksanakan pemeriksaan kayu hasil tebangan guna menentukan layak atau tidak layaknya dilakukan penyaradan.

50 7. Dalam pemeriksaan, kayu pecah, rusak dan tidak sesuai dengan standar bbs diambil dari tumpukan dan tidak dilakukan penghitungan volume produksi 8. Tim pasca tebang dan kontraktor/pelaksana tebang menandatangani BAP pasca tebang dan dilaporkan kemanajer produksi untuk langkah selanjutnya. 9. Setelah mendapat hasil pemeriksaan tim pasca tebang, manajer produksi merekomendasikan layak tidaknya seting tersebut dilaksanakan penyaradan 10. Apabila belum layak untuk penyaradan, kontraktor wajib melakukan perbaikan sebelum penyaradan dilaksanakan, begitu pula sebaliknya apabila sudah layak maka dapat dilaksanakan proses penumpukan kayu ke TPn 11. Penyaradan dapat dilaksanakan dengan alat kontraktor apabila pekerjaan diselesaikan dalam satu bulan untuk satu kali BAP setelah mendapat rekomendasi dari manajer produksi dan berita acara serah terima dari tim pasca sarad 12. Semua kayu yang telah selesai disarad dan berada di TPn diperiksa kembali secara bersama-sama dengan tim pasca sarad untuk pelaksanaan serah terima pengukuran kayu dan audit kayu (dari bagian produksi ke bagian perencanaan) Inspeksi Kayu Setelah penyaradan selesai maka diadakan inspeksi kayu, terdiri dari : 1. Kayu yang terpotong dan tersusun di lapangan saat penebangan, penyaradan dan penumpukan, mutu kayu (BBS) diperiksa bersama dengan supervisi lapangan 2. Kayu pecah atau rusak akan disortir dan volume kayu tebangan tidak dihitung 3. Setiap pemeriksaan kayu pelaksana tebang harus ikut menyaksikan 4. Pengukuran dilaksanakan oleh tim ukur dan audit dengan terlebih dahulu mengajak atau memberitahukan kepada kontraktor/pelaksana tebang 5. Selama pengukuran dilaksanakan, kontraktor/pelaksana tebang wajib hadir dan menandatangani semua hasil pengukuran yang didapat 6. Bila kontraktor tidak hadir saat jadwal pengukuran kayu yang disepakati, pengukuran tetap dilaksanakan secara sepihak dan hasilnya tidak dapat diganggu gugat karena sudah menjadi suatu nilai pekerjaan

51 7. Semua data hasil pengukuran dari perencanaan diserahkan ke bagian produksi (manajer produksi) dan pelaksana tebang dapat menerima hasilhasil penggukuran dari bagian produksi bukan dari bagian perencanaan 8. Semua hasil ukur yang telah ditandatangani kedua belah pihak atau tanpa pelaksana tebang diproses diperencanaan, kemudian diserahkan kebagian produksi (TUK), setelah mendapat rekomendasi selesai sarad dari kasie selanjutnya dapat dibuatkan BAP pembayaran Administrasi dan Tata Usaha Kayu Kegiatan administrasi dan tata usaha kayu, terdiri dari : 1. Sebelum penebangan, semua administrasi perintah kerja dan lokasi kerja harus diselesaikan terlebih dahulu 2. Penghitungan volume hasil tebangan dilakukan bersama kontraktor. Hasilnya dicatat dalam bon penerimaan kayu yang diisi dan ditandatangani kedua belah pihak (tim audit PT. MHP dan kontraktor) 3. Selesai dilaksanakan pemeriksaan mutu kayu, volume m 3, TPn dan lain-lain, hasilnya akan dibuatkan bon penerimaan kapling kayu hasil tebangan 4. Bon penerimaan kapling kayu diserahkan ke TUK untuk diproses menjadi hasil ukur kayu. Hasil ukur kayu dibawa ke bagian administrasi untuk diterbitkan BAP sebagai bahan atau dasar pembayaran 5. Menyelesaikan penandatanganan BAP di bagian administrasi Lain-lain Ada beberapa ketentuan lain yang ditetapkan perusahaan, seperti : 1. Seluruh pekerjaan harus mengikuti petunjuk perusahaan berdasarkan kebutuhan dan standarisasi BBS yang telah disepakati oleh PT. MHP dan PT. TELPP 2. Seluruh kalimat dalam spesifikasi memuat arti yang sama dan memiliki kekuatan hukum yang harus dilaksanakan oleh penebang dan mengikat kedua belah pihak 3. Apabila terjadi perubahan dan perselisihan antara kedua belah pihak maka akan diselesaikan secara musyawarah mufakat, akan tetapi bila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat maka kedua belah pihak sepakat

52 Enim. untuk menyelesaikan perselisihan tersebut pada tempat dan kedudukan yang dalam wilayah Sumatera Selatan pada Pengadilan Negeri Muara Sistim Penyaradan dengan Kabel yang Digunakan oleh PT. MHP Areal MHP terbagi menjadi 3 kelerengan yaitu landai, datar dan agak curam. Untuk daerah landai dan datar, PT. MHP sebagian besar menggunakan forwarder karena alat ini mampu bekerja dengan efektif dan efisien pada kondisi tersebut. Tetapi pada areal dengan kelerengan agak curam (> 15 %), membutuhkan alat dengan mobilitas tinggi untuk melakukan manuver naik dan turun lereng yang tidak bisa dilakukan secara optimal oleh forwarder tersebut. Karenanya mulai tahun 2002 diterapkanlah sistim penyaradan yang memanfaatkan kabel untuk mengeluarkan kayu ke tepi jalan hutan dan disebut sebagai sistim kabel katrol. Sistim ini memanfaatkan mobil-mobil tua yang memiliki tenaga besar dan mampu bermanuver di arel berlereng untuk menggulung kabel guna menarik kayu setelah sebelumnya dimodifikasi. Ada tiga macam sistim kabel katrol yang digunakan oleh PT. MHP yaitu : 1. Sistim yang memanfaatkan mobil Chevrolet C-50 yang dimodifikasi untuk menggulung kabel pada roda belakang mobil yang diangkat sedikit dari tanah sehingga tidak bergesekan ketika menggulung kabel. 2. Sistim yang memanfaatkan mobil Toyota Hardtop 70 yang dimodifikasi dengan menambahkan drum atau winch pada bagian belakang mobil terhubung dengan as belakang mobil dan berfungsi sebagai tempat menggulung kabel. 3. Sistim yang memanfaatkan sebuah truk tua yang dimodifikasi dengan sebuah drum atau winch di belakang mobil dan berfungsi untuk menggulung kabel.

53 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanenan Kayu Tujuan jangka pendek PT. Musi Hutan Persada adalah memproduksi kayu bulat sebagai bahan baku industri pulp, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah melaksanakan program pembangunan hutan tanaman industri, terutama dalam meningkatkan hasil hutan, produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup. Karenanya, maka perencanaan pemanenan yang baik sangat diutamakan. Sebagai perusahaan HTI, PT. MHP menggunakan sistim tebang habis pada areal yang siap tebang. Artinya bahwa seluruh kayu dalam areal tersebut harusdipanen. Jenis tanaman utama di PT. MHP adalah Acacia mangium, tetapi untuk pohon selain akasia tetapi bukan yang dilindung juga ikut ditebang hanya saja tidak ikut dibawa ke tempat pengolahan atau pabrik. Pemanenan dilakukan oleh kontraktor yang mengajukan diri dan telah disetujui oleh perusahaan. Sebelum pekerjaan dimulai kontraktor wajib mempersiapkan diri dengan mengambil data areal tebang pada bagian produksi. Khusus untuk pemanenan dengan menggunakan kabel, selain untuk pengecekan areal data juga diperlukan dalam menentukan tiang dan posisi tempat meletakkan alat penggulung kabel (mobil). Kegiatan penebangan dalam pemanenan kayu meliputi : 2. Penebangan (cutting/felling) Diawali dengan penentuan tinggi takik rebah (± 8 cm dpt) dengan arah rebah disesuaikan arah sarad kabel. 3. Pembuangan ranting/cabang (delimbing)

54 Setelah ditebang, pohon dibersihkan dari ranting dan cabang dengan gergaji rantai mengikuti permukaan batang utama. Ranting dan cabang dengan diameter < 8 cm dicincang dan diletakkan diantara jalur sarad agar tidak menghalangi proses penyaradan. Cabang dengan Ø 8 cm i kut d itarik tetapi tumpukannya dipisah dari batang utama. 4. Pemotongan batang (trimming/bucking) Sebelum dipotong batang harus diperiksa dan dibersihkan dari kayu terbakar, busuk atau rusak. Panjang sortimen 2,5 m dengan diameter minimal 8 cm. Penarikan dan penumpukan batang utama dipisahkan dari potongan cabang. Kayu ditumpuk pada tempat yang datar. Pembagian batang dapat pula dilakukan sebelum disarad tergantung alat yang dipergunakan. Sistim pemanenan dengan kabel dilakukan pada areal berbukit dengan kemiringan 15 % atau lebih seperti pada areal Unit VIII Tebing Indah. Sistim yang diterapkan adalah sistim semi mekanis, dimana pemanenan dilakukan dengan alat mekanis seperti gergaji rantai (chainsaw) dan mobil yang memerlukan tenaga manual dalam pengoperasiannya. Salah satu alasan pemilihan sistim ini adalah karena sistim ini memperkerjakan banyak tenaga kerja yang berarti membuka lahan pekerjaan baru. Ada dua macam cara penarikan pada sistim kabel, yaitu : a. Sistim Tarik Panjang (Tree Length System) Pada sistim ini kayu yang disarad adalah kayu panjang dengan diameter minimal 8 cm. Tajuk dan cabang dibersihkan di tempat rebah sedangkan pembagian batang dilakukan setelah kayu disarad. b. Sistim Tarik Pendek (Short Wood System) Sistim ini menarik kayu pendek yang sudah berupa sortimen 2,5 m. Pemotongan tajuk dan cabang serta pembagian batang dilakukan di tempat rebahnya. Setelah menjadi sortimen kayu diikat 4-5 batang dengan kabel baru kemudian ditarik dan ditumpuk di TPn. Kegiatan pemanenan di PT. MHP menggunakan metode geng, yaitu cara kerja berkelompok yang terdiri dari pemilik geng, mandor, operator gergaji rantai dan keneknya, serta perintis (cruiser) untuk cara biasa atau termasuk regu sarad,

55 dan regu tumpuk untuk sistim kabel, sehingga dalam satu geng bisa terdiri dari orang. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari metode geng ini, yaitu : 1. Memudahkan kontrol karyawan kontrak di tingkat bawah 2. Menghemat biaya pengayaan dan perawatan alat 3. Mempersingkat jalur birokrasi dari pihak manajemen 4. Memperkecil biaya tambahan (seperti tanggungan rumah, kesehatan dan lainnya) 5. Memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan 6. Sebagai salah satu penghubung perusahaan dengan masyarakat sekitar hutan Adapun kerugian dari metode geng ini adalah kontrol kualitas yang minim, lemahnya kontrol perusahaan dalam mensejahterakan para pekerja penebangan dan terjadinya monopoli usaha oleh pihak-pihak pemilik modal. Penyaradan dengan Menggunakan Kabel Katrol Areal PT. MHP sebagian besar bertopografi datar dan landai, sehingga penggunaan forwarder dalam pemanenan dirasa sudah mencukupi. Ketika diketahui bahwa target tebangan tahun 2003 SU II Benakat yang sebesar m 3 hampir seluruhnya diperoleh dari Unit VIII Tebing Indah yang sebagian besar arealnya berbukit-bukit dengan kelerengan diatas 15 %, maka forwarder dirasakan tidak efektif lagi. Karenanya, agar seluruh kayu dari areal tersebut dapat dikeluarkan maka perusahaan mulai menerapkan sistim penyaradan dengan menggunakan kabel katrol (Cable Yarding System). Sistim kabel katrol ini adalah sistim yang memanfaatkan tenaga mesin mobil untuk menarik sebuah kabel yang diikatkan pada kayu secara mendatar menyentuh tanah dengan bantuan katrol. Salah satu sistim kabel katrol yang dipergunakan di PT. MHP adalah Sistim C-50. Sistim ini menggunakan mobil Chevrolet C-50, satu kabel berpengait (±150 m) dan dua buah katrol. Satu katrol diletakkan setinggi 2-3 m pada pohon yang akan dijadikan tiang dan lainnya akan dipergunakan untuk mengarahkan kabel apabila diperlukan. Untuk mengeluarkan kayu kabel harus diulurkan dan ditarik Gambar 2. Roda penggulung sistim Kabel

56 secara manual menuju kayu dalam keadaan mesin mobil mati. Selanjutnya kabel diikatkan pada kayu untuk kemudian ditarik oleh mobil. Penarikan dilakukan dengan menggunakan tenaga mobil. Kabel digulung pada celah antara roda belakang sebelah kanan yang diangkat sehingga tidak bergesekan dengan tanah ketika menggulung kabel. Karena C-50 merupakan mobil one wheel drive maka ketika digas, roda dapat menggulung kabel dan sebaiknya juga digunakan saat mengulur dengan mesin pada posisi mundur untuk menghemat waktu. Untuk pengamanan, sebelum dioperasikan bak mobil dan roda kiri belakang harus diikat. Kayu yang ditarik adalah kayu panjang berdiameter 8 cm. Setelah ditarik kayu dipotong 2,5 m dan ditumpuk secara manual di tepi jalan loging yang sudah ada atau dalam tahap perencanaan oleh tukang tumpuk. Secara umum, pengoperasian sistim kabel terdiri dari 2 tahap, yaitu : 1. Tahap persiapan alat. Terdiri dari pembongkaran alat, perpindahan alat dan pemasangan alat di lokasi baru. Tahap ini dilakukan bila pohon dalam radius kabel sudah habis dan ditumpuk di TPn. Apabila jalur lurus maka mobil diletakkan setiap jarak 100 m, namun apabila arealnya berliku maka letak mobil disesuaikan dengan lokasi tebangan. Selanjutnya alat dipasang kembali, demikian seterusnya sampai seluruh pohon dalam areal tebang habis dan ditumpuk rapih. 2. Tahap pengoperasian. Merupakan tahap pengeluaran kayu ke tepi jalan angkutan yang dimulai sejak kabel diulurkan sampai seluruh kayu di wilayah jangkauan kabel selesai ditarik dan ditumpuk di TPn yang telah disiapkan di tepi jalan angkutan. Tabel 3. Sistim Penyaradan dengan Menggunakan Chevrolet C-50 Perincian Keterangan Peralatan yang digunakan 1. Menggunakan Chevrolet C cc, kabel berpengait dan dua buah katrol Penggulung kabel 2. Kabel digulung pada salah satu roda mobil Letak Katrol 3. Katrol pertama terletak 2-3 m pada tiang, katrol lainnya di tepi jurang apabila ada kayu yang harus dikeluarkan. Penebangan 4 Pohon ditebang perjalur kabel, dibersihkan dari ranting dan cabang untuk tiap lokasi mobil Penarikan 5 Kayu yang ditarik adalah kayu panjang bebas cabang. Pembagian batang dilakukan setelah kayu disarad. Penumpukan 6 Penumpukan dilakukan oleh regu tumpuk secara manual sehingga akan memakan waktu lebih lama TPn 7 Tinggi TPn hanya 1-2 m sepanjang-panjangnya di tepi jalan logging

57 Spesifikasi Alat Alat yang digunakan berupa modifikasi dari mesin mobil tua yang masih memiliki kemampuan menarik kayu, terdiri dari mobil, kabel baja berpengait dan katrol. Modifikasi menyebabkan mesin mampu bekerja optimal, sehingga beban yang ditanggung tidak terlalu berat. Tabel 4. Spesifikasi Alat yang Digunakan dalam Sistim C-50 No. Jenis Alat Spesifikasi 1. Tenaga Penarik Chevrolet C cc 2. Alat Penggulung Kabel as roda kanan belakang 3. Kabel maksimal 150 m 4. Katrol 2 buah Gambar 3 Katrol pada tiang utama Gambar 4. Proses pengikatan Kayu Regu Kerja Jumlah tenaga kerja yang digunakan diserahkan kepada kontraktor melihat pada luasan areal, kondisi lapangan, potensi dan sebagainya. Regu kerja berada dibawah pengawasan operator yang merupakan wakil kontraktor di lapangan. Operator bertugas menangani pemeliharaan alat beserta perbaikannya. Regu tumpuk yang berjumlah 8 orang dimaksudkan untuk meringankan beban kerja tukang tumpukyang harus menumpuk kayu secara manual dan karenanya memerlukan tenaga cukup besar agar pekerjaan dapat cepat diselesaikan. Karena sistim kabel katrol merupakan sistim kontrak, maka perusahaan hanya menetapkan upah kerja peregu kerja per m 3. Sedangkan jumlah anggota regu kerja dan pembagian upah perorangnya terletak pada kebijaksanaan kontraktor dan perusahaan tidak bertanggung jawab terhadapnya.

58 Dari segi keamanan dan keselamatan kerja terlihat para pekerja tidak dilengkapi peralatan keselamatan yang memadai. Pekerja hanya menggunakan sarung tangan, padahal peralatan seperti helm, kotak P3K, sepatu, pelindung telinga dan lainnya sangat diperlukan. Akibatnya saat pekerja terluka mereka tidak langsung mendapat pertolongan. Selain itu pendengaran mereka akan terganggu karena saat dioperasikan alat mengeluarkan suara yang kuat. Tabel 5. Perincian Regu Kerja Sistim Kabel Katrol No. Jenis Pekerjaan Pekerja Upah 1. Menebang dan memangkas batang di tempat rebah Chainsawman Menarik Kabel, mengikatkannya di kayu yang akan ditarik chokerman 2. kemudian melepaskannya kembali setelah ditarik 3. Mengoperasikan mobil Operator Mobil Rp ,- Mengawasi jalur kabel saat kayu ditarik dan Kenek Mobil /m 3 per regu 4. memberitahukannya kepada operator mobil serta kerja membantu melepaskan kabel saat kayu selesai ditarik 5. Mengukur kayu sepanjang 2,5 m Tukang ukur 6. Membagi batang Chainsawman 7. Menumpuk kayu di TPn secara manual Tukang Tumpuk (±8 orang) Persiapan Alat Alat harus berpindah bila seluruh kayu dalam radius kabel selesai ditarik dan ditumpuk di TPn. Jarak perpindahan berkisar m mengikuti kondisi lapangan. Ada 3 tahap persiapan untuk sistim berpindah yaitu : 1. Tahap pembongkaran alat a. Melepas rantai roda e. Melepas katrol b. Melepas rantai ban f. Menggulung kabel di ban c. Mendongkrak mobil g. Mengikat kabel di ban d. Melepas kayu pengganjal h. Mengembalikan posisi kopling Gambar 5. Rantai Pengikat Roda Gambar 6. Rantai Pengikat Bak 2. Tahap Perpindahan a. Membersihkan jalan mobil c. Persiapan TPn

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN

PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN PRODUKTIFITAS PENGUMPULAN KAYU KE TEPI JALAN LOGGING DENGAN MENGGUNAKAN CHEVROLET C-50 PADA KEGIATAN PENYARADAN DI PT. MHP, SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK Pengeluaran kayu sistem kabel layang di hutan rakyat perlu mendapat perhatian mengingat sampai saat ini kegiatan pengeluaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia www.greenomics.org MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia 5 Desember 2011 HPH PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa -- yang beroperasi di Provinsi Riau -- melakukan land-clearing hutan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya hutan yang harus dikelola dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif) Manual Bundling System for Felling Waste Extraction on Industrial Plantation Forest

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar

Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar Wahyu Setio Widodo (E02495025). Analisis Biaya Penggunaan Sistem Kabel Layang untuk Penyaradan Kayu Pinus di Areal Produksi Terbatas, (Studi Kasus di Hutan Pinus, RPH Mandalagiri, BKPH Cikajang, KPH Garut,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan baku hasil hutan berupa kayu terus meningkat seiring dengan lajunya perkembangan industri hasil hutan dan jumlah penduduk di Indonesia. Kebutuhan kayu

Lebih terperinci

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON Oleh Sukanda dan Wesman Endom 1 Abstrak Penebangan pohon merupakan salah satu bagian dari kegiatan penjarangan dan pemanenan hutan. Gergaji rantai adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA RANGKAIAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN MENGGUNAKAN SAMPAN DARAT DI PT MITRA KEMBANG SELARAS PROVINSI RIAU

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA RANGKAIAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN MENGGUNAKAN SAMPAN DARAT DI PT MITRA KEMBANG SELARAS PROVINSI RIAU PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA RANGKAIAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN MENGGUNAKAN SAMPAN DARAT DI PT MITRA KEMBANG SELARAS PROVINSI RIAU NURFIKE HASANAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN PEMNENAN KAYU RAMAH LINGKUNGAN Oleh: Dulsalam SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Koordinator: Dulsalam TARGET OUTPUT RPI 2010-1014 SINTESIS OUTPUT 1 Teknologi penentuan luas petak tebang

Lebih terperinci

di KH. Suban leriji. Peserta magang ditempatkan sebagai Kasie. Pembangunan lalan dan lembatan.

di KH. Suban leriji. Peserta magang ditempatkan sebagai Kasie. Pembangunan lalan dan lembatan. . ~ Benny Riza. E02495055. Perencanaan Pemanenan dengan Penekanan pada Perencanaan Iaringan lalan, Konstruksi laian dan Bangunan Air serta Alat Angkut (di HPHTl PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT PENELITIAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT. TRISETIA INTIGA Disusun oleh: Budi Setiawan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh : PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RIAI' DIAMETER POHON SETELAH PEMANENAN KAYU DENGAl\' SISTEM TPTI DI AREAL HPH PT. KlANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR Oleh : ROUP PUROBli\1 E 27.0932.IURUSAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO.

RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO. RINGKASAN EKSEKUTIF AS AT SUPRIYANTO. 2005. Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Value Chain dalam Perusahaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di PT. Musi Hutan Persada). Di bawah bimbingan BUNASOR SANIM

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep & Tahapan

Pengertian, Konsep & Tahapan Pengertian, Konsep & Tahapan PEMANENAN HASIL HUTAN M a r u l a m M T S i m a r m a t a 0 1 1 2 0 4 7 1 0 1 Umum: DASAR & PENGERTIAN Eksploitasi hutan/pemungutan hasil hutan merupakan istilah yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU

Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU Bab IX ORGANISASI PEMANENAN KAYU Tahap yang esensial dalam kegiatan pemanenan kayu, jenisnya dan dimana lokasinya akan dibicarakan dalam bab ini. Walaupun dalam kenyataannya bebrapa jenis kegiatan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan PENDAHULUAN Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan adalah pengangkutan kayu ke tempat penimbunan kayu atau ke empat pengolahan selanjutnya. Pengangkutan di dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN.

ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. ANALISIS BIAYA PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN DI PGT. SINDANGWANGI, KPH BANDUNG UTARA, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT BANTEN. Dwi Nugroho Artiyanto E 24101029 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal. No.24, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :P.11/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan KODEFIKASI RPI 20 Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF (RPI) TAHUN 2010 2014 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN Jakarta, Februari 2010 Disetujui Oleh:

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG DJ HPH PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN BARAT OLEH: NANANGZULlZARNAEN E3I.l215 a -. - ~... ' :...,. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci